Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pneumonia adalah salah satu penyakit peradangan akut parengkim yang
biasanya dari suatu infeksi saluran pernafasan bawah akut (ISNBA). (Sylvia A.
Price). Dengan gejala batuk dan di sertai dengan sesak nafas yang di sebabkan
agen infeksius seperti bakteri, virus, mycoplasma (fungi), dan aspirasi subtansi
asing, berupa radang paru-paru yang disertai eksudasi dan konsolidasi dan dapat
di lihat di gambar radiologis.
Pneumonia merupakan penyakit infeksi saluran napas bawah akut pada
parenkim paru. Pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme seperti bakteri,
virus, jamur, dan parasit (PDPI, 2014; Djojodibroto, 2009). Peradangan pada paru
yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak dikategorikan ke dalam
pneumonia (Dahlana, 2014)

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep dasar penyakit pneumonia?
2. Bagaimana konsep dasar asuhan keperawatan pneumonia?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep dasar penyakit pneumonia
2. Untuk mengetahui konsep dasar asuhan keperawatan pada pneumonia

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Definisi
Pneumonia adalah peradangan pada paru-.paru dan bronkiolus yang
disebabkan oleh bakteri, jamur, virus, atau aspirasi karena makanan atau
benda asing. Pneumonia adalah infeksi pada parenkim paru, biasanya
berhubungan dengan pengisian cairan didalam alveoli hal ini terjadi akibat
adanya infeksi agen/ infeksius atau adanya kondisi yang mengganggu tekanan
saluran trakheabronkialis. (Ngastiyah, 1997)
Pneumonia adalah suatu proses inflamasi dimana kompartemen alveolar
terisi oleh eksudat. Pneumonia merupakan penyebab kematian yang cukup
tinggi pada klien lanjut usia.
Pneumonia adalah infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah yang
mengenai parenkim paru (Mansjoer, 2000). Pneumonia adalah suatu
peradangan paru yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, jamur,
virus, parasit ) (PDPI, 2003).
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pneumonia
adalah suatu infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah yang mengenai
parenkim paru yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur,
parasit) maupun benda asing.
Pneumoni adalah proses inflamatori parenkim paru pada umumnya di
sebebkan oleh agens infeksius. Pneumonia adalah penyakit infeksius yang
sering di menyebabkan kematian.

2. Etiologi
Penyebaran infeksi terjadi melalui droplet dan sering disebabkan oleh
streptoccus pneumonia, melalui selang infuse oleh staphylococcus aureus
sedangkan pada pemakaian ventilitator oleh P. aerogonisa dan enterobecter.

2
Dan masa kini terjadi karena perubahan keadaan pasien seperti kekebalaan
tubuh dan penyakit kronis, polusi lingkungan, pengguna antibiotic yang tepat.
Setelah masuk keparu-paru organisme bermultiplikasi dan jika telah berhasil
mengalahkan mekanisme pertahanan paru, terjadi pneumonia.
Menurut (Mansjoer, 2000) penyebab dari pneumonia adaah :
a. Bakteri
1) Pneumokokus
2) Streptokokus
3) Stafilokokus
4) Haemophilus influenza
5) Psedomonas aeruginosa
b. Virus
1) Virus influenza
2) Adenovirus
3) Sitomegalovirus
c. Fungi
1) Aspergillus
2) Koksidiomikosis
3) Histoplasma
d. Aspirasi
1) Cairan amnion
2) Makanan
3) Cairan lambung
4) Benda asing

3. Klasifikasi
Pneumonia digolongkan berdasarkan anatomi:
a. Pneumonia lobaris
Radang paru-paru yang mengenai sebagian besar/seluruh lobus paru-paru

3
b. Pneumonia lobularis (bronchopneumonia)
Radang paru-paru yang mengenai satu/beberapa lobus paru-paru yang
ditandai dengan adanya bercak-bercak infiltrate.
c. Pneumonia intersitialis (bronchiolitis)
Radang pada dinding alveoli (intersitium) dan peribronkhial dan jaringan
interlobular.
Pneoumonia berdasarkan inang dan lingkungan:
a. Pneoumonia komunitas
Di jumpai H. influenza pada paseien perokok, pathogen, atipikal pada
lansia, garam negative pada pasien di rumah jompo, dengan adanya
PPOK, penyakit penyerta kardiopolmonal\jamak, atau paska terapi anti
biotik spectrum luas.
b. Pneoumonia nosocomial
Tergantung pada 3 faktor yaitu: tingkt berat sakit, adanya resiko untuk
jenis pathogen tertentu, dan masa menjelang timbul onset pneoumonia
Faktor utama untuk pathogen tertentu:
Pathogen Faktor resiko
Staphylocus aureus metchilin s. Koma, cedera kepala, influenza,
aureus pemakian obat IV, DM, gagal
ginjal
Ps. Aeruginosa Pernah dapat anti biotik,
ventilator>2 hari lama di rawat di
ICU, terapi steroid\antibiotik
kelaianan struktur paru
(bronkiektasis, kritik fibrosis,
malnutrisi )
Anaerob Aspirasi, selesai operasi abdomen
Achinobacter spp Antibiotic sebelum onset
pneoumonia dan ventilasi mekanik
Sumber:IPD hal 2199
c. Pneoumonia aspirasi
Disebabkan oleh infeksi kuman, pneumonitis kimia akibat aspirasai
bahan toksik, akibat aspirasi cairan iner misalnya cairan makanan atau
lambung, edema paru, dan obstruksi mekanik simple oleh bahan padat.

4
d. Pneumonia pada gangguan imun
Terjadi karena akibat proses penyakit dan akibat terapi. Penyebab
infeksi dapat disebabkan oleh kuman pathogen atau mikroorganisme yang
biasanya non pirulen, berupa bakteri, protozoa, parasite, virus, jamur, dan
cacing.

4. Manifestasi klinis
a. Biasanya didahului infeksi saluran pernafasan bagian atas. Suhu dapat
naik secara mendadak (38 – 40 ºC), dapat disertai kejang (karena demam
tinggi).
b. Batuk, mula-mula kering (non produktif) sampai produktif.
c. Nafas : sesak, pernafasan cepat dangkal,
d. Penggunaan otot bantu pernafasan, retraksi interkosta, cuping hidung
kadang-kadang terdapat nasal discharge (ingus).
e. Suara nafas : lemah, mendengkur, Rales (ronki), Wheezing.
f. Frekuensi napas :
o Umur 1 - 5 tahun 40 x/mnt atau lebih.
o Umur 2 bln-1 tahun 50 x/mnt atau lebih.
o Umur < 2 bulan 60 x/mnt.
g. Nadi cepat dan bersambung.
h. Nyeri dada yang ditusuk-tusuk yang dicetuskan oleh bernafas dan batuk.
i. Kadang-kadang terasa nyeri kepala dan abdomen.
j. Kadang-kadang muntah dan diare, anoreksia dan perut kembung.
k. Mulut, hidung dan kuku biasanya sianosis.
l. Malaise, gelisah, cepat lelah.
m. Thorax photo menunjukkan infiltrasi melebar.
n. Pemeriksaan laboratorium = lekositosis.

5
5. Patofisiologi
Penyebab pneumonia dapat virus, bakteri, jamur, protozoa, atau riketsia;
pneumonitis hipersensitivitas dapat menyebabkan penyakit primer.
Pneumonia dapat juga terjadi akibat aspirasi. Paling jelas adalah pada klien
yang diintubasi, kolonisasi trakhea dan terjadi mikroaspirasi sekresi saluran
pernapasan atas yang terinfeksi (Christman, 1995). Tidak semua kolonisasi
akan mengakibatkan pneumonia. Mikroorganisme dapat mencapai paru
melalu beberapa jalur :
a. Ketika individu yang terinfeksi batuk, bersin, atau berbicara,
mikroorganisme dilepaskan ke dalam udara dan terhirup oleh orang lain.
b. Mikroorganisme dapat terinspirasi dengan aerosol (gas nebulasi) dari
peralatan terapi pernapasan yang terkontaminasi.
c. Pada individu yang sakit atau hygiene giginya buruk, flora normal
orofaring dapat menjadi patogenik.
d. Staphilococcus dan bakteri gram-negatif dapat menyebar melalui sirkulasi
dari infeksi sistemik, sepsis, atau jarum obat IV yang terkontaminasi.

Pada individu yang sehat, patogen yang mencapai paru dikeluarkan atau
tertahan dalam pipi melalui mekanisme pertahanan diri seperti reflek batuk,
klirens mukosasiliaris, dan fagositosis oleh makrofag alveolar. Pada individu
yang rentan, patogen merusak dan menstimulasi respon inflamasi dan respon
imun, yang keduanya mempunyai efek samping merusak. Reaksi antigen-
antibodi dan endotoksin yang dilepaskan oleh beberapa mikroorganisme
merusak membran mukosa bronkhial dan membran alveolakapilar. Inflamasi
dan edema menyebabkan sel-sel acini dan bronkhioles terminalis terisi oleh
debris infeksius dan eksudat, yang menyebabkan abnormalitas ventilasi-
perfusi. Jika pneumonia disebabkan oleh Staphilococcus atau bakteri gram-
negatif dapat terjadi juga nekrosis parenkim paru.
Pada pneumonia pneumokokus, organisme S.pneumoniae merangsang
respon inflamasi, ada eksudat inflamasi menyebabkan edema alveolar, yang

6
selanjutnya mengarah pada perubahan-perubahan lain (Gbr. 1). Pneumonia
viral, yaitu pneumonia yang disebabkan oleh virus biasanya bersifat ringan
dan self-limited tetapi dapat membuat tahap untuk infeksi sekunder bakteri
dengan memberikan suatu lingkungan yang ideal untuk pertumbuhan bakteri
dan dengan merusak sel-sel epitel bersilia, yang normalnya mencegah
masuknya patogen ke jalan napas bagian bawah.

Aspirasi S Pneumoniae

Respon Inflamasi : penarikan neutrofil; pelepasan mediator kimiawi;


akumulasi eksudat fibrinosa, sel-sel darah merah, dan bakteri

Infitrat leukosit
Hepatisasi merah dan Hepatisasi abu-abu dan deposisi
(neutrofil dan makrofag)
konsolidasi parenkim paru fibrin pd permukaan pleural;
fagositosis dlm alveoli

Resolusi infeksi : Makrofag dlm alveoli


menelan dan membuang neutrofil yang
berdegenerasi, fibrin, dan bakteri

Gbr. 1 Proses patofisiologi pneumonia bakterialis

7
6. Pathway

8
7. Pemeriksaan penunjang
Umumnya pemeriksaan yang sering dilakukan
a. Rontgen dada untuk memastikan konsolidasi dan distribusi paru, efusi
pleura
b. Pemeriksaan sputum untuk kultur dan sensitivitas
c. Pemeriksaan analisis gas darah (AGD)
d. Hematologi; hitung sel darah putih (SDP) untuk pneumonia bakterialis
dan aglutinin dingin dan fiksai komplemen untuk pemeriksaan virus
e. Torasensis untuk mendapatkan spesimen cairan pleura bila terdapat efusi
pleural.

8. Komplikasi
Perhimpunan dokter paru indonesia, komplikasi pneumonia yaitu :
a. Efusi pleura
Peradangan pada pleura yaitu 2 lapis selaput yang berada diantara paru-
paru dan rongga dada.
b. Emfiema
c. Abses paru
Ruang penuh nanah yang tumbuh di jaringan paru-paru. Indikasinya batuk
dengan dahak berbau tidak sedap dan pembengkakan jari tangan serta
kaki.
d. Gagal nafas
e. Sepsis
Kondisi dimana sistem kekebalan tubuh bekerja secara berlebihan dan
memicu terjadinya reaksi negatif diseluruh tubuh. Misalnya, inflamasi dan
penggumpalan darah.

9
9. Penatalaksanaan/pengobatan
Pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi tapi karena
hal itu perlu waktu dan pasien pneumonia diberikan terapi secepatnya :
a. Penicillin G: untuk infeksi pneumonia staphylococcus.
b. Amantadine, rimantadine: untuk infeksi pneumonia virus
c. Eritromisin, tetrasiklin, derivat tetrasiklin: untuk infeksi pneumonia
mikroplasma.
d. Menganjurkan untuk tirah baring sampai infeksi menunjukkan tanda-
tanda.
e. Pemberian oksigen jika terjadi hipoksemia.
f. Bila terjadi gagal nafas, diberikan nutrisi dengan kalori yang cukup.

Klien pneumonia berada dalam keadaan dispnea dan sianosis karena


adanya radang paru dan banyaknya lendir didalam bronkus atau paru. Agar
klien dapat bernafas secara lancar, lendir tersebut harus dikeluarkan dan untuk
memenuhi kebutuhan oksigen perlu dibantu dengan memberikan O2 secara
rumat.
Pada bayi dapat dilakukan :
a. Barungkan dengan letak kepala ekstensi dengan memberikan ganjalan
dibawah bahu.
b. Bukalah pakaian yang ketat
c. Isaplah lendir dengan berikan oksigen yaitu saat terlihat lendir didalam
mulut
d. Perhatikan dengan cermat pemberian infus, apakah infus lancar
e. Untuk mencegah dehidrasi dan kekurangan kalori dipasang infus dengan
cairan glukosa 5% dan NaCl 0,9% dalam perbandingan 3:1 ditambahkan
KCL 10 mEq/500 ml/botol infus.
Pada bayi yang masih minum ASI, bila tidak terlalu susak ia boleh
menetek selain memperoleh infus. Beritahu ibunya agar pada waktu bayi

10
menetek puting susunya harus seringdikeluarkan untuk memberikan
kesempatan bayi bernafas.

11
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identifikasi : Nama, usia, alamat, TTL, agama, dll yang berhubungan
dengan pasien.
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama : biasanya mengeluh sesak nafas
2) Riwayat kesehatan sekarang
Didahului oleh infeksi saluran pernapasan atas selama beberapa hari,
kemudian mendadak timbul panas tinggi, sakit kepala/dada, kadang-
kadang pada anak kecil dan bayi dapat timbul kejang, distensi
abdomen, timbul batuk, sesak, nafsu makan menurun.
3) Riwayat kesehatan dahulu
Anak sering menderita penyakit saluran pernapasan atas, predileksi
penyakit saluran pernafasan lain seperti ISPA, influenza sering terjadi
dalam rentang waktu 3-14 hari sebelum diketahui adanya penyakit
Pneumonia. Penyakit paru, jantung serta kelainan organ vital bawaan
dapat memperberat klinis klien.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Tempat tinggal: Lingkungan dengan sanitasi buruk beresiko lebih
besar

c. Riwayat bio-psiko-sosial-spiritual
1) Pola pernafasan
Pasien dengan pneumonia biasanya mengalami sesak nafas,
pernafasan cepat dan nafas pendek serta pernafasan cuping hidung.
Biasanya penderita pneumonia terdapat suara tambahan ronchi atau
wheezing pada saat inspirasi ataupun ekspirasi.

12
2) Pola nutrisi
Pasien bisanya kehilangan nafsu makan dikarenakan batuk dan
sesaknya, itu yang dapat menyebabkan kurangnya nutrisi sesuai
kebutuhan.
3) Pola eliminasi
Biasanya eliminasi pasien terganggu karena adanya perubahan pola
nutrisi, intake yang kurang dan bisa menimbulkan diare.
4) Pola istirahat-tidur
Pasien dengan pneumonia, pola istirahat tidurnya terganggu
diakibatkan sesak yang dialami dan ketidaknyamanan jika timbul
nyeri.
5) Pola aktivitas
Aktivitas yang dilakukan pada pasien dengan pneumonia sangat
terbatas karena gejala sesak yang dialami yang tidak memungkinkan
untuk terlalu beraktivitas, biasanya dibantu keluarga.
6) Riwayat psiko-sosial
Berhubungan dengan siapa yang merawat klien, berhubungan dengan
pneumoni. Berhubungan dengan pola konsep diri, kognitif, pola
koping, harga diri, dll.
7) Riwayat spiritual
Berhubungan dengan keyakinan pasien, kegiatan ibadah dan ketaatan
ibadah pasien.

d. Pemeriksaan fisik
a. Data Fokus
Inspeksi : Adanya sesak napas, dyspnea, Sianosis sirkumoral -
Distensi abdomen Batuk : Non produktif Sampai produktif, nyeri dada
Perkusi : Suara redup pada paru yang sakit
Auskultasi : Ronkhi halus, Ronkhi basah, Tachicardia.

13
b. Body sistem
1) Sistem Pulmonal
Subyektif : sesak nafas, dada tertekan, cengeng
Obyektif : Pernafasan cuping hidung, hiperventilasi, batuk
(produktif/ nonproduktif), sputum banyak, penggunaan otot bantu
pernafasan, pernafasan diafragma dan perut meningkat, Laju
pernafasan meningkat, terdengar stridor, ronchii pada lapang paru,
2) Sistem kardiovaskuler
Subyektif : sakit kepala
Obyektif : Denyut nadi meningkat, pembuluh darah vasokontriksi,
kualitas darah menurun.
3) Sistem neurosensori
Subyektif : gelisah, penurunan kesadaran, kejang
Obyektif : GCS menurun, refleks menurun/normal, letargi
4) Sistem pencernaan
Subyektif : mual, kadang muntah
Obyektif : konsistensi feses normal/diare.
5) Sistem muskuloskeletal
Subyektif : lemah, cepat lelah
Obyektif : tonus otot menurun, nyeri otot/normal, retraksi paru dan
penggunaan otot aksesoris pernafasan.
6) Sistem integumen
Obyektif : kulit pucat, cyanosis, turgor menurun (akibat dehidrasi
sekunder), banyak keringat, suhu kulit meningkat, kemerahan.

2. Diagnosa keperawatan
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
b. Resiko kekurangan volume cairan
c. Resiko tinggi nutrisi kurang dari kebutuhan

14
3. Intervensi keperawatan
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas, berhubungan dengan :
- Infeksi, disfungsi neuromuskular, hipeplasia dinding bromkus, alergi
jalan nafas, asma, trauma.
- Obstruksi jalan nafas : spasme jalan nafas, sekresi tertahan, banyaknya
mukus, adanya jalan nafas buatan, adanya eksudet di alveoli, adanya
benda asing di jalan nafas.
Tujuan dan kriteria hasil :
NOC :
- Respiratory status : ventilation
- Respiratori status : airway patency
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam pasien menunjukkan
keefektifan jalan nafas dibuktikan dengan kriteria hasil :
- Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak
ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, bernafas
dengan mudah, tidak ada pursed lips)
- Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irma
nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal
- Mampu mengidentifikasi dan mencegah faktor penyebab
- Saturasi O2 dalam batas normal
- Foto thoraks dalam batas normal
Intervensi :
1) Patikan kebutuhan oral/tracheal
2) Berikan oksigen sesuai indikasi
3) Anjurkan pasien untuk istirahat dan nafas dalam
4) Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
5) Lakukan fisio terapi dada jika perlu
6) Keluarkan sekret dengan batuk atau suction

15
7) Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
8) Berikan antibiotik
9) Monitor respirasi dan status O2
10) Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang penggunaan peralatan : O2,
suction, inhalasi.

b. Resiko tinggi kekurangan cairan berhubugan dengan :


- Kehilangan volume cairan secara aktif
- Kegagalan mekanisme pengaturan
Tujuan dan kriteria hasil :
NOC
- Fluid balance
- Hydration
- Nutritional status : food and fluid intake
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam defisit cairan volume
teratasi dengan kriteria hasil :
1) Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urin
normal
2) Tekanan darah, nadi sushu tubuh dalam batas normal
3) Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas turgor kulit baik, membran
mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan
4) Orientasi terhadap waktu dan tempat baik
5) Jumlah dan irama pernafasan dalam batas normal
6) Elektrolit, hb, hmt dalam batas normal
7) pH urin dalam batas normal
8) intake oral dan intravena adekuat
Intervensi :
NIC
1) pertahankan catatan intake dan output yang adekuat

16
2) monitor status hidrasi (kelembaban membran mukosa, nadi adekuat,
tekanan darah ortostatik), jika diperlukan
3) monitor hasil lab yang sesuai dengan retensi cairan (BUN, Hmt,
osmolalitas, urin, albumin, total protein).
4) Monitor vitas sign setiap 15 menit-1 jam
5) Kolaorasi pemberian cairan IV
6) Monitor status nutrisi
7) Berikan cairan oral
8) Berikan pengganti nasogatrik sesuai output (50-100cc/jam)
9) Dorong keluarga untuk membantu pasien makan
10) Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul memburuk
11) Atur kemungkinan transfusi
12) Monitor intake dan urin output setiap 8 jam

c. Resiko tinggi nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan :


- Ketidakmampuan untuk memasukkan atau mencerna nutrisi oleh
karena faktor biologis, psikologis maupun ekonomi.
Tujuan dan kriteria hasil :
NOC
- Nutritional status : adequacy of nutrient
- Nutritional status : food and fluid intake
- Weight control
Setelah dilakukan tindakan keperawatan nutrisi kurang teratasi dengan
indikator :
1) Albumin serum
2) Pre albumin serum
3) Hematokrik
4) Hemoglobin
5) Total iron binding kapacity
6) Jumlah limfosit

17
Intervensi :
1) Kaji adanya alergi makanan
2) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan
nutrisi yang dibutuhkan pasien
3) Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
4) Monitor adanya penurunan BB dan gula darah
5) Monitor lingkungan selama makan
6) Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan
7) Monitor turgor kulit
8) Monitor kekeringan, rambut kusam, total protein, Hb, dan kadar Ht
9) Monitor mual dan muntah
10) Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva
11) Monitor intake nutrisi
12) Informaksikan pada klien dan keluar manfaat nutrisi
13) Kolaborasi dengan dokter tentang kebutuhan suplemen makanan
seperti NGT/TPN sehingga intake cairan yang adekuat dapat
dipertahankan
14) Atur posisi semi fowler atau fowler tinggi selama makan
15) Anjurkan banyak minum
16) Kelola pemberian anti emetik
17) Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah dan cavitas
oval

4. Implementasi Keperawatan
Pada tahap pelaksanaan merupakan kelanjutan dari rencana keperawatan
yang telah ditetapkan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan klien secara
optimal, pelaksanaan adalah wujud dari tujuan keperawatan pada tahap
perencanaan.

18
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap dimana proses keperawaatan menyangkut
pengumpulan data obyektif dan subyektif yang dapat menunjukkan masalah
apa yang terselesaikan, apa yang perlu dikaji dan direncanakan, dilaksanakan
dan dinilai apakah tujuan keperawatan telah tercapai atau belum, sebagian
tercapai atau timbul masalah baru.

19
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pneumonia adalah peradangan pada paru-.paru dan bronkiolus yang
disebabkan oleh bakteri, jamur, virus, atau aspirasi karena makanan atau benda
asing. Pneumonia adalah infeksi pada parenkim paru, biasanya berhubungan
dengan pengisian cairan didalam alveoli hal ini terjadi akibat adanya infeksi
agen/infeksius atau adanya kondisi yang mengganggu tekanan saluran
trakheabronkialis

20

Anda mungkin juga menyukai