Anda di halaman 1dari 19

TUGAS MAKALAH

“MAKNA DAN PENTINGNYA MELAKSANAKAN UPACARA OTONAN


BAGI UMAT HINDU”

Dosen Pengampu : Dr. Drs. I Wayan Sumertha, M.Ag


Oleh :

Nama : Dila Ariyogi M.


Nim : 191211106
Program Studi : Magister Ilmu Komunikasi

KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA


SEKOLAH TINGGI AGAMA HINDU GDE PUDJA MATARAM
TAHUN 2019

KATA PENGANTAR

ii
“Om Swastyastu”

Puji syukur penulis haturkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa

karena atas Asung Kertha Waru Nugraha-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas

makalah yang berjudul “Makna dan Pentingnya Melaksanakan Upacara Otonan

Bagi Umat Hindu” dengan baik dan tepat waktu. Penulisan makalah ini

merupakan salah satu tugas mata kuliah Sastra Hindu.

Dalam penyusunan tugas makalah ini, penulis menyadari bahwa masih

banyak kekurangan yang jauh dari sempurna. Sehingga besar harapan penulis

suatu bimbingan, kritik dan saran dari para pembaca dan berbagai pihak demi

sempurnanya makalah ini.

“Om Shanti, Shanti, Shanti Om”

Mataram, 22 November 2019

Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL DEPAN.............................................................................i

iii
KATA PENGANTAR............................................................................................ii

DAFTAR ISI.........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah.........................................................................................3

1.3 Tujuan Pembahasan......................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Makna Upacara Otonan Bagi Umat Hindu...................................................4

2.2 Sarana yang digunakan dalam upacara otonan.............................................8

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan.................................................................................................14

3.2 Saran............................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................16

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kata Otonan berasal dari bahasa Jawa Kuno yang telah menjadi kosa kata

bahasa Bali yang berasal dari kata “wetu” atau “metu” yang artinya keluar, lahir

atau menjelma. Dari kata “wetu” menjadi “weton” dan selanjutnya berubah

menjadi “oton” atau “otonan”. Hari kelahiran umat Hindu di Indonesia, khususnya

di Bali diperingati berdasarkan kalender Bali. Kalender ini mempergunakan

perhitungan “Wuku” yang jumlahnya 30 Wuku (210 hari) dalam satu tahun Bali,

Sapta Wara dan Panca Wara. Jadi hari kelahiran seseorang diperingati setiap enam

bulan sekali menurut perhitungan 35 hari sekali. Misalnya seorang yang lahir pada

hari Rabu Wage Wuku Klawu atau Buda Cemeng Klawu, maka setiap hari

tersebut datang dalam jangka waktu 210 hari disebut hari “Otonan” atau hari

ulang tahun bagi yang bersangkutan.

Otonan tidak mesti dibuatkan upacara yang besar dan mewah, yang

terpenting adalah nilai rohaninya, sehingga nilai tersebut dapat

mentransformasikan pencerahan kepada setiap orang yang melaksanakan otonan.

Tidak ada gunanya otonan yang besar namun si anak tidak pernah diajarkan untuk

sungkem dan hormat pada orang yang lebih tua, akan sia-sia upacara otonan itu

jika hanya untuk pamer kepada tetangga.

Otonan harus dapat merubah perilaku yang tidak benar menjadi tindakan

yang santun, hormat, bijaksana dan welas asih baik kepada orang tua, saudara, dan

masyarakat. Otonan yang dilaksanakan dengan sadhana akan mengarahkan orang

1
tersebut kepada realisasi diri yang tertinggi, karena dalam upacara otonan

terkandung makna bahwa kita berasal dari Brahman dan harus kembali

kepadaNya.

Otonan tidak mesti dibuatkan upacara yang besar dan mewah, yang

terpenting adalah nilai rohaninya, sehingga nilai tersebut dapat

mentransformasikan pencerahan kepada setiap orang yang melaksanakan otonan.

Tidak ada gunanya otonan yang besar namun si anak tidak pernah diajarkan untuk

sungkem dan hormat pada orang yang lebih tua, akan sia-sia upacara otonan itu

jika hanya untuk pamer kepada tetangga.

Otonan harus dapat merubah perilaku yang tidak benar menjadi tindakan

yang santun, hormat, bijaksana dan welas asih baik kepada orang tua, saudara, dan

masyarakat. Otonan yang dilaksanakan dengan sadhana akan mengarahkan orang

tersebut kepada realisasi diri yang tertinggi, karena dalam upacara otonan

terkandung makna bahwa kita berasal dari Brahman dan harus kembali

kepadaNya.

Jika dalam tradisi Hindu Bali merayakan hari ulang tahun bukanlah

merupakan suatu hal yang wajib untuk dilakukan akan tetapi beda halnya dengan

Otonan, karena dihari itu kita memanjatkan puja kepada Ida Sang Hyang Widhi

Wasa karena atas perkenan-Nya roh atau atma bisa menjelma kembali menjadi

manusia, serta mohon keselamatan dan kesejahteraan dalam menempuh

kehidupan. Dalam penetapan hari otonan tidaklah boleh asal-asalan atau tidak

boleh keliru. Karena dalam lontar pawacakan dan lontar jyotisha, jika keliru

dalam penetapan otonan anaknya akan mengalami hal-hal yang tidak diinginkan.

2
Perkembangan masyarakat Hindu dewasa ini terdapat gejala menarik yang

perlu mendapatkan perhatian serius, yaitu terjadinya perubahan sikap dan perilaku

umat Hindu secara signifikan. Umat Hindu kini cenderung menjadi sangat

pragmatis sehingga mengarah pada human ekonomikus. Gejala lain adalah

semakin memudarnya kebiasaan membuatkan upacara otonan dan digantikan

dengan peringatan kelahiran berupa ulang tahun. Gejala tersebut memberikan

indikasi bahwa umat Hindu mengalami anomi sehingga harus dilakukan langkah-

langkah untuk mencegah terjadinya hal yang lebih buruk. Salah satu langkah yang

bisa diambil adalah kembali ke jati diri sebagai umat Hindu dengan melakukan

upaya-upaya penguatan identitas kehinduan. Agama adalah salah satu mekanisme

ke arah penguatan moral dan identitas.

Dalam hubungannya dengan penguatan identitas kehinduan, upacara

otonan menjadi sangat penting untuk dibahas. Sehingga penulis tertarik untuk

mengkaji tentang Makna Upacara Otonan Bagi Umat Hindu.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa makna upacara otonan bagi umat Hindu?

2. Apa saja sarana yang digunakan dalam upacara otonan?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui makna otonan bagi umat Hindu

2. Untuk mengetahui sarana yang digunakan dalam upacara otonan?

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Makna Upacara Otonan Bagi Umat Hindu

Agama Hindu yang sekarang diwarisi di Bali adalah sebuah perpaduan

akulturatif antara tradisi kecil (budaya Bali) dengan tradisi besar (Hindu) yang

datang dari India. Oleh karena agama Hindu merupakan sebuah hasil akulturasi,

maka beberapa tradisi lokal masih tetap bertahan hingga saat ini. Masuknya

agama Hindu lebih banyak bersifat mempermulia apa yang telah ada di Bali.

Beberapa tradisi lokal yang tetap bertahan misalnya bentuk-bentuk pelaksanaan

upacara. Agama Hindu terdiri atas tiga kerangka, yaitu tattwa, etika dan upacara.

Dalam realisasinya ketiga hal tersebut merupakan satu kesatuan yang utuh dan tak

dapat dipisah-pisahkan. Artinya, satu aktivitas keagamaan merupakan realisasi

dari ketiga kerangka dasar tersebut. Dalam penampilannya secara empiris upacara

mungkin tampak lebih menonjol dibandingkan dengan aspek etika dan tattwa.

Akan tetapi esensi, terdalam dari agama Hindu terdapat dalam Tattwa.

Bagi masyarakat Hindu di Bali, realisasi ajaran agama itu dilaksanakan

dalam bentuk kebaktian dan yadnya. Di Bali dikenal lima jenis yadnya yang

disebut Panda Yadnya, yaitu Dewa Yadnya, Rsi Yadnya, Pitra Yadnya, Manusa

Yadnya dan Bhuta Yadnya. Melakukan upacara yadnya merupakan langkah yang

diyakini sebagai kegiatan beragama Hindu yang amat penting karena yadnya

adalah salah satu penyangga bumi. Demikian disebutkan dalam kitab Atharwa

Weda.

4
Upacara agama adalah merupakan salah satu bagian dari pelaksanaan

yadnya sebagai dasar pengembalian Tri Rna. Weda mengajarkan, Tuhan

menciptakan alam semesta ini berdasarkan yadnya. Oleh karena itu, manusia yang

bermoral akan merasa berutang kepada Tuhan. Dari adanya rasa berutang itu umat

Hindu melakukan Dewa Yadnya sebagai rasa bakti umat kepada Tuhan dan

melakukan, Bhuta Yadnya untuk memelihara semua ciptaan Tuhan. Rasa berutang

kepada leluhur (pitra) diwujudkan dengan berbakti kepada leluhur atau pitra

dalam bentuk Pitra Yadnya dan mengabdi kepada keturunan karena keturunan

tersebut pada hakikatnya adalah leluhurlah yang menjelma.

Mengabdi kepada keturunan dalam bentuk manusa yadnya pada

hakikatnya adalah leluhurlah yang menjelma. Mengabdi kepada keturunan dalam

bentuk manusa yadnya pada hakikatnya juga melakukan Pitra Yadnya secara

filosofis. Hal ini terjadi karena agama Hindu mengajarkan kepercayaan kepada

punarbhawa atau reinkarnasi. Anak-anak yang dilahirkan adalah penjelmaan

leluhur yang terdahulu. Sehubungan dengan itu mengupacarai anak-anak dalam

bentuk Sarira Samskara atau di Bali disebut Manusa Yadnya adalah bentuk

pengabdian orang tua kepada leluhur melalui anak-anak.

Salah satu bentuk upacaranya adalah upacara otonan yang datangnya

setiap enam bulan. Upacara otonan adalah upacara penyucian. Dengan

menyucikan anak-anak, berarti juga menyucikan leluhur. Melakukan bagi orang

tua kepada anaknya. Upacara ini sering juga disebut utang orang tua kepada anak.

Utang ini juga utang moral. Upacara ini bertujuan agar segala keburukan dan

kesalahan yang mungkin dibawa sejak lahir dan semasa hidupnya terdahulu dapat

5
dikurangi atau ditebus. Dengan demikian kehidupan yang sekarang benar-benar

merupakan kesempatan untuk memperbaiki serta meningkatkan diri untuk

mencapai kehidupan yang sempurna. Jadi upacara otonan bagi masyarakat Hindu

demikian mendalam.

Dalam rangka membentuk sumber daya manusia yang berkualitas, maka

upacara otonan ini mutlak dilakukan oleh para orang tua, terutama kaum

perempuan sebagai penyangga yadnya. Namun, kenyataan yang ditemukan di

lapangan banyak orang tua (terutama para perempuan/ibu yang berkarier di luar

rumah) mengganti otonan menjadi perayaan ulang tahun sehingga makna otonan

itu sendiri menjadi sangat kabur. Ada kalanya bagi orang tua yang mampu justru

melaksanakan kedua-duanya (otonan dan ulang tahun). Konsep pikir mereka

adalah mengikut izaman. Hal ini jelas menunjukkan bahwa perempuan yang

memiliki konsep pikir seperti itu sudah kena pengaruh modernisasi dan pola pikir

keseragaman.

Bahwa dewasa ini terjadi berbagai krisis pada diri manusia, di antaranya

adalah krisis keanekaragaman. Semua krisis yang terjadi disebabkan dan

dinikmati oleh manusia sendiri. Lebih jauh dikatakan bahwa krisis

keanekaragaman ditandai dengan hilangnya ciri-ciri khas, bahkan punahnya spesi

atau penampilan sebagai akibat dari upaya penyeragaman, sedangkan

penyeragaman dilakukan dengan tujuan effisiensi dan modis. Penyeragaman ini

tidak hanya dalam bentuk arsitektur bangunan, makanan dengan berbagai jenisnya

yang sering dikonsumsi oleh orang Bali (Hindu), tetapi juga dalam hal perayaan

hari kelahiran.

6
Padahal, menurut konsep Hindu yang ada kaitannya dengan permasalahan

tersebut adalah Bhineka Tunggal Ika yang terdapat dalam Lontar Sutasoma.

"Bhinneka Tunggal Ika" mengandung makna keanekaragaman, bukan

keseragaman. Landasan, keanekaragaman juga ditemukan dalam ajaran filosofis

Tri Hita Karana. Ajaran filosofis ini mengajak umat Hindu untuk menjaga

hubungan dengan sesama, manusia mesti menyadari bahwa dirinya dilahirkan

dalam perbedaan dengan orang lain dan dalam perbedaan itulah manusia memiliki

makna.

Upaya penyeragaman dengan umat agama lain juga telah menggusur

kebiasaan umat Hindu dalam memperingati hari kelahirannya. Umat Hindu

mengenai hari kelahiran sebagai paweton (otonan). Peringatan hari kelahiran

berdasarkan sistem otonan dilaksanakan enam bulan sekali. Sistem ini akan

mendapatkan hari yang sama dengan hari ketika kelahirannya, baik wuku,

saptawara, maupun pancawaranya. Keadaan ini akan lebih tepat bila dibandingkan

dengan sistem ulang tahun yang hanya memperhitungkan tanggal kalender

Masehi. Dengan demikian, yang diperingati sebenarnya bukan hari kelahiran

(birth day), melainkan justru gejala ini sangat tampak pada masyarakat Hindu

dewasa ini, yakni ulang tahun lengkap dengan pesta-pestanya. Padahal umat

Hindu memiliki sistem otonan yang secara filosofis memiliki makna yang lebih

mendalam.

Upacara otonan bagi umat Hindu di Bali sebagai sebuah upacara penguat

identitas kehinduan menjadi sangat penting dalam perkembangan masyarakat

yang mengarah pada masa postmodern yang ditandai dengan keanekaragaman.

7
Pada masa modern telah terjadi penyeragaman akibat adanya globalsiasi. Zaman

modern dengan tradisi serba logika ilmiah ternyata tak mampu menyelesaikan

semua persoalan, yang dihadapi manusia. Akhirnya orang mulai melirik berbagai

kearifan lokal yang dimiliki bangsa-bangsa dalam upaya membantu mengatasi,

berbagai persoalan baik persoalan-persoalan yang bersifat jasmaniah maupun

rohaniah.

Saat ini gaya hidup, modern dengan orientasi global hampir menguasai

setiap aspek kehidupan manusia Bali. Berbagai etika dan tradisi yang mengikat

kelompok budaya sebelumnya menjadi goyah karena didesak oleh gaya hidup

baru zaman modern. Gaya hidup modern sering kali dikaitkan dengan

rasionalisasi, konsumtivisme, komersialisasi budaya lokal, yang pada ujungnya

nanti menghancurkan budaya nasional.

2.2 Sarana Yang Digunakan Dalam Upacara Otonan

Sarana Upakara (Banten) Otonan adalah :

 Byakala atau Byakaon: Alasnya berupa “sidi”, tempeh berlubang untuk

menyaring tepung, sebagai alat pemisah yang bersih dan yang kotor. Di

atas sidi ditaruh sebuah taledan (alas dari janur), raka-raka (buah-buahan)

lengkap. Di tengah-tengah taledan diisi sejumput beras, benang dan

sebuah sirih tampelan. Di atasnya ditempatkan kulit peras (ukiran dari tiga

pucuk daun pandan). Di atas kulit peras, diisi nasi yang dibungkus, satu

slekos jajan sumping, satu slekos segi tiga jajan. Kojong (daun pisang)

rangkadan. Sampiyan nagasari, sesedep berisi beras dan benang putih.

Coblong (tempat air) berisi air dan sebuah padma (dari janur). Satu

8
tanding pabresihan payasan. Satu takir isuh-isuh bersi sapu lidi, tulud,

sambuk, danyuh dan satu takir benang merah. | Maknanya : Sesuai dengan

namanya banten ini mengandung makna simbolis untuk menjauhkan

kekuatan Bhutakala (kekuatan negatif) yang mengganggu umat manusia.

Sampeyan dari 3 pucuk daun pandan menunjukkan supaya kekuatan

negatip itu menjauh, selanjutnya dikondisikan supaya yang bersangkutan

bersih lahir dan batin dengan adanya sapu lidi, tulud dan sebagainya.

setelah bersih diri lahir dan batin barulah seseorang menghadap Sang

Hyang Widhi dan para leluhur.

 Peras: Alasnya berupa taledan, diisi raka-raka (buah-buahan) lengkap,

kulit peras yang dialasi beras dan di atasnya ditaruh nasi berupa 2 buah

untek, sirih tampelan, benang dan kojong rangkadan. Dilengkapi dengan

sampiyan peras atau pengambeyan, dapat dilengkapi dengan ayam

panggang atau tutu dan canang sari. | Maknanya : Banten Peras sesuai

dengan namanya memohon keberhasilan, sukses atau prasidha

(Sidhakarya)nya sebuah Yajña. Di dalamnya juga terkandung permohon

kepada Sang Hyang Widhi dalam wujudnya sebagai Tri Murthi, guna

menyucikan Tri Guna (sifat Sāttwam, Rājah dan Tāmah) pada diri

manusia.

 Pengambeyan: Alasnya berupa taledan, raka-raka (buah-buahan) lengkap

dilengkapi dengan jajan bantal pengambeyan, nasi berupa 2 tumpeng yang

ditengah-tengahnya disandarkan ketipat pengambeyan, 2 buah tulung

9
pengambeyan yang berisi nasi, kacang saur, kojong rangkadan dan ayam

panggang. Sampiyan pengambeyan dan sebuah canang. | Maknanya : Kata

Ngambe berarti memanggil atau memohon. banten Pengambeyan

mengandung makna simbolis memohon karunia Sang Hyang Widhi dan

para leluhur guna dapat menikmati hidup dan kehidupan senantiasa

berdasarkan Dharma di bawah lindungan dan kendali Sang Hyang Widhi

dan para Leluhur. Disini muncul permohonan ketegaran dan ketangguhan

untuk menghadapi tantangan hidup dan kehidupan.

 Ajuman atau Sodan: Alasnya berupa taledan, raka-raka (buah-buahan)

lengkap. Nasinya berupa 2 kelompok kecil nasi sodan, ulam (daging)

dalam ceper (rerasmen) atau dalam ituk-ituk dan canang. Sodan yang lebih

lengkap dapat diisi sampiyan slangsang atau sampiyan cili dan dilengkapi

dengan ayam panggang, atau tutu, dapat diisi ketupat kelanan. |

Maknanya : Banten Ajuman atau Sodan maknanya mempersembahkan

makanan yang dilengkapi dengan sirih (canang) karena umat manusia

diwajibkan mempersembahkan terlebih dahulu apa saja yang mesti

dinikmati. Seseorang yang menikmati makanan tanpa mempersembahkan

terlebig dahulu kepada-Nya, dinyatakan sebagai pencuri yang menikmati

pahala dosanya sendiri.

 Sayut Lara Mararadan: Alasnya berupa tamas sesayut. Raka-raka

(buah-buahan) lengkap. Nasi: Di atas sebuah kulit sayut, sebagian

memakai tepi (masebeh) berisi nasi maura dan kacang saur. Dilengkapi 3

10
tanding kojong rangkadan. Ditancapkan 3 batang linting kapas berisi

celupan minyak kelapa. Waktu natab linding dinyalakan. Sampiyannya:

nagasari, sasedep, wadah uyah, penyenang, lis- padma, pabresihan

payasan. Dilengkapi 1 buah kelapa gading muda (dikasturi/dibuka) yang

airnya digunakan untuk dicipratkan dengan memakai lis padma yang

berfungsi menghanyutkan lara dan canang. | Maknanya : esuai dengan

namanya, banten ini mengandung makna keselamatan, mohon

kesejahtraan, dan berkurang serta lenyapnya semua jenis penyakit, apakah

sakit karena kekuasaan alam, seperti cuaca yang buruk, vbanjir besar dan

sebagainya, penyakit yang disebabkan oleh virus atau kuman, atau

penyakit yang disebabkan oleh kurang mampunya seseorang

mengendalikan disi (psikosomatik), dan lain-lain.

 Dapetan: Alasnya berupa taledan, raka-raka (buah-buahan)

lengkap.Nasinya berupa 1 tumpeng, kojong rangkadan. sampiyannya jeet

goak, sasedep berisi benang putih. Diisi penyenang (berupa tumpeng 3

buah) dan canang. | Maknanya : Banten ini mengandung makna seseorang

hendaknya siap menghadapi kenyataan hidup dalam suka dan duka.

Harapan setiap orang tentunya berlimpahnya kesejhatraan dan

kebahagiaan, panjang umur dan sehat walafiat. banetn ini juga sebagai

ungkapan berterima kasih, mensyukuri karunia Tuhan Yang maha Esa

(Santosa) karena telah diberikan kesempatan untuk meniti kehidupan dan

memohon senantiasa tidak jauh dari lindungan-Nya. 

11
Mantra/Doa Dalam Otonan

Mantra yang bisa digunakan dalam otonan yaitu sebagai berikut:

Mabya kala /bya kaon

Om shang bhuta nampik lara sang bhuta nampik rogha,sang bhuta nampik

mala,undurakna lara roga wighnanya  manusanya.Om sidhirastu Yanama Swaha

Mantra Matepung tawar.

Om purna candra purna bayu mangka purnaya manusa maring marcepada kadi

langgenaning surya candra vmangklana langgenganipun manusyaniaOm

sidhirastu ya nama Swaha .

Mantra Mesesarik

kening:             om sri sri ya nama swaha

bahu kanan:      om anengenaken phala bhoga ya nama swaha

bahu kiri:         om angiwangaken pansa bhaya bala rogha ya nama swaha

telapak tangan:    om   ananggapaken   phala bhoga ya nama swaha

tengkuk:            om angilangaken  sot papaning wong ya nama swaha

dada:              om anganti ati sabde rahayu

Matebus benang

Om angge busi bayu premana maring angge sarire

Mantra Natab sesayut

Dalam natab sesayut ada 2 mantra yang bisa dipergunakan untuk otonan

sederhana

12
1. Sesayus bayu rauh sai

Om sanghyang jagat wisesa ,metu sira maring bayu, alungguh maring

bungkahing adnyana sandi

Om Om sri paduka guru ya namah.

Om ung sanghyang antara wisesa , metu sira maring  sabda, alungguh

maring madyaning adnyuana sandi

Om om sri sri paduka guru ya namah .

Om mang sanghyang jagat wisesa . metu sire maring idep. alungguh

maring tungtungngin adnyana sandi

Om om sri paduka guru ya namah

2. Sesayut pangenteg bayu

Om dabam jaya bayu krettan dasa atma dasa premanam   sarwa angga

m,a sariram wibbbbuh bhuanam dewat makam.

13
BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan

Kata Otonan berasal dari bahasa Jawa Kuno yang telah menjadi kosa kata

bahasa Bali yang berasal dari kata “wetu” atau “metu” yang artinya keluar, lahir

atau menjelma. Dari kata “wetu” menjadi “weton” dan selanjutnya berubah

menjadi “oton” atau “otonan”. Hari kelahiran umat Hindu di Indonesia, khususnya

di Bali diperingati berdasarkan kalender Bali. Kalender ini mempergunakan

perhitungan “Wuku” yang jumlahnya 30 Wuku (210 hari) dalam satu tahun Bali,

Sapta Wara dan Panca Wara. Jadi hari kelahiran seseorang diperingati setiap enam

bulan sekali menurut perhitungan 35 hari sekali.

Otonan tidak mesti dibuatkan upacara yang besar dan mewah, yang

terpenting adalah nilai rohaninya, sehingga nilai tersebut dapat

mentransformasikan pencerahan kepada setiap orang yang melaksanakan otonan.

Tidak ada gunanya otonan yang besar namun si anak tidak pernah diajarkan untuk

sungkem dan hormat pada orang yang lebih tua, akan sia-sia upacara otonan itu

jika hanya untuk pamer kepada tetangga. Otonan harus dapat merubah perilaku

yang tidak benar menjadi tindakan yang santun, hormat, bijaksana dan welas asih

baik kepada orang tua, saudara, dan masyarakat. Otonan yang dilaksanakan

dengan sadhana akan mengarahkan orang tersebut kepada realisasi diri yang

tertinggi, karena dalam upacara otonan terkandung makna bahwa kita berasal dari

Brahman dan harus kembali kepadaNya.

14
Sarana upacara yang digunakan pada saat otonan yaitu banten byakala atau

byakaon, peras, pengambean, ajuman atau sodan, sayut lara mararadan dan

dapetan.

3.2 Saran

Dalam pembuatan makalah ini penulis telah berusaha semaksimal mungkin.

Makalah yang penulis buat masih jauh dari kesempurnaan, apabila ada kesalahan

baik kata maupun isi dalam makalah ini, penulis harap pembaca memakluminya.

Oleh karena itu saran dan kritik sangat penulis harapkan demi kesempurnaan

makalah ini.

15
DAFTAR PUSTAKA

https://saivaya.blogspot.com/2016/01/makna-otonan-dan-caramemperinggati.html

https://inputbali.com/budaya-bali/makna-dan-pentingnya-otonan-hari-kelahiran-

dalam-hindu

https://phdi.or.id/artikel/upacara-otonan-dan-penguatan-identitas-kehinduan.

Source : I Wayan Budi Utama l Warta Hindu Dharma NO. 497 Mei 2008

https://wayantarne.blogspot.co.id/2014/10/sejarah-dan-makna-hari-raya-

nyepi.html

16

Anda mungkin juga menyukai