Anda di halaman 1dari 24

TANGGUNG JAWAB NOTARIS TERHADAP PEMBUATAN AKTA

PERKUMPULAN YANG MENGGUNAKAN NAMA INSTANSI PEMERINTAH


(STUDI KASUS PERKUMPULAN TAGAR 2019 PRABOWO PRESIDEN)

Jonathan Septian, Mohamad Fajri Mekka Putra, Widodo Suryandono

Abstrak
Tesis ini membahas mengenai tanggung jawab Notaris terhadap pembuatan akta pendirian dan
pendaftaran Perkumpulan yang menggunakan nama instansi pemerintah. Permasalahan yang
terjadi di dalam kasus tersebut adalah pemakaian nama Perkumpulan yang menggunak an nama
lembaga pemerintahan sebagaimana diatur dalam Pasal 59 ayat (1) huruf a Undang-undang
Nomor 16 Tahun 2017 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang
Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang
Organisasi Kemasyarakatan Menjadi Undang-undang (“UU No. 16 Tahun 2017”). Penelitian
ini merupakan penelitian yuridis-normatif yaitu mengacu pada asas-asas hukum tertulis.
Sedangkan jenis data yang digunakan adalah data sekunder yaitu berupa peraturan perundang-
undangan, buku-buku yang berkaitan dengan penelitian dan sumber dari website atau dokumen
dari internet yang dapat mendukung kepentingan penelitian yang ditulis oleh Penulis. Hasil dari
penelitian ini adalah bahwa kedudukan hukum Perkumpulan tersebut sebagai badan hukum
telah melanggar ketentuan yang diatur dalam
UU No. 16 Tahun 2017 dan tindakan notaris yang membuat akta pendirian dan mendaftarkan
Perkumpulan tersebut telah melanggar ketentuan Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004
tentang Jabatan Notaris jo. Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas
Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (“UUJN”) dan Kode Etik
Notaris. Oleh karena itu, terhadap pelanggaran tersebut, Perkumpulan tersebut dijatuhi
sanksi administratif sebagaimana diatur dalam Pasal 61 ayat (1) dan Pasal 80A UU No. 16
Tahun 2017 dan notaris yang membuat akta pendirian dan mendaftarkan Perkumpulan
tersebut dijatuhi sanksi administratif sebagaimana diatur dalam Pasal 85 UUJN dan sanksi
organisasi sebagaimana diatur dalam Kode Etik Notaris.

Kata Kunci:
Kedudukan Hukum Perkumpulan, Tanggung Jawab Notaris, Sanksi

Universitas Indonesia
2

A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Setiap warga negara Indonesia berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan
mengeluarkan pendapat. Hak tersebut dijamin oleh Undang-Undang Dasar Republik
Indonesia Tahun 1945 (“UUD 1945”)1. Salah satu contoh dari kebebasan berserikat,
berkumpul, dan mengeluarkan pendapat tersebut adalah bahwa setiap warga negara
Indonesia berhak untuk mendirikan perkumpulan.
Tidak semua hak asasi manusia mutlak, hak asasi manusia dapat dibatasi dengan
pembatasan-pembatasan tertentu. Pasal 28J UUD 1945 menyatakan: (1) Setiap orang wajib
menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara; (2) Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang
wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud
semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak d an kebebasan orang
lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai
agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis
Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa negara menjamin hak bagi
warga negara untuk dapat mendirikan perkumpulan dan berdasarkan ketentuan Pasal 28J
UUD 1945 tersebut negara dapat membuat aturan-aturan hukum yang mengatur mengenai
perkumpulan.
Di Indonesia, perkumpulan diatur antara lain di Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata (“KUHPerdata”), Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2013
Tentang Organisasi Kemasyarakatan (“UU No. 17 Tahun 2013”), Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang -Undang Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan (“Perpu No. 2 Tahun
2017”), yang kemudian telah ditetapkan menjadi Undang-Undang melalui Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2017 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan Menjadi Undang-Undang
(“UU No. 16 Tahun 2017”), Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia Nomor 3 Tahun 2016 Tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Pengesahan
Badan Hukum dan Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar Perkumpulan (“Permenkumham
No. 3 Tahun 2016”), dan Staatsblad 1870 Nomor 64 tentang Perkumpulan-Perkumpulan
Berbadan Hukum (“Stb. 1870-64”).
Perkumpulan dapat berbentuk badan hukum maupun tidak berbadan hukum. Selainnya
perseroan yang sejati oleh undang-undang diakui pula perhimpunan-perhimpunan orang
sebagai perkumpulan-perkumpulan, baik perkumpulan-perkumpulan itu diadakan atau diakui
sebagai demikian oleh kekuasaan umum, maupun perkumpulan-perkumpulan itu

1 Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945, Ps. 28E ayat (3).

Universitas Indonesia
3

diterima sebagai diperbolehkan, atau telah didirikan untuk suatu maksud tertentu yang
tidak bertentangan dengan undang-undang atau kesusilaan baik.2
Perkumpulan juga merupakan salah satu bentuk dari organisasi kemasyarakatan (ormas).
UU No. 17 Tahun 2013 menyatakan bahwa ormas berbadan hukum dapat berbentuk
Perkumpulan. 3 Definisi Perkumpulan, yang berbentuk badan hukum, dapat ditemukan dala m
Permenkumham No. 3 Tahun 2016. Pasal 1 angka 1 mendefinisikan perkumpulan sebagai
badan hukum yang merupakan kumpulan orang didirikan untuk mewujudkan kesamaan maksud
dan tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan dan tidak membagikan
keuntungan kepada anggotanya. Ormas dalam UU No. 16 Tahun 2017 didefinisikan sebagai
organisasi yang didirikan dan dibentuk oleh masyarakat secara sukarela berdasarkan kesamaan
aspirasi, kehendak, kebutuhan, kepentingan, kegiatan, dan tujuan untuk berpartis ipasi dalam
pembangunan demi tercapainya tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945. 4
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, bahwa sudah ada aturan yang mengatur
mengenai Perkumpulan. Salah satu aturan tersebut antara lain mengatur mengenai larangan
bagi Perkumpulan yang berkaitan dengan nama Perkumpulan. Pasal 59 ayat (1) UU No. 16
Tahun 2017 menentukan bahwa ormas dilarang: (a) menggunakan nama, lambang, bendera,
atau atribut yang sama dengan nama, lambang, bendera, atau atribut lembaga pemerintahan;
(b) menggunakan dengan tanpa izin nama, lambang, bendera negara lain atau
lembaga/badan internasional menjadi nama, lambang, atau bendera Ormas; dan/atau (c)
menggunakan nama, lambang, bendera, atau tanda gambar yang mempunyai persamaan
pada pokoknya atau keseluruhannya dengan nama, lambang, bendera, atau tanda gambar
Ormas lain atau partai politik, dan pada ayat (4) huruf a nya juga mengatur mengenai nama,
yaitu bahwa ormas dilarang menggunakan nama, lambang, bendera, atau simbol organisasi
yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan nama, lambang,
bendera, atau simbol organisasi gerakan separatis atau organisasi terlarang.
Meskipun aturan mengenai penggunaan nama pada perkumpulan telah diatur, namun
persoalan/kasus yang menyangkut penggunaan nama untuk nama perkumpulan masih terjadi.
Salah satu contoh kasus yang menyangkut penggunaan nama oleh perkumpulan yaitu kasus
diterbitkannya Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
(“Menkumham”) No. AHU-0010834.AH.01.07 Tahun 2018 di Jakarta pada tanggal 3
September 2018 yang ditandatangani oleh Plt Dirjen Administrasi Hukum Umum Cahyo
Rahadian Muzhar atas nama Menkumham Yasonna Laoly memberikan pengesahan badan
hukum Perkumpulan TAGAR2019PRABOWOPRE SIDEN. Pengesahan diterbitkan dengan

2 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata [Burgerlijk Wetboek], diterjemahkan oleh R. Subekti dan R.
Tjitrosudibio, (Jakarta: Balai Pustaka, 2014), Ps. 1653.

3 Indonesia, Undang-Undang Organisasi Kemasyarakatan, UU No. 17 Tahun 2013, LN No. 116


Tahun 2013, TLN No. 5430, Ps. 11.

4 Indonesia, Undang-undang tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang -Undang


Nomor 2 Tahun 2017 Perubahan Atas Undang -undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi
Kemasyarakatan, UU No. 16 Tahun 2017, LN No. 239 Tahun 2017, TLN No. 6139, Ps. 1 angka 1.

Universitas Indonesia
4

dasar Salinan Akta Nomor 1 tanggal 3 September 2018 yang dibuat oleh Notaris Ilwa, S.H.,
M.Kn., Notaris di Kota Tangerang Selatan. 5
Fenomena ini dinilai tidak sejalan dengan Pasal 59 ayat (1) Undang-Undang Nomor
16 Tahun 2017, yang menyatakan bahwa Ormas dilarang menggunakan nama yang sama
dengan nama lembaga pemerintahan. Hal ini dapat terjadi diduga oleh sebab pemesanan
nama perkumpulan dilaksanakan dengan sistem daring melalui Sistem Daring AHU.
Menurut Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, pendaftaran perkumpulan
TAGAR2019PRABOWOPRE SIDEN memakai siasat nakal dengan argumentasi bahwa
Pasal 59 ayat (1) UU No. 16 Tahun 2017 dengan tegas melarang nama instansi Pemerintah
digunakan sebagai nama perkumpulan, sehingga apabila ada permohonan nama
perkumpulan yang memakai nama “Presiden”, sudah tentu Sistem Daring AHU
Kemenkumham menolaknya. Dengan adanya spasi pada kata “Presiden” menjadi “Pre
siden” yang didaftarkan, perangkat sistem tidak dapat membacanya oleh karena tidak diatur
dalam database query.6
Proses pengesahan dan pendirian badan Hukum Perkumpulan dimohonkan melalui
Notaris dalam Sistem AHU Online. Disini dapat dipahami akta yang dibuat serta dokumen
yang disimpan melibatkan peran Notaris yang memiliki jiwa bukan merupakan suatu
perangkat elektronik yang diatur melalui sistem komputer. Notaris sebagai penegak hukum
serta sebagai pejabat umumnya seyogyanya memiliki tanggung jawab untuk memeriksa,
membuat, memberi penyuluhan, serta memiliki kebijaksanaan terhadap praksis hukum
yang dihadapkannya, sehingga proses pendirian Perkumpulan tersebut juga telah sesuai
dengan peraturan perundang-undangan menurut Notaris yang bertanggung jawab atas
Perkumpulan yang bersangkutan. Peran Notaris dalam proses pendirian Perkumpulan
antara lain membuatkan akta Pendirian Perkumpulan serta mendaftarkannya ke
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia apabila menghendaki perkumpulan tersebut
berbadan hukum. Oleh karena pembuatan akta tersebut merupakan tindakan Notaris dalam
memangku jabatan maka ia harus patuh dan tunduk terhadap Kode Etik Notaris. Adapun
Kode etik tersebut diatur di dalam Kode Etik Notaris 2015 (KEN 2015) yang
diselenggarakan di Banten pada 29-30 Mei 2015.
Kode etik yang harus dipatuhi terhadap pendirian Perkumpulan tersebut di atas tertuang
didalam Pasal 3 KEN 2015. Dari banyaknya Kode etik yang bersifat umum tersebut ada
beberapa yang spesifik berkaitan dengan pendirian Perkumpulan yaitu memiliki moral, akhlak
serta kepribadian yang baik, menghormati dan menjunjung tinggi harkat dan martabat Jabatan
Notaris, menjaga dan membela kehormatan Perkumpulan, berperilaku jujur, mandiri, tidak
berpihak, amanah, seksama, penuh rasa tanggung jawab, berdasarkan peraturan perundang-
undangan dan isi sumpah jabatan Notaris, mengutamakan pengabdian kepada

5 Bimo Wiwoho, “#2019PrabowoPresiden Resmi Terdaftar di Kemenkumham” https://www.


cnnindonesia .com/nasional/20180908130031 -12-328748/2019prabowopresiden-resmi-terdaftar-di-
kemenkumham diakses 1 Maret 2019.

6 Bagus Prihantoro Nugroho, “Heboh '2019PrabowoPre Siden', Begini Aturan Main Bikin
Perkumpulan” https://news.detik.com/berita/d-4205277/heboh-2019prabowopre-siden-begini-aturan-main-
bikin-perkumpulan diakses 1 Ma ret 2019.

Universitas Indonesia
5

kepentingan masyarakat dan Negara, melaksanakan dan mematuhi semua ketentuan tentang
honorarium yang ditetapkan perkumpulan, memperlakukan setiap klien yang datang dengan
baik, tidak membedakan status ekonomi dan/atau status sosialnya, membuat akta dalam
jumlah batas kewajaran untuk menjalankan peraturan perundang-undangan, khususnya
Undang-Undang tentang Jabatan Notaris dan Kode Etik.
Selain harus mematuhi KEN 2015, Notaris juga mempunyai tanggung jawab terhadap
akta yang dibuatnya. Tanggung jawab tersebut yaitu tanggung jawab perdata yaitu
tanggung jawab Notaris sebagai Pejabat Umum terhadap kebenaran materiil akta, tanggung
jawab pidana yaitu tanggung jawab pidana Notaris terhadap perbuatan pidana yang
dilakukannya apabila dapat dibuktikan dalam pengadilan, dan tanggung jawab administrasi
Notaris terhadap keberadaan sanksi administrasi didalam UUJN yaitu peringatan lisan,
peringatan tertulis, pemberhentian sementara, pemberhentian dengan hormat, dan
pemberhentian dengan tidak hormat.
Peran Notaris dalam pendirian Perkumpulan yang berbadan hukum seharusnya tetap
menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan yang berlaku dan Kode Etik Notaris. Hal
ini dikarenakan pendirian Perkumpulan yang tidak memperhatikan rambu-rambu hukum
serta menyimpang dari Kode Etik Notaris akan menyebabkan pendirian Perkumpulan yang
melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan dan juga melanggar prinsip-prinsip
umum pelaksanaan jabatan Notaris itu sendiri.
Tindakan Notaris yang mengakomodasi pendirian dan penamaan perkumpulan yang
menggunakan nama instansi/Lembaga Negara merupakan bentuk pengenyampingan
kewajiban Notaris dalam menerapkan hukum yang mengatur akan Perkumpulan.
Dengan menyadari latar belakang fenomena dan permasalahan tersebut penulis
merasa perlu untuk meneliti lebih dalam mengenai tanggung jawab Notaris dalam pendirian
Perkumpulan berbadan hukum. Notaris seharusnya memiliki kesadaran dan tetap
menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan yang berlaku dan Kode Etik Notaris,
sehingga setiap Perkumpulan berbadan hukum di Indonesia tidak melanggar ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.

2. Permasalahan
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka perlu dirumuskan yang menjadi
permasalahan dalam penulisan tesis ini. Permasalahan yang dibahas dalam tesis ini ialah
bagaimanakah kedudukan hukum Perkumpulan TAGAR2019 PRABOWOPRE SIDEN
dihubungkan dengan peraturan-peraturan mengenai Perkumpulan dan bagaimanakah
tindakan dan tanggung jawab notaris yang berupaya untuk mendaftarkan Perkumpulan
TAGAR2019PRABOWOPRE SIDEN dihubungkan dengan Undang-Undang Jabatan
Notaris dan Kode Etik Notaris.

3. Sistematika Penulisan
Sistematika dalam penulisan artikel ini terkait dengan penulisan tesis dimulai dengan
bagian pendahuluan yang menguraikan secara jelas mengenai latar belakang, permasalahan,
dan sistematika penulisan. Pada bagian ini, penulis akan menguraikan latar belakang

Universitas Indonesia
6

penulisan tesis ini yang terkait dengan pendirian Perkumpulan dengan menggunakan nama
instansi pemerintah.
Berkenaan dengan penulisan tesis, di dalam artikel ini penulis membahas mengenai
proses pengesahan suatu badan hukum Perkumpulan di Indonesia. Ormas yang dalam hal
ini merupakan Perkumpulan dalam UU No. 16 Tahun 2017 didefinisikan sebagai organisasi
yang didirikan dan dibentuk oleh masyarakat secara sukarela berdasarkan kesamaan
aspirasi, kehendak, kebutuhan, kepentingan, kegiatan, dan tujuan untuk berpartisipasi
dalam pembangunan demi tercapainya tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Proses pengesahan badan hukum Perkumpulan
tersebut adalah mengajukan permohonan yang dilakukan oleh Notaris yang diberikan kuasa
untuk mengajukan permohonan pengesahan badan hukum Perkumpulan melalui Sistem
Administrasi Badan Hukum (SABH). Nama perkumpulan yang dipesan harus memenuhi
persyaratan yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. Nama
Perkumpulan yang telah disetujui oleh Menkumham diberikan persetujuan pemakaian
nama secara elektronik. Setelah proses pengajuan nama Perkumpulan, maka selanjutnya
pemohon melakukan permohonan pengesahan badan hukum Perkumpulan dengan cara
mengajukan permohonan pengesahan badan hukum Perkumpulan kepada Menkumham,
yang diajukan melalui SABH. Setelah Menkumham menerbitkan Keputusan Menteri
mengenai pengesahan badan hukum Perkumpulan, Notaris dapat langsung melakukan
pencetakan Keputusan Menkumham dengan ketentuan tertentu serta wajib ditandatangani
dan dibubuhi cap jabatan oleh Notaris serta membuat frasa yang menyatakan “Keputusan
Menteri ini dicetak dari SABH.”
Artikel ini juga membahas mengenai batasan penggunaan nama yang dapat
digunakan dalam mendirikan suatu badan hukum Perkumpulan. Ada aturan yang mengatur
mengenai penggunaan nama tersebut, salah satu aturan tersebut antara lain menentukan
bahwa ormas dilarang menggunakan nama, lambang, bendera, atau atribut yang sama
dengan nama, lambang, bendera, atau atribut lembaga pemerintahan.
Artikel ini juga membahas mengenai sanksi bagi badan hukum Perkumpulan yang
proses pendiriannya bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan sanksi bagi
Notaris yang mengupayakan atau melakukan penyiasatan terhadap hukum agar badan
hukum Perkumpulan tersebut dapat disahkan oleh Menteri.
Pada bagian isi atau pembahasan, penulis menganalisis peraturan-peraturan hukum
nasional, rancangan undang-undangan untuk menerangkan sanksi bagi badan hukum
Perkumpulan dan Notaris yang melakukan tindakan penyiasatan hukum sebagaimana
tersebut di atas.
Pada bagian akhir artikel ini, penulis memberi simpulan yang menrupakan jawaban
dari permasalahan sebagai hasil penelitian serta memberikan saran-saran yang berkaitan
dengan permasalahan hukum yang telah diuraikan.

B. Isi/Pembahasan
1. Kronologi Permasalahan
Pada pertengahan bulan Agustus 2018, beberapa orang dari pihak Partai Gerindra
datang menghadap Notaris Ilwa, Sarjana Hukum di bilangan Ciputat Timur, Tangerang
Selatan, Provinsi Banten. Para penghadap tersebut meminta Notaris Ilwa, Sarjana Hukum

Universitas Indonesia
7

untuk membuatkan sebuah akta Pendirian Perkumpulan berbadan hukum dengan maksud
dan tujuan “konsolidasi dan optimalisasi dalam visi dan misi mensukseskan calon Presiden
Bapak Prabowo Subianto dan Bapak Sandiaga Uno, dan sebagai mesin pend ukung dan
konsolidasi seluruh ormas-ormas pendukung Bapak Prabowo Subianto dan Bapak Sandiaga
Uno” dan mendaftarkannya ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia.
Nama Perkumpulan yang diminta untuk dipesan dan menjadi nama Perkumpulan
berbadan hukum tersebut adalah #2019PrabowoPresiden. Para penghadap tersebut
berkeinginan agar bisa mendapatkan akta yang sah sebagai badan hukum Perkumpulan.
Permintaan tersebut akhirnya disanggupi oleh Notaris Ilwa, Sarjana Hukum. Notaris Ilwa,
Sarjana Hukum langsung membuatkan akta Pendirian Perkumpulan berbadan hukum
dengan nama TAGAR2019PRABOWOPRE SIDEN dan langsung mendaftarkan nama
Perkumpulan tersebut di sistem online SABH Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia.
Pada hari Senin, tanggal 3 September 2018, Notaris Ilwa, Sarjana Hukum
membuatkan akta pendirian Perkumpulan TAGAR2019PRABOWOPRE SIDEN Nomor 1,
tertanggal 3 September 2018. Kemudian akta tersebut didaftarkan dan akhirnya mendapat
pengesahan pendirian badan hukum Perkumpulan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia Republik Indonesia. Surat keputusan Menteri terkait pengesahan tersebut terdaftar
dengan Nomor: AHU-0010834.AH.01.07.TAHUN 2018, dan keputusan tersebut ditetapkan
pada tanggal 3 September 2018.

2. Analisis Terhadap Kedudukan Hukum Perkumpulan TAGAR2019PRABOWOPRE


SIDEN Dihubungkan dengan Peraturan-Peraturan Mengenai Perkumpulan
Perkumpulan adalah badan hukum yang merupakan kumpulan orang didirikan untuk
mewujudkan kesamaan maksud dan tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan
kemanusiaan dan tidak membagikan keuntungan kepada anggotanya. Berdasarkan
Staatsblad 1870-64 (“Stb. 1870-64”) terdapat 2 (dua) macam bentuk Perkumpulan yaitu
7 8
Perkumpulan yang berbadan hukum , dan Perkumpulan yang tidak berbadan hukum.
Pengertian Perkumpulan ditinjau secara skematis dapat diartikan dalam arti sempit maupun
dalam arti luas. Perkumpulan dalam arti sempit, ialah Perkumpulan yang lazim disebut
vereniging seperti Perkumpulan yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata
(“KUHPerdata”) Buku III Bab IX; Stb. 1870-64; dan Staatsblad 1939-570 (“Stb. 1939-570”),
adalah Perkumpulan yang tidak termasuk dalam bidang hukum dagang. Perkumpulan dalam
arti sempit, lazim dinamakan “Perhimpunan” atau “Ikatan” atau “Persatuan” atau “Kesatuan”,
dan mungkin masih ada lain-lain istilah. Sedangkan Perkumpulan dalam arti luas ialah
Perkumpulan yang merupakan bentuk asal dari semua persekutuan, koperasi dan Perkumpulan
saling menanggung. Perkumpulan dalam arti luas ini terdiri dari Perkumpulan
yang tidak berbadan hukum seperti Persekutuan Perdata, Persekutuan Firma,
dan
7 Staatsblad 1870-64, Staatsblad tentang Perkumpulan-Perkumpulan Berbadan Hukum, Ps. 1.

8 Ibid., Ps. 8.

Universitas Indonesia
8

Persekutuan Komanditer, serta Perkumpulan yang berbadan hukum seperti Perseroan


Terbatas, Koperasi dan Perkumpulan saling menanggung.
Pasal 1 Stb. 1870-64, mengatakan bahwa tiada Perkumpulan orang-orang, di luar
yang dibentuk menurut peraturan umum, dapat bertindak atau oleh pejabat yang ditunjuk
oleh Gubernur Jenderal (Sebagai Penguasa telah ditunjuk Directeur van Justitie (kini:
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia)). Dari ketentuan Pasal 1 Stb. 1870-64 di atas,
dapat dilihat bahwa sebuah Perkumpulan agar dapat diakui sebagai sebuah badan hukum
haruslah didaftarkan terlebih dahulu ke Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia (“Menkumham”). Pengaturan lebih lanjut mengenai tata cara pendirian serta
pengesahan sebuah Perkumpulan diatur melalui Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pengajuan
Permohonan Pengesahan Badan Hukum dan Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar
Perkumpulan (“Permenkumham No. 3 Tahun 2016”).
Pada tahun 2014, Menkumham telah mengeluarkan Peraturan Menteri Hukum dan
Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 tentang Pengesahan Badan
Hukum Perkumpulan (“Permenkumham No. 6 Tahun 2014”) yang didasari pertimbangan
bahwa: Perkumpulan untuk dapat melakukan kegiatan hukum keperdataan harus
mendapatkan pengesahan badan hukum Perkumpulan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia dan dalam rangka menciptakan transparansi, profesionalisme, dan integritas
pelayanan serta untuk terlaksananya tertib administrasi dalam pemberian pelayanan
pengesahan badan hukum Perkumpulan di lingkungan Kementerian Hukum dan Hak Asasi
9
Manusia dan juga untuk memberikan petunjuk teknis operasional secara komprehensif.
Kemudian, pada tahun 2016, Menkumham mengeluarkan Permenkumham No. 3
Tahun 2016 sebagai pengganti dari Permenkumham No. 6 Tahun 2014 dalam rangka
meningkatkan pelayanan dan tertib administrasi badan hukum Perkumpulan.
Permenkumham No. 3 Tahun 2016 ini dikeluarkan sebagai panduan untuk memperoleh
pengesahan badan hukum sebuah Perkumpulan.
Berdasarkan aturan dalam Permenkumham No. 3 Tahun 2016 tersebut, maka
sekarang pendaftaran serta pengesahan badan hukum Perkumpulan dilakukan secara
elektronik atau dengan sistem online melalui website ahu online, yaitu pada ahu.go.id.
Dengan adanya sistem baru ini, jangka waktu pendaftaran menjadi sangat singkat. Adapun
prosedurnya adalah sebagai berikut:
1) Permohonan Pemakaian Nama Perkumpulan
Permohonan pengesahan badan hukum Perkumpulan harus didahului dengan
10
pengajuan nama Perkumpulan. Permohonan pemakaian nama Perkumpulan diajukan
kepada Menkumham melalui Sistem Administrasi Badan Hukum (“SABH”), yang saat ini
sudah digantikan dengan AHU Online, dengan mengisi format pengajuan nama

9 Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia, Peraturan Menteri tentang pengesahan badan hukum
Perkumpulan. Permenkumham Nomor 6 Tahun 2014, Bagian Konsiderans.

10 Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia, Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Pengesahan Badan Hukum dan Persetujuan Perubahan
Anggaran Dasar Perkumpulan, Permenkumham No. 3 Tahun 2016, Ps. 2.

Universitas Indonesia
9

11
Perkumpulan, yang paling sedikit memuat: (a) identitas pemohon; dan (b) nama
Perkumpulan yang dipesan.
Sebagaimana dijelaskan dalam Panduan Aplikasi Perkumpulan dalam Sistem AHU
Online, permohonan pemakaian nama Perkumpulan tersebut dapat dilakukan oleh umum
atau Notaris. Nama Perkumpulan yang telah disetujui oleh Menkumham diberikan
persetujuan pemakaian nama secara elektronik, yang paling sedikit meliputi:12 (a) nomor
pemesanan nama; (b) nama Perkumpulan yang dapat dipakai; (c) tanggal pemesanan; (d)
tanggal kedaluwarsa; dan (e) kode pembayaran.
Persetujuan sebagaimana tersebut di atas hanya untuk 1 (satu) nama Perkumpulan.
Nama Perkumpulan yang telah mendapat persetujuan Menkumham berlaku untuk jangka
waktu paling lama 60 (enam puluh) hari. Selanjutnya, para pendiri atau kuasanya yang
telah diberikan kewenangan masing-masing menandatangani akta pendirian dihadapan
notaris publik.
2) Permohonan Pengesahan Badan Hukum Perkumpulan
Dalam Pasal 1 angka 3 Permenkumham No. 3 Tahun 2016, Pemohon adalah Notaris
yang diberikan kuasa untuk mengajukan permohonan pengesahan badan hukum
Perkumpulan melalui SABH.13 Permohonan pengesahan badan hukum Perkumpulan
14
diajukan oleh pemohon kepada Menkumham melalui AHU Online.
Pemohon wajib membayar biaya permohonan pengesahan badan hukum
Perkumpulan melalui bank persepsi sebesar Rp 250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu
Rupiah) per permohonan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2014 tentang
Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (“PP Nomor 45 Tahun 2014”) sebagaimana
telah diubah terakhir kali dengan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2016 tentang
Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2014 tentang Jenis dan Tarif
Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Hukum dan
Hak Asasi Manusia (“PP Nomor 45 Tahun 2016”).15
Permohonan pengesahan badan hukum Perkumpulan dilakukan dengan cara mengisi
format pendirian untuk memperoleh Keputusan Menkumham mengenai pengesahan badan
hukum Perkumpulan.16 Selain mengisi format pendirian, harus juga dilengkapi dengan
dokumen pendukung yang disampaikan secara elektronik dan disimpan Notaris, yang

11 Ibid., Ps. 3.

12 Ibid., Ps. 5.

13 Ibid., Ps. 1 angka 3.

14 Ibid., Ps. 9.

15 Ibid., Ps. 11.

16 Ibid., Ps. 10.

Universitas Indonesia
10

meliputi:17 (a) salinan akta pendirian Perkumpulan atau salinan akta perubahan pendirian
Perkumpulan yang diketahui oleh Notaris sesuai dengan aslinya; (b) surat pernyataan
tempat kedudukan disertai alamat lengkap Perkumpulan yang ditandatangani pengurus
Perkumpulan dan diketahui oleh lurah/kepala desa setempat atau dengan nama lainnya; (c)
sumber pendanaan Perkumpulan; (d) program kerja Perkumpulan; (e) surat pernyataan
tidak sedang dalam sengketa kepengurusan atau dalam perkara di pengadilan; (f) notulen
rapat pendirian Perkumpulan; dan (g) surat pernyataan kesanggupan dari pendiri untuk
memperoleh kartu nomor pokok wajib pajak. Selain menyampaikan dokumen di atas,
18
pemohon juga harus mengunggah akta pendirian Perkumpulan. Dalam hal format
pendirian Perkumpulan dan dokumen pendukung telah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan, Menkumham langsung menyatakan tidak keberatan atas permohonan
pengesahan badan hukum Perkumpulan secara elektronik. 19 Menkumham menerbitkan
Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum Perkumpulan secara elektronik dan
disampaikan kepada pemohon dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari
terhitung sejak tanggal pernyataan tidak keberatan dari Menkumham. 20 Notaris dapat
langsung melakukan pencetakan sendiri Keputusan Menkumham mengenai pengesahan
badan hukum Perkumpulan, menggunakan kertas berwarna putih ukuran F4 (Folio) dengan
21
berat 80 (delapan puluh) gram. Keputusan Menkumham tersebut wajib ditandatangani
dan dibubuhi cap jabatan oleh Notaris serta memuat frasa yang meyatakan “Keputusan
22
Menteri ini dicetak dari AHU Online”.
Proses pengesahan badan hukum Perkumpulan yang dilakukan melalui Sistem AHU
Online sebagaimana tersebut di atas harus dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Salah satu aturan yang harus dipatuhi adalah terkait batasan
penggunaan nama Perkumpulan. Nama Perkumpulan yang dipesan harus memenuhi
persyaratan yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. Pemohon wajib
mengisi formulir pernyataan yang berisi bahwa nama Perkumpulan yang dipesan telah
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan Pemohon bertanggung jawab
penuh terhadap nama Perkumpulan yang dipesan. 23

17 Ibid., Ps. 12 ayat (1), (2), dan (4).

18 Ibid., Ps. 12 ayat (3).

19 Ibid., Ps. 13 ayat (2).

20 Ibid., Ps. 14 ayat (1) dan (2).

21 Ibid., Ps. 14 ayat (3).

22 Ibid., Ps. 14 ayat (3) dan (4).

23 Ibid., Ps. 4.

Universitas Indonesia
11

Berdasarkan Pasal 59 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun


2017 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2017 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi
Kemasyarakatan Menjadi Undang-Undang (“UU No. 16 Tahun 2017”) menentukan bahwa
ormas dilarang: (a) menggunakan nama, lambang, bendera, atau atribut yang sama dengan
nama, lambang, bendera, atau atribut lembaga pemerintahan; (b) menggunakan nama dengan
tanpa izin nama, lambang, bendera negara lain atau lembaga/badan internasional menjadi nama,
lambang, atau bendera Ormas; dan/atau (c) menggunakan nama, lambang, bendera, atau tanda
gambar yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhan nya dengan nama,
lambang, bendera, atau tanda gambar Ormas lain atau partai politik.
Dan pada ayat (4) huruf a UU No. 16 Tahun 2017 juga mengatur mengenai nama,
yaitu bahwa ormas dilarang menggunakan nama, lambang, bendera, atau simbol organisasi
yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan nama, lambang,
bendera, atau simbol organisasi gerakan separatis atau organisasi terlarang. Dalam hal nama
tidak memenuhi persyaratan pengajuan dan pemakaian nama Perkumpulan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan, Menkumham dapat menolak nama Perkumpulan
tersebut secara elektronik.24
Dalam hal ini sudah sangat jelas diatur bahwa, setiap Ormas termasuk juga
Perkumpulan dilarang menggunakan nama, lambang, bendera, atau atribut yang sama
dengan nama, lambang, bendera, atau atribut lembaga pemerintahan. Apabila dilakukan,
Perkumpulan yang menggunakan nama, lambang, bendera, atau atribut yang sama dengan
nama, lambang, bendera, atau atribut lembaga pemerintahan tersebut bisa dijatuhi sanksi.
Sanksi yang dapat dijatuhkan terhadap Perkumpulan yang melanggar ketentuan
tersebut di atas terdapat dalam Pasal 60 UU No. 16 Tahun 2017 yang mengatur sanksi bagi
Perkumpulan, yaitu:25 (a) Ormas yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 21, Pasal 51, dan Pasal 59 ayat (1) dan ayat (2) dijatuhi sanksi administratif ; (b)
Ormas yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 dan Pasal 59 ayat
(3) dan ayat (4) dijatuhi sanksi administratif dan/atau sanksi pidana.
Sedangkan dalam Pasal 61 UU No. 16 Tahun 2017 mengatur bahwa:26 (a) Sanksi
administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (1) terdiri atas peringatan tertulis,
penghentian kegiatan dan/atau pencabutan surat keterangan terdaftar atau pencabutan status
badan hukum; (b) Terhadap Ormas yang didirikan oleh warga negara asing sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2) selain dikenakan sanksi administratif sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a dan b juga dikenakan sanksi keimigrasian sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan; (c) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 60 ayat (2) berupa pencabutan surat keterangan terdaftar oleh Menteri atau
24 Ibid., Ps. 6.

25 Indonesia, Undang-undang tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang -Un d a n g


Nomor 2 Tahun 2017 Perubahan Atas Undang -undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi
Kemasyarakatan, UU No. 16 Tahun 2017, LN No. 239 Tahun 2017, TLN No. 6139 , Ps. 60.

26 Ibid., Ps. 61.

Universitas Indonesia
12

pencabutan status badan hukum oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan
di bidang hukum dan hak asasi manusia; (d) Dalam melakukan pencabutan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), Menteri dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan
di bidang hukum dan hak asasi manusia dapat meminta pertimbangan dari instansi terkait.
Dan kemudian dalam Pasal 62 Perpu No. 2 Tahun 2017 juga mengatur bahwa: 27 (a)
Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1) huruf a diberikan hanya
1 (satu) kali dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal diterbitkan peringatan.
(b) Dalam hal Ormas tidak mematuhi peringatan tertulis dalam jangka waktu sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Menteri dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan
di bidang hukum dan hak asasi manusia sesuai dengan kewenangannya menjatuhkan sanksi
penghentian kegiatan. (c) Dalam hal Ormas tidak mematuhi sanksi penghentian kegiatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Menteri dan menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia sesuai dengan kewenangannya
melakukan pencabutan surat keterangan terdaftar atau pencabutan status badan hukum.
Sedangkan, Pasal 80 A UU No. 16 Tahun 2017 mengatur bahwa pencabutan status
badan hukum Ormas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1) huruf c dan ayat (3)
huruf b sekaligus dinyatakan bubar berdasarkan UU No. 16 Tahun 2017 ini. 28
Sanksi-sanksi sebagaimana disebutkan di atas dinyatakan secara tegas dalam UU No.
16 Tahun 2017 sebagai suatu pengendalian bagi para pihak yang ingin mendirikan sebuah
Perkumpulan Berbadan Hukum agar dapat mematuhi segala peraturan dan ketentuan
hukum yang mengatur tentang Perkumpulan.
Menurut Stb. 1870-64 juga mengatur bahwa kedudukan suatu Perkumpulan sebagai
badan hukum dapat menjadi hapus, apabila jika oleh Menkumham, Perkumpulan itu
dinyatakan bertentangan dengan kepentingan umum dan karena pernyataan itu
Perkumpulan kehilangan kedudukan sebagai badan hukum. 29 Jika suatu Perkumpulan
menyimpang (melanggar) anggaran dasarnya yang telah disahkan, maka Jaksa Penuntut
Umum berhak/berwenang untuk menuntutnya di muka hakim perdata, supaya Perkumpulan
itu dicabut kedudukannya sebagai badan hukum. Waktu menetapkan pernyataan kehilangan
kedudukan badan hukum itu, hakim boleh mencabut lebih dahulu hak Perkumpulan untuk
melakukan perbuatan perdata, sekalipun Perkumpulan itu mengajukan permohonan
banding dan kasasi.30
Berdasarkan teori-teori dan ketentuan sebagaimana tersebut di atas, pada kasus pendirian
dan pengesahan badan hukum Perkumpulan TAGAR2019PRABOWOPRE SIDEN,
Perkumpulan TAGAR2019PRABOWOPRE SIDEN telah memperoleh pengesahan dari
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. Hal ini berarti

27 Ibid., Ps. 62.

28 Ibid., Ps. 80 A.

29 Staatsblad 1870-64, Staatsblad tentang Perkumpulan, Ps. 5 bis.

30 Ibid., Ps. 6.

Universitas Indonesia
13

Perkumpulan TAGAR2019PRABOWOPRE SIDEN telah melaksanakan seluruh prosedur


permohonan pemakaian nama Perkumpulan dan permohonan pengesahan badan hukum
Perkumpulan sebagaimana yang diatur dalam Permenkumham No. 3 Tahun 2016.
Pengesahan badan hukum Perkumpulan ini juga dibuktikan dengan Surat Keputusan
Menteri dengan Nomor: AHU-0010834.AH.01.07.TAHUN 2018, dan keputusan tersebut
ditetapkan pada tanggal 3 September 2018.
Penulis berpendapat bahwa proses pengesahan badan hukum Perkumpulan
TAGAR2019PRABOWOPRE SIDEN ini bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Bahwa berdasarkan Pasal 59 ayat (1) huruf a UU No. 16 Tahun 2017,
ormas dilarang menggunakan nama, lambang, bendera, atau atribut yang sama dengan nama,
lambang, bendera, atau atribut lembaga pemerintahan. Menurut Penulis, Perkumpulan
TAGAR2019PRABOWOPRE SIDEN telah melanggar/bertentangan dengan ketentuan Pasal
59 ayat (1) huruf a UU No. 16 Tahun 2017, dimana dalam nama Perkumpulannya telah
menggunakan nama yang sama dengan nama lembaga pemerintahan, yakni Presiden yang
merujuk pada Presiden Republik Indonesia. Perkumpulan TAGAR2019PRABOWOPRE
SIDEN telah menggunakan nama “PRE SIDEN” yang merupakan nama lembaga
pemerintahan. Pemberian spasi dalam kata “PRESIDEN” sehingga menjadi “PRE SIDEN”
hanyalah merupakan tindakan penyiasatan terhadap Sistem AHU Online dimana dalam
database query Sistem AHU Online tidak mengaturnya dan tidak akan dapat membaca bahwa
kata “PRE SIDEN” tersebut merupakan kata “PRESIDEN” yang adalah nama lembaga
pemerintahan. Penulis juga berpendapat bahwa oleh karena nama yang digunakan untuk sebuah
Perkumpulan haruslah sebuah kata yang bermakna, dengan adanya pemberian spasi dalam kata
“PRESIDEN” akan menjadikan kata tersebut tidak bermakna, dan hal tersebut merupakan
pelanggaran hukum. Oleh karena pemberian spasi dalam kata “PRE SIDEN” tersebut hanyalah
merupakan tindakan penyiasatan terhadap Sistem AHU Online, maka kata “PRE SIDEN”
tersebut harus diartikan sebagai kata “PRESIDEN”. Penggunaan kata “PRE SIDEN” dalam
nama Perkumpulan tersebut juga memiliki konsekuensi yaitu dapat menyebabkan kerancuan
atau ketidakjelasan apakah nama lembaga pemerintahan boleh digunakan atau tidak,
dikarenakan dengan adanya pemberian kata “PRE SIDEN” tersebut, Perkumpulan tersebut
tetap dapat memperoleh pengesahan dari Menkumham. Hal tersebut juga dapat menjadi
preseden buruk bagi orang lain yang akan melakukan pendirian Badan Hukum Perkumpulan.
Orang-orang akan meniru atau melakukan pelanggaran yang sama dikarenakan penyiasatan
tersebut berhasil dilakukan.
Oleh karena itu, Penulis berpendapat bahwa berdasarkan Pasal 60 ayat (1) UU No. 16
Tahun 2017, Perkumpulan TAGAR2019PRABOWOPRE SIDEN telah melanggar ketentuan
sebagaimana diatur dalam Pasal 59 ayat (1) UU No. 16 Tahun 2017 dan dapat dijatuhi sanksi
administratif. Sesuai dengan ketentuan Pasal 61 ayat (1) UU No. 16 Tahun 2017, bahwa
sanksi administratif yang dapat dijatuhi terhadap Perkumpulan TAGAR2019PRABOWOPRE
SIDEN adalah peringatan tertulis, penghentian kegiatan dan/atau pencabutan surat keterangan
terdaftar atau pencabutan status badan hukum. Pelaksanaan penjatuhan sanksi administratif
tersebut diatur dalam Pasal 62 UU No. 16 Tahun 2017, yaitu dengan peringatan tertulis yan g
diberikan hanya 1 (satu) kali dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal diterbitkan
peringatan. Kemudian apabila Perkumpulan TAGAR2019PRABOWOPRE SIDEN tidak
mematuhi peringatan tertulis dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud, Menkumham sesua i
dengan kewenangannya dapat

Universitas Indonesia
14

menjatuhkan sanksi penghentian kegiatan. Lalu apabila Perkumpulan


TAGAR2019PRABOWOPRE SIDEN masih juga tidak mematuhi sanksi penghentian
kegiatan tersebut, Menkumham sesuai dengan kewenangannya dapat melakukan
pencabutan surat keterangan terdaftar atau pencabutan status badan hukum. Pencabutan
surat keterangan terdaftar atau pencabutan status badan hukum tersebut sekaligus
dinyatakan bubar berdasarkan Pasal 80 A UU No. 16 Tahun 2017. Hal ini juga diperkuat
dengan Pasal 5 Stb. 1870-64, yaitu jika oleh Menkumham, Perkumpulan itu dinyatakan
bertentangan dengan kepentingan umum dan karena pernyataan itu Perkumpulan
kehilangan kedudukan sebagai badan hukum.

3. Analisis Tindakan dan Tanggung Jawab Notaris yang Berupaya untuk


Mendaftarkan Perkumpulan TAGAR2019PRABOWOPRE SIDEN Dihubungkan
dengan Undang-undang Jabatan Notaris dan Kode Etik Notaris
Notaris adalah pejabat umum yang satu-satunya berwenang membuat akta otentik
mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan
umum atau oleh yang berkepentingan dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu akta
otentik, menjamin kepastian tanggalnya, menyimpan aktanya dan memberikan grosse,
salinan dan kutipannya, semuanya sepanjang pembuatan akta itu oleh suatu peraturan
umum tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat atau orang lain. Pengertian
tersebtu diatur dalam Pasal 1 Staatsblad Nomor 3 tentang Peraturan Jabatan Notaris.
Menurut Soegondo Notodisoerjo, Notaris adalah pejabat umum (openbare ambtenaren),
karena erat hubungannya dengan wewenang atau tugas dan kewajiban yang utama yaitu
31
membuat akta-akta otentik.
Pasal 1868 Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang diatur dalam buku keempat
KUHPerdata tentang pembuktian dan daluwarsa merupakan pilar keberadaan pejabat
umum, dimana kedudukan dan fungsi pejabat umum merupakan kelanjutan dari hukum
pembuktian khususnya jenis bukti tulisan otentik, kekuatan bukti, beban pembuktian,
fungsi dan manfaat akta otentik.32 Pasal 1868 KUHPerdata tersebut mengatur bahwa akta
otentik ialah suatu akta yang di dalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-Undang dibuat
oleh atau dihadapan Pejabat Umum yang berwenang untuk itu di tempat dimana akta itu
dibuatnya. Pasal tersebut hanya merumuskan batasan atau definisi tentang akta otentik, dan
tidak merumuskan atau menjelaskan siapa Pejabat Umum, termasuk juga mengenai batas
wewenang pejabat umum, tempat pejabat umum itu berwenang dan bentuk aktanya,
sehingga pasal ini juga merupakan sumber lahirnya atau keberadaan pejabat umum.
Kedudukan Notaris sebagai pejabat umum juga dipertegas kembali dalam Undang-
undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris jo. Undang-undang Nomor 2 Tahun
2014 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris

31 Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia Suatu Penjelasan, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 1993), hlm. 42.

32 Pieter Latumeten, Cacat Yuridis Akta Notaris Dalam Peristiwa Hukum Konkrit dan Implikasi
Hukumnya, (Jakarta: Tuma Press, 2011), hlm. 1.

Universitas Indonesia
15

(“UUJN”). UUJN tersebut merupakan satu-satunya undang-undang produk hukum nasional


sebagai implementasi dari Pasal 1868 KUHPerdata. Pasal 1 ayat (1) UUJN mengatur
bahwa “Notaris adalah pejabat umum yang berwenang membuat akta otentik dan
kewenangan lainnya yang sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini.”
Sebagaimana disebutkan di atas, Notaris sebagai pejabat umum mempunyai kewenangan
khusus dalam menjalankan jabatannya. Notaris sebagai sebuah jabatan mempunyai
wewenangnya sendiri dan setiap wewenang tersebut harus memiliki dasar hukumnya.
Wewenang notaris tersebut harus secara tegas dan jelas diatur dalam suatu peraturan
perundang-undangan yang mengatur mengenai notaris tersebut. Sehingga apabila no taris
melakukan suatu tindakan diluar wewenangnya maka dapat dikategorikan melakukan tindakan
melanggar hukum. Oleh karena itu suatu wewenang tidak muncul begitu saja sebagai hasil dari
suatu diskusi atau pembicaraan di belakang meja ataupun karena pembaha san-pembahasan
ataupun pendapat-pendapat di lembaga legislatif, tapi wewenang harus dinyatakan secara tegas
dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dari perspektif sumber kewenangan,
Notaris memiliki kewenangan atributif yang diberikan oleh pemben tuk undang-undang atau
badan legislator yang dalam hal ini melalui UUJN, sehingga Notaris memiliki legalitas untuk
melakukan perbuatan hukum membuat akta otentik.
Salah satu kewenangan yang dimiliki oleh seorang notaris yaitu membuat akta secara
umum, dengan batasan sepanjang, antara lain tidak dikecualikan kepada pejabat lain yang
ditetapkan oleh Undang-undang, menyangkut akta yang harus dibuat atau berwenang
membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang
diharuskan oleh aturan hukum atau dikehendaki oleh yang bersangkutan, mengenai subyek
hukum (orang atau badan hukum) untuk kepentingan siapa akta itu dibuat atau dikehendaki
oleh yang berkepentingan, berwenang mengenai tempat, dimana akta itu dibuat, hal ini
sesuai dengan tempat kedudukan dan wilayah jabatan notaris dan mengenai waktu
pembuatan akta, dalam hal ini Notaris harus menjamin kepastian waktu menghadap para
penghadap yang tercantum dalam akta.33
Pasal 15 UUJN mengatur mengenai kewenangan yang dimiliki oleh seorang Notaris.
Salah satu dari kewenangan yang dimiliki oleh Notaris adalah membuat akta otentik
mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan
perundangan dan/atau yang dikehendaki yang berkepentingan, untuk dinyatakan dalam akta
autentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan
grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya sepanjang pembuatan akta tersebut tidak
ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-
undang (Pasal 15 ayat (1)).
Notaris sebagai pejabat umum selain memiliki kewenangan juga memiliki kewajiban
yang harus dilakukan. Dalam melaksanakan kewenangannya, Notaris harus juga harus
memperhatikan kewajiban-kewajiban yang harus dilakukan oleh Notaris tersebut. Kewajiban
Notaris merupakan sesuatu yang wajib dilakukan oleh Notaris, yang jika dilakukan atau
dilanggar, maka atas pelanggaran tersebut akan dikenakan sanksi kepada notaris yang
bersangkutan. Kewajiban Notaris diatur dalam Pasal 16 ayat (1) UUJN. Salah satu kewajiban

33 Habib Adjie, Kebatalan dan Pembatalan Akta Notaris, cetakan ke-2, Bandung: PT. Refika Aditama,
2013), hlm. 56.

Universitas Indonesia
16

Notaris tersebut yaitu bertindak amanah, jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan
menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum serta memberikan
pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam UUJN, kecuali ada alasan untuk menolaknya.
Oleh karena itu, berdasarkan kewajiban Notaris sebagaimana disebutkan di atas, seorang
Notaris dalam menjalankan jabatannya bertindak amanah, jujur, saksama, mandiri, tidak
berpihak, dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum serta dapat
menolak untuk memberikan pelayanan hukum sepanjang hal tersebut mengakibatkan
notaris tidak berpihak, seperti adanya hubungan darah atau semenda dengan notaris sendiri,
atau dengan suami atau istrinya, salah satu pihak tidak mempunyai kemampuan bertindak
untuk melakukan perbuatan atau hal lain yang tidak diperbolehkan oleh undang-undang.
Kewajiban Notaris sebagaimana disebutkan di atas, apabila dilanggar akan dikenakan
sanksi sebagaimana tertera dalam Pasal 84 UUJN. Meskipun pelayanan Notaris kepada
masyarakat harus diutamakan tetapi dalam keadaan tertentu Notaris juga dapat menolak
untuk memberikan pelayanan sebagaimana dikatakan oleh Soegondo Notodisoerjo, yang
dalam prakteknya terdapat alasan-alasan lain sehingga notaris menolak memberikan
jasanya. Salah satu alasan tersebut adalah apabila karena pemberian jasa tersebut, Notaris
melanggar sumpahnya atau melakukan perbuatan melanggar hukum. 34
Hubungan profesi Notaris dengan masyarakat dan dengan Negara telah diatur dalam
UUJN berikut peraturan perundang-undangan lainnya. Sementara hubungan profesi Notaris
dengan Organisasi profesi Notaris diatur melalui Kode Etik Notaris. Keberadaan Kode Etik
Notaris merupakan konsekuensi logis dari dan untuk suatu pekerjaan yang disebut sebagai
profesi. Notaris sebagai Pejabat Umum yang diberikan kepercayaan dan kewenangan harus
berpegang teguh tidak hanya pada peraturan perundang-undangan, namun juga pada kode
etik profesinya, karena tanpa kode etik, harkat dan martabat dari profesinya akan hilang.
Kode Etik Notaris mengatur mengenai kewajiban-kewajiban yang harus dilakukan
oleh seorang Notaris. Salah satu kewajiban yang diatur dalam Kode Etik Notaris yaitu
memiliki moral, akhlak serta kepribadian yang baik, menghormati dan menjunjung tinggi
harkat dan martabat jabatan Notaris, menjaga dan membela kehormatan perkumpulan dan
bertindak jujur, mandiri, tidak berpihak, penuh rasa tanggung jawab, berdasarkan peraturan
35
perundang-undangan dan isi sumpah jabatan Notaris. Oleh karena itu, seorang Notaris
dalam menjalankan jabatannya juga harus bertindak secara hati-hati agar tidak melakukan
tindakan yang membuat harkat dan martabat jabatan Notaris menjadi rendah, membela
kerhormatan perkumpulan dan bertanggung jawab mematuhi peraturan perundang-
undangan dan isi sumpah jabatannya.
Notaris sebagai pejabat umum, selain memiliki kewenangan dan kewajiban dalam
menjalankan jabatannya juga memiliki larangan untuk tidak dilakukan oleh notaris. Larangan
Notaris merupakan suatu tindakan yang dilarang dilakukan oleh notaris, jika larangan ini
dilanggar oleh notaris maka kepada notaris yang melanggar akan dikenakan sanksi

34 Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia Suatu Penjelasan, hlm. 97-98.

35 Perubahan Kode Etik Notaris, Kongres Luar Biasa Ikatan Notaris Indonesia, (Banten, 29 -30 Mei
2015), Ps. 3.

Universitas Indonesia
17

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85 UUJN. 36 Larangan bagi notaris diatur dalam Pasal
17 UUJN. Notaris yang melanggar ketentuan Pasal 17 UUJN dapat dikenakan sanksi
berupa peringatan tertulis, pemberhentian sementara, pemberhentian dengan hormat dan
pemberhentian dengan tidak hormat. Sedangkan, larangan bagi notaris yang terdapat dalam
Pasal 4 Kode Etik Notaris.37
Sanksi terhadap Notaris menurut UUJN diatur dalam Pasal 84 dan 85 UUJN, terdiri
dari 2 (dua) macam, yaitu: (a) Sanksi Perdata, sanksi ini berupa penggantian biaya, ganti
rugi, dan bunga yang merupakan akibat yang akan diterima notaris atas tuntutan para
penghadap jika akta yang bersangkutan hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai
akta di bawah tangan atau akta menjadi batal demi hukum. (b) Sanksi Administratif, sanksi
ini berupa, teguran lisan, teguran tertulis, pemberhentian sementara, pemberhentian dengan
hormat, pemberhentian dengan tidak hormat.
Ada beberapa jenis-jenis pelanggaran terhadap kewajiban Notaris yang dapat dikenai
sanksi administratif. Salah satu jenis pelanggaran tersebut adalah tidak bertindak amanah,
jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam
perbuatan hukum (Pasal 16 ayat (1) huruf a) dan tidak memberikan pelayanan sesuai
dengan ketentuan dalam UUJN, kecuali ada alasan untuk menolaknya (Pasal 16 ayat (1)
huruf e). Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa Notaris yang tidak menjalankan
kewajibannya sebagaimana disebutkan di atas dapat dijatuhi sanksi berupa sanksi
administratif yang diatur dalam Pasal 85 UUJN.
Dalam menegakkan sanksi administratif terhadap Notaris, terdapat Majelis Pengawas
Notaris yang merupakan instrumen pengawas yang mengambil langkah-langkah
pengawasan atau penegakan sanksi atau dengan kata lain langkah-langkah preventif, untuk
memaksakan kepatuhan, untuk menerapkan sanksi yang represif yang bertujuan guna
memulihkan sesuatu perbuatan yang dipandang salah, menyimpang serta merugikan pihak
lain, dan untuk memaksakan kepatuhan agar sanksi-sanksi tersebut dapat dilaksanakan.
Majelis Pengawas Notaris yang dibentuk oleh menteri yang dalam hal ini Menkumham
ini melakukan pengawasan kepada notaris secara eksternal sepanjang yang diatur dalam UUJN
sedangkan yang melakukan pengawasan terhadap notaris secara internal dalam hal penegakkan
Kode Etik Notaris dilakukan oleh Dewan Kehormatan INI, dimana Dewan Kehormatan INI
dalam menegakkan sanksi terbatas pada sanksi yang diberlakukan organisasi kepada
anggotanya. Sanksi yang dapat dikenakan kepada Notaris dalam kedudukannya sebagai
anggota Organisasi Ikatan Notaris Indonesia yaitu teguran, peringatan, schorsing (pemecatan
sementara) dari keanggotaan perkumpulan, onzetting (pemecatan) dari keanggotaan
perkumpulan, dan pemberhentian dengan tidak hormat dari keanggotaan perkumpulan. 38
Kedua lembaga ini berwenang dari mengawasi Notaris sampai

36 Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia Tafsir Tematik Terhadap UU No. 30 Tahun 2004 Tentang
Jabatan Notaris, hlm. 90.

37 Ikatan Notaris Indonesia, Kode Etik Notaris, (Bandung: 27 Januari 2005), Ps. 4.

38 Ikatan Notaris Indonesia, Kode Etik Notaris, Ps. 6.

Universitas Indonesia
18

dengan penjatuhan sanksi bagi Notaris yang dinyatakan melakukan pelanggaran terhadap
ketentuan-ketentuan yang berlaku. Terdapat perbedaan kewenangan antara kedua lembaga
tersebut dikarenakan keduanya terbentuk dari lembaga yang berbeda, namun keduanya
tetap tidak dapat dipisahkan dari keberadaan organisasi Notaris. 39
Dewan Kehormatan merupakan salah satu alat perlengkapan Organisasi Notaris
Ikatan Notaris Indonesia dan terdiri dari tiga tingkat yaitu ditingkat pusat, wilayah dan
daerah. Pada dasarnya tugas utama Dewan Kehormatan, melakukan pengawasan terhadap
pelaksanaan kode etik Notaris yang telah ditentukan oleh organisasi, yang meliputi
kewajiban, larangan dan pengecualian yang harus dilakukan oleh para anggota organisasi.
Dalam melaksanakan tugasnya tersebut Dewan Kehormatan dapat melakukan pemeriksaan
terhadap anggota organisasi yang diduga melakukan pelanggaran atas kode etik dan apabila
dinyatakan bersalah, maka Dewan Kehormatan pun berhak menjatuhkan sanksi organisasi
sebagaimana tercantum dalam Pasal 6 kode etik Ikatan Notaris Indonesia, dalam bentuk
teguran, peringatan, pemberhentian sementara, pemecatan dan pemberhentian dengan tidak
hormat dari anggota perkumpulan. Wewenang Dewan Kehormatan terhadap pelanggaran
kode etik organisasi yang dampaknya tidak berkaitan dengan masyarakat secara langsung
atau tidak ada orang-orang yang dirugikan dengan pelanggaran kode etik yang dilakukan
oleh anggota organisasi, atau dengan kata lain wewenang Dewan Kehormatan bersifat
internal organisasi.40
Berdasarkan teori-teori dan ketentuan sebagaimana tersebut di atas, penulis
berpendapat bahwa pada kasus pendirian dan pengesahan badan hukum Perkumpulan
TAGAR2019PRABOWOPRE SIDEN, tindakan yang dilakukan oleh Notaris Ilwa, S.H.,
M.Kn. yang berupaya mendaftarkan Perkumpulan tersebut tidaklah tepat dan melanggar
ketentuan-ketentuan yang diatur dalam UUJN maupun Kode Etik Notaris. Mengingat
bahwa Notaris merupakan pejabat umum yang diangkat dan diberhentikan oleh
Menkumham, Notaris diberi wewenang dan kewajiban untuk melayani publik dalam hal-
hal tertentu. Karena itu Notaris sebagai pejabat umum ikut serta melaksanakan (gezag)
tugas dari pemerintah dan dalam menjalankan kewajibannya itu harus mematuhi dan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Bahwa berdasarkan Pasal 15 ayat (1) UUJN, Notaris berwenang untuk membuat akta
otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan
perundangan dan/atau yang dikehendaki yang berkepentingan, untuk dinyatakan dalam akta
autentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse,
salinan dan kutipan akta, semuanya sepanjang pembuatan akta tersebut tidak ditugaskan atau
dikecualikan kepada pejabat atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang. Dengan kata
lain, Notaris Ilwa, S.H., M.Kn. memiliki wewenang untuk membuat sebuah akta Pendirian
Perkumpulan dan mendaftarkannya sebagai badan hukum. Namun dalam menjalankan
wewenangnya itu, Notaris Ilwa, S.H., M.Kn. juga harus melaksanakan kewajibannya dengan
mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku.

39 Sjaifurrachman, Aspek Pertanggungjawaban Notaris dalam Pembuatan Akta, hlm. 262.

40 Ibid., hlm. 264.

Universitas Indonesia
19

Pasal 16 ayat (1) huruf a UUJN, mengatur ketentuan bahwa Notaris wajib bertindak
amanah, jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak dan menjaga kepentingan pihak yang
terkait dalam perbuatan hukum. Penulis berpendapat bahwa dalam kasus pendirian dan
pengesahan badan hukum Perkumpulan TAGAR2019PRABOWOPRE SIDEN, tindakan
Notaris Ilwa, S.H., M.Kn. tidak jujur, kurang saksama dan tidak menjaga kepentingan
pihak yang terkait dalam perbuatan hukum. Hal ini dikarenakan, Notaris Ilwa, S.H., M.Kn.
dalam menjalankan jabatannya lebih cermat, teliti dan telah mengetahui bahwa nama yang
digunakan pada Perkumpulan TAGAR2019PRABOWOPRE SIDEN tersebut mengandung
nama lembaga pemerintahan dan melanggar ketentuan Pasal 59 ayat (1) huruf a UU No. 16
Tahun 2017, serta berperilaku jujur dengan tidak melakukan penyiasatan hukum dengan
cara memberikan spasi dalam kata “PRESIDEN” agar Perkumpulan tersebut dapat
memperoleh pengesahan dari Menkumham.
Bahwa berdasarkan Pasal 16 ayat (1) huruf e UUJN juga diatur bahwa salah satu
kewajiban notaris adalah memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam UUJN,
kecuali ada alasan untuk menolaknya. Yang dimaksud dengan “alasan untuk menolaknya”
adalah alasan yang membuat notaris melakukan perbuatan yang tidak diperbolehkan oleh
undang-undang. Penulis berpendapat bahwa dalam kasus pendirian dan pengesahan badan
hukum Perkumpulan TAGAR2019PRABOWOPRE SIDEN, seharusnya Notaris Ilwa, S.H.,
M.Kn. dapat menolak untuk membuatkan akta pendirian dan mendaftarkan Perkumpulan
TAGAR2019PRABOWOPRE SIDEN karena tidak sesuai dan melanggar peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena Notaris Ilwa, S.H., M.Kn. tidak menolak
dan tetap membuatkan akta pendirian serta mendaftarkan Perkumpulan
TAGAR2019PRABOWOPRE SIDEN, maka hal tersebut dapat dikatakan bahwa Notaris
Ilwa, S.H., M.Kn. melanggar sumpahnya atau melakukan perbuatan melanggar hukum.
Bahwa selain diatur dalam UUJN, Notaris juga memiliki kewajiban yang diatur dalam
Pasal 3 Kode Etik Notaris. Dalam Pasal 3 Kode Etik Notaris disebutkan bahwa Notaris wajib
memiliki moral, akhlak serta kepribadian yang baik, wajib bertindak jujur, mandiri, tidak
berpihak, penuh rasa tanggung jawab, berdasarkan peraturan perundang-undangan dan isi
sumpah jabatan Notaris. Penulis berpendapat bahwa d alam kasus pendirian dan pengesahan
badan hukum Perkumpulan TAGAR2019PRABOWOPRE SIDEN, Notaris Ilwa, S.H., M.Kn.
telah melanggar ketentuan yang diatur dalam Pasal 3 Kode Etik Notaris sebagaimana
disebutkan di atas. Hal ini dikarenakan Notaris Ilwa, S.H., M.Kn. seharusnya sebagai seorang
notaris dan khususnya sebagai seorang manusia wajib memiliki moral dan akhlak dalam
melakukan sebuah perbuatan hukum. Notaris Ilwa, S.H., M.Kn. sebagai pejabat umum
seyogyanya berperilaku jujur dan memiliki tanggung jawab untuk tidak melakukan perbuatan
hukum khususnya dalam hal ini membuat akta pendirian dan mendaftarkan Perkumpulan yang
tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Oleh karena itu, Penulis berpendapat bahwa Notaris Ilwa, S.H., M.Kn. dalam
menjalankan jabatannya telah melanggar ketentuan-ketentuan mengenai pelaksanaan tugas
jabatan notaris sebagaimana diatur dalam UUJN dan Kode Etik Notaris, sehingga atas
perbuatan yang dilakukan oleh Notaris Ilwa, S.H., M.Kn. tersebut dapat dijatuhi sanksi. Bahwa
berdasarkan Pasal 85 UUJN, sanksi yang dapat dijatuhkan terhadap Notaris Ilwa, S.H., M.Kn.
adalah sanksi administratif, yaitu berupa teguran lisan, teguran tertulis, pemberhentian
sementara, pemberhentian dengan hormat dan pemberhentian dengan tidak hormat. Sanksi
administratif tersebut dapat diberikan kepada Notaris Ilwa, S.H., M.Kn. oleh

Universitas Indonesia
20

Menkumham atas rekomendasi dari Majelis Pengawas Notaris. Menurut Penulis, oleh
karena Notaris Ilwa, S.H., M.Kn. telah melakukan perbuatan yang melanggar UUJN,
Notaris Ilwa, S.H., M.Kn. dapat dijatuhi sanksi administratif berupa pemberhentian
sementara. Hal ini dikarenakan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh Notaris Ilwa, S.H.,
M.Kn. hanya berdampak bagi para pihak dan bagi dirinya sendiri dan tidak berdampak
terhadap masyarakat umum.
Selain sanksi administratif yang dapat diberikan kepada Notaris Ilwa, S.H., M.Kn.
berdasarkan UUJN, Notaris Ilwa, S.H., M.Kn. juga dapat dijatuhi sanksi organisasi yang
diatur dalam Kode Etik Notaris, yaitu berupa teguran, peringatan, schorsing (pemecatan
sementara) dari keanggotaan perkumpulan, onzetting (pemecatan) dari keanggotaan
perkumpulan dan pemberhentian dengan tidak hormat dari keanggotaan perkumpulan.
Sanksi organisasi tersebut dapat diberikan kepada Notaris Ilwa, S.H., M.Kn. oleh Dewan
Kehormatan Notaris secara langsung ataupun oleh Pengurus Organisasi Notaris atas
rekomendasi dari Dewan Kehormatan Notaris. Menurut Penulis, Notaris Ilwa, S.H., M.Kn.
dapat dijatuhi sanksi organisasi berupa schorsing (pemecatan sementara) dari keanggotaan
perkumpulan/organisasi. Hal ini dikarenakan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh
Notaris Ilwa, S.H., M.Kn. hanya merendahkan harkat dan martabat perkumpulan/organisas
i dan bukan merupakan pelanggaran berat seperti melakukan perbuatan hukum yang
melanggar hukum pidana.

C. Penutup
1. Simpulan
Kedudukan Hukum Perkumpulan TAGAR2019PRABOWOPRE SIDEN
bertentangan/tidak sesuai dengan peraturan-peraturan mengenai Perkumpulan. Proses
pengesahan badan hukum Perkumpulan TAGAR2019PRABOWOPRE SIDEN
bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Perkumpulan
TAGAR2019PRABOWOPRE SIDEN telah melanggar/bertentangan dengan ketentuan
Pasal 59 ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2017
Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017
Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi
Kemasyarakatan Menjadi Undang-Undang (“UU No. 16 Tahun 2017”), dimana dalam
nama Perkumpulan tersebut telah menggunakan nama yang sama dengan nama lembaga
pemerintahan. Oleh karena itu, berdasarkan Pasal 60 ayat (1) UU No. 16 Tahun 2017,
Perkumpulan TAGAR2019PRABOWOPRE SIDEN dapat dijatuhi sanksi administratif
berupa peringatan tertulis, penghentian kegiatan dan/atau pencabutan surat keterangan
terdaftar atau pencabutan status badan hukum sekaligus dinyatakan bubar sebagaimana
diatur dalam Pasal 61 ayat (1) dan Pasal 80 A UU No. 16 Tahun 2017.
Tindakan yang dilakukan oleh Notaris Ilwa, S.H., M.Kn. yang berupaya mendaftarkan
Perkumpulan TAGAR2019PRABOWOPRE SIDEN tidaklah tepat dan melanggar ketentuan-
ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris jo.
Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 30
Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (“UUJN”) maupun Kode Etik Notaris.
Hal tersebut dapat dikatakan bahwa Notaris Ilwa, S.H., M.Kn. telah melanggar sumpahnya
atau melakukan perbuatan melanggar hukum.

Universitas Indonesia
21

Oleh karena itu, maka menurut Penulis, Notaris Ilwa, S.H., M.Kn. dapat dijatuhi
sanksi administratif berupa pemberhentian sementara sebagaimana diatur dalam Pasal 85
UUJN oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia atas rekomendasi dari Majelis
Pengawas Notaris. Hal ini dikarenakan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh Notaris
Ilwa, S.H., M.Kn. hanya berdampak bagi para pihak dan bagi dirinya sendiri dan tidak
berdampak terhadap masyarakat umum. Kemudian, menurut Penulis, Notaris Ilwa, S.H.,
M.Kn. juga dapat dijatuhi sanksi organisasi yang diatur dalam Kode Etik Notaris, yaitu
schorsing (pemecatan sementara) dari keanggotaan perkumpulan/organisasi oleh Dewan
Kehormatan Notaris secara langsung ataupun oleh Pengurus Organisasi Notaris atas
rekomendasi dari Dewan Kehormatan Notaris. Hal ini dikarenakan pelanggaran hukum
yang dilakukan oleh Notaris Ilwa, S.H., M.Kn. hanya merendahkan harkat dan martabat
perkumpulan/organisasi dan bukan merupakan pelanggaran berat seperti melakukan
perbuatan hukum yang melanggar hukum pidana.

2. Saran
Dengan memperhatikan simpulan yang telah penulis uraikan di atas, maka saran yang
dapat penulis berikan adalah sebagai berikut:
Dalam menjalankan proses pendirian dan pengesahan badan hukum Perkumpulan,
Notaris harus dapat memperhatikan substansi akta yang dibuatnya dan memperhatikan
seluruh ketentuan yang mengatur tentang Perkumpulan, misalnya ketentuan terkait
pemakaian nama Perkumpulan, anggaran dasar Perkumpulan, tata cara permohonan dan
pengesahan badan hukum Perkumpulan, dan lain sebagainya. Selain memperhatikan
ketentuan yang mengatur tentang Perkumpulan, Notaris juga harus menjalankan kewajiban-
kewajiban yang telah diatur oleh Kode Etik Notaris dalam Organisasi Notaris di Indonesia.
Apabila dalam proses tersebut bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku, Notaris seharusnya dengan tegas menolak untuk memberikan jasa
pelayanan hukum berkaitan dengan itu.
Apabila terjadi penyiasatan hukum dan pelanggaran hukum serupa yang dilakukan
oleh seorang Notaris dalam menjalankan jabatannya, Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia, Majelis Pengawas Notaris dan Dewan Kehormatan Notaris harus lebih proaktif
dalam melakukan pengawasan dan memberikan sanksi berupa pemecatan sementara
(schorsing) terhadap Notaris yang bersangkutan. Hal ini diharapkan akan membuat efek
jera bagi Notaris yang bersangkutan dan akan meminimalisir pelanggaran-pelanggaran
hukum yang dilakukan oleh seorang Notaris, khususnya terhadap proses pendirian dan
pengesahan badan hukum Perkumpulan.
Para Pihak yang ingin mendirikan suatu badan hukum Perkumpulan, hendaknya
mencari tahu terlebih dahulu peraturan-peraturan yang mengatur mengenai syarat-syarat
pendirian badan hukum Perkumpulan. Hal ini diharapkan akan meminimalisir terjadinya
pendirian badan hukum Perkumpulan yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku, sehingga dapat merugikan para pihak sendiri.
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia hendaknya meninjau lebih lanjut sistem
online Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia yang terdapat pada website ahu online,
yaitu ahu.go.id, khususnya pada bagian pemesanan nama/permohonan pemakaian nama
Perkumpulan. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia hendaknya membenahi sistem

Universitas Indonesia
22

pengoreksian (filter) nama Perkumpulan yang akan dipesan. Sistem pengoreksian (filter)
tersebut seharusnya bisa lebih memperketat untuk menolak penggunaan-penggunaan nama
yang dilarang untuk digunakan misalnya, pemberian tanda baca, penggabungan kata atau
pemberian spasi pada kata yang dilarang untuk digunakan. Cara-cara yang digunakan
terhadap kata yang dilarang tersebut harus dianggap dan diartikan sebagai kata yang sama.
Hal ini diharapkan untuk dapat mencegah para pihak yang ingin menyalahgunakan atau
menyiasati hukum melalui kelemahan dari sistem online itu sendiri, sehingga pelanggaran-
pelanggaran semacam ini kedepannya dapat diminimalisir.

Daftar Pustaka
I. Buku
Adjie, Habib. Hukum Notaris Indonesia Tafsir Tematik Terhadap UU No. 30 Tahun 2004
Tentang Jabatan Notaris. Bandung: PT Refika Aditama, 2011.
________________. Kebatalan dan Pembatalan Akta Notaris. Cet. 2. Bandung: PT Refika
Aditama, 2011.
Agustina, Rosa. Perbuatan Melawan Hukum. Cet. 1. Jakarta: Program Pasca Sarjana
Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003.
Ali, Chidir. Badan Hukum. Cet. 2. Bandung: Penerbit Alumni, 1991.
Asyhadie, H. Zaeni dan Budi Sutrisno. Hukum Perusahaan dan Kepailitan. Jakarta:
Penerbit Erlangga, 2012.
Dirdjosisworo, Soedjono. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001.
Djojodirdjo, M.A. Moegeni. Perbuatan Melawan Hukum: Tanggung Gugat
(aansprakelijkheid) untuk Kerugian, disebabkan karena Perbuatan Melawan Hukum.
Jakarta: Pradnya Paramita, 1979.
Fuady, Munir. Doktrin-doktrin Modern dalam Corporate Law. Cet. 1. Bandung: PT. Citra
Aditya Bakti, 2002.
___________. Hukum Pailit dalam Teori dan Praktek. Cet. 5. Bandung: PT Citra Aditya
Bakti, 2014.
___________. Konsep Hukum Perdata. Ed. 1. Cet. 1. Jakarta: Rajawali Pers, 2014.
Ghofur, Abdul. Lembaga Kenotariatan Indonesia; Perspektif Hukum dan Etika. Yogyakarta:
UII Press, 2009.
Hadjon, Philipus M. Pengkajian Ilmu Hukum Dogmatik (Normatif). Surabaya: Fakultas
Hukum Universitas Airlangga, 1994.
Hamzah, Andi. Kamus Hukum. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1986.
Hartoyo, Bambang. Seluk Beluk Kenotariatan Bagi Warga Negara/Badan Hukum
Indonesia di Luar Negeri. Cet. 1. Yogyakarta: Debut Wahana Press, 2009.
Khairandy, Ridwan. et al. Pengantar Hukum Dagang Indonesia I. Ed. 2. Cet. 1. Yogyakarta:
Gama Media, 2011.
Khairandy, Ridwan. Hukum Kontrak Indonesia dalam Perspektif Perbandingan (Bagian
Pertama). Cet. 2. Yogyakarta: FH UII Press, 2014.
________________. Hukum Perseroan Terbatas. Cet. 1. Yogyakarta: FH UII Press, 2014.
________________. Pokok-Pokok Hukum Dagang Indonesia. Cet. 2. Revisi 1. Yogyakarta:
FH UII Press, 2014.
Kohar, A. Notaris dalam Praktek Hukum. Bandung: Alumni, 1983.

Universitas Indonesia
23

Latumeten, Pieter. Cacat Yuridis Akta Notaris Dalam Peristiwa Hukum Konkrit dan
Implikasi Hukumnya. Jakarta: Tuma Press, 2011.
Lubis, Suhrawardi K. Etika Profesi Hukum. Jakarta: Sinar Grafika, 1994.
Marzuki, Peter Mahmud. Penelitian Hukum. Jakarta: Prenada Media Group, 2010.
Mertokusumo, Sudikno. Mengenal Hukum (Suatu Pengantar). Yogyakarta: Liberty, 2003.
________________. Hukum Acara Perdata Indonesia. Yogyakarta: Liberty, 1981.
Mertokusumo, Sudikno dan A. Pitlo. Bab-bab tentang Penemuan Hukum. Bandung: Citra
Aditya Bakti, 1993.
Muhammad, Abdul kadir. Etika Profesi Hukum. Bandung: Citra Aditya Bakti, 1997.
Muthiah, Aulia. Aspek Hukum Dagang dan Pelaksanannya di Indonesia. Cet. 1. Yogyakarta:
Pustaka baru press, 2016.
Notodisoerjo, Soegondo. Hukum Notariat di Indonesia Suatu Penjelasan. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 1993.
Nurhayani, Neng Yani. Hukum Perdata. Cet. 1. Bandung: Pustaka Setia, 2015.
Prodjodikoro, Wirjono. Hukum Perkumpulan, Perseroan dan Koperasi di Indonesia. Jakarta:
Dian Rakyat, 1978.
Rahardjo, Satjipto. Hukum dan Perubahan Sosial: Suatu Tinjauan Teoritis serta
Pengalaman-Pengalaman di Indonesia. Yogyakarta: Genta Publishing, 2009.
Rido, Ali. Badan Hukum dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan, Perkumpulan,
Koperasi, Wakaf. Cet. 4. Bandung: Penerbit Alumni, 1986.
Sadjijono. Memahami Beberapa Bab Pokok Hukum Administrasi. Yogyakarta: Laks Bang
Pressindo, 2008.
Sardjono, Agus. et al. Pengantar Hukum Dagang. Ed. 1. Cet. 1. Jakarta: Rajawali Pers, 2014.
Sembiring, Sentosa. Hukum Dagang, Ed. Revisi. Cet. 3. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti,
2008.
Sjaifurrachman. Aspek Pertanggungjawaban Notaris dalam Pembuatan Akta. Bandung:
Mandar Maju, 2011.
Sumaryono, R. Etika Profesi Hukum. Yogyakarta: Kanisius, 1995.
Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: Universitas Indonesia Press,
1986.
Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat.
Ed. 1. Cet. 10. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007.
Subekti, R. Hukum Pembuktian. Cet. 8. Jakarta: Pradya Paramita, 1987.
Subekti, R. dan R. Tjitro Sudibio. Kamus Hukum. Jakarta: Pradya Paramita, 1980.
Tan Thong Kie. Studi Notariat & Serba-serbi Praktek Notaris. Jakarta: Ichtiar Baru Van
Hoeve, 2007.
Tobing, G.H.S. Lumban. Peraturan Jabatan Notaris. Jakarta: Erlangga, 1996.
________________. Peraturan Jabatan Notaris, Jakarta: Gelora Aksara Pratama, 1983.

II. Tesis
Andhika, Ahmad Reza. “Pertanggungjawaban Notaris dalam Perkara Pidana berkaitan
dengan Akta yang dibuatnya Menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004.” Tesis Magister Universitas
Sumatera Utara, Medan, 2015.

Universitas Indonesia
24

III. Peraturan Perundang-undangan


Indonesia. Undang-Undang Dasar 1945.
Indonesia. Undang-Undang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang
Berkaitan dengan Tanah, UU No. 4 Tahun 1996, LN No. 42 Tahun 1996, TLN No.
3632.
Indonesia. Undang-Undang Jabatan Notaris, UU No. 30 Tahun 2004, LN No. 117 Tahun
2004, TLN No. 4432.
Indonesia. Undang-Undang Organisasi Kemasyarakatan, UU No. 17 Tahun 2013, LN No.
116 Tahun 2013, TLN No. 5430.
Indonesia. Undang-Undang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004
Tentang Jabatan Notaris, UU No. 2 Tahun 2014, LN No. 3 Tahun 2014,TLN No. 5491.
Indonesia. Undang-Undang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan Menjadi Undang-Undang, UU No. 16
Tahun 2017, LN No. 239 Tahun 2017, TLN No. 6139.
Indonesia. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan, UU
No. 16 Tahun 2017, LN No. 239 Tahun 2017, TLN No. 6139.
Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia. Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi
Manusia Tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Pengesahan Badan Hukum dan
Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar Perkumpulan. Permenkumham No. 3 Tahun
2016.
Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia. Peraturan Menteri Tentang Pengesahan
Badan Hukum Perkumpulan. Permenkumham No. 6 Tahun 2014.
Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia. Surat Direktur Jenderal Administrasi Hukum
Umum Nomor C-HT.03.10.05 Tanggal 28 Maret 2005 Perihal Pembentukan Majelis
Pengawas Daerah Notaris.
Departemen Keuangan. Keputusan Menteri tentang Pejabat Lelang. KMK Nomor
383/KMK.01/2000.
Staatsblad 1870-64, Staatsblad tentang Perkumpulan-Perkumpulan Berbadan Hukum. Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata [Burgerlijk Wetboek], diterjemahkan oleh R. Subekti
dan R. Tjitrosudibio. Cet. 41. Jakarta: Balai Pustaka, 2014.

IV. Internet
Nugroho, Bagus Prihantoro. “Heboh '2019PrabowoPre Siden', Begini Aturan Main Bikin
Perkumpulan” https://news.detik.com/berita/d -4205277/heboh-2019prabowopre-
siden-begini-aturan-main-bikin-perkumpulan. Diakses 1 Maret 2019.
Wiwoho, Bimo. “#2019PrabowoPresiden Resmi Terdaftar di Kemenkumham”
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20180908130031-12-328748/
2019 prabowopresiden-resmi-terdaftar-di-kemenkumham. Diakses 1 Maret 2019.

Universitas Indonesia

Anda mungkin juga menyukai