Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Risiko likuiditas mempunyai dua arti, pengertian pertama yaitu ketidakpastian atau
kemungkinan perusahaan tidak dapat memenuhi kewajiban pembayaran jangka pendek atau
pengeluaran tak terduganya. Pengertian kedua yaitu kemungkinan penjualan suatu asset
perusahaan dengan diskon yang tinggi karena sulitnya mencari pembeli. Perusahaan menghadapi
risiko likuiditas jenis ini terutama bagi yang menanamkan uang di surat berharga.
Ciri dari risiko likuiditas tipe kedua ini adalah besarnya spread, yaitu selisih harga beli
dan jual. Sekalipun risiko likuiditas berkaitan dengan jangka waktu yang pendek, kondisi tidak
likuid yang ekstrem dapat menyebabkan kebangkrutan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan resiko likuiditas?
2. Apa saja faktor yang bisa mempengaruhi resiko likuiditas?
3. Bagaimana karakteristik resiko dalam perbankan syariah?
4. Bagaimana proses terjadinya manajemen resiko likuiditas?
5. Apa itu likuiditas aset/
6. Seperti apa manajemen likuiditas pada perbankan syariah?

Manajemen likuiditas Bank Syariah Page 1


BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Resiko Likuiditas
Resiko likuiditas adalah resiko akibat ketidakmampuan bank syariah untuk
memenuhi kewajiban yang jatuh tempo dari sumber pendanaan arus kas atau aset likuid
yang berkualitas tinggi yang dapat digunakan, tanpa mengganggu aktivitas dan kondisi
keuangan yang baik.1
Manajemen risiko dalam bank Islam mempunyai karakter yang berbeda dengan
bank konvensional, terutama karena adanya jenis-jenis resiko yang khas melekat pad
bank-bank yang beroprasi secara syariah. Dengan kata lain, perbedaan mendasar antara
bank islam dengan bank konvensional bukan terletak pada bagaimana cara mengukur,
melainkan pada apa yang dinilai.2
Resiko likuiditas sebagai potensi kerugian yang dapat dialami oleh bank islam
karena ketidakmampuannya memenuhi liabilitasnya yang telah jatuh tempo atau ketidak
mampuan bank islam dalam menandai peningkatan asetnya dengan biaya yang relatif
murah dan tanpa adanya kerugian berarti yang diderita. Sementara itu PBI Nomor
13/23/PBI/2011 mendefinisikan resiko likuiditas sebagai resiko akibat ketidak mampuan
bank memenuhi liabilitas yang jatuh tempo dari sumber pendanaan arus kas dan atau aset
likuid berkualitas tinggi yang dapat diagungkan, tanpa mengganggu aktivitas dan
keuangan bank.
Dapat disimpulkan bahwa likuiditas bagi institusi perbankan lebih kompleks
dibandingkan lembaga keuangan lainnya. Likuiditas bagi bank mencakup dua hal, yakni
kemampuan bank islam untuk segera memenuhi liabilitas yang jatuh tempo dan
kemampuan bank islam untuk mendapatkan dana baru dengan biaya relatif murah.
Liabilitas bank yang jatuh tempo adalah jumlah dana simpanan (giro, tabungan, dan
deposito) yang akan ditarik kembali oleh nasabah. Sementara dana baru yang dimaksud
adalah akses atau sumber pendanaan yang dapat diperoleh oleh bank islam ketika bank

1
Bambang Rianto Rustam, Manajemen Resiko Perbankan Syariah di Indonesia, Jakarta,Salemba Empat, 2013,
hlm.147.
2
Adiwarman, A. karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, cet. 3 (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2006)
hlm.35

Manajemen likuiditas Bank Syariah Page 2


islam membutuhkan dana cepat, untuk mendanai aset atau untuk memenuhi liabilitas
jangka pendek yang jatuh tempo.
Adapun karakter manajemen risiko pada bank Islam, adalah :
a. Identifikasi Risiko
Identifikasi risiko yang dilakukan dalam bank Islam tidak hanya mencakup
berbagai risiko yang ada pada bank pada umumnya, melainkan juga meliputi risiko yang
khas hanya ada pada bank-bank yang beroprasi berdasarkan prinsip syariah. Dalam hal
ini, keunikan bank Islam terletak pada enam hal, yaitu :
 Proses transaksi pembiayaan,
 Proses manajemen,
 Sumber daya manusia (insani),
 Teknologi,
 Lingkungan eksternal,
 Kerusakan.
b. Penilaian Risiko
Dalam penilaian risiko, keunikan bank Islam terlihat pada hubungan antara
probability dan impact, atau biasa dikenal sebagai Qualitative Approach.
c. Antisipasi Risiko
Antisipasi risiko dalam bank islam bertujuan untuk :
 Preventive. Dalam hal ini, bank islam memerlukan persetujuan DPS untuk
mencegah kekeliruan proses dan transaksi dari aspek syariah. Disamping itu, bank
islam juga memerlukan opini bahwa fatwa DSN bila bank Indonesia memandang
persetujuan DPS belum memadai atau berada diluar wewenang.
 Detective. Pengawasan dalam bank islam meliputi dua aspek, yaitu aspek
perbankan oleh bank Indonesia dan aspek syariah oleh DPS.
 Recovery. Koreksi atau suatu permasalahan dapat melibatkan bank Indonesia
untuk aspek perbankan dan DSN untuk aspek syariah.
d. Monitoring Risiko
Aktivitas dalam bank islam tidak hanya meliputi manajemen bank islam, tetapi
juga melibatkan Dewan Pengawas Syariah.

Manajemen likuiditas Bank Syariah Page 3


B. Faktor Pendukung Terjadinya Resiko Likuiditas.
Resiko likuiditas perbankan merupakan akibat dari interaksi antara aset dan
liabilias yang bank islam miliki. Sehingga permasalah likuiditas pada bank islam dapat
terjadi jika
1 Pada saat terjadi penarikan dana simpanan berjumlah besar, bank islam tidak
memiliki cukup dana dan sumber pendanaan cepat yang dapat digunakan untuk
memenuhi kebutuhan likuiditas tersebut.
2 Ketika bank islam telah memiliki komitmen pembiayaan dalam jumlah besar yang
belum terealisasi dengan debitur dan pada saat realisasi, bank islam tidak
memiliki dana yang cukup.
3 Terjadi penarikan simpanan yang cukup besar dan bank islam tidak memiliki aset
yang dapat segera dicairkan untuk memenuhi kebutuhan likuiditas nasabah.
4 Terjadinya penurunan besar-besaran terhadap nilai aset yang bank memiliki
memicu ketidak percayaan nasabah sehingga menarik dana simpanannya dari
bank.3
C. Karakteristik Risiko Perbankan Syariah
Perbedaan antara rumusan teoritis dan realita dari perbankan syariah dapat
diidentifikasikan dengan jelas. Secara teoritis, para ekonom muslim menjelaskan bahwa
pada sisi liabilitas, bank syariah hanya memiliki dan investasi (investment deposit).
Sedangkan pada sisi aset, dana investasi ini selanjutnya akan disalurkan melalui bagi
hasil (profit sharing). Berdasarkan sistem ini, gejolak yang terjadi pada sisi aset, secara
otomatis ditompang oleh konsep berbagi risiko (risk sharing) sebagai karakteristik dari
dana investasi. Dengan demikian, secara teoritis perbankan syariah menawarkan
alternatif yang lebih stabil dibandingkan sistem perbarbankan konvensional.Adapun
karakteristik sistemik dari sistem ini adalah sebanding dengan risiko yang melekat pada
reksadana (mutual fund).
Fokus perhatian dari studi ini adalah pada aspek praktik perbankan syariah.
Bagaimanapun, praktik perbankan syariah tidaklah sama dengan apa yang ada dalam
teori. Pada sisi aset, investasi dapat dilakukan melalui model pembiayaan berbasis bagi
hasil (mudharabah dan musyarakah) dan model pembiayaan berbasis pendapatan tetap

3
Imam Wahyudi dkk, Manajemen Resiko Bank Islam, Jakarta, Salemba Empat, 2013. Hlm 212.

Manajemen likuiditas Bank Syariah Page 4


(fix income), seperti murabahah (jual beli dengan mark-up), jual beli dengan cicilan
(murabahah jangka menengah/panjang), istishna’/salam (penyerahan objek jual beli
ditangguhkan atau pembayaran dimuka) dan ijarah (sewa-menyewa). Dana hanya
disediakan untuk membiayai aktivitas bisnis yang sesuai dengan prinsip syariah.
Sementara disisi liabilitas, dana pihak ketiga dapat dihimpun dalam bentuk rekening giro
(current account) dan rekening investasi (investment account). Jenis dana yang pertama
dalam bank syariah adalah qard hasan (pinjaman tanpa bunga) atau amanah (kontrak
kepercayaan). Dana tersebut harus dikembalikan secara penuh kepada deposan atas
unjuk(giro). Sedang deposan investasi akan menerima imbalan berdasarkan skema profit
and loss sharing (PLS) dan dana tersebut ikut berbagi dalam risiko opResikonal bank.
Penerapan konsep bagi hasil kepada deposan merupakan karakteristik unik bank
syariah.Karakteristik ini bersama-sama dengan variasi model pembiayaan dan kepatuhan
pada prinsip-prinsip syariah, telah mengubah karakteristik risiko yang dihadapi oleh bank
syariah.
D. Proses Manajemen Risiko Likuiditas
Untuk dapat menerapkan proses manajemen risiko, pada tahap awal bank syariah
harus secara tepat mengenal, memahami serta mengidentifikasi seluruh risiko, baik yang
sudah ada maupun yang mungkin timbul dari suatu bisnis baru bank. Selanjutnya, secara
berturut-turut bank syariah perlu melakukan pengukuran, pemantauan dan pengendalian
risiko. Proses ini terus berkesinambugan sehingga menjadi sebuah lifecycle.4
Dalam pelaksanaannya, proses ini melalui langkah-langkah berikut :
 Identifikasi risiko, dilaksanakan dengan melakukan analisis terhadap karakteristik
risiko yang melekat pada aktivitas fungsional, risiko terhadap produk dan
kegiatan usaha.
 Pengukuran risiko, dilaksanakan dengan melakukan evaluasi secara berkala
terhadap kesesuaian asumsi, sumber data dan prosedur yang digunakan untuk
mengukur risiko. Penyempurnaan terhadap system pengukuran risiko dilakukan
apabila terdapat perubahan kegiatan usaha, produk, transaksi dan factor risiko
yang bersifat material.

4
Muhammad, Manajemen Bank Syariah, (yogyakarta: UUP STIM YKPN, 2011), Ed. Rev, Cet. II. Hlm 56.

Manajemen likuiditas Bank Syariah Page 5


 Pemantau risiko, dilaksanakan dengan melakukan evaluasi terhadap eksposure
risiko. Penyempurnaan proses pelaporan terhadap perubahan kegiatan usaha,
produk, transaksi, faktor risiko, teknologi informasi dan system informasi
manajemen yang berifat material.
Manajemen risiko likuiditas diawali dengan identifikasi berbagai komponen pada
aset dan liabilitas yang sangat terkait dengan likuiditas pada bang islam. Aset-aset yang
dimiliki akan menghasilkan arus kas masuk, sementara liabilitas yang dimiliki akan
mengakibatkan arus kas keluardari bank islam. Sehingga, proses manajemen risiko
likuiditas diawali dengan pengumpulan data yang didalamnya mencakup proses
inditifikasi berbagai sumber arus kas masuk dan arus kas keluar yang telah
dikelompokkan berdasarkan waktu jatuh tempo.
Pengumpulan data arus kas masuk dan arus kas keluar sangat penting karena akan
menjadi sumber informasi dalam penyusunan proyeksi arus kas. Dengan teknik
pemodelan tertentu, bank islam mendefinisikan perilaku pola arus kas masuk dan keluar
dimasa lalu dan kemudian menggunakannya untuk memperoleh proyeksi arus kas dimas
depan. Sehingga, dengan menggunakan data proyeksi arus kas masuk dan keluar, bank
islam dapat memperoleh proyeksi kelebihan atau kekurangan likuiditas dimasa depan.
Jika arus kas masuk lebih besar dibandingkan arus kas keluar, maka bank islam
mengalami kondisi kelebihan likuiditas (excess liquidity) dan jika sebaliknya, maka bank
islam mengalami kekurangan likuiditas (shortage liquiditas). Informasi tersebut berguna
bagi bank islam untuk menentukan kapan pendanaan kekurangan likuiditas harus
dilakukan agar bank islam terhindar dari masalah likuditas.
E. Likuiditas Aset
Likuiditas asset berkaitan dengan mudah tidaknya suatu asset diperjual-belikan.
Istilah asset tidak likuid banyak dijumpai di pasar modal, terutama untuk menyebut
saham yang tidak banyak diperdagangkan. Saham tidur merupakan saham yang dibeli
investor yang kemudian disimpan. Ada beberapa alasan investor melakukannya.
Saham tidur bisa jadi karena perusahaan pengemisi saham termasuk ke dalam
industri baru. Tinggi rendahnya pertumbuhan harga saham tergantung pada keyakinan
investor pada masa depan perusahaan. Semakin tinggi tingkat keyakinan pertumbuhan
perusahaan, semakin tinggi pula kenaikan harga saham.

Manajemen likuiditas Bank Syariah Page 6


Bisa jadi, saham tidur dikeluarkan oleh perusahaan bukan favorit investor.
Perusahaan blue chips adalah perusahaan yang menarik untuk perdagangan yang
biasanya besar dan sehat, setiap orang tertarik untuk memiliki. Dengan membeli saham
perusahaan blue chips ini, kemudian menjualnya dengan mendapatkan keuntungan yang
kecil. Dalam situasi tertentu, misalnya ada rumor, keuntungan berupa capital gain bisa
besar.
Perusahaan setingkat di bawah blue chips merupakan perusahaan second layer.
Perusahaan ini masih menarik bagi investor dengan selera risiko yang agak tinggi.
Investor menyimpan dan menunggu pergerakan harga saham. Pada saat ada tanda-tanda
menggeliat naik, investor siap-siap membeli. Pada saat harga saham diperkirakan sudah
di puncak dan akan turun, investor ancang-ancang untuk menjualnya.
Saham di bawah kategori second layer cenderung tidak diminati investor jangka
pendek. Saham inilah yang merupakan saham tidur. Hanya investor jangka panjang yang
berminat terhadap saham-saham ini.
Semakin blue chip perusahaan, semakin likuid sahamnya. Masalah likuiditas asset
tidak hanya berlaku bagi surat berharga yang diperdagangkan di pasar uang saja.
Beberapa perusahaan memperdagangkan piutang, terutama perusahaan yang mengalami
kesilitan likuiditas. Perusahaan anjak piutang merupakan perusahaan yang kegiatannya
membeli dan menjual piutang perusahaan. Perusahaan yang menjual piutang perlu
memberikan diskon kepada perusahaan anjak piutang. Semakin tinggi risiko piutang
tersebut, diskon yang diberikan pun semakin tinggi pula.
Risiko piutang terkait dengan kemampuan-tagihan piutang (collectibility) dan
jatuh tempo piutang. Semakin lama jatuh tempo piutang, semakin besar pula diskon yang
harus diberikan. Umur piutang terkait dengan keterikatan uang dalam piutang. Semakin
lama umur piutang, semakin besar biaya uang (cost of finance) untuk mendanai piutang
tersebut.5

F. Manajemen Resiko Likuiditas Perbankan Syari’ah.


5
http://nonnababybelle.blogspot.com/2012/05/manajemen-risiko-risiko-likuiditas-bab.html tanggal 24-03-2015,
pukul 20.28

Manajemen likuiditas Bank Syariah Page 7


Likuiditas menjadi hal yang penting bagi bank islam untuk dikelola. Pengelolaan
likuiditas pada bank islam sedikit lebih rumit dibandingkan jenis resiko lainnya. Hal ini
disebabkan karena likuiditas memiliki dua sisi yang bertolak blakang. Disatu sisi
tingginya likuiditas membuat posisi bank relatif aman dan stabil, tetapi disisi lain
likuiditas yang terlalu tinggi justru membuat tingkat profitabilitas mmenjadi rendah
karena aset-aset yang likuid biasanya tidak dapat memberikan tingkat imbal hasil yang
tinggi. Manajemen resiko likuiditas yang baik harus diawali denngan proses pengukuran
likuiditas pada bank islam dan diakhiri dengan berbagi strategi mitigrasi resiko yang
dapat dilakukan oleh bank islam untuk menghadapi risiko likuiditas.
Secara historis penerapan manajemen risiko pada bank syariah, dalam hal ini BI
sendiri baru mulai menerapkan aturan perhitungan capital adequacy ratio (CAR) pada
bank sejak 1992. Sementra itu, bank dengan prinsip syariah lahir pertama kali di-
Indonesia pada tahun yang sama. Jadi jika dilihat dari usia system perbankan syariah, hal
ini merupakan tantangan yang berat.
Bank syariahpun akan sangat sulit mengikuti konsep yang telah dijalankan
perbankan konvensional dalam hal manajemen risiko, mengingat perbankan
konvensional membutuhkan waktu yang panjang untuk membangun system dan
mengembangkan teknik manajemen risiko.
Dilain pihak, operasi bank syariah memiliki karakteristik dan perbedaan yang
sangat mendasar jika dibandingkan dengan bank konvensional, sementara manajemen
risiko juga harus diimplementasikan oleh bank syariah agar tidak hancur dihantam risiko.
Maka cara yang paling cepat dan efektif adalah mengadopsi system manajemen
risiko bank konvensional yang disesuaikan dengan karakteristik perbankan syariah, inilah
yang dilakukan BI sebagai regulator perbankan nasional yang akan menerapkan juga bagi
bank syariah.
Dalam hal ini Islamic Financial Services Board (IFSB) telah merumuskan
prinsip-prinsip manajemen risiko bagi bank dan lembaga keuangan yang berprinsip
syariah. Disebutkan bahwa bahwa kerangka manajemen risiko lembaga keuangan syariah
mengacu pada Basel Accord II,6[9](yang juga diterapkan perbankan konvensional) dan
disesuaikan dengan karakteristik lembaga keuangan dengan prinsip syariah.

Manajemen likuiditas Bank Syariah Page 8


Secara umum risiko yang dihadapi perbankan syariah bisa diklasifikasikan
menjadi dua bagian besar, yakni risiko yang sama denganyang dhadapi oleh perbankan
konvensional dan risiko yang memiliki keunikan tersendiri karena harus mengikuti
prinsip-prinsip syariah. Resiko kredit, risiko pasar, risiko opResikonal, risiko likuiditas,
dan risiko hukum harus dihadapi bank syariah tetapi, karena harus mematuhi aturan,
risiko-risiko yang dihadapi bank syariah pun menjadi berbeda. 7
Bank syariah juga harus menghadapi risiko-risiko lain yang unik (khas).Risiko
unik ini muncul karena isi neraca bank syariah yang berbeda dengan bank konvensional.
Dalam hal ini pola bagi hasil (profit and loss sharing) yang dilakukan bank syariah
menambah kemungkinan munculnya risiko-risiko lain. Seperti withdrawal risk, fiduciary
risk, dan displaced commercial risk merupakan contoh risiko unik yang harus dihadapi
bank syariah.Karakteristik ini bersama-sama dengan variasi modal pembiayaan dan
kepatuhan pada prinsip-prinsip syariah. Withdrawal risk, adalah risiko penarikan dana
yang disebabkan oleh deposan bila keuntungan yang mereka terima lebih rendah dari
tingkat return. Fiduciary risk sebagai risiko yang secara hukumbertanggung jawab atas
pelanggaran kontrak investasi baik ketidaksesuaiannya dengan dengan ketentuan syariah
atau salah kelola (mismanagement) terhadap dana investor.Displaced commercial risk
adalah transfer risiko yang berhubungan dengan simpanan kepada pemegang
ekuitas.Risiko ini bisa muncul ketika bank berada dibawah tekanan untuk mendapatkan
profit, namun bank justru harus memberikan sebagian profitnya kepada deposan akibat
rendahnya tingkat return.
Dalam pengembangannya kedepan, perbankan syariah menghadapi tantangan
yang tidak ringan sehubungan dengan penerapan manajemen risiko ini, seperti pemilihan
instrument finansial yang sesuai dengan prinsip syariah, termasuk juga instrument pasar
uang yang bisa digunakan untuk melakukan hedging (lindung nilai) terhadap risiko.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

7
Siswanto. Ely, Sulhan, Manajemen Bank Konvensional dan Syariah, (Malang: UIN-Malang Press, 2008), Cet. I, h.
151-152

Manajemen likuiditas Bank Syariah Page 9


Manajemen risiko dalam bank Islam mempunyai karakter yang berbeda dengan
bank konvensional, terutama karena adanya jenis-jenis resiko yang khas melekat pada
bank-bank yang beroprasi secara syariah. Dengan kata lain, perbedaan mendasar antara
bank islam dengan bank konvensional bukan terletak pada bagaimana cara mengukur,
melainkan pada apa yang dinilai.
Pengertian likuiditas dalam dunia perbankan lebih kompleks dibandingkan
dengan dunia bisnis secara umum. Dari sudut aktiva, likuiditas adalah mengubah seluruh
aset menjadi kas/uang tunai, sedangkan dari sudut pasiva likuiditas adalah kemempuan
bank memenuhi kebutuhan dana melalui peningkatan liabilitas.
Resiko likuiditas muncul sebagai salah satu resiko yang sangat penting dimana
bank perlu menanganinya untuk menghindari kerugian jika tidak dikelola dengan baik.

Manajemen likuiditas Bank Syariah Page 10

Anda mungkin juga menyukai