Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN
       Pada Bab I, penulis menjelaskan bahwa Hermeneutik adalah salah satu bagian dari teologi yang
mempelajari teori-teori, prinsip-prinsip dan metode-metode penafsiran Alkitab. Dalam hal ini
melibatkan diri penafsir sepenuhnya, dengan tujuan mencari maksud yang ingin disampaikan oleh
penulis Alkitab. Penulis menyatakan bahwa Hermeneutik bukan hanya merupakan ilmu, namun juga
merupakan suatu seni, di mana seorang penafsir perlu memiliki rasa seni yang sanggup menyelami
perasaan penulis, melihat keindahan bahasa penulis dan mengubah karya penafsirannya jadi sesuatu
yang indah dibaca dan didengar. Pembaca setuju dengan pernyataan penulis, karena dalam
hermeneutik tidak hanya dibutuhkan skill untuk menafsir saja, namun juga dibutuhkan juga kemampuan
seni untuk menghasilkan suatu penafsiran yang dapat dinikmati oleh orang lain. Penulis juga berusaha
menjelaskan hubungan antara hermeneutik dengan exegesis atau penafsiran (membaca ”keluar” arti
dari suatu dokumen). Jadi mempelajari hermeneutik diperlukan untuk menghindari pemborosan tenaga,
waktu dan kesalahan-kesalahan yang tidak perlu dalam penafsiran Alkitab. Pembaca setuju bahwa
dengan hermeneutik akan sangat menolong kita untuk efisiensi waktu dan tenaga dalam penafsiran.
Sementara eksposisi berhubungan dengan penafsiran, di mana eksposisi lebih memperhatikan aplikasi
dan hubungan dari bagian Alkitab tersebut dengan konteks si penafsir. Pembaca setuju dengan ide
penulis karena dalam menafsirkan Alkitab memang dibutuhkan kemampuan untuk menyelidiki maksud
yang dikandung oleh penulis Alkitab tersebut. Dan dalam menafsirkan tersebut tentu penafsir memiliki
pendekatan tersendiri dalam mencari makna yang terkandung dalam Alkitab. Hal ini sangat penting
karena tanpa memahami arti yang dimaksud oleh penulis, seorang penafsir akan mudah terjebak dalam
penafsiran subyektif tanpa memperhatikan konteks yang ada.
       Dalam bab ini juga dijelaskan sejarah singkat berbagai aliran penafsiran. Hal ini diberikan untuk
menyadarkan kita akan kesalahan-kesalahan yang pernah dilakukan dalam penafsiran Firman Tuhan,
sehingga membantu penafsir modern memilih jalan yang lebih baik untuk menghindari kesalahan yang
sama. Menurut pembaca, kita memang perlu belajar dari tokoh-tokoh penafsir yang telah ada tentang
bagaimana cara-cara penafsiran mereka, memperhatikan kelebihan dan kekurangan mereka dalam
menafsir. Karena masing-masing tokoh punya kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Tugas kita
adalah mencari mana yang baik dan kelebihan masing-masing serta memadukannya dalam bentuk
penafsiran yang lebih mendekati apa yang dimaksud oleh penulis Alkitab. Dalam cara penafsiran bapa-
bapa Gereja terdapat Augustinus percaya bahwa Alkitab memiliki 4 lapis pengertian, yaitu: Pengertian
harfiah memberitahu apa yang terjadi; pengertian alegoris menyangkut iman kepercayaan; pengertian
moral berhubungan dengan hal tindak-tanduk; pengertian anagogis menunjuk ke mana kita pergi (sorga,
langit). Pembaca setuju dengan pendapat Augustinus, karena hal ini merupakan sesuatu yang amat
prinsip dalam penafsiran, kita tidak bisa secara sembarang menafsir apa yang tertulis dalam Alkitab,
tetapi perlu persiapan, perlu pimpinan Roh Kudus dan memahami latar belakang sejarah penulisan kitab
yang hendak ditafsirkan. Pada masa Medieval (masa yang dimulai dari Gregory Agung, Bapa Gereja
terakhir dan paus pertama, hingga reformasi) aliran Skolastisisme membagi arti Alkitab dalam dua
bagian besar, yakni arti rohani, arti yang lebih penting dan arti harfiah. Keadaan pada masa ini cukup
memprihatinkan karena apa yang sudah ditafsir dengan resmi oleh gereja Roma Katolik harus diterima
para penafsir; mereka juga percaya bahwa terdapat wahyu yang tidak tertulis, Alkitab dan wahyu lisan:

1 | Karel Pureng - Hermenutika


tradisi, keduanya saling melengkapi; mereka juga sangat menghormati tulisan Bapa-bapa gereja,
sehingga banyak penafsiran waktu itu bukan menafsir Alkitab, tetapi menafsir tulisan Bapa-bapa gereja.
Menurut pembaca hal ini menunjukkan bahwa otoritas dan kewibawaan Alkitab sudah bergeser.
Mereka umumnya lebih mengutamakan tradisi gereja dan tulisan Bapa-bapa gereja dan
menempatkannya sejajar dengan Alkitab. Pikiran para reformator ditandai dengan penghormatan yang
tinggi terhadap Alkitab (Sola Scriptura). Bagi mereka Alkitab sendiri adalah penafsir Alkitab dan bahwa
segala pengertian dan penjelasan Alkitab harus dicocokkan dengan analogi iman, yakni pengajaran yang
seragam dari Alkitab. Tokoh-tokoh penafsir zaman ini, antara lain: Martin Luther (1483-1516) yang
berpendapat bahwa untuk penafsiran yang lebih tepat, Alkitab harus dibaca dalam bahasa aslinya; John
Calvin (1509-1564) yang berpendapat bahwa tugas utama seorang penafsir adalah membiarkan penulis
Alkitab berbicara apa yang ingin disampaikan, bukan apa yang kita kira seharusnya disampaikan.
       Masa Setelah Reformasi (Abad ke 17 – 18) ditandai dengan pelbagai perpecahan dan timbulnya
bermacam bidat serta pelbagai usaha untuk mencari manuskrip yang lebih bernilai. Perhatian terhadap
latar belakang sejarah makin bertambah dan analisa sastra Alkitabpun diperhatikan. Beberapa pendapat
penafsiran pada masa itu:
a.  Gereja Roma Katolik mencoba menguatkan posisinya dengan mendirikan
beberapa ordo, seperti ”Society of Jesus” (1540) oleh Ignatius Loyola (1491-1556); mengadakan Konsili
Trent (1545-1563) yang menetapkan otoritas tradisi sejajar dengan Alkitab, hanya gereja yang berhak
menafsir tradisi ini; mengakui apokrifa PL; meneguhkan wibawa Paus.
b. Golongan Anabaptis yang berpendapat bahwa setiap orang yang percaya berhak
menafsir Alkitab, sehingga tidak mudah membuat kesimpulan tentang  pandangan mereka.
c. Golongan Pietis yang berpendapat bahwa penafsiran Alkitab harus berdasarkan
tata bahasa dan sejarah. Pengetahuan dalam bahasa asli perlu diperhatikan. Kelemahan golongan ini
adalah cara penafsiran mereka kadang-kadang lebih condong ke meditasi dari pada menafsir Alkitab.
Penafsiran mereka kurang dalam penyelidikan doktrin dan mudah jatuh dalam perangkap alegori.
d. Golongan Rasionalis yang menekankan kesanggupan pemikiran manusia.Bagimereka , manusia
sanggup menentukan apa yang betul dan salah tanpa wahyu Allah. Alkitab benar jika sesuai dengan
pikiran manusia. Sikap demikian erat hubungannya dengan deisme, humanisme dan empirisisme.
Beberapa ciri dari penafsiran abad ke-18. Para tokoh rasionalis bersatu dalam penolakan ilham lisan dan
dan sifat ketidaksalahan dari Alkitab.
       Penafsiran pada abad ke-19 banyak dipengaruhi oleh aliran rasionalisme, sehingga Alkitab tidak lagi
dipandang sebagai Kitab yang berotoritas. Dengan mengandalkan rasio manusia, para tokoh rasionalis
mencoba mengeritik Alkitab. Tokoh yang menonjol pada masa ini adalah Von Hofmann yang percaya
bahwa Alkitab adalah gabungan antara sejarah dan wahyu Allah. Pembaca setuju dengan pendapat ini
karena isi Alkitab mengandung unsur sejarah yang dapat dibuktikan pada masa lampau dan juga banyak
mengandung wahyu Illahi. Bagi Hofmann, seorang penafsir yang baik adalah penafsir yang bergerak
sensitif dan taat pada pimpinan Roh Kudus. Dia sangat mementingkan latar belakang Alkitab dan tidak
setuju dengan penafsiran subyektif yang mencocok-cocokkan Alkitab dengan doktrin. Pembaca setuju
dengan pemikiran Hofmann ini bahwa dalam menafsir Alkitab tidak boleh bersifat subyektif dan
menurut keinginan penafsir untuk mendukung pendapatnya, tetapi harus mencari latar belakang
penulisan kitab tersebut dan menyelidiki arti yang dimaksud penulis dan kemudian disampaikan dalam
konteks masa kini supaya dapat diterima oleh para pendengar/pembaca masa kini.

2 | Karel Pureng - Hermenutika


       Cara-cara penafsiran abad ke-20 muncul kesadaran akan pentingnya Firman Allah dan perlunya
menjalankan Firman Tuhan dalam kehidupan sehari-hari. Beberapa penafsiran pada abad ini, antara
lain:
a. Neo Ortodoks yang dipelopori oleh Karl Barth (1886-1968).
Barth seringmembaca masuk arti dirinya ke dalam Alkitab. Ia mestinya menggali keluar arti yang
dimaksud oleh penulis kitab. Menurut pembaca, gaya penafsiran kelompok ini lebih banyak bersifat
subyektif dan seharusnya mereka belajar menerapkan prinsip-prinsip hermeneutik yang benar, yaitu
mencari arti yang dimaksud oleh penulis dan berusaha diseberangkan dengan konteks masa kini.
b. Rudolf Bultmann
Seorang yang sangat menekankan rasio manusia dan telah menjadi prinsip dasar penafsirannya,
sehingga catatan tentang mujizat-mujizat dalam Alkitab tidak dapat diterima olehnya. Hal ini jelas
menurunkan standar kebenaran Alkitab sebagai Firman Allah karena tidak menerima mujizat-mujizat
yang dikerjakan Allah dalam Firman-Nya. Hal ini juga telah ditanggapi oleh golongan Injili. Bahaya lain
dari golongan ini adalah bahwa mereka mensejajarkan Alkitab dengan bahan-bahan di luar Alkitab yang
kadang-kadang membengkokkan kebenaran Alkitab.
c. Penafsiran Hermeneutik Baru (halaman 95-97)
Pada dasarnya aliran  ini melihat Hermeneutik sebagai suatu usaha mencari makna dari Alkitab dan
bertemu dengannya secara eksistensial. Mereka masih tetap memakai metode liberalisme yang
menolak nubuat dan makna PL bagi kekristenan. Bahaya dari kelompok ini adalah dari cara penafsiran
mereka maka kesatuan Alkitab sebagai Firman Allah mulai diragukan, karena penolakkan mereka
terhadap PL.
       Di halaman 103-106 dijelaskan tentang beberapa analisa yang muncul pada abad ke-20 sebagai
penerus abad ke-19, seperti: Analisa teks (textual Criticism) atau juga disebut analisa rendah (Lower
Criticism) yang bertujuan mencari naskah Alkitab yang paling baik atau pembacaan yang paling
tepat/dekat dengan naskah asli; Analisa sumber (Source Criticism) yang biasanya berusaha menganalisa
ciri khas suatu kitab, atau sebagian kitab untuk mencari data tentang pengarang, tanggal penulisan dan
keadaan sejarah sekitar kitab tersebut; Analisa sastra (Literary Criticism) yang mencoba melihat suatu
atau sebagian kitab sebagai sesuatu yang utuh; Analisa tradisi(Tradition Criticism) yang berusaha
menyelidiki tahap-tahap pertumbuhan tradisi Alkitab hingga jadi bentuk terakhir; Analisa bentuk (Form
Criticism) yang mencoba menentukan ”situasi kehidupan” (Sitz im Leben) yang melahirkan, membentuk
dan mempergunakan unit-unit dalam Alkitab; Analisa redaksi (Redaction Criticism) yang mencoba untuk
memperhatikan motivasi dan tujuan penulis-penulis Alkitab yang terbaca dari cara mereka
mengumpulkan, mengatur dan merubah ”unit tradisi”. Menurut pembaca, semua bentuk analisa ini
sesuai dengan perkembangan pemikiran para teolog yang ada dan munculnya kerinduan untuk dapat
memahami maksud asli dari penulisan Alkitab. Pembaca setuju bahwa semua bentuk analisa ini bila
digunakan dengan benar akan dapat menemukan arti yang dimaksud.
       Di akhir bab I ini, penulis membahas mengenai beberapa kesalahan/kelalaian yang sering ditemukan
dalam penafsiran. Hal yang menarik bahwa di antara sekian banyak kesalahan yang ada adalah
melalaikan bahasa asli dan melalaikan konteks dan latar belakang suatu kitab. Kedua hal ini mungkin
disebabkan karena kurangnya kemampuan penafsir di dalam menyelidiki bahasa asli dan menyelidiki
konteks serta latar belakang kitab yang sedang dibahas. Itu sebabnya menurut pembaca, setiap penafsir
perlu setidaknya mempelajari bahasa asli dan melakukan penelitian baik terhadap konteks maupun latar

3 | Karel Pureng - Hermenutika


belakang penulisan kitab tersebut. Kesalahan yang lain, adanya penafsir yang memakai Alkitab untuk
mencapai tujuannya karena mereka gunakan prinsip eisegesa, di mana mereka sudah punya presuposisi
sendiri baru cari ayat pendukung untuk mendukung doktrin dan membuktikan sesuatu yang
dianggapnya benar.

BAB II
PRINSIP DAN METODE PENAFSIRAN ALKITAB SECARA UMUM
       Dalam bab II ini penulis menjelaskan beberapa metode dan prinsip yang digunakan dalam penafsiran
secara umum, di antaranya:
A. Analisa Teks
       Seorang penafsir harus terlebih dahulu yakin bahwa teks yang ada padanya adalah yang paling dekat
dengan naskah asli, karena penyalinan naskah-naskah PL dan PB dilakukan dengan sikap yang sangat
teliti. Di bagian ini dijelaskan tentang sejarah singkat pembentukan PL dan PB sebagai kanon, pembaca
juga dibawa untuk mengenal salinan-salinan dan terjemahan-terjemahan kuno yang penting, juga
dijelaskan mengenai codex yang merupakan bentuk penjilidan buku yang mirip dengan buku modern.
Menurut pembaca apa yang disampaikan penulis dalam buku ini sangat jelas bahwa sebelum penafsir
mencari arti yang dimaksud dalam Alkitab, maka dia harus lebih dahulu yakin bahwa Alkitab itu adalah
Firman Allah, terlebih setelah mempelajari bagaimana proses kanonisasi Alkitab, yaitu berdasarkan
pengujian yang ketat, sungguh-sungguh, lama dan universal.
B. Analisa Isi Kitab/Introduksi
       Dalam bukunya ini, Hasan Sutanto menyatakan bahwa seorang baru akan dapat menafsir dengan
tepat jika sudah mempersiapkan diri membaca Alkitab dengan teratur dan terencana. Setelah membaca
Alkitab dengan cepat beberapa kali, kemudian disusul dengan pembacaan yang agak pelan disertai
dengan observasi yang lebih cermat. Menurut pembaca, hal ini sangat tepat karena untuk dapat
menafsir dengan baik, penafsir harus benar-benar mengenal isi kitab yang hendak ditafsirkannya. Dalam
menganalisa ini hal yang perlu diperhatikan adalah latar belakang penulisan kitab, tanggal penulisan
kitab yang biasanya ditentukan juga oleh gaya bahasa dan ajaran utama suatu kitab, dan pembaca kitab
(harus memperhatikan tempat tinggal pembaca dan data-data tentang diri pembaca) karena hal ini akan
sangat menentukan dalam penafsiran maksud penulis dalam menulis kitabnya.
C. Analisa Sejarah dan Latar Belakang
       Dengan mengetahui sejarah dan latar belakang situasi zaman itu diharapkan penafsir modern dapat
mengerti maksud sesungguhnya dari penulis Alkitab. Menurut pembaca hal ini sangat penting agar
penafsir tidak membawa masuk maksudnya ke dalam Alkitab karena bisa saja suatu kebiasaan pada
zaman itu berbeda maknanya dengan zaman sekarang. Demikian juga dalam menyelidiki latar belakang
harus memperhatikan unsur geografis, unsur waktu, unsur agama, unsur politik dan ekonomi, unsur
kebudayaan dan kebiasaan. Dengan menyelidiki hal-hal tersebut kita akan dapat memahami tujuan dan
maksud penulis dalam penulisan kitabnya.
D. Analisa Sastra
       Dalam arti luas analisa ini mencakup sejarah, pengarang,sumber, bentuk, konteks dan lain-lain.
Sedang alam arti sempit analisa ini berfokus pada tujuan, struktur, bentuk penulisan, nada/modus suatu
kitab/bagian yang ingin ditafsir. Pembaca setuju dengan penulis, karena dengan analisa sastra yang

4 | Karel Pureng - Hermenutika


cermat, maka seorang penafsir dapat mengenal isi kitab dengan menyeluruh dan teratur serta
menentukan bagian yang ingin ditafsir dalam kitab itu dan memakai cara penafsiran yang tepat atas
gaya penulisan tertentu. Analisa sastra memperhatikan juga gaya sastra sebuah kitab atau sebagian
kitab tersebut.
E. Analisa Konteks
       Konteks yang dimaksud untuk menunjukkan hubungan yang menyatukan bagian Alkitab yang ingin
ditafsir dengan sebagian atau seluruh Alkitab dan biasanya dibagi dalam: analisa kontes dalam
pengertian sempit/dekat yang menunjuk ayat atau ayat-ayat yang berkisar sebelum dan sesudah ayat-
ayat yang ingin ditafsir dananalisa konteks dalam pengertian luas/jauh yang dapat dilihat dalam konteks
dalam kitab-kitab lain, konteks dalam kitab-kitab yang ditulis oleh pengarang yang sama dan konteks
dalam kitab itu sendiri. Pembaca sangat setuju dengan ide penulis, karena analisa konteks ini sangat
menolong dalam mencari maksud dari ayat yang hendak ditafsir. Karena seringkali ayat yang hendak
ditafsir tidak dapat berdiri sendiri, tatapi berhubungan dengan ayat sebelum dan sesudahnya atau
bahkan dengan kitab lain.
F. Analisa Kata (Semantik, Lexicologi)
       Tanpa menguasai arti suatu kata, penafsir tidak mengerti maksud dari suatu
kalimat, apalagi menafsirnya. Untuk penyelidikan kata mencakup 3 bidang, yaitu: Fonologi (ilmu suara
kata), Morfologi (ilmu bentuk kata) dan Semantik (ilmu arti kata) yang berfokus pada penyelidikan arti
kata. Harus diperhatikan bahwa dalam Alkitab sering terdapat kata-kata yang sama, tetapi mengandung
pengertian yang berlainan dan arti suatu kata terus berkembang, sehingga tidak tepat jika penafsir
menjelaskan suatu kata dengan konotasi modern. Penafsir juga harus terbuka akan adanya ungkapan
khusus. Pada prinsipnya menurut pembaca apa yang disajikan oleh penulis sangat tepat karena hal ini
merupakan hal yang paling esensi dalam suatu penafsiran. Karena itu penafsir harus hati-hati dalam
melakukan penyelidikan analisa kata ini.
G. Analisa Tata Bahasa
       Analisa ini penting karena suatu kalimat, biasanya ditulis menurut hukum tata bahasa dan struktur
tertentu. Sebenarnya analisa tata bahasa berhubungan sangat  erat dengan analisa kata. Sebab suatu
kata Ibrani atau Yunani dapat diterjemahkan menjadi suatu kalimat, yang jelas bersangkut paut dengan
hukum tata bahasa. Berdasarkan apa yang disampaikan penulis, menurut pembaca sebenarnya analisa
tata bahasa ini sangat berhubungan erat dengan analisa-analisa yang sebelumnya. Karena untuk
menghasilkan penafsiran yang baik memang dibutuhkan analisa yang menyeluruh dari kitab yang
hendak ditafsirkan.
H. Integrasi
       Setelah penyelidikan terhadap pelbagai aspek dan bagian Alkitab yang hendak ditafsir telah
dilakukan, tiba saatnya penafsir mengintegrasikan semua data itu menjadi suatu tafsiran yang utuh,
indah,jelas dan mudah dimengerti.
       Usaha mengintegrasikan data-data analisa menjadi suatu tafsiran yang baik adalah suatu usaha yang
lebih bersifat seni dari pada ilmiah. Itu sebabnya di bagian awal penulis telah menyatakan bahwa
Hermeneutik bukan sekedar ilmu, tetapi juga mengandung unsur seni karena ini sangat dibutuhkan
ketika penafsir mengintegrasikan hasil analisa yang telah dilakukan dalam mencari arti yang dimaksud
penulis.

5 | Karel Pureng - Hermenutika


BAB III
PRINSIP DAN METODE PENAFSIRAN ALKITAB SECARA KHUSUS
       Karena dalam Alkitab terdapat bermacam-macam gaya sastra dan cara komunikasi, maka penulis
merasa perlu untuk mengajak pembaca untuk memperhatikan cara-cara dan prinsip-prinsip yang
berhubungan dengan gaya sastra dan cara komunikasi tertentu, sehingga diharapkan penafsir modern
bukan saja terhindar dari bahaya salah menafsir, bahkan maju satu langkah dapat menafsir dengan jelas
dan tepat. Pembaca setuju dengan pendapat ini karena memang kalau kita selidiki, maka beberapa
penulis Alkitab menggunakan gaya bahasa yang khas seperti Mazmur, Amsal, Ayub yang berbentuk syair
dan lain-lain. Dalam bab ini dibahas mengenai:
A. Bahasa Kiasan yang Pendek
       Yaitu suatu  cara komunikasi (lisan atau tertulis) yang menyampaikan suatu berita dengan cara
memperbandingkan, atau mengasosiasikan dengan hal lain. Bahasa kiasan adalah suatu alat komunikasi
yang dapat memberi penjelasan, gambaran yang lebih hidup, jelas dan mudah diingat. Di sini dijelaskan
pula beberapa jenis bahasa kiasan pendek dan juga beberapa pegangan untuk penafsiran bahasa kiasan
pendek.
B. Perumpamaan
       Perumpamaan di Alkitab adalah cerita-cerita yang dipakai untuk menjelaskan suatu ajaran moral
atau kebenaran rohani, karena cerita ini memiliki beberapa persamaan dengan ajaran atau kebenaran
tersebut. Yang perlu diperhatikan di sini adalah sumber perumpamaan, tujuan perumpamaan, struktur
perumpamaan, isi dan teologi dalam perumpamaan-perumpamaan PB. Pembaca setuju bahwa sebagai
seorang penafsir perlu memperhatikan metode penafsiran perumpamaan, karena permpamaan banyak
dipakai dalam PB. Bahkan menurut perkiraan, sepertiga dari pengajaran Yesus disampaikan dalam
bentuk perumpamaan.
C. Allegori
       Allegori adalah suatu cerita yang mencoba mengadakan beberapa perbandingan. Allegori adalah
perumpamaan yang jauh lebih rumit dan lain dengan perumpamaan, allegori tidak begitu
memperhatikan nasehat moral, tetapi kebenaran yang bersifat teoritis. Dijelaskan juga oleh penulis
beberapa prinsip penafsiran allegoris. Menurut pembaca hal ini sangat penting karena
ternyata pemakaian allegori dalam Alkitab sudah berbeda dengan metode penafsiran allegori sekarang
ini, sehingga penafsir sering mengabaikan maksud dari penulis Alkitab dan memaksakan maksud dirinya
sendiri ke dalam bagian Alkitab yang hendak ditafsir, hingga artinya bergeser dari arti yang dimaksud
penulis.
D. Simbol
       Simbol di sini adalah suatu hal yang dipakai untuk menyampaikan suatu pengertian yang melebihi
pengertian umum/biasa dari hal yang dipakai tersebut. Dalam Alkitab terdapat cukup banyak simbol,
yang dapat dibagi menurut jenisnya, yaitu benda, peraturan/upacara, tindakan yang bermakna simbolik,
angka, warna, nama, penglihatan, dan mujizat. Penulis juga memberikan beberapa prinsip/metode
dalam menyelidiki simbol ini. Pembaca setuju dengan maksud penulis, karena dalam Alkitab terdapat

6 | Karel Pureng - Hermenutika


banyak simbol yang digunakan dan masing-masing memiliki pesan khusus yang harus ditafsirkan secara
benar. Itu sebabnya kita perlu belajar prinsip penafsirannya.
E. Tipe (Tipologi)
      Tipologi adalah suatu korespondensi dalam satu, atau beberapa aspek tokoh, peristiwa, benda dan
lain-lain di PL dengan tokoh, peristiwa, benda dan lain-lain yang lebih dekat atau sezaman dengan
penulis PB. Atau suatu bayangan dari suatu kebenaran yang terdapat dalam PL, sedang perwujudannya
terdapat dalam PB. Prinsip yang diberikan penulis dalam menyelidiki tipologi menurut pembaca akan
sangat membantu di dalam penafsiran karena tipologi ini berbeda dengan allegori, namun kebanyakan
penafsir menyamakannya sehingga artinya menjadi bias. Dari prinsip yang disampaikan penulis yang
perlu diperhatikan adalah penjelasan bahwa tipologi jelas berorientasi ke sejarah, sedang allegori
mencoba mencari makna yang tersembunyi di belakang pengertian harfiah.
F. Syair
       Syair yang dimaksud di sini terbatas hanya syair PL karena luasnya bahasan dalam Alkitab sangat
luas. Hal-hal yang dibahas oleh penulis antara lain: sifat syair PL, fungsi/jenis syair PL, beberapa ciri khas
dari syair PL, beberapa hal tentang kitab Mazmur, dan beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
penafsiran syair Alkitab. Menurut pembaca kita perlu mempelajari prinsip/metode penafsiran bentuk
syair, karena sepertiga bagian dari PL saja ditulis dalam bentuk syair. Pembaca setuju dengan penulis
bahwa dalam penafsiran syair Alkitab kita harus memperhatikan konteks, latar belakang dan tujuan
utama penulisan syair supaya tidak salah dalam memahami arti yang dimaksud penulis kitab tersebut.
G. Nubuat
       Di bagian ini, penulis memberi penjelasan tentang fungsi nabi, beberapa aspek isi berita nubuat,
beberapa ciri nubuat secara umum, beberapa persoalan dalam penafsiran nubuat dan beberapa
pegangan dalam penafsiran nubuat. Menurut pembaca, memang perlu mempelajari prinsip penafsiran
nubuat bukan saja karena jumlah ayat-ayat yang bersifat nubuat sangat banyak, tetapi juga karena ayat-
ayat demikian sulit ditafsir dan sering menimbulkan perdebatan yang sengit.
H. Apokaliptik
       Dalam pengertian umum, istilah ini menunjuk sekelompok literatur beserta konsep-konsep
dasarnya, yang bertumbuh subur di daerah Alkitab, yang banyak terdapat di sekitar abad ke-2 sM
sampai abad pertama. Dalam bagian ini penulis membahas mengenai ciri-ciri literatur apokaliptik umum,
sebab timbulnya dan asal-usul literatur apokaliptik umum, perbedaan antara literatur apokaliptik umum
dan Alkitabiah, dan beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penafsiran Apokaliptik. Menurut
pembaca, setiap penafsir perlu mempelajari metode penafsiran apokaliptik, karena hal ini menubuatkan
hal-hal yang akan datang, hampir mirip dengan nubuat. Apokaliptik sangat menonjol dalam hal
eskatologi.
I. Surat
       Penulis  mengutip pendapat dari Adolf Deismann, yang pada awal abad ke-20 menyelidiki surat-
surat kuno yang ditulis dalam papirus dapat dibagi dalam 2 golongan, yaitu Surat Umum dan Surat
Pribadi. Surat ini banyak kita jumpai dalam PB, dalam PL hanya terdapat beberapa surat saja. Pembaca
setuju dengan penulis bahwa kita perlu mempelajari metode penafsiran surat, karena dalam PB saja
terdapat 23 surat. Pembaca juga setuju bahwa untuk mengerti suatu surat, kita perlu membaca
keseluruhannya dengan cermat dan mengerti latar belakangnya sehingga dapat mengerti maksud si
penulis surat tersebut.

7 | Karel Pureng - Hermenutika


J. Kutipan-kutipan PL dalam PB
       Hubungan antara PL dan PB begitu erat dan tak terpisahkan, ini didasarkan atas kesaksian penulis-
penulis PB dan bahkan Tuhan Yesus sendiri. Dalam bagian ini penulis memberikan beberapa hal yang
perlu diperhatikan dalam hal kutipan PL dalam PB, yaitu: batas suatu kutipan, naskah/terjemahan
Alkitab yang dipakai oleh penulis-penulis PB, cara penafsiran yang dipakai oleh penulis-penulis PB dan
fungsi kutipan PL adalah konteks PB. Pembaca setuju dengan pendapat penulis, karena dalam PB
terdapat cukup banyak kutipan dari PL dan cara penafsiran penulis PB cukup kaya. Pelbagai
penafsiran/penjelasan ini menolong kita lebih mengerti Firman Allah baik di PL maupun di PB. Sebab
penulis-penulis PB adalah hamba-hamba Tuhan yang diberi ilham oleh Allah untuk melihat makna yang
lebih lengkap, pengertian yang lebih dalam, dan penggenapan yang lebih jelas yang belum diketahui
oleh penulis PL.
Tanggapan terhadap buku:
       Buku ini sangat baik untuk digunakan oleh pelayan Tuhan dan mahasiswa teologi karena penafsiran
Alkitab adalah suatu pekerjaan yang sangat sulit, sehingga tidak mengherankan jika terdapat orang
Kristen yang tidak tahu bagaimana menafsir Alkitab, namun juga mendatangkan berkat, karena banyak
orang telah memperoleh berkat dari penyelidikan Alkitab.
       Satu hal yang perlu diingat adalah buku ini hanya sekedar pedoman dalam menafsir Alkitab, tetapi
untuk dapat memperoleh kekayaan Alkitab maka kita sebagai pelayan Tuhan dan penafsir harus
berusaha terus menggali kebenaran Firman Allah sehingga kekayaan Firman yang tersembunyi dapat
kita nikmati. Selain itu Firman Allah bukan sekedar sabda untuk didengar atau diketahui saja, tetapi juga
dipraktekkan dalam hidup keseharian.  Itu sebabnya penafsir Alkitab harus setia melakukan Firman
dalam hidupnya.

Kelebihan :
Kelebihan dari buku ini:
• Alkitabiah. Penulis adalah seorang Injili sekaligus dosen di seminari Injili sehingga isi buku
dapat dipercaya.Kepercayaan ini bukannya isi buku pasti 100% benar isinya, melainkan prinsip-
prinsip penafsirannya benar dan Alkitabiah.
• Sistematis. Karena berangkat dari asal usul diktat pelajaran hermeneutika yang tentunya
sudah di cek dan ricek isinya dan cara penyajiannya. Isi buku disajikan secara sistematis.
• Lengkap. Menyajikan prinsip-prinsip dan metode penafsiran secara cukup lengkap.

Kekurangan :
Kekurangan dari buku ini adalah:
• Kurangnya penerapan praktis. Maksudnya adalah penulis tidak banyak memberikan contoh-
contoh praktis dari ayat-ayat atau perikop Alkitab.Dalam hal ini buku Gordon Fee dan Douglas
Stuart lebih praktis.
• Tidak ada pembahasan cara penafsiran kitab per kitab. Apa yang disajikan oleh penulis hanya
bersifat global atau dengan kata lain seperti buku pengantar hermeneutika.

8 | Karel Pureng - Hermenutika

Anda mungkin juga menyukai