Anda di halaman 1dari 17

Dosen Pengajar: CICI YUSNAYANTI, S.Kep. Ns.M.

Kes

ISU-ISU, STRATEGI DAN KEGIATAN UNTUK PROMOSI KESEHATAN


DAN KESEJAHTERAAN LANSIA SERTA DUKUNGAN TERHADAP
ORANG YANG TERLIBAT MERAWAT LANSIA

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 2
NURHASANAH (P201701002) RESKY SASKIA A (P201701008)
FELA INTAN F. (P201701016) ELSA REVALINA (P201701039)
RINI (P201701006) SUBRA (P201701024)
KHOFIFAH BALQIS(P201701129) DEVI PERMATA S. (P201701014)
RISALDI (P201701022) HARMIN (P201701037)
MELANY (P201701010)

PROGRAN STUD S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
MANDALA WALUYA
KENDARI
2020

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kami
berbagai macam nikmat, sehingga aktivitas hidup ini banyak diberikan
keberkahan.Dengan kemurahan yang telah diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa
sehingga kami menyelesaikan makalah ini dengan baik.

Ucapkan terima kasih tidak lupa kami hanturkan kepada dosen dan teman-teman
yang banyak membantu dalam penyusunan makalah yang berjudul “Isu-Isu,
Strategi Dan Kegiatan Untuk Promosi Kesehatan Dan Kesejahteraan Lansia
Serta Dukungan Terhadap Orang Yang Terlibat Merawat Lansia”. Kami
menyadari di dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan.Masih banyak kekurangan yang harus diperbaiki, baik dari segi tata
bahasa maupun dalam hal perbuatan.

Oleh karena itu, kami meminta maaf atas ketidaksempurnaan dalam


pembuatan makalah ini dan juga memohon kritik dan saran untuk kami agar bisa
lebih baik lagi dalam membuat karya tulis ini. Harapan kami mudah-mudahan apa
yang akan kami susun ini bisa memberikan manfaat untuk diri kami sendiri,
teman-teman, maupun orang lain.

Kendari, 28 April 2020

(Kelompok 2)

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar............................................................................................i
Daftar Isi.......................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...................................................................................1
B. Rumusan Masalah..............................................................................2
C. Tujuan................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

A. Devinisi Lansia Dan Menua...............................................................3


B. Isu-isu, Strategi dan Kegiatan untuk promosi Kesehatan dan
Kesejahteraan Lansia.........................................................................3
C. Dukungan Terhadap Orang Yang Terlibat Merawat Lansia..............11

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan........................................................................................13
B. Saran..................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bangsa Indonesia sebagai bangsa yang berbudaya luhur, memiliki ikatan
kekeluargaan yang mencerminkan nilai-nilai keagamaan dan budaya yang
menghargai peran serta kedudukan para lanjut usia dalam keluarga maupun
masyarakat, Sebagai warga yang telah berusia lanjut, para lanjut usia
mempunyai kebajikan ,kearipan serta pengalaman berharga yang dapat di
teladani oleh generasi penerus dalam pembangunan nasional. Seiring dengan
kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan telah memicu timbulnya
berbagai perubahan dalam masyarakat, dengan meningkatkan angka harapan
hidup.
Dari hasil sensus penduduk yang dilaksakan oleh BPS menunjukan pada
tahun 2000 usia harapan hidup di Indonesia mencapai 67 dari populasi lanjut
usia yang di perkirakan 17 juta orang. Padatahun 2020 jumlah penduduk lanjut
usia Indonesia diproyeksika nmencapai 28 juta orang yang berusia 71 tahun.
Perubahan komposisi penduduk lanjut usia menimbulkan berbagai
kebutuhan  baru yang harus dipenuhi, sehingga dapat pula menjadi
permasalahan yang komplek bagi lanjut usia,baik sebagai individu keluarga
mau pun masyarakat.
Keberadaan usia lanjut ditandai dengan umur harapan hidup yang semakin
meningkat dari tahun ke tahun , hal tersebut membutuhkan upaya
pemeliharaan serta peningkatan kesehatan dalam rangka mencapai masa tua
yang sehat, bahagia, berdaya guna, dan produktif (pasal 19 UU No. 23 tahun
1992 tentang kesehatan).
Guna mengatasi lanjut usia, diperlukan program pelayanan kesejahteraan
social lanjut usia yang terencana, tepat guna dan tetap memiliki karakteristik.
Sebagaibangsa yang menjamin keharmonisan hubungan di antara anak, Three

1
in one roof, yang artinya bahwa suasana hubungan yang harmonis antar ketiga
generasi akan terus terjalin sepanjang masa, walaupun saat ini mereka
cenderung tidak tinggal bersama dalam satu rumah. Namun semangatnya
masih terpatri dalam satu atap kebersamaan.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah Devinisi Lansia dan Menua?
2. Bagaimanakah Isu-isu, Strategi dan Kegiatan untuk promosi Kesehatan
dan Kesejahteraan Lansia?
3. Bagaimanakah Dukungan Terhadap Orang Yang Terlibat Merawat
Lansia?

C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Devinisi Lansia dan Menua.
2. Untuk Mengetahui Isu-isu, Strategi dan Kegiatan untuk promosi
Kesehatan dan Kesejahteraan Lansia.
3. Untuk Mengetahui Dukungan Terhadap Orang Yang Terlibat Merawat
Lansia.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Devinisi Lansia dan Menua


Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaaan yang terjadi didalam
kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak
hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan
kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah, yang berarti seseorang
telah melalui tiga tahap kehidupannya, yaitu anak, dewasa dan tua.

B. Isu-isu, Strategi dan Kegiatan untuk promosi Kesehatan dan


Kesejahteraan Lansia
1. Pengertian dan Lingkup Promosi Kesehatan
Dewasa ini promosi kesehatan (health promotion) telah menjadi bidang
yang semakin penting dari tahun ke tahun. Dalam tiga dekade terakhir,
telah terjadi perkembangan yang signifikan dalam hal perhatian dunia
mengenai masalah promosi kesehatan. Pada 21 November 1986, World
Health Organization (WHO) menyelenggarakan Konferensi Internasional
Pertama bidang Promosi Kesehatan yang diadakan di Ottawa, Kanada.
Konferensi ini dihadiri oleh para ahli kesehatan seluruh dunia, dan
menghasilkan sebuah dokumen penting yang disebut Ottawa Charter
(Piagam Ottawa). Piagam ini menjadi rujukan bagi program promosi
kesehatan di tiap negara, termasuk Indonesia.
Dalam Piagam Ottawa disebutkan bahwa promosi kesehatan adalah
proses yang memungkinkan orang-orang untuk mengontrol dan
meningkatkan kesehatan mereka (Health promotion is the process of
enabling people to increase control over, and to improve, their health,
WHO, 1986). Jadi, tujuan akhir promosi kesehatan adalah kesadaran di
dalam diri orang-orang tentang pentingnya kesehatan bagi mereka
sehingga mereka sendirilah yang akan melakukan usaha-usaha untuk
menyehatkan diri mereka.

3
Lebih lanjut dokumen itu menjelaskan bahwa untuk mencapai derajat
kesehatan yang sempurna, baik fisik, mental, maupun sosial, individu atau
kelompok harus mampu mengenal serta mewujudkan aspirasi-aspirasinya
untuk memenuhi kebutuhannya dan agar mampu mengubah atau
mengatasi lingkungannya (lingkungan fisik, sosial budaya, dan
sebagainya). Kesehatan adalah sebuah konsep positif yang
menitikberatkan sumber daya pada pribadi dan masyarakat sebagaimana
halnya pada kapasitas fisik. Untuk itu, promosi kesehatan tidak hanya
merupakan tanggung jawab dari sektor kesehatan, akan tetapi jauh
melampaui gaya hidup secara sehat untuk kesejahteraan (WHO, 1986).
Penyelenggaraan promosi kesehatan dilakukan dengan
mengombinasikan berbagai strategi yang tidak hanya melibatkan sektor
kesehatan belaka, melainkan lewat kerjasama dan koordinasi segenap
unsur dalam masyarakat. Hal ini didasari pemikiran bahwa promosi
kesehatan adalah suatu filosofi umum yang menitikberatkan pada gagasan
bahwa kesehatan yang baik merupakan usaha individu sekaligus kolektif
(Taylor, 2003).
Bagi individu, promosi kesehatan terkait dengan pengembangan
program kebiasaan kesehatan yang baik sejak muda hingga dewasa dan
lanjut usia (Taylor, 2003). Secara kolektif, berbagai sektor, unsur, dan
profesi dalam masyarakat seperti praktisi medis, psikolog, media massa,
para pembuat kebijakan publik dan perumus perundang-undangan dapat
dilibatkan dalam program promosi kesehatan. Praktisi medis dapat
mengajarkan kepada masyarakat mengenai gaya hidup yang sehat dan
membantu mereka memantau atau menangani risiko masalah kesehatan
tertentu. Para psikolog berperan dalam promosi kesehatan lewat
pengembangan bentuk-bentuk intervensi untuk membantu masyarakat
memraktikkan perilaku yang sehat dan mengubah kebiasaan yang buruk.
Media massa dapat memberikan kontribusinya dengan menginformasikan
kepada masyarakat perilaku-perilaku tertentu yang berisiko terhadap
kesehatan seperti merokok dan mengonsumsi alkohol. Para pembuat

4
kebijakan melakukan pendekatan secara umum lewat penyediaan
informasi-informasi yang diperlukan masyarakat untuk memelihara dan
mengembangkan gaya hidup sehat, serta penyediaan sarana-sarana dan
fasilitas yang diperlukan untuk mengubah kebiasaan buruk masyarakat.
Berikutnya, perumus perundang-undangan dapat menerapkan aturan-
aturan tertentu untuk menurunkan risiko kecelakaan seperti misalnya
aturan penggunaan sabuk pengaman di kendaraan (Taylor, 2003).
2. Lingkup promosi kesehatan
Oleh karena itu, lingkup promosi kesehatan dapat disimpulkan sebagai
berikut (Iqi, 2008):
a. Pendidikan kesehatan (health education) yang penekanannya pada
perubahan/perbaikan perilaku melalui peningkatan kesadaran,
kemauan, dan kemampuan.
b. Pemasaran sosial (social marketing), yang penekanannya pada
pengenalan produk/jasa melalui kampanye.
c. Upaya penyuluhan (upaya komunikasi dan informasi) yang tekanannya
pada penyebaran informasi.
d. Upaya peningkatan (promotif) yang penekanannya pada upaya
pemeliharaan dan peningkatan kesehatan.
e. Upaya advokasi di bidang kesehatan, yaitu upaya untuk memengaruhi
lingkungan atau pihak lain agar mengembangkan kebijakan yang
berwawasan kesehatan (melalui upaya legislasi atau pembuatan
peraturan, dukungan suasana, dan lain-lain di berbagai bidang/sektor,
sesuai keadaan).
f. Pengorganisasian masyarakat (community organization),
pengembangan masyarakat (community development), penggerakan
masyarakat (social mobilization), pemberdayaan masyarakat
(community empowerment), dll.
3. Kegiatan Promosi Kesehatan
Kesehatan memerlukan prasyarat-prasyarat yang terdiri dari berbagai
sumber daya dan kondisi dasar, meliputi perdamaian (peace),

5
perlindungan (shelter), pendidikan (education), makanan (food),
pendapatan (income), ekosistem yang stabil (a stable eco-system), sumber
daya yang berkesinambungan (a sustainable resources), serta kesetaraan
dan keadilan sosial (social justice and equity) (WHO, 1986). Upaya-upaya
peningkatan promosi kesehatan harus memerhatikan semua prasyarat
tersebut.
WHO, lewat Konferensi Internasional Pertama tentang Promosi
Kesehatan di Ottawa pada tahun 1986, telah merumuskan sejumlah
kegiatan yang dapat dilakukan oleh setiap negara untuk menyelenggarakan
promosi kesehatan. Berikut akan disediakan terjemahan dari Piagam
Ottawa pada bagian yang diberi subjudul Health Promotion Action Means.
Menurut Piagam Ottawa, kegiatan-kegiatan promosi kesehatan berarti:
a. Membangun kebijakan publik berwawasan kesehatan (build healthy
public policy)
b. Menciptakan lingkungan yang mendukung (create supportive
environments)
c. Memerkuat kegiatan-kegiatan komunitas (strengthen community
actions)
d. Mengembangkan keterampilan individu (develop personal skills)
e. Reorientasi pelayanan kesehatan (reorient health services)
f. Bergerak ke masa depan (moving into the future)
4. Strategi Promosi Kesehatan
a. Advokasi
Advokasi (advocacy) adalah kegiatan memberikan bantuan kepada
masyarakat dengan membuat keputusan ( Decision makers ) dan
penentu kebijakan ( Policy makers ) dalam bidang kesehatan maupun
sektor lain diluar kesehatan yang mempunyai pengaruh terhadap
masyarakat.   Dengan demikian, para pembuat keputusan akan
mengadakan atau mengeluarkan kebijakan-kebijakan dalam bentuk
peraturan, undang-undang, instruksi yang diharapkan menguntungkan
bagi kesehatan masyarakat umum. Srategi ini akan berhasil jika

6
sasarannya tepat dan sasaran advokasi ini adalah para pejabat eksekutif
dan legislatif, para pejabat pemerintah, swasta, pengusaha, partai
politik dan organisasi atau LSM dari tingkat pusat sampai daerah.
Bentuk dari advokasi berupa lobbying melalui pendekatan atau
pembicaraan-pembicaraan formal atau informal terhadap para pembuat
keputusan, penyajian isu-isu atau masalah-masalah kesehatan yang
mempengarui kesehatan masyarakat setempat, dan seminar-seminar
kesehatan. ( Wahid Iqbal Mubarak, Nurul Chayantin2009 ).
b. Kemitraan
Di Indonesia istilah Kemitraan  (partnership) masih relative baru,
namun demikian prakteknya di masyarakat sebenarnya sudah terjadi
sejak saman dahulu. Sejak nenek moyang kita telah mengenal istilah
gotong royong yang sebenarnya esensinya kemitraan.
Robert Davies, ketua eksekutif “The Prince of Wales Bussines
Leader Forum” (NS Hasrat jaya Ziliwu, 2007) merumuskan,
“Partnership is a formal cross sector relationship between individuals,
groups or organization who :
1) Work together to fulfil an obligation or undertake a specific task
2) Agree in advance what to commint and what to expect
3) Review the relationship regulary and revise their agreement as
necessary, and
4) Share both risk and the benefits

Dari pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa kemitraan


adalah suatu kerjasama formal antara individu-individu, kelompok-
kelompok atau organisasi-organisasi untuk mencapai suatu tugas atau
tujuan tertentu. Dalam kerjasama tersebut ada kesepakatan tentang
komitmen dan harapan masing-masing, tentang peninjauan kembali
terhadap kesepakatan-kesepakatan yang telah dibuat,dan saling berbagi
baik dalam resiko maupun keuntungan yang diperoleh.

7
Dari definisi ini terdapat tiga (3) kata kunci dalam kemitraan,
yakni:
1) Kerjasama antar kelompok, organisasi dan Individu
2) Bersama-sama mencapai tujuan tertentu (yang disepakati bersama)
3) Saling menanggung resiko dan keuntungan
Pentingnya kemitraan (partnership) ini mulai digencarkan oleh
WHO pada konfrensi internasional promosi kesehatan yang keempat di
Jakarta pada tahun 1997. Sehubungan dengan itu perlu dikembangkan
upaya kerjasama yang saling memberikan manfaat. Hubungan
kerjasama tersebut akan lebih efektif dan efisien apabila juga didasari
dengan kesetaraan.
Peran Dinas Kesehatan dalam Pengembangan Kemitraan di Bidang
Kesehatan. Beberapa alternatif peran yang dapat dilakukan, sesuai
keadaan, masalah dan potensi setempat adalah :
1) Initiator : memprakarsai kemitraan dalam rangka sosialisasi dan
operasionalisasi Indonesia Sehat.
2) Motor/dinamisator : sebagai penggerak kemitraan, melalui
pertemuan, kegiatan bersama, dll.
3) Fasilitator : memfasiltasi, memberi kemudahan sehingga kegiatan
kemitraan dapat berjalan lancar.
4) Anggota aktif : berperan sebagai anggota kemitraan yang aktif.
5) Peserta kreatif : sebagai peserta kegiatan kemitraan yang kreatif.
6) Pemasok input teknis : memberi masukan teknis (program
kesehatan).
Dukungan sumber daya : memberi dukungan sumber daya sesuai
keadaan, masalah dan potensi yang ada.

8
c. Pemberdayaan Masyarakat ( Empowerment )
Secara konseptual, pemberdayaan atau pemberkuasaan
(empowerment), berasal dari kata ‘power’ (kekuasaan atau
keberdayaan). Karenanya, ide utama pemberdayaan bersentuhan
dengan konsep mengenai kekuasaan. Kekuasaan seringkali dikaitkan
dengan kemampuan kita untuk membuat orang lain  melakukan apa
yang kita inginkan, terlepas dari keinginan dan minat mereka. Ilmu
sosial tradisional menekannkan bahwa kekuasaan berkaitan dengan 
pengaruh dan kontrol. Pengertian ini mengasumsikan bahwa
kekuasaan sebagai suatu yang tidak berubah atau tidak dapat dirubah.
Kekuasaan tidak vakum dan terisolasi. Kekuasaan senantiasa hadir
dalam konteks relasi sosial antara manusia.  Kekuasaan tercipta dalam
relasi sosial. Karena itu, kekuasaan dan hubungan kekuasaaan dapat
berubah. Dengan pemahaman kekuasaan seperti ini, pemberdayaan
sebagai sebuah proses perubahan kemudian memiliki konsep yang
bermakna. Dengan kata lain, kemungkinan terjadinya proses
pemberdayaan sangat tergantung pada dua hal :
1) Bahwa kekuasaan dapat berubah, Jika kekuasaan tidak dapat
berubah pemberdayaan tidak mungkin terjadi dengan cara apapun.
2) Bahwa kekuasaan dapat diperluas. Konsep ini menekankan pada
pengertian kekuasaan yang tidak statis, melainkan dinamis.
Pemberdayaan (Empowernment) adalah sebuah konsep yang lahir
sebagai bagian dari perkembangan alam pikiran masyarakat dan
kebudayaan barat, utamanya Eropa. Untuk memahami konsep
pemberdayaan secara tepat dan jernih memerlukan upaya pemahaman
latar belakang kontekstual yang melahirkannya. Konsep tersebut telah
begitu meluas diterima dan dipergunakan, mungkin dengan pengertian
presepsi yang berbeda satu dengan yang lain. Penerimaan dan
pemakaian konsep tersebut secara kritikal tentulah meminta kita
mengadakan telaah yang sifatnya mendasar dan jernih.

9
Konsep pemberdayaan mulia Nampak disekitar decade 70-an, dan
kemudian berkembang terus sepanjang decade 80-an dan sampai
decade 90-an atau akhir abad ke-20 ini. Diperkirakan konsep ini
muncul bersamaan dengan aliran-aliran seperti Eksistensialisme,
Phenomelogi, Personalisme, kemudian lebih dekat dengan gelombang
New-Marxisme, freudialisme, aliran-aliran seperti Sturktualisme dan
Sosiologi Kritik Sekolah Frankfurt serta konsep-konsep seperti elit,
kekuasaan, anti-astabilishment, gerakan populasi, anti-struktur,
legitimasi, ideology, pembebasn dan konsep civil society (Pranarka &
Moeljarto, 1996).
Istilah Pemberdayaan masyarakat tidak menganut pendekatan
mobilisasi tetapi partisipatif. Pada pendekatan partisipatif ini,
perencana, agents dan masyarakat yang dijadikan sasaran
pembangunan bersama-sama merancang dan memikirkan
pembangunan yang diperlukan oleh masyarakat (Sairin, 2002)
Pemberdayaan masyarakat (community empowerment) kini telah
dijadikan sebuah strategi dalam membawa masyarakat dalam
kehidupan sejahtera secara adil dan merata. Strategi ini cukup efektif
memandirikan masyarakat pada berbagai bidang, sehingga dibutuhkan
perhatian yang memadai. Oleh kerena itu, Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Achmad Suyudi mengingstruksikan Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota menggerakkan masyarakat melakukan upaya-upaya
pencegahan penyakit (http://www.depkes.go.id/ ).
Pemberdayaan masyarakat secara umum lebih efektif jika
dilakukan melalui program pendampingan masyarakat (community
organizing and defelopment), karena pelibatan masyarakat sejak
perencanaan (planning), pengorganisasian (Organising), pelaksanaan
(Actuating) hingga evaluasi atau pengawasan (Controlling) program
dapat dilakukan secara maksimal. Upaya ini merupakan inti dari
pelaksanaan pemberdayaan masyarakat (Halim, 2000).

10
Pelibatan masyarakat melalui pelaksanaan fungsi-fungsi
manajemen; perencanaan (Planning), pengorganisasiaa.n
(Organising), pelaksanaan (Actuating) hingga evaluasi atau
pengawasan (Controlling) program atau biasa disingkat POAC telah
diadopsi untuk program-program bidang kesehatan. Tujuannya adalah
untuk meningkatkan derajad kesehatan masyarakat (Notoadmojo,
2003).

C. Dukungan Terhadap Orang Yang Terlibat Merawat Lansia


1. Tujuan Merawat Lansia
Teridentifikasi dua tujuan yaitu membantu lansia dan menjaga
keamanan pada lansia. Tujuan merawat lansia yang dilakukan oleh
caregiver menurut Maryam (2008) untuk menghindari kecelakaan dengan
perbaikan lingkungan disekitar lansia, membantu lansia dalam pemenuhan
kebutuhan. Terdapat persamaan antara konsep dengan hasil penelitian.
Tujuan dalam perawatan lansia adalah membantu lansia dalam memenuhi
kebutuhannya dan menjaga lansia agar tidak mengalami masalah karena
sakit atau kecelakaan.
2. Dukungan Sosial Dalam Merawat Lansia
Keluarga yang berperan sebagai caregiver mendapatkan dukungan
dari internal yaitu suami/ istri dan juga dari eksternal yang berasal dari
kakak/ adik ipar, kakak/ adik kandung, kader lansia, dan tenaga kesehatan
yang ada. Bentuk dukungan yang didapat berupa dukungan informal
yang berasal dari kader posyandu, tenaga kesehatan baik itu perawat
maupun dokter.
Friedman (1998) menjelaskan keluarga sebagai caregiver mendapat
dukungan internal seperti dukungan istri/suami, atau dukungan saudara
kandung dan dukungan eksternal yang berasal dari luar keluarga. Bentuk
dukungan teridentifikasi dukungan informal didapatkan oleh keluarga
sebagai caregiver.
Menurut Suparyanto (2011) dukungan informasional keluarga

11
didapatkan melalui ketersediaan nasehat atau masukan dari petugas
pelayanan kesehatan terdekat. Dukungan informal yang telah didapatkan
oleh caregiver yang sejalan dengan konsep teori adalah yang berasal dari
tenaga kesehatan. Hal tersebut tergambar pentingnya informasi tentang
perawatan lansia kepada keluarga pemberi perawatan lansia tidak hanya
informasi lisan tetapi juga informasi tulisan demi meningkatkan kualitas
perawatan.
3. Sumber Dukungan
Sumber dukungan yang diterima caregiver teridentifikasi dari dua
sumber yaitu sumber internal dan sumber eksternal. Sumber internal
caregiver berasal dari suami atau istri sedangkan sumber eksternal
berasal dari adik/kakak ipar dan juga kakak/adik kandung. Friedman
(2010) sumber dukungan yang didapatkan keluarga sebagai caregiver
dapat berasal dukungan internal yang berasal dari suami/ istri dan sumber
dukungan eksternal yang berasal dari keluarga besar. Dari hal tersebut
dapat dikatakan bahwa antara konsep dan hasil penelitian menunjukkan
kesamaan

12
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaaan yang terjadi didalam
kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak
hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan
kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah, yang berarti seseorang
telah melalui tiga tahap kehidupannya, yaitu anak, dewasa dan
tua.Penyelenggaraan promosi kesehatan dilakukan dengan mengombinasikan
berbagai strategi yang tidak hanya melibatkan sektor kesehatan belaka,
melainkan lewat kerjasama dan koordinasi segenap unsur dalam masyarakat.
Keluarga yang berperan sebagai caregiver mendapatkan dukungan dari
internal yaitu suami/ istri dan juga dari eksternal yang berasal dari kakak/ adik
ipar, kakak/ adik kandung, kader lansia, dan tenaga kesehatan yang ada.
Bentuk dukungan yang didapat berupa dukungan informal yang berasal dari
kader posyandu, tenaga kesehatan baik itu perawat maupun dokter.

B. Saran
Setelah menyimpulkan apa yang telah dijabarkan, maka sekiranya ada
kesalahan ataupun kekeliruan dari makalah ini, baik dalam penulisan maupun
dalam penyusunan, kritik dan saran pembaca sangat diharapkan demi
kelangsungan penulisan selanjutnya.

13
DAFTAR PUSTAKA

Tamher, S. dan Noorkasiani. (2009). Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan


Asuhan Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika

Nugroho, H. wahjudi. (2008). Keperawatan Gerontik dan Geriatrik edisi 3.

Jakarta : Salemba Medika.

Maryam, R. siti, dkk. (2008). Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta :
Salemba Medika.

Anderson, Elizabeth T. (2006). Keperawata Komunitas Teori dan Praktik.


Jakarta: EGC

14

Anda mungkin juga menyukai