PENDAHULUAN
Pada Bab I, penulis menjelaskan bahwa Hermeneutik adalah salah satu bagian dari teologi yang
mempelajari teori-teori, prinsip-prinsip dan metode-metode penafsiran Alkitab. Dalam hal ini
melibatkan diri penafsir sepenuhnya, dengan tujuan mencari maksud yang ingin disampaikan oleh
penulis Alkitab. Penulis menyatakan bahwa Hermeneutik bukan hanya merupakan ilmu, namun juga
merupakan suatu seni, di mana seorang penafsir perlu memiliki rasa seni yang sanggup menyelami
perasaan penulis, melihat keindahan bahasa penulis dan mengubah karya penafsirannya jadi sesuatu
yang indah dibaca dan didengar. Pembaca setuju dengan pernyataan penulis, karena dalam
hermeneutik tidak hanya dibutuhkan skill untuk menafsir saja, namun juga dibutuhkan juga kemampuan
seni untuk menghasilkan suatu penafsiran yang dapat dinikmati oleh orang lain. Penulis juga berusaha
menjelaskan hubungan antara hermeneutik dengan exegesis atau penafsiran (membaca ”keluar” arti
dari suatu dokumen). Jadi mempelajari hermeneutik diperlukan untuk menghindari pemborosan tenaga,
waktu dan kesalahan-kesalahan yang tidak perlu dalam penafsiran Alkitab. Pembaca setuju bahwa
dengan hermeneutik akan sangat menolong kita untuk efisiensi waktu dan tenaga dalam penafsiran.
Sementara eksposisi berhubungan dengan penafsiran, di mana eksposisi lebih memperhatikan aplikasi
dan hubungan dari bagian Alkitab tersebut dengan konteks si penafsir. Pembaca setuju dengan ide
penulis karena dalam menafsirkan Alkitab memang dibutuhkan kemampuan untuk menyelidiki maksud
yang dikandung oleh penulis Alkitab tersebut. Dan dalam menafsirkan tersebut tentu penafsir memiliki
pendekatan tersendiri dalam mencari makna yang terkandung dalam Alkitab. Hal ini sangat penting
karena tanpa memahami arti yang dimaksud oleh penulis, seorang penafsir akan mudah terjebak dalam
penafsiran subyektif tanpa memperhatikan konteks yang ada.
Dalam bab ini juga dijelaskan sejarah singkat berbagai aliran penafsiran. Hal ini diberikan untuk
menyadarkan kita akan kesalahan-kesalahan yang pernah dilakukan dalam penafsiran Firman Tuhan,
sehingga membantu penafsir modern memilih jalan yang lebih baik untuk menghindari kesalahan yang
sama. Menurut pembaca, kita memang perlu belajar dari tokoh-tokoh penafsir yang telah ada tentang
bagaimana cara-cara penafsiran mereka, memperhatikan kelebihan dan kekurangan mereka dalam
menafsir. Karena masing-masing tokoh punya kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Tugas kita
adalah mencari mana yang baik dan kelebihan masing-masing serta memadukannya dalam bentuk
penafsiran yang lebih mendekati apa yang dimaksud oleh penulis Alkitab. Dalam cara penafsiran bapa-
bapa Gereja terdapat Augustinus percaya bahwa Alkitab memiliki 4 lapis pengertian, yaitu: Pengertian
harfiah memberitahu apa yang terjadi; pengertian alegoris menyangkut iman kepercayaan; pengertian
moral berhubungan dengan hal tindak-tanduk; pengertian anagogis menunjuk ke mana kita pergi (sorga,
langit). Pembaca setuju dengan pendapat Augustinus, karena hal ini merupakan sesuatu yang amat
prinsip dalam penafsiran, kita tidak bisa secara sembarang menafsir apa yang tertulis dalam Alkitab,
tetapi perlu persiapan, perlu pimpinan Roh Kudus dan memahami latar belakang sejarah penulisan kitab
yang hendak ditafsirkan. Pada masa Medieval (masa yang dimulai dari Gregory Agung, Bapa Gereja
terakhir dan paus pertama, hingga reformasi) aliran Skolastisisme membagi arti Alkitab dalam dua
bagian besar, yakni arti rohani, arti yang lebih penting dan arti harfiah. Keadaan pada masa ini cukup
memprihatinkan karena apa yang sudah ditafsir dengan resmi oleh gereja Roma Katolik harus diterima
para penafsir; mereka juga percaya bahwa terdapat wahyu yang tidak tertulis, Alkitab dan wahyu lisan:
BAB II
PRINSIP DAN METODE PENAFSIRAN ALKITAB SECARA UMUM
Dalam bab II ini penulis menjelaskan beberapa metode dan prinsip yang digunakan dalam penafsiran
secara umum, di antaranya:
A. Analisa Teks
Seorang penafsir harus terlebih dahulu yakin bahwa teks yang ada padanya adalah yang paling dekat
dengan naskah asli, karena penyalinan naskah-naskah PL dan PB dilakukan dengan sikap yang sangat
teliti. Di bagian ini dijelaskan tentang sejarah singkat pembentukan PL dan PB sebagai kanon, pembaca
juga dibawa untuk mengenal salinan-salinan dan terjemahan-terjemahan kuno yang penting, juga
dijelaskan mengenai codex yang merupakan bentuk penjilidan buku yang mirip dengan buku modern.
Menurut pembaca apa yang disampaikan penulis dalam buku ini sangat jelas bahwa sebelum penafsir
mencari arti yang dimaksud dalam Alkitab, maka dia harus lebih dahulu yakin bahwa Alkitab itu adalah
Firman Allah, terlebih setelah mempelajari bagaimana proses kanonisasi Alkitab, yaitu berdasarkan
pengujian yang ketat, sungguh-sungguh, lama dan universal.
B. Analisa Isi Kitab/Introduksi
Dalam bukunya ini, Hasan Sutanto menyatakan bahwa seorang baru akan dapat menafsir dengan
tepat jika sudah mempersiapkan diri membaca Alkitab dengan teratur dan terencana. Setelah membaca
Alkitab dengan cepat beberapa kali, kemudian disusul dengan pembacaan yang agak pelan disertai
dengan observasi yang lebih cermat. Menurut pembaca, hal ini sangat tepat karena untuk dapat
menafsir dengan baik, penafsir harus benar-benar mengenal isi kitab yang hendak ditafsirkannya. Dalam
menganalisa ini hal yang perlu diperhatikan adalah latar belakang penulisan kitab, tanggal penulisan
kitab yang biasanya ditentukan juga oleh gaya bahasa dan ajaran utama suatu kitab, dan pembaca kitab
(harus memperhatikan tempat tinggal pembaca dan data-data tentang diri pembaca) karena hal ini akan
sangat menentukan dalam penafsiran maksud penulis dalam menulis kitabnya.
C. Analisa Sejarah dan Latar Belakang
Dengan mengetahui sejarah dan latar belakang situasi zaman itu diharapkan penafsir modern dapat
mengerti maksud sesungguhnya dari penulis Alkitab. Menurut pembaca hal ini sangat penting agar
penafsir tidak membawa masuk maksudnya ke dalam Alkitab karena bisa saja suatu kebiasaan pada
zaman itu berbeda maknanya dengan zaman sekarang. Demikian juga dalam menyelidiki latar belakang
harus memperhatikan unsur geografis, unsur waktu, unsur agama, unsur politik dan ekonomi, unsur
kebudayaan dan kebiasaan. Dengan menyelidiki hal-hal tersebut kita akan dapat memahami tujuan dan
maksud penulis dalam penulisan kitabnya.
D. Analisa Sastra
Dalam arti luas analisa ini mencakup sejarah, pengarang,sumber, bentuk, konteks dan lain-lain.
Sedang alam arti sempit analisa ini berfokus pada tujuan, struktur, bentuk penulisan, nada/modus suatu
kitab/bagian yang ingin ditafsir. Pembaca setuju dengan penulis, karena dengan analisa sastra yang
Kelebihan :
Kelebihan dari buku ini:
• Alkitabiah. Penulis adalah seorang Injili sekaligus dosen di seminari Injili sehingga isi buku
dapat dipercaya.Kepercayaan ini bukannya isi buku pasti 100% benar isinya, melainkan prinsip-
prinsip penafsirannya benar dan Alkitabiah.
• Sistematis. Karena berangkat dari asal usul diktat pelajaran hermeneutika yang tentunya
sudah di cek dan ricek isinya dan cara penyajiannya. Isi buku disajikan secara sistematis.
• Lengkap. Menyajikan prinsip-prinsip dan metode penafsiran secara cukup lengkap.
Kekurangan :
Kekurangan dari buku ini adalah:
• Kurangnya penerapan praktis. Maksudnya adalah penulis tidak banyak memberikan contoh-
contoh praktis dari ayat-ayat atau perikop Alkitab.Dalam hal ini buku Gordon Fee dan Douglas
Stuart lebih praktis.
• Tidak ada pembahasan cara penafsiran kitab per kitab. Apa yang disajikan oleh penulis hanya
bersifat global atau dengan kata lain seperti buku pengantar hermeneutika.