Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH (KMB)

PPOK (PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK)

OLEH :
KELOMPOK IV
1. CKRISTY DIANA DARMAYANI
2. DIYAH AHADYATUNNISA
3. IWAN SUSANTO
4. I MADE MARGITA PRATAMA
5. IWAN SUSANTO
6. MARIA ULFA HANDAYANI

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESETAHAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN JENJANG S1
MATARAM
2017/2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang
“PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK)” ini dengan baik,
meskipun banyak kekurangan didalamnya.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membaca
dan dapat mengetahui tentang makalah. Makalah ini mungkin kurang sempurna,
untuk itu kami mengharap kritik dan saran untuk penyempurnaan makalah ini,
mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.

Mataram, 01 Oktober 2018

Penyusun
Kelompok IV

ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar............................................................................................... i
Daftar Isi........................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.............................................................................. 2
C. Tujuan ............................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi .............................................................................................. 3
B. Etiologi............................................................................................... 3
C. Klasifikasi……….....………………………………… .................... 5
D. Manifestasi Klinis.............................................................................. 7
E. Patofisiologi....................................................................................... 7
F. WOC.................................................................................................. 9
G. Pemeriksaan Penunjang………………………………..................... 9
H. Komplikasi……................................................................................. 11
I. Penatalaksanaan................................................................................. 12
BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian.......................................................................................... 13
B. Diagnosa ............................................................................................ 17
C. Intervensi............................................................................................ 18
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) atau Chronic Obstruktive
Pulmonary Disease (COPD) merupakan penyakit paru-paru yang
berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran
udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Beberapa penyakit yang
lazim terjadi adalah emfisema, bronkitis kronis, asma. Udara harus dapat
masuk dan keluar dari paru-paru untuk memenuhi kebutuhan tubuh.
Ketika aliran udara ke arah luar paru-paru terhambat, udara akan
terperangkap didalam paru-paru. Hal ini akan mempersulit paru-paru
untuk mendapatkan oksigen yang cukup bagi bagian tubuh lainnya.
Emfisema dan bronkitis kronis menyebabkan proses inflamasi
yang berlebihan dan pada akhinya menimbulkan kelainan pada struktur
paru-paru, sehingga aliran udara terhambat secara permanen (itulah
sebabnya disebut “bronkitis kronis”). Sebuah studi baru menunjukan
bahwa orang dewasa penderita asma berpeluang 12 kali lebih besar untuk
mengalami PPOK daripada orang yang tidak mengalami kondisi tersebut.
PPOK ditandai oleh pertambahan neutrofil, makrofag, dan T-limfosit
(khususnya CD+) di sejumlah bagian paru-paru, dan berikatan dengan
tingkat hambatan aliran udara. Mungkin terjadi peningkatan eosinofil pada
beberapa pasien, khususnya jika terjadi pembukukan penyakit, sel-sel
inflamasi ini mampu melepaskan sejumlah sitokin dan mediator inflamasi,
terutama leukotrien 4, interleukin-8, dan tumor necrosis factor-α. Pola
inflamasi ini sangat berbeda dari pola yang terlihat pada penderita.
Maka dari itu, penulis mengangkat kasus ini dalam asuhan
keperawatan yang berjudul “ Asuhan Keperawatan Pada Pasien PPOK”.
Karena penyakit ini memerlukan pengobatan dan perawatan yang optimal
dan komprehensiv mulai serangan awal penyakit sampai dengan
perawatan di rumah sakit. Dan yang lebih penting adalah perawatan untuk
memberikan pengetahuan dan pendidikan kepada pasien dan keluarga

1
tentang perawatan dan pencegahan seragan berulang pada pasien PPOK di
rumah.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian dari Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK)?
2. Bagaimana etiologi, klasifikasi, manifestasi klinis, patofisiologi, dan
WOC dari Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) ?
3. Bagaimanakah pemeriksaan penunjang dari Penyakit Paru Obstruktif
Kronis (PPOK) ?
4. Apa sajakah komplikasi dari Penyakit Paru Obstruktif Kronis
(PPOK) ?
5. Bagaimana penatalaksanaan dari Penyakit Paru Obstruktif Kronis
(PPOK) ?
C. TUJUAN
Makalah ini di buat dengan  tujuan agar mahasiswa, tenaga kesehatan atau
tenaga medis dapat memahami tentang Penyakit Paru Obstrukif Kronis
(PPOK).

2
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. DEFINISI
1. PPOK adalah penyakit paru kronik dengan karakteristik adanya hambatan
aliran udara di saluran napas yang bersifat progresif nonreversibel atau
reversibel parsial, serta adanya respons inflamasi paru terhadap partikel atau
gas yang berbahaya (Gold, 2009).
2. PPOK/COPD (CRONIC OBSTRUCTION PULMONARYDISEASE)
merupakan istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru
yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap
aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya (Price, Sylvia
Anderson : 2005)
3. PPOK merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok
penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan
resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya.
Ketiga penyakit yang membentuk satu kesatuan yang dikenal dengan
COPDadalah : Bronchitis kronis, emfisema paru-paru
dan asthma bronchiale (S Meltzer, 2001)
4. PPOK adalah merupakan kondisi ireversibel yang berkaitan
dengan dispnea saat aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar
udara paru-paru (Bruner & Suddarth, 2002)
5. PPOK  merupakan obstruksi saluran pernafasan yang progresif dan
ireversibel, terjadi bersamaan bronkitis kronik, emfisema atau kedua-
duanya (Snider, 2003).

B. ETIOLOGI
Etiologi penyakit ini yang sering ditemukan meliputi:
a. Kebiasaan merokok
Hampir semua perokok menyadari bahwa merokok merupakan
kebiasaan yang salah. Namun sebagaian besar perokok tidak mampu
menghilangkan kebiasaan ini. Resiko mengalami serangan jantung 2
kali lebih besar bagi prokok berat atau yang merokok 20 batang atau

3
lebih dalam sehari. Bahkan, resiko menghadapi kematian mendadak 5
kali lebih besar dari pada orang yang tidak merokok sama sekali.
Namun bagi mereka yang dapat berhenti merokok sama sekali, resiko
ini dapat berkurang hampir sama yang tidak merokok. Sejumlah kecil
nikotin dalam rokok adalah racun bagi tubuh. Nikotin yang terserap
dalam setiap hisapan rokok memang tidak mematikan, tetapi tetap
membahayakan jantung. Terjadi pengerasan pembuluh nadi serta
mengacaukan irama jantung.

b. ISPA
Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). Penyebab penyakit ini
dapat berupa bakteri, virus dan berbagai mikroba lain. Gejala utama
dapat berupa batuk dan demam, kalau berat, dapat disertai sesak napas
dan nyeri dada. Penanganan penyakit ini dapat dilakukan dengan
istirahat, pengobatan simtomatis sesuai gejala atau pengobatan kausal
untuk mengatasi penyebab, peningkatan daya tahan tubuh dan
pencegahan penularan kepada orang sekitar, antara lain dengan
menutup mulut ketika batuk, tidak meludah sembarang. Faktor
berkumpulnya banyak orang misalnya di tempat pengungsian tempat
korban banjir, juga berperan dalam penularan ISPA.
Penyakit kulit juga hampir selalu di alami, terutama yang sering
tergenang banjir. Penyakit ini bisa berupa infeksi, alergi, atau bentuki
lain. Pada musim banjir, maka masala utamanya adalah kebersihan
yang tidak terjaga baik. Seperti ISPA, maka faktor berkumpulnya
banyak orang berperan dalam penularan infeksi kulit. Penyakit saluran
cerna lain, adalah demam tifoid, yang juga terkait dengan faktor
kebersihan makanan. Upaya untuk mengatasi tentu saja dengan
menjaga kebersihan diri dan lingkungan
c. Polusi udara
Emisi kendaraan bermontor
Selama ini orang banyak menduga bahwa andil terbesar dari
pencemaran udara kota berasal dari industri. Jarang di sadari, bahwa

4
justru yang mempunyai andil sangat besar adalah gas dan partikel yang
di emifisikan ( dikeluarkan ) oleh kendaraan bermontor. Padahal
kendaraan bermontor jumlahnya semakin bertambah besar.
Di kota-kota besar, konstrikbusi gas buang kendaraan bermontor
sebagai sumber pencemaran udara mencapai 60 – 70%. Padahal,
konstribusi gas buah dari cerobong asap industri hanya berpisah 10-
15%, sedangkan sisannya dari sumber pembakaran lain, misalnya dari
rumah tangga, pembakaran sampah, kebakaran hutan, dll
Sebenarnya banyak polutan udara yang perlu di waspadai, tetapi
WHO ( word helalth organization) menetapkan beberapa jenis polutan
yang di anggap serius. Polutan udara yang berbahaya bagi kesehatan
manusia, hewan, serta mudah merusak harta benda adalah partikulat
yang mengandung partikel
( asap dan jelaga ), hidrokarbon, sulfur di oksida, dan nitrogen oksida.
Kesemuanya di emisikan oleh kendaraan bermontor.
WHO memperkirakan bahwa 70% penduduk kota di dunia pernah
menghirup udara kotor akibat emisi kendaraan bermontor, se3dangkan
10% sisannya menghirup udara yang bersifat” marjinal”. Akibat
menghirup udara yang tidak bersih ini lebih fatal pada bayi dan anak-
anak. Demikian pula pada orang dewasa yang beresiko tinggi,
misalnya wanita hamil, usia lanjut, serta orang yang telah memiliki
riwayat penyakit paru dan saluran pernapasan menaun. Celakanya,
para penderita maupun kelurganya tidak menyadari bahwa berbagai
akibat negatif tersebut berasal dari pencemaran udara akibat emisi
kendaraan bermontor semakin memperhatinkan.

C. KLASIFIKASI
Klasifikasi dari penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) yaitu:
a. Bronkitis kronis
Bronkitis akut adalah radang mendadak pada bronkus yang biasanya
mengenai trakea dan laring, sehingga sering disebut juga dengan
laringotrakeobronkitis. Radang ini dapat timbul sebagai kelainan jalan

5
napas tersendiri atau sebagai bagian dari penyakit sistemik, misalnya
morbili, pertusis, difteri, dan tipus abdominalis. Istilah bronkitis kronis
menunjukan kelainan pada bronkus yang sifatnya menahun(berlangsung
lama) dan disebabkan berabagai faktor, baik yang berasal dari luar bronkus
maupun dari bronkus itu sendiri. Bronkitis kronis merupakan keadaan
yang berkaitan dengan produksi mukus trakeobronkial yang berlebihan,
sehingga cukup untuk menimbulkan batuk dan ekspektorasi sedikitnya 3
bulan dalam setahun dan paling sedikit 2 tahun secara berturut-turut.
b. Emfisema Paru
Menurut WHO, emfisema merupakan gangguan pengembangan paru
yang ditandai dengan pelebaran ruang di dalam paru-paru disertai
destruktif jaringan. Sesuai dengan definisi tersebut, jika ditemukan
kelainan berupa pelebaran ruang udara(alveolus) tanpa disertai adanya
destruktif jaringan maka keadaan ini sebenarnya tidak termasuk emfisema,
melainkan hanya sebagai overinflation. Sebagai salah satu bentuk penyakit
paru obstruktif menahun, emfisema merupakan pelebaran asinus yang
abnormal, permanen, dan disertai destruktif dinding alveoli paru.
Obstruktif pada emfisema lebih disebabkan oleh perubahan jaringan
daripada produksi mukus, seperti yang terjadi pada asma bronkitis kronis.
c. Asma bronkial
Asma adalah suatu gangguan pada saluran bronkial yang
mempunyai ciri bronkospasme periodik(kontraksi spasme pasa saluran
napas) terutama pada percabangan trakeonronkial yang dapat diakibatkan
oleh berbagai stimulus seperti oleh faktor biokemial, endokrin, infeksi,
otonomik, dan psikologi. Asma didefinisakn sebagai suatu penyakit
inflamasi kronis di saluran pernapasan, dimana terdapat banyak sel-sel
induk, eosinofil, T-limfosit, neutrofil, dan sel-sel epitel. Pada individu
rentan, inflamasi ini menyebabkan episode wheezing, sulit bernapas, dada
sesak, dan batuk secara berulang, khususnya pada malam hari dan di pagi
hari.

D. MANIFESTASI KLINIS

6
Tanda dan gejala PPOK dapat mencakup:
a. Penurunan kemampuan melakukan aktivitas fisik atau pekerjaan yang
cukup berat dan keadaan ini terjadi Karena penurunan cadangan paru
b. Batuk produktif akibat stimulasi reflex batuk oleh mucus
c. Dispenea pada aktivitas fisik ringan
d. Infeksi saluran nafas yang sering terjadi
e. Hipoksemia intermiten atau kontinu
f. Hasil tes faal paru yang menunjukkan kelainan yang nyata
g. Deformitas toraks

E. PATOFISIOLOGI
Saluran napas dan paru berfungsi untuk proses respirasi yaitu pengambilan
oksigen untuk keperluan metabolisme dan pengeluaran karbondioksida dan air
sebagai hasil metabolisme. Proses ini terdiri dari tiga tahap, yaitu ventilasi,
difusi dan perfusi. Ventilasi adalah proses masuk dan keluarnya udara dari
dalam paru. Difusi adalah peristiwa pertukaran gas antara alveolus dan
pembuluh darah, sedangkan perfusi adalah distribusi darah yang sudah
teroksigenasi. Gangguan ventilasi terdiri dari gangguan restriksi yaitu
gangguan pengembangan paru serta gangguan obstruksi berupa perlambatan
aliran udara di saluran napas. Parameter yang sering dipakai untuk melihat
gangguan restriksi adalah kapasitas vital (KV), sedangkan untuk gangguan
obstruksi digunakan parameter volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1),
dan rasio volume ekspirasi paksa detik pertama terhadap kapasitas vital paksa
(VEP1/KVP) (Sherwood, 2001).
Faktor risiko utama dari PPOK adalah merokok. Komponen-
komponen asap rokok merangsang perubahan pada sel-sel penghasil mukus
bronkus. Selain itu, silia yang melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau
disfungsional serta metaplasia. Perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil
mukus dan silia ini mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan
menyebabkan penumpukan mukus kental dalam jumlah besar dan sulit
dikeluarkan dari saluran napas. Mukus berfungsi sebagai tempat persemaian
mikroorganisme penyebab infeksi dan menjadi sangat purulen. Timbul

7
peradangan yang menyebabkan edema jaringan. Proses ventilasi terutama
ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang
memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang kental dan adanya
peradangan (GOLD, 2009).
Komponen-komponen asap rokok juga merangsang terjadinya peradangan
kronik pada paru.Mediator-mediator peradangan secara progresif merusak
struktur-struktur penunjang di paru. Akibat hilangnya elastisitas saluran udara
dan kolapsnya alveolus, maka ventilasi berkurang. Saluran udara kolaps
terutama pada ekspirasi karena ekspirasi normal terjadi akibat pengempisan
(recoil) paru secara pasif setelah inspirasi. Dengan demikian, apabila tidak
terjadi recoil pasif, maka udara akan terperangkap di dalam paru dan saluran
udara kolaps (GOLD, 2009).
Berbeda dengan asma yang memiliki sel inflamasi predominan berupa
eosinofil, komposisi seluler pada inflamasi saluran napas pada PPOK
predominan dimediasi oleh neutrofil. Asap rokok menginduksi makrofag
untuk melepaskan Neutrophil Chemotactic Factors dan elastase, yang tidak
diimbangi dengan antiprotease, sehingga terjadi kerusakan jaringan
(Kamangar, 2010). Selama eksaserbasi akut, terjadi perburukan pertukaran gas
dengan adanya ketidakseimbangan ventilasi perfusi. Kelainan ventilasi
berhubungan dengan adanya inflamasi jalan napas, edema, bronkokonstriksi,
dan hipersekresi mukus.Kelainan perfusi berhubungan dengan konstriksi
hipoksik pada arteriol (Chojnowski, 2003).

F. WOC

8
Peningkatan
kerja otot

Ketidakseimbangan Ketidakefetifan pola nafas


nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan radiologi
a. Pada bronchitis kronik secara radiologis ada beberapa hal yang perlu :
1) Tubular shadows atau farm lines terlihat bayangan garis-garis yang
parallel, keluar dari hilus menuju apeks paru. Bayangan tersebut adalah
bayangan bronkus yang menebal.
2) Corak paru yang bertambah

b. Pada emfisema paru terdapat 2 bentuk kelainan foto dada yaitu:

9
1) Gambaran defisiensi arteri, terjadi overinflasi, pulmonary
oligoemia dan bula. Keadaan ini lebih sering terdapat pada
emfisema panlobular dan pink puffer.
2) Corakan paru yang bertambah.
3) Pemeriksaan faal paru
Pada bronchitis kronik terdapat VEP1 dan KV yang menurun, VR yang
bertambah dan KTP yang normal. Pada emfisema paru terdapat penurunan
VEP1, KV, dan KAEM (kecepatan arum ekspirasi maksimal) atau MEFR
(maximal expiratory flow rate), kenaikan KRF dan VR, sedangkan KTP
bertambah atau normal. Keadaan diatas lebih jelas pada stadium lanjut,
sedang pada stadium dini perubahan hanya pada saluran napas kecil (small
airways). Pada emfisema kapasitas difusi menurun karena permukaan
alveoli untuk difusi berkurang.
2. Analisis gas darah
Pada bronchitis PaCO2 naik, saturasi hemoglobin menurun, timbul
sianosis, terjadi vasokonstriksi vaskuler paru dan penambahan
eritropoesis. Hipoksia yang kronik merangsang pembentukan eritropoetin
sehingga menimbulkan polisitemia. Pada kondisi umur 55-60 tahun
polisitemia menyebabkan jantung kanan harus bekerja lebih berat dan
merupakan salah satu penyebab payah jantung kanan.
3. Pemeriksaan EKG
Kelainan yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila sudah
terdapat kor pulmonal terdapat deviasi aksis kekanan dan P pulmonal pada
hantaran II, III, dan aVF. Voltase QRS rendah Di V1 rasio R/S lebih dari 1
dan V6 rasio R/S kurang dari satu.
4. Kultur sputum, untuk mengetahui petogen penyebab infeksi.
5. Laboratorium darah lengkap

H. KOMPLIKASI

10
Komplikasi yang terjadi pada Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK)
a. Hipoksemia
Hipoksemia didefinisikan sebagai penurunan nialai Pa02 < 55
mmHg, dengan nilai saturasi oksigen < 85%. Pada awalnya klien akan
mengalmi perubahan mood, penurunan konsentrasi, dan menjadi
pelupa. Pada tahap lajut akan timbul sianosis
b. Asidosis Respiratori
Rimbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2(hiperkapnea). Tanda
yang muncul antara lain nyeri kepala,fatigue,letargi,dizzines,dan
takipnea.
c. Infeksi Respirator
Infeksi pernapasan akut disebabkan karena peningkatan produksi
mukus dan rangsangan otot polos bronkial serta edema mukosa.
Terbatasnya aliran udara akan menyebabkan peningkatan kerja napas
dan timbulnya dispnea.
d. Gagal Jantung
Terutama kor pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit
paru), harus diobservasi terutama pada klien dengan dispnea berat.
Komplikasi ini sering kali berhubungan dengan bronkitis kronis, tetapi
klien dengan emfisema berat juga dapat mengalami masalah ini.
e. Kardiak Disritmia
Timbul karena hipoksemia, penyakit jantung lain, efek obat atau
asidosis respirator

f. Status Asmatikus
Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan asma
bronkial. Penyakit ini sangat berat, potensial mengancam kehidupan,
dan sering kali tidak berespons terhadap terapi yang biasa diberikan.
Penggunan otot bantu pernapasan dan distensi vena leher sering kali
terlihat pada klien dengan asma.

I. PENATALAKSANAAN

11
Penatalaksanaan utama adalah meningkatkan kualitas hidup, memperlambat
perkembangan proses penyakit, dan mengobati obstruksi saluran napas agar
tidak terjadi hipoksia.pendekatan terapi mencakup :
1. Pemberian terapi untuk meningkatkan ventilasi dan menurunkan kerja
napas.
2. Mencegah dan mengobati infeksi.
3. Teknik terapi fisik untuk memperbaiki dan meningkatkan ventilasi
paru.
4. Memelihara kondisi lingkungan yang memungkinkan untuk
memfasilitasi pernapasan yang adekuat.
5. Dukungan psikologis
6. Edukasi dan rehabilitasi klien.
Jenis obat yang diberikan:
1. Bronkodilators.
2. Terapi aerosol.
3. Terapi infeksi.
4. Kortikostiroid.
5. Oksigenasi.

BAB III

12
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Biodata
Penyakit PPOK (Asma bronkial) terjadi dapat menyerang seagala usia
tetapi lebih sering di jumpai pada usia dini. Separuh kasus timbul
sebelum usia 10 tahun dan sepertiga kasus lainnya terjadi sebelum usia
40 tahun. Predisposisi laki-laki dan perempuan di usia dini sebesar 2:1
yang kemudian sama pada usia 30 tahun.
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
Keluhan utama yang timbul pada klien dengan sama bronkial
adalah dispnea (bias sampai berhari-hari atau berbulan-
bulan),batuk,dan mengi (pada beberapa kasus lebih banyak
paroksismal).
b. Riwayat kesehatan dahulu
Terdapat data yang menyatakan adanya faktor predisposisi
timbulnya penyakit ini, di antaranya adalah riwyat alergi dan
riwayat penyakit saluran napas bagian bawah ( rhinitis, urtikaria, dan
eksim).
c. Riwayat kesehatan keluarga
Klien dengan asma bronkial sering kali di dapatkan adanya riwayat
penyaakit keturunan, tetapi pada beberapa klien lainnya tidak di
temukan adanya penyakit yang sama pada anggota keluarganya.
d. Pola Fungsi Kesehatan
a) Persepsi terhadap kesehatan
Adanya tindakan penatalaksanaan kesehatan di RS akan
menimbulkan perubahan terhadap pemeliharaan kesehatan.

b) Pola aktivitas dan latihan


Pola aktivitas perlu dikaji karena pada klien dengan Bronkhitis
mengalami keletihan, dan kelemahan dalam melakukan
aktivitas gangguan karena adanya dispnea yang dialami.

13
c) Pola istirahat dan tidur
Gangguan yang terjadi pada pasien dengan Bronkhitis salah
satunya adalah gangguan pola tidur, pasien diharuskan tidur
dalam posisi semi fowler.Sedangkan pada pola istirahat pasien
diharuskan untuk istirahat karena untuk mengurangi adanya
sesak yang disebabkan oleh aktivitas yang berlebih.

d) Pola nutrisi-metabolik.
Adanya penurunan nafsu makan yang disertai adanya mual
muntah pada pasien dengan Bronkhitis akan mempengaruhi
asupan nutrisi pada tubuh yang berakibat adanya penurunan
BB dan penurunan massa otot.

e) Pola eliminasi.
Pada pola eliminasi perlu dikaji adanya perubahan ataupun
gangguan pada kebiasaan BAB dan BAK.

f) Pola hubungan dengan orang lain.


Akibat dari proses inflamasi tersebut secara langsung akan
mempengaruhi hubungan baik intrapersonal maupun
interpersonal.

g) Pola persepsi dan konsep diri.


Akan terjadi perubahan jika pasien tidak memahami cara yang
efektif untuk mengatasi masalah kesehatannya dan konsep diri
yang meliputi (Body Image, identitas diri, Peran diri, ideal diri,
dan harga diri).

h) Pola reproduksi dan seksual.


Pada pola reproduksi dan seksual pada pasien yang sudah
menikah akan mengalami perubahan.

14
i) Pola mekanisme koping.
Masalah timbul jika pasien tidak efektif dalam mengatasi
masalah kesehatannya, termasuk dalam memutuskan untuk
menjalani pengobatan yang intensif.
j) Pola nilai dan kepercayaan.
Adanya kecemasan dalam sisi spiritual akan menyebabkan
masalah yang baru yang ditimbulkan akibat dari ketakutan
akan kematian dan akan mengganggu kebiasaan ibadahnya.

3. Pemeriksaan fisik
a. Paru-paru :
Adanya sesak, retraksi dada, auskultasi adanya bunyi ronchi,
hipersonor atau bunyi tambahan lain. tetapi pada kasus berat
bisa didapatkan komplikasi yaitu adanya pneumonia.
b. Kardiovaskuler :
TD menurun, diaforesis terjadi pada minggu pertama, kulit pucat,
akral dingin, penurunan curah jantung dengan adanya bradikardi,
kadang terjadi anemia, nyeri dada.
c. Neuromuskular :
Perlu diwaspadai kesadaran dari composmentis ke apatis,somnolen
hingga koma pada pemeriksaan GCS, adanya kelemahan anggota
badan dan terganggunya aktivitas.
d.  Perkemihan :
Pada pasien dengan bronkhitis kaji adanya gangguan eliminasi
seperti retensi urine ataupun inkontinensia urine.
e. Pencernaan
Inspeksi : kaji adanya mual,muntah,kembung,adanya distensi
abdomen dan nyeri abdomen,diare atau konstipasi.
Auskultasi : kaji adanya peningkatan bunyi usus.
Perkusi : kaji adanya bunyi tympani abdomen akibat adanya
kembung.

15
Palpasi : kaji adanya hepatomegali, splenomegali, mengidentifikasi
adanya infeksi pada minggu kedua,adanya nyeri tekan pada
abdomen.
f. Bone :
Adanya respon sistemik yang menyebabkan malaise,
adanyasianosis. Integumen turgor kulit menurun, kulit kering.

4. Pengkajian diagnostic COPD


a. Chest X- Ray :dapat menunjukkan hyperinflation paru, flattened
diafragma, peningkatan ruangan udara retrosternal, penurunan
tanda vascular / bullae ( emfisema ), peningkatan suara
bronkovaskular ( bronchitis ), normal ditemukan saat periode remisi
( asma ).
b. Pemeriksaan fungsi paru : dilakukan untuk menentukan
penyebab dispnea, menentukan abnormalitas fungsi tersebut apakah
akibat obstruksi atau restriksi, memperkirakan tingkat disfungsi,
dan mengevaluasi efek dari terapi, misalnya bronkodilator.
c. Total lung capacity (TLC ) : meningkat pada bronkitis berat dan
biasanya pada asma, namun menurun pada emfisema.
d. Kapasitas inspirasi : menurun pada emfisema.
e. FEV1/FVC : rasio tekanan volume ekspirasi ( FEV ) terhadap
tekanan kapasitas vital ( FVC ) menurun pada bronkitis dan asma.
f. Arterial blood gasses (ABGs) : menunjukan prose penyakit
kronis, sering kali PaO2 menurun dan PaCO2 normal atau
meningkatkan ( bronkitis kronis dan emfisema ), terapi sering kali
menurun pada asma, Ph normal atau asidosis, alkalosis respiratori
ringan sekunder terhadap hiperventilasi ( emfisema sedang
atau asma).
g. Bronkogram : dapat menunjukkan dilatasi dari bronki saat
inspirasi, kolabs bronkial pada tekanan ekspirasi( emfisema ),
pembesaran kelenjar mucus( brokitis).

16
h. Darah lengkap : terjadi peningkatan hemoglobin ( emfisema
berat) dan eosinophil (asma).
i. Kimia darah : alpha 1-antitripsin kemungkinan kurang pada
emfisema perimer.

j. Skutum kultur : untuk menentukan adanya infeksi dan


mengidentifikasi pathogen, sedangkan pemeriksaan sitologi
digunakan untuk menentukan penyakit keganasan/ elergi.
k. Electrokardiogram (ECG) : diviasi aksis kanan, glombang P
tinggi ( asma berat), atrial disritmia ( bronkitis), gelombang P pada
leadsII, III, dan AVF panjang, tinggi( pada bronkitis dan
efisema) , dan aksis QRS vertical (emfisema).
l. Exercise ECG , stress test :membantu dalam mengkaji tingkat
disfungsi pernafasan, mengevaluasi keektifan obat bronkodilator, dan
merencanakan/ evaluasi program.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif
2. Gangguan pertukaran gas
3. Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
4. Intoleransi aktifitas b.d ketidakseimbagan antara suplai dan kebutuhan
oksigen.
5. Risiko tinggi penyebaran infeksi yang b.d penyakit kronis

C. INTERVENSI KEPERAWATAN

17
Intervensi dan rasional pada penyakit ini didasarkan pada konsep Nursing
Interventien Classification (NIC) dan Nursing Outcome Classification
(NOC).
Diagnosis Keperawatan Perencanaan
No. (NANDA) Tujuan (NOC) Intervensi (NIC) Rasional
1. Bersihan jalan nafas Status respirasi: a. Manajemen jalan Adanya
tidak efektif kepatenan jalan napas. perubahan
berhubungan dengan nafas dengan skala b. Penurunan fungsi respirasi
 Bronkospasme. (1-5) setelah kecemasan dan penggunaan
 Peningkatan diberikan c. Aspiration otot tambahan
produksi secret (secret perawatan precautions. menandakan
yang bertahan, kental) selama…hari, d. Fisioterapi dada. kondisi penyakit
 Menurunya dengan kriteria: e. Latih batuk yang masih
energi/fatigue  Tidak ada efektif harus
demam f. Terapi oksigen. mendapatkan
Ditandai dengan:  Tidak ada g. Pemberian posisi. penanganan
 Klien mengeluh cemas h. Monitoring penuh.
sulit bernafas.  RR normal respirasi.
 Perubahan  Irama nafas i. Monitoring tanda Ketidakmampua
kedalaman/jumlah napas, normal vital. n mengeluarkan
penggunaan otot bantu  Pergerakan mukus
pernafasan. sputum keluar menjadikan
 Suara nafas dari jalan nafas timbulnya
abnormal seperti  Bebas dari kongesti
wheezing, ronchi, dan suara nafas berlebih pada
cracles. tambahan. saluran
pernapasan .
 Batuk
(presisten)dengan/tanpa
Posisi semi/
produksi sputum.
high fowler
memberikan
kesempatan
paru-paru
berkembang
secara maksimal
akibat diafragma
turun ke bawah.
Batuk efektif
mempermudah
ekspektorasi
mukus.

Klien dalam
kondisi sesak
cenderung untuk
bernapas

18
melalui mulut
yang pada
akhirnya jika
tidak
ditindaklanjuti
akan
mengakibatkan
stomatis.
2. Gangguan pertukaran Status respirasi a. Manajemen asam
gas yang berhubungan pertukaran gas basa tubuh Kelemahan,
dengan: dengan skala….(1- b. Manajemen jalan iritable, bingung
 Kurangnya suplai 5) setelah diberikan napas dan somnolen
oksigen (obstruksi perawatan c. Latihan batuk dapat
jalan napas oleh selama… hari efektif merefleksikan
secret, dengan kriteria : d. Tingkatkan adanya
bronkospasme, air  Status aktivitas hipoksemia/pen
trapping); mental dalam batas e. Terapi oksigen urunan
 Destruksi alveoli normal f. Monitoring oksigenasi
Ditandai dengan  Bernapas respirasi serebral.
 Dyspnea dengan mudah g. Monitoring tanda
 Confusion,lemah;  Tidak ada vital
 Tidak mampu sinosis Mencegah
mengeluarkan  Pao paco kelelahan dan
secret; dalam batas normal mengurangi
 Nilai ABGs  Saturnasi O konsumsi
abnormal (hipoksia dalam rentang oksigen untuk
dan hiperkapnea) normal memfasilitasi
resolusi infeksi.
 Perubahan tanda
vital
Pemberian
 Menurunya
terapi oksigen
toleransi terhadap
untuk
aktivitas
memelihara
PaO2 di atas 60
mmHg, oksigen
yang diberikan
sesuai dengan
toleransi dari
klien.

Untuk
mengikuti
kemajuan proses
penyakit dan
memfasilitasi
perubahan
dalam terapi
oksigen.

19
3 Ketidakseimbangan Status nutrisi; a. Manajemen
nutrisi : intake cairan dan cairan Meningkatkan
Kurang dari kebutuhan makanan gas b. Monitoring kenyamanan
tubuh yang berhubungan dengan skala......(1- cairan flora normal
dengan : 5) setelah diberikan c. Status diet mulut, sehingga
 Dispea, perawatan d. Manajemen akan
fatique selama…. Hari gangguan makan meningkatkan
 Efek dengan kriteria; e. Manajemen perasaan nafsu
samping  Asupan nutrisi makan.
pengobatan makanan f. Kolaborasi
 Produksi adekuat dengan ahli gizi Meningkatkan
sputum dengan skala.. untuk memberikan intake makanan
 Anoreksia, (1-5) terapi nutrisi dan nutrisi klien
nausea/vomit  Intake cairan g. Konseling terutama kadar
ing. per oral nutrisi protein tinggi
Ditandai dengan adekuat, h. Kontroling akan
 Penurunan berat dengan skala nutrisi dilakukan meningkatkan
badan …(1-5) untuk memenuhi diet mekanisme
 Kehilangan masa  Intake cairan pasien. tubuh dalam
otot, tonus otot jelek adekuat i. Terapi proses
dengan menelan penyembuhan.
 Dilaporkan
skala… (1-5) j. Monitoring
adanya perubahan
tanda vital Menentukan
sensasi rasa
 Tidak bernafsu Status nutrisi intake k. Bantuan kebutuhan
untuk makan, tidak nutrien gas dengan untuk peningkatan nutrisi yang
skala … (1-5) BB tepat bagi klien.
tertarik makan
setelah diberikan l. Manajemen Mengontrol
perawatan berat badan keefektifan
selama… tindakan
 Intake kalori terutama dengan
adekuat,denga kadar protein
n skala.. (1-5) darah.
 Intake protein,
karbohidrat, Meningkatkan
dan lemak komposisi tubuh
adekuat, akan kebutuhan
dengan skala vitamin dan
…(1-5) nafsu makan
klien.
Control berat badan
dengan skala … (1-
5) setelah diberikan
perawatan selama
… hari dengan
kriteria:
 Mampu

20
memelihara
intake kalori
secara optimal
(1-5)
(menunjukkan)
 Mampu
memelihara
keseimbangan
cairan (1-5)
(menunjukkan)

 Mampu
mengontrol
asupan makanan
secara adekuat
(1-5)
(menunjukkan)

No Diagnosa Perencanaan
. keperawatan Tujuan (NOC) Intervensi (NIC) Rasional
(NANDA)
4. Intoleransi  Berpartisipasi  Kolaborasi Mengurangi stres dan
aktifitas b.d dalam aktivitas dengan tenaga stimulasi yang
ketidakseimbaga fisik tanpa rehabilitasi berlebihan,
n antara suplai disertai medik dalam meningkatkan istirahat
dan kebutuhan peningkatan merencanaakan
oksigen. darah, nadi dan program terapi Klien mungkin merasa
RR. yang tepat nyaman dalam kepala
 Mampu  Bantu klien dalam keadaan evalasi,
melakukan untuk tidur di kursi atau
aktivitas sehari- mengidentifikas istiirahat pada meja
hari (ADLs) i aktivitas yang dengan bantuan bantal
secara mandiri. mampu
 Tanda-tanda dilakukan. Meminimalkan kelelahn
vital normal.  Bantu utuk dan menolong
 Energi memilih menyeimbangkan suplai
psikomotor. aktivitas yang oksigen dan kebutuhan.
 Level sesuai dengan
kelemahan. kemampuan
 Mampu fisik, sosial dan
berpindah: psikologi.
dengan atau  Bantu utuk
menggunakan mengidetifikasi
alat. dan
 Status mendapatkan
sumber yang

21
kardiopulmoari diperlukan
adekuat. untuk aktivitas
 Sirkulasi status yang diinginkan
baik.  Bantu klien
 Status respirasi: untuk
pertukara gas da mendapatkan
vetilasi adekuat. alat bantuan
aktivitas seperti
kursi roda, krek
 Bantu untuk
mengidentifikas
i aktivitas yang
disukai
 Bantu klien
membuat jadwal
latihan diwaktu
luang
 Bantu
pasien/keluarga
untuk
mengidentifikas
i kekurangan
dalam
beraktivitas
 Sediakan
penguatan
positif bagi
yang aktif
beraktivitas
 Bantu pasien
untuk
mengembangka
n motivasi diri
dan penguatan
 Monitor respon
fisik,emosi,
sosial dan
spiritual.
5. Risiko tinggi  Tidak muncul  Monitor vital  Selama peride ini,
penyebaran tanda tanda sign, terutama potensial berkembang
infeksi yang b.d infeksi pada proses menjadi komplikasi yang
penyakit kronis . sekunder. terapi. lebih fatal( hipotensi /
 Klien dapat  Demonstrasikan shock ).
mendemonstrasi teknik mencuci  Sangat efektif
kan kegiatan yang benar. untuk mengurangi
untuk  Ubah posisi dan penyebaran infeksi .
menghindarkan berikan  Meningkatkan

22
infeksi. pulmonari toilet ekspektorasi,
yang baik. membersihkan dari
 Batasi infeksi.
pengunjung atas  Mengurangi
indikasi. paparan dengan
 Lakukan isolasi organisme patogen lain.
sesuai dengan  Isolasi mungkin
kebutuhan dapat mencegah
individual. penyebaran atau
 Anjurkan untuk memproteksi klien dari
istirahat secara proses infeksi lainya.
adekuat  Memvasilitasi
sebanding proses pengembuhan dan
dengan aktifitas, meningkatkan
tingkatkan pertahanan tubuh alami.
intake nutrisi
secara adekuat.

DAFTAR PUSTAKA

Kuwalak, Jennifer.P.2011.PATOHFISIOLOGI,Jakarta:EGC
Somantri,Irwan.2009.Asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan
sistem pernapasan.Jakarta:Salemba Medika

23
Syamsudin,Sesilia Andriani keban.2013.Buku ajar Farmakotrapi
gangguan saluran pernapasan.Jakarta:Salemba Medika
Anies.2015.penyakit berbasis lingkungan.Yogyakarta:Ar-Ruzz Media
Herdman,T. Heather.2012.diagnosis keperawatan.Jakarta:EGC
Huda Nurarif,Amin dan Hardi kusuma.2015.Aplikasi asuhan keperawatan
berdasarkan diagnosa medis dan Nanda Nic-Noc.Yogyakarta:mediaction
http://zulliesikawati.staff.ugm.ac.id/wp-content/uploads/copd.pdf

24

Anda mungkin juga menyukai