Anda di halaman 1dari 13

TUGAS KELOMPOK

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


“UNIVERSALISME AGAMA ISLAM”

DOSEN PEMBIMBING :
KURNIAWAN YUNUS ARIYONO, S.Pd, M.Pd.I.

DISUSUN OLEH KELOMPOK (A) / MANAJEMEN B5 :


AHMAD AFIFUDDIN
EKA N.P SUKMAWATI
SUKMAWATI MEI WIDARTI

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI WIDYA GAMA LUMAJANG
2019
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Universalisme
Agama Islam” dengan tepat waktu. Shalawat serta salam tidak lupa kami haturkan
untuk junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang kita nantikan syafa’atnya di
akhirat nanti.
Kami mengucap syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat
sehatNya, baik itu berupa fisik maupun akal pikiran. Sehingga kami sanggup
menyelesaikan tugas makalah ini dengan baik.
Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para
pembaca. Namun terlepas dari itu kami memahami bahwa makalah ini masih jauh
dari kata sempurna, sehingga kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun demi terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.

Lumajang, 8 Oktober 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Halaman sampul .............................................................................................. i


Kata Pengantar.................................................................................................. ii
Daftar Isi........................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
A. Latar Belakang.................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah............................................................................... 1
C. Tujuan................................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN................................................................................. 2
A. Wawasan Islam tentang Universalisme Agama................................. 2
B. Ruang Lingkup Agama Islam............................................................. 3
C. Pesan Kerukunan Umat dalam Universal Islam................................. 5
BAB III PENUTUP......................................................................................... 9
A. Kesimpulan......................................................................................... 9
B. Saran................................................................................................... 9
Daftar Pustaka................................................................................................... 10

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Universalisme Agama Islam teritegritas dan terkodifikasi dalam akidah
syariah dan akhlak. Antara satu dan yang lainnya terdapat hubungan yang saling
berkaitan dan semuanya berfokus pada keesaan Allah SWT atau bertauhid. Ajaran
tauhid inilah yang menjadi inti, awal, dan akhir dari seluruh ajaran Islam.
Islam secara totalitas merupakan suatu keyakinan bahwa nilai-nilai
ajarannya adalah benar dan bersifat mutlak karena bersumber dari yang Maha
Mutlak. Dengan begitu, segala yang diperintahkan adalah suatu kebenaran,
sedangkan segala sesuatu yang dilarang adalah kebatilan.
Islam sebagai agama wahyu yang memberi bimbingan kepada manusia
mengenai semua aspek hidup, dapat diibaratkan seperti jalan raya yang lurus dan
mendaki, memberi peluang manusia yang melaluinya sampai ke tempat yang
dituju, tempat tertinggi dan mulia.
Jalan raya itu lebar, kiri kanannya berpagar Al-Quran dan Al-Hadist. Pada
jalan itu terdapat juga rambu-rambu, serta jalur-jalur sebanyak aspek kehidupan
manusia. Siapa saja yang memasuki gerbang jalan raya itu, wajib memperhatikan
rambu-rambu dan berjalan melalui jalur-jalur yang ada.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana wawasan Islam tentang Universalisme Agama?
2. Bagaimana ruang lingkup Agama Islam?
3. Apa pesan kerukunan umat dalam Universal Agama?

C. Tujuan Pembahasan
1. Mengetahui wawasan islam dalam Universalisme Agama.
2. Memahami arti dan ruang lingkup agama Islam.
3. Mengetahui pesan kerukunan umat dalam Universalisme Agama.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Wawasan Islam tentang Universalisme Agama


Universalisme Agama Islam adalah salah satu karakteristik Islam yang
agung. Universalisme Islam yang dimaksud adalah risalah Islam ditujukan untuk
semua umat, segenap ras dan bangsa serta untuk semua lapisan masyarakat.
Bukan risalah untuk bangsa tertentu yang beranggapan bahwa bangsanya yang
terpilih dan karenanya semua manusia harus tunduk kepadanya. Universalisme
Islam menampakkan diri dari berbagai manifestasi penting, dan yang terbaik
adalah ajaran-ajarannya. Ajaran-ajaran Islam yang mencakup aspek akidah,
syariah, dan akhlak. Hal ini dapat dilihat dari enam tujuan umum syariah yaitu :
menjamin keselamatan agama, badan, akal, keturunan, harta, dan kehormatan.
Selain itu risalah Islam juga menampilkan nilai-nilai kemasyarakatan (social
values) yang luhur, yang bisa dikatakan sebagai tujuan dasar syariah yaitu :
keadilan, kebebasan, dan kehormatan.
“Al-Islamu shalihun likuli zamanin wamakanin” Islam adalah agama yang
sesuai dengan segala zaman dan tempat. Ungkapan ini dapat dibuktikan oleh
pemahaman dan pengamatan bahwa Islam adalah agama yang paling banyak
mencakup berbagai kebangsaan dengan kawasan pengaruh yang meliputi hampir
semua ciri klimatologis dan geografis. Realitas tersebut terjadi karena dalam
pandangan islam setiap kenyataan yang bersifat alami dan manusiawi tidak
terpengaruh oleh zaman, asal-usul, dan kebangsaan, melainkan ia tetap ada tanpa
perubahan dan peralihan. Dengan demikian, Islam senantiasa ada bersama
manusia tanpa dibatasi ruang dan waktu serta kualitas lahiriah hidup manusia.
Konsekuensinya adalah Islam sebagai agama yang abadi hingga akhir zaman dan
bersifat Universal mencakup seluruh aspek kehidupan manusia.
Di Indonesia misalnya, sebagai suatu bangsa yang mempunyai tingkat
hiterogenitas tertinggi secara fisik (negara kepulauan) maupun dalam soal
keragaman suku, bahasa, daerah, agama, dan adat istiadat, maka dengan
sendirinya manifestasi ekspresi keberagamannya bervariasi sejalan dengan kondisi
keberagaman budaya yang ada.

2
Universalisme Islam dapat dilihat dari beberapa segi, diantaranya segi
metafisik dan segi ritual. Islam memandang bahwa persoalan metafisik
merupakan persoalan manusia pada umumnya. Akal manusia terbatas pada apa
yang bisa dipikirkan, dilihat, dan dirasakan. Disisi lain banyak hal dalam
kehidupan manusia yang tidak terpikirkan oleh akal semata. Dari segi ritual, Islam
tidak membedakan aturan ritual atas dasar budaya tertentu. Setiap muslim
dimanapun memiliki tata ritual yang sama, seperti dalam pelaksanaan shalat.
Disamping itu, Islam merupakan hukum atau undang-undang (syariah)
yang mengatur tata cara manusia dalam berhubungan dengan Allah (vertical) dan
hubungan dengan sesama manusia (horizontal). Didalamnya mencakup dua
bidang pembahasan, yaitu pertama bidang ibadah mahdhah yang meliputi tata cara
shalat, puasa, zakat, dan haji. Kedua, bidang ibadah ghair mahdhah yang meliputi
muamalat, munakahat, siyasat, jinayat, dan sebagainya. Sebagai standart
pelaksanaan merujuk pada lima hukum yang disebut Al-Ahkam Al-Khamsah, yaitu
wajib, haram, mubah, mandub, dan makruh. Penerapan kelima hukum tersebut
dalam kehidupan sehari-hari memiliki variasi dan pelaksanaanya bersifat fleksibel
melalui ijtihad (sebuah usaha yang sungguh-sungguh).
Atas dasar itulah, muncul diktum Islam sebagai agama yang sempurna.
Kesempurnaanya terlihat dalam ajaran-ajarannya yang bersifat universal dan
fleksibel (luas) serta mengharuskan terciptanya keseimbangan hidup antara
duniawi dan ukhrawi, jasmani dan rohani. Oleh karna itu, Islam merupakan
kekuatan hidup yang dinamis, juga merupakan suatu kode yang sesuai dan
berdampingan dengan tabiat alam.

B. Ruang Lingkup Agama Islam


Islam kata turunan (jadian) yang berarti ketundukan, ketaatan, kepatuhan.
Kata dasarnya adalah salma yang berarti sejahtera, tidak tercela, tidak bercacat.
Dari kata itu terbentuk kata madar salamat (selamat). Dari perkatan salamat,
salma tersebut timbul ungkapan assalamu’alaikum yang telah membudaya dalam
masyarakat indonesia. Artinya (mengandung do’a dan harapan) semoga anda
selamat, damai, dan sejahtera.

3
Agama islam merupakan satu sistem akidah dan syari’ah serta akhlak yang
mengatur hidup dan kehidupan manusia dalam berbagai hubungan. Ruang
lingkupnya lebih luas dari ruang lingkup agama Nasrani yang hanya mengatur
hubungan manusia dengan Tuhan. Agama islam tidak hanya mengatur hubungan
manusia dengan manusia dalam masyarakat termasuk dengan diri manusia itu
sendiri tetapi juga dengan alam sekitarnya yang kini terkenal dengan istilah
lingkungan hidup.
Agama islam adalah sui generis (sesuai dengan wataknya, mempunyai
corak dan sifat sendiri dalam jenisnya) karena dalam banyak hal agama islam
berbeda dengan agama lain. Sebagai contoh beliau menunjuk pada :
1) Nama Agama
Nama islam yang diberikan kepada agama yang disampaikan oleh Nabi
Muhammad itu adalah nama yang diberikan oleh Allah sendiri melalui wahyu-
Nya yang kini dapat dibaca dalam Al-Qur’an surat Ali’imran (3) : 19 yang
berbunyi, antara lain “innaddina ‘indallahil-islam” Artinya: ”Sesungguhnya
agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah islam”. Penamaan itu juga dapat kita
jumpai dalam surat al-Maidah (5) bagian tengah akhir ayat tiga yang berbunyi,
”waraditu lakumul islama dina”, Artinya: “Dan aku ridhai islam sebagai
agamamu”.
2) Nama Pemeluk Agama Islam.
Islam mengandung makna damai, sejahtera, selamat, penyerahan diri, taat,
patuh, dan menerima kehendak Allah. Orang yang mengaku beragama islam
disebut muslim. Penamaan orang yang memeluk agama islam inipun terdapat
dalam Al-Qur’an surat Az-Zumar (39) : 12 yang berbunyi :
“Wa umirtu li an akuna awwalal muslimin”. Artinya: “Dan aku diperintahkan
menjadi orang yang pertama-tama berserah diri”.
Seorang muslim adalah orang yang menerima petunjuk tuhan dan
menyerahkan diri untuk mengikuti kemauan ilahi. Artinya, seorang muslim yang
benar adalah orang yang melalui penggunaan akal bebasnya. Memahami ajaran
islam dengan sebaik-baiknya, merupakan komitmen umat islam terhadap islam.
Setiap muslim dan muslimat mempunyai komitmen (keterikatan) dengan ajaran
islam. Komitmen muslim dan muslimat terhadap islam, intinya terdapat dalam Al-

4
Qur’an surat Al-‘Asr (103) yang berbunyi sebagai berikut: ”Wal’asr(i) innal-
insanalafilkhusr(in) illal ladzina amanu wa’amilus-salihati wa tawasau bilhaqqi
wa tawasau bis sabr(i)”. Artinya: “Demi waktu, dalam makna jaga atau
manfaatkan waktu yang terus berlalu. sesungguhnya manusia senantiasa berada
dalam kerugian. Kecuali, orang-orang yang beriman dan beramal saleh, Saling
nasihat-menasihati tentang kebenaran dan saling berwasiat dengan kesabaran”.
Dalam republik indonesia, menurut pasal 29 ayat 1 UUD 1945, negara
berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa. Ketuhanan Yang Maha Esa adalah
sila pertama pancasila. Dengan sila Ketuhanan Yang Maha Esa itu, bangsa
indonesia menurut penjelasan resmi Undang-Undang dasar 1945, menyatakan
kepercayaannya terhadap Ketuhanan Yang Maha Esa disebut tauhid. Dan karena
negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa, maka segala sesuatu
mengenai Tuhan seperti keimanan dan ketakwaan kepada-Nya menurut ajaran
agama menjadi sangat penting dalam negara Republik Indonesia. Oleh karena itu,
kedudukan agama menjadi sentral dalam kehidupan bangsa Indonesia.
Dalam pasal 29 ayat 2 UUD 1945 ditegaskan, ”Negara menjamin
kemerdekaaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya dan beribadah
menurut agama dan kepercyaan”. Kepercayaan yang tercantum dalam ayat 2 pasal
29 UUD 1945, menyatakan bahwa pada tahun 1974 arti perkataan kepercayaan
dalam pasal tersebut adalah kepercayaan agama. Dasar Ketuhanan Yang Maha
Esa itu adalah akidah kepercayaan agama. Yang dimaksud dengan akidah
kepercayaan agama dalam hubungan dengan arti dan ruang lingkup agama islam
ini adalah iman atau keyakinan agama yang diakui dalam negara republik
indonesia yakni Islam, Katolik, Proteestan, Hindu, dan Budha.

C. Pesan Kerukunan Umat dalam Universal Agama


Islam sebagai agama yang menjunjung tinggi nilai universalitas dan
egaliterianisme spiritual harusnya mampu menebarkan benih kasih sayang bagi
dunia (rahmatan lil alamin). Membumikan nilai-nilai Islam adalah fakta yang
harus diusung untuk membuktikan bahwa Islam adalah benar-benar merupakan
keperluan perenial. Peran agama yang realistis di muka bumi akan

5
menggambarkan bahwa islam tidak terpenjara hanya dalam ruang-ruang ritual
yang sempit.
Islam yang diharapkan sebagai agama omnipresence (hadir di mana-mana)
ini mendorong terlahirnya global ethics (etika global) yang dapat melindungi
umat manusia dalam kelangsungan hidupnya. Etika yang terlahir tentu bukan
etika otoriterian yang memonopoli keberanan suatu kelompok atau penguasa.
Keyakinan kita akan posisi umat islam menjadi lokomotif tercetusnya kerukunan
sejati di muka bumi juga dikuatkan dengan sabda Allah SWT:
“Kamu adalah umat terbaik, dilahirkan untuk segenap umat manusia, menyuruh
orang berbuat baik, dan melarang perbuatan mungkar, serta beriman kepada
Allah” (Q.S. Ali Imran [110] :3).
Untuk mempersiapkan gejolak pemikiran dan usaha sadar dalam
membangun kerukunan harus berangkat dari ikhtiar menegakkan kebenaran
dengan cara-cara yang penuh dengan rahman yang tulus. Karena menggunakan
cara-cara kekerasan untuk mencapai kesucian cita-cita ajaran islam itu sama saja
dengan menodai kesucian agama islam itu sendiri.
Pesan tentang Islam yang menjunjung tinggi kerukuan itu sendiri dapat
kita jumpai pada berbagai firman Allah SWT, diantaranya :

“Jika Tuhanmu menghendaki, niscaya semua manusia yang ada di muka bumi
beriman seluruhnya. Hendak kau paksa jugakah semua orang supaya beriman?”
(Q.S.Yunus [99] : 10)
Dari contoh ayat di atas dapat dipahami bahwa pemaksaan untuk memeluk
agama tertentu atau desakan untuk memilih jalan hidup yang terpaksa adalah hal
yang bertentangan dengan Islam. Sehingga usaha untuk berdakwah dengan cara
kekerasan dan memaksa manusia baik melalui tekanan fisik ataupun sosial
merupakan tindakan terkutuk yang dilarang Islam. Allah SWT memberikan
pilihan bagaimana umatnya memilih jalan hidup yang terbaik untuk dirinya

6
sendiri yang pada akhirnya Allah memiliki hak veto menentukan yang sesat dan
benar. Bila tidak ada persamaan pada agama-agama, kita tidak akan menyebutnya
dengan nama yang sama “agama”.
Universalisme Islam yang pada akhirnya menjadi manifesto kalimatun
sawa (titik temu) dari berbagai agama masih melahirkan banyak perdebatan yang
tidak berkesudahan. Konsepsi tentang wahyu, khususnya untuk bermacam-macam
bangsa, menjamin toleransi keagamaan. Ajaran islam yang bersifat universal 
tidak bertentangan dengan hal tersebut, jika kita mengetahui bahwa wahyu itu
datang secara berangsur-angsur. Alquran sebagai ekpresi terakhir dari kehendak
Tuhan yang menjamin autentisitas dan kebenaran wahyu sebelumnya. Akan
tetapi, tidak menjamin berlakunya, karena sebagian wahyu-wahyu tersebut telah
keadaluwarsa.
Nampaknya berharap hidup di only one world (dunia yang satu) dengan
satu agama yang paling benar adalah hal yang mustahil dan naïf. Masalah yang
harus diperdalam oleh kita adalah bagaimana kita mampu mengartikan sabda
Allah yang termuat dalam wahyu secara bijak. Permasalahannya bukan terletak
pada wahyu, melainkan pada sudut pandang manusia yang harus menangkap
maksudnya. Sehingga penting menurutnya para tokoh-tokoh agama betul-betul
memakai rasio dan metode-metode etika untuk memberikan interpretasi yang
sportif pada kebenaran wahyu tersebut.
Usaha interprestasi dalam memaknai ayat-ayat Allah tentang pesan
kerukunan ini sudah dilakukan sejak lama, salah satunya adalah manifesto Piagam
Madinah pada 622 M. Piagam ini dianggap sebagai dokumen politik dan
konstitusi karya original Muhammad yang melompati zamannya. Ijtihad dalam
membumikan ajaran Alquran dalam bidang sosiopolitik masyarakat madinah pada
masa itu dapat terlihat dalam beberapa pasal yang menyinggung tentang
kerukunan umat beragama di antaranya:
1) Pasal 12 : kaum muslimim tidak membiarkan seorang muslim yang
dibebani utang atau beban keluarga. Mereka memberi bantuan dengan baik
untuk membayar tebusan dan denda.

7
2) Pasal 14 : seorang muslim dilarang membunuh muslim lain untuk
kepentingan orang kafir, dan tidak boleh pula menolong orang kafir
dengan merugikan orang muslim.
3) Pasal 23 : bila kamu sekalian berbeda pendapat dalam suatu hal, hendaklah
perkaranya diserahkan kepada (ketentuan) Allah dan Muhammad.
4) Pasal 24 : kedua pihak (muslimin dan yahudi) bekerjasama dalam
menaggung pembiyaan dikala mereka melakukan perang bersama.
Beberapa pasal di atas menggambarkan begitu revolisionernya konstitusi
yang dirumuskan dalam rangka menjaga keharmonisan dan kerukuan umat.
Piagam Madinah seakan menjadi pintu gerbang peradaban baru umat manusia
pada masa itu. Peraturan yang secara langsung diinisiasi oleh Muhammad ini
mendidik umat islam untuk hidup berdampingan dengan agama lain (the other
religion). Umat Islam tidak bisa lagi berdiri di atas kedaulatan kuantitas, sudah
saatnya berfikir keras bagaimana kedaulatan kualitas ummat islam menjadi
pendorong tercapainya cita-cita kerukunan sejati.
Sekitar 87,2 persen penduduk Muslim Indonesia tentu merupakan aset
strategis untuk mendorong terlahirnya iklim persaudaraan umat yang kondusif.
Bukan hanya sumber daya alam dan sumber daya manusia, Islam juga memiliki
sumber daya nilai (value) yang kaya akan spirit kerukunan dan harmonitas sosial.
Islam tidak bisa "ditunggangi" oleh berbagai kepentingan penguasa dan
kepentingan politis. Islam tidak mungkin lagi terjerembab meminjam istilah Ali
Syari’ati dalam kutub Qabil ( kezaliman dan kemunafikan penguasa, pemodal,
pemuka agama). Islam harus menjadi agama yang kritis dan profetis, penyambung
lidah Tuhan dalam mendiasporakan pesan-pesan kerukunan umat. Predikat
sebagai khoiru ummah (umat terbaik) dan ummatan wasathan (adil, toleran, dan
senang berdialog) mewajibkan kita untuk berperan secara aktif dalam
mewujudkan cita-cita rahmatan lil alamin.

8
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Universalisme Islam merupakan manifestasi penting, dimana ajaran-
ajarannya yang mencakup aspek akidah, syariah, dan akhlak ditujukan untuk
semua umat, segenap ras dan bangsa serta untuk semua lapisan masyarakat. Islam
senantiasa ada bersama manusia tanpa dibatasi ruang dan waktu dan tidak
terpengaruh oleh zaman, asal-usul, dan kebangsaan.

B. Saran
Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat, pengaruh positif dan
seluruh umat manusia dapat terus menjaga kerukunan antar umat beragama demi
mewujudkan cita-cita islam sebagai agama Rahmatan Lil Alamin.

9
DAFTAR PUSTAKA

Yusuf, Ali Anwar. 2002. Wawasan Islam. Bandung : CV Pustaka Setia.


Ali, Mohammad Daud. 2016. Penddikan Agama Islam. Kota Depok : PT
Rajagrafindo Persada.
https://www.kompasiana.com/haryantiwonogiri/universalisme-
islam_5739bfd38423bd4d07a813c9 diakses pada 12.33 WIB. 02/10/2019
https://republika.co.id/berita/odw5qr408/universalisme-islam-dan-pesan-
kerukunan-umat diakses pada pukul 13.09 WIB. 02/10/2019

10

Anda mungkin juga menyukai