Anda di halaman 1dari 19

Jurnal Ekonomi dan Studi Pembangunan

Volume 14, Nomor 2, Oktober 2013, hlm.101-119

DESENTRALISASI FISKAL DAN PERTUMBUHAN EKONOMI :


SEBELUM DAN SESUDAH ERA DESENTRALISASI
FISKAL DI INDONESIA

Bayu Kharisma
Fakultas Ekonomi, Universitas Padjajaran
Jalan Dipati Ukur No.35 Bandung, Jawa Barat, Indonesia
E-mail korespondensi: bayu_kharisma@yahoo.com

Naskah diterima: Desember 2012; disetujui: September 2013


Abstract: The regional autonomy in Indonesia gives the implication to the shift of authority
between the center and local government in many sectors. The regional autonomy also makes
the decentralization that related with the local financing management, the economy planning
including the local planning and other planning that shifted from the central government to
the local government. The study aims to know the effect of fiscal decentralization from the
income and spending aspect towards the local economic development in Indonesia (gas and oil
nationally). The method analysis in this study is the panel data from 1995-2000 and 2001-
2004.The result shows that before decentralization on the year of 1995-2000, the fiscal
decentralization whether from income or spending aspect has negative influence to the
economy growth. Coming into decentralization from 2001-2004, the fiscal decentralization on
supporting the economy development, whether from government income or spending is
increasing. But the fiscal decentralization is exceeding the spending aspect compare to the
income, whether in national level, with oil and gas or without oil and gas, inside Java or
outside Java.
Keywords: regional autonomy; fiscal decentralization; panel data; economic growth
JEL Classification: E62, O23, O11

Abstrak: Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia membawa implikasi pada pelimpahan


kewenangan antara pusat dan daerah dalam berbagai bidang. Adanya otonomi daerah maka
terjadi desentralisasi yang menyangkut pengelolaan keuangan daerah, perencanaan ekonomi
termasuk menyusun program-program pembangunan daerah dan perencanaan lainnya yang
dilimpahkan dari pusat ke daerah. Studi ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
desentralisasi fiskal dari sisi penerimaan dan pengeluaran terhadap pertumbuhan ekonomi
daerah provinsi di Indonesia (nasional dengan migas dan tanpa migas, di Jawa dan di luar
Jawa). Metode analisis yang digunakan dalam penulisan studi ini menggunakan data panel
secara terpisah pada periode 1995-2000 dan 2001-2004. Hasil analisa menunjukkan bahwa
sebelum pelaksanaan era desentralisasi periode 1995-2000, pengaruh desentralisasi fiskal dari
sisi penerimaan dan pengeluaran berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi, baik
untuk tingkat nasional dengan migas dan tanpa migas, di Jawa dan di luar Jawa. Memasuki era
desentralisasi selama kurun waktu 2001-2004, pengaruh desentralisasi fiskal dalam mendorong
pertumbuhan ekonomi, baik melalui sisi penerimaan maupun pengeluaran mengalami
peningkatan dibandingkan sebelum era desentralisasi. Namun pengaruh desentralisasi fiskal
tersebut jauh lebih besar melalui sisi pengeluaran dibandingkan sisi penerimaan daerah, baik di
tingkat nasional dengan migas dan tanpa migas, di jawa maupun di luar Jawa.
Kata kunci: otonomi daerah; desentralisasi fiskal; data panel; pertumbuhan ekonomi.
Klasifikasi JEL: E62, O23, O11
PENDAHULUAN dalam kedua UU tersebut pada dasarnya meru-
pakan tanggapan terhadap aspirasi adanya
keinginan format baru mengenai hubungan
Desentralisasi secara umum menggambar-
antara Pemerintah Pusat dan Daerah di
kan adanya transfer kompetensi dan kemampuan
Indonesia yang berimplikasi pada pelimpahan
serta tanggung jawab untuk menyelenggarakan
kewenangan dalam berbagai bidang.
kewajiban pelayanan publik dari Pemerintah
Sejalan dengan pembagian kewenangan
Pusat ke Daerah yang lebih baik. Selain itu,
tersebut maka pengaturan pembiayaan daerah
desentralisasi dapat diartikan sebagai pemin-
dilakukan berdasarkan asas penyelenggaraan
dahan fungsi-fungsi dan sumber daya dari
pemerintahan. Pembiayaan penyelenggaraan
Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah.
pemerintahan berdasarkan asas desentralisasi
Dalam hal fungsi, di mana penyediaan fungsi
dibebankan melalui APBD, pembiayaan penye-
atau pelayanan yang diselenggarakan oleh
lenggaraan pemerintahan dalam rangka pelak-
Pemerintah Pusat harus memberikan manfaat
sanaan asas dekonsentrasi dilakukan atas beban
dalam lingkup perekonomian yang lebih luas.
APBN dan pembiayaan penyelenggaraan
Namun di sisi lain, Pemerintah Daerah harus
pemerintahan dalam rangka tugas pembantuan
mampu menyediakan barang publik yang
dibiayai beban anggaran tingkat pemerintahan
bersifat lokal. Oleh karena itu, dengan adanya
yang menugaskan. Di samping itu, penyeleng-
desentralisasi diharapkan Pemerintah Daerah
garaan pemerintahan dan pelayanan kepada
dapat memberikan pelayanan publik yang lebih
masyarakat berdasarkan asas desentralisasi
baik dan menciptakan proses pengambilan kepu-
maka Daerah diberikan kewenangan untuk
tusan publik lebih demokratis. Proses desen-
memungut pajak atau retribusi (tax assignment)
tralisasi dapat diwujudkan antara lain dengan
dan pemberian bagi hasil penerimaan (revenue
pelimpahan kewenangan kepada tingkat peme-
sharing) serta transfer keuangan (grant) atau
rintahan yang lebih rendah untuk melakukan
sering disebut dana perimbangan.
pembelanjaan, menggali potensi penerimaan
Hal penting yang tertuang dalam UU No.
daerah secara mandiri, terbentuknya dewan
22 tahun 1999 adalah pembagian kewenangan
yang dipilih oleh rakyat, kepala daerah yang
dan fungsi (power sharing) antara Pemerintah
dipilih oleh legislatif di daerah dan adanya
Pusat dan Daerah. Sementara itu, UU No. 25
bantuan dalam bentuk transfer dari Pemerintah
Tahun 1999 menyangkut masalah desentralisasi
Pusat (Sidik., 2002:1).
fiskal, yaitu pengaturan pembagian antara
Timbulnya kenginan diterapkannya proses
sumber daya keuangan (financial sharing) antara
desentralisasi di berbagai negara di dunia, khu-
Pusat dan Daerah merupakan konsekuensi
susnya di negara-negara berkembang dipenga-
logis dari adanya pembagian kewenangan
ruhi oleh beberapa faktor, antara lain latar
tersebut. UU Nomor 25 Tahun 1999 yang berisi
belakang atau pengalaman suatu negara, pera-
tentang Perimbangan Keuangan antara Peme-
nannya dalam globalisasi dunia, kemunduran
rintah Pusat dan Daerah didesain dengan
dalam pembangunan ekonomi, tuntutan terha-
menggunakan prinsip money follows function
dap perubahan tingkat pelayanan masyarakat,
atau “uang mengikuti kewenangan”. Artinya,
tanda-tanda adanya disintegrasi diberbagai
jika kewenangan dilimpahkan ke Daerah maka
negara serta banyaknya kegagalan yang dialami
uang untuk mengelola kewenangan pun harus
oleh pemerintahan sentralistik dalam memberi-
dilimpahkan ke Daerah.
kan pelayanan masyarakat yang efektif.
Dengan dilaksanakannya desentralisasi
Pada tahun 2001 Indonesia telah memasuki
fiskal di Indonesia maka Pemerintah Daerah
era baru dalam tata pemerintahan, yaitu pelak-
harus mampu berperan dalam mengelola
sanaan otonomi daerah. Dengan adanya kondisi
keuangannya secara mandiri sehingga seluruh
tersebut maka pada saat itulah UU No. 22
potensi harus dioptimalkan melalui mekanisme
tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan
perencanaan yang efektif dan efisien. Hal ini
UU No. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan
menjadi tantangan bagi seluruh wilayah otonom
Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah mulai
di Indonesia, baik di tingkat provinsi maupun
diberlakukan. Pelaksanaan otonomi daerah
kabupaten dan kota. Dengan demikian, peran

102 Jurnal Ekonomi dan Studi Pembangunan Volume 14, Nomor 2, Oktober 2013: 101-119
Pemerintah Daerah beserta partisipasi masyara- gung jawab tersebut menyangkut perencanaan,
katnya harus secara bersama-sama mengambil pendanaan dan pelimpahan manajemen fungsi-
inisiatif dalam membangun daerahnya, terma- fungsi pemerintahan dari Pemerintah Pusat
suk menggali potensi sumber-sumber keuangan kepada aparatnya di daerah, tingkat pemerin-
daerahnya untuk memenuhi kebutuhan pem- tahan yang lebih rendah, badan otoritas ter-
biayaan penyelenggaran pemerintahan dan tentu atau perusahaan tertentu. Desentralisasi
pembangunan di daerah. administratif pada dasarnya dapat dikelompok-
Pembangunan ekonomi daerah pada dasar- kan menjadi 3 (tiga) bentuk, antara lain yaitu:
nya merupakan bagian yang tidak dapat 1) Dekonsentrasi (deconcentration). Adalah
dipisahkan dari prinsip otonomi daerah. Tiap- pelimpahan wewenang dari Pemerintah Pusat
tiap daerah tersebut mempunyai hak dan kewa- kepada pejabat yang berada dalam garis
jiban mengatur dan mengurus sendiri urusan hierarki dengan Pemerintah Pusat di daerah.
pemerintahannya untuk meningkatkan efisiensi 2) Devolusi (devolution). Adalah pelimpahan
dan efektifitas penyelenggaraan pemerintahan wewenang kepada tingkat pemerintahan yang
serta pelayanan kepada masyarakat berdasar- lebih rendah dalam bidang keuangan atau
kan prinsip transparansi, partisipasi dari tugas pemerintahan, dimana pihak Pemerintah
masyarakat dan pertanggungjawaban kepada Daerah mendapat diskresi atau kewenangan
masyarakat. Dalam upaya mendukung penye- yang tidak dikontrol oleh Pemerintah Pusat.
lenggaraan otonomi daerah maka penyerahan, Dalam hal tertentu, di mana Pemerintah Pusat
pelimpahan dan penugasan urusan pemerintahan akan memberikan supervisi secara tidak lang-
kepada daerah harus dilakukan secara nyata sung atas pelaksanaan tugas tersebut. Dalam
dan bertanggung jawab serta diikuti dengan melaksanakan tugasnya, Pemerintah Daerah
pengaturan, pembagian dan pemanfaatan memiliki wilayah administrasi yang jelas dan
sumber daya nasional secara adil. legal serta diberikan kewenangan sepenuhnya
Desentralisasi pada dasarnya tidak mudah untuk melaksanakan fungsi publik, termasuk
untuk didefinisikan, karena menyangkut berba- dalam menggali sumber-sumber penerimaan
gai dimensi yang beragam, khususnya menyang- serta mengatur penggunaannya. Dekonsentrasi
kut aspek fiskal, politik, perubahan administrasi dan devolusi dari konsepsi pemikiran hierarki
dan sistem pemerintahan serta pembangunan organisasi dikenal sebagai distributed institutional
sosial ekonomi. Secara umum, desentralisasi monopoly of administrative decentralization.
terdiri dari desentralisasi politik (political decen- 3) Pendelegasian (delegation or instutional plural-
tralization), desentralisasi administratif (adminis- ism). Adalah pelimpahan wewenang untuk
trative decentralization), desentralisasi ekonomi tugas tertentu kepada organisasi yang berada
(economic of market decentralization) dan desen- diluar struktur birokrasi regular dan dikontrol
tralisasi fiskal (fiscal decentralization). (Kälin, secara tidak langsung oleh Pemerintah Pusat.
2001:6) Pendelegasian wewenang ini pada dasarnya
Desentralisasi politik bertujuan meningkat- diatur dengan ketentuan perundang-undangan.
kan keikutsertaan atau partisipasi aktif dari Pihak yang menerima wewenang tersebut
masyarakat, khususnya masyarakat lokal dalam mempunyai kewenangan dalam penyeleng-
proses pengambilan keputusan secara politis. garaan pendelegasian tersebut meskipun
Hal itu menyiratkan bahwa otoritas lokal yang wewenang terakhir tetap pada pihak pemberi
dipilih harus lebih bertanggung jawab terhadap wewenang (sovereign authority).
masyarakat lokal yang telah memilihnya dan Desentralisasi ekonomi merujuk pada
mereka harus lebih baik merepresentasikan transfer fungsi pemerintah kepada sektor
kepentingan lokal dalam pengambilan kepu- swasta. Artinya, penugasan yang sebelumnya
tusan politis. ditangani oleh pemerintah diserahkan kepada
Desentralisasi administratif yaitu pelim- perusahaan swasta, kepentingan kelompok,
pahan wewenang yang dimaksudkan untuk organisasi yang sukarela dan organisasi bukan
mendistribusikan kewenangan, tanggung jawab pemerintah lainnya. Ada dua hal utama penting
dan sumber-sumber keuangan untuk menye- dalam desentralisasi ekonomi yaitu:
diakan pelayanan publik. Pelimpahan tang- 1) Privatisasi atau transfer kewajiban secara

Desentralisasi Fiskal dan Pertumbuhan... (Bayu Kharisma) 103


parsial ataupun sepenuhnya untuk produksi yang lebih mengetahui kebutuhan, kondisi dan
barang dan jasa yang spesifik dari pemerintah situasi masyarakat setempat. Pembagian ketiga
ke sektor swasta. fungsi tersebut dimaksudkan untuk landasan
2) Deregulasi atau mengurangi hambatan- dalam penentuan dasar-dasar perimbangan
hambatan bersifat legal yang dapat mengham- keuangan Pusat dan Daerah. Perimbangan
bat sektor swasta untuk memproduksi barang keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah
dan jasa, dengan kata lain berusaha mencip- antara lain mencakup pembagian keuangan
takan iklim persaingan antara aktor swasta antara Pemerintah Pusat dan daerah secara
dalam area yang sebelumnya didominasi oleh proporsional, transparan, demokratis dan adil
pelayanan pemerintah atau monopoli dari dengan memperhatikan kondisi, potensi dan
perusahaan pemerintah. kebutuhan daerah.
Desentralisasi fiskal merupakan komponen Pelaksanaan desentralisasi fiskal akan
utama dari desentralisasi, dimana apabila berjalan dengan baik jika didukung faktor-
Pemerintah Daerah melaksanakan fungsinya faktor sebagai berikut (Sidik, 2002:2). Pertama,
dan diberikan kebebasan dalam pengambilan adanya peran Pemerintah Pusat yang intensif
keputusan pengeluaran di sektor publik maka dalam melakukan pengawasan dan enforcement.
harus mendapat dukungan dari Pemerintah Kedua, terdapat keseimbangan antara akunta-
Pusat berupa subsidi/bantuan maupun pin- bilitas dan kewenangan, khususnya dalam mela-
jaman dari Pemerintah Pusat serta sumber- kukan pungutan pajak dan retribusi daerah.
sumber keuangan yang memadai, baik yang Ketiga, stabilitas politik yang kondusif. Keempat,
berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), proses pengambilan keputusan di daerah harus
Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak. demokratis, dimana pengambilan keputusan
Pemerintah pada hakikatnya mengemban tentang manfaat dan biaya harus transparan
tiga fungsi utama, antara lain adalah fungsi serta pihak-pihak yang terkait memiliki kesem-
distribusi, alokasi dan stabilisasi (Musgrave and patan mempengaruhi keputusan-keputusan
Musgrave, 1985:6). Fungsi alokasi adalah peranan tersebut. Kelima, desain kebijakan dari keputusan
pemerintah dalam mengalokasikan sumber- yang diambil sepenuhnya merupakan tanggung
sumber daya ekonomi agar tercipta secara efisien, jawab masyarakat setempat dengan dukungan
yaitu adanya peran pemerintah dalam penye- institusi dan kapasitas manajerial yang diingin-
diaan barang untuk barang maupun jasa yang kan sesuai dengan permintaan daerah. Keenam,
tidak dapat disediakan melalui transaksi antara kualitas sumberdaya manusia yang kapabel
penjual dan pembeli atau sistem pasar karena dalam menggantikan peran yang sebelumya
adanya kegagalan pasar (market failure). Oleh merupakan Pemerintah Pusat.
karena itu, pemerintah harus menyediakan Adanya ketertarikan yang tinggi dalam
barang-barang tersebut (dalam hal ini barang menjalankan proses desentralisasi fiskal dise-
publik). Fungsi distribusi adalah peranan babkan beberapa faktor antara lain, Pertama,
pemerintah dalam mempengaruhi distribusi diyakini bahwa desentralisasi fiskal sebagai alat
pendapatan dan kekayaan untuk menjamin yang efektif untuk meningkatkan efisiensi
adanya keadilan atau “fair” dalam pengaturan pengeluaran publik. Kedua, adanya desakan
distribusi pendapatan. Fungsi stabilisasi merujuk untuk melakukan desentralisasi dapat dilihat
pada tindakan pemerintah dalam mempengaruhi sebagai reaksi kegagalan birokrasi pemerintah
keseluruhan tingkat pengangguran, pertum- sentralistik dengan regim politik berbeda yang
buhan ekonomi dan harga. Dalam hal ini, terjadi di negara berkembang dan negara-
pemerintah menggunakan kebijakan anggaran negara transisi, desentralisasi fiskal sebagai
(budget policy) untuk mengurangi pengangguran, mekanisme untuk membuat suatu kebijakan
derajat kestabilan harga yang beralasan lebih responsif terhadap apa yang dibutuhkan
(reasonable) dan tingkat pertumbuhan ekonomi daerah dan melibatkan penduduk di daerah
berkelanjutan. Fungsi distribusi dan fungsi sta- dalam melaksanakan proses pemerintahan
bilitas pada umumnya lebih efektif dan tepat yang demokratis. Di samping itu, desentralisasi
dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat, sedang- juga dapat dilihat sebagai jalan untuk pergeser-
kan fungsi alokasi oleh Pemerintah Daerah an wewenang dengan menggeser otoritas fiskal

104 Jurnal Ekonomi dan Studi Pembangunan Volume 14, Nomor 2, Oktober 2013: 101-119
kepada Pemerintah Daerah (Oates, 1993:273). dung manfaat sisi ekonomi maupun politik.
Namun, di satu sisi desentralisasi fiskal Desentralisasi tidak hanya menghasilkan pela-
dapat berpengaruh buruk terhadap kondisi yanan yang efisien dan adil melalui pengeta-
suatu negara, khususnya di negara berkembang. huan lokal, namun di sisi lain akan mendorong
Pertama, desentralisasi fiskal akan mendorong partisipasi demokrasi yang lebih besar. Dengan
ke arah ketidakstabilan makroekonomi, dimana demikian, hasil yang diharapkan adalah tercip-
hal ini disebabkan karena desentralisasi fiskal tanya dukungan yang lebih luas kepada Peme-
secara tidak langsung dapat mengurangi dasar rintah Daerah serta dapat memperbaiki stabili-
pajak dan pembelanjaan yang digunakan Peme- tas politik. Apabila manfaat ini ditambah dengan
rintah Pusat dalam melakukan kebijakan stabi- sisi lain, misalnya seperti peningkatan mobilisasi
lisasi melalui kebijakan anggaran. Kedua, imple- sumber-sumber dan pengurangan tekanan atas
mentasi kebijakan desentralisasi yang didesain keuangan pusat, peningkatan akuntabilitas dan
buruk dapat menciptakan insentif Pemerintah peningkatan respon serta tanggung jawab
Daerah untuk membelanjakan dan meminjam pemerintah maka desentralisasi fiskal merupa-
dana secara berlebihan yang dapat mengarah kan suatu yang bermanfaat.
pada ketidakstabilan makroekonomi. Ketiga, Desentralisasi fiskal secara tidak langsung
suatu kebijakan desentralisasi tidak berjalan mempunyai hubungan terhadap pertumbuhan
dengan baik jika diterapkan pada birokrasi ekonomi karena dapat meningkatkan efisiensi
yang korupsi, tidak stabilnya kondisi politik, dalam alokasi sumber daya (Bird and Vaillan-
administrasi, institusi dan kemampuan manaje- court, 2000:8). Hal ini disebabkan (1) Peme-
rial daerah yang tidak memadai (capable). rintah Daerah memiliki keuntungan yang lebih
Keempat, preferensi para pemilih (voters) di baik dibandingkan Pemerintah Pusat dalam
daerah tidak mencerminkan preferensi daerah- memberikan pelayanan dan penyediaan barang-
nya, di mana hal ini seringkali dipengaruhi oleh barang publik yang sesuai dengan preferensi
faktor politik. dan kebutuhan-kebutuhan daerah itu sendiri.
Ada tiga faktor yang harus diperhatikan (2) Menstimulus Pemerintah Daerah untuk
dari desentralisasi fiskal dalam kaitannya dengan lebih kreatif, inovatif dan akuntabilitas terhadap
derajat kemandirian pengambilan keputusan daerahnya dalam upaya merespon kebutuhan
yang dilakukan di daerah (Bird and Vaillan- masyarakat dan upaya meningkatkan kemak-
court, 2000:7). Pertama, desentralisasi fiskal muran di daerah melalui optimalisasi sumber
berarti adanya pelepasan tanggung jawab yang daya yang ada secara efisien dan mengurangi
berada dalam lingkungan Pemerintah Pusat ke pemborosan. Oleh karena itu, Pemerintah
instansi vertikal di daerah. Kedua, delegasi ber- Daerah diharapkan mampu mengembangkan
hubungan dengan suatu situasi, yaitu daerah seluruh potensi yang ada, baik sumber daya
bertindak sebagai perwakilan pemerintah untuk alam maupun sumberdaya manusia untuk
melaksanakan fungsi-fungsi tertentu atas nama meningkatkan kemakmuran bagi masyarakat
Pemerintah Pusat. Ketiga, devolusi (pelimpahan) daerah itu sendiri yang secara tidak langsung
berhubungan dengan situasi yang bukan saja berdampak pada meningkatnya laju pertum-
implementasi tetapi juga kewenangan untuk buhan ekonomi. (3) Adanya kebijakan desen-
memutuskan apa yang perlu dikerjakan, khu- tralisasi akan ditandai dengan penyediaan infra-
susnya yang bertempat di daerah. struktur di daerah yang secara tidak langsung
Desentralisasi fiskal dapat dinilai secara sangat sensitif terhadap kondisi regional atau
jelas, namun hal itu sebagian tergantung pada daerah, dimana lebih efektf dalam mendorong
apakah yang sudah dilakukan lebih bersifat pembangunan ekonomi daripada kebijakan
dekonsentrasi, delegasi atau devolusi dan yang ditetapkan Pemerintah Pusat yang sering-
kebijakan politik yang bersifat dari atas ke kali mengabaikan adanya perbedaan geografis
bawah (top down) atau dari bawah ke atas antardaerah.
(bottom up). Pendekatan desentralisasi fiskal Esensi mengenai hubungan antara pertum-
dari bawah ke atas umumnya selain mene- buhan ekonomi dan desentralisasi fiskal setidak-
kankan nilai ekonomi, juga nilai politik. Oleh nya mempunyai tiga pertimbangan. Pertama,
karena itu, pendekatan tersebut lebih mengan- pertumbuhan dilihat sebagai sesuatu yang

Desentralisasi Fiskal dan Pertumbuhan... (Bayu Kharisma) 105


objektif dari desentralisasi fiskal dan efisiensi yang digunakan pada model tersebut adalah
dalam alokasi sumberdaya dalam sektor publik. total faktor produksi mempunyai bentuk log Ait
Kedua, secara eksplisit bahwa pemerintah = ai + bt yang merupakan fixed effect dari masing-
berusaha untuk mengadopsi berbagai kebijakan- masing provinsi dengan indeks i dan pertum-
kebijakan untuk mendorong ke arah pening- buhan produktivitas Indonesia secara keselu-
katan dalam pendapatan per kapita. Ketiga, ruhan dengan indeks t. Jika fungsi produksi
pertumbuhan per kapita relatif lebih mudah Cobb-Douglas tersebut dibagi dengan tenaga
untuk diukur dan dinterpretasikan dibanding kerja maka dapat diuraikan berikut ini:
indikator-indikator ekonomi lainnya.
Studi ini bertujuan untuk mengetahui pe-
Y L it   A L it  K L it  L L it
 1 
ngaruh desentralisasi fiskal dari sisi peneri- U it 2)
maan dan pengeluaran terhadap pertumbuhan
ekonomi daerah provinsi di tingkat nasional
dengan migas dan tanpa migas serta di Jawa dari persamaan (2) apabila dirubah ke dalam
dan luar Jawa selama periode 1995-2004. log linier maka tingkat output per kapita dapat
diuraikan sebagai berikut:
METODE PENELITIAN
Log Y L it  Log  A L it   Log  K L it  LogU it 3)
Spesifikasi Model
Studi ini membahas pengaruh desentralisasi   
fiskal dari sisi penerimaan dan pengeluaran g it  y  Ait  kit  uit 4)
terhadap pertumbuhan ekonomi. Model yang
digunakan dalam studi ini merujuk pada
model-model yang telah ada dengan berbagai dalam persamaan (4), laju pertumbuhan output
tambahan dari sumber-sumber lainnya serta per kapita tergantung pada dua faktor, antara
beberapa modifikasi (Jin and Heng-fu Zou, lain laju pertumbuhan modal per kapita dan
2005: 1047–1064). Dasar teori yang digunakan tingkat kemajuan teknologi (rate of technological

untuk membahas pengaruh anggaran Peme- progress). Dalam hal ini, A it tidak hanya meng-
rintah Daerah terhadap pertumbuhan ekonomi gambarkan tingkat kemajuan teknologi, namun
daerah adalah mengadopsi production-function juga mencerminkan perbedaan dalam kelim-
based, yaitu fungsi produksi Cobb-Douglas. pahan sumberdaya (resource endownments) dan
Apabila diasumsikan suatu daerah dalam institusi antardaerah dari waktu ke waktu,
memproduksi output (Y) dengan menggunakan seperti halnya di dalam karateristik-karateristik
stok modal (K) dan tenaga kerja (L) maka dapat spesifik lain di suatu wilayah yang tidak bisa
dituliskan berikut: diamati.

Pada studi ini, diasumsikan bahwa A it
Y it  Ait K it L1it U it 1) bergantung pada dua variabel. Variabel pertama
adalah desentralisasi fiskal dari sisi penerimaan
dan pengeluaran, sedangkan variabel kedua
di mana Y adalah Produk Domestik Regional adalah variabel kontrol yang merupakan perbe-
Bruto (PDRB); K adalah stok modal; L adalah daan daerah dalam kelimpahan sumber daya
jumlah tenaga kerja; A adalah tingkat kema- dan institusi antardaerah, antara lain adalah
juan teknologi,  dan 1- adalah elastisitas pertumbuhan penduduk, pajak daerah dan
output terhadap modal dan tenaga kerja dengan keterbukaan daerah (degree of openness). Semen-
nilai 0 <  < 1 dan 0 < 1 -  < 1, i dan t adalah tara itu, proxy untuk modal per kapita menggu-
indeks provinsi dan indeks waktu dan U adalah nakan pembentukan modal tetap domestik
galat. Selain itu, diasumsikan fungsi produksi bruto riil per kapita. Dalam penulisan studi ini,
memiliki pengembalian skala konstan sehingga model diestimasi menggunakan data panel
penjumlahan  dan 1-  adalah satu. Asumsi secara terpisah pada periode 1995-2000 dan

106 Jurnal Ekonomi dan Studi Pembangunan Volume 14, Nomor 2, Oktober 2013: 101-119
2001-2004 yang mempunyai bentuk sebagai (rasio belanja pembangunan terhadap total
berikut: pengeluaran daerah) dari provinsi i pada tahun
t. uit adalah error term.
1) Model Hubungan Desentralisasi Fiskal dari
Sisi Penerimaan dan Pengeluaran Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi: HASIL DAN PEMBAHASAN

Pembahasan dalam studi ini dibagi men-


LnYit  0  1LnDFX it  2 LnDFYit  3 LnINVit  jadi 3 (tiga) bagian, bagian pertama adalah
 4 LnOPEN it   5GPOPit  uit 5) melihat pengaruh desentralisasi fiskal dari sisi
penerimaan dan pengeluaran terhadap per-
tumbuhan ekonomi daerah provinsi di
2) Model Hubungan Pendapatan Asli Daerah Indonesia (di tingkat nasional dengan migas
(PAD) dan Dana Perimbangan Terhadap Per- dan tanpa migas, di Jawa dan di luar Jawa),
tumbuhan Ekonomi: bagian kedua melihat pengaruh pendapatan
asli daerah (PAD) dan Dana Perimbangan
LnYit  0  1LnPADit  2 LnDPERit  3 LnINVit  terhadap pertumbuhan ekonomi. Ketiga adalah
 4 LnOPEN it   5GPOPit  uit 6)
melihat pengaruh belanja rutin dan pemba-
ngunan terhadap pertumbuhan ekonomi. Semua
model menggunakan data panel yang terdiri
3) Model Hubungan Pengeluaran Rutin dan
dari 26 provinsi (provinsi yang mengalami
pemekaran diagregasikan dengan provinsi
LnYit  0  1LnRUTINit  2 LnPEMBit  3 LnINVit 
induknya) yang merupakan data cross section
 4 LnOPENit  5GPOPit   6TAX it  uit 7) dan 10 tahun (1995-2004) data time series
sehingga total obser-vasi data panel adalah 260.
Dalam melakukan pemilihan pendekatan panel
Keterangan: Yit adalah PDRB riil per kapita
data yang paling cocok untuk mengestimasi
dari provinsi i pada tahun t; DFXit adalah
semua model maka dilakukan uji Hausman
Desentralisasi Fiskal dari sisi penerimaan (rasio
(Hausman test). Berdasarkan hasil uji Hausman
total PAD terhadap total PAD dan total
dapat disimpulkan bahwa pendekatan yang
penerimaan dalam negeri) riil per kapita dari
paling cocok dengan karakteristik data adalah
provinsi i pada tahun t; DFYit adalah Desen-
model efek tetap (fixed effect). Hasil pengolahan
tralisasi Fiskal dari sisi pengeluaran (rasio total
data secara ringkas untuk semua model dapat
pengeluaran daerah terhadap total pengeluaran
dilihat pada tabel 1, 2, dan 3 dalam Lampiran.
daerah dan total pengeluaran pusat)1 riil per
kapita dari provinsi i pada tahun t; INVit ada- Analisis Statistik dan Ekonometrik
lah Investasi riil per kapita dari provinsi i pada
tahun t; OPENit adalah keterbukaan daerah Secara umum model data panel yang
(rasio ekspor dan impor daerah terhadap digunakan untuk melihat dampak desentralisasi
PDRB) riil dari provinsi i pada tahun t; GPOPit fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi antar
adalah Pertumbuhan penduduk dari provinsi i provinsi di Indonesia memberikan hasil yang
pada tahun t; PADit adalah Pendapatan Asli baik secara teori ekonomi dan teori keuangan
Daerah (rasio PAD terhadap total penerimaan daerah. Hal ini dapat dilihat dari tanda
daerah) dari provinsi i pada tahun t ; DAPERit koefisisen yang arah dan besarannya berse-
adalah Dana Perimbangan (rasio dana perim- suaian dengan teori ekonomi dan keuangan
bangan terhadap total penerimaan daerah) dari daerah.
provinsi i pada tahun t; RUTINit adalah Belan- Berdasarkan hasil estimasi terhadap semua
ja Rutin (rasio belanja rutin terhadap total model di atas, terlihat bahwa secara umum
pengeluaran daerah) dari provinsi i pada hampir semua variabel signifikan pada tingkat
tahun t; PEMBit adalah Belanja Pembangunan kepercayaan 99%, 95% dan 90%, meskipun
masih ada beberapa variabel yang tidak signifi-
1
tanpa memperhitungkan angsuran pinjaman atau hutang dan kan. Hal ini ditunjukkan dengan nilai t-hitung
bunga

Desentralisasi Fiskal dan Pertumbuhan... (Bayu Kharisma) 107


lebih besar dari nilai t-tabel. Artinya, masing- mengatasi masalah korelasi serial (Gujarati,
masing variabel yang diuji berpengaruh secara 2003:646). Dengan demikian, secara umyum
signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. model yang digunakan sudah memenuhi asumsi
Pengujian tersebut dilakukan dengan memban- BLUE (best linier unbiased estimator) diharapkan
dingkan nilai t-hitung dengan nilai kritis yang bahwa nilai yang dihasilkan dapat menun-
diperoleh dari t-tabel. Apabila nilai t-hitung > t- jukkan nilai yang baik, efisien dan tidak bias
tabel maka hipotesis H0 ditolak. Sebaliknya, jika serta dapat menggambarkan pengaruh yang
nilai t-hitung < t-tabel maka hipotesis H0 diteri- murni dari variabel bebas terhadap variabel
ma. tidak bebas sehingga layak dijadikan sebagai
Sementara itu, hasil estimasi juga menun- dasar analisis.
jukkan bahwa nilai probability F-statistic ( =
0,0000) signifikan pada tingkat kepercayaan Analisis Ekonomi
99%. Hal ini berarti bahwa secara bersama-
sama variabel bebas pada semua model terse- 1) Desentralisasi Fiskal Sisi Penerimaan dan
but berpengaruh signifikan terhadap variabel Pengeluaran.
tidak bebas pada tingkat kepercayaan 99%. Desentralisasi fiskal dari sisi penerimaan
Selanjutnya pada tahap akhir uji statistik adalah dan pengeluaran sebelum pelaksanaan desen-
melihat nilai adjusted R2. Hasil estimasi yang tralisasi tahun 1995-2000, berpengaruh negatif
telah dilakukan diperoleh bahwa nilai adjusted terhadap pertumbuhan ekonomi daerah, namun
R2 semua model adalah 0.999. Hal ini menun- pengaruh dari sisi pengeluaran lebih berpe-
jukkan bahwa 99,9% variasi dalam variabel tidak ngaruh besar dibandingkan sisi penerimaan
bebas mampu dijelaskan oleh variasi semua dalam mendorong pertumbuhan ekonomi
variabel bebas yang terdapat dalam model, daerah, baik di tingkat nasional dengan migas
sedangkan sisanya sebesar 0,001% dijelaskan dan tanpa migas, di Jawa maupun di luar Jawa.
oleh faktor-faktor lainnya yang tidak dima- Berdasarkan hasil estimasi, menunjukkan bahwa
sukkan ke dalam model. pengaruh desentralisasi fiskal dari sisi peneri-
Pada pengujian multikolinier, berdasarkan maan dan pengeluaran terhadap pertumbuhan
hasil estimasi tidak terdapat multikolinearitas ekonomi daerah berpengaruh negatif. Artinya,
antara variabel di dalam model. Hal ini diper- Pemerintah Daerah belum mampu mendorong
lihatkan dengan uji correlation matrix yang pertumbuhan ekonomi dengan mengandalkan
menunjukkan tidak ada gejala multicolinearity dan memobilisasi anggaran penerimaan dan
dalam model, karena semua nilai korelasi pengeluaran daerah yang ada. Hal ini dikare-
masing-masing variabel di bawah 80%. Artinya, nakan besarnya peran atau dominasi Pemerin-
tidak ada hubungan antara variabel bebas tah Pusat dalam menjalankan sistem pemerinta-
dalam model. Dengan demikian diharapkan han, termasuk dalam mengatur dan mengen-
masing-masing riabel bebas dapat memberikan dalikan anggaran Pemerintah Daerah, baik dari
pengaruh yang murni terhadap variabel tidak sisi penerimaan maupun pengeluaran. Pola
bebas. pendekatan sentralistik dan seragam (uniform)
Pada studi ini, gejala heteroskedastis sudah yang dikembangkan Pemerintah Pusat sejak
diperbaiki secara langsung dengan melakukan orde baru telah menurunkan atau bahkan
koreksi standard error (white heteroskedasticity- meniadakan inisiatif dan kreativitas daerah,
consistent standard errors & covariance), sehingga dimana Pemerintah Daerah kurang diberikan
diharapkan tidak ada korelasi antara error keleluasaan (local discreation) untuk menentukan
dengan variabel bebas dalam model serta kebijakan daerahnya sendiri, termasuk rendah-
perilaku error term tidak memiliki pola yang nya wewenang dan tugas dalam membiayai
sistematis. Dengan mengacu pada nilai Durbin- pengeluaran daerahnya, di mana belanja
Watson, semua model secara umum tidak ter- daerah hampir sepenuhnya ditentukan oleh
dapat indikasi adanya korelasi serial (Autocor- Pemerintah Pusat. Selain itu, masih terbatasnya
relation), di mana nilai DW dalam semua per- kewenangan dalam memanfaatkan dan memu-
samaan di atas mendekati nilai 2. Selain itu, ngut pendapatan daerahnya sendiri, khususnya
dalam metode fixed effect diasumsikan dapat dari pajak dan retribusi. Hal ini berimplikasi

108 Jurnal Ekonomi dan Studi Pembangunan Volume 14, Nomor 2, Oktober 2013: 101-119
pada masih rendahnya peran anggaran Peme- sanaan desentralisasi 2001-2004, baik di tingkat
rintah Daerah dari sisi penerimaan dan penge- nasional dengan migas dan tanpa migas, di
luaran dalam mendorong pertumbuhan ekonomi Jawa maupun di luar Jawa terkait dengan
daerah. Dengan demikian, peran anggaran masalah penggalian sumber-sumber penerimaan
Pemerintah Pusat dari sisi penerimaan dan daerah, antara lain dari pajak dan retribusi
pengeluaran lebih efisien dan efektif diban- daerah yang merupakan salah satu sumber
dingkan Daerah dalam mendorong pertum- penerimaan pendapatan asli daerah masih
buhan ekonomi daerah. belum mampu memberikan kontribusi yang
Memasuki era desentralisasi selama kurun signifikan terhadap penerimaan daerah secara
waktu 2001-2004, pengaruh desentralisasi fiskal keseluruhan sehingga pada akhirnya tidak
dari sisi penerimaan dan pengeluaran terhadap mampu mendorong pertumbuhan ekononomi
pertumbuhan ekonomi mengalami peningkatan daerah.
yang cukup signifikan dibandingkan sebelum Tidak signifikannya peran pendapatan
era desentralisasi. Adanya peningkatan desen- daerah dalam anggaran pemerintah daerah
tralisasi fiskal, baik dari sisi penerimaan mau- tidak lepas dari sistem pajak di Indonesia yang
pun pengeluaran disebabkan karena adanya masih memberikan kewenangan penuh terha-
kenaikan anggaran pemerintah daerah sejak dap Pemerintah Pusat untuk mengumpukan
pemberlakukan era desentralisasi. Hal ini pajak-pajak yang potensial, seperti: pajak peng-
sesuai dengan UU No. 22 dan 25 Tahun 1999 hasilan, pajak pertambahan nilai dan bea
serta UU No. 32 dan 33 Tahun 2004 yang masuk. Kenyataan yang terjadi selama ini
menyatakan bahwa perimbangan keuangan distribusi kewenangan perpajakan antara
Pusat dan Daerah dalam rangka pelaksanaan daerah dan pusat sangat timpang, yaitu jumlah
desentralisasi fiskal, Pemerintah Daerah diberi- penerimaan pajak yang dipungut oleh daerah
kan kewenangan untuk memanfaatkan sumber hanya 3,39% dari total penerimaan pajak (pajak
keuangan sendiri dan didukung dengan perim- pusat dan pajak daerah) (Sidik, 2002:8) Ketim-
bangan keuangan antara Pusat dan Daerah. pangan dalam penguasaaan sumber-sumber
Oleh karena itu, sejak pelaksanaan era desen- penerimaan pajak tersebut memberikan petun-
tralisasi peran anggaran Pemerintah Daerah juk bahwa perimbangan keuangan antara
mengalami peningkatan yang cukup signifikan Pemerintah Pusat dan Daerah di Indonesia,
dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dae- khususnya dari sisi penerimaan sangat dikuasai
rah, terutama dari sisi pengeluaran. atau didominasi oleh Pemerintah Pusat. Hal ini
Pengaruh desentralisasi fiskal dalam men- berdampak pada masih rendahnya peran ang-
dorong pertumbuhan ekonomi jauh lebih besar garan Pemerintah Daerah dalam mendorong
melalui sisi pengeluaran dibandingkan sisi pertumbuhan ekonomi melalui sisi penerimaan.
penerimaan daerah. Hal ini disebabkan karena Berdasarkan hasil estimasi, diperoleh
sejak memasuki pelaksanaan era desentralisasi, bahwa desentralisasi fiskal dari sisi penerimaan
segala sesuatu yang berkaitan dengan urusan dan pengeluaran lebih berpengaruh besar di
dan tanggung jawab dalam penyediaan pela- tingkat nasional tanpa migas (PDRB perkapita
yanan publik dari pusat kewenangannya sudah tanpa migas) dibandingkan dengan migas
dilimpahkan ke daerah. Dengan demikian, (PDRB perkapita total termasuk migas). Hal
kondisi ini dapat mengakibatkan peningkatan tersebut tercermin dari koefisien elastisitas
alokasi dana belanja daerah yang jauh lebih desentralisasi fiskal dari sisi penerimaan dan
besar, baik pengeluaran rutin maupun pemba- pengeluaran pada estimasi dengan PDRB per
ngunan. Dengan demikian, adanya peningkat- kapita tanpa migas yang lebih berperan dalam
an alokasi dana belanja daerah yang lebih besar mendorong pertumbuhan ekonomi diban-
berdampak positif terhadap peran Pemerintah dingkan dengan estimasi menggunakan PDRB
Daerah mendorong pertumbuhan ekonomi dae- perkapita dengan migas. Hal ini mengindikasi-
rah melalui sisi pengeluaran. kan bahwa desentralisasi fiskal dari sisi peneri-
Sementara itu, adanya pengaruh negatif maan dan pengeluaran yang berkaitan dengan
desentralisasi fiskal dari sisi penerimaan minyak dan gas (migas) tidak banyak membe-
terhadap pertumbuhan ekonomi selama pelak- rikan kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi

Desentralisasi Fiskal dan Pertumbuhan... (Bayu Kharisma) 109


daerah. Dalam hal ini adanya ketidakadilan 2) Pendapatan Asli Daerah dan Dana Perim-
dalam hal kesejahteraan masyarakat yang bangan
merupakan dampak hasil dari kebijakan peme-
Sebelum pelaksanaan era desentralisasi
rataan pembangunan antardaerah yang dijalan-
selama kurun waktu 1995-2000, pengaruh ang-
kan pemerintah orde baru, terutama melalui
garan Pemerintah Daerah dari sisi dana
instrumen fiskal (fiscal policy) seperti transfer
perimbangan lebih berperan besar dibandingkan
dari pusat, transfer antardaerah dan kebijakan
pendapatan asli daerah (PAD) terhadap
lain terutama melalui berbagai skema Inpres, di
pertumbuhan ekonomi daerah, baik di tingkat
mana kebijakan ini pada dasarnya dilakukan
nasional dengan migas dan tanpa migas, di
melalui sentralisasi keuangan (Unsfir, 2001).
Jawa maupun di luar Jawa. Adanya pengaruh
Pemerintah pusat langsung menarik ke pusat
dana perimbangan yang jauh lebih besar
sebagian besar penerimaan pajak dan pene-
dibandingkan pendapatan asli daerah (PAD)
rimaan sumber daya alam khususnya surplus
dalam mendorong pertumbuhan ekonomi
dari minyak, gas dan hasil tambang yang hanya
disebabkan karena Pemerintah Daerah kurang
terkonsentrasi di beberapa provinsi kaya terse-
diberikan kewenangan untuk memanfaatkan
but, sehingga pada akhirnya tidak ada hubung-
dan memungut pendapatan daerahnya sendiri
an yang kuat antara besarnya produksi migas
serta sangat bergantung pada dana perimbangan
di suatu provinsi dengan tingkat kesejahteraan
dari Pusat. Oleh karena itu, kemampuan daerah
masyarakatnya. Hal ini terlihat bahwa kesejah-
dalam membiayai pengeluaran daerahnya
teraan masyarakat di daerah yang kaya sama
masih rendah sehingga pengaruh anggaran
atau bahkan lebih rendah dari masyarakat
Pemerintah Daerah dalam mendorong pertum-
Indonesia pada umumnya.
buhan ekonomi daerah melalui dana perim-
Untuk melihat peran anggaran Pemerintah
bangan jauh lebih besar dibandingkan penda-
Daerah dari sisi penerimaan dan pengeluaran
patan asli daerah (PAD).
sebelum dan era desentralisasi selama 1995-
2004 dapat dilihat pada Gambar 1. Sementara itu, sejak era desentralisasi
2001-2004, pengaruh anggaran Pemerintah Dae-
rah terhadap pertumbuhan ekonomi melalui
2.5 pendapatan asli daerah (PAD) mengalami
2
peningkatan dibandingkan sebelum era desen-
tralisasi. Sementara itu, pengaruh anggaran
1.5

b Pemerintah Daerah terhadap pertumbuhan


1
ekonomi melalui dana perimbangan mengalami
0.5
a penurunan. Adanya penurunan peran dana
0
perimbangan dalam mendorong pertumbuhan
1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004
ekonomi daerah sejak pelaksanaan desentrali-
a Sisi Penerimaan (%) b Sisi Pengeluaran (%) sasi disebabkan paling tidak oleh dua hal. Per-
tama, masih besarnya porsi belanja rutin. Sejak
Gambar 1. Desentralisasi Fiskal dari Sisi penerimaan
dan Pengeluaran, Sebelum dan pada era
desentralisasi, belanja untuk gaji pegawai
desentralisasi 1995-2004 meningkat cukup besar, termasuk gaji anggota
DPRD. Sidik, et.al. (2002) menunjukkan bahwa
perilaku rent seeking di daerah meningkatkan
Pada gambar 1 menunjukkan bahwa peran
biaya dalam mengorganisasikan rent based
anggaran Pemerintah daerah dari sisi penge-
transfer pada tingkat pemerintahan kabupatan/
luaran jauh lebih besar dibandingkan sisi pene-
kota untuk memperkuat struktur kekuatan elit
rimaan. Hal ini mengindikasikan bahwa sisi
politik di daerah, sehingga sebagian besar dana
pengeluaran di Indonesia pada dasarnya sudah
perimbangan yang mengalir ke daerah hanya
mengarah ke arah desentralistik, khususnya
dinikmati oleh elit di daerah tersebut. Kedua,
sejak pelaksanaan desentralisasi tahun 2001,
ada beberapa syarat kecukupan (sufficient condi-
namun sisi penerimaan di Indonesia relatif
tions) yang belum dipenuhi oleh daerah, antara
masih sentralistik, baik sebelum maupun sesu-
lain yang terkait dengan bagaimana proses
dah era desentralisasi.

110 Jurnal Ekonomi dan Studi Pembangunan Volume 14, Nomor 2, Oktober 2013: 101-119
perencanaan pembangunan yang dilakukan kan dampak negatif terhadap pertumbuhan
oleh daerah selama era desentralisasi ini. Apa- ekonomi (Lewis and Chakery, 2004a:2). Keenam,
bila dana perimbangan yang mengalir ke dae- proyeksi penerimaan daerah pada umumnya
rah tidak dibarengi oleh proses perencanaan hanya didasarkan pada pengalaman penerima-
yang baik dengan prinsip partisipatif dari an tahun sebelumnya sehingga usaha untuk
masyarakat dan tidak diimbangi oleh kemam- menggali potensi pendapatan asli daerah belum
puan pemerintah daerah dalam mengelola keu- banyak dilakukan oleh daerah (Lewis and
angan secara transparan dan akuntabel maka Chakery, 2004b:2). Ketujuh, selama awal pelak-
dana yang besar tersebut tidak akan mempu- sanaan desentralisasi, pendapatan asli daerah
nyai dampak yang cukup berarti bagi per- dalam membiayai kebutuhan pengeluaran dae-
ekonomian daerah tersebut karena hanya dinik- rah sangat kecil dan bervariasi antardaerah
mati oleh beberapa orang saja. yaitu kurang dari 10% hingga 50%, di mana
Sejak pelaksanaan desentralisasi selama sebagian besar daerah provinsi hanya dapat
kurun waktu 2001-2004, peran anggaran Peme- membiayai kebutuhan pengeluarannya kurang
rintah Daerah dalam mendorong pertumbuhan dari 10%. Demikian pula, distribusi pajak antar
ekonomi melalui pendapatan asli daerah (PAD) daerah juga sangat timpang karena basis pajak
jauh lebih kecil dibandingkan dana perimbangan. antardaerah sangat bervariasi (ratio PAD ter-
Hal ini disebabkan antara lain ; Pertama, relatif tinggi dengan terendah mencapai 600). Terakhir,
masih rendahnya basis pajak dan retribusi peranan pajak dan retribusi dalam pembiayaan
daerah dalam upaya meningkatkan penerimaan daerah sangat bervariasi akibat adanya perbe-
daerah. Rendahnya basis pajak dan retribusi ini daan yang sangat besar dalam jumlah pendu-
bagi daerah yang secara tidak langsung mem- duk, keadaan geografis (berdampak pada biaya
perkecil peranan pendapatan asli daerah dalam yang relatif mahal), dan kemampuan masya-
mendorong pertumbuhan ekonomi daerah. rakat, sehingga mengakibatkan biaya penyedia-
Kedua, masih adanya ketergantungan yang an pelayanan kepada masyarakat sangat berva-
tinggi terhadap dana perimbangan dari Peme- riasi.
rintah Pusat yang berimplikasi ketidakmauan Selain itu, pengaruh anggaran Pemerintah
Daerah dalam menggali potensi pendapatan Daerah terhadap pertumbuhan daerah melalui
asli daerahnya sehingga berdampak pada dana perimbangan jauh lebih besar diban-
rendahnya penerimaan daerah dari pendapatan dingkan melalui pendapatan asli daerah (PAD).
asli daerah. Ketiga, Kemampuan administrasi Hal ini disebabkan karena pelaksanaan desent-
pemungutan di daerah cenderung masih rendah. sralisasi dirasakan masih relatif baru sehingga
Hal ini mengakibatkan bahwa pemungutan masih banyak daerah yang belum siap dalam
pajak cenderung dibiayai oleh biaya pungutan melaksanakannya. Selain itu, masih banyak
yang besar.2 Keempat, selama kurun waktu beberapa daerah yang memiliki potensi dan
pelaksanaan desentralisasi, beberapa provinsi, kapasitas serta sumber penerimaan terbatas
kabupaten dan kota di Indonesia mengalami namun dihadapkan pada pembiayaan belanja
pemekaran, misalnya provinsi Bangka Belitung, daerah yang cukup besar. Oleh karena itu,
Maluku Utara, Gorontalo dan Banten. Hal ini upaya untuk menghindari kemungkinan penu-
secara tidak langsung berdampak terhadap runan kemampuan daerah dalam membiayai
penurunan pendapatan asli daerah (PAD), khu- beban pengeluaran, mengurangi ketimpangan
susnya bagi daerah induknya yang mengalami vertikal maupun horizontal serta untuk
pemekaran tersebut (Rosalina, 2006:41). Kelima, menambah pendapatan daerah maka peranan
banyaknya pemungutan dan penciptaan pajak dana perimbangan (terutama dari DAU) dalam
dan retribusi baru yang berlebihan selama mendorong pertumbuhan ekonomi jauh lebih
pelaksanaan era desentralisasi serta munculnya besar dibandingkan melalui PAD.
berbagai pungutan daerah yang masuk dalam Pada komposisi penerimaan daerah, pen-
kategori perda bermasalah sehinnga menimbul- dapatan asli daerah (PAD) lebih kuat penga-
ruhnya dibandingkan dana perimbangan di
2
Laporan Studi Dampak Krisis Ekonomi Terhadap Keuangan tingkat nasional tanpa migas dibandingkan
Daerah di Indonesia. LPEM Univesitas Indonesia bekerja-
sama dengan Clean Urban Project, RTI, Jakarta 1999. nasional dengan migas. Hal ini mengindikasi-

Desentralisasi Fiskal dan Pertumbuhan... (Bayu Kharisma) 111


kan bahwa tidak ada hubungan yang kuat anta- dibandingkan belanja rutin, baik sebelum
ra tingginya produksi migas di suatu provinsi desentralisasi maupun sesudah pelaksanaan
dengan besarnya penerimaan di daerah terse- desentralisasi. Adanya pengaruh negatif belanja
but. Selain itu, dari estimasi terhadap PDRB rutin terhadap pertumbuhan ekonomi daerah
perkapita nonmigas didapatkan bahwa provinsi dikarenakan alokasi belanja tersebut cenderung
bukan penghasil migas memiliki ketergantungan relatif tidak produktif dibandingkan belanja
yang relatif rendah terhadap dana perim- pembangunan pembangunan dalam mendorong
bangan, sedangkan daerah penghasil minyak kegiatan perekonomian daerah. Misalnya,
dan gas justru sangat bergantung terhadap alokasi dana untuk belanja pegawai, biaya
dana perimbangan dari pemerintah pusat. perjalanan dinas dan pemeliharaan barang.
Sementara itu, pengaruh pendapatan asli Sementara itu, adanya pengaruh positif belanja
daerah (PAD) di Jawa dalam mendorong per- pembangunan terhadap pertumbuhan ekonomi
tumbuhan ekonomi jauh lebih besar dibanding- daerah antara lain karena alokasi anggaran
kan di luar Jawa. Hal ini disebabkan karena pembangunan lebih diprioritaskan pada sektor-
pusat perekonomian masih terpusat di Jawa sektor yang produktif, misalnya di bidang eko-
sehingga potensi dan kapasitas serta sumber nomi yaitu transportasi, perdagangan, pengem-
penerimaan, khususnya dari pajak daerah dan bangan usaha daerah, keuangan dan koperasi,
retribusi relatif jauh lebih besar dibandingkan pertanian dan kehutanan serta pertambangan
di luar Jawa. Sementara itu, peran anggaran dan energi, sedangkan di luar bidang ekonomi,
Pemerintah Daerah di luar Jawa dalam mendo- alokasi belanja pembangunan lebih dititikberat-
rong pertumbuhan ekonomi melalui dana kan pada sektor-sektor penyediaan fasilitas-
perimbangan jauh lebih besar dibandingkan di fasilitas pelayanan dasar di bidang kesejahte-
Jawa. Hal ini dikarenakan masih adanya raan sosial, kesehatan, pendidikan, perumahan
daerah-daerah di luar Jawa yang memiliki dan permukiman serta jasa pelayanan umum.
potensi dan kapasitas serta sumber penerimaan Dengan demikian, peran anggaran Pemerintah
yang relatif masih rendah dibandingkan di Daerah terhadap pertumbuhan ekonomi daerah
Jawa. Oleh karena itu, upaya untuk menghin- dari sisi belanja pembangunan jauh lebih besar
dari kemungkinan penurunan kemampuan dibandingkan rutin.
daerah dalam membiayai beban pengeluaran Melihat dari perbandingan komposisi belanja
maka sangat bergantung pada dana perimbang- daerah, belanja pembangunan relatif lebih kuat
an. Dengan demikian, pengaruh PAD di luar pengaruhnya di tingkat nasional dengan migas
Jawa dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dibandingkan nasional tanpa migas. Selain itu,
melalui dana perimbangan jauh lebih besar setelah memasuki era desentralisasi peran
dibandingkan di Jawa. Pemerintah Daerah di luar Jawa dalam meng-
alokasikan belanja pembangunannya jauh lebih
3) Belanja Rutin dan Pembangunan besar dibandingkan di Jawa, sehingga dampak
Sebelum pelaksanaan desentralisasi 1995- yang terjadi adalah peran anggaran Pemerintah
2000, pengaruh belanja pembangunan lebih ber- Daerah dalam mendorong pertumbuhan eko-
peran besar dibandingkan rutin dalam mendo- nomi melalui sisi belanja pembangunan jauh
rong pertumbuhan ekonomi daerah, baik di lebih besar dibandingkan di Jawa. Sementara
tingkat nasional dengan migas dan tanpa itu, sebaliknya justru Pemerintah Daerah di
migas, di Jawa maupun di luar Jawa. Memasuki Jawa sejak pelaksanaan desentralisasi lebih ba-
era desentralisasi selama kurun waktu 2001- nyak mengalokasikan belanjanya pada belanja
2004, belanja rutin maupun pembangunan rutin dibandingkan di luar Jawa, terutama
mengalami peningkatan cukup signifikan untuk alokasi pengeluaran pegawai yaitu pem-
dalam mendorong pertumbuhan ekonomi bayaran upah/gaji. Hal ini dikarenakan selama
daerah. pelaksanaan desentralisasi, di Jawa ditandai
Berdasarkan hasil estimasi, menunjukkan adanya pengalihan pegawai yang disertai pula
bahwa belanja pembangunan jauh lebih besar dengan alih status pegawai pusat menjadi
dalam mendorong pertumbuhan ekonomi pegawai daerah maupun pengalihan status
pegawai daerah menjadi pegawai di daerah lain

112 Jurnal Ekonomi dan Studi Pembangunan Volume 14, Nomor 2, Oktober 2013: 101-119
karena adanya pemekaran wilayah provinsi, tenaga kerja dari luar pulau Jawa menuju Jawa.
kabupaten dan kota yang terjadi di Jawa. Oleh Kondisi ini merupakan implikasi langsung dari
karena itu, pengaruh anggaran Pemerintah adanya konsentrasi industri di Jawa yang dito-
Daerah di Jawa terhadap pertumbuhan eko- pang oleh ketersediaan infrastruktur pelabuhan
nomi melalui belanja rutin berpengaruh negatif dan keberadaan sumberdaya manusia (SDM)
cukup besar dibandingkan di luar Jawa. yang relatif lebih baik daripada di luar Jawa
serta tingginya aliran barang ke Jawa juga
4) Keterbukaan Daerah dipengaruhi oleh besarnya jumlah penduduk di
Keterbukaan dalam hal ini merupakan Jawa. Selain itu, terkait dengan banyaknya
penjumlahan dari ekspor dan impor terhadap pungutan-pungutan menjelang pelaksanaan
Pendapatan Produk Domestik Bruto. Keterbu- desentralisasi, khususnya yang terjadi di luar
kaan daerah dalam semua model berpengaruh Jawa. Misalnya, masalah jembatan timbang di
positif terhadap pertumbuhan ekonomi pada Sulawesi Selatan. Setelah UU No 18/1997
tingkat kepercayaan 90%, 95% dan 99%, diberlakukan, seluruh jembatan timbang di
sedangkan hanya beberapa sebagian kecil Indonesia dihapuskan. Namun beberapa waktu
dalam persamaan tidak mengalami signifikan. setelah tuntutan otonomi daerah marak di awal
Secara umum menunjukkan bahwa setelah 1999, praktek jembatan timbang di beberapa
pelaksanaan desentralisasi peran keterbukaan daerah seperti Sulawesi Selatan mulai berjalan
daerah mengalami penurunan dalam mendo- kembali. Tujuan dari jembatan timbang ini
rong pertumbuhan ekonomi daerah. Hal adalah untuk menjaga jalan dari kerusakan
disebabkan antara lain; Pertama, apabila Peme- akibat truk-truk yang kelebihan muatan. Namun
rintah Daerah lebih memberi perhatian pada dalam prakteknya, ini menjadi ajang korupsi
upaya meningkatkan penerimaan terutama dan kolusi dari petugas, polisi, dan sopir truk
dengan melakukan ekstensifikasi pajak dan atau pun pengusaha. Hal Ini secara tidak
retribusi maka beban pungutan yang akan langsung menambah biaya terutama barang
dialami oleh pelaku usaha akan semakin besar pertanian yang didistribusikan (Simanjuntak,
dan distorsi yang ditimbulkan terhadap perda- 2001:9-10). Dengan demikian, adanya penam-
gangan sehingga dapat berdampak buruk pada bahan biaya tersebut dapat menimbulkan
pertumbuhan ekonomi daerah. Kedua, adanya ekonomi biaya tinggi (high cost economy) yang
penambahan jenis pajak dan retribusi akan pada akhirnya justru dapat berpengaruh nega-
memberi peluang pada semakin banyaknya tif terhadap pertumbuhan ekonomi.
bentuk-bentuk pungutan yang menimbulkan
5) Investasi Daerah
semakin beratnya beban pengeluaran pelaku
usaha akibat meningkatnya biaya transaksi. Investasi daerah sebelum era desentralisasi
Bagi daerah, hal ini akan menimbulkan high cost 1995-2000 berpengaruh positif pada tingkat
economy yang merugikan bagi kegiatan eko- kepercayaan 90%, 95% dan 99% terhadap
nomi, termasuk terhadap perdagangan daerah pertumbuhan ekonomi. Sejak era desentralisasi
yang pada akhirnya berdampak buruk pada 2001-2004, pengaruh investasi daerah terhadap
pertumbuhan ekonomi daerah. Di samping itu, pertumbuhan ekonomi mengalami penurunan,
dampak krisis ekonomi yang belum sepenuh- baik di tingkat nasional dengan migas dan
nya pulih yang berdampak menurunnya peran tanpa migas, di Jawa maupun di luar Jawa.
keterbukaan daerah dalam mendorong pertum- Adanya penurunan pengaruh investasi
buhan ekonomi. terhadap pertumbuhan ekonomi daerah pada
Berdasarkan hasil estimasi, menunjukkan saat pelaksanaan desentralisasi, disebabkan an-
bahwa setelah pelaksanaan desentralisasi peran tara lain (Tambunan, 2001:11): Pertama, kurang
keterbukaan daerah dalam mendorong pertum- memadainya kewenangan pemberian ijin yang
buhan ekonomi jauh lebih besar terjadi di Jawa dilimpahkan Pemerintah Pusat kepada Peme-
dibandingkan di luar Jawa. Hal ini disebabkan rintah Daerah. Misalnya Pemerintah Pusat
karena dalam pola perdagangan antar pulau masih mempunyai kewenangan untuk menge-
tampak adanya konsentrasi aliran barang dan luarkan ijin investasi kendati beberapa Peme-

Desentralisasi Fiskal dan Pertumbuhan... (Bayu Kharisma) 113


rintah Daerah ingin sekali menarik investor, Memasuki pelaksanaan era desentralisasi
namun kurangnya kewenangan mereka dalam selama kurun waktu 2001-2004, pertumbuhan
hal pemberian ijin dapat berdampak buruk penduduk mengalami peningkatan cukup sig-
pada investasi daerah yang akhirnya berimpli- nifikan. Hal ini akan semakin berdampak buruk
kasi pada rendahnya pengaruh investasi daerah terhadap pertumbuhan ekonomi. Adanya kena-
terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Kedua, ikan jumlah penduduk sejak era desentralisasi
Pemerintah Daerah cenderung menciptakan disebabkan antara lain adanya pemekaran-
pungutan-pungutan daerah dengan tujuan pemekaran yang terjadi di provinsi, kabupaten
meningkatkan penerimaan daerah yang justru dan kota sejak pelaksanaan desentralisasi. Hal
dapat menimbulkan ekonomi biaya tinggi se- ini secara tidak langsung memicu adanya
hingga berdampak terganggunya aliran inves- pertumbuhan penduduk yang semakin tinggi.
tasi yang masuk ke daerah tersebut, padahal Selain itu, sejak pelaksanaan era desentralisasi
peranan investasi daerah, khususnya investasi ditandai dengan adanya peningkatan arus
swasta memiliki peranan strategis sebagai urbanisasi yang cukup tinggi, terutama di Jawa
pemacu utama pertumbuhan ekonomi daerah. yang umumnya merupakan daerah perkotaan
Ketiga, tingginya biaya perijinan dengan tujuan (Lewis, 2004:13). Dengan demikian, dengan
meningkatkan penerimaan daerah yang justru semakin besarnya jumlah penduduk maka akan
dapat menghambat investasi sehingga berdam- berdampak pada penurunan tingkat pendapat-
pak pada pertumbuhan ekonomi daerah. Hasil an per kapita.
survei LPEM FEUI pada 2004 menunjukkan
adanya biaya tambahan dalam ijin pendirian 7) Pajak Daerah
usaha baru. Rata-rata biaya yang dikeluarkan Sebelum pelaksanaan era desentralisasi
adalah berkisar 8,38 persen dari modal awal. selama kurun waktu 1995-2000, pajak daerah
Secara keseluruhan biaya tambahan perijinan berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan
terhadap modal awal di luar Jawa lebih tinggi ekonomi, baik di tingkat nasional dengan migas
dibandingkan dengan Jawa (7,88 persen versus dan tanpa migas, di Jawa maupun di luar Jawa.
9,58 persen). Berdasarkan hasil survei tersebut Adanya pengaruh negatif peran Pemerintah
tidak dapat ditangkap biaya perijinan yang Daerah dalam mendorong pertumbuhan eko-
harus dikeluarkan oleh investor bila ingin nomi melalui pajak daerah berkaitan dengan
membuka usaha baru di daerah.3 Hal ini karena masalah pengaturan kewenangan pengenaan
banyaknya variasi ketentuan perijinan serta pemungutan pajak daerah yang dilakukan
biayanya. Selain itu, dampak krisis ekonomi sebelum era desentralisasi, di mana kurang
nasional yang masih berpengaruh buruk terha- memberikan peluang kepada daerah untuk
dap kondisi investasi daerah sehingga berimpli- mengadakan pungutan terhadap pajak, se-
kasi pada rendahnya peran investasi daerah hingga kemampuan Pemerintah Daerah dalam
dalam mendorong pertumbuhan ekonomi mengumpulkan dananya lewat pajak (tax effort)
daerah. cukup rendah. Selain itu, pengaturan perda
tentang pajak daerah dan retribusi daerah
6) Pertumbuhan Penduduk
harus mendapat pengesahan dari pusat (Sidik,
Sebelum memasuki era desentralisasi 1995- 2002a:4). Hal ini secara tidak langsung dapat
2000, pertumbuhan penduduk pada semua berdampak pada rendahnya peran penerimaan
model berpengaruh negatif terhadap pertum- daerah dari pajak daerah dalam membiayai
buhan ekonomi daerah. Hal ini sesuai dengan pembangunan daerahnya sehingga pada akhir-
teori yang menyatakan bahwa apabila pereko- nya berimplikasi negatif terhadap pertumbuh-
nomian ditandai dengan tingkat pertumbuhan an ekonomi. Selain itu, adanya dampak krisis
penduduk lebih tinggi maka akan memiliki ekonomi nasional yang belum sepenuhnya
tingkat modal per pekerja yang rendah dan pulih sehingga berdampak pada masih
karena itu akan berdampak pada penurunan rendahnya penerimaan dari pajak dalam
tingkat pendapatan per kapita. mendorong pertumbuhan ekonomi daerah.
Sebelum pelaksanaan desentralisasi, ditan-
3
Studi LPEM-FEUI, Cost of Doing Business, 2004.

114 Jurnal Ekonomi dan Studi Pembangunan Volume 14, Nomor 2, Oktober 2013: 101-119
dai masih banyaknya jumlah pungutan pajak daerahnya melalui pengeluaran daerah yang
dan retribusi daerah yang berlebihan, Misalnya, dibiayai dari pajak daerah lebih rendah
sebelum UU No. 18 tahun 1997 disahkan, UU dibandingkan di luar Jawa.
yang berlaku saat itu adalah UU No 11 Drt
tahun 1957, untuk jenis pajak provinsi terdapat SIMPULAN
sebanyak 5 buah dan pajak kabupaten/kota
sebanyak tidak kurang dari 20 jenis. Karena UU Hasil studi mengenai pengaruh peran
ini memberi kewenangan kepada daerah untuk Pemerintah Daerah dalam mendorong pertum-
“menggali dan mengembangkan jenis-jenis buhan ekonomi di era desentralisasi dapat
pajak baru” maka dalam prakteknya jumlah disimpulkan sebagai berikut:
pajak daerah yang ada jauh lebih banyak dari Pertama, berdasarkan hasil studi menunjukkan
itu, yakni sekitar 40 jenis (Sidik, 2002:4). Oleh bahwa sebelum pelaksanaan desentralisasi sela-
karena itu, dengan adanya pungutan-pungutan ma periode 1995-2000, peran anggaran Peme-
pajak yang berlebihan dapat berpengaruh nega- rintah Daerah dari sisi penerimaan dan penge-
tif terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. luaran terhadap pertumbuhan ekonomi berpe-
Memasuki pelaksanaan era desentralisasi ngaruh negatif, baik di tingkat nasional, di Jawa
2001-2004, peran pajak daerah dalam mendo- maupun luar Jawa. Dalam hal ini, Pemerintah
rong pertumbuhan ekonomi mengalami pening- Daerah belum mampu mendorong pertumbuh-
katan. Adanya peningkatan peran pajak daerah an ekonomi dengan mengandalkan dan memo-
dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dae- bilisasi anggaran penerimaan dan pengeluaran
rah selama era desentralisasi merupakan konse- daerah yang ada. Hal ini disebabkan karena
kuensi logis adanya tuntutan untuk mereali- besarnya peran atau dominasi Pemerintah
sasikan secara konsisten pelaksanaan desen- Pusat dalam menjalankan sistem pemerintahan,
tralisasi. Selain itu, setiap daerah dapat memo- termasuk dalam mengatur dan mengendalikan
bilisasi penerimaannya sendiri antara lain anggaran Pemerintah Daerah, baik dari sisi
melalui pajak daerah dan retribusi daerah penerimaan maupun pengeluaran.
untuk membiayai penyelenggaraan pemerin- Kedua, memasuki era desentralisasi selama
tahan dan pengeluaran daerah yang sudah kurun waktu 2001-2004, pengaruh anggaran
menjadi kewajibannya. peran Pemerintah Daerah dalam mendorong
Berdasarkan hasil estimasi, menunjukkan pertumbuhan ekonomi, baik melalui sisi peneri-
bahwa selama era desentralisasi pengaruh pajak maan maupun pengeluaran mengalami pening-
daerah di luar Jawa sangat berpengaruh negatif katan dibandingkan sebelum era desentralisasi.
terhadap pertumbuhan ekonomi dibandingkan Namun peran tersebut jauh lebih besar melalui
di Jawa. Hal ini disebabkan pungutan pajak sisi pengeluaran dibandingkan sisi penerimaan,
dan retribusi yang berlebihan yang terjadi di baik di tingkat nasional, di Jawa maupun di
luar Jawa. Misalnya banyaknya perda yang luar Jawa.
masuk dalam kategori perda bermasalah yang Ketiga, sebelum pelaksanaan era desentralisasi
pada akhirnya menimbulkan ekonomi biaya 1995-2000, peran anggaran Pemerintah Daerah
tinggi (high cost economy). Oleh karena itu, dalam mendorong pertumbuhan ekonomi lebih
tingginya semangat pemerintah daerah dalam besar melalui dana perimbangan dibandingkan
menggali sumber pendapatan asli daerahnya pendapatan asli daerah (PAD). Memasuki pelak-
tersebut justru dapat menimbulkan distrosi sanaan desentralisasi 2001-2004, peran anggaran
terhadap perekonomian daerah. Pemerintah Daerah dalam mendorong pertum-
Sementara itu, meskipun pendapatan asli buhan ekonomi melalui pendapatan asli daerah
daerah (PAD) di Jawa jauh lebih besar diban- (PAD) mengalami peningkatan, tetapi masih
ding di luar Jawa, tetapi tax effortnya ternyata jauh lebih rendah dibandingkan dana perim-
jauh lebih rendah. Hal ini mengindikasikan bangan, terutama di tingkat nasional di luar
bahwa pemerintah Daerah di Jawa belum secara Jawa. Selain itu, berdasarkan hasil analisis
maksimal memanfaatkan potensi yang tersedia menunjukkan bahwa setelah era desentralisasi,
(Simanjuntak, 2001:3). Oleh karena itu, upaya dampak dana perimbangan cukup signifikan
untuk mendorong pertumbuhan ekonomi

Desentralisasi Fiskal dan Pertumbuhan... (Bayu Kharisma) 115


meningkatkan anggaran pemerintah daerah mendorong pertumbuhan ekonomi daerah, baik
(APBD), tetapi tidak berdampak secara signifi- di tingkat nasional, di Jawa maupun di luar
kan mendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Jawa.
Hal ini disebabkan oleh belanja daerah yang Rekomendasi. 1) Pemerintah Daerah dan parti-
masih dominan dalam komponen APBD teruta- sipasi masyarakat seyogyanya membuat alokasi
ma belanja Wrutin, kemungkinan birokrasi dana APBD lebih banyak ke pengeluaran pem-
pemerintahan yang efisien, dan proses perenca- bangunan yang secara langsung berdampak
naan pembangunan di daerah yang relatif masih pada peningkatkan ekonomi lokal. Upaya yang
rendah. dapat dilakukan adalah membuat birokrasi
Keempat, selama era desentralisasi 2001-2004, pemerintahan yang lebih efisien serta mening-
peran anggaran Pemerintah Daerah dalam katkan kontrol masyarakat terhadap pengguna-
mendorong pertumbuhan ekonomi melalui an belanja pemerintah daerah untuk mengu-
pengeluaran pembangunan maupun penge- rangi terjadinya penyimpangan-penyimpangan
luaran rutin mengalami peningkatan diban- dan korupsi serta perilaku rent seeking. 2) Untuk
dingkan sebelum era desentralisasi. Namun, meningkatkan investasi daerah, Pemerintah
peran tersebut lebih besar melalui pengeluaran Daerah seharusnya tidak meningkatkan pungut-
pembangunan dibandingkan pengeluaran rutin. an pajak dan retribusi daerah yang berlebihan
Hal ini disebabkan karena alokasi belanja rutin dengan dalih untuk peningkatan PAD. Upaya
cenderung relatif tidak produktif dibandingkan yang seharusnya dilakukan adalah menciptakan
pengeluaran pembangunan dalam mendorong iklim investasi yang kondusif bagi dunia usaha
perekonomian daerah. Sementara itu, adanya sehingga mampu menarik investor untuk
pengaruh positif anggaran Pemerintah Daerah menanamkan modalnya, yang pada gilirannya
terhadap pertumbuhan ekonomi daerah me- akan menyerap tenaga kerja lokal dan menjadi
lalui pengeluaran pembangunan karena alokasi sumber pendapatan daerah. Pemerintah Daerah
anggaran pembangunan lebih diprioritaskan bahkan seharusnya memberikan insentif dan
pada sektor-sektor yang produktif untuk men- kemudahan bagi investor melalui kemudahan
dorong pertumbuhan ekonomi. perijinan, perbaikan infrastruktur perekonomian
Kelima, memasuki era desentralisasi selama serta meningkatkan kualitas sumberdaya ma-
kurun waktu 2001-2004, pertumbuhan pendu- nusia lokal. 3) Studi ini menggunakan data
duk mengalami peningkatan cukup signifikan runtut waktu dari tahun 1995 sampai dengan
dibandingkan sebelum era desentralisasi. Hal tahun 2004 sehingga peran anggaran peme-
ini semakin berdampak buruk terhadap per- rintah dari sisi penerimaan dan pengeluaran
tumbuhan ekonomi dibandingkan sebelum terhadap pertumbuhan ekonomi belum sepe-
pelaksanaan desentralisasi, baik di tingkat nuhnya dirasakan. Hal ini mengingat keterba-
nasional, di Jawa maupun di luar Jawa. Hal ini tasan data dan desentralisasi fiskal baru dilak-
disebabkan karena adanya arus urbanisasi yang sanakan tahun 2001. Oleh karena itu, perlu
cukup tinggi dan adanya pemekaran-peme- adanya studi lanjutan dengan menggunakan
karan beberapa daerah provinsi dan kabupa- model estimasi persamaan simultan yang
ten/kota selama pelaksanaan era desentralisasi. menggabungkan blok keuangan daerah dan
Dengan demikian, semakin besarnya jumlah blok perekonomian daerah untuk memperoleh
penduduk maka akan berdampak pada penu- hasil yang lebih dinamis dan komprehensif.
runan tingkat pendapatan per kapita.
Keenam, sejak era desentralisasi selama kurun DAFTAR PUSTAKA
waktu 2001-2004, peran investasi dan keterbu-
kaan daerah berpengaruh besar dalam mendo- Bird and Vaillancourt. (2000). Fiscal decentraliza-
rong pertumbuhan ekonomi, baik di tingkat tion in developing countries. Cambridge
nasional, di Jawa maupun di luar Jawa. Semen- University Press.
tara itu, peran pajak daerah dalam mendorong
Barro, R. (1990). Government spending in a
pertumbuhan ekonomi daerah mengalami
simple model of endogenous growth.
peningkatan sejak memasuki pelaksanaan era
Journal of Political Economy.
desentralisasi, namun masih relatif kecil dalam

116 Jurnal Ekonomi dan Studi Pembangunan Volume 14, Nomor 2, Oktober 2013: 101-119
NBER Working Paper Series No. 2588. Mahi, Raksaka. (2001). Manajemen keuangan
Barro, R. and X. Sala-i-Martin. (1995). Economic publik pada pemerintah daerah. Diskusi
Growth. McGraw-Hill, Panel Nasional “Manajemen Keuangan
Publik dan Akuntansi Sektor Publik di
Cullis and Jones. (1992). Public finance and public
Era Otonomi Daerah”. Jakarta. 19 Sep-
choice: analytical perspectives. New York:
tember 2001.
McGraw-Hill International Edition.
Oates, Wallace. (1993). Fiscal decentralization
Gujarati, Damodar. (2003). Basic econometrics,
and economic development. National Tax
4th ed. New York: McGraw-Hill.
Journal. Vol 46 no. 2 University of Mary-
Jin, Jing and Zou, Heng-fu. (2005). Fiscal de- land.
centralization, revenue and expenditure
Pindyck and Rubinfeld. (1998). Econometric
assignments, and growth in China. Journal of
Model and Economic Forecast. 4th ed. New
Asian Economics 16 1047–1064 Elsevier Inc.
York: McGraw-Hill.
Kälin, Walter. (2001). Guide to decentralization.
Rosalina, Puteri (2006). Pemekaran: derita bagi
Swiss agency for development and coop-
sang induk. Harian Kompas 24 Mei 2006.
eration SDC.
Jakarta.
Lewis, Blane. (2004a). Indonesian local govern-
Rosen, Harvey S. (2005). Public Finance, 7th ed.
ment spending, taxing and saving: an expla-
New York: Mc-Graw Hill.
nation of pre and post-decentralization fiscal
outcomes. Jakarta: World Bank. Sidik, Machfud and Kadjatmiko (2002). Indone-
sian’s fiscal decentralization: combining ex-
Lewis, Blane. (2004b). How many new taxes
penditure assignment and revenue assign-
and charges have regional governments
ment. Paper of Georgia State University,
created under fiscal decentralization?”.
Atlanta.
Research Triangle Institute, North Carolina.
Sidik, Machfud. (2002a). Perimbangan keuangan
Lewis, Blane. (2002). Revenue-Sharing And Grant-
pusat dan daerah sebagai pelaksanaan desen-
Making In Indonesia: The First Two Years Of
tralisasi fiskal. Yogyakarta.
Fiscal Decentralization. Asian Development
Bank Manila. Sidik, Machfud. (2002b). Format keuangan peme-
rintah pusat dan daerah yang mengacu pada
Lewis, Blane and Chakery, Jasmin. (2004).
pencapaian tujuan nasional. Jakarta.
Desentralized Local Government Budgets in
Indonesia : What Explains The Large Stock of Sidik, Machfud. (2002c). Optimalisasi pajak
Reserves?. Jakarta: World Bank. daerah dan retribusi daerah dalam rangka
meningkatkan kemampuan keuangan
Lewis, Blane and Chakery, Jasmin. (2004). Cen-
daerah. Orasi Ilmiah dengan thema “stra-
tral development spending in the regions
tegi meningkatkan kemampuan keuangan
post-decentralisation. Bulletin of Indonesian
daerah melalui penggalian potensi daerah
Economic Studies. Publisher Routledge,
dalam rangka otonomi daerah” . Bandung, 10
part of the Taylor & Francis Group Vol-
April 2002.
ume 40, Number 3.
Simanjuntak, Robert. (2001). Kebijakan pungutan
Mankiw, Gregory. (2002). Macroeconomics, 5th
daerah di era otonomi. Domestic trade, de-
ed. Worth Publishers.
centralization and globalization: a one
Musgrave and Musgrave. (1989). Public Finance day conference. Hotel Borobudur Jakarta
in Theory and Practice. 5th ed. New York: 3 April 2001.
Mc-Graw Hill.
Simanjuntak, Robert. (2002). Transfer pusat ke
Mahi, Raksaka. (2001). Fiscal decentralization : its daerah: konsep dan praktik di beberapa negara
impact on cities growth. 17 th Pacific Con- (dana alokasi umum: konsep dan prospek
ference of the regional science associated di era otonomi daerah), Jakarta.
international, Portland Oregon, USA, June
Tambunan, Manggara. (2001). Prospek perda-
30 – July 4
gangan domestik yang bebas dalam era desen-

Desentralisasi Fiskal dan Pertumbuhan... (Bayu Kharisma) 117


tralisasi dan dampaknya atas pertumbuhan Wooldridge, Jeffrey M. (2002). Econometric anal-
ekonomi daerah. Centre for economic and ysis of cross sections and panel data”. MIT
social studies (CESS), PRISM Project, The Press.
Asia Foundation. Zhang, Tao and Heng-fu Zou. (1998). Fiscal de-
Ter-Minassian, Teresa. (1997). Fiscal federalism in centralization, public spending and economic
theory and practice. Washington DC: Inter- growth in China. World Bank, policy re-
national Monetary Funds. search working paper No. 1608.
UNSFIR. (2001). Aspirasi terhadap ketidakmera-
taan: disparitas regional dan konflik vertikal
di Indonesia. Jakarta.

LAMPIRAN

Tabel 1. Hasil estimasi pengaruh desentralisasi fiskal dari sisi penerimaan dan pengeluaran
terhadap pertumbuhan ekonomi sebelum dan sesudah era desentralisasi

VARIABEL TIDAK BEBAS : PDRB PER KAPITA

VARIABEL 1995-2000 2001-2004 1995-2000 2001-2004


BEBAS Nasional Nasional Nasional Nasional 1995-2000 2001-2004 1995-2000 2001-2004
(dengan (dengan (tanpa (tanpa Jawa Jawa Luar Jawa Luar Jawa
Migas) Migas) Migas) Migas)

Desentralisasi
Fiskal Sisi -0,2159*** -0,0113*** -0,2131*** -0,0027(ts) -0,1088*** -0,0099(ts) -0,2767*** -0,0066(ts)
Penerimaan
Desentralisasi
Fiskal Sisi -0,0330* 0,0099*** -0,0337* 0,0051* -0,0187*** 0,0204(ts) -0,0295(ts) 0,0017(ts)
Pengeluaran
Keterbukaan 0,0479(ts) 0,0135* 0,0474(ts) 0,0192*** 0,8195*** 0,0645*** -0,0006(ts) 0,0112(ts)

Investasi Daerah 0,8556*** 0,3190*** 0,8229*** 0,2993*** 0,7661*** 0,2448*** 0,8672*** 0,3348***

Pertumbuhan
-0,0061*** -4,4181*** -0,0050*** -5,5049*** -0,0015* -9,5836*** -0,0060** -3,5418***
Penduduk
R2 0,9996 0,9998 0,9996 0,9998 0,9999 0,9999 0,9995 0,9997
Adjusted R2 0,9995 0,9998 0,9995 0,9997 0,9998 0,9999 0,9993 0,9996

Prob (F-statistic) 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

DW Stat 1,4400 1,7064 1,5608 1,8618 2,0433 2,4935 1,5628 1,5516


Sumber : Hasil Print Out Komputer.
Keterangan : ***Signifikan pada 1 %, ** Signifikan pada 5 %, * Signifikan pada 10 %, (ts) Tidak signifikan

118 Jurnal Ekonomi dan Studi Pembangunan Volume 14, Nomor 2, Oktober 2013: 101-119
Tabel 2. Hasil estimasi pengaruh pendapatan asli daerah dan dana perimbangan terhadap
pertumbuhan ekonomi sebelum dan sesudah era desentralisasi

VARIABEL TIDAK BEBAS : PDRB PER KAPITA

VARIABEL 1995-2000 2001-2004 1995-2000 2001-2004


BEBAS Nasional Nasional Nasional Nasional 1995-2000 2001-2004 1995-2000 2001-2004
(dengan (dengan (tanpa (tanpa Jawa Jawa Luar Jawa Luar Jawa
Migas) Migas) Migas) Migas)
Pendapatan
Asli Daerah -0,1266*** 0,0040(ts) -0,0102*** 0,0124*** -0,0251(ts) 0,0280(ts) -0,0986*** 0,0048*
(PAD)
Dana
0,1525*** 0,0410*** 0,1237*** 0,0205(ts) -0,0410* 0,0112(ts) 0,2203*** 0,0365***
Perimbangan
Keterbukaan 0,0376(ts) 0,0117(ts) -0,0587*** 0,0117(ts) 0,7057*** 0,0695** 0,1222(ts) 0,0129(ts)
Investasi
0,9397*** 0,3072*** 0,8857*** 0,2773*** 0,8561*** 0,1790*** 0,9479*** 0,3156***
Daerah
Pertumbuhan
-0,0091*** -4,7568*** -0,0174*** -5,5429*** -0,0029* -11,165*** -0,0141*** -4,0653***
Penduduk
R2 0,9998 0,9998 0,9999 0,9999 0,9999 0,9998 0,9997 0,9999
Adjusted R2 0,9997 0,9997 0,9999 0,9999 0,9998 0,9996 0,9995 0,9999
Prob(F-
0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000
statistic)

DW Stat 1,4507 1,8102 1,7217 1,9400 1,6455 2,0333 1,5962 1,6939

Sumber : Hasil Print Out Komputer


Keterangan : ***Signifikan pada 1 %, ** Signifikan pada 5 %, * Signifikan pada 10 %, (ts) Tidak signifikan

Tabel 3. Hasil estimasi pengaruh belanja rutin dan pembangunan terhadap pertumbuhan
ekonomi sebelum dan sesudah era desentralisasi

VARIABEL TIDAK BEBAS : PDRB PER KAPITA

VARIABEL 1995-2000 2001-2004 1995-2000 2001-2004


BEBAS Nasional Nasional Nasional Nasional 1995-2000 2001-2004 1995-2000 2001-2004
(dengan (dengan (tanpa (tanpa Jawa Jawa Luar Jawa Luar Jawa
Migas) Migas) Migas) Migas)

Belanja Rutin -0,0369*** -0,0117(ts) -0,0071(ts) 0,00047(ts) -0,0510(ts) -0,0201(ts) -0,0072(ts) -0,0095(ts)
Belanja
0,0217(ts) 0,0284*** 0,0638*** 0,0155*** 0,0327(ts) 0,0015(ts) -0,0867(ts) 0,0173***
Pembangunan
Keterbukaan 0,1793*** 0,0108(ts) 0,0577* 0,0131*** 0,0922(ts) 0,0664*** 0,1302*** 0,0101(ts)
Investasi Daerah 0,5246 *** 0,2558 *** 0,5001 *** 0,2968 *** 0,6958 *** 0,1485 ** 0,4789 *** 0,3252***
Pajak Daerah -0,3205*** 0,0025(ts) -0,2725*** 0,0027(ts) -0,1627*** -0,0287** -0,3463*** -0,0351(ts)
Pertumbuhan
-0,0067*** -5,6591*** -0,0065*** -5,4815*** -0,0013(ts) -15,659*** -0,0074*** -3,6893***
Penduduk
R2 0,9999 0,9980 0,9999 0,9999 0,9999 0,9999 0,9996 0,9999
Adjusted R2 0,9999 0,9972 0,9999 0,9999 0,9998 0,9999 0,9996 0,9999
Prob(F-statistic) 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000
DW Stat 1,8386 1,7230 1,9847 1,8343 1,5739 2,1768 1,7728 1,5353
Sumber : Hasil Print Out Komputer
Keterangan : ***Signifikan pada 1 %, ** Signifikan pada 5 %, * Signifikan pada 10 %, (ts) Tidak signifikan

Desentralisasi Fiskal dan Pertumbuhan... (Bayu Kharisma) 119

Anda mungkin juga menyukai