Anda di halaman 1dari 24

TRAUMA ABDOMEN

Oleh :

Kelompok 4

1. Cokorda Putra Suarnama 193223109/B12-B


2. Dewa Ayu Agung Yuspita Dewi 193223111/B12-B
3. Dewa Kadek Gangga Persia 193223112/B12-B
4. Dian Wahyu Niarti 193223113/B12-B
5. Ni Kadek Ayu Dian Indrayani 193223132/B12-B
6. Ni Putu Diah Kusumasari 193223145/B12-B
7. Putu Pertiwi Ratna Dewi 193223159/B12-B
8. Ni Putu Mia Devihapsari 193223148/B12-B
9. Ni Made Dwi Cahyani 193223143/B12-B

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

STIKES WIKA PPNI BALI

2020

1
KATA PENGANTAR

“Om Swastyastu”

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya kepada kami sehingga kami mampu menyelesaikan tugas
Konsep Keperawatan Pada Trauma Abdomen . Ada pun pembuatan makalah ini bertujuan
untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Gawat Darurat .

Dalam menyelesaikan penulisan makalah ini, kami mendapat banyak bantuan dari
berbagai pihak dan sumber. Oleh karena itu kami sangat menghargai dan mengucapkan
terima kasih untuk bantuan dari semua pihak yang telah memberi kami dukungan juga
semangat, buku dan sumber lainnya sehingga tugas ini dapat terselesaikan.

Kami menyadari bahwa studi kasus ini masih jauh dari kata sempurna . oleh karena
itu, kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak penulis harapkan, untuk
kesempurnaan studi kasus ini.

Akhir kata kami ucapkan semoga amal baik yang telah diberikan kepada penulis
mendapatkan imbalan yang sepantasnya dari Tuhan Yang Maha Esa dan studi kasus ini
dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan pada khususnya.

“Om Santih, Santih, Santih Om”

Denpasar, 15 April 2020

Kelompok

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i

DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ........................................................................................... 4


B. Rumusan Masalah ...................................................................................... 5
C. Tujuan ......................................................................................................... 5
BAB II TINJAUAN TEORI
A. Tinjauan Teori
1. Definisi ..................................................................................................... 6
2. Etiologi ..................................................................................................... 6
3. Klasifikasi ................................................................................................ 7
4. Manifestasi Klinis .................................................................................... 8
5. Patafisiologi .............................................................................................. 8
6. Pemeriksaan penunjang ........................................................................... 9
7. Penatalaksanaan medis ............................................................................. 9
8. WOC ........................................................................................................ 10
B. Tinjauan Teori Askep
1. Pengkajian ................................................................................................ 11
2. Perencanaan ............................................................................................. 18
3. Pelaksanaan .............................................................................................. 22
4. Evaluasi .................................................................................................... 22
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................................... 23
B. Saran ............................................................................................................. 23
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 24

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Abdomen adalah sebuah rongga besar yang dililingkupi oleh otot-otot perut
pada bagian ventral dan lateral, serta adanya kolumna spinalis di sebelah dorsal.
Bagian atas abdomen berbatasan dengan tulang iga atau costae. Cavitas
abdomninalis berbatasan dengan cavitas thorax atau rongga dada melalui otot
diafragma dan sebelah bawah dengan cavitas pelvis atau rongga panggul.
Antara cavitas abdominalis dan cavitas pelvis dibatasi dengan membran serosa
yang dikenal dengan sebagai peritoneum parietalis. Membran ini juha membungkus
organ yang ada di abdomen dan menjadi peritoneum visceralis. Pada vertebrata, di
dalam abdomen terdapat berbagai sistem organ, seperti sebagian besar organ sistem
pencernaan, sistem perkemihan. Berikut adalah organ yang dapat ditemukan di
abdomen: komponen dari saluran cerna: lambung (gaster), usus halus, usus besar
(kolon), caecum, umbai cacing atau appendix; Organ pelengkap dai saluran cerna
seperti: hati (hepar), kantung empedu, dan pankreas; Organ saluran kemih seperti:
ginjal, ureter, dan kantung kemih (vesica urinaria); Organ lain seperti limpa (lien).
Istilah trauma abdomen atau gawat abdomen menggambarkan keadaan klinik
akibat kegawatan dirongga abdomen yang biasanya timbul mendadak dengan nyeri
sebagian keluhan utama. Keadaan ini memerlukan penanggulangan segera yang
sering beru tindakan beda, misalnya pada obstruksi, perforasi atau perdarahan,
infeksi, obstruksi atau strangulasi jalan cerna dapat menyebabkan perforasi yang
mengakibatkan kontaminasi rongga perut oleh isi saluran cerna sehingga terjadilah
peritonitis. Evaluasi awal sangat bermanfaat tetapi terkadang cukup sulit karena
adanya jejas yang tidak jelas pada area lain yang terkait. Jejas pada abdomen dapat
disebabkan oleh trauma tumpul atau trauma tajam. Pada trauma tumpul dengan
velisitas rendah (misalnya akibat tinju) biasanya menimbulkan kerusakan satu
organ. Sedangkan trauma tumpul velositas tinggi sering menimbulkan kerusakan
organ multipel.

4
Aktivitas dalam kehidupan sehari-hari memungkin seseorang untuk terkena
injury yang bisa saja merusak keutuhan integritas kulit, selama ini kita mungkin
hanya mengenal luka robek atau luka sayatan saja namun ternyata di luar itu masih
banyak lagi luka/ trauma yang dapat terjadi pada daerah abdomen. Insiden trauma
abdomen meningkat dari tahun ke tahun. Mortalitas biasanya lebih tinggi pada
trauma tumpul abdomen dari pada trauma tusuk. Walaupun tehnik diagnostik baru
sudah banyak dipakai, misalnya Computed Tomografi, namun trauma tumpul
abdomen masih merupakan tantangan bagi ahli klinik. Diagnosa dini diperlukan
untuk pengelolaan secara optimal. Trauma abdomen akan ditemukan pada 25 %
penderita multi-trauma, gejala dan tanda yang ditimbulkannya kadang-kadang
lambat sehingga memerlukan tingkat kewaspadaan yang tinggi untuk dapat
mendapatkan diagnosis.

B. Rumusan Masalah
1. Mengetahui Pengertian Trauma Abdomen
2. Mengetahui Etiologi Trauma Abdomen
3. Mengetahui Patofisiologi Trauma Abdomen
4. Mengetahui Manifestasi Klinis Trauma Abdomen
5. Mengetahui Penatalaksanaan Trauma Abdomen
6. Mengetahui Komplikasi Trauma Abdomen
7. Mengetahui Asuhan Keperawatan Trauma Abdomen.

C. Tujuan
Untuk mengetahui konsep teori Trauma Abdomen dan proses keperawatan
gawat darurat pada pasien dengan Trauma Abdomen.

5
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Tinjauan Teori
1. Definisi
Trauma adalah cedera/rudapaksa atau kerugian psikologis atau emosional
(Dorland, 2012).
Tauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma tumpul dan
tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer, 2011).
2. Etiologi
Menurut (Hudak & Gallo, 2011) kecelakaan atau trauma yang terjadi pada
abdomen, umumnya banyak diakibatkan oleh trauma tumpul. Pada kecelakaan
kendaraan bermotor, kecepatan, deselerasi yang tidak terkontrol merupakan
kekuatan yang menyebabkan trauma ketika tubuh klien terpukul setir mobil atau
benda tumpul lainnya.
Trauma akibat benda tajam umumnya disebabkan oleh luka tembak yang
menyebabkan kerusakan yang besar didalam abdomen. Selain luka tembak,
trauma abdomen dapat juga diakibatkan oleh luka tusuk, akan tetapi luka tusuk
sedikit menyebabkan trauma pada organ internal diabdomen.
Trauma pada abdomen disebabkan oleh 2 kekuatan yang merusak, yaitu :
a. Paksaan /benda tumpul
Merupakan trauma abdomen tanpa penetrasi ke dalam rongga peritoneum.
Luka tumpul pada abdomen bisa disebabkan oleh jatuh, kekerasan fisik atau
pukulan, kecelakaan kendaraan bermotor, cedera akibat berolahraga, benturan,
ledakan, deselarasi, kompresi atau sabuk pengaman. Lebih dari 50%
disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas.
b. Trauma tembus
Merupakan trauma abdomen dengan penetrasi ke dalam rongga peritoneum.
Luka tembus pada abdomen disebabkan oleh tusukan benda tajam atau luka
tembak.
3. Manifestasi Klinis
Menurut (Hudak & Gallo, 2011) tanda dan gejala trauma abdomen, yaitu :

6
a. Nyeri
Nyeri dapat terjadi mulai dari nyeri sedang sampai yang berat. Nyeri dapat
timbul di bagian yang luka atau tersebar. Terdapat nyeri saat ditekan dan nyeri
lepas.
b. Darah dan cairan
Adanya penumpukan darah atau cairan dirongga peritonium yang disebabkan
oleh iritasi.
c. Cairan atau udara dibawah diafragma
d. Nyeri disebelah kiri yang disebabkan oleh perdarahan limpa. Tanda ini ada saat
pasien dalam posisi rekumben.
e. Mual dan muntah
f. Penurunan kesadaran (malaise, letargi, gelisah)
g. Yang disebabkan oleh kehilangan darah dan tanda-tanda awal shock hemoragi.
4. Patofisiologi
Jika terjadi trauma penetrasi atau non-pnetrasi kemungkinan terjadi
pendarahan intra abdomen yang serius, pasien akan memperlihatkan tanda-tanda
iritasi yang disertai penurunan hitung sel darah merah yang akhirnya gambaran
klasik syok hemoragik. Bila suatu organ viseral mengalami perforasi, maka tanda-
tanda perforasi, tanda-tanda iritasi peritonium cepat tampak. Tanda-tanda dalam
trauma abdomen tersebut meliputi nyeri tekan, nyeri spontan, nyeri lepas dan
distensi abdomen tanpa bising usus bila telah terjadi peritonitis umum.Bila syok
telah lanjut pasien akan mengalami takikardi dan peningkatan suhu tubuh, juga
terdapat leukositosis. Biasanya tanda-tanda peritonitis mungkin belum tampak.
Pada fase awal perforasi kecil hanya tanda-tanda tidak khas yang muncul. Bila
terdapat kecurigaan bahwa masuk rongga abdomen, maka operasi harus dilakukan
(Mansjoer, 2011).
5. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan darah lengkap
b. Penurunan hematokrit/hemoglobin
c. Peningkatan Enzim hati: Alkaline fosfat,SGPT,SGOT,
d. Koagulasi : PT,PTT
e. MRI

7
f. Angiografi untuk kemungkinan kerusakan vena hepatik
g. CT Scan
h. Radiograf dada mengindikasikan peningkatan diafragma,kemungkinan
pneumothorax atau fraktur tulang rusuk VIII-X.
i. Scan limfa
j. Ultrasonogram
k. Peningkatan serum atau amylase urine
l. Peningkatan glucose serum
m. Peningkatan lipase serum
n. DPL (+) untuk amylase
o. Penigkatan WBC
p. Peningkatan amylase serum
q. Elektrolit serum
r. AGD
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Foto thoraks
Untuk melihat adanya trauma pada thorak.
b. Pemeriksaan urine rutin
Menunjukkan adanya trauma pada saluran kemih bila dijumpai hematuri. Urine
yang jernih belum dapat menyingkirkan adanya trauma pada saluran
urogenital.
c. VP (Intravenous Pyelogram.
Karena alasan biaya biasanya hanya dimintakan bila ada persangkaan trauma
pada ginjal.
d. Diagnostik Peritoneal Lavage (DPL)
Dapat membantu menemukan adanya darah atau cairan usus dalam rongga
perut. Hasilnya dapat amat membantu. Tetapi DPL ini hanya alat diagnostik.
Bila ada keraguan, kerjakan laparatomi (gold standard).
e. Ultrasonografi dan CT Scan
Sebagai pemeriksaan tambahan pada penderita yang belum dioperasi dan
disangsikan adanya trauma pada hepar dan retroperitoneum.

8
7. Penatalaksanaan Medis
Pasien yang tidak stabil atau pasien dengan tanda-tanda jelas yang menunjukkan
trauma intra-abdominal (pemeriksaan peritoneal, injuri diafragma, abdominal free
air, evisceration) harus segera dilakukan pembedahan
a. Trauma tumpul harus diobservasi dan dimanajemen secara non-operative
berdasarkan status klinik dan derajat luka yang terlihat di CT
b. Pemberian obat analgetik sesuai indikasi
c. Pemberian O2 sesuai indikasi
d. Lakukan intubasi untuk pemasangan ETT jika diperlukan
e. Trauma penetrasi : Dilakukan tindakan pembedahan di bawah indikasi tersebut
di atas. Kebanyakan GSW membutuhkan pembedahan tergantung kedalaman
penetrasi dan keterlibatan intraperitoneal. Luka tikaman dapat dieksplorasi
secara lokal di ED (di bawah kondisi steril) untuk menunjukkan gangguan
peritoneal ; jika peritoneum utuh, pasien dapat dijahit dan dikeluarkan. Luka
tikaman dengan injuri intraperitoneal membutuhkan pembedahan. Bagian luar
tubuh penopang harus dibersihkan atau dihilangkan dengan pembedahan.
8. Komplikasi
a. Segera : hemoragi, syok, dan cedera
b. Lambat : infeksi
c. Trombosis Vena
d. Stress Ulserasi dan perdarahan
e. Pneumonia
f. Tekanan ulserasi
g. Atelektasis
h. Sepsis

9
9. WOC (Web Of Causasion)

Trauma
(kecelakaan)

Penetrasi & Non-Penetrasi

Terjadi perforasi lapisan abdomen
(kontusio, laserasi, jejas, hematom)

Menekan saraf peritonitis

Terjadi perdarahan jar.lunak dan rongga abdomen → Nyeri

Intoleransi aktivitas Motilitas usus

Disfungsi usus → Resiko infeksi

Refluks usus output cairan berlebih

Gangguan cairan dan eloktrolit

Hipovolemia

10
B. Tinjauan Teori Askep
1. Pengkajian
a. Pengkajian data dasar menurut Brunner & Suddart (2001), adalah :
1) Aktifitas / istirahat
Data Subyektif : Pusing, sakit kepala,nyeri, mulas
Data Obyektif : Perubahan kesadaran, masalah dalam keseimbangan
cedera (trauma).
2) Sirkulasi
Data Obyektif : Kecepatan (bradipneu, takhipneu), pola napas
(hipoventilasi, hiperventilasi,dll).
3) Integritas ego
Data Subyektif : Perubahan tingkah laku / kepribadian (tenang atau
dramatis)
Data Obyektif : Cemas, bingung, depresi.
4) Eliminasi
Data Subyektif : Inkontinensia kandung kemih / usus atau mengalami
gangguan fungsi.
5) Makanan dan cairan
Data Subyektif : Mual, muntah, dan mengalami perubahan selera makan.
Data Obyektif : Mengalami distensi abdomen
6) Neurosensori
Data Subyektif : Kehilangan kesadaran sementara,vertigo
Data Obyektif : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan
statusmental, kesulitan dalam menentukan posisi tubuh
7) Nyeri dan kenyamanan
Data Subyektif : Sakit pada abdomen dengan intensitas dan lokasi yang
berbeda, biasanya lama.
Data Obyektif : Wajah meringis, gelisah, merintih.
8) Pernafasan
Data Subyektif : Perubahan pola nafas
9) Keamanan
Data Subyektif : Trauma baru / trauma karena kecelakaan.

11
Data Obyektif : Dislokasi gangguan kognitif, gangguan rentang gerak
b. Pemeriksaan Fisik
1) Primary Survei
Pengkajian yang dilakukan untuk menentukan masalah yang mengancam
nyawa, harus mengkaji dengan cepat apa yang terjadi di lokasi kejadian.
Paramedik mungkin harus melihat apabila sudah ditemukan luka tikaman,
luka trauma benda lainnya, maka harus segera ditangani, penilaian awal
dilakukan prosedur ABC jika ada indikasi. Jika korban tidak berespon,
maka segera buka dan bersihkan jalan napas.
(1) Airway
Tindakan pertama kali yang harus dilakukan adalah memeriksa
responsivitas pasien dengan mengajak pasien berbicara untuk
memastikan ada atau tidaknya sumbatan jalan nafas. Seorang pasien
yang dapat berbicara dengan jelas maka jalan nafas pasien terbuka
(Thygerson, 2011).
Pasien yang tidak sadar mungkin memerlukan bantuan airway dan
ventilasi. Tulang belakang leher harus dilindungi selama intubasi
endotrakeal jika dicurigai terjadi cedera pada kepala, leher atau dada.
Obstruksi jalan nafas paling sering disebabkan oleh obstruksi lidah
pada kondisi pasien tidak sadar (Wilkinson & Skinner, 2000).
Dengan kontrol tulang belakang. Membuka jalan napas
menggunakan teknik ‘head tilt chin lift’ atau menengadahkan kepala
dan mengangkat dagu, periksa adakah benda asing yang dapat
mengakibatkan tertutupnya jalan napas. Muntahan, makanan, darah
atau benda asing lainnya.
(2) Breathing
Pengkajian pada pernafasan dilakukan untuk menilai kepatenan jalan
nafas dan keadekuatan pernafasan pada pasien. Jika pernafasan pada
pasien tidak memadai, maka langkah-langkah yang harus
dipertimbangkan adalah: dekompresi dan drainase tension
pneumothorax/haemothorax, closure of open chest injury dan
ventilasi buatan (Wilkinson & Skinner, 2000).

12
Dengan ventilasi yang adekuat. Memeriksa pernapasan dengan
menggunakan cara ‘lihat-dengar-rasakan’ tidak lebih dari 10 detik
untuk memastikan apakah ada napas atau tidak. Selanjutnya lakukan
pemeriksaan status respirasi korban (kecepatan, ritme dan adekuat
tidaknya pernapasan).
(3) Circulation
Dengan kontrol perdarahan hebat. Jika pernapasan korban tersengal-
sengal dan tidak adekuat, maka bantuan napas dapat dilakukan. Jika
tidak ada tanda-tanda sirkulasi, lakukan resusitasi jantung paru segera.
Rasio kompresi dada dan bantuan napas dalam RJP adalah 30 : 2 (30
kali kompresi dada dan 2 kali bantuan napas)
(4) Disability
Kaji ulang tingkat kesadaran pasien dengan menggunakan GCS dan
cek pupil
(5) Exposure
Menanggalkan pakaian pasien dan memeriksa cedera pada pasien.
Jika pasien diduga memiliki cedera leher atau tulang belakang,
imobilisasi in-line penting untuk dilakukan. Lakukan log roll ketika
melakukan pemeriksaan pada punggung pasien. Yang perlu
diperhatikan dalam melakukan pemeriksaan pada pasien
adalah mengekspos pasien hanya selama pemeriksaan eksternal.
Setelah semua pemeriksaan telah selesai dilakukan, tutup pasien
dengan selimut hangat dan jaga privasi pasien, kecuali jika diperlukan
pemeriksaan ulang (Thygerson, 2011).
(6) Foley kateter
Pasang kateter untuk mengetahui urin output serta mengecek ada atau
tidaknya trauma pada saluran kemih.
2) Secondary Survei
Pemeriksaan data subyektif didapatkan dari anamnesis riwayat pasien
yang merupakan bagian penting dari pengkajian pasien. Riwayat pasien
meliputi keluhan utama, riwayat masalah kesehatan sekarang, riwayat

13
medis, riwayat keluarga, sosial, dan sistem. (Emergency Nursing
Association, 2007).
Pengkajian riwayat pasien secara optimal harus diperoleh langsung
dari pasien, jika berkaitan dengan bahasa, budaya, usia, dan cacat atau
kondisi pasien yang terganggu, konsultasikan dengan anggota keluarga,
orang terdekat, atau orang yang pertama kali melihat kejadian. Anamnesis
yang dilakukan harus lengkap karena akan memberikan gambaran
mengenai cedera yang mungkin diderita.
3) Pengkajian Fisik Head To Toe
a) Kulit kepala
Seluruh kulit kepala diperiksa. Sering terjadi pada penderita yang
datang dengan cedera ringan, tiba-tiba ada darah di lantai yang berasal
dari bagian belakang kepala penderita.
Lakukan inspeksi dan palpasi seluruh kepala dan wajah untuk
adanya pigmentasi, laserasi, massa, kontusio, fraktur dan luka termal,
ruam, perdarahan, nyeri tekan serta adanya sakit kepala (Delp &
Manning. 2004).
b) Wajah
(1) Mata:
Periksa kornea ada cedera atau tidak,
ukuran pupil apakah isokor atau anisokor serta bagaimana reflex
cahayanya, apakah pupil mengalami miosis atau midriasis,
adanya ikterus, ketajaman mata (macies visus dan acies campus),
apakah konjungtivanya anemis atau adanya kemerahan, rasa
nyeri, gatal-gatal, ptosis, exophthalmos, subconjunctival
perdarahan, serta diplopia
(2) Hidung :
Periksa adanya perdarahan, perasaan nyeri, penyumbatan
penciuman, apabila ada deformitas (pembengkokan) lakukan
palpasi akan kemungkinan krepitasi dari suatu fraktur.

14
(3) Telinga :
periksa adanya nyeri, tinitus, pembengkakan, penurunan atau
hilangnya pendengaran, periksa dengan senter mengenai
keutuhan membrane timpani atau adanya hemotimpanum
(4) Mulut dan faring :
inspeksi pada bagian mucosa terhadap tekstur,
warna, kelembaban, dan adanya lesi; amati lidah tekstur, warna,
kelembaban, lesi, apakah tosil meradang, pegang dan tekan
daerah pipi kemudian rasakan apa ada massa/ tumor,
pembengkakkan dan nyeri, inspeksi amati adanya tonsil
meradang atau tidak (tonsillitis/amandel). Palpasi adanya respon
nyeri
(5) Vertebra servikalis dan leher
Pada saat memeriksa leher, periksa adanya deformitas tulang atau
krepitasi, edema, ruam, lesi, dan massa , kaji adanya keluhan
disfagia (kesulitan menelan) dan suara serak harus
diperhatikan, cedera tumpul atau tajam, deviasi trakea, dan
pemakaian otot tambahan. Palpasi akan adanya nyeri, deformitas,
pembekakan, emfisema subkutan, deviasi trakea, kekakuan pada
leher dan simetris pulsasi. Tetap jaga imobilisasi segaris dan
proteksi servikal. Jaga airway, pernafasan, dan oksigenasi.
Kontrol perdarahan, cegah kerusakan otak sekunder.
(6) Toraks
Inspeksi dinding dada bagian depan, samping dan belakang untuk
adanya trauma tumpul/tajam,luka, lecet, memar, ruam ,
ekimosiss, bekas luka, frekuensi dan kedalaman pernafsan,
kesimetrisan expansi dinding dada, penggunaan otot pernafasan
tambahan dan ekspansi toraks bilateral, apakah terpasang pace
maker, frekuensi dan irama denyut jantung, (lombardo, 2005).
Palpasi, seluruh dinding dada untuk adanya trauma
tajam/tumpul, emfisema subkutan, nyeri tekan dan krepitasi.

15
Perkusi, untuk mengetahui kemungkinan hipersonor dan
keredupan
Auskultasi, suara nafas tambahan (apakah ada ronki, wheezing,
rales) dan bunyi jantung (murmur, gallop, friction rub).
(7) Abdomen
Cedera intra-abdomen kadang-kadang luput terdiagnosis,
misalnya pada keadaan cedera kepala dengan penurunan
kesadaran, fraktur vertebra dengan kelumpuhan (penderita tidak
sadar akan nyeri perutnya dan gejala defans otot dan nyeri
tekan/lepas tidak ada). Inspeksi abdomen bagian depan dan
belakang, untuk adanya trauma tajam, tumpul dan adanya
perdarahan internal, adakah distensi abdomen, asites, luka, lecet,
memar, ruam, massa, denyutan, benda tertusuk, ecchymosis,
bekas luka , dan stoma. Auskultasi bising usus, perkusi abdomen,
untuk mendapatkan, nyeri lepas (ringan). Palpasi abdomen
untuk mengetahui adakah kekakuan atau nyeri
tekan, hepatomegali,splenomegali,defans muskuler,, nyeri lepas
yang jelas atau uterus yang hamil. Bila ragu akan adanya
perdarahan intra abdominal, dapat dilakukan pemeriksaan
DPL (Diagnostic peritoneal lavage, ataupun USG (Ultra
Sonography). Pada perforasi organ berlumen misalnya usus halus
gejala mungkin tidak akan nampak dengan segera karena itu
memerlukan re-evaluasi berulang kali. Pengelolaannya dengan
transfer penderita ke ruang operasi bila diperlukan (Tim YAGD
118, 2010).
(8) Pelvis (perineum/rectum/vagina)
Cedera pada pelvis yang berat akan nampak pada pemeriksaan
fisik (pelvis menjadi stabil), pada cedera berat ini kemungkinan
penderita akan masuk dalam keadaan syok, yang harus segera
diatasi. Bila ada indikasi pasang PASG/ gurita untuk mengontrol
perdarahan dari fraktur pelvis (Tim YAGD 118, 2010).

16
Pelvis dan perineum diperiksa akan adanya luka, laserasi , ruam,
lesi, edema, atau kontusio, hematoma, dan perdarahan
uretra. Colok dubur harus dilakukan sebelum memasang kateter
uretra. Harus diteliti akan kemungkinan adanya darah dari lumen
rectum, prostat letak tinggi, adanya fraktur pelvis, utuh tidaknya
rectum dan tonus musculo sfinkter ani. Pada wanita, pemeriksaan
colok vagina dapat menentukan adanya darah dalam vagina atau
laserasi, jika terdapat perdarahan vagina dicatat, karakter dan
jumlah kehilangan darah harus dilaporkan (pada tampon yang
penuh memegang 20 sampai 30 mL darah). Juga harus dilakuakn
tes kehamilan pada semua wanita usia subur. Permasalahan yang
ada adalah ketika terjadi kerusakan uretra pada wanita, walaupun
jarang dapat terjadi pada fraktur pelvis dan straddle injury. Bila
terjadi, kelainan ini sulit dikenali, jika pasien hamil, denyut
jantung janin (pertama kali mendengar dengan Doppler
ultrasonografi pada sekitar 10 sampai 12 kehamilan minggu)
yang dinilai untuk frekuensi, lokasi, dan tempat. Pasien dengan
keluhan kemih harus ditanya tentang rasa sakit atau terbakar
dengan buang air kecil, frekuensi, hematuria, kencing
berkurang, Sebuah sampel urin harus diperoleh untuk
analisis.(Diklat RSUP Dr. M.Djamil, 2006).
(9) Ektremitas
Pemeriksaan dilakukan dengan look-feel-move. Pada saat
inspeksi, jangan lupa untuk memriksa adanya luka dekat daerah
fraktur (fraktur terbuak), pada saat pelapasi jangan lupa untuk
memeriksa denyut nadi distal dari fraktur pada saat menggerakan,
jangan dipaksakan bila jelas fraktur. Sindroma kompartemen
(tekanan intra kompartemen dalam ekstremitas meninggi
sehingga membahayakan aliran darah), mungkin luput
terdiagnosis pada penderita dengan penurunan kesadaran atau
kelumpuhan (Tim YAGD 118, 2010). Inspeksi pula
adanya kemerahan, edema, ruam, lesi, gerakan, dan sensasi harus

17
diperhatikan, paralisis, atropi/hipertropi otot, kontraktur,
sedangkan pada jari-jari periksa adanya clubbing
finger serta catat adanya nyeri tekan, dan hitung berapa detik
kapiler refill (pada pasien hypoxia lambat s/d 5-15 detik.
(10) Bagian punggung
Memeriksa punggung dilakukan dilakukan dengan log
roll, memiringkan penderita dengan tetap menjaga kesegarisan
tubuh). Pada saat ini dapat dilakukan pemeriksaan punggung
(Tim YAGD 118, 2010). Periksa`adanya perdarahan, lecet, luka,
hematoma, ecchymosis, ruam, lesi, dan edema serta nyeri, begitu
pula pada kolumna vertebra periksa adanya deformitas.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Defisit Volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan perdarahan
b. Nyeri berhubungan dengan adanya trauma abdomen atau luka penetrasi
abdomen.
c. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi dan perubahan status kesehatan
d. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan fisik
e. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan cedera tusuk.
f. Risiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan perifer,
perubahan sirkulasi, kadar gula darah yang tinggi, prosedur invasif dan
kerusakan kulit. infeksi tidak terjadi / terkontrol.

3. Intervensi Keperawatan
a. Defisit Volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan perdarahan.
Tujuan : Terjadi keseimbangan volume cairan.
Kriteria hasil: Kebutuhan cairan terpenuhi
Intervensi :
1) Kaji tanda-tanda vital
Rasional: untuk mengidentifikasi defisit volume cairan
2) Pantau cairan parenteral dengan elektrolit, antibiotik dan vitamin
Rasional: mengidentifikasi keadaan perdarahan

18
3) Kaji tetesan infus
Rasional: awasi tetesan untuk mengidentifikasi kebutuhan cairan.
4) Kolaborasi : Berikan cairan parenteral sesuai indikasi.
Rasional: cara parenteral membantu memenuhi kebutuhan nuitrisi
tubuh.
5) Kolaborasi Tranfusi darah
Rasional: menggantikan darah yang keluar.
b. Nyeri berhubungan dengan adanya trauma abdomen atau luka penetrasi
abdomen.
Tujuan : Nyeriteratasi
Intervensi :
1) Kaji karakteristik nyeri
Rasional: mengetahui tingkat nyeri klien.
2) Beri posisi semi fowler.
Rasional: mengurngi kontraksi abdomen
3) Anjurkan tehnik manajemen nyeri seperti distraksi
Rasional: membantu mengurangi rasa nyeri dengan mengalihkan
perhatian
4) Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi.
Rasional: analgetik membantu mengurangi rasa nyeri.
5) Managemant lingkungan yang nyaman
Rasional: lingkungan yang nyaman dapat memberikan rasa nyaman
klien
c. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi dan perubahan status kesehatan
Tujuan : Ansietas teratasi
Intervensi :
1) Perilaku koping baru dan anjurkan penggunaan ketrampilan yang
berhasil pada waktu lalu
Rasional: koping yang baik akan mengurangi ansietas klien.
2) Dorong dan sediakan waktu untuk mengungkapkan ansietas dan rasa
takut dan berikan penanganan

19
Rasional: mengetahui ansietas, rasa takut klien bisa mengidentifikasi
masalah dan untuk memberikan penjelasan kepada klien.
3) Jelaskan prosedur dan tindakan dan beripenguatan penjelasan mengenai
penyakit
Rasional: apabila klien tahu tentang prosedur dan tindakan yang akan
dilakukan, klienmengerti dan diharapkan ansietas berkurang
4) Pertahankan lingkungan yang tenang dantanpa stres
Rasional: lingkungan yang nyaman dapat membuat klien nyaman dalam
menghadapi situasi
5) Dorong dan dukungan orang terdekat
Rasional: memotifasi klien
d. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan fisik
Tujuan : Dapat bergerak bebas
Intervensi :
1) Kaji kemampuan pasien untuk bergerak
Rasional: mengidentifikasi kemampuan klien dalam mobilisasi
2) Dekatkan peralatan yang dibutuhkan pasien
Rasional: meminimalisir pergerakan kien
3) Berikan latihan gerak aktif pasif
Rasional: melatih otot-otot klien
4) Bantu kebutuhan pasien
Rasional: membantu dalam mengatasi kebutuhan dasarklien
5) Kolaborasi dengan ahli fisioterapi.
Rasional: terapi fisioterapi dapat memulihkan kondisi klien
e. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan cedera tusuk.
Tujuan: Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.
Kriteria Hasil :
1) tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
2) luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.
3) Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.
Intervensi:

20
1) Kaji kulit dan identifikasi pada tahap perkembangan luka.
Rasional : mengetahui tingkat kerusakan kulit klien
2) Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan luka
Rasional : mengkaji resiko terjadinya infeksi
3) Pantau peningkatan suhu tubuh.
Rasional : mengontrol tanda-tanda infeksi
4) Berikan perawatan luka dengan tehnik aseptik. Balut luka dengan kasa
kering dan steril, gunakan plester kertas.
Rasional : membantu proses penyembuhan luka dan menjaha agar luka
kering dan bersih
5) Jika pemulihan tidak terjadi kolaborasi tindakan lanjutan, misalnya
debridement.
Rasional : memperbaiki keutuhan integritas kulit secara cepat
6) Setelah debridement, ganti balutan sesuai kebutuhan.
Rasional : menjaga luka agar tidak terpapar mikroorganisme
7) Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.
Rasional : membunuh mikroba penyebab infeksi
f. Risiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan perifer,
perubahan sirkulasi, kadar gula darah yang tinggi, prosedur invasif dan
kerusakan kulit.
Tujuan : infeksi tidak terjadi / terkontrol.
Kriteria hasil :
1) Tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
2) Luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.
3) Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.
Intervensi :
1) Pantau tanda-tanda vital.
Rasional : mengetahui keadaan umum klien
2) Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik.
Rasional : menjaga agar luka bersih dan kering

21
3) Lakukan perawatan terhadap prosedur invasif seperti infus, kateter,
drainase luka
Rasional : mencegah terjadi infeksi lebih lanjut
4) Jika ditemukan tanda infeksi kolaborasi untuk pemeriksaan darah,
seperti Hb dan leukosit.
Rasional : memberikan data penunjang tentang resiko infeksi
5) Kolaborasi untuk pemberian antibiotik.
Rasional : membunuh mikroorganisme penyebab infeksi
4. Implementasi
Implementasi adalah pelaksanaan dari rencana intervensi untuk mencapai tujuan
yang spesifik. Tahap implementasi dimulai setelah rencana intervensi disusun
untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan (Nursalam, 2008)
5. Evaluasi
Evaluasi adalah proses keperawatan yang menandakan keberhasilan dari diagnosa
keperawatan, rencana dan implementasi (Nursalam, 2008)

22
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma tumpul dan
tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja. Prioritas keperawatan
tertuju pada menghentikan perdarahan, menghilangkan/ mengurangi nyeri,
menghilangkan cemas pasien, mencegah komplikasi dan memberikan informasi
tentang penyakit dan kebutuhan pasien. Prinsip–prinsip pengkajian pada
trauma abdomen harus berdasarkan A (Airway), B (Breathing), C (Circulation).

B. Saran
Dalam pembuatan makalah ini juga penulis menyadari bahwa dalam pembuatan
makalah masi terdapat banyak kesalahan, kekurangan serta kejanggalan baik dalam
penulisan maupun dalam pengonsepan materi. Utnuk itu, penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar kedepan lebih baik dan penulis
berharap kepada semua pmbaca mahasiswa khususnya, untuk lebih ditingkatkan
dalam pembuatan makalah yang akan datang.

23
DAFTAR PUSTAKA

Edisi 6. Jakarta: EGC


American College of Surgeon Committee of Trauma. 2014. Advanced Trauma Life
Support Seventh Edition. Indonesia: Ikabi

Brooker, Christine. 2011. Kamus Saku Keperawatan, Edisi 31. Jakarta: EGC

Catherino, Jeffrey M. 2013. Emergency Medicine Handbook. USA: Lipipincott


Williams

Dorland. 2012. Kamus Saku Kedokteran. Jakarta: EGC

ENA (Emergency Nurse Association). 2010. Emergency Nursing Core Curiculum, 5th.
USA: W.B. Saunders Company

Hudak & Gallo. 2011. Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik. Jakarta: EGC

Mansjoer, Arif. 2011. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1. FKUI: Media Aesculapius

24

Anda mungkin juga menyukai