Anda di halaman 1dari 5

BAB II

ISI REVIEW

A. Perkenalan Permasalahan
Secara universal, ilmu sosial merupakan ilmu yang dikenal sebagai
pemecah dari berbagai permasalahan-permasalahan sosial atau konflik sosial.
Ilmu sosial diharapkan dapat memberikan solusi-solusi mengenai berbagai
konflik, baik internal maupun eksternal, dan juga secara sempit maupun luas.
Sehingga konflik-konflik tersebut dapat terpecahkan dan terselesaikan secara baik.
Temuan-temuan teoritis dari ilmu sosial, bukan hanya memberikan
sumbangan kepada pencapaian baik. Melainkan juga mendorong untuk
memberikan komitmen pada persuasi yang rasional tanpa melibatkan kekerasan
didalamnya. Sehingga hal ini sangat diperlukan di kehidupan.

B. Pokok Permasalahan
Dengan penjelasan mengenai ilmu sosial yang berfungsi menjadi
pemecah masalah. Ternyata tidak menutup kemungkinan timbul banyak masalah
baru yang menenggelamkan peneliti. Perlu diketahui secara realitas bidang
keilmuan ini, tercabik-cabik dengan konflik intelektual yang terjadi dikalangan
para ahli maupun pemikiran individual sendiri. Mereka pemerhati yang serius
dengan pengkajian ilmu sosial, akan tenggelam dalam sekian banyak teori dan
interpretasi yang saling bertentangan. Hal ini jelas dapat menimbulkan
pertanyaan-pertanyaan, mengenai klaim inheren ilmu sosial dalam menyelesaikan
konflik-konflik yang terjadi.
Pernyataan-pernyataan tersebut dikemukakan dengan serius. Karena hal
tersebut menyangkut hakikat dan kredibilitas ilmu sosial di mata masyarakat.
Akan tetapi banyak juga yang menganggap hal ini sepele. Dalam hal ini
disebutkan ada tiga pandangan yang merelatifkan, yakni:
1. Konflik merupakan salah satu bidang utama dalam ilmu sosial.
2. Konflik tidak hanya memiliki dampak atau nilai-nilai negative.

4
5

3. Ilmu sosial, secara realitas tidak akan bisa terpisahkan dengan pembahasan
konflik.
Dari ketiga hal tersebut, dapat diketahui, jika konflik sendiri dapat
memberikan sumbangsih yang baik dalam perkembangan ilmu sosial. Adanya
konflik-konflik intelektual, dapat secara bertahap menemukan pemecahan dalam
menyelesaikan konflik utama. Menurut Helga Nowonty,
Kontroversi adalah bagian integral dari produksi pengetahuan secara
kolektif; ketidaksepakatan mengenai konsep-konsep, metode-metode,
interpretasi-interpretasi, dan aplikasi-aplikasi adalah tulang punggung
sains serta merupakan salah satu faktor paling produktif dalam
pengembangan ilmiah

Meskipun begitu, tidak semua konflik dapat menjadi produktif, sehingga


penelitipun banyak yang berbeda pandanga tentang hal ini. Dengan demikian
masih menjadi sebuah penyataan yang belum sempurna, mengenai klaim
inherennya ilmu sosial untuk membantu menyelesaikan suatu konflik, sementara
para ilmuan sosial sadar, bahwa mereka terlibat dalam konflik yang sama.
Namun, konflik-konflik ilmu sosial yang terlibat, patut diberi perhatian
khusus. Karena perlu diketahaui jika pemikiran baru-baru ini mengenai
pengembangan sains, telah difokuskan pada konflik sebagai tempat yang istimewa
untuk mendekati suatu pemahaman kelayakan sains.

C. Relativisasi Ilmiah Terhadap Sains yang Ada


Dalam memahami pandangan-pandangan filosofis dan sosiologis
kontemporer mengenai sains, maka dengan cepat akan dihadapkan pada paradoks.
Mengenai masalah ini dikatakan bukan tidak mungkin salah satu paradoksnya
adalah mengenai relativisasi ilmu-ilmu sosial sebagai instrumen penyelesaian
konflik, yang dapat ditingkatkan oleh studi ilmiah sosial mengenai sains.
The Structure of Scientific Revolutions merupakan salah satu buku karya
Thomas S. Kuhn. Buku tersebut selain memberikan rangsangan terhadap studi
historis mengenai ilmu-ilmu secara luas. Juga memperkenalkan perspektif yang
benar-benar baru mengenai fenomena sains dan mengenai cara bagaimana sains
dapat ditempatkan dalam konteks kemasyarakatan yang tidak terlepas dari adanya
6

konflik. Kuhn menjelaskan bahwa segala macam kemungkinan sosial-kultural


terlibat dalam penarikan kesimpulan sains.

Perlu diketahui jika, terdapat perkembangan yang menarik mengenai


studi sains mengenai pembelokan empiris. Yang membuat pergeseran studi sains
filosofis, kea arah yang lebih pragmatis, biasanya hal tersebut didorong oleh
pendekatan historis dan sosiologis. Para ilmuan dibidang ini cenderung ke bentuk
relativisme epistemologi pada antirealism ontologies. Disamping itu mereka
membuat suatu bidang ilmiah baru yang sangat dihormati, yakni “Sosiologi Sains
Ilmiah” (SKK). Edinburgh Strong Progamme (Barry Barnes dan David Bloor)
serta beberapa ahli lain, mengemukakan bahwa dukungan terhadap relativisme
epistemologis. Menurut mereka, tidak ada pengetahuan ilmiah yang tidak
dimediasi oleh hasil dari suatu kebudayaan, Bahasa dan piranti representational
yang begitu syarat dengan konflik.
Dalam hal ini tidak dibahas secara terperinci masalah pergeseran empiris
studi sains. Cukup dengan mengetahui jika kebanyakan studi representative
mengenai pergeseran empiris tersebut. Memberikan penglihatan yang jelas
tentang pentingnya konflik-konflik ilmiah sebagai bahan studi.

D. Klaim Pemecah Konflik dan Parsialitas


Sehubungan dengan objek sains, situasi dalam ilmu-ilmu sosial jauh
lebih rumit daripada ilmu-ilmu alam. Hal tersebut terjadi karena realitas bahwa
objek ilmu sosial merupakan bagian dari realitas sosiokultural, yang hamper
selalu ada tanggapan dan pertentangan yang menyertainya.
Perlu diketahui jika konflik bukanlah hal yang mengganggu atau
mengusik ilmu sosial yang harus disayangkan. Namun konflik adalah bagian
daripada ilmu sosial itu sendiri. Oleh karena nya, ada ketegangan intrinsik ilmu
sosial yang mengklaim sebagai penyelesaian masalah dan juga klaim sebagi
bagian dari konflik itu sendiri.
Mengenai permasalah itu yang belum terpecahkan, ada tiga pendapat
penulis mengenainya:
7

1. Menangani ketegangan intrinsik antara klaim pemecah masalah dan klaim


parsialitas adalah yang paling penting bagi kelayakan ilmu sosial, selain bagi
citra diri dan kredibilitas ilmu sosial. Dengan menunjukkan dalam kasus-kasus
yang melibatkan ilmu sosial dalam konflik antiproduktif dan mengganggu
masih bisa memberikan penyelesaian, atau penangkalan konflik tersebut.
2. Tidak ada satupun disiplin ilmiah yang bisa membenarkan klaim-klaim
tersebut. Sehingga dibutuhkan pendemostrasian mengenai bagaimana disiplin
ilmu tertentu dalam mengelola konflik.
3. Konsep tidak dapat dibandingkan. Jika keduanya menciptakan situasi yang
bertentangan dan para pendukung tidak bersedia mengakui dasar objektif
sebagai penengah, maka hal tersebut sukar dibandingkan atau tidak dapat
dibandingkan.

E. Sumbangan-Sumbangan Pemikiran
Dikatakan bahwa konflik yang tidak dapat dibandingkan harus
diselesaikan pada level disiplin-disiplin ilmu tersebut. Para ilmuan yang
berkontribusi memiliki disiplin ilmu yang berbeda. Dan perbedaan tersebut terasa
dalam menangani ketegangan yang terjadi, dan berusaha untuk menyelesaikan
konfliknya.
Philip Quarkles van Ufford mengawali buku menganai pembahasan
perdebatan intelektual yang menyangkut hubungan kompleks antara sekte
keagamaan religious Belanda (Gereja reformasi di Belanda, dengan gereja-gereja
di Jawa, Indonesia. Andre Droogers seorang sarjana antropologi agama,
membahas konflik antara reduksionisme dan religionisme. Ilmuan politik Jan P.
Verhoogt, menguraikan tentang permasalahan loyalitas yang bertentangan dalam
mayoritas elektorat Belanda. Albert W. Musschenga yang ahli dalam bidang etika
filosofis, memberikan penjelasan konseptual kapan benar-benar mengalami
konflik moral yang mendesak. Dan penulis terakhir P.W. Brouwer membahas
tentang filsafat hukum dan pengkajian-pengkajian hukum yang saling merujuk
satu sama lain.
8

Pembahasan-pembahasan tersebut, nanti akan memberikan bukti bahwa


pemecahan suatu permasalahan atau konflik pada level disiplin tertentu yang
bersangkutan, tidak terobsesi oleh dilema objektivitas dan relativisme. Karena
adanya fakta bahwa situasi konflik sebenarnya tidaklah mungkin untuk menuntut
dasar objektif yang terlepas dari perspektif pihak-pihak yang berselisih.

Anda mungkin juga menyukai