Kelompok 2
Kelompok 2
4 MENGANALISIS DINAMIKA PERAN INDONESIA DALAM PERDAMAIAN DUNIA SESUAI UUD 1945
INDIKATOR :
3.4.5 Bagaimana politik luar negeri Indonesia dalam menjalin hubungan internasional
Penjelasan :
Politik Luar Negeri Indonesia dilaksanakan berlandaskan pada Pancasila dan UUD 1945. Pembukaan
UUD 1945 khususnya alinea II dan IV menegaskan bahwa Negara Indonesia sebagai Negara yang
merdeka dan berdaulat berhak menentukan nasibnya sendiri serta berhak mengatur hubungan kerja
sama dengan Negara lain. Pengertian Politik Luar Negeri Indonesia terdapat dalam UU No. 37 tahun
1999 Pasal 1 ayat (2) tentang hubungan luar negeri yang menjelaskan bahwa Politik Luar Negeri
Indonesia adalah “Kebijakan, sikap, dan langkah pemerintah RI yang diambil dalam melakukan
hubungan dengan Negara lain. Organisasi Internasional dan subyek hukum Internasional lainnya dalam
rangka menghadapi masalah Internasional guna mencapai tujuan Nasional”.
Bebas berarti “Bebas menentukan sikap dan pandangan terhadap masalah-masalah Internasional dan
terlepas dari kekuatan raksasa dunia”.
Aktif berarti “Ikut memberikan sumbangan baik dalam bentuk pemikiran maupun menyelesaikan
bebagai konflik dan permasalahan dunia”. Aktif menunjukkan adanya kewajiban pemerintah
menunaikan instruksi UUD 1945 untuk ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial”.
Perdagangan, kejahatan lintas batas (terorisme, pencuci uang, korupsi, penyelundupan orang), krisis
ekonomi yang berkepanjangan, HAM, TKI, dll.
2. Arah kebijakan dalam pemantapan Politik Luar Negeri dan peningkatan kerja sama Internasional
dijabarkan dalam program-program pembangunan.
Tujuan: “Meningkatkan kapasitas dan kinerja politik luar negeri dalam memberikan kontribusi bagi
proses demokralisasi, stabilitas politik, dan persatuan Nasional dan lebih memperkuat kinerja Diplomasi
Indonesia”.
Tujuan: “Memanfaatkan secara lebih optimal yang ada pada forum-forum kerja sama Internasional
terutama melalui kerja sama ASEAN, APEC, dan kerja sama multilateral lainnya dan antara negara-
negara yang memiliki kepentingan yang sejalan dengan Indonesia”.
Tujuan: “Menegaskan komitmen Indonesia terhadap perlakuan dan perumusan aturan-aturan serta
hokum Internasional, mempertahankan pentingnya prinsip-prinsip multilateralisme dalam hubungan
Internasional derta menentang unilateralisme, agresi, dan penggunaan segalabentuk kekerasan dalam
menyelesaikan permasalahan Internasional”.
, merupakan perjanjian tahap pertama antara pihak/negara tentang objek tertentu. Dalam
melaksanakan negosiasi, suatu negara dapat diwakili oleh pejabat yang dapat menunjukkan surat kuasa
penuh (full powers). Hal tersebut juga dapat dilakukan oleh kepala negara, kepala pemerintahan,
menteri luar negeri, atau duta besar. Perundingan yang diadakan dalam rangka peijanjian bilateral,
disebut talk. Sedangkan dalam rangka multilateral disebut diplomatic conference atau konferensi. Selain
secara resmi ada juga perundingan yang tidak resmi. Perundingan sedemikian disebut corridor talk"'
b. Penandatanganan (signature), yaitu penandatanganan hasil perundingan yang dituangkan dalam
naskah perundingan yang dilakukan wakil-wakil negara peserta yang hadir. Dalam perjanjian bilateral,
penandatanganan dilakukan oleh kedua wakil negara yang telah melakukan perundingan sehingga
penerimaan hasil perundingan secara bulat dan penuh, mutlak sangat diperlukan oleh kedua belah
pihak. Sebaliknya, dalam perjanjian multilateral penandatanganan naskah hasil perundingan dapat
dilakukan jika disetujui 2/3 dan semua peserta yang hadir dalam perundingan, kecuali jika ditentukan
lain. Namun demikian, perjanjian belum dapat diberlakukan oleh masing-masing negara, sebelum
diratifikasi oleh masing-masing negaranya.
c. Pengesahan (ratification), di mana suatu negara mengikatkan din pada suatu perjanjian dengan
syarat apabila telah clisahkan oleh badan yang berwenang di negaranya. Penandatanganan atas
perjanjian hanya bersifat sementara dan masih hams dikuatkan dengan pengesahan atau penguatan
yang disebut ratifikasi.
Menurut ketetapan Kongres Wina Tahun 1815 dan Kongres Auxla Chapella Tahun 1818 (Kongres
Achen) pelaksanaan peranan perwakilan diplomatik guna membina hubungan dengan negara lain
dilakukan oleh beberapa perangkat perwakilan diplomatik. Perangkat perwakilan diplomatik tersebut
dibedakan atas beberapa tingkatan seperti berikut ini.
Duta Besar (Ambassador) adalah tingkat tertinggi dalam perwakilan diplomatik yang mempunyai
kekuasaan penuh dan luar biasa. Ambassador ditempatkan pada negara yang menjalin banyak
hubungan timbal balik. Duta besar ini diakreditasikan kepada kepala negara.
Duta (Gerzant)
Duta (Gerzant)adalah wakil diplomatik yang pangkatnya setingkat lebih rendah dari duta besar. Duta
diakreditasikan kepada menteri luar negeri. Dalam menyelesaikan segala persoalan kedua negara dia
harus berkonsultasi dengan pemerintahnya.
Menteri residen
Seorang menteri residen dianggap bukan sebagai wakil pribadi kepala negara. Dia hanya mengurus
urusan negara. Mereka ini pada dasarnya tidak berhak mengadakan pertemuan dengan kepala negara
tempat mereka bertugas.
Kuasa usaha (Charge d’Affair) adalah perwakilan tingkat rendah yang ditunjuk oleh menteri luar negeri
dari pegawai negeri lainnya. Kuasa usaha dibagi atas kuasa usaha tetap (Charge d’affaires en pied) dan
kuasa usaha sementara.
Pejabat Pembantu
Atase-atase adalah pejabat pembantu dari duta besar berkuasa penuh, yang terdiri atas atase
pertahanan (perwira militer) dan atase teknis (PNS).
Untuk definisi dari perwakilan Diplomatik pada poin 4 Kepres No. 108 tahun 2003 disebutkan bahwa :
Perwakilan Diplomatik adalah Kedutaan Besar Republik Indonesia dan Perutusan Tetap Republik
Indonesia yang melakukan kegiatan diplomatik di seluruh wilayah Negara Penerima dan/atau pada
Organisasi Internasional untuk mewakili dan memperjuangkan kepentingan Bangsa, Negara dan
Pemerintah Republik Indonesia.
Adapun pada Pasal 2 pembagian Perwakilan Pemerintah Indonesia di Luar Negeri terdiri dari : a.
Perwakilan Diplomatik; dan b. Perwakilan Konsuler.
(2) Perwakilan Diplomatik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, meliputi :
(3) Perwakilan Konsuler sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b, meliputi :
Pada Bab III mengenai Kedudukan , Tugas Pokok , dan Fungsi Perwakilan , Pasal 3 menyebutkan bahwa :
(1) Perwakilan Diplomatik berkedudukan di Ibu Kota Negara Penerima atau di tempat kedudukan
Organisasi Internasional, dipimpin oleh seorang Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh yang
bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri Luar Negeri.
(2) Perwakilan Konsuler berkedudukan di wilayah Negara Penerima, dipimpin oleh seorang Konsul
Jenderal atau Konsul yang bertanggung jawab secara operasional kepada Duta Besar Luar Biasa dan
Berkuasa Penuh yang membawahkannya.
(3) Konsul Jenderal atau Konsul yang tidak berada di bawah tanggung jawab Duta Besar Luar Biasa dan
Berkuasa Penuh, bertanggung jawab langsung kepada Menteri Luar Negeri.
(4) Pembinaan dan pengawasan terhadap Perwakilan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2)
dan ayat (3) secara operasional dan administratif dilaksanakan oleh dan menjadi tanggung jawab
Menteri Luar Negeri.