Anda di halaman 1dari 6

Nama : Muhammad Zaid Nuriyanrto

NIM : 18021030014
Kelas : A
No. Gambar Lahan Kritis Analisa
1. Gambar lahan kritis disamping merupakan
hasil dari kegiaiatan perambahan hutan.
Kegiatan perambahan hutan merupakan
sebuah usaha untuk mengubah kawasan
hutan menjadi kawasan cocok tanam atau
perladangan. Perambahan berbeda dengan
penebangan hutan. Perubahan penggunaan
lahan ini akan berakibat terhadap
ketersediaan air, karena daerah resapan air
yakni hutan semakin berkurang. Tak hanya
daerah resapan air yang terancam, indikasi
terjadinya erosi dan longsor semakin tinggi.
Pembukaan hutan yang dilakukan pada
lahan berlereng curam dan kegiatan usaha
tani tanpa dibarengi penerapan tindakan
konservasi tanah dan air yang memadai
akan menyebabkan terjadinya peningkatan
aliran permukaan dan erosi, yang pada
gilirannya akan menurunkan produktivitas
usahatani (kualitas dan kuantitas) dan
degradasi sumber daya lahan dan
lingkungan (on site dan off site) (Hidayat
dkk, 2007). Efek lainnya yang akan timbul
dari perambahan hutan ini yaitu kurangnya
ketersediaan air pada musim kemarau
dikarenakan kurangnya daerah resapan dan
tingginya aliran permukaan.
2. Gambar lahan kritis disamping merupakan
akibat dari penebangan hutan secara liar.
Penebangan hutan yang tidak berdasarkan
peraturan dan konservasi tanah dan air yang
berlaku akan berdampak buruk terhadap
lingkungan. Terjadinya longsor, erosi, dan
kurangnya air bersih adalah ancaman yang
serius dari kerusakan lahan seperti ini.
Menurut Sutopo (2011) untuk mengatasi
lahan-lahan kritis seperti ini diperlukan
usaha-usaha yang structural (reboisasi,
penghijauan, check dam, dan sebagainya)
dan non stuktural seperti melibatkan
masyarakat, peningkatan pendapatan,
penyuluhan dan sebagainya.
3. Gambar disamping merupakan gambar
lahan kritis yang berasal dari kegiatan
penambangan nikel. Terlihat bahwa kondisi
lahan sudah sangat sulit untuk diselamatkan.
Usaha konservasi bekas daerah penambagan
sulit dilakukan karena beberapa faktor yaitu
hilangnya lapisan atas tanah (top soil),
struktur lahan yang jelek/berbatuan, kondisi
tanah masam (Sittadewi, 2013). Kondisi
tanah yang seperti ini akan sangat sukar dan
memperhambat proses perkecambahan.
Namun, kondisi ini dapat diatasi dengan
metode BiTumMan (Biji Tumbuh Mandiri).
BiTumMan dirancang berisi biji tanaman
baik biji tanaman reboisasi yang siap
ditebarkan di tanah-tanah tandus maupun
biji tanaman hutan untuk rehabilitasi lahan
pasca tambang (Sittadewi, 2013).
4. Gambar lahan kritis disamping merupakan
hasil dari kegiatan penambangan pasir.
Kegiatan penambangan seperti ini dapat
menghancurkan unsur-unsur dalam tanah
yang membantu tanaman hidup. Dalam
mengatasi lahan kritis, kegiatan penanganan
yang dilakukan harus sesuai dengan
permasalahan yang terjadi (Ishak, 2012).
Proses rehabilitasi dan konservasi yang
dapat dilakukan yaitu melalui rekaya
biologis, yang kemudian lewat rekayasa ini
daerah lahan kritis dapat berubah menjadi
lahan pertanian yang bermanfaat untuk
produksi pangan. Contohnya yang dilakukan
oleh Simarmata (2007), dalam penelitian dia
menyatakan bahwa lahan bekas tambang
dapat dijadikan lahan pertanian yang
produktif lewat pertanian ekologis yang
memanfaatkan pupuk bilogis mikroriza.
5. Gambar lahan kritis disamping merupakan
akibat dari kebakaran. Kebakaran hutan
mengakibatkan segala tanaman dan pohon
menjadi habis. Tingkat ancaman terjadinya
erosi semakin tinggi, dikarenakan hutan
sebagai daerah penahan air habis terbakar.
Akibatnya terjadi aliran permukaan dan
erosi pada kawasan tersebut dan
memungkinkan adanya dampak pada
kawasan dibawahnya yang memiliki
ketinggian lebih rendah (Muttaqin dan
Pratiwi, 2018). Pengurangan aliran
permukaan dapat diatasi dengan cara
melakukan reboisasi dan penghijauan agar
daerah penahan air yakni hutan kembali
tumbuh dan dapatjuga meningkatkan tingkat
infiltrasi air ke dalam tanah sehingga
meningkatkan cadangan air di musim
kemarau.
6. Gambar disamping merupakan lahan kritis
yang berupa lahan tailing. Tailing sendiri
merupakan sebuah lahan yang merupakan
sisa-sisa dari kegiatan penambangan yang
terdapat di air. Akibat dari adanya lahan ini
yaitu terjadinya pendangkalan sungai, dan
merusak ekosistem daerah sekitar sungai.
Menurut Bagawi dan Bassang (2010) lahan
tailing dapat direklamasi menjadi berbagai
macam keguanaan seperti
pertanian/perkebunan, kehutanan, perikanan
dan peternakan.
7. Gambar disamping merupakan lahan kritis
yang berada di daerah lereng. Terlihat pada
gambar bahwa ada beberapa longsoran
tanah, yang mengindikasikan bahwa daerah
tersebut kurang memiliki tanaman hijau
sebagai penahan erosi longsor. Dengan
adanya tanaman hijau di wilayah tersebut
tidak hanya pula mengatasi longsor, namun
juga dapat menambah tingkat infiltrasi ke
dalam tanah bertambah. Tingkat infiltrasi
ditentukan oleh : hujan, jenis tanah,
kemiringan lereng , dan kondisi penggunaan
lahan. Hujan, jenis tanah, dan kemiringan
lereng (Hirijanto dkk, 2014)
8. Gambar disamping merupakan lahan
pertanian yang masuk dalam kategori kritis.
Rusaknya unsur-unsur tanah akibat dari
kekeringan membuat produktivitas lahan
menjadi menurun. Unsur tanah yang penting
seperti hara dan fosfor teruap ke udara
dikarenakan penguapan. Upaya rehabilitasi
yang dapat diambil dari masalah tersebut
yaitu lewat bioremediasi dan sistem
pertanian organik. Dalam penilitian yang
dilakukan oleh Nuryamsyi (2004) ada
beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan produktivitas lahan kering
yaitu: (1) pengendalian erosi, (2) perbaikan
sifat fisik tanah, (3) perbaikan sifat kimia
tanah, dan (4) perbaikan sifat biologi tanah

Daftar Pustaka
Bargawa, W. S., & Bassang, D. (2010). Upaya Rehabilitasi Lahan Tailing Akibat Penambangan
Bijih Tembaga. In Prosiding Seminar Nasional (pp. 212-221). UPN Veteran Yogyakarta.
Hidayat, Y., Sinukaban, N., Pawitan, H., & Tarigan, S. D. (2008). Dampak Perambahan Hutan
Terhadap Aliran Permukaan dan Erosi di DAS Nopu Hulu, Sulawesi Tengah. J.
Tanah, 13(1), 59-65.

Hirijanto, H., Suprapto, B., & Hargono, E. (2018). Analisa Lahan Kritis Untuk Konservasi
Sumberdaya Air di Wilayah Kota Batu Malang. Jurnal Rekayasa Sipil, 2(1), 68-81.

Ishak, M. (2012). Aplikasi Teknologi Tepat Guna Dalam Pengelolaan Lahan


Kritis. Dharmakarya, 1(1).

Muttaqin, T., & Pratiwi, C. E. (2018). Perhitungan Nilai Erosi dengan Metode USLE di Kawasan
Rehabilitasi Lahan Bekas Kebakaran Hutan Tahuta R. Soerjo (Studi di Kawasan Rehabilitasi
PT. Gudang Garam TBK). Sylva, 7(1), 1-7.

Nugroho, S. P. (2011). Minimalisasi Lahan Kritis Melalui Pengelolaan Sumberdaya Lahan dan
Konservasi Tanah dan Air Secara Terpadu. Jurnal Teknologi Lingkungan, 1(1).

Nursyamsi, D. (2004). Beberapa upaya untuk meningkatkan produktivitas tanah di lahan


kering. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Simarmata, T. (2007). Revitalisasi Kesehatan Ekosistem Lahan Kritis Dengan Memanfaatkan


Pupuk Biologis Mikoriza Dalam Percepatan Pengembangan Pertanian Ekologis di
Indonesia. Visi (2007), 15(3), 289-306.

Sittadewi, E. H. (2013). Penerapan Teknologi Bitumman Untuk Mengatasi Lahan Kritis Pasca
Penambangan (Studi Kasus Di Bekas Tambang Nikel). Jurnal Sains dan Teknologi
Indonesia, 15(1).

Anda mungkin juga menyukai