Anda di halaman 1dari 21

Nama: Yola Andestiani

Kelas: 4c

Prodi : Hukum Tata Negara

Sejarah Ketatanegaraan Indonesia

a. Perkembangan konstitusi Indonesia


1. UUD 1945 Periode 18 Agustus 1945-27 Desember 1949
Pada saat proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945,
Negara Republik Indonesia belum memiliki konstitusi atau UUD. Namun
seharian kemudian, tepatnya tanggal 18 agustus 1945, panitia persiapan
kemerdekaan Indonesia (PPKI) mengadakan siding pertama yang salah
satu keputusannya adalah mengesahkan UUD yang kemudian disebut
UUD 1945. Mengapa UUD 1945 tidak ditetapkan oleh MPR sebagaimana
diatur dalam pasal 3 UUD 1945? Sebab pada saat itu MPR belum
terbentuk. Naskah UUD yang disahkan oleh PPKI terebut disertai
penjelasannya dimuat dalam berita republic Indonesia No. 7 tahun 1946.
UUd 1945 tersebut terdiri atas tiga bagian yaitu pembukaan, batang tubuh
dan penjelasan.
Lembaga-lembaga tinggi Negara menurut UUD 1945 (sebelum
amandemen) adalah:
 Majelis Permusyarawatan Rakyat (MPR)
 Presiden
 Dewan Peertimbangan Agung (DPA)
 Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
 Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
 Mahkamah Agung (MA)
2. Periode berlakunya konstitusi ris 1949
Perjalanan Negara baru Republik Indonesia tidak luput dari
rongrongan pihak Belanda yang menginginkan menjajah kembali
Indonesia. Belanda berusaha memecah belah bangsa Indonesia dengan ara
membentuk Negara Negara boneka seperti Negara Sumatra timur, Negara
Indonesia timur, Negara Pasundan dan Negara Jawa Timur di dalam negra
republic Indonesia. Bahkan, Belanda kemudian melakukan agresi atau
pendudukan terhadap ibu kota Jakarta, yang dikenal dengan agresi militer
I pada tahun 1947 dan agresi militer II atas kota Yogyakarta pada tahun
1948. Untuk menyelesaikan pertikaian Belanda dengan Republik
Indonesia, perserikatan bangsa-bangsa turun tangan dengan
menyelenggarakan konferensi meja bundar di Den Hag belanda tanggal 23
Agustus-2 November 1949. Konferensi ini dihadiri oleh wakil-wakil dari
republic Indonesia.
KMB tersebut menghasilkan tiga buah persetujuan pokok:
 Dihadirkannya Negara Republik Indonesia Serikat
 Penyerahan kedaulatan kepada Republik Indonesia serikat
 Didirikan uni di antara RIS dengan kerajaan Belanda.

Perubahan bentuk Negara dari Negara kesatuan menjadi Negara


serikat mengharuskan adanya penggantian UUD. Oleh karena itu
disusunlah naskah UUD Republik Indonesia Serikat. Rancangan UUD
tersebut dibuat oleh delegasi RI dan delegasi BFO pada konferensi meja
bundar.

Negara-negara bagian itu adalah Negara Republik Indonesia,


Indonesia Timur, Pasundan, Jawa Timur, Madura, Sumatera Timur, dan
sumatera Selatan. Selain terdapat pula satuan-satuan kenegaraan yang
berdiri sendiri, yaitu Jawa Tengah, Bangka, Belitung, Riau, Kalimantan
Barat, Dayak Besar, daerah Banjar, Kalimantan Tenggara dan Kalimantan
Timur.
Selama berrlakunya konstitusi RIS 1949, UUD 1945 tetap berlaku
tetapi hanya untuk Negara bagian Republik Indonesia . wilayah Negara
bagian itu meliputi jawa dan Sumatra dengan ibu kota di Yogyakarta.
Sistem pemerintahan yang digunakan pada masa berlakunya Konstitusi
RIS adalah sistem parlementer.

Hal itu sebagaimana diatur dalam pasal 118 ayat 1 dan 2 konstitusi
RIS:

 Pasal 1, “presiden tidak dapat diganggu gugat” artinya


presiden tidk dapat dimintai pertanggungjawaban atas
tugas-tugas pemerintah sebab presiden adalah kepala
Negara tetapi bukan kepala pemerintahan.
 Pasal 2, “mentri-mentri bertangggung jawab atas seluruh
kebijaksanaan pemerintah baik bersama-sama untuk
seluruhnya maupun masing-masing untuk bagiannya
sendiri”.

Dengan demikian yang melaksanakan dan


mempertanggungjawabkan tugas-tugas pemerintah adalah menti-mentri.
Dalam sistem ini kepala pemerintahan dijabat oleh perdana mentri.
Kemudian pemerintah bertanggungjawab kepada parlemen (DPR).

Lembaga-lembaga Negara menurut konstitusi RIS adalah:

 Presiden
 Mentri-mentri
 Senat
 Dewan Perwakilan Rakyat
 Mahkamah Agung
 Dewan Pengawas Keuangan
3. Periode berlakunya UUDS 1950
Pada awal Mei 1950 terjadi penggabungan negara-negara bagian
dalam negara RIS, sehingga hanya tingggal tiga Negara Indonesia timur
dan Negara Sumatra timur.
Perkembagan berikutnya adalah munculnya kesepakatan antara
RIS yang mewakili Negara Indonesia Timur dan Negara Sumatra Timur
dengan Republik Indonesia untuk kembali kebentuk Negara kesatuan.
Kesepakatan tersebut kemudia dituangkan dalam piagam
persetujuantanggal 19 Mei 1950. Untuk mengubah Negara serikat menjadi
Negara kesatuan diperlukan satu UUD Negara kesatuan. UUD tersebut
akan diperoleh dengan cara memasukan isi UUD 1945 ditambah bagian-
bagian yang baik dari konstitusi RIS.
Lembaga-lembaga Negara menurut UUDS 1950 adalah:
 Presiden dan wakil presiden
 Mentri-mentri
 Dewan perwakilan rakyat
 Mahkamah agung
 Dewan pengawas keuangan

Sesuai dengan namanya, UUDS 1950 bersifat sementara. Sifat


kesementaraan ini Nampak dalam rumusan pasal 134 yang menyatakan
bahwa “konstituante (lembaga pembuat UUD) bersama-sama dengan
pemerintah menetapkan UUD Republik Indonesia yang akan
menggantikan UUDS. anggota konstituante ini dipilih melalui pemulihan
umum bulan Desember 1955 dan diresmikan tanggal 10 November 1956
di Bandung.

4. UUD 1945 periode 5 Juli 1959-19 oktober 1999


Peraktek penyelenggaraan Negara pada masa berlakunya UUDS
1945 sejak 5 juli 1959-19 oktober 1999 ternyata mengalami berbagai
pergeseran bahkan terjadinya beberapa penyimpangan, oleh karena itu,
pelaksanaan UUD 1945 selama kurun waktu tersebut dapat dipilah
menjadi dua priode yaitu periode orde lama (1959-1966) dan periode orde
baru (1966-1999).
Selain itu muncul pertentangan politik dan konflik lainnya yang
berkepanjangan sehingga situasi politik, keamanan, dan kehidupan
ekonomi semakin memburuk. Puncak dari situasi tersebut adalah
munculnya pemberontakan G-30-S/PKI yang sangat membahayakan
keselamatan bangsa dan Negara.
Mengingat keadaan semakin membahayakan Ir. Soekarno selaku
presiden RI memberikan perintah kepada letjen Soeharto melalui surat
perintah 11 maret 1966 (supersemar) untuk mengambil segala tindakan
yang diperlukan bagi terjaminnya keamanan, ketertiban, dan ketenangan,
serta kestabilan jalanya pemerintah. Lahirnya supeesmar dianggap sebagai
awal masa orde baru.
Semboyan orda baru pada masa itu adalah melaksanakan pancasila
dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Apakah tekad tersebut
menjadi suatu kenyataan ? ternyata tidak. Dilihat dari prinsip demokrasi,
prinsip Negara hukum, dan keadilan social ternyata masih terdapat banyak
hal yang jauh dari harapan.
5. Konstitusi yang Berlaku Saat ini UUD 1945 Periode 19 oktober 1999-
sekarang
Seiring dengan tuntutan reformasi dan setelah lengsernya presiden
Soeharto sebagai penguasa Orde Baru, maka sejak tahun 1999 dilakukan
perubahan (amandemen) terhadap UUD 1945 sampai saat ini UUD 1945
sudah mengalami empat tahap perubahan yaitu 1999, 2000, 2001 dan
2002. Penyebutan UUD setelah perubahan menjadi lebih lengkap yaitu
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.
Melalui empat tahap perubahan tersebut, UUD 1945 telah
mengalami perubahan yang cukup mendasar. Perubahan itu menyangkut
kelembagaan Negara, pemilihan umum, pemerintahan daerah, dan
ketentuan yang terinci tentang hak-hak asasi manusia.
Setelah perubahan UUD 1945, ada beberapa praktik
ketatanegaraan yang melibatkan rakyat secara langsung, misalnya dalam
hal pemilihan presiden dan wakil presiden dan mempertegas prinsip
kedaulatan rakyat yang di anut rakyat kita.
Setelah melalui serangkaian perubahan (amandemen) terdapat
lembaga-lembaga Negara baru yang dibentuk dan juga terdapat lembaga
Negara yang dihapus, yaitu dewan pertimbangan agung (DPA) lembaga-
lembaga Negara menurut UUD 1945 sesudah amandemen adalah:
 Presiden
 MPR
 DPR
 DPD
 Badan Pemeriksa Keuangan
 Mahkamah Agung
 Mahkamah konstitusi
 Komisi yudisial
b. Perubahan sistem pemerintahan indonesia
1. Sistem Pemerintahan Periode 1945-1949
 Lama periode : 18 Agustus 1945 – 27 Desember 1949
 Bentuk Negara : Kesatuan
 Bentuk Pemerintahan : Republik
 Sistem Pemerintahan : Presidensial
 Konstitusi : UUD 1945

Sistem pemerintahan awal yang digunakan oleh Indonesia adalah


sistem pemerintahan presidensial. Namun, seiring datangnya sekutu dan
dicetuskannya Maklumat Wakil Presiden No.X tanggal 16 November
1945, terjadi pembagian kekuasaan dalam dua badan, yaitu kekuasaan
legislatif dijalankan oleh Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) dan
kekuasaan-kekuasaan lainnya masih tetap dipegang oleh presiden sampai
tanggal 14 November 1945. Berdasarkan Maklumat Pemerintah 14
November 1945 ini, kekuasaan eksekutif yang semula dijalankan oleh
presiden beralih ke tangan menteri sebagai konsekuensi dari dibentuknya
sistem pemerintahan parlementer.

2. Sistem Pemerintahan Periode 1949-1950


 Lama periode : 27 Desember 1949 – 15 Agustus 1950
 Bentuk Negara : Serikat (Federasi)
 Bentuk Pemerintahan : Republik
 Sistem Pemerintahan : Parlementer Semu (Quasi Parlementer)
 Konstitusi : Konstitusi RIS

Adanya Konferensi Meja Bundar (KMB) antara Indonesia dengan


delegasi Belanda menghasilkan keputusan pokok bahwa kerajaan Balanda
mengakui kedaulatan Indonesia sepenuhnya tanpa syarat dan tidak dapat
dicabut kembali kepada RIS selambat-lambatnya pada tanggal 30
Desember 1949. Dengan diteteapkannya konstitusi RIS, sistem
pemerintahan yang digunakan adalah parlementer. Namun karena tidak
seluruhnya diterapkan maka Sistem Pemerintahan saat itu disebut
Parlementer semu

3. Sistem Pemerintahan Periode 1950-1959


 Lama periode : 15 Agustus 1950 – 5 Juli 1959
 Bentuk Negara : Kesatuan
 Bentuk Pemerintahan : Republik
 Sistem Pemerintahan : Parlementer

4. Sistem Pemerintahan Periode 1959-1966 (Orde Lama)


 Lama periode : 5 Juli 1959 – 22 Februari 1966
 Bentuk Negara : Kesatuan
 Bentuk Pemerintahan : Republik
 Sistem Pemerintahan : Presidensial
 Konstitusi : UUD 1945

Dikeluarkannya dekrit Presiden 1959 mengembalikan sistem


pemerintahan Indonesia ke sistem pemerintahan presidensial.

5. Sistem Pemerintahan Periode 1966-1998 (Orde Baru)


 Lama periode : 22 Februari 1966 – 21 Mei 1998
 Bentuk Negara : Kesatuan
 Bentuk Pemerintahan : Republik
 Sistem Pemerintahan : Presidensial
 Konstitusi : UUD 1945
6. Sistem Pemerintahan Periode 1998 – sekarang
 Lama periode : 21 Mei 1998 – sekarang
 Bentuk Negara : Kesatuan
 Bentuk Pemerintahan : Republik
 Sistem Pemerintahan : Presidensial

Sistem pemerintahan RI menurut UUD 1945 tidak menganut suatu


sistem dari negara manapun, melainkan suatu sistem yang khas bagi
bangsa Indonesia. Hal ini tercermin dari proses pembentukan bangsa
NKRI yang digali dari nilai-nilai kehidupan bangsa Indonesia sendiri.
Menurut UUD 1945, kedudukan Presiden sebagai kepala negara dan
kepala pemerintahan. Sistem ketatanegaraan yang kepala pemerintahannya
adalah Presiden dinamakan sistem presidensial . Presiden memegang
kekuasaan tertinggi negara di bawah pengawasan Majelis
Permusyawaratan Rakyat. Dalam pelaksanaan sistem pemerintahan ini,
terdapat beberapa perubahan pokok-pokok sistem pemerintahan Indonesia,
sebelum dan sesudah Amandemen UUD 1945.

c. Dekrit presiden 5 juli 1959


Dekrit dikeluarkan adanya kegagalan dari Badan Konstituante
menetapkan Undang-Undang Dasar (UUD) baru pengganti UUD
Sementara 1950. Dikutip situs resmi Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan (Kemendikbud), dekrit dikeluarkan karena ada desakan juga
dari masyarakat untuk kembali ke UUD 1945. Dekrit dikeluarkan juga
untuk menjaga dan menyelamatkan persatuan dan keutuhan bangsa
Indonesia. Karena adanya rentetan peristiwa politik yang terjadi pada
waktu itu.
Berikut ini adalah isi dekrit presiden 5 juli 1959:
1. Dibubarkannya Konstituante
2. Diberlakukannya kembali UUD 1945
3. Tidak berlakunya lagi UUDS 1950
4. Dibentuknya Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) dan
Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS) yang diberlakuakan
dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.
d. Reformasi dan perubahan uud1945
1. UUD 1945 bersifat sementara
Sifat kesementaraan UUD 1945 ini sebetulnya telah disadari
sepenuhnya oleh para perumus UUD 1945. Mereka berpacu dengan
momentum kekalahan bala tentara jepang dalam perang pasifik . oleh
karena itu UUD sementara harus segera diselesaikan dengan harapan bisa
dijadikan landasan sementara bagi Negara yang hendak didirikan. Para
pemimpin kita tidak mau berlama-lama membuat undang-undang dasar
karena harus mengutamakan kemerdekaan bangsa.
Kesadaran itu juga disadari sepenuhnya oleh Ir.soekaro yang
terpilih sebagai presiden pertama Indonesia. Ketua panitia persiapan
kemerdekaan Indonesia (PPKI) ini ketika membuka siding pertama PPKI
pada tanggal 18 Agustus 1945, mengatakan bahwa UUD 1945 dibuat
secara kilat .
2. UUD 45 Memiliki kelemahan dan terlalu sederhana
Sebagai sebuah konstitusi yang dibuat secara darurat dan terkesan
buru-buru, UUD 1945 memiliki kelemahan yang cukup mendasar. Kita
ketahui bahwa UUD 45 yang hanya berisi 37 pasal itu terlalu sederhana
untuk sebuah konstitusi bagi Negara sebesar dan seberagam Indonesia. Hal
ini bukannya tanpa disadari oleh para pembuatnya. Mereka berpendapat
bahwa pelaksanaan UUD 1945 bisa diatur lebih lanjut dalam Undang-
Undang (UU).
Apabila para pembuat Undang-Undang tidak memilki visi,
semangat dan cita-cita yang sama dengan para pembuat UUD 1945 akan
membahayakan kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara. Oleh
karena kondisi inilah yang membuka peluang terjadinya pratik
penyimpangan dan kesewenang-wenangan presiden selaku pembuat
undang-undang. Presiden pun bisa berkelit bahwa undang-undang yang ia
buat merupakan amanat UUD 1945.
3. UUD 1945 memberi kekuasaan yang besar kepada presiden
UUD 1945 jelas-jelas member kekuasaan terlau besar kepada
presiden. Setidaknya 12 pasal dari 37 pasal UUD 1945 (pasal 4-pasal
15)memberikan hak kepada presiden tanpa adanya perimbangan. Persiden
mempunayi hak prerogative dan legislative sekaligus. Dampak dari
pelimpahan kekuasaan itu adalah terjadinya penyalahgunaan kekuasaan,
munculnya kekuasaan otoriter, korup dan menindas rakyat, serta
menciptakan penyelenggaraan Negara yang buruk. Hal itu bisa kita selama
kepemimpinan presiden Ir.soekarno dan soeharto.
4. UUD 1945 tidak menganut Checks and Balances
UUD 1945 mendelegasikan kekuasaan yang sangat besar kepada
kepada eksekutif. Menurut penjelasan UUD 1945, presiden adalah
penyelenggara pemerintahan Negara yang tertinggi dibawah majelis.
Presiden merupakan pusat kekuasaan yang diberi kewenangan
menjalankan pemerintahan sekaligus berkuasa membuat Undang-Undang.
Dua cabang kekuasaan yang berada ditangan presiden ini
menyebabkan tidak jalannya prinsip saling mengawasi dan saling
mengimbangi(checks and balances). Selain itu, kekuasaan yang
menumpuk pada satu orang berpotensi melahirkan kekuasaan yang
otoriter. Inilah yang menjadi selama kepemimpinan dua orde di Indonesia.
5. Pasal-Pasal UUD 1945 terlalu “luwes”
Sebagai sebuah konstitusi , UUD 1945 selain sederhana juga hanya
berisi pokok-pokok. Harapannya segera ditindak lanjuti dengan Undang-
Undang. Namun, hal ini justru menetapkan UUD 1945 sebagai sesuatu
yang luwes dan multitafsir.
UUD 1945 dapat dengan mudah diinterpretasikan oleh siapapun
termasuk penguasa. Oleh karena itu, kepentingan pribadi atau golongan
bisa dengan mudah menyelinap dalam praktik pemerintahan dan
ketatanegaraan kita .

Lembaga-lembaga Indenpenden
a. Perkembangan lembaga-lembaga indpenden
Perkembangan pembentukan lembaga independen pertama
menurut Jimly Asshiddiqie pada makalah berjudul struktur ketatanegaraan
Indonesia setelah perubahan keempat UUD Tahun 1995, yang di kutip
oleh Ni’matul Huda yang sekarang telah resmi menikmati kedudukan yang
independen adalah :
 Organisasi Tentara Nasional Indonesia (TNI),
 Kepolisian Negara (POLRI),
 Bank Indonesia sebagai Bank Sentral,
 Kejaksaan agung sampai sekarang belum ditingkatkan
kedudukannya menjadi lembaga yang independen.

Lembaga-lembaga negara yang kewenangannya diberikan secara


langsung oleh UUD Negara RI Tahun 1945, yaitu:

 Presiden dan Wakil Presiden,


 MPR,
 DPR,
 DPD,
 BPK,
 MA,
 MK,
 KY.

Selain delapan lembaga tersebut, masih terdapat beberapa lembaga


yang juga disebut dalam UUD Negara RI Tahun 1945 namun
kewenangannya tidak disebutkan secara eksplisit oleh konstitusi.
Lembaga-lembaga yang dimaksud adalah:

 Kementerian Negara,
 Pemerintah Daerah,
 komisi pemilihan umum,
 bank sentral,
 Tentara Nasional Indonesia (TNI),
 Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri),
 dewan pertimbangan presiden.

Satu hal yang perlu ditegaskan adalah kedelapan lembaga negara


yang sumber kewenangannya berasal langsung dari konstitusi tersebut
merupakan pelaksana kedaulatan rakyat dan berada dalam suasana yang
setara, seimbang, serta independen satu sama lain.

Berikutnya, berdasarkan catatan lembaga swadaya masyarakat


Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (KRHN), paling tidak terdapat
sepuluh lembaga negara yang dibentuk atas dasar perintah undang-undang.
Lembaga-lembaga tersebut adalah:

 Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM),


 Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),
 Komisi Penyiaran Indonesia (KPI),
 Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU),
 Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR),
 Komisi Nasional Perlindungan Anak Indonesia (Komnas
Perlindungan Anak),
 Komisi Kepolisian Nasional,
 Komisi Kejaksaan, Dewan Pers
 Dewan Pendidikan12 .

Jumlah ini kemungkinan dapat bertambah atau berkurang


mengingat lembaga negara dalam kelompok ini tidak bersifat permanen
melainkan bergantung pada kebutuhan negara.Misalnya, KPK dibentuk
karena dorongan kenyataan bahwa fungsi lembaga-lembaga yang sudah
ada sebelumnya, seperti kepolisian dan kejaksaan, dianggap tidak
maksimal atau tidak efektif dalam melakukan pemberantasan
korupsi.Apabila kelak, korupsi dapat diberantas dengan efektif oleh
kepolisian dan kejaksaan, maka keberadaan KPK dapat ditinjau kembali.

Sementara itu, lembaga negara pada kelompok terakhir atau yang


dibentuk berdasarkan perintah dan kewenangannya diberikan oleh
keputusan presiden antara lain adalah:

 Komisi Ombudsman Nasional (KON),


 Komisi Hukum Nasional (KHN),
 Komisi Nasional Antikekerasan terhadap Perempuan
(Komnas Perempuan),
 Dewan Maritim Nasional (DMN),
 Dewan Ekonomi Nasional (DEN),
 Dewan Pengembangan Usaha Nasional (DPUN),
 Dewan Riset Nasional (DRN),
 Dewan Pembina Industri Strategis (DPIS),
 Dewan Buku Nasional (DBN), serta lembaga-lembaga
non-departemen14.
Sejalan dengan lembaga-lembaga negara pada kelompok kedua,
lembaga-lembaga negara dalam kelompok yang terakhir ini pun bersifat
sementara bergantung pada kebutuhan negara.

b. Komisi Pemilihan Umum (KPU)


Salah satu hasil perubahan UUD 1945 adalah adanya ketentuan
mengenai pemilihan umum (pemilu) dalam undang-undang Dasar 1945.
Ketentuan mengenai pemilu diatur dalam 22 UUD 1945, yang berbunyi
sebagai berikut:
1. Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia,
jujur dan adil setiap lima tahun sekali.
2. Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota dewan
perwakilan rakyat, dewan perwakilan daerah, presiden dan wakil presiden,
dan dewan perwakilan rakyat daerah.
3. Dewan perwakilan rakyat daerah adalah partai politik.
4. Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota dewan perwakilan daerah
adalah perseorangan
5. Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum
yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri.
6. Ketentuan lebih lanjut tentang pemilihan umum diatur dengan undang-
undang.

Ketentuan lebih lanjut dari amanat Pasal 22 UUD 1945 diatur dalam UU
No. 22 tahun 2007 tentang penyelenggaraan pemilu.

Pasal 1UU NO 12 / 2003 “KPU ADALAH LEMBAGA YG BERSIFAT


NASIONAL ,TETAP DAN MANDIRI UNTUK MENYELENGGARAKAN
PEMILU”. Bertanggung jawab atas penyelenggaraan pemilulaporan tahapan-
tahapan pemilu di sampaikan ke Presiden dan DPR.

Tugas dan wewenang:

 Merencanakan Pemilu
 Menetaapkan organisasi dan tata cara pemilu
 Mengoordinasikan, menyelenggarakan dan mengendalikan Pemilu
 Menetapkan peserta pemilu
 Menetapkan daerah pemilihan dan jumlah kursi
 Mentetapkan waktu, tanggal, tata cara pelaksanaan kampanye dan
pemungutan suara
 Menetapkan hasil dan mengumumkan calon terpilih
 Mengevalusasi dan membuat laporan
 Melaksanakan tugas dan wewenang yang diatur UU

c. Komisi Nasional HAM (Komisi HAM)


Di dalam UU ini, mengatur mengenai hak asasi manusia yang
berpedoman pada Deklarasi Hak Asasi manusia PBB, Konvensi PBB
tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap wanita,
Konvensi PBB tentang Hak Anak, dan berbagai instrument internasional
lain yang mengatur hak asasi manusia.
Enam tahun kemudian DPR mengesahkan UU No. 39 tahun 1999
pasal 75 tentang hak asasi manusia, dengan bertujuan :
1. Mengembangkan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan hak asasi
manusia sesuai dengan pancasila, UUD 1945, dan piagam berserikatan
bangsa-bangsa , serta Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia.
2. Meningkatkan perlindungan dan penegakan hak asasi manusia guna
berkembangnya pribadi manusia Indonesia seutuhnya dan kemampuannya
berpatisipasi dalam berbagai bidang kehidupan.Untuk mencapai
tujuannya, Komnas HAM melaksanakan fungsi :
 pengkajian,
 penelitian,
 Penyuluhan
 pementauan,
 mediasi tentang hak asasi manusia.
Dari fungsi tersebut komnas HAM melakukan sebagian dari fungsi
peradilan (semi judicial) sehingga berada di bawah pengawasan
mahkamah agung.

d. Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara


Perubahan UUD 1945 mengenai tentara nasional Indonesia (TNI)
dan kepolisian republic Indonesia (POLRI) sebagaimana tercantum dalam
pasal 30.
Ayat (3) dan ayat (4), dengan rumusan sebagai berikut:
1. Tentara nasional Indonesia terdiri atas AD, AL, AU sebagai alat bertugas
mempertahankan, melindungi, memelihara keutuhan, dan kedaulatan
Negara.
2. Kepolisian Negara republic Indonesia sebagai alat Negara yang menjaga
keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi,
melayani masyarakat, serta menegakkan hukum.

Dalam hal pertahanan terhadap tiga aspek didalamnya, yakni masalah


keutuhan Negara, kedaulatan Negara. Diluar ketiga aspek tersebut masuk
dalam katagori keamanan yang menjadi tugas kepolisian sebagai lembaga
penegak hukum.

Pengaturan dalam pasal 30 ayat (4) diatas menampakkan adanya


semacam “dwifungsi” tugas kepolisian, yaitu alat keamanan dan penegak
hukum.

Sedangkan tugas pokok TNI sebagaimana disebutkan dalam pasal 7


adalah menegakkan Negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara
kesatuan republic Indonesia yang berdasarkan pancasila dan UUD Negara
republic Indonesia tahun 1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh
tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap kebutuhan
bangsa dan Negara.

Pemerintahan daerah di Indonesia


a. Sejarah lahirnya pasal 18 uud 1945
Sebelum diubah, ketentuan mengenai Pemerintahan Daerah diatur
dalam satu pasal yakni Pasal 18 (tanpa ayat), setelah diubah menjadi tiga
pasal yaitu Pasal 18, Pasal 18A, dan Pasal 18B. Semua pasal diputus pada
Perubahan Kedua (tahun 2000).
Perubahan dalam bab ini dan juga pada bagian lainnya merupakan
suatu pendekatan baru dalam mengelola negara. Di satu pihak ditegaskan
tentang bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan di pihak
lain ditampung kemajemukan bangsa sesuai dengan sasanti Bhinneka
Tunggal Ika.
Pencantuman tentang Pemerintah Daerah di dalam perubahan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
dilatarbelakangi oleh kehendak untuk menampung semangat otonomi
daerah dalam memperjuangkan kesejahteraan masyarakat daerah. Hal itu
dilakukan setelah belajar dari praktik ketatanegaraan pada era sebelumnya
yang cenderung sentralistis, adanya penyeragaman sistem pemerintahan
seperti dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang
Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang
Pemerintahan Desa, serta mengabaikan kepentingan daerah. Akibat
kebijakan yang cenderung sentralistis itu, Pemerintah Pusat menjadi
sangat dominan dalam mengatur dan mengendalikan daerah sehingga
daerah diperlakukan sebagai objek, bukan sebagai subjek yang mengatur
dan mengurus daerahnya sendiri sesuai dengan potensi dan kondisi
objektif yang dimilikinya.
Perubahan Pasal 18 Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 menjadi dasar hukum bagi pelaksanaan otonomi
daerah yang dalam era reformasi menjadi salah satu agenda nasional.
Melalui penerapan Bab tentang Pemerintahan Daerah diharapkan lebih
mempercepat terwujudnya kemajuan daerah dan kesejahteraan rakyat di
daerah, serta meningkatkan kualitas demokrasi di daerah. Semua
ketentuan itu dirumuskan tetap, dalam kerangka menjamin dan
memperkuat NKRI, sehingga dirumuskan hubungan kewenangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah dengan memperhatikan
kekhususan dan keragaman daerah.
Ketentuan Pasal 18, Pasal 18A, dan Pasal 18B ini berkaitan dengan
ketentuan Pasal 1 ayat (1) yang menyatakan Indonesia adalah negara
kesatuan yang berbentuk Republik, Pasal 4 ayat (1) yang menyatakan
Presiden memegang kekuasaan pemerintahan dan Pasal 25A mengenai
wilayah negara, yang menjadi wadah dan batas bagi pelaksanaan Pasal 18,
Pasal 18A, dan Pasal 18B.
b. Makna daerah bersifat istimewa
Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah
provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota. Negara
mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang
bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang.
Dalam sejarah ketatanegaraan Republik Indonesia terdapat perkembangan
definisi mengenai daerah istimewa mulai dari BPUPKI (1945) sampai
dengan pengaturan dan pengakuan keistimewaan Aceh (2006) dan
Yogyakarta (2012). Perkembangan definisi inilah yang menyebabkan
perbedaan penafsiran mengenai pengertian dan isi keistimewaan suatu
daerah, yang pada akhirnya menyebabkan pembentukan, penghapusan,
dan pengakuan kembali suatu daerah istimewa
c. Daerah istimewa dalam konstitusi ris 1949 dan uuds 1950
1. Konstitusi RIS 1949
Istilah daerah istimewa hanya muncul sekali dalam konstitusi RIS.
Itupun hanya menyangkut satu daerah yang berstatus sebagai “Satuan
Kenegaraan Yang Tegak Sendiri”. Dalam konstitusi ini muncul istilah
Daerah Swapraja sebagai ganti istilah Zelfbesturende landchappen. Ada
empat pasal yang mengatur daerah swapraja pada konstitusi tersebut,
mulai dari pasal 64-67. Dalam konstitusi tersebut ditegaskan Negara
mengakui semua swapraja yang ada. Kedudukan swapraja sangat
kuat.Pengaturan daerah swapraja diserahkan pada daerah bagian yang
memiliki daerah swapraja tersebut dengan perjanjian politik, bukan
dengan Undang-undang daerah bagian. Pengurangan maupun
penghapusan wilayah atau kekuasaan daerah swapraja memerlukan kuasa
Undang-undang Federal RIS. Semua pejabat Indonesia yang bertugas di
daerah swapraja diganti oleh pejabat daerah swapraja yang bersangkutan.
Segala perselisihan yang terjadi antara daerah bagian dan daerah swapraja
diputus oleh Mahkamah Agung Federal.
2. UUD Sementara 1950
Sama seperti Konstitusi RIS, dalam UUD Sementara hanya muncul
istilah daerah swapraja. Namun demikian pengaturannya yang berbeda
dengan Konstitusi RIS. Dalam UUD ini daerah swapraja diatur dalam
pasal 132-133. Kedudukan daerah swapraja diatur dengan Undang-
undang, dengan pengertian keinginan daerah swapraja akan
dipertimbangkan oleh pemerintah. Pemerintahan di daerah swapraja harus
berdasarkan otonomi, permusyawaratan, dan perwakilan rakyat dalam
kerangka negara kesatuan. Daerah swapraja dapat dihapus atas perintah
Undang-undang. Perselisihan yang terjadi antara pemerintah mengenai
undang-undang yang mengatur daerah swapraja dan peraturan
pelaksanaannya diadili oleh pengadilan perdata. Semua pejabat daerah
bagian RIS diganti dengan pejabat Indonesia.
d. Asas-asas pemerintahan daerah
1. Asas Desentralisasi
Penyerahan wewenang maupun urusan pemerintahan pusat ke
daerah otonom. Asas desantralisasi tercipta untuk memenuhi kapasitas
pemerintah daerah
2. Asas Sentralisasi
Asas sentralisasi adalah sebuah asas diimplementasikan oleh
pemerintah pusatdijadikan pusat dari berbagai prinsip demokrasi
pancasila dari kekuasaan. J. In het Veld mengemukakan pendapat
mengenai  sistem asas sentralisasi akan memperoleh keuntungan-
keuntungan.
3. Asas Dekonsentrasi
Secara teoristis, penerapan dari asas dekonsentrasi lebih mengarah
ke sosialisasi politikAsas ini disinyalir mampu menimbulkan sifat
fanatisme ditengah rakyat. Untuk mengimplementasikan asas tersebut
perlu waktu cukup lama hingga membuat keputusan.
4. Asas Tugas Pembantuan
Dalam asas ini menunjukkan peranan dari lembaga
peradilan kepada pemerintahan provinsi ke pemerintahan kabupaten atau
kota . Tugas pembantuan merupakan upaya pemerintahan pusat terkait
peningkatan efektifitas pelayanan umum dengan merata. Fungsi asas ini
lebih condong ke media dalam rangka pengembangan pembangunan
daerah tertentu.
e. Pengaturan pemerintahan daerah stelah amandemen uud 1945
Pada tahun 2000, melalui Perubahan Kedua UUD, pasal 18 asli
diamandemen menjadi pasal 18, 18A, dan 18B. Pengaturan daerah
istimewa ditempatkan dalam pasal 18B ayat (1)[. Istilah yang digunakan
juga berbeda menjadi “satuan pemerintahan daerah yang bersifat
istimewa”. Pengaturannya didasarkan pada undang-undang, tanpa merinci
syarat suatu daerah istimewa. Selain itu dalam pasal ini dibedakan antara
“satuan pemerintahan daerah yang bersifat istimewa” dan “satuan
pemerintahan daerah yang bersifat khusus”.
Setelah perubahan Undang-Undang Dasar 1945, ketentuan tentang
pemerintah daerah mempunyai kedudukan yang lebih kuat dalam
mengatur dan mengurus rumah tangga daerah, penguatan itu terlihat dari
semakin berkurangnya kewenangan dekonsentrasi yang dimiliki oleh
pemerintah didaerah. Penguatan terhadap kewenangan pemerintah daerah
dalam bidang desentralisasi dapat dilihat dari semakin banyaknya urusan
yang diserahkan kepada daerah sebagai daerah otonomi. Metode penelitian
yang digunakan adalah metode yuridis normatif. Dengan tulisan ini
diharapan dapat memperkuat suatu masalah kewenangan yang ada pada
pemerintah daerah pasca amandemen UUD 1945. Dari hasil studi yang
dilakukan dapat disimpulkan bahwa kewenangan pemerintah daerah pasca
amandemen disamping secara tegas diatur dalam UUD 1945 juga
diperkuat dengan diberlakukannya Undang-Undang tentang Pemerintah
Daerah.

Anda mungkin juga menyukai