BAB I Prilaku
BAB I Prilaku
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesesakan (crowding) dan kepadatan (densitiy) merupakan fenomena yang akan
menimbulkan permasalahan bagi setiap negara di dunia di masa yang akan datang. Hal ini
dikarenakan terbatasnya luas bumi dan potensi sumber daya alam yang dapat memenuhi
kebutuhan hidup manusia, sementara perkembangan jumlah manusia di dunia tidak terbatas.
Kesesakan dan kepadatan yang timbul dari perkembangan jumlah manusia di dunia
pada masa kini telah menimbulkan berbagai masalah sosial di banyak negara (misalnya :
Indonesia, India, Cina, dan sebagainya), baik permasalahan yang bersifat fisik maupun psikis
dalam perspektif psikologis. Contoh permasalahan sosial yang nyata dalam perspektif
psikologis dari kesesakan dan kepadatan penduduk adalah semakin banyaknya orang yang
mengalami stres dan berperilaku agresif destruktif.
Berdasarkan fenomena yang muncul dari dari realitas kini dan perkiraan
berkembangnya dan timbulnya masalah di masa yang akan datang, maka dalam perspektif
psikologi lingkungan kiranya dipandang tepat untuk menjadikan kesesakan dan kepadatan
menjadi argumen bagi suatu pengkajian secara lebih dini dan lebih mendalam dalam usaha
mengantisipasi persoalan-persoalan sosial yang pasti akan timbul pada masa kini dan masa
yang akan datang.
4. Solusi apa saja yang bisa mencegah atau mengurangi kepadatan dan kesesakan?
1.3 Tujuan
Tujuan dari penulisan laporan ini yaitu, sebagai berikut :
1. Memenuhi syarat akademis (Mata Kuliah) Arsitektur Perilaku pada Program Studi
Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Udayana.
1
2. Dapat mengetahui tentang Kepadatan dan Kesesakan.
3. Dapat memahami segala permasalahan yang timbul akibat dampak Kepadatan dan
Kesesakan.
4. Sebagai tambahan refrensi dalam proses pembuatan suatu karya arsitektur serta dapat
merealisasikan kedalam desain nyata.
5. Mampu mengetahui cara mengatasi dampak dari Kepadatan dan Kesesakan.
1.4 Manfaat
Hasil dari penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada semua pihak,
khususnya kepada mahasiswa untuk menambah pengetahuan dan wawasan mengenai
Kepadatan dan Kesesakan dalam Arsitektur.
BAB II
2
TINJAUAN PUSTAKA
Kondisi padat dan sesak dapat menimbulkan berbagai permasalahan psikologis yang
serius. Kepadatan di dalam rumah dan sekitar rumah menyebabkan keterbatasan sumber
sumber yang bernilai bagi individu dan selanjutnya akan menghambat tingkah laku untuk
mencapai tujuan. Dalam suasana padat dan sesak kondisi psikologis yang negatif mudah
timbul yang merupakan faktor penunjang yang kuat untuk munculnya stres dan bermacam
aktivitas sosiat negatif (Wrightsman dan Deaux, 1981). Bentuk aktivitas sosial negatif yang
dapat diakibatkan oleh suasana padat dan sesak antara lain: Pertama, munculnya bermacam-
macam penyakit baik fisik maupun psikis, seperti stres, tekanan darah meningkat,
psikosomatis, dan gangguan jiwa. Kedua, munculnya patologi sosial, seperti kejahatan dan
kenakalan remaja. Ketiga, munculnya tingkah laku sosial yang negatif, seperti agresi,
menarik diri, berkurangnya tingkah laku menolong (pro sosial), dan kecenderungan
berprasangka. Keempat, menurunnya prestasi kerja dan suasana hati yang cenderung murung
(Holahan, 1982).
Kawasan padat dan sesak selain dapat menimbulkan stres juga menyebabkan individu
lebih selektif dalam berhubungan dengan orang lain, terutama dengan orang yang tidak
begitu dikenalnya. Tindakan ini dilakukan individu untuk mengurangi stimuli yang tidak
diinginkan yang dapat mengurangi kebebasan individu. Tindakan selektif ini memungkinkan
menurunnya keinginan seseorang untuk membantu orang lain (intensi prososial). Peri1aku
prososial adalah perilaku seseorang yang dilujukan pada orang lain dan memberikan
keuntungan fisik maupun psikologis bagi yang dikenakan tindakan tersebut. Perilaku
prososial mencakup tindakantindakan kerja sama, membagi, menolong, kejujuran, dermawan
serta mempertimbangkan kesejahteraan
3
3. Suatu keadaan akan dikatakan semakin padat apabila jumlah manusia pada suatu batas
ruang tertentu semakin banyak dibandingkan dengan luas ruangannya (Sarwono, 1992).
1. Kepadatan Spasial (Spatial Density) terjadi bila besar atau luas ruangan diubah menjadi
lebih kecil atau sempit sedangkan jumlah individu tetap, sehingga didapatkan kepadatan
meningkat sejalan menurunnya besar ruang.
2. Kepadatan Spasial (Spatial Density) terjadi bila jumlah individu ditambah tanpa diiringi
dengan penambahan besar atau luas ruangan sehingga didapatkan kepadatan meningkat
sejalan dengan bertambahnya individu.
1. Kepadatan Dalam (Inside Density) yaitu sejumlah individu yang berada dalam suatu
ruangan atau tempat tinggal seperti kepadatan di dalam rumah, kamar, dsb.
2. Kepadatan Luar (Outside Density) yaitu sejumlah individu yang berada pada suatu
wilayah tertentu, seperti jumlah penduduk yang bermukim di suatu wilayah pemukiman.
a. Menurut Altman juga (Dalam studi tahun 1920) Variasi indicator kepadatan
berhubungan dengan tingkah laku soSial:
b. Jumlah individu dalam sebuah kota
Setiap wilayah pemukiman memiliki tingkat kepadatan yang berbeda dengan jumlah
unit rumah tinggal pada setiap struktur hunian dan struktur hunian pada setiap wilayah
pemukiman. Sehingga suatu wilayah pemukiman dapat dikatakan mempunyai kepadatan
tinggi atau kepadatan rendah.
4
Menurut Zlutnick dan Altman (dalam Altman, 1975; Holahan, 1982) menggambarkan
sebuah model dua dimensi untuk menunjukkan beberapa macam tipe lingkungan pemukiman
yaitu :
a. Lingkungan Pinggiran Kota, yang ditandai dengan tingkat kepadatan luar dan kepadatan
dalam yang rendah.
b. Wilayah desa miskin di mana kepadatan dalam tinggi sedangkan kepadatan luar rendah.
c. Lingkungan mewah perkotaan, dimana kepada dalam rendah sedangkan kepadatan luar
tinggi.
d. Pekampungan Kota ditandai dengan tingkat kepadatan luar dan kepadatan dalam yang
tinggi.
Menurut Taylor (dalam Gifford, 1982) yaitu : Lingkungan sekitar dapat merupakan
sumber yang penting dalam mempengaharui sikap, perilaku, keadaan internal seseorang di
suatu tempat tinggal. Oleh karena itu individu yang bermukim di pemukiman dengan dengan
kepadatan yang berbeda mungkin menunjukkan sikap dan perilaku yang berbeda pula.
1. Akibat fisik Reaksi fisik yang dirasakan individu seperti peningkatan detak jantung,
tekanan darah, dan penyakit fisik lain.
2. Akibat sosial Adanya masalah sosial yang terjadi dalam masyarakat seperti
meningkatnya kriminalitas dan kenakalan remaja.
3. Akibat psikis Stres, kepadatan tinggi dapat menumbuhkan perasaan negatif, rasa cemas,
stres dan perubahan suasana hati.
a. Menarik diri, kepadatan tinggi menyebabkan individu cenderung untuk menarik diri
dan kurang mau berinteraksi dengan lingkungan sosialnya.
5
b. Perilaku menolong (perilaku prososial), kepadatan tinggi juga menurunkan keinginan
individu untuk menolong atau meberi bantuan pada orang lain yang membutuhkan,
terutama orang yang tidak dikenal.
c. Kemampuan mengerjakan tugas, situasi padat menurunkan kemampuan individu
untuk mengerjakan tugas-tugasnya pada saat tertentu.
d. Perilaku agresi, situasi padat yang diaelami individu dapat menumbuhkan frustasi dan
kemarahan, serta pada akhirnya akan terbentuk perilaku agresi.
1. Menurut Schorr (dalam Ittelson, 1974) mempercayai bahwa macam dan kualitas
pemukiman dapat memberikan pengaruh penting terhadap persepsi diri penghuninya,
stres
dan kesehatan fisik, sehingga kondisi pemukiman ini tampaknya berpengaruh pada
perilaku dan sikap-sikap orang yang tinggal disana (Ittelson, 1974).
2. Menurut Penelitian Valins dan Baum (dalam Heimstra dan MacFarling, 1978)
menunjukkan adanya hubungan yang erat antara kepadatan dengan interaksi sosial. Para
mahasiswa yang bertempat tinggal di asrama yang padat sengaja mencari dan memilih
tempat duduk yang jauh dari orang lain, tidak berbicara dengan orang lain yang berada di
tempat yang sama. Dengan kata lain mahasiswa yang tinggal di tempat padat cenderung
untuk menghindari kontak sosial dengan orang lain.
3. Akibat secara Fisik yaitu : reakasi fisik yang dirasakan individu seperti peningkatan detak
jantung, tekanan darah, dan penyakit fisik lain (Heimstra dan MacFarling, 1978).
4. Akibat secara Sosial yaitu : adanya masalah sosial yang terjadi dalam masyarakat seperti
meningkatnya kriminalitas dan kenakalan remaja (Heimstra dan MacFarling, 1978;
Holahan, 1982; Gifford, 1987).
6
5. Akibat secara Psikis yaitu: Stress, kepadatan tinggi dapat menumbuhkan perasaan negatif,
rasa cemas, stress (Jain, 1987) dan perubahan susana hati (Holahan, 1982).
6. Menarik diri, kepadatan tinggi menyebabkan individu cenderung untuk menarik diri dan
kurang mau berinteraksi dengan lingkungan sosialnya (Heimstra dan MacFarling, 1978;
Holahan, 1982; Gifford, 1987).
7. Perilaku menolong (perilaku prososial), kepadatan tinggi juga menurunkan keinginan
individu untuk menolong atau memberi bantuan pada orang lain yang membutuhkan,
terutama orang yang tidak dikenal (Holahan, 1982; Fisher dkk., 1984).
8. Kemampuan mengerjakan tugas, situasi padat menurunkan kemampuan individu untuk
mengerjakan tugas-tugasnya pada saat tertentu (Holahan, 1982).
9. Perilaku agresi, situasi padat yang dialami individu dapat menumbuhkan frustasi dan
kemarahan, serta pada akhirnya akan terbentuk perilaku agresi (Heimstra dan
MacFarling, 1987; Holahan. 1982).
2. Menurut Altman (1975), Heimstra dan McFarling (1978) antara kepadatan dan kesesakan
memiliki hubungan yang erat kerena kepadatan merupakan salah satu syarat yang dapat
menimbulkan kesesakan, tetapi bukan satu-satunya syarat yang dapat menimbulkan
kesesakan. Kepadatan yang tinggi dapat mengakibatkan kesesakan pada individu
(Heimstra dan McFarling, 1987; Holahan, 1982).
3. Menurut Baum dan Paulus (1987) menerangkan bahwa proses kepadatan dapat dirasakan
sebagai kesesakan atau tidak dapat ditentukan oleh penilaian individu berdasarkan empat
faktor : Karakteristik seting fisik, Karakteristik seting social, Karakteristik personal,
Kemampuan beradaptasi.
7
4. Menurut Stokols (dalam Altman, 1975) membedakan antara kesesakan bukan sosial
(nonsocial crowding) yaitu dimana faktor-faktor fisik menghasilkan perasaan terhadap
ruang yang tidak sebanding, seperti sebuah ruang yang sempit, dan kesesakan sosial
(social crowding) yaitu perasaan sesak mula-mula datang dari kehadiran orang lain yang
terlalu banyak. Stokols juga menambahkan perbedaan antara kesesakan molekuler dan
molar. Kesesakan molar (molar crowding) yaitu perasaan sesak yang dapat dihubungkan
dengan skala luas, populasi penduduk kota, sedangkan kesesakan molekuler (moleculer
crowding) yaitu perasaan sesak yang menganalisis mengenai individu, kelompok kecil
dan kejadiankejadian interpersonal.
5. Menurut Morris, (dalam Iskandar, 1990) memberi pengertian kesesakan sebagai defisit
suatu ruangan. Hal ini berarti bahwa dengan adanya sejumlah orang dalam suatu hunian
rumah, maka ukuran per meter persegi setiap orangnya menjadi kecil, sehingga dirasakan
adanya kekurangan ruang. Besar kecilnya ukuran rumah menentukan besarnya rasio
antara penghuni dan tempat (space) yang tersedia. Makin besar rumah dan makin
sedikitnya penghuninya, maka akan semakin besar rasio tersebut. Sebaliknya, makin kecil
rumah dan makin banyak penghuninya, maka akan semakin kecil rasio tersebut,
sehinggaakan tinbul perasaan sesak (crowding) (Ancok, 1989).
1. Model Beban Stimulus, yaitu : kesesakan akan terjadi pada individu yang dikenai terlalu
banyak stimulus, sehingga individu tersebut tak mampu lagi memprosesnya. Pendapat
teori ini mendasarkan diri pada pandangan bahwa kesesakan akan terbentuk bila stimulus
yang diterima individu melebihi kapasitas kognitifnya sehingga timbul kegagalan
memproses stimulus atau informasi dari lingkungan. Schmidt dan Keating (1979)
mengatakan bahwa stimulus disini dapat berasal dari kehadiran banyak orang beserta
aspek-aspek interaksinya, maupun kondisi-kondisi fisik dari lingkungan sekitar yang
menyebabkan bertambahnya kepadatan sosial. Berlebihnya informasi dapat terjadi
karena beberapa faktor, seperti:
a. Kondisi lingkungan fisik yang tidak menyenangkan.
8
c. Suatu percakapan yang tidak dikehendaki.
2. Model Kendala Prilaku, yaitu : menerangkan kesesakan terjadi karena adanya kepadatan
sedemikian rupa, sehingga individu merasa terhambat untuk melakukan sesuatu.
Hambatan ini mengakibatkan individu tidak dapat mencapai tujuan yang diinginkannya.
Terhadap kondisi tersebut, individu akan melakukan psychological reactance, yaitu
suatu bentuk perlawanan terhadap kondisi yang mengancam kebebasan untuk memiliih.
Teori Ekologi Menurut Micklin (dalam Holahan, 1982) mengemukakan sifat-sifat umum
model ekologi pada manusia. Pertama, teori ekologi perilaku memfokuskan pada
hubungan timbal balik antara orang dengan lingkungannya. Kedua, unit analisisnya
adalah kelompok sosial dan bukan individu, dan organisasi sosial memegang peranan
sangat penting. Ketiga, menekankan pada distribusi dan penggunaan sumber-sumber
material dan sosial. Wicker (1976) mengemukakan teorinya tentang manning. Teori ini
berdiri atas pandangan bahwa kesesakan tidak dapat dipisahkan dari faktor seting dimana
dimana hal itu terjadi, misalnya pertunjukan kethoprak atau pesta ulang tahun.
Analisi terhadap seting meliputi :
tersebut (jumlah orang maksimum yang dapat duduk di ruang tamu bila sedang
dilaksanakan hajatan)
9
antara performer dan non-performer tidak terlalu sama. Dalam seting tertentu,
jumlah performer lebih sedikit daripada jumlah non-performer, dalam seting lain
mungkin sebaliknya.
3. Model Teori Ekologi, yaitu : membahas kesesakan dari sudut proses sosial. Menurut
teori ini, suatu situasi akan dianggap sesak apabila kepadatan atau kondisi lain yang
berhubungan dengannya membatasi aktivitas individu dalam suatu tempat. Menurut
Altman kondisi kesesakan yang ekstrim akan timbul bila faktor-faktor dibawah ini
muncul secara simultan:
a. Kondisi-kondisi pencetus, terdiri dari tiga faktor :
1. Faktor Personal Terdiri dari kontrol pribadi dan locus of control; budaya, pengalaman,
dan proses adaptasi; serta jenis kelamin dan usia.
2. Faktor Sosial Menurut Gifford (1987) secara personal individu dapat mengalami lebih
banyak lebih sedikit mengalami kesesakan cenderung dipengaharui oleh karakteristik
yang sudah dimiliki, tetapi di lain pihak pengaruh orang lain dalam lingkungan dapat
juga memperburuk kedaan akibat kesesakan. Faktor-faktor sosial yang berpengaruh
tersebut adalah :
10
a. Kehadiran dan perilaku orang lain.
b. Formasi koalisi.
c. Kualitas hubungan.
3. Faktor Fisik Altman (1975), Bell dkk (1978), Gove dah Hughes(1983) mengemukakan
adanya faktor situasional sekitar rumah sebagai faktor yang juga mempengaharui
kesesakkan. Stessor yang menyertai faktor situasional tersebut seperti suara gaduh,
panas, polusi, sifat lingkungan, tipe suasana, dan karakteristik seting. Faktor situasional
tersebut antara lain :
a. Besarnya skala lingkungan.
b. Variasi arsitektural.
Menurut Gifford (dalam Zuhriyah, 2007), kesesakan yang dirasakan individu dapat
menimbulkan reaksi-reaksi pada:
Beberapa penelitian menyatakan bahwa kesesakan yang dialami dapat berdampak pada
fisiologis tubuh seperti peningkatan tekanan darah dan denyut jantung. Selain
peningkatan tekanan darah dan detak jantung, kesesakan yang dialami dapat
menyebabkan penyakit fisik berupa psikosomatik seperti gangguan pencernaan, gatal-
gatal bahkan kematian (dalam Sarwono, 1995).
2. Penampilan Kerja
Reaksi kesesakan berkaitan dengan penampilan kerja tergantung pada jenis pekerjaan
yang dilakukan. Kepadatan yang tinggi lebih mempengaruhi pekerjaan yang bersifat
kompleks daripada pekerjaan yang sederhana, selain itu individu yang yakin mampu
menyelesaikan tugasnya dalam kepadatan yang tinggi tetap dapat menampilkan
performa kerja yang lebih baik daripada individu yang tidak yakin dengan
kemampuannya.
11
3. Interaksi Sosial
Kepadatan yang tinggi mempengaruhi aspek tingkah laku sosial yakni ketertarikan
sosial, agresi, kerja sama, penarikan diri, tingkah laku verbal dan non verbal bahkan
humor. Kepadatan tinggi yang tidak diinginkan individu dapat menimbulkan dampak
sosial yang negatif seperti ketertarikan sosial yang menurun, agresifitas yang meningkat,
menurunnya kerja sama dan penarikan diri secara sosial. Penarikan diri ini diwujudkan
dengan berbagai cara seperti meninggalkan tempat, menghindari topik yang bersifat
pribadi dalam perbincangan, mengucapkan kata-kata perpisahan, menunjukkan gerakan
defens atau mempertahankan diri, menolak permintaan atau ajakan lawan bicara,
menghindari kontak mata dan meningkatkan jarak antarpribadi.
4. Perasaan / Afeksi
Kepadatan yang tinggi dapat menimbulkan emosi yang negatif seperti kejengkelan dan
ketidaknyamanan akibat ruang yang didapat tidak sesuai dengan keinginan atau
terhambatnya tujuan yang ingin dicapai karena kehadiran banyak orang. Emosi yang
positif muncul apabila individu berhasil mengatasi rasa sesak dengan strategi
penanggulangan masalah yang digunakan secara efektif.
Kesesakan dapat menimbulkan kemampuan kontrol yang rendah, namun informasi yang
jelas dan akurat berkaitan dengan situasi yang padat membantu individu memilih strategi
penanggulangan masalah yang tepat untuk mengatasi kesesakan yang timbul akibat
ruang yang padat. Kemampuan dalam mengembangkan strategi penanggulangan
masalah pada tiap individu berbeda-beda dan dilakukan secara verbal maupun nonverbal
yang pada akhirnya akan membantu individu dalam beradaptasi dengan situasi yang
menimbulkan kesesakan
1. Permukiman
Dalam suatu asrama perlu dihindari lorong yang panjang, penempatan pintu
dapatmengurangi kesan panjangnya lorong, pembagian lorong menjadi dua, mendorong
penggunaan fasilitas publik secara terpisah oleh dua kelompok penghuni dan dibantu oleh
pembentukan kekerabatan dalam kelompok. Gary Evans (1979) mengusulkan memberi
12
peluang bagi penghuni untuk membagi ruang dengan dinding partisi walaupun tidak
kedap suara namun dapat mengurangi gangguan visual diantar individu
2. Ruang Publik
Dalam sebuah ruang tunggu kantor pemerintah, adanya partisi justru meningkatkan
kesesakan karena orang yang sedang menunggu merasa seperti mereka sedang digiring,
tidak lagi merasa bebas. Dengan demikian, selain memperluas ruang, dapat dilakukan
dengan membuat zona-zona perilaku.
Taman-taman kota Ruang Publik merupakan tempat yang disukai warga untuk
melepaskan diri dari kesesakan kehidupan kota. Kesesakan mungkin terjadi di pintu-pintu
masuk taman rekreasi, tempat berkemah misalnya. Kemudian tempat hunian seperti sel
penjara, jika terjadi penambahan jumlah penghuni berakibat terjadinya kerusuhan dan
perkelahian.
Patologi Sosial
Meningkatnya,
• Kejahatan
• Bunuh diri
• Penyakit jiwa
• Kenakalan remaja
• Agresi
Kinerja
13
Kesesakan biasanya menimbulkan stres secara fisik maupun psikis. Biasanya stres ini
terjadi pada individu yang menyukai jarak antarpribadi yang lebar atau menyukai
kesendirian. Menurut Gifford (dalam Zuhriyah, 2007), kesesakan yang dirasakan individu
dapat menimbulkan reaksi-reaksi pada:
a. Fisiologis dan kesehatan
Beberapa penelitian menyatakan bahwa kesesakan yang dialami dapat berdampak pada
fisiologis tubuh seperti peningkatan tekanan darah dan denyut jantung. Selain peningkatan
tekanan darah dan detak jantung, kesesakan yang dialami dapat menyebabkan penyakit fisik
berupa psikosomatik seperti gangguan pencernaan, gatal-gatal bahkan kematian (dalam
Sarwono, 1995)
b. Penampilan kerja
Reaksi kesesakan berkaitan dengan penampilan kerja tergantung pada jenis pekerjaan yang
dilakukan. Kepadatan yang tinggi lebih mempengaruhi pekerjaan yang bersifat kompleks
daripada pekerjaan yang sederhana, selain itu individu yang yakin mampu menyelesaikan
tugasnya dalam kepadatan yang tinggi tetap dapat menampilkan performa kerja yang lebih
baik daripada individu yang tidak yakin dengan kemampuannya.
c. Interaksi sosial
Kepadatan yang tinggi mempengaruhi aspek tingkah laku sosial yakni ketertarikan sosial,
agresi, kerja sama, penarikan diri, tingkah laku verbal dan non verbal bahkan humor.
Kepadatan tinggi yang tidak diinginkan individu dapat menimbulkan dampak sosial yang
negatif seperti ketertarikan sosial yang menurun, agresifitas yang meningkat, menurunnya
kerja sama dan penarikan diri secara sosial. Penarikan diri ini diwujudkan dengan berbagai
cara seperti meninggalkan tempat, menghindari topik yang bersifat pribadi dalam
perbincangan, mengucapkan kata-kata perpisahan, menunjukkan gerakan defens atau
mempertahankan diri, menolak permintaan atau ajakan lawan bicara, menghindari kontak
mata dan meningkatkan jarak antarpribadi.
d. Perasaan / afeksi
Kepadatan yang tinggi dapat menimbulkan emosi yang negatif seperti kejengkelan dan
ketidaknyamanan akibat ruang yang didapat tidak sesuai dengan keinginan atau terhambatnya
tujuan yang ingin dicapai karena kehadiran banyak orang. Emosi yang positif muncul apabila
individu berhasil mengatasi rasa sesak dengan strategi penanggulangan masalah yang
digunakan secara efektif.
e. Kendali dan strategi penanggulangan masalah
14
Kesesakan dapat menimbulkan kemampuan kontrol yang rendah, namun informasi yang jelas
dan akurat berkaitan dengan situasi yang padat membantu individu memilih strategi
penanggulangan masalah yang tepat untuk mengatasi kesesakan yang timbul akibat ruang
yang padat. Kemampuan dalam mengembangkan strategi penanggulangan masalah pada tiap
individu berbeda-beda dan dilakukan secara verbal maupun nonverbal yang pada akhirnya
akan membantu individu dalam beradaptasi dengan situasi yang menimbulkan kesesakan.
15