KATA PENGANTAR
ii
“Om Swastyastu”
Puji syukur penulis haturkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa
karena atas Asung Kertha Waru Nugraha-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas
Bagi Umat Hindu” dengan baik dan tepat waktu. Penulisan makalah ini
banyak kekurangan yang jauh dari sempurna. Sehingga besar harapan penulis
suatu bimbingan, kritik dan saran dari para pembaca dan berbagai pihak demi
Penulis
DAFTAR ISI
iii
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
3.1 Kesimpulan.................................................................................................14
3.2 Saran............................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................16
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Kata Otonan berasal dari bahasa Jawa Kuno yang telah menjadi kosa kata
bahasa Bali yang berasal dari kata “wetu” atau “metu” yang artinya keluar, lahir
atau menjelma. Dari kata “wetu” menjadi “weton” dan selanjutnya berubah
menjadi “oton” atau “otonan”. Hari kelahiran umat Hindu di Indonesia, khususnya
perhitungan “Wuku” yang jumlahnya 30 Wuku (210 hari) dalam satu tahun Bali,
Sapta Wara dan Panca Wara. Jadi hari kelahiran seseorang diperingati setiap enam
bulan sekali menurut perhitungan 35 hari sekali. Misalnya seorang yang lahir pada
hari Rabu Wage Wuku Klawu atau Buda Cemeng Klawu, maka setiap hari
tersebut datang dalam jangka waktu 210 hari disebut hari “Otonan” atau hari
Otonan tidak mesti dibuatkan upacara yang besar dan mewah, yang
Tidak ada gunanya otonan yang besar namun si anak tidak pernah diajarkan untuk
sungkem dan hormat pada orang yang lebih tua, akan sia-sia upacara otonan itu
Otonan harus dapat merubah perilaku yang tidak benar menjadi tindakan
yang santun, hormat, bijaksana dan welas asih baik kepada orang tua, saudara, dan
1
tersebut kepada realisasi diri yang tertinggi, karena dalam upacara otonan
terkandung makna bahwa kita berasal dari Brahman dan harus kembali
kepadaNya.
Otonan tidak mesti dibuatkan upacara yang besar dan mewah, yang
Tidak ada gunanya otonan yang besar namun si anak tidak pernah diajarkan untuk
sungkem dan hormat pada orang yang lebih tua, akan sia-sia upacara otonan itu
Otonan harus dapat merubah perilaku yang tidak benar menjadi tindakan
yang santun, hormat, bijaksana dan welas asih baik kepada orang tua, saudara, dan
tersebut kepada realisasi diri yang tertinggi, karena dalam upacara otonan
terkandung makna bahwa kita berasal dari Brahman dan harus kembali
kepadaNya.
Jika dalam tradisi Hindu Bali merayakan hari ulang tahun bukanlah
merupakan suatu hal yang wajib untuk dilakukan akan tetapi beda halnya dengan
Otonan, karena dihari itu kita memanjatkan puja kepada Ida Sang Hyang Widhi
Wasa karena atas perkenan-Nya roh atau atma bisa menjelma kembali menjadi
kehidupan. Dalam penetapan hari otonan tidaklah boleh asal-asalan atau tidak
boleh keliru. Karena dalam lontar pawacakan dan lontar jyotisha, jika keliru
dalam penetapan otonan anaknya akan mengalami hal-hal yang tidak diinginkan.
2
Perkembangan masyarakat Hindu dewasa ini terdapat gejala menarik yang
perlu mendapatkan perhatian serius, yaitu terjadinya perubahan sikap dan perilaku
umat Hindu secara signifikan. Umat Hindu kini cenderung menjadi sangat
indikasi bahwa umat Hindu mengalami anomi sehingga harus dilakukan langkah-
langkah untuk mencegah terjadinya hal yang lebih buruk. Salah satu langkah yang
bisa diambil adalah kembali ke jati diri sebagai umat Hindu dengan melakukan
otonan menjadi sangat penting untuk dibahas. Sehingga penulis tertarik untuk
1.3 Tujuan
3
BAB II
PEMBAHASAN
akulturatif antara tradisi kecil (budaya Bali) dengan tradisi besar (Hindu) yang
datang dari India. Oleh karena agama Hindu merupakan sebuah hasil akulturasi,
maka beberapa tradisi lokal masih tetap bertahan hingga saat ini. Masuknya
agama Hindu lebih banyak bersifat mempermulia apa yang telah ada di Bali.
upacara. Agama Hindu terdiri atas tiga kerangka, yaitu tattwa, etika dan upacara.
Dalam realisasinya ketiga hal tersebut merupakan satu kesatuan yang utuh dan tak
dari ketiga kerangka dasar tersebut. Dalam penampilannya secara empiris upacara
mungkin tampak lebih menonjol dibandingkan dengan aspek etika dan tattwa.
Akan tetapi esensi, terdalam dari agama Hindu terdapat dalam Tattwa.
dalam bentuk kebaktian dan yadnya. Di Bali dikenal lima jenis yadnya yang
disebut Panda Yadnya, yaitu Dewa Yadnya, Rsi Yadnya, Pitra Yadnya, Manusa
Yadnya dan Bhuta Yadnya. Melakukan upacara yadnya merupakan langkah yang
diyakini sebagai kegiatan beragama Hindu yang amat penting karena yadnya
adalah salah satu penyangga bumi. Demikian disebutkan dalam kitab Atharwa
Weda.
4
Upacara agama adalah merupakan salah satu bagian dari pelaksanaan
menciptakan alam semesta ini berdasarkan yadnya. Oleh karena itu, manusia yang
bermoral akan merasa berutang kepada Tuhan. Dari adanya rasa berutang itu umat
Hindu melakukan Dewa Yadnya sebagai rasa bakti umat kepada Tuhan dan
melakukan, Bhuta Yadnya untuk memelihara semua ciptaan Tuhan. Rasa berutang
kepada leluhur (pitra) diwujudkan dengan berbakti kepada leluhur atau pitra
dalam bentuk Pitra Yadnya dan mengabdi kepada keturunan karena keturunan
bentuk manusa yadnya pada hakikatnya juga melakukan Pitra Yadnya secara
filosofis. Hal ini terjadi karena agama Hindu mengajarkan kepercayaan kepada
bentuk Sarira Samskara atau di Bali disebut Manusa Yadnya adalah bentuk
tua kepada anaknya. Upacara ini sering juga disebut utang orang tua kepada anak.
Utang ini juga utang moral. Upacara ini bertujuan agar segala keburukan dan
kesalahan yang mungkin dibawa sejak lahir dan semasa hidupnya terdahulu dapat
5
dikurangi atau ditebus. Dengan demikian kehidupan yang sekarang benar-benar
mencapai kehidupan yang sempurna. Jadi upacara otonan bagi masyarakat Hindu
demikian mendalam.
upacara otonan ini mutlak dilakukan oleh para orang tua, terutama kaum
lapangan banyak orang tua (terutama para perempuan/ibu yang berkarier di luar
rumah) mengganti otonan menjadi perayaan ulang tahun sehingga makna otonan
itu sendiri menjadi sangat kabur. Ada kalanya bagi orang tua yang mampu justru
adalah mengikut izaman. Hal ini jelas menunjukkan bahwa perempuan yang
memiliki konsep pikir seperti itu sudah kena pengaruh modernisasi dan pola pikir
keseragaman.
Bahwa dewasa ini terjadi berbagai krisis pada diri manusia, di antaranya
tidak hanya dalam bentuk arsitektur bangunan, makanan dengan berbagai jenisnya
yang sering dikonsumsi oleh orang Bali (Hindu), tetapi juga dalam hal perayaan
hari kelahiran.
6
Padahal, menurut konsep Hindu yang ada kaitannya dengan permasalahan
tersebut adalah Bhineka Tunggal Ika yang terdapat dalam Lontar Sutasoma.
Tri Hita Karana. Ajaran filosofis ini mengajak umat Hindu untuk menjaga
dalam perbedaan dengan orang lain dan dalam perbedaan itulah manusia memiliki
makna.
berdasarkan sistem otonan dilaksanakan enam bulan sekali. Sistem ini akan
mendapatkan hari yang sama dengan hari ketika kelahirannya, baik wuku,
saptawara, maupun pancawaranya. Keadaan ini akan lebih tepat bila dibandingkan
(birth day), melainkan justru gejala ini sangat tampak pada masyarakat Hindu
dewasa ini, yakni ulang tahun lengkap dengan pesta-pestanya. Padahal umat
Hindu memiliki sistem otonan yang secara filosofis memiliki makna yang lebih
mendalam.
Upacara otonan bagi umat Hindu di Bali sebagai sebuah upacara penguat
7
Pada masa modern telah terjadi penyeragaman akibat adanya globalsiasi. Zaman
modern dengan tradisi serba logika ilmiah ternyata tak mampu menyelesaikan
semua persoalan, yang dihadapi manusia. Akhirnya orang mulai melirik berbagai
rohaniah.
Saat ini gaya hidup, modern dengan orientasi global hampir menguasai
setiap aspek kehidupan manusia Bali. Berbagai etika dan tradisi yang mengikat
kelompok budaya sebelumnya menjadi goyah karena didesak oleh gaya hidup
baru zaman modern. Gaya hidup modern sering kali dikaitkan dengan
menyaring tepung, sebagai alat pemisah yang bersih dan yang kotor. Di
atas sidi ditaruh sebuah taledan (alas dari janur), raka-raka (buah-buahan)
sebuah sirih tampelan. Di atasnya ditempatkan kulit peras (ukiran dari tiga
pucuk daun pandan). Di atas kulit peras, diisi nasi yang dibungkus, satu
slekos jajan sumping, satu slekos segi tiga jajan. Kojong (daun pisang)
Coblong (tempat air) berisi air dan sebuah padma (dari janur). Satu
8
tanding pabresihan payasan. Satu takir isuh-isuh bersi sapu lidi, tulud,
sambuk, danyuh dan satu takir benang merah. | Maknanya : Sesuai dengan
bersih lahir dan batin dengan adanya sapu lidi, tulud dan sebagainya.
setelah bersih diri lahir dan batin barulah seseorang menghadap Sang
kulit peras yang dialasi beras dan di atasnya ditaruh nasi berupa 2 buah
panggang atau tutu dan canang sari. | Maknanya : Banten Peras sesuai
kepada Sang Hyang Widhi dalam wujudnya sebagai Tri Murthi, guna
menyucikan Tri Guna (sifat Sāttwam, Rājah dan Tāmah) pada diri
manusia.
9
pengambeyan yang berisi nasi, kacang saur, kojong rangkadan dan ayam
dalam ceper (rerasmen) atau dalam ituk-ituk dan canang. Sodan yang lebih
lengkap dapat diisi sampiyan slangsang atau sampiyan cili dan dilengkapi
memakai tepi (masebeh) berisi nasi maura dan kacang saur. Dilengkapi 3
10
tanding kojong rangkadan. Ditancapkan 3 batang linting kapas berisi
sakit karena kekuasaan alam, seperti cuaca yang buruk, vbanjir besar dan
kebahagiaan, panjang umur dan sehat walafiat. banetn ini juga sebagai
11
Mantra/Doa Dalam Otonan
Om shang bhuta nampik lara sang bhuta nampik rogha,sang bhuta nampik
Om purna candra purna bayu mangka purnaya manusa maring marcepada kadi
Mantra Mesesarik
Matebus benang
Dalam natab sesayut ada 2 mantra yang bisa dipergunakan untuk otonan
sederhana
12
1. Sesayus bayu rauh sai
Om dabam jaya bayu krettan dasa atma dasa premanam sarwa angga
13
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Kata Otonan berasal dari bahasa Jawa Kuno yang telah menjadi kosa kata
bahasa Bali yang berasal dari kata “wetu” atau “metu” yang artinya keluar, lahir
atau menjelma. Dari kata “wetu” menjadi “weton” dan selanjutnya berubah
menjadi “oton” atau “otonan”. Hari kelahiran umat Hindu di Indonesia, khususnya
perhitungan “Wuku” yang jumlahnya 30 Wuku (210 hari) dalam satu tahun Bali,
Sapta Wara dan Panca Wara. Jadi hari kelahiran seseorang diperingati setiap enam
Otonan tidak mesti dibuatkan upacara yang besar dan mewah, yang
Tidak ada gunanya otonan yang besar namun si anak tidak pernah diajarkan untuk
sungkem dan hormat pada orang yang lebih tua, akan sia-sia upacara otonan itu
jika hanya untuk pamer kepada tetangga. Otonan harus dapat merubah perilaku
yang tidak benar menjadi tindakan yang santun, hormat, bijaksana dan welas asih
baik kepada orang tua, saudara, dan masyarakat. Otonan yang dilaksanakan
dengan sadhana akan mengarahkan orang tersebut kepada realisasi diri yang
tertinggi, karena dalam upacara otonan terkandung makna bahwa kita berasal dari
14
Sarana upacara yang digunakan pada saat otonan yaitu banten byakala atau
byakaon, peras, pengambean, ajuman atau sodan, sayut lara mararadan dan
dapetan.
3.2 Saran
Makalah yang penulis buat masih jauh dari kesempurnaan, apabila ada kesalahan
baik kata maupun isi dalam makalah ini, penulis harap pembaca memakluminya.
Oleh karena itu saran dan kritik sangat penulis harapkan demi kesempurnaan
makalah ini.
15
DAFTAR PUSTAKA
https://saivaya.blogspot.com/2016/01/makna-otonan-dan-caramemperinggati.html
https://inputbali.com/budaya-bali/makna-dan-pentingnya-otonan-hari-kelahiran-
dalam-hindu
https://phdi.or.id/artikel/upacara-otonan-dan-penguatan-identitas-kehinduan.
Source : I Wayan Budi Utama l Warta Hindu Dharma NO. 497 Mei 2008
https://wayantarne.blogspot.co.id/2014/10/sejarah-dan-makna-hari-raya-
nyepi.html
16