Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesesakan (crowding) dan kepadatan (densitiy) merupakan fenomena yang akan
menimbulkan permasalahan bagi setiap negara di dunia di masa yang akan datang. Hal ini
dikarenakan terbatasnya luas bumi dan potensi sumber daya alam yang dapat memenuhi
kebutuhan hidup manusia, sementara perkembangan jumlah manusia di dunia tidak terbatas.

Kesesakan dan kepadatan yang timbul dari perkembangan jumlah manusia di dunia
pada masa kini telah menimbulkan berbagai masalah sosial di banyak negara (misalnya :
Indonesia, India, Cina, dan sebagainya), baik permasalahan yang bersifat fisik maupun psikis
dalam perspektif psikologis. Contoh permasalahan sosial yang nyata dalam perspektif
psikologis dari kesesakan dan kepadatan penduduk adalah semakin banyaknya orang yang
mengalami stres dan berperilaku agresif destruktif.

Berdasarkan fenomena yang muncul dari dari realitas kini dan perkiraan
berkembangnya dan timbulnya masalah di masa yang akan datang, maka dalam perspektif
psikologi lingkungan kiranya dipandang tepat untuk menjadikan kesesakan dan kepadatan
menjadi argumen bagi suatu pengkajian secara lebih dini dan lebih mendalam dalam usaha
mengantisipasi persoalan-persoalan sosial yang pasti akan timbul pada masa kini dan masa
yang akan datang.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang tersebut dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut :

1. Apa yang dimaksud kepadatan dan kesesakan?

2. Apapkah pengaruh kepadatan dan kesesakan terhadap perilaku manusia?

3. Faktor-Faktor apa saja yang mempengaruhi kepadatan dan kesesakan?

4. Solusi apa saja yang bisa mencegah atau mengurangi kepadatan dan kesesakan?

1.3 Tujuan
Tujuan dari penulisan laporan ini yaitu, sebagai berikut :

1. Memenuhi syarat akademis (Mata Kuliah) Arsitektur Perilaku pada Program Studi
Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Udayana.

1
2. Dapat mengetahui tentang Kepadatan dan Kesesakan.
3. Dapat memahami segala permasalahan yang timbul akibat dampak Kepadatan dan
Kesesakan.
4. Sebagai tambahan refrensi dalam proses pembuatan suatu karya arsitektur serta dapat
merealisasikan kedalam desain nyata.
5. Mampu mengetahui cara mengatasi dampak dari Kepadatan dan Kesesakan.

1.4 Manfaat
Hasil dari penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada semua pihak,
khususnya kepada mahasiswa untuk menambah pengetahuan dan wawasan mengenai
Kepadatan dan Kesesakan dalam Arsitektur.

BAB II

2
TINJAUAN PUSTAKA

Kondisi padat dan sesak dapat menimbulkan berbagai permasalahan psikologis yang
serius. Kepadatan di dalam rumah dan sekitar rumah menyebabkan keterbatasan sumber
sumber yang bernilai bagi individu dan selanjutnya akan menghambat tingkah laku untuk
mencapai tujuan. Dalam suasana padat dan sesak kondisi psikologis yang negatif mudah
timbul yang merupakan faktor penunjang yang kuat untuk munculnya stres dan bermacam
aktivitas sosiat negatif (Wrightsman dan Deaux, 1981). Bentuk aktivitas sosial negatif yang
dapat diakibatkan oleh suasana padat dan sesak antara lain: Pertama, munculnya bermacam-
macam penyakit baik fisik maupun psikis, seperti stres, tekanan darah meningkat,
psikosomatis, dan gangguan jiwa. Kedua, munculnya patologi sosial, seperti kejahatan dan
kenakalan remaja. Ketiga, munculnya tingkah laku sosial yang negatif, seperti agresi,
menarik diri, berkurangnya tingkah laku menolong (pro sosial), dan kecenderungan
berprasangka. Keempat, menurunnya prestasi kerja dan suasana hati yang cenderung murung
(Holahan, 1982).

Kawasan padat dan sesak selain dapat menimbulkan stres juga menyebabkan individu
lebih selektif dalam berhubungan dengan orang lain, terutama dengan orang yang tidak
begitu dikenalnya. Tindakan ini dilakukan individu untuk mengurangi stimuli yang tidak
diinginkan yang dapat mengurangi kebebasan individu. Tindakan selektif ini memungkinkan
menurunnya keinginan seseorang untuk membantu orang lain (intensi prososial). Peri1aku
prososial adalah perilaku seseorang yang dilujukan pada orang lain dan memberikan
keuntungan fisik maupun psikologis bagi yang dikenakan tindakan tersebut. Perilaku
prososial mencakup tindakantindakan kerja sama, membagi, menolong, kejujuran, dermawan
serta mempertimbangkan kesejahteraan

2.1 Kepadatan (Density)


Kepadatan adalah hasil bagi jumlah objek terhadap luas daerah. Dengan demikian
satuan yang digunakan adalah satuan/luas daerah, misalnya: buah/m2.
2.1.1 Pengertian Kepadatan Menurut Para Ahli
1. Sejumlah manusia dalam setiap unit ruangan (Sundstrom, dalam Wrightsman & Deaux,
1981).
2. Sejumlah individu yang berada di suatu ruang atau wilayah tertentu dan lebih bersifat
fisik (Holahan, 1982; Heimstra dan McFarling, 1978; Stokols dalam Schmidt dan
Keating, 1978).

3
3. Suatu keadaan akan dikatakan semakin padat apabila jumlah manusia pada suatu batas
ruang tertentu semakin banyak dibandingkan dengan luas ruangannya (Sarwono, 1992).

2.1.2 Jenis Kepadatan


Menurut Holahan (1982) yaitu :

1. Kepadatan Spasial (Spatial Density) terjadi bila besar atau luas ruangan diubah menjadi
lebih kecil atau sempit sedangkan jumlah individu tetap, sehingga didapatkan kepadatan
meningkat sejalan menurunnya besar ruang.
2. Kepadatan Spasial (Spatial Density) terjadi bila jumlah individu ditambah tanpa diiringi
dengan penambahan besar atau luas ruangan sehingga didapatkan kepadatan meningkat
sejalan dengan bertambahnya individu.

Menurut Altman (1975) yaitu :

1. Kepadatan Dalam (Inside Density) yaitu sejumlah individu yang berada dalam suatu
ruangan atau tempat tinggal seperti kepadatan di dalam rumah, kamar, dsb.
2. Kepadatan Luar (Outside Density) yaitu sejumlah individu yang berada pada suatu
wilayah tertentu, seperti jumlah penduduk yang bermukim di suatu wilayah pemukiman.
a. Menurut Altman juga (Dalam studi tahun 1920) Variasi indicator kepadatan
berhubungan dengan tingkah laku soSial:
b. Jumlah individu dalam sebuah kota

c. Jumlah Individu pada daerah sensus

d. Jumlah individu pada unit tempat tinggal

e. Jumlah ruangan pada unit tempat tinggal

f. Jumlah bangunan pada lingkungan sekitar

Menurut Jain (1987) yaitu :

Setiap wilayah pemukiman memiliki tingkat kepadatan yang berbeda dengan jumlah
unit rumah tinggal pada setiap struktur hunian dan struktur hunian pada setiap wilayah
pemukiman. Sehingga suatu wilayah pemukiman dapat dikatakan mempunyai kepadatan
tinggi atau kepadatan rendah.

4
Menurut Zlutnick dan Altman (dalam Altman, 1975; Holahan, 1982) menggambarkan
sebuah model dua dimensi untuk menunjukkan beberapa macam tipe lingkungan pemukiman
yaitu :

a. Lingkungan Pinggiran Kota, yang ditandai dengan tingkat kepadatan luar dan kepadatan
dalam yang rendah.
b. Wilayah desa miskin di mana kepadatan dalam tinggi sedangkan kepadatan luar rendah.

c. Lingkungan mewah perkotaan, dimana kepada dalam rendah sedangkan kepadatan luar
tinggi.
d. Pekampungan Kota ditandai dengan tingkat kepadatan luar dan kepadatan dalam yang
tinggi.

Menurut Taylor (dalam Gifford, 1982) yaitu : Lingkungan sekitar dapat merupakan
sumber yang penting dalam mempengaharui sikap, perilaku, keadaan internal seseorang di
suatu tempat tinggal. Oleh karena itu individu yang bermukim di pemukiman dengan dengan
kepadatan yang berbeda mungkin menunjukkan sikap dan perilaku yang berbeda pula.

2.1.3 Pengaruh Kepadatan Terhadap Perilaku Manusia

Kepadatan tinggi merupakan stressor lingkungan yang dapat menimbulkan kesesakan


bagi individu yang berada di dalamnya. Stresor lingkungan, menurut Stokols (Prabowo,
1990), merupakan salah satu aspek lingkungan yang dapat menyebabkan stres, penyakit, atau
akibatakibat negatif pada perilaku masyarakat.

Menurut Heimstra dan Mc Farling (Prabowo) kepadatan memberikan akibat bagi


manusia baik secara fisik, sosial maupun psikis.

1. Akibat fisik Reaksi fisik yang dirasakan individu seperti peningkatan detak jantung,
tekanan darah, dan penyakit fisik lain.
2. Akibat sosial Adanya masalah sosial yang terjadi dalam masyarakat seperti
meningkatnya kriminalitas dan kenakalan remaja.
3. Akibat psikis Stres, kepadatan tinggi dapat menumbuhkan perasaan negatif, rasa cemas,
stres dan perubahan suasana hati.
a. Menarik diri, kepadatan tinggi menyebabkan individu cenderung untuk menarik diri
dan kurang mau berinteraksi dengan lingkungan sosialnya.

5
b. Perilaku menolong (perilaku prososial), kepadatan tinggi juga menurunkan keinginan
individu untuk menolong atau meberi bantuan pada orang lain yang membutuhkan,
terutama orang yang tidak dikenal.
c. Kemampuan mengerjakan tugas, situasi padat menurunkan kemampuan individu
untuk mengerjakan tugas-tugasnya pada saat tertentu.
d. Perilaku agresi, situasi padat yang diaelami individu dapat menumbuhkan frustasi dan
kemarahan, serta pada akhirnya akan terbentuk perilaku agresi.

2.1.4 Akibat Dari Kepadatan Tinggi


Rumah dan Lingkungan pemukiman akan memberikan pengaruh psikologis pada
individu yang menempatinya, para ahli mengemukakan akibat dari kepadatan yang tinggi
yaitu: - Menurut Taylor (dalam Gifford, 1982) berpendapat bahwa lingkungan sekitar dapat
merupakan sumber yang penting dalam mempengaharui sikap, perilaku, dan keadaan internal
individu di suatu tempat tinggal. Rumah dan lingkungan pemukiman yang memiliki situasi
dan kondisi yang baik dan nyaman seperti memiliki ruang yang cukup untuk kegiatan pribadi
akan memberikan kepuasan psikis pada individu yang menempatinya.

1. Menurut Schorr (dalam Ittelson, 1974) mempercayai bahwa macam dan kualitas
pemukiman dapat memberikan pengaruh penting terhadap persepsi diri penghuninya,
stres
dan kesehatan fisik, sehingga kondisi pemukiman ini tampaknya berpengaruh pada
perilaku dan sikap-sikap orang yang tinggal disana (Ittelson, 1974).

2. Menurut Penelitian Valins dan Baum (dalam Heimstra dan MacFarling, 1978)
menunjukkan adanya hubungan yang erat antara kepadatan dengan interaksi sosial. Para
mahasiswa yang bertempat tinggal di asrama yang padat sengaja mencari dan memilih
tempat duduk yang jauh dari orang lain, tidak berbicara dengan orang lain yang berada di
tempat yang sama. Dengan kata lain mahasiswa yang tinggal di tempat padat cenderung
untuk menghindari kontak sosial dengan orang lain.
3. Akibat secara Fisik yaitu : reakasi fisik yang dirasakan individu seperti peningkatan detak
jantung, tekanan darah, dan penyakit fisik lain (Heimstra dan MacFarling, 1978).
4. Akibat secara Sosial yaitu : adanya masalah sosial yang terjadi dalam masyarakat seperti
meningkatnya kriminalitas dan kenakalan remaja (Heimstra dan MacFarling, 1978;
Holahan, 1982; Gifford, 1987).

6
5. Akibat secara Psikis yaitu: Stress, kepadatan tinggi dapat menumbuhkan perasaan negatif,
rasa cemas, stress (Jain, 1987) dan perubahan susana hati (Holahan, 1982).
6. Menarik diri, kepadatan tinggi menyebabkan individu cenderung untuk menarik diri dan
kurang mau berinteraksi dengan lingkungan sosialnya (Heimstra dan MacFarling, 1978;
Holahan, 1982; Gifford, 1987).
7. Perilaku menolong (perilaku prososial), kepadatan tinggi juga menurunkan keinginan
individu untuk menolong atau memberi bantuan pada orang lain yang membutuhkan,
terutama orang yang tidak dikenal (Holahan, 1982; Fisher dkk., 1984).
8. Kemampuan mengerjakan tugas, situasi padat menurunkan kemampuan individu untuk
mengerjakan tugas-tugasnya pada saat tertentu (Holahan, 1982).
9. Perilaku agresi, situasi padat yang dialami individu dapat menumbuhkan frustasi dan
kemarahan, serta pada akhirnya akan terbentuk perilaku agresi (Heimstra dan
MacFarling, 1987; Holahan. 1982).

2.2 Kesesakan (Crowding)


Kesesakan adalah persepsi individu terhadap keterbatasan ruang, bersifat psikis
terjadi bila mekanisme privasi individu gagal berfungsi dengan baik.

2.2.1 Kesesakan Menurut Para Ahli


1. Menurut Altman (1975), kesesakan adalah suatu prosesinterpersonal pada suatu tingkatan
interaksi manusia satu dengan lainnya dalam suatu pasangan atau kelompok kecil.
Perbedaaan pengertian antara crowding (kesesakan) dengan density (kepadatan)
kadangkadang keduanya memiliki pengertian yang sama dalam merefleksikan pemikiran
secara fisik dari sejumlah manusia dalam suatu kesatuan ruang.

2. Menurut Altman (1975), Heimstra dan McFarling (1978) antara kepadatan dan kesesakan
memiliki hubungan yang erat kerena kepadatan merupakan salah satu syarat yang dapat
menimbulkan kesesakan, tetapi bukan satu-satunya syarat yang dapat menimbulkan
kesesakan. Kepadatan yang tinggi dapat mengakibatkan kesesakan pada individu
(Heimstra dan McFarling, 1987; Holahan, 1982).
3. Menurut Baum dan Paulus (1987) menerangkan bahwa proses kepadatan dapat dirasakan
sebagai kesesakan atau tidak dapat ditentukan oleh penilaian individu berdasarkan empat
faktor : Karakteristik seting fisik, Karakteristik seting social, Karakteristik personal,
Kemampuan beradaptasi.

7
4. Menurut Stokols (dalam Altman, 1975) membedakan antara kesesakan bukan sosial
(nonsocial crowding) yaitu dimana faktor-faktor fisik menghasilkan perasaan terhadap
ruang yang tidak sebanding, seperti sebuah ruang yang sempit, dan kesesakan sosial
(social crowding) yaitu perasaan sesak mula-mula datang dari kehadiran orang lain yang
terlalu banyak. Stokols juga menambahkan perbedaan antara kesesakan molekuler dan
molar. Kesesakan molar (molar crowding) yaitu perasaan sesak yang dapat dihubungkan
dengan skala luas, populasi penduduk kota, sedangkan kesesakan molekuler (moleculer
crowding) yaitu perasaan sesak yang menganalisis mengenai individu, kelompok kecil
dan kejadiankejadian interpersonal.
5. Menurut Morris, (dalam Iskandar, 1990) memberi pengertian kesesakan sebagai defisit
suatu ruangan. Hal ini berarti bahwa dengan adanya sejumlah orang dalam suatu hunian
rumah, maka ukuran per meter persegi setiap orangnya menjadi kecil, sehingga dirasakan
adanya kekurangan ruang. Besar kecilnya ukuran rumah menentukan besarnya rasio
antara penghuni dan tempat (space) yang tersedia. Makin besar rumah dan makin
sedikitnya penghuninya, maka akan semakin besar rasio tersebut. Sebaliknya, makin kecil
rumah dan makin banyak penghuninya, maka akan semakin kecil rasio tersebut,
sehinggaakan tinbul perasaan sesak (crowding) (Ancok, 1989).

2.2.2 Teori Kesesakan


Untuk menerangkan terjadinya kesesakan dapat digunakan tiga model teori, yaitu :
Beban Stimulus, Kendala Perilaku, dan Teori Ekologi (Bell dkk, 1978; Holahan, 1982).

1. Model Beban Stimulus, yaitu : kesesakan akan terjadi pada individu yang dikenai terlalu
banyak stimulus, sehingga individu tersebut tak mampu lagi memprosesnya. Pendapat
teori ini mendasarkan diri pada pandangan bahwa kesesakan akan terbentuk bila stimulus
yang diterima individu melebihi kapasitas kognitifnya sehingga timbul kegagalan
memproses stimulus atau informasi dari lingkungan. Schmidt dan Keating (1979)
mengatakan bahwa stimulus disini dapat berasal dari kehadiran banyak orang beserta
aspek-aspek interaksinya, maupun kondisi-kondisi fisik dari lingkungan sekitar yang
menyebabkan bertambahnya kepadatan sosial. Berlebihnya informasi dapat terjadi
karena beberapa faktor, seperti:
a. Kondisi lingkungan fisik yang tidak menyenangkan.

b. Jarak antar individu (dalam arti fisik) yang terlalu dekat.

8
c. Suatu percakapan yang tidak dikehendaki.

d. Terlalu banyak mitra interaksi.

e. Interaksi yang terjadi dirasa lalu dalam atau terlalu lama.

2. Model Kendala Prilaku, yaitu : menerangkan kesesakan terjadi karena adanya kepadatan
sedemikian rupa, sehingga individu merasa terhambat untuk melakukan sesuatu.
Hambatan ini mengakibatkan individu tidak dapat mencapai tujuan yang diinginkannya.
Terhadap kondisi tersebut, individu akan melakukan psychological reactance, yaitu
suatu bentuk perlawanan terhadap kondisi yang mengancam kebebasan untuk memiliih.
Teori Ekologi Menurut Micklin (dalam Holahan, 1982) mengemukakan sifat-sifat umum
model ekologi pada manusia. Pertama, teori ekologi perilaku memfokuskan pada
hubungan timbal balik antara orang dengan lingkungannya. Kedua, unit analisisnya
adalah kelompok sosial dan bukan individu, dan organisasi sosial memegang peranan
sangat penting. Ketiga, menekankan pada distribusi dan penggunaan sumber-sumber
material dan sosial. Wicker (1976) mengemukakan teorinya tentang manning. Teori ini
berdiri atas pandangan bahwa kesesakan tidak dapat dipisahkan dari faktor seting dimana
dimana hal itu terjadi, misalnya pertunjukan kethoprak atau pesta ulang tahun.
Analisi terhadap seting meliputi :

a. Maintenance minim, yaitu jumlah minimum manusia yang mendukung suatu


seting agar suatu aktivitas dapat berlangsung. Agar pembicaraan menjadi lebih jelas,
akan digunakan kasus pada sebuah rumah sebagai contoh suatu seting. Dalam hal
ini, yang dinamakan maintenanceKONDI setting adalah jumlah penghuni penghuni
rumah minimum agar suatu ruang tidur ukuran 4 x 3 m bisa dipakai oleh anak-anak
supaya tidak terlalu sesak dan tidak terlalu longgar.
b. Capacity, adalah jumlah maksimum penghuni yang dapat ditampung oleh
seting

tersebut (jumlah orang maksimum yang dapat duduk di ruang tamu bila sedang
dilaksanakan hajatan)

c. Applicant, adalah jumlah penghuni yang mengambil bagian dalam suatu


seting. Applicant dalam seting rumah dapat dibagi menjadi dua, yaitu : Performer,
yaitu jumlah orang yang memegang peran utama, dalam hal ini suami dan isteri.
Nonperformer, yaitu jumlah orang yang terlibat dalam peran-peran sekunder, dalam
hal ini anak-anak atau orang lain dalam keluarga. Besarnya maintenance minim

9
antara performer dan non-performer tidak terlalu sama. Dalam seting tertentu,
jumlah performer lebih sedikit daripada jumlah non-performer, dalam seting lain
mungkin sebaliknya.

3. Model Teori Ekologi, yaitu : membahas kesesakan dari sudut proses sosial. Menurut
teori ini, suatu situasi akan dianggap sesak apabila kepadatan atau kondisi lain yang
berhubungan dengannya membatasi aktivitas individu dalam suatu tempat. Menurut
Altman kondisi kesesakan yang ekstrim akan timbul bila faktor-faktor dibawah ini
muncul secara simultan:
a. Kondisi-kondisi pencetus, terdiri dari tiga faktor :

• Faktor-faktor situsional, seperti kepadatan ruang yang tinggi dalam jangka


waktu yang lama, dengan sumber-sumber pilihan perilaku yang terbatas.
• Faktor-faktor personal, seperti kurangnya kemampuan untuk berinteraksi
dengan orang lain dalam situasi yang padat dan rendahnya keinginan
berinteraksi dengan orang lain yang didasarkan pada latar belakang pribadi,
suasana hati, dan sebagainya.
• Kondisi interpersonal, sepwerti gangguan sosial, ketidak mampuan memperoleh
sumber-sumber kebutuhan, dan gangguan lainnya.
b. Serangkaian faktor-faktor organismik dan psikologis seperti stress, kekacauan
pikiran, dan persaan kurang enak badan.
c. Respon-respon pengatasan, yang meliputi beberapa perilaku verbal dan non verbal
yang tidak efektif dalam mengurangi stress atau dalam mencapai interaksi yang
diinginkan dalam jangka waktu yang panjang atau lama.

2.2.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaharui Kesesakan


Terdapat tiga faktor yang mempengarui kesesakan yaitu : personal, sosial, dan fisik.

1. Faktor Personal Terdiri dari kontrol pribadi dan locus of control; budaya, pengalaman,
dan proses adaptasi; serta jenis kelamin dan usia.
2. Faktor Sosial Menurut Gifford (1987) secara personal individu dapat mengalami lebih
banyak lebih sedikit mengalami kesesakan cenderung dipengaharui oleh karakteristik
yang sudah dimiliki, tetapi di lain pihak pengaruh orang lain dalam lingkungan dapat
juga memperburuk kedaan akibat kesesakan. Faktor-faktor sosial yang berpengaruh
tersebut adalah :

10
a. Kehadiran dan perilaku orang lain.

b. Formasi koalisi.

c. Kualitas hubungan.

d. Informasi yang tersedia.

3. Faktor Fisik Altman (1975), Bell dkk (1978), Gove dah Hughes(1983) mengemukakan
adanya faktor situasional sekitar rumah sebagai faktor yang juga mempengaharui
kesesakkan. Stessor yang menyertai faktor situasional tersebut seperti suara gaduh,
panas, polusi, sifat lingkungan, tipe suasana, dan karakteristik seting. Faktor situasional
tersebut antara lain :
a. Besarnya skala lingkungan.

b. Variasi arsitektural.

2.2.4 Pengaruh Kesesakan Pada Perilaku Manusia


Kesesakan biasanya menimbulkan stres secara fisik maupun psikis. Biasanya stres ini
terjadi pada individu yang menyukai jarak antarpribadi yang lebar atau menyukai
kesendirian.

Menurut Gifford (dalam Zuhriyah, 2007), kesesakan yang dirasakan individu dapat
menimbulkan reaksi-reaksi pada:

1. Fisiologis Dan Kesehatan

Beberapa penelitian menyatakan bahwa kesesakan yang dialami dapat berdampak pada
fisiologis tubuh seperti peningkatan tekanan darah dan denyut jantung. Selain
peningkatan tekanan darah dan detak jantung, kesesakan yang dialami dapat
menyebabkan penyakit fisik berupa psikosomatik seperti gangguan pencernaan, gatal-
gatal bahkan kematian (dalam Sarwono, 1995).

2. Penampilan Kerja

Reaksi kesesakan berkaitan dengan penampilan kerja tergantung pada jenis pekerjaan
yang dilakukan. Kepadatan yang tinggi lebih mempengaruhi pekerjaan yang bersifat
kompleks daripada pekerjaan yang sederhana, selain itu individu yang yakin mampu
menyelesaikan tugasnya dalam kepadatan yang tinggi tetap dapat menampilkan
performa kerja yang lebih baik daripada individu yang tidak yakin dengan
kemampuannya.

11
3. Interaksi Sosial

Kepadatan yang tinggi mempengaruhi aspek tingkah laku sosial yakni ketertarikan
sosial, agresi, kerja sama, penarikan diri, tingkah laku verbal dan non verbal bahkan
humor. Kepadatan tinggi yang tidak diinginkan individu dapat menimbulkan dampak
sosial yang negatif seperti ketertarikan sosial yang menurun, agresifitas yang meningkat,
menurunnya kerja sama dan penarikan diri secara sosial. Penarikan diri ini diwujudkan
dengan berbagai cara seperti meninggalkan tempat, menghindari topik yang bersifat
pribadi dalam perbincangan, mengucapkan kata-kata perpisahan, menunjukkan gerakan
defens atau mempertahankan diri, menolak permintaan atau ajakan lawan bicara,
menghindari kontak mata dan meningkatkan jarak antarpribadi.

4. Perasaan / Afeksi

Kepadatan yang tinggi dapat menimbulkan emosi yang negatif seperti kejengkelan dan
ketidaknyamanan akibat ruang yang didapat tidak sesuai dengan keinginan atau
terhambatnya tujuan yang ingin dicapai karena kehadiran banyak orang. Emosi yang
positif muncul apabila individu berhasil mengatasi rasa sesak dengan strategi
penanggulangan masalah yang digunakan secara efektif.

5. Kendali Dan Strategi Penanggulangan Masalah

Kesesakan dapat menimbulkan kemampuan kontrol yang rendah, namun informasi yang
jelas dan akurat berkaitan dengan situasi yang padat membantu individu memilih strategi
penanggulangan masalah yang tepat untuk mengatasi kesesakan yang timbul akibat
ruang yang padat. Kemampuan dalam mengembangkan strategi penanggulangan
masalah pada tiap individu berbeda-beda dan dilakukan secara verbal maupun nonverbal
yang pada akhirnya akan membantu individu dalam beradaptasi dengan situasi yang
menimbulkan kesesakan

2.2.5 Kesesakan Dan Desain Arsitektur

1. Permukiman

Dalam suatu asrama perlu dihindari lorong yang panjang, penempatan pintu
dapatmengurangi kesan panjangnya lorong, pembagian lorong menjadi dua, mendorong
penggunaan fasilitas publik secara terpisah oleh dua kelompok penghuni dan dibantu oleh
pembentukan kekerabatan dalam kelompok. Gary Evans (1979) mengusulkan memberi

12
peluang bagi penghuni untuk membagi ruang dengan dinding partisi walaupun tidak
kedap suara namun dapat mengurangi gangguan visual diantar individu

2. Ruang Publik

Dalam sebuah ruang tunggu kantor pemerintah, adanya partisi justru meningkatkan
kesesakan karena orang yang sedang menunggu merasa seperti mereka sedang digiring,
tidak lagi merasa bebas. Dengan demikian, selain memperluas ruang, dapat dilakukan
dengan membuat zona-zona perilaku.

Taman-taman kota Ruang Publik merupakan tempat yang disukai warga untuk
melepaskan diri dari kesesakan kehidupan kota. Kesesakan mungkin terjadi di pintu-pintu
masuk taman rekreasi, tempat berkemah misalnya. Kemudian tempat hunian seperti sel
penjara, jika terjadi penambahan jumlah penghuni berakibat terjadinya kerusuhan dan
perkelahian.

2.2.6 Dampak Kepadatan Dan Kesesakan Pada Manusia

Patologi Sosial

Meningkatnya,

• Kejahatan

• Bunuh diri

• Penyakit jiwa

• Kenakalan remaja

Tingkah laku sosial

• Agresi

• Menarik diri dari lingkungan sosial


• Berkurangnya tingkah laku menolong

• Kecenderungan menjelekkan orang lain

Kinerja

• Hasil dan prestasi kerja menurun

• Suasana hati (mood) cenderung lebih murung

2.2.7 Reaksi Kesesakan

13
Kesesakan biasanya menimbulkan stres secara fisik maupun psikis. Biasanya stres ini
terjadi pada individu yang menyukai jarak antarpribadi yang lebar atau menyukai
kesendirian. Menurut Gifford (dalam Zuhriyah, 2007), kesesakan yang dirasakan individu
dapat menimbulkan reaksi-reaksi pada:
a.       Fisiologis dan kesehatan
Beberapa penelitian menyatakan bahwa kesesakan yang dialami dapat berdampak pada
fisiologis tubuh seperti peningkatan tekanan darah dan denyut jantung. Selain peningkatan
tekanan darah dan detak jantung, kesesakan yang dialami dapat menyebabkan penyakit fisik
berupa psikosomatik seperti gangguan pencernaan, gatal-gatal bahkan kematian (dalam
Sarwono, 1995)
b.      Penampilan kerja
Reaksi kesesakan berkaitan dengan penampilan kerja tergantung pada jenis pekerjaan yang
dilakukan. Kepadatan yang tinggi lebih mempengaruhi pekerjaan yang bersifat kompleks
daripada pekerjaan yang sederhana, selain itu individu yang yakin mampu menyelesaikan
tugasnya dalam kepadatan yang tinggi tetap dapat menampilkan performa kerja yang lebih
baik daripada individu yang tidak yakin dengan kemampuannya.
c.       Interaksi sosial
Kepadatan yang tinggi mempengaruhi aspek tingkah laku sosial yakni ketertarikan sosial,
agresi, kerja sama, penarikan diri, tingkah laku verbal dan non verbal bahkan humor.
Kepadatan tinggi yang tidak diinginkan individu dapat menimbulkan dampak sosial yang
negatif seperti ketertarikan sosial yang menurun, agresifitas yang meningkat, menurunnya
kerja sama dan penarikan diri secara sosial. Penarikan diri ini diwujudkan dengan berbagai
cara seperti meninggalkan tempat, menghindari topik yang bersifat pribadi dalam
perbincangan, mengucapkan kata-kata perpisahan, menunjukkan gerakan defens atau
mempertahankan diri, menolak permintaan atau ajakan lawan bicara, menghindari kontak
mata dan meningkatkan jarak antarpribadi.
d.      Perasaan / afeksi
Kepadatan yang tinggi dapat menimbulkan emosi yang negatif seperti kejengkelan dan
ketidaknyamanan akibat ruang yang didapat tidak sesuai dengan keinginan atau terhambatnya
tujuan yang ingin dicapai karena kehadiran banyak orang. Emosi yang positif muncul apabila
individu berhasil mengatasi rasa sesak dengan strategi penanggulangan masalah yang
digunakan secara efektif.
e.       Kendali dan strategi penanggulangan masalah

14
Kesesakan dapat menimbulkan kemampuan kontrol yang rendah, namun informasi yang jelas
dan akurat berkaitan dengan situasi yang padat membantu individu memilih strategi
penanggulangan masalah yang tepat untuk mengatasi kesesakan yang timbul akibat ruang
yang padat. Kemampuan dalam mengembangkan strategi penanggulangan masalah pada tiap
individu berbeda-beda dan dilakukan secara verbal maupun nonverbal yang pada akhirnya
akan membantu individu dalam beradaptasi dengan situasi yang menimbulkan kesesakan.

2.2.8 Aspek Kesesakan


Menurut Stokols dan Sundstrom (dalam Zuhriyah, 2007) kesesakan memiliki tiga
aspek yakni:
a.       Aspek situasional,
Didasarkan pada situasi terlalu banyak orang yang saling berdekatan dalam jarak yang tidak
diinginkan sehingga menyebabkan gangguan secara fisik dan ketidaknyamanan, tujuan yang
terhambat oleh kehadiran orang-orang yang terlalu banyak, ruangan yang menjadi semakin
sempit karena kehadiran orang baru ataupun kehabisan ide.
b.      Aspek emosional
Menunjuk pada perasaan yang berkaitan dengan kesesakan yang dialami, biasanya adalah
perasaan negatif pada orang lain maupun pada situasi yang dihadapi. Perasaan positif dalam
kesesakan tidak dapat dipungkiri, namun perasaan ini hanya terjadi jika individu berhasil
menangani rasa sesak dengan strategi penanggulangan masalah yang digunakan.
c.       Aspek perilakuan,
Kesesakan menimbulkan respon yang jelas hingga samar seperti mengeluh, menghentikan
kegiatan dan meninggalkan ruang, tetap bertahan namun berusaha mengurangi rasa sesak
yang timbul, menghindari kontak mata, beradaptasi hingga menarik diri dari interaksi sosial.

15

Anda mungkin juga menyukai