Bayu Kharisma
Fakultas Ekonomi, Universitas Padjajaran
Jalan Dipati Ukur No.35 Bandung, Jawa Barat, Indonesia
E-mail korespondensi: bayu_kharisma@yahoo.com
102 Jurnal Ekonomi dan Studi Pembangunan Volume 14, Nomor 2, Oktober 2013: 101-119
Pemerintah Daerah beserta partisipasi masyara- gung jawab tersebut menyangkut perencanaan,
katnya harus secara bersama-sama mengambil pendanaan dan pelimpahan manajemen fungsi-
inisiatif dalam membangun daerahnya, terma- fungsi pemerintahan dari Pemerintah Pusat
suk menggali potensi sumber-sumber keuangan kepada aparatnya di daerah, tingkat pemerin-
daerahnya untuk memenuhi kebutuhan pem- tahan yang lebih rendah, badan otoritas ter-
biayaan penyelenggaran pemerintahan dan tentu atau perusahaan tertentu. Desentralisasi
pembangunan di daerah. administratif pada dasarnya dapat dikelompok-
Pembangunan ekonomi daerah pada dasar- kan menjadi 3 (tiga) bentuk, antara lain yaitu:
nya merupakan bagian yang tidak dapat 1) Dekonsentrasi (deconcentration). Adalah
dipisahkan dari prinsip otonomi daerah. Tiap- pelimpahan wewenang dari Pemerintah Pusat
tiap daerah tersebut mempunyai hak dan kewa- kepada pejabat yang berada dalam garis
jiban mengatur dan mengurus sendiri urusan hierarki dengan Pemerintah Pusat di daerah.
pemerintahannya untuk meningkatkan efisiensi 2) Devolusi (devolution). Adalah pelimpahan
dan efektifitas penyelenggaraan pemerintahan wewenang kepada tingkat pemerintahan yang
serta pelayanan kepada masyarakat berdasar- lebih rendah dalam bidang keuangan atau
kan prinsip transparansi, partisipasi dari tugas pemerintahan, dimana pihak Pemerintah
masyarakat dan pertanggungjawaban kepada Daerah mendapat diskresi atau kewenangan
masyarakat. Dalam upaya mendukung penye- yang tidak dikontrol oleh Pemerintah Pusat.
lenggaraan otonomi daerah maka penyerahan, Dalam hal tertentu, di mana Pemerintah Pusat
pelimpahan dan penugasan urusan pemerintahan akan memberikan supervisi secara tidak lang-
kepada daerah harus dilakukan secara nyata sung atas pelaksanaan tugas tersebut. Dalam
dan bertanggung jawab serta diikuti dengan melaksanakan tugasnya, Pemerintah Daerah
pengaturan, pembagian dan pemanfaatan memiliki wilayah administrasi yang jelas dan
sumber daya nasional secara adil. legal serta diberikan kewenangan sepenuhnya
Desentralisasi pada dasarnya tidak mudah untuk melaksanakan fungsi publik, termasuk
untuk didefinisikan, karena menyangkut berba- dalam menggali sumber-sumber penerimaan
gai dimensi yang beragam, khususnya menyang- serta mengatur penggunaannya. Dekonsentrasi
kut aspek fiskal, politik, perubahan administrasi dan devolusi dari konsepsi pemikiran hierarki
dan sistem pemerintahan serta pembangunan organisasi dikenal sebagai distributed institutional
sosial ekonomi. Secara umum, desentralisasi monopoly of administrative decentralization.
terdiri dari desentralisasi politik (political decen- 3) Pendelegasian (delegation or instutional plural-
tralization), desentralisasi administratif (adminis- ism). Adalah pelimpahan wewenang untuk
trative decentralization), desentralisasi ekonomi tugas tertentu kepada organisasi yang berada
(economic of market decentralization) dan desen- diluar struktur birokrasi regular dan dikontrol
tralisasi fiskal (fiscal decentralization). (Kälin, secara tidak langsung oleh Pemerintah Pusat.
2001:6) Pendelegasian wewenang ini pada dasarnya
Desentralisasi politik bertujuan meningkat- diatur dengan ketentuan perundang-undangan.
kan keikutsertaan atau partisipasi aktif dari Pihak yang menerima wewenang tersebut
masyarakat, khususnya masyarakat lokal dalam mempunyai kewenangan dalam penyeleng-
proses pengambilan keputusan secara politis. garaan pendelegasian tersebut meskipun
Hal itu menyiratkan bahwa otoritas lokal yang wewenang terakhir tetap pada pihak pemberi
dipilih harus lebih bertanggung jawab terhadap wewenang (sovereign authority).
masyarakat lokal yang telah memilihnya dan Desentralisasi ekonomi merujuk pada
mereka harus lebih baik merepresentasikan transfer fungsi pemerintah kepada sektor
kepentingan lokal dalam pengambilan kepu- swasta. Artinya, penugasan yang sebelumnya
tusan politis. ditangani oleh pemerintah diserahkan kepada
Desentralisasi administratif yaitu pelim- perusahaan swasta, kepentingan kelompok,
pahan wewenang yang dimaksudkan untuk organisasi yang sukarela dan organisasi bukan
mendistribusikan kewenangan, tanggung jawab pemerintah lainnya. Ada dua hal utama penting
dan sumber-sumber keuangan untuk menye- dalam desentralisasi ekonomi yaitu:
diakan pelayanan publik. Pelimpahan tang- 1) Privatisasi atau transfer kewajiban secara
104 Jurnal Ekonomi dan Studi Pembangunan Volume 14, Nomor 2, Oktober 2013: 101-119
kepada Pemerintah Daerah (Oates, 1993:273). dung manfaat sisi ekonomi maupun politik.
Namun, di satu sisi desentralisasi fiskal Desentralisasi tidak hanya menghasilkan pela-
dapat berpengaruh buruk terhadap kondisi yanan yang efisien dan adil melalui pengeta-
suatu negara, khususnya di negara berkembang. huan lokal, namun di sisi lain akan mendorong
Pertama, desentralisasi fiskal akan mendorong partisipasi demokrasi yang lebih besar. Dengan
ke arah ketidakstabilan makroekonomi, dimana demikian, hasil yang diharapkan adalah tercip-
hal ini disebabkan karena desentralisasi fiskal tanya dukungan yang lebih luas kepada Peme-
secara tidak langsung dapat mengurangi dasar rintah Daerah serta dapat memperbaiki stabili-
pajak dan pembelanjaan yang digunakan Peme- tas politik. Apabila manfaat ini ditambah dengan
rintah Pusat dalam melakukan kebijakan stabi- sisi lain, misalnya seperti peningkatan mobilisasi
lisasi melalui kebijakan anggaran. Kedua, imple- sumber-sumber dan pengurangan tekanan atas
mentasi kebijakan desentralisasi yang didesain keuangan pusat, peningkatan akuntabilitas dan
buruk dapat menciptakan insentif Pemerintah peningkatan respon serta tanggung jawab
Daerah untuk membelanjakan dan meminjam pemerintah maka desentralisasi fiskal merupa-
dana secara berlebihan yang dapat mengarah kan suatu yang bermanfaat.
pada ketidakstabilan makroekonomi. Ketiga, Desentralisasi fiskal secara tidak langsung
suatu kebijakan desentralisasi tidak berjalan mempunyai hubungan terhadap pertumbuhan
dengan baik jika diterapkan pada birokrasi ekonomi karena dapat meningkatkan efisiensi
yang korupsi, tidak stabilnya kondisi politik, dalam alokasi sumber daya (Bird and Vaillan-
administrasi, institusi dan kemampuan manaje- court, 2000:8). Hal ini disebabkan (1) Peme-
rial daerah yang tidak memadai (capable). rintah Daerah memiliki keuntungan yang lebih
Keempat, preferensi para pemilih (voters) di baik dibandingkan Pemerintah Pusat dalam
daerah tidak mencerminkan preferensi daerah- memberikan pelayanan dan penyediaan barang-
nya, di mana hal ini seringkali dipengaruhi oleh barang publik yang sesuai dengan preferensi
faktor politik. dan kebutuhan-kebutuhan daerah itu sendiri.
Ada tiga faktor yang harus diperhatikan (2) Menstimulus Pemerintah Daerah untuk
dari desentralisasi fiskal dalam kaitannya dengan lebih kreatif, inovatif dan akuntabilitas terhadap
derajat kemandirian pengambilan keputusan daerahnya dalam upaya merespon kebutuhan
yang dilakukan di daerah (Bird and Vaillan- masyarakat dan upaya meningkatkan kemak-
court, 2000:7). Pertama, desentralisasi fiskal muran di daerah melalui optimalisasi sumber
berarti adanya pelepasan tanggung jawab yang daya yang ada secara efisien dan mengurangi
berada dalam lingkungan Pemerintah Pusat ke pemborosan. Oleh karena itu, Pemerintah
instansi vertikal di daerah. Kedua, delegasi ber- Daerah diharapkan mampu mengembangkan
hubungan dengan suatu situasi, yaitu daerah seluruh potensi yang ada, baik sumber daya
bertindak sebagai perwakilan pemerintah untuk alam maupun sumberdaya manusia untuk
melaksanakan fungsi-fungsi tertentu atas nama meningkatkan kemakmuran bagi masyarakat
Pemerintah Pusat. Ketiga, devolusi (pelimpahan) daerah itu sendiri yang secara tidak langsung
berhubungan dengan situasi yang bukan saja berdampak pada meningkatnya laju pertum-
implementasi tetapi juga kewenangan untuk buhan ekonomi. (3) Adanya kebijakan desen-
memutuskan apa yang perlu dikerjakan, khu- tralisasi akan ditandai dengan penyediaan infra-
susnya yang bertempat di daerah. struktur di daerah yang secara tidak langsung
Desentralisasi fiskal dapat dinilai secara sangat sensitif terhadap kondisi regional atau
jelas, namun hal itu sebagian tergantung pada daerah, dimana lebih efektf dalam mendorong
apakah yang sudah dilakukan lebih bersifat pembangunan ekonomi daripada kebijakan
dekonsentrasi, delegasi atau devolusi dan yang ditetapkan Pemerintah Pusat yang sering-
kebijakan politik yang bersifat dari atas ke kali mengabaikan adanya perbedaan geografis
bawah (top down) atau dari bawah ke atas antardaerah.
(bottom up). Pendekatan desentralisasi fiskal Esensi mengenai hubungan antara pertum-
dari bawah ke atas umumnya selain mene- buhan ekonomi dan desentralisasi fiskal setidak-
kankan nilai ekonomi, juga nilai politik. Oleh nya mempunyai tiga pertimbangan. Pertama,
karena itu, pendekatan tersebut lebih mengan- pertumbuhan dilihat sebagai sesuatu yang
106 Jurnal Ekonomi dan Studi Pembangunan Volume 14, Nomor 2, Oktober 2013: 101-119
2001-2004 yang mempunyai bentuk sebagai (rasio belanja pembangunan terhadap total
berikut: pengeluaran daerah) dari provinsi i pada tahun
t. uit adalah error term.
1) Model Hubungan Desentralisasi Fiskal dari
Sisi Penerimaan dan Pengeluaran Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi: HASIL DAN PEMBAHASAN
108 Jurnal Ekonomi dan Studi Pembangunan Volume 14, Nomor 2, Oktober 2013: 101-119
pada masih rendahnya peran anggaran Peme- sanaan desentralisasi 2001-2004, baik di tingkat
rintah Daerah dari sisi penerimaan dan penge- nasional dengan migas dan tanpa migas, di
luaran dalam mendorong pertumbuhan ekonomi Jawa maupun di luar Jawa terkait dengan
daerah. Dengan demikian, peran anggaran masalah penggalian sumber-sumber penerimaan
Pemerintah Pusat dari sisi penerimaan dan daerah, antara lain dari pajak dan retribusi
pengeluaran lebih efisien dan efektif diban- daerah yang merupakan salah satu sumber
dingkan Daerah dalam mendorong pertum- penerimaan pendapatan asli daerah masih
buhan ekonomi daerah. belum mampu memberikan kontribusi yang
Memasuki era desentralisasi selama kurun signifikan terhadap penerimaan daerah secara
waktu 2001-2004, pengaruh desentralisasi fiskal keseluruhan sehingga pada akhirnya tidak
dari sisi penerimaan dan pengeluaran terhadap mampu mendorong pertumbuhan ekononomi
pertumbuhan ekonomi mengalami peningkatan daerah.
yang cukup signifikan dibandingkan sebelum Tidak signifikannya peran pendapatan
era desentralisasi. Adanya peningkatan desen- daerah dalam anggaran pemerintah daerah
tralisasi fiskal, baik dari sisi penerimaan mau- tidak lepas dari sistem pajak di Indonesia yang
pun pengeluaran disebabkan karena adanya masih memberikan kewenangan penuh terha-
kenaikan anggaran pemerintah daerah sejak dap Pemerintah Pusat untuk mengumpukan
pemberlakukan era desentralisasi. Hal ini pajak-pajak yang potensial, seperti: pajak peng-
sesuai dengan UU No. 22 dan 25 Tahun 1999 hasilan, pajak pertambahan nilai dan bea
serta UU No. 32 dan 33 Tahun 2004 yang masuk. Kenyataan yang terjadi selama ini
menyatakan bahwa perimbangan keuangan distribusi kewenangan perpajakan antara
Pusat dan Daerah dalam rangka pelaksanaan daerah dan pusat sangat timpang, yaitu jumlah
desentralisasi fiskal, Pemerintah Daerah diberi- penerimaan pajak yang dipungut oleh daerah
kan kewenangan untuk memanfaatkan sumber hanya 3,39% dari total penerimaan pajak (pajak
keuangan sendiri dan didukung dengan perim- pusat dan pajak daerah) (Sidik, 2002:8) Ketim-
bangan keuangan antara Pusat dan Daerah. pangan dalam penguasaaan sumber-sumber
Oleh karena itu, sejak pelaksanaan era desen- penerimaan pajak tersebut memberikan petun-
tralisasi peran anggaran Pemerintah Daerah juk bahwa perimbangan keuangan antara
mengalami peningkatan yang cukup signifikan Pemerintah Pusat dan Daerah di Indonesia,
dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dae- khususnya dari sisi penerimaan sangat dikuasai
rah, terutama dari sisi pengeluaran. atau didominasi oleh Pemerintah Pusat. Hal ini
Pengaruh desentralisasi fiskal dalam men- berdampak pada masih rendahnya peran ang-
dorong pertumbuhan ekonomi jauh lebih besar garan Pemerintah Daerah dalam mendorong
melalui sisi pengeluaran dibandingkan sisi pertumbuhan ekonomi melalui sisi penerimaan.
penerimaan daerah. Hal ini disebabkan karena Berdasarkan hasil estimasi, diperoleh
sejak memasuki pelaksanaan era desentralisasi, bahwa desentralisasi fiskal dari sisi penerimaan
segala sesuatu yang berkaitan dengan urusan dan pengeluaran lebih berpengaruh besar di
dan tanggung jawab dalam penyediaan pela- tingkat nasional tanpa migas (PDRB perkapita
yanan publik dari pusat kewenangannya sudah tanpa migas) dibandingkan dengan migas
dilimpahkan ke daerah. Dengan demikian, (PDRB perkapita total termasuk migas). Hal
kondisi ini dapat mengakibatkan peningkatan tersebut tercermin dari koefisien elastisitas
alokasi dana belanja daerah yang jauh lebih desentralisasi fiskal dari sisi penerimaan dan
besar, baik pengeluaran rutin maupun pemba- pengeluaran pada estimasi dengan PDRB per
ngunan. Dengan demikian, adanya peningkat- kapita tanpa migas yang lebih berperan dalam
an alokasi dana belanja daerah yang lebih besar mendorong pertumbuhan ekonomi diban-
berdampak positif terhadap peran Pemerintah dingkan dengan estimasi menggunakan PDRB
Daerah mendorong pertumbuhan ekonomi dae- perkapita dengan migas. Hal ini mengindikasi-
rah melalui sisi pengeluaran. kan bahwa desentralisasi fiskal dari sisi peneri-
Sementara itu, adanya pengaruh negatif maan dan pengeluaran yang berkaitan dengan
desentralisasi fiskal dari sisi penerimaan minyak dan gas (migas) tidak banyak membe-
terhadap pertumbuhan ekonomi selama pelak- rikan kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi
110 Jurnal Ekonomi dan Studi Pembangunan Volume 14, Nomor 2, Oktober 2013: 101-119
perencanaan pembangunan yang dilakukan kan dampak negatif terhadap pertumbuhan
oleh daerah selama era desentralisasi ini. Apa- ekonomi (Lewis and Chakery, 2004a:2). Keenam,
bila dana perimbangan yang mengalir ke dae- proyeksi penerimaan daerah pada umumnya
rah tidak dibarengi oleh proses perencanaan hanya didasarkan pada pengalaman penerima-
yang baik dengan prinsip partisipatif dari an tahun sebelumnya sehingga usaha untuk
masyarakat dan tidak diimbangi oleh kemam- menggali potensi pendapatan asli daerah belum
puan pemerintah daerah dalam mengelola keu- banyak dilakukan oleh daerah (Lewis and
angan secara transparan dan akuntabel maka Chakery, 2004b:2). Ketujuh, selama awal pelak-
dana yang besar tersebut tidak akan mempu- sanaan desentralisasi, pendapatan asli daerah
nyai dampak yang cukup berarti bagi per- dalam membiayai kebutuhan pengeluaran dae-
ekonomian daerah tersebut karena hanya dinik- rah sangat kecil dan bervariasi antardaerah
mati oleh beberapa orang saja. yaitu kurang dari 10% hingga 50%, di mana
Sejak pelaksanaan desentralisasi selama sebagian besar daerah provinsi hanya dapat
kurun waktu 2001-2004, peran anggaran Peme- membiayai kebutuhan pengeluarannya kurang
rintah Daerah dalam mendorong pertumbuhan dari 10%. Demikian pula, distribusi pajak antar
ekonomi melalui pendapatan asli daerah (PAD) daerah juga sangat timpang karena basis pajak
jauh lebih kecil dibandingkan dana perimbangan. antardaerah sangat bervariasi (ratio PAD ter-
Hal ini disebabkan antara lain ; Pertama, relatif tinggi dengan terendah mencapai 600). Terakhir,
masih rendahnya basis pajak dan retribusi peranan pajak dan retribusi dalam pembiayaan
daerah dalam upaya meningkatkan penerimaan daerah sangat bervariasi akibat adanya perbe-
daerah. Rendahnya basis pajak dan retribusi ini daan yang sangat besar dalam jumlah pendu-
bagi daerah yang secara tidak langsung mem- duk, keadaan geografis (berdampak pada biaya
perkecil peranan pendapatan asli daerah dalam yang relatif mahal), dan kemampuan masya-
mendorong pertumbuhan ekonomi daerah. rakat, sehingga mengakibatkan biaya penyedia-
Kedua, masih adanya ketergantungan yang an pelayanan kepada masyarakat sangat berva-
tinggi terhadap dana perimbangan dari Peme- riasi.
rintah Pusat yang berimplikasi ketidakmauan Selain itu, pengaruh anggaran Pemerintah
Daerah dalam menggali potensi pendapatan Daerah terhadap pertumbuhan daerah melalui
asli daerahnya sehingga berdampak pada dana perimbangan jauh lebih besar diban-
rendahnya penerimaan daerah dari pendapatan dingkan melalui pendapatan asli daerah (PAD).
asli daerah. Ketiga, Kemampuan administrasi Hal ini disebabkan karena pelaksanaan desent-
pemungutan di daerah cenderung masih rendah. sralisasi dirasakan masih relatif baru sehingga
Hal ini mengakibatkan bahwa pemungutan masih banyak daerah yang belum siap dalam
pajak cenderung dibiayai oleh biaya pungutan melaksanakannya. Selain itu, masih banyak
yang besar.2 Keempat, selama kurun waktu beberapa daerah yang memiliki potensi dan
pelaksanaan desentralisasi, beberapa provinsi, kapasitas serta sumber penerimaan terbatas
kabupaten dan kota di Indonesia mengalami namun dihadapkan pada pembiayaan belanja
pemekaran, misalnya provinsi Bangka Belitung, daerah yang cukup besar. Oleh karena itu,
Maluku Utara, Gorontalo dan Banten. Hal ini upaya untuk menghindari kemungkinan penu-
secara tidak langsung berdampak terhadap runan kemampuan daerah dalam membiayai
penurunan pendapatan asli daerah (PAD), khu- beban pengeluaran, mengurangi ketimpangan
susnya bagi daerah induknya yang mengalami vertikal maupun horizontal serta untuk
pemekaran tersebut (Rosalina, 2006:41). Kelima, menambah pendapatan daerah maka peranan
banyaknya pemungutan dan penciptaan pajak dana perimbangan (terutama dari DAU) dalam
dan retribusi baru yang berlebihan selama mendorong pertumbuhan ekonomi jauh lebih
pelaksanaan era desentralisasi serta munculnya besar dibandingkan melalui PAD.
berbagai pungutan daerah yang masuk dalam Pada komposisi penerimaan daerah, pen-
kategori perda bermasalah sehinnga menimbul- dapatan asli daerah (PAD) lebih kuat penga-
ruhnya dibandingkan dana perimbangan di
2
Laporan Studi Dampak Krisis Ekonomi Terhadap Keuangan tingkat nasional tanpa migas dibandingkan
Daerah di Indonesia. LPEM Univesitas Indonesia bekerja-
sama dengan Clean Urban Project, RTI, Jakarta 1999. nasional dengan migas. Hal ini mengindikasi-
112 Jurnal Ekonomi dan Studi Pembangunan Volume 14, Nomor 2, Oktober 2013: 101-119
karena adanya pemekaran wilayah provinsi, tenaga kerja dari luar pulau Jawa menuju Jawa.
kabupaten dan kota yang terjadi di Jawa. Oleh Kondisi ini merupakan implikasi langsung dari
karena itu, pengaruh anggaran Pemerintah adanya konsentrasi industri di Jawa yang dito-
Daerah di Jawa terhadap pertumbuhan eko- pang oleh ketersediaan infrastruktur pelabuhan
nomi melalui belanja rutin berpengaruh negatif dan keberadaan sumberdaya manusia (SDM)
cukup besar dibandingkan di luar Jawa. yang relatif lebih baik daripada di luar Jawa
serta tingginya aliran barang ke Jawa juga
4) Keterbukaan Daerah dipengaruhi oleh besarnya jumlah penduduk di
Keterbukaan dalam hal ini merupakan Jawa. Selain itu, terkait dengan banyaknya
penjumlahan dari ekspor dan impor terhadap pungutan-pungutan menjelang pelaksanaan
Pendapatan Produk Domestik Bruto. Keterbu- desentralisasi, khususnya yang terjadi di luar
kaan daerah dalam semua model berpengaruh Jawa. Misalnya, masalah jembatan timbang di
positif terhadap pertumbuhan ekonomi pada Sulawesi Selatan. Setelah UU No 18/1997
tingkat kepercayaan 90%, 95% dan 99%, diberlakukan, seluruh jembatan timbang di
sedangkan hanya beberapa sebagian kecil Indonesia dihapuskan. Namun beberapa waktu
dalam persamaan tidak mengalami signifikan. setelah tuntutan otonomi daerah marak di awal
Secara umum menunjukkan bahwa setelah 1999, praktek jembatan timbang di beberapa
pelaksanaan desentralisasi peran keterbukaan daerah seperti Sulawesi Selatan mulai berjalan
daerah mengalami penurunan dalam mendo- kembali. Tujuan dari jembatan timbang ini
rong pertumbuhan ekonomi daerah. Hal adalah untuk menjaga jalan dari kerusakan
disebabkan antara lain; Pertama, apabila Peme- akibat truk-truk yang kelebihan muatan. Namun
rintah Daerah lebih memberi perhatian pada dalam prakteknya, ini menjadi ajang korupsi
upaya meningkatkan penerimaan terutama dan kolusi dari petugas, polisi, dan sopir truk
dengan melakukan ekstensifikasi pajak dan atau pun pengusaha. Hal Ini secara tidak
retribusi maka beban pungutan yang akan langsung menambah biaya terutama barang
dialami oleh pelaku usaha akan semakin besar pertanian yang didistribusikan (Simanjuntak,
dan distorsi yang ditimbulkan terhadap perda- 2001:9-10). Dengan demikian, adanya penam-
gangan sehingga dapat berdampak buruk pada bahan biaya tersebut dapat menimbulkan
pertumbuhan ekonomi daerah. Kedua, adanya ekonomi biaya tinggi (high cost economy) yang
penambahan jenis pajak dan retribusi akan pada akhirnya justru dapat berpengaruh nega-
memberi peluang pada semakin banyaknya tif terhadap pertumbuhan ekonomi.
bentuk-bentuk pungutan yang menimbulkan
5) Investasi Daerah
semakin beratnya beban pengeluaran pelaku
usaha akibat meningkatnya biaya transaksi. Investasi daerah sebelum era desentralisasi
Bagi daerah, hal ini akan menimbulkan high cost 1995-2000 berpengaruh positif pada tingkat
economy yang merugikan bagi kegiatan eko- kepercayaan 90%, 95% dan 99% terhadap
nomi, termasuk terhadap perdagangan daerah pertumbuhan ekonomi. Sejak era desentralisasi
yang pada akhirnya berdampak buruk pada 2001-2004, pengaruh investasi daerah terhadap
pertumbuhan ekonomi daerah. Di samping itu, pertumbuhan ekonomi mengalami penurunan,
dampak krisis ekonomi yang belum sepenuh- baik di tingkat nasional dengan migas dan
nya pulih yang berdampak menurunnya peran tanpa migas, di Jawa maupun di luar Jawa.
keterbukaan daerah dalam mendorong pertum- Adanya penurunan pengaruh investasi
buhan ekonomi. terhadap pertumbuhan ekonomi daerah pada
Berdasarkan hasil estimasi, menunjukkan saat pelaksanaan desentralisasi, disebabkan an-
bahwa setelah pelaksanaan desentralisasi peran tara lain (Tambunan, 2001:11): Pertama, kurang
keterbukaan daerah dalam mendorong pertum- memadainya kewenangan pemberian ijin yang
buhan ekonomi jauh lebih besar terjadi di Jawa dilimpahkan Pemerintah Pusat kepada Peme-
dibandingkan di luar Jawa. Hal ini disebabkan rintah Daerah. Misalnya Pemerintah Pusat
karena dalam pola perdagangan antar pulau masih mempunyai kewenangan untuk menge-
tampak adanya konsentrasi aliran barang dan luarkan ijin investasi kendati beberapa Peme-
114 Jurnal Ekonomi dan Studi Pembangunan Volume 14, Nomor 2, Oktober 2013: 101-119
dai masih banyaknya jumlah pungutan pajak daerahnya melalui pengeluaran daerah yang
dan retribusi daerah yang berlebihan, Misalnya, dibiayai dari pajak daerah lebih rendah
sebelum UU No. 18 tahun 1997 disahkan, UU dibandingkan di luar Jawa.
yang berlaku saat itu adalah UU No 11 Drt
tahun 1957, untuk jenis pajak provinsi terdapat SIMPULAN
sebanyak 5 buah dan pajak kabupaten/kota
sebanyak tidak kurang dari 20 jenis. Karena UU Hasil studi mengenai pengaruh peran
ini memberi kewenangan kepada daerah untuk Pemerintah Daerah dalam mendorong pertum-
“menggali dan mengembangkan jenis-jenis buhan ekonomi di era desentralisasi dapat
pajak baru” maka dalam prakteknya jumlah disimpulkan sebagai berikut:
pajak daerah yang ada jauh lebih banyak dari Pertama, berdasarkan hasil studi menunjukkan
itu, yakni sekitar 40 jenis (Sidik, 2002:4). Oleh bahwa sebelum pelaksanaan desentralisasi sela-
karena itu, dengan adanya pungutan-pungutan ma periode 1995-2000, peran anggaran Peme-
pajak yang berlebihan dapat berpengaruh nega- rintah Daerah dari sisi penerimaan dan penge-
tif terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. luaran terhadap pertumbuhan ekonomi berpe-
Memasuki pelaksanaan era desentralisasi ngaruh negatif, baik di tingkat nasional, di Jawa
2001-2004, peran pajak daerah dalam mendo- maupun luar Jawa. Dalam hal ini, Pemerintah
rong pertumbuhan ekonomi mengalami pening- Daerah belum mampu mendorong pertumbuh-
katan. Adanya peningkatan peran pajak daerah an ekonomi dengan mengandalkan dan memo-
dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dae- bilisasi anggaran penerimaan dan pengeluaran
rah selama era desentralisasi merupakan konse- daerah yang ada. Hal ini disebabkan karena
kuensi logis adanya tuntutan untuk mereali- besarnya peran atau dominasi Pemerintah
sasikan secara konsisten pelaksanaan desen- Pusat dalam menjalankan sistem pemerintahan,
tralisasi. Selain itu, setiap daerah dapat memo- termasuk dalam mengatur dan mengendalikan
bilisasi penerimaannya sendiri antara lain anggaran Pemerintah Daerah, baik dari sisi
melalui pajak daerah dan retribusi daerah penerimaan maupun pengeluaran.
untuk membiayai penyelenggaraan pemerin- Kedua, memasuki era desentralisasi selama
tahan dan pengeluaran daerah yang sudah kurun waktu 2001-2004, pengaruh anggaran
menjadi kewajibannya. peran Pemerintah Daerah dalam mendorong
Berdasarkan hasil estimasi, menunjukkan pertumbuhan ekonomi, baik melalui sisi peneri-
bahwa selama era desentralisasi pengaruh pajak maan maupun pengeluaran mengalami pening-
daerah di luar Jawa sangat berpengaruh negatif katan dibandingkan sebelum era desentralisasi.
terhadap pertumbuhan ekonomi dibandingkan Namun peran tersebut jauh lebih besar melalui
di Jawa. Hal ini disebabkan pungutan pajak sisi pengeluaran dibandingkan sisi penerimaan,
dan retribusi yang berlebihan yang terjadi di baik di tingkat nasional, di Jawa maupun di
luar Jawa. Misalnya banyaknya perda yang luar Jawa.
masuk dalam kategori perda bermasalah yang Ketiga, sebelum pelaksanaan era desentralisasi
pada akhirnya menimbulkan ekonomi biaya 1995-2000, peran anggaran Pemerintah Daerah
tinggi (high cost economy). Oleh karena itu, dalam mendorong pertumbuhan ekonomi lebih
tingginya semangat pemerintah daerah dalam besar melalui dana perimbangan dibandingkan
menggali sumber pendapatan asli daerahnya pendapatan asli daerah (PAD). Memasuki pelak-
tersebut justru dapat menimbulkan distrosi sanaan desentralisasi 2001-2004, peran anggaran
terhadap perekonomian daerah. Pemerintah Daerah dalam mendorong pertum-
Sementara itu, meskipun pendapatan asli buhan ekonomi melalui pendapatan asli daerah
daerah (PAD) di Jawa jauh lebih besar diban- (PAD) mengalami peningkatan, tetapi masih
ding di luar Jawa, tetapi tax effortnya ternyata jauh lebih rendah dibandingkan dana perim-
jauh lebih rendah. Hal ini mengindikasikan bangan, terutama di tingkat nasional di luar
bahwa pemerintah Daerah di Jawa belum secara Jawa. Selain itu, berdasarkan hasil analisis
maksimal memanfaatkan potensi yang tersedia menunjukkan bahwa setelah era desentralisasi,
(Simanjuntak, 2001:3). Oleh karena itu, upaya dampak dana perimbangan cukup signifikan
untuk mendorong pertumbuhan ekonomi
116 Jurnal Ekonomi dan Studi Pembangunan Volume 14, Nomor 2, Oktober 2013: 101-119
NBER Working Paper Series No. 2588. Mahi, Raksaka. (2001). Manajemen keuangan
Barro, R. and X. Sala-i-Martin. (1995). Economic publik pada pemerintah daerah. Diskusi
Growth. McGraw-Hill, Panel Nasional “Manajemen Keuangan
Publik dan Akuntansi Sektor Publik di
Cullis and Jones. (1992). Public finance and public
Era Otonomi Daerah”. Jakarta. 19 Sep-
choice: analytical perspectives. New York:
tember 2001.
McGraw-Hill International Edition.
Oates, Wallace. (1993). Fiscal decentralization
Gujarati, Damodar. (2003). Basic econometrics,
and economic development. National Tax
4th ed. New York: McGraw-Hill.
Journal. Vol 46 no. 2 University of Mary-
Jin, Jing and Zou, Heng-fu. (2005). Fiscal de- land.
centralization, revenue and expenditure
Pindyck and Rubinfeld. (1998). Econometric
assignments, and growth in China. Journal of
Model and Economic Forecast. 4th ed. New
Asian Economics 16 1047–1064 Elsevier Inc.
York: McGraw-Hill.
Kälin, Walter. (2001). Guide to decentralization.
Rosalina, Puteri (2006). Pemekaran: derita bagi
Swiss agency for development and coop-
sang induk. Harian Kompas 24 Mei 2006.
eration SDC.
Jakarta.
Lewis, Blane. (2004a). Indonesian local govern-
Rosen, Harvey S. (2005). Public Finance, 7th ed.
ment spending, taxing and saving: an expla-
New York: Mc-Graw Hill.
nation of pre and post-decentralization fiscal
outcomes. Jakarta: World Bank. Sidik, Machfud and Kadjatmiko (2002). Indone-
sian’s fiscal decentralization: combining ex-
Lewis, Blane. (2004b). How many new taxes
penditure assignment and revenue assign-
and charges have regional governments
ment. Paper of Georgia State University,
created under fiscal decentralization?”.
Atlanta.
Research Triangle Institute, North Carolina.
Sidik, Machfud. (2002a). Perimbangan keuangan
Lewis, Blane. (2002). Revenue-Sharing And Grant-
pusat dan daerah sebagai pelaksanaan desen-
Making In Indonesia: The First Two Years Of
tralisasi fiskal. Yogyakarta.
Fiscal Decentralization. Asian Development
Bank Manila. Sidik, Machfud. (2002b). Format keuangan peme-
rintah pusat dan daerah yang mengacu pada
Lewis, Blane and Chakery, Jasmin. (2004).
pencapaian tujuan nasional. Jakarta.
Desentralized Local Government Budgets in
Indonesia : What Explains The Large Stock of Sidik, Machfud. (2002c). Optimalisasi pajak
Reserves?. Jakarta: World Bank. daerah dan retribusi daerah dalam rangka
meningkatkan kemampuan keuangan
Lewis, Blane and Chakery, Jasmin. (2004). Cen-
daerah. Orasi Ilmiah dengan thema “stra-
tral development spending in the regions
tegi meningkatkan kemampuan keuangan
post-decentralisation. Bulletin of Indonesian
daerah melalui penggalian potensi daerah
Economic Studies. Publisher Routledge,
dalam rangka otonomi daerah” . Bandung, 10
part of the Taylor & Francis Group Vol-
April 2002.
ume 40, Number 3.
Simanjuntak, Robert. (2001). Kebijakan pungutan
Mankiw, Gregory. (2002). Macroeconomics, 5th
daerah di era otonomi. Domestic trade, de-
ed. Worth Publishers.
centralization and globalization: a one
Musgrave and Musgrave. (1989). Public Finance day conference. Hotel Borobudur Jakarta
in Theory and Practice. 5th ed. New York: 3 April 2001.
Mc-Graw Hill.
Simanjuntak, Robert. (2002). Transfer pusat ke
Mahi, Raksaka. (2001). Fiscal decentralization : its daerah: konsep dan praktik di beberapa negara
impact on cities growth. 17 th Pacific Con- (dana alokasi umum: konsep dan prospek
ference of the regional science associated di era otonomi daerah), Jakarta.
international, Portland Oregon, USA, June
Tambunan, Manggara. (2001). Prospek perda-
30 – July 4
gangan domestik yang bebas dalam era desen-
LAMPIRAN
Tabel 1. Hasil estimasi pengaruh desentralisasi fiskal dari sisi penerimaan dan pengeluaran
terhadap pertumbuhan ekonomi sebelum dan sesudah era desentralisasi
Desentralisasi
Fiskal Sisi -0,2159*** -0,0113*** -0,2131*** -0,0027(ts) -0,1088*** -0,0099(ts) -0,2767*** -0,0066(ts)
Penerimaan
Desentralisasi
Fiskal Sisi -0,0330* 0,0099*** -0,0337* 0,0051* -0,0187*** 0,0204(ts) -0,0295(ts) 0,0017(ts)
Pengeluaran
Keterbukaan 0,0479(ts) 0,0135* 0,0474(ts) 0,0192*** 0,8195*** 0,0645*** -0,0006(ts) 0,0112(ts)
Investasi Daerah 0,8556*** 0,3190*** 0,8229*** 0,2993*** 0,7661*** 0,2448*** 0,8672*** 0,3348***
Pertumbuhan
-0,0061*** -4,4181*** -0,0050*** -5,5049*** -0,0015* -9,5836*** -0,0060** -3,5418***
Penduduk
R2 0,9996 0,9998 0,9996 0,9998 0,9999 0,9999 0,9995 0,9997
Adjusted R2 0,9995 0,9998 0,9995 0,9997 0,9998 0,9999 0,9993 0,9996
Prob (F-statistic) 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000
118 Jurnal Ekonomi dan Studi Pembangunan Volume 14, Nomor 2, Oktober 2013: 101-119
Tabel 2. Hasil estimasi pengaruh pendapatan asli daerah dan dana perimbangan terhadap
pertumbuhan ekonomi sebelum dan sesudah era desentralisasi
Tabel 3. Hasil estimasi pengaruh belanja rutin dan pembangunan terhadap pertumbuhan
ekonomi sebelum dan sesudah era desentralisasi
Belanja Rutin -0,0369*** -0,0117(ts) -0,0071(ts) 0,00047(ts) -0,0510(ts) -0,0201(ts) -0,0072(ts) -0,0095(ts)
Belanja
0,0217(ts) 0,0284*** 0,0638*** 0,0155*** 0,0327(ts) 0,0015(ts) -0,0867(ts) 0,0173***
Pembangunan
Keterbukaan 0,1793*** 0,0108(ts) 0,0577* 0,0131*** 0,0922(ts) 0,0664*** 0,1302*** 0,0101(ts)
Investasi Daerah 0,5246 *** 0,2558 *** 0,5001 *** 0,2968 *** 0,6958 *** 0,1485 ** 0,4789 *** 0,3252***
Pajak Daerah -0,3205*** 0,0025(ts) -0,2725*** 0,0027(ts) -0,1627*** -0,0287** -0,3463*** -0,0351(ts)
Pertumbuhan
-0,0067*** -5,6591*** -0,0065*** -5,4815*** -0,0013(ts) -15,659*** -0,0074*** -3,6893***
Penduduk
R2 0,9999 0,9980 0,9999 0,9999 0,9999 0,9999 0,9996 0,9999
Adjusted R2 0,9999 0,9972 0,9999 0,9999 0,9998 0,9999 0,9996 0,9999
Prob(F-statistic) 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000
DW Stat 1,8386 1,7230 1,9847 1,8343 1,5739 2,1768 1,7728 1,5353
Sumber : Hasil Print Out Komputer
Keterangan : ***Signifikan pada 1 %, ** Signifikan pada 5 %, * Signifikan pada 10 %, (ts) Tidak signifikan