Anda di halaman 1dari 34

LEMBAGA WAKAF MODERN

REVISI MAKALAH

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


“Lembaga Keuangan Syariah non Bank”

Oleh :

Karmila Yaumi Nurjanah (C34209028)

Vidya Mardiyana (C34209047)

Dosen Pengampu :

Bapak Sirajul Arifin

FAKULTAS SYARI’AH

PRODI EKONOMI SYARIAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA

2011

1
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji tidak lupa kita ucapkan kepada Allah SWT yang
masih memberikan kesehatan dan kesempatan kepada penulis, sehingga
dengan kesehatan dan kesempatan itu penulis masih sempat menyelesaikan
revisi makalah ini dengan baik. Sholawat beserta salam penulis sampaikan
kepada Nabi Besar Muhammad, Rasulullah SAW, karena dengan
syafa’atnyalah kita bisa diringankan dalam memperoleh ridho Allah sehingga
bisa masuk ke dalam surga Allah.
Dengan selesainya revisi makalah ini, kami mengucapkan banyak terima
kasih kepada Bapak Sirajul Arifin yang telah membimbing dan memberikan
support kepada kami, sehingga kami bisa menyusun revisi makalah ini.
Semoga bimbingan yang bapak berikan dapat bermanfaat, Amin.
kami menyadari bahwa revisi makalah ini masih kurang dari sempurna dan
masih banyak kekurangan di dalamnya. Oleh sebab itu dengan penuh rendah
hati kami mohon agar dosen pembimbing berkenan memberikan kritik dan
saran yang membangun guna sempurnanya tugas ini .
Dengan segala kekurangan dan keterbatasan, semoga revisi makalah ini
dapat bermanfaat dan berguna terutama bagi para mahasiswa, Amin.

Surabaya, 07 Desember 2011

Penyusun

2
DAFTAR ISI

Halaman cover.......................................................................................................i

Kata Pengantar.......................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................1

A. Latar belakang...........................................................................................1
B. Rumusan masalah......................................................................................1
C. Tujuan........................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................2

A. Pengertian.........................................................................................................2
B. Sejarah..............................................................................................................3
C. Dasar Hukum....................................................................................................5
D. Prinsip – Prinsip Pengelolaan Wakaf...............................................................6
E. Perkembangan Pengelolaan Harta Benda Wakaf di beberapa Negara.............7
F. Profil Lembaga dan sistem Pengelolaan Wakaf di indonesia...........................7
G. Rukun dan Syarat..............................................................................................8
H. Bentuk-bentuk wakaf, Harta Benda Wakaf dan Pemanfaatannya....................10
I. Prospek, Kendala dan Strategi Pengelolaan Wakaf..........................................
13
J. Peraturan Per-Undang-Undangan ..................................................... 15
K. Wakaf Tunai ....................................................................................................
16
L. Wakaf: Institusi Baru dalam Praktik ................................................. 23
M. Perbedaan Wakaf dengan Shodaqoh …………………………………... 23

BAB III PENUTUP...............................................................................................24

A. Kesimpulan.......................................................................................................24
B. Saran dan Kritik................................................................................................24

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Di Indonesia telah mengenal wakaf baik setelah Islam masuk
maupun sebelum Islam masuk. Di tanah jawa, lembaga-lembaga wakaf
telah dikenal pada masa Hindu-Buddha yaitu dengan istilah Sima dan
Dharma. Akan tetapi lembaga tersebut tidak persis sama dengan lembaga
wakaf dalam hukum Islam. Dan peruntukannya hanya pada bidang tanah
hutan saja atau berupa tanah saja. Umumnya, wakaf yang dikenal pada
masa sebelum Islam atau oleh agama-agama lain diluar Islam hampir sama
dengan Islam, yaitu untuk peribadatan. Dengan kata lain lambaga wakaf
telah dikenal oleh masyarakat pada peradaban yang cukup jauh dari masa
sekarang. Namun tujuan utama dari wakafnya yang berbeda-beda (untuk
mendapat pahala, hanya untuk masyarakat umum, dll). Sedangkan setelah
masuknya Islam istilah wakaf mulai dikenal. Menurut (Abdoerraoef)
wakaf adalah menyediakan suatu harta benda yang dipergunakan hasilnya
untuk kemaslahatan umat. Sehingga ketika wakaf dikenal di Indonesia
juga mempengaruhi pengaturan perwakafan tanah di Indonesia yang
peruntukannya sebagai tempat-tempat peribadatan dan sosial yang
dibuatnya peraturan-peraturan yang lebih khusus mengenai wakaf di era
setelah kemerdekaan. Hal ini dapat dilihat dari UU No. 5 Tahun 1960
(UUPA) yang terdapat pada Pasal 49 tentang Hak-hak tanah untuk
keperluan suci dan sosial.

4
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian wakaf serta Bagaimana Prinsip – prinsip pengelolaan
wakaf?
2. Aplikasi dan pengelolaan wakaf tunai?
3. Jelaskan Peraturan perwakafan dan profil pengelola wakaf serta
prospek perwakafan di indonesia?

C. Tujuan
Pemanfaatan wakaf tidak hanya sebatas untuk kegiatan-kegiatan
keagamaan dan sosial belaka, namun juga hendaknya dapat dimanfaatkan
untuk pengembangan ekonomi yang bersifat makro. Selain itu, dengan
dilakukannya investasi terhadap tanah wakaf. Sehingga tujuan dan manfaat
diadakannya wakaf tersebut dapat terlaksana dengan baik dan benar-benar
berguna bagi masyarakat umum.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian
Secara etimologi, wakaf berasal dari “Waqf” yang berarti “al-
Habs”. Merupakan kata yang berbentuk masdar (infinitive noun) yang
pada dasarnya berarti menahan, berhenti, atau diam. Apabila kata tersebut
dihubungkan dengan harta seperti tanah, binatang dan yang lain, ia berarti
pembekuan hak milik untuk faedah tertentu. Dalam pengertian hukum
Islam wakaf adalah melepas kepemilikan atas harta yang dapat bermanfaat
dengan tanpa mengurangi bendanya untuk diserahkan kepada perorangan
atau kelompok (organisasi) agar dimanfaatkan untuk tujuan-tujuan yang
tidak bertentangan dengan syari’at. Definisi wakaf menurut ahli fiqh
adalah sebagai berikut:
Pertama, Hanafiyah mengartikan wakaf sebagai menahan materi
benda (al-‘ain) milik Wakif dan menyedekahkan atau mewakafkan

5
manfaatnya kepada siapapun yang diinginkan untuk tujuan kebajikan.
Definisi wakaf tersebut menjelaskan bahawa kedudukan harta wakaf
masih tetap tertahan atau terhenti di tangan Wakif itu sendiri. Dengan
artian, Wakif masih menjadi pemilik harta yang diwakafkannya, manakala
perwakafan hanya terjadi ke atas manfaat harta tersebut, bukan termasuk
asset hartanya.
Kedua, Malikiyah berpendapat, wakaf adalah menjadikan manfaat
suatu harta yang dimiliki (walaupun pemilikannya dengan cara sewa)
untuk diberikan kepada orang yang berhak dengan satu akad (shighat)
dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan keinginan Wakif. Definisi
wakaf tersebut hanya menentukan pemberian wakaf kepada orang atau
tempat yang berhak saja.
Ketiga, Syafi‘iyah mengartikan wakaf dengan menahan harta yang
bisa memberi manfaat serta kekal materi bendanya (al-‘ain) dengan cara
memutuskan hak pengelolaan yang dimiliki oleh Wakif untuk diserahkan
kepada Nazhir yang dibolehkan oleh syariah. Golongan ini mensyaratkan
harta yang diwakafkan harus harta yang kekal materi bendanya (al-‘ain)
dengan artian harta yang tidak mudah rusak atau musnah serta dapat
diambil manfaatnya secara berterusan.
Keempat, Hanabilah mendefinisikan wakaf dengan bahasa yang
sederhana, yaitu menahan asal harta (tanah) dan menyedekahkan manfaat
yang dihasilkan. Itu menurut para ulama ahli fiqih.
Dalam Undang-undang nomor 41 tahun 2004, wakaf diartikan
dengan perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan
sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk
jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan
ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah.
Wakaf berfungsi untuk mewujudkan potensi dan manfaat
ekonomis harta benda wakaf untuk kepentingan ibadah dan untuk
memajukan kesejahteraan umum. Kemajuan dan peningkatan ekonomi
umat, bantuan kepada fakir miskin.1
1
No name, ”Pengertian Wakaf”, Dalam http:///F:/wakaf%20makalah/bahan%20wakaf/Pengertian
%20Wakaf%20%C2%AB.htm. (4 januari 2011)

6
B. Sejarah Wakaf

Dalam sejarah Islam, Wakaf dikenal sejak masa Rasulullah SAW


karena wakaf disyariatkan setelah nabi SAW tahun kedua Hijriyah. Ada
dua pendapat yang berkembang di kalangan Fuqaha tentang siapa yang
pertama kali melaksanakan syariat wakaf. Menurut sebagian pendapat
ulama mengatakan bahwa yang pertama kali melaksanakan wakaf adalah
Rasulullah SAW ialah wakaf tanah milik Nabi SAW untuk dibangun
masjid. Keberadaan wakaf sejak masa Rasulullah saw, telah diriwayatkan
oleh Abdullah Bin Umar, bahwa umar bin khatab mendapat sebidang
tanah di khaibar. Lalu umar bin kahatab menghadap Rasul untuk
memohon petunjuk tentang apa yang sepatutnya dilakukan terhadap tanah
tersebut. Lalu Rasul menjawab jika engkau mau tahanlah tanah itu laku
engkau sedekahkan. Lalu umar menyedekahkan dan mensyaratkan bahwa
tanah itu tidak boleh diwariskan. Umara saluran hasil tanah itu untuk
orang-orang fakir, ahli familinya, membebaskan budak, orang-orang yang
berjuang fisabililah. Masa-masa itu wakaf pertama dalam islam yang
dilakukan oleh Umar Bin khatab, kemudian disusul oleh abu thalhah dan
sahabat-sahabat nabi Masa dinasti islam Praktek wakaf menjadi lebih luas
pada masa dinasti Umayah dan dinasti Abbasiyah, semua orang berduyun-
duyun untuk melaksanakan wakaf, dan wakaf tidak hanya untuk orang-
orang fakir dan miskin saja, tetapi wakaf menjadi modal untuk
membangun lembaga pendidikan, membangun perpustakaan dan
membayar gaji para statnya, gaji para guru dan beasiswa untuk para siswa
dan mahasiswa. Wakaf pada mulanya hanyalah keinginan seseorang yang
ingin berbuat baik dengan kekayaan yang dimilikinya dan dikelola secara
individu tanpa ada aturan yang pasti. Namun setelah masyarakat Islam
merasakan betapa manfaatnya lembaga wakaf, maka timbullah keinginan
untuk mengatur perwakafan dengan baik. Kemudian dibentuk lembaga
yang mengatur wakaf untuk mengelola, memelihara dan menggunakan
harta wakaf, baik secara umum seperti masjid atau secara individu atau

7
keluarga Pada masa dinasti Umayyah, terbentuk lembaga wakaf tersendiri
sebagaimana lembaga lainnya dibawah pengawasan hakim. Lembaga
wakaf inilah yang pertama kali dilakukan dalam administrasi wakaf di
Mesir, bahkan diseluruh negara Islam. Pada masa dinasti Abbasiyah
terdapat lembaga wakaf yang disebut dengan “shadr al-Wuquuf” yang
mengurus administrasi dan memilih staf pengelola lembaga wakaf.
Demikian perkembangan wakaf pada masa dinasti Umayyah dan
Abbasiyah yang manfaatnya dapat dirasakan oleh masyarakat, sehingga
lembaga wakaf berkembang searah dengan pengaturan administrasinya.2

Pada masa dinasti Ayyubiyah di Mesir perkembangan wakaf cukup


menggembirakan, dimana hampir semua tanah-tanah pertanian menjadi
harta wakaf dan semua dikelola oleh negara dan menjadi milik negara
(baitul mal). Lembaga wakaf yang berasal dari agama Islam ini telah
diterima menjadi hukum adat bangsa Indonesia sendiri. Di samping itu,
suatu kenyataan pula bahwa di Indonesia terdapat banyak benda wakaf,
baik wakaf benda bergerak ataupun benda tak bergerak. Dalam perjalanan
sejarah wakaf terus berkembang dan akan selalu berkembang bersamaan
dengan laju perubahan zaman dengan berbagai inovasi-inovasi yang
relevan seperti bentuk wakaf uang, wakaf Hak atas Kekayaan Intelektual
(Haki). Di Indonesia sendiri saat ini wakaf kian mendapat perhatian yang
cukup serius dengan diterbitkannya Undang-Undang No. 41 Tahun 2004
tentang wakaf dan PP No. 42 Tahun 2006 tentang pelaksanaannya.3

C. Dasar Hukum Wakaf


Secara umum tidak terdapat ayat al-Quran yang menerangkan
konsep wakaf secara jelas. Oleh karena wakaf termasuk infaq fi sabilillah,
maka dasar yang digunakan para ulama dalam menerangkan konsep wakaf

2
Abdul gani abdullah, wakaf produktif (bandung: simbiosa rekatama media, 2008), 49
3
Hendra kholid, “ lembaga pengelolaan wakaf” dalam http://hendrakholid.net/blog/2011/04/16/lembaga-
pengelola-wakaf-2/ (13 desember 2011)

8
ini didasarkan pada keumuman ayat-ayat al-Quran yang menjelaskan
tentang infaq fi sabilillah.
Artinya : "Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan
Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa
yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih
yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, Padahal kamu
sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata
terhadapnya. dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha
Terpuji." (Q.S al-Baqarah:267).
Artinya : "Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang
sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu
cintai. dan apa saja yang kamu nafkahkan Maka Sesungguhnya Allah
mengetahuinya." (Q.S ali Imran:92).
Adapun Hadis yang menjadi dasar dari wakaf yaitu Hadis yang
menceritakan tentang kisah Umar bin al-Khaththab ketika menerima tanah
di Khaibar.
Bahwa sahabat Umar ra. memperoleh sebidang tanah di Khaibar,
kemudian Umar ra. menghadap Rasulullah saw. untuk meminta petunjuk.
Umar berkata: "Hai Rasulullah saw., saya mendapat sebidang tanah di
Khaibar, saya belum mendapatkan harta sebaik itu, maka apakah yang
engkau perintahkan kepadaku?" Rasulullah saw. bersabda: "Bila engkau
suka, kau tahan (pokoknya) tanah itu, dan engkau sedekahkan (hasilnya).
"kemudian Umar mensedekahkan (tanahnya untuk dikelola), tidak dijual,
tidak di hibahkan dan tidak di wariskan. Ibnu Umar berkata: "Umar
menyedekahkannya (hasil pengelolaan tanah) kepada orang-orang fakir,
kaum kerabat, hamba sahaya, sabilillah, ibnu sabil dan tamu. Dan tidak
dilarang bagi yang mengelola (Nadhir) wakaf makan dari hasilnya
dengan cara yang baik (sepantasnya) atau memberi makan orang lain
dengan tidak bermaksud menumpuk harta" (HR. Muslim).
Dalil Ijma' :Imam Al-Qurthuby berkata: Sesungguhnya
permasalahan wakaf adalah ijma (sudah disepakati) diantara para
sahabat Nabi; yang demikian karena Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali,

9
Aisyah, Fathimah, Amr ibn Al-Ash, Ibnu Zubair, dan Jabir, seluruhnya
mengamalkan syariat wakaf, dan wakaf-wakaf mereka, baik di Makkah
maupun Madinah, sudah dikenal masyhur oleh khalayak ramai. (Lihat:
Tafsir Al-Qurthuby: 6/339, Al-Mustadrah 4/200, Sunan Al-Daraquthny
4/200, Sunan Al-Baihaqy 6/160, Al-Muhalla 9/180).4

D. Prinsip – Prinsip Pengelolaan Wakaf


Ada beberapa hal yang menjadi pokok pikiran dari undang-undang
tersebut, paling tidak meliputi lima prinsip yaitu :
1. Untuk menciptakan tertib hukum dan administrasi wakaf guna
melindungi harta benda wakaf, hal tersebut dapat dilihat adanya penegasan
dalam undang-undang ini agar wajib dicatat dan dituangkan dalam akta
ikrar wakaf dan didaftarkan serta diumumkan yang pelaksanaannnya
dilakukan sesuai dengan tata cara yang diatur dalam peraturan perundang-
undangan yang mengatur mengenai wakaf yang harus dilaksanakan.
2. Ruang lingkup wakaf yang selama ini dipahami secara umum
cenderung terbatas pada wakaf benda tidak bergerak, menurut undang-
undang ini wakif dapat pula mewakafkan sebagian kekayaan berupa harta
benda bergerak, baik berwujud dan tak berwujud yaitu uang, logam mulia,
surat berharga, kendaraan, hak kekayaan intelektual, hak sewa dan benda
bergerak lainnya. Dalam hal benda bergerak berupa uang, wakif dapat
mewakafkan melalui Lembaga Keuangan Syariah. Yang dimaksud dengan
Lembaga Keuangan Syariah di sini adalah badan hukum Indonesia yang
dibentuk sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang
bergerak di bidang keuangan syari’ah, misalnya badan hukum di bidang
perbankan syari’ah.
3. Peruntukan harta wakaf tidak semata-mata kepentingan sarana
ibadah dan sosial, tetapi juga dapat diperuntukkan memajukan
kesejahteraan umum dengan cara mewujudkan potensi dan manfaat
ekonomi harta benda wakaf.

4
Ibid hal 2

10
4. Untuk mengamankan harta benda wakaf dan campurtangan pihak
ketiga yang merugikan kepentingan wakaf, perlu meningkatkan
kemampuan profesional Nazhir.
5. Undang-undang ini juga mengatur pembentukan Badan Wakaf
Indonesia yang dapat mempunyai perwakilan di daerah sesuai dengan
kebutuhan. Badan tersebut merupakan lembaga independen yang
melaksanakan tugas di bidang perwakafan yang melakukan pembinaan
terhadap Nazhir, melakukan pengelolaan dan pengembangan harta benda
wakaf berskala nasional dan internasional, memberikan persetujuan atas
perubahan peruntukan dan status harta benda wakaf dan memberikan saran
dan pertimbangan kepada pemerintah dalam penyusunan kebijakan di
bidang perwakafan. (Lihat penjelasan dari UU No.41 tahun 2004 tentang
wakaf).

E. Perkembangan Pengelolaan Harta Wakaf di Beberapa Negara


Muslim

Wakaf mengalami kemajuan dan pengelolaan yang semakin


profesional di banyak negara muslim, seperti Arab Saudi, Mesir, Turki,
Kuwait, dll. Harta wakaf digunakan untuk membangun rumah sakit, hotel,
sekolah, persawahan,  jembatan,  jalan, dan sarana umum lainnya. Bahkan
tanah wakaf di beberapa negara tersebut lebih dari ¾ menjadi lahan
produktif di negara tersebut. Di Mesir dan kuwait bahkan APBN negara
mereka ditopang oleh Wakaf, dan di Universitas Aljazair Kairo Mesir
Mahasiswa bahkan dibiayai oleh negara dengan dana Wakaf. Prof. Dr.
Abdul Manan (Bangladesh) membuat terobosan baru dengan membuat
Social Investment Bank Ltd (SIBL) yaitu sebuah bank sosial yang
mengelola wakaf tunai. Walaupun Bangladesh termasuk negara miskin
tetapi masyarakatnya cukup antusias dalam membayar wakaf, karena SIBL
mengeluarkan sertifikat wakaf yang dapat digunakan untuk mengurangi
pajak penghasilan orang yang sudah berwakaf, dan selain itu karena dana

11
wakaf yang dikelola secara profesional dapat berperan dalam peningkatan
perekonomian umat Islam Bangladesh.5

F. Profil Lembaga dan Sistem Pengelolaan Wakaf di Indonesia


1. Profil Lembaga

Tabungan Wakaf Indonesia merupakan lembaga wakaf yang didirikan


oleh Dompet Dhuafa dan diresmikan pada tanggal 14 Juli 2005. Berperan
sebagai lembaga yang melakukan sosialisasi, edukasi dan advokasi wakaf
kepada masyarakat sekaligus berperan sebagai lembaga penampung dan
pengelola harta wakaf. Visi dalam tabungan wakaf Indonesia ini adalah
menjadi lembaga wakaf berorientasi global yang mampu menjadi wakaf
sebagai salah satu pilar kebangkitan ekonomi umat yang berbasiskan
sistem ekonomi berkeadilan. Misinya itu mendorong pertumbuhan
ekonomi umat serta optimalisasi peran wakaf dalam sektor sosial dan
ekonomi produktif

2. Sistem Pengelolaan Wakaf


Karena pada dasarnya lembaga ini adalah amil zakat, maka
pengelolaan wakaf juga baru ada setelah ada demand wakaf dari jamaah.
Demikian terus berlanjut hinga sekarang. Laporan kegiatannya pun belum
ada mengingat tanah wakaf yang terletak di bilanagn Ciputat itu baru
dibangun sarana dan prasarananya. Wakaf dalam lembaga ini nantinya
akan dikelola secara produktif yaitu nanti didalamnya akan ada sarana
ibadah dan sarana pelatihan MQ, pendidikan formal, Balai Latiahan Kerja,
dan Sebagian Pemanfaatan Lahan untuk perikanan.

G. Rukun dan Syarat


Rukun wakaf ada empat, yaitu: pertama, orang yang berwakaf (al -
wakif). Kedua, benda yang diwakafkan (al - mauquf). Ketiga, orang yang

5
M. Syafi’i antonio, menuju era wakaf produktif (jakarta selatan: mitra abadi press, 2006), 27

12
menerima manfaat wakaf (al – mauquf ‘alaihi). Keempat, lafaz atau ikrar
wakaf (sighah).
1. Syarat-syarat orang yang berwakaf (al-waqif)Syarat-syarat al-
waqif ada empat, pertama orang yang berwakaf ini mestilah memiliki
secara penuh harta itu, artinya dia merdeka untuk mewakafkan harta itu
kepada sesiapa yang ia kehendaki. Kedua dia mestilah orang yang berakal,
tak sah wakaf orang bodoh, orang gila, atau orang yang sedang mabuk.
Ketiga dia mestilah baligh. Dan keempat dia mestilah orang yang mampu
bertindak secara hukum (rasyid). Implikasinya orang bodoh, orang yang
sedang muflis dan orang lemah ingatan tidak sah mewakafkan hartanya.
2. Syarat-syarat harta yang diwakafkan (al-mauquf)Harta yang
diwakafkan itu tidak sah dipindahmilikkan, kecuali apabila ia memenuhi
beberapa persyaratan yang ditentukan oleh ah; pertama barang yang
diwakafkan itu mestilah barang yang berharga Kedua, harta yang
diwakafkan itu mestilah diketahui kadarnya. Jadi apabila harta itu tidak
diketahui jumlahnya (majhul), maka pengalihan milik pada ketika itu tidak
sah. Ketiga, harta yang diwakafkan itu pasti dimiliki oleh orang yang
berwakaf (wakif). Keempat, harta itu mestilah berdiri sendiri, tidak
melekat kepada harta lain (mufarrazan) atau disebut juga dengan istilah
(ghaira shai’).6
3. Syarat-syarat orang yang menerima manfaat wakaf (al-mauquf
alaih) Dari segi klasifikasinya orang yang menerima wakaf ini ada dua
macam, pertama tertentu (mu’ayyan) dan tidak tertentu (ghaira mu’ayyan).
Yang dimasudkan dengan tertentu ialah, jelas orang yang menerima wakaf
itu, apakah seorang, dua orang atau satu kumpulan yang semuanya tertentu
dan tidak boleh dirubah. Sedangkan yang tidak tentu maksudnya tempat
berwakaf itu tidak ditentukan secara terperinci, umpamanya seseorang
sesorang untuk orang fakir, miskin, tempat ibadah, dll. Persyaratan bagi
orang yang menerima wakaf tertentu ini (al-mawquf mu’ayyan) bahwa ia
mestilah orang yang boleh untuk memiliki harta (ahlan li al-tamlik), Maka
orang muslim, merdeka dan kafir zimmi yang memenuhi syarat ini boleh

6
Didin hafidhuddin, hukum wakaf (jakarta: iiman dan dompet duafa republika, 2004), 148

13
memiliki harta wakaf. Adapun orang bodoh, hamba sahaya, dan orang gila
tidak sah menerima wakaf. Syarat-syarat yang berkaitan dengan ghaira
mu’ayyan; pertama ialah bahwa yang akan menerima wakaf itu mestilah
dapat menjadikan wakaf itu untuk kebaikan yang dengannya dapat
mendekatkan diri kepada Allah. Dan wakaf ini hanya ditujukan untuk
kepentingan Islam saja.
4. Syarat-syarat Shigah Berkaitan dengan isi ucapan (sighah) perlu
ada beberapa syarat. Pertama, ucapan itu mestilah mengandungi kata-kata
yang menunjukKan kekalnya (ta’bid). Tidak sah wakaf kalau ucapan
dengan batas waktu tertentu. Kedua, ucapan itu dapat direalisasikan segera
(tanjiz), tanpa disangkutkan atau digantungkan kepada syarat tertentu.
Ketiga, ucapan itu bersifat pasti. Keempat, ucapan itu tidak diikuti oleh
syarat yang membatalkan. Apabila semua persyaratan diatas dapat
terpenuhi maka penguasaan atas tanah wakaf bagi penerima wakaf adalah
sah. Pewakaf tidak dapat lagi menarik balik pemilikan harta itu telah
berpindah kepada Allah dan penguasaan harta tersebut adalah orang yang
menerima wakaf secara umum ia dianggap pemiliknya tapi bersifat ghaira
tammah.7

H. Bentuk-bentuk wakaf, Harta Benda Wakaf dan


Pemanfaatannya.

Bentuk-bentuk wakaf

1. Wakaf Ahli

7
Anne Ahira, ”Pengertian wakaf”, Dalam http:///F:/wakaf%20makalah/bahan
%20wakaf/Pengertian%20Wakaf%20dan%20Ketentuannya.htm. (28 november 2011)

14
Wakaf ahli yaitu wakaf yang ditujukan kepada orang-orang
tertentu, seorang atau lebih, baik keluarga si wakif atau bukan. Wakaf ahli
juga sering disebut wakaf dzurri atau wakaf ‘alal aulad yakni wakaf yang
diperuntukan bagi kepentingan dan jaminan sosial dalam lingkungan
keluarga atau lingkungan kerabat sendiri. Dalam satu segi, wakaf ahli ini
mempunyai dua aspek kebaikan, yaitu (1) kebaikan sebagai amal ibadah
wakaf, (2) kebaikan silaturrahmi terhadap keluarga yang diberikan harta
wakaf.
2. Wakaf Khoiri

Wakaf khoiri yaitu wakaf yang secara tegas untuk kepentingan


keagamaan atau kemasyarakatan (kepentingan umum). Wakaf ini
ditujukan untuk kepentingan umum dengan tidak terbatas pada aspek
penggunannya yang mencakup semua aspek untuk kepentingan dan
kesejahteraan umat manusia pada umumnya.

Harta Benda Wakaf dan Pemanfaatannya

Harta benda wakaf adalah harta benda yang memiliki daya tahan
lama dan manfaat jangka panjang serta mempunyai nilai ekonomi menurut
syariah yang diwakafkan oleh wakif.
1. Wakaf benda tidak bergerak, yaitu
a. Hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang -
undangan yang berlaku, baik yang sudah maupun yang belum
terdaftar.
b. Bangunan atau bagian bangunan yang berdiri di atas tanah.
c. Tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah.
d. Hak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang – undangan yang berlaku.

Tata cara perwakafan tanah milik secara berurutan dapat diuraikan


sebagai berikut:

15
a. Perorangan atau badan hukum yang mewakafkan tanah hak
miliknya diharuskan datang sendiri dihadapan PPAIW untuk
melaksanakan ikrar Wakaf.
b. Calon wakif sebelum mengikrarkan wakaf, terlebih dahulu harus
menyerahkan surat – surat (sertifikat, surat keterangan dll) kepada
PPAIW.
c. PPAIW meneliti surat dan syarat – syaratnya dalm memenuhi
untuk pelepasan hak atas tanah.
d. Dihadapan PPAIW dan dua orang saksi, wakif mengikrarkan
dengan jelas, tegas dan dalam bentuk tertulis. Apabila tidak dapat
menghadap PPAIW maka dapat membuat ikrar secra tertulis dengan
persetujuan dari kandepag.
e. PPAIW segera membuat akta ikrar wakaf dan mencatat dalam
daftar akta ikrar wakaf dan menyimpannya bersama aktanya dengan
baik.

 Sertifikasi Tanah Wakaf

Dalam praktek di Indonesia, masih sering ditemui tanah


wakaf yang tidak disertifikatkan. Sertifikasi wakaf diperlukan demi
tertib administrasi dan kepastian hak bila terjadi sengketa atau
masalah hukum. Sertifikasi tanah wakaf dilakukan secara bersama
oleh Departemen Agama dan Badan Pertanahan Nasional  (BPN).
Pada tahun 2004, kedua lembaga ini mengeluarkan Surat
Keputusan Bersama  Menteri Agama dan Kepala BPN No. 422
Tahun 2004 tentang Sertifikasi Tanah Wakaf. Proses sertifikasi
tanah wakaf dibebankan kepada anggaran Departemen Agama.8

 Ruilslag Tanah Wakaf

Nadzir wajib mengelola harta benda wakaf sesuai


peruntukan. Ia dapat mengembangkan potensi wakaf asalkan tidak
mengurangi tujuan dan peruntukan wakaf. Dalam praktek, acapkali
8
Adijani al – alabij, perwakafan tanah di indonesia (jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), 25

16
terjadi permintaan untuk menukar guling (ruilslag) tanah wakaf
karena alasan tertentu. Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2006
memperbolehkan tukar guling atau penukaran harta benda wakaf
dengan syarat harus ada persetujuan dari Menteri Agama.

 Sengketa Wakaf
Penyelesaian sengketa wakaf ditempuh dengan beberapa
tahapan yang dilakukan secara stratifikatif:
1. Musyawarah untuk mencapai mufakat
2. Mediasi, (mediasi yang dimaksud adalah penyelesaian sengketa
dengan bantuan pihak ketiga (mediator) yang disepakati oleh
para pihak yang bersengketa).
3. Arbitrase (Arbitrase yang dimaksud adalah Badan Arbitrase
Syariah Nasional (BASYARNAS))
4. Pengadilan (Pengadilan yang dimaksud adalah Pengandilan
Agama (PA) atau Mahkamah Syari’iyah).
5. Terkait dengan persoalan sengketa wakaf, keberadaan dokumen
(sertifikat) dan saksi menjadi persoalan terpenting yang tidak
bisa diabaikan, mengingat kultur sosial yang mengatasnamakan
ibadah (tabarru’) semuanya serba lisan. Sengketa yang muncul
kemudian -diharapkan tidak muncul- dapat mengajukan
dokumen dan saksi sebagai alat bukti untuk menyelesaikan
sengketa, meskipun proses penyelesaiannya mungkin tidak
sederhana.
2. Wakaf benda bergerak
a. Uang. Wakaf uang dilakukan oleh LKS yang ditunjuk oleh Menteri
Agama. Dana wakaf berupa uang dapat diinvestasikan pada aset – aset
financial dan pada asset riil.
b. Logam mulia, yaitu logam dan batu mulia yang sifatnya memiliki
manfaat jangka panjang.
c. Surat berharga, kendaraan.
d. Hak atas kekayaan intelektual (HAKI). Haki mencakup hak cipta,
hak paten, merek dan desain produk industri.

17
e. Hak sewa seperti wakaf bangunan dalam bentuk rumah.

Dalam rangka memajukan dan mengembangkan perwakafan di


indonesia keanggotaan BWI diangkat oleh Presiden Republik
Indonesia sesuai dengan Keputusan Presiden (Kepres) No.75/ M tahun
2007, yang di tetapkan di Jakarta, 13 Juli 2007 sebagai amanah
Undang – Undang Nomor 41 tahun 2004 tentang Wakaf.9

I. Prospek, Kendala dan Strategi Pengelolaan Wakaf


1. Prospek Wakaf
Tabungan Wakaf Indonesia Dumpet Dhuafa ini semakin
hari menunjukan perkembangan yang bagus, dimana wakif yang
terdaftar semakin bertambah dan lumayan banyak, dan
pendapatanpun semakin bertambah. Dan kedepan TWI berencana
mendirikan bangunan-bangunan dan usaha-usaha yang produktif
yang dapat meningkatkan pedapatan sehingga dapat mandiri dan
berdiri sendiri dan membentuk cabang-cabang baru.
2. Prospek Perwakafan di Indonesia
Syafi’i Antonio mengklasifikasikan tahap pengolahan
wakaf di negeri ini menjadi tiga periode dalam perkembangannya,
antara lain; pertama periode tradisonal. Pada periode ini wakaf
masih ditempatkan sebagai ajaran yang murni dimasukkan dalam
kategori ibadah mahdhah. Kebanyakan benda wakaf diperuntukkan
untuk pembangunan fisik, seperti masjid, mushola, pesantren,
kuburan, yayasan, dan sebagainya. Sehingga keberadaan wakaf
belum memberikan kontribusi social yang lebih luas karena hanya
untuk kepentingan konsumtif. Selanjutnya periode semi
professional, dimana pengelolaan wakaf secara umum masih sama
dengan periode tradisional, namun mulai dikembangkan pola

9
Andri soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, ( Jakarta: Kencana , 2009), 439

18
pemberdayaan wakaf secara produktif, meski belum maksimal.
Pada tahap ini mulai dikembangkan pemberdayaan tanah-tanah
wakaf untuk bidang pertanian, pendirian usaha kecil seperti toko
ritel, koerasi, penggilingan padi, usaha bengkel, dan sebagainya
yang hasilnya untuk kepentingan pengembangan di bidang
pendidikan. Pola pemberdayaan wakaf seperti ini sudah dilakukan
oleh Pondok Pesantren Modern As-Salam Gontor. Adapun secara
khusus mengembangkan wakaf dengan kesehatan dan pendidikan
dilakukan oleh Yayasan wakaf Sultan Agung, Semarang.
Sementara yang memberdayakan wakaf dengan pola pengkajian
dan penelitian terhadap pengembangan pemikiran Islam modern
dilakukan oleh Yayasan wakaf Paramadina. Selanjutnya pada
periode professional, pengelolaannya dilakukan secara professional
ditandai dengan pemberdayaan potensi masyarakat secara
produktif.10
Prediksi klasik yang kita gunakan adalah bahwa di
Indonesia berdiam lebih kurang 200 juta umat Islam. 10 % dari
mereka punya potensi untuk berwakaf. Artinya ada 20 juta umat
Islam diharap dapat berpartisipasi menggalang dana secara besar-
besaran untuk wakaf tunai. Kalau msing-masing mereka secara
merata bisa berwakaf Rp 10.000,- perbulan berwakaf, tentu
lembaga wakaf mampu mengumpulkan uang sekitar Rp 200
milyard perbulan, artinya Rp 2,4 Triliun pertahun. Uang sebesar ini
tentu dapat membangun komplek pertokoan muslim dengan biaya
rendah dan akan memperlancar transaksi perdagangan diklangan
masyarakat muslim, sekaligus ia mampu menyaingi para pedagang
non muslim yang selama ini punya kekuatan dalam memegang
jalur distribusi barang. Sendainya masyarakat Islam atau
pemerintah mampu mewujudkan suatu lembaga yang terpercaya
dan profesional dalam menangani potensi wakaf, tentulah hitung-

10
Ibid hal 7

19
hitungan yang dibuat mampu diraih, paling tidak sekitar 10% dari
target maksimal.
Langkah pemberdayaan wakaf di Indonesia semakin
mantap sejak adanya dukungan pemerintah dengan dikeluarkannya
Undang-Undang No 41 tahun 2004 tentang Wakaf. Selanjutnya
maih terdapat pula aturan lain yang mendukung optimalisasi
pelaksanaan pemberdayaan wakaf ini dengan adanya UU Otonomi
daerah, Kebijakan Moneter Nasional, dan sebagainya.
3. Kendala
Dalam pengelolaan wakaf yaitu Masyarakat masih
memahami bahwa wakaf berhubungan dengan harta-harta yang
memiliki nilai tinggi, Wakaf berdampak langsung dari masyarakat
yang belum terasa, Lembaga wakaf masih di pahami sebagai
lembaga zakat, dan tidak ada konsekuensi hukum yang mengikat
kepada individu untuk mewafakan sebagian hartanya.
4. Strategi
Dalam Pengelolaan wakaf yaitu Mensosialisasikan dan
memberi pemahaman kepada masyarakat tentang wakaf,
mempromosikan lembaganya beserta kegiatan-kegiatan, produk-
produk yang sudah dihasilkan melalui media, sehingga dapat
menggugah hati masyarakat untuk membayar wakaf, dan perlu
adanya koordinasi dengan lembaga zakat untuk menjalin kerjasama
dan Meningkatkan kinerja antara kedua lembaga tersebut.

J. Peraturan Per-Undang-Undangan, Peraturan Pemerintah dan


PMA tentang Wakaf.
Peraturan Perundang-undang dan Peraturan Pemerintah (PP)
Peraturan pemerintah tentang wakaf yaitu No. 28 Tahun 1977 yang
isinya perwakafan tanah milik ini terdiri dari tujuh bab, delapan belas
pasal, dengan susunan sebagai berikut :
a. Bab I ketentuan umum yang berisi definisi tentang wakaf,
wakif, ikrar, dan nadzir.
b. Bab II berjudul fungsi wakaf terdiri dari tuga bagian, bagian
yang pertama memuat rumusan tentang fungsi wakaf, bagian

20
kedua unsur-unsur dan syarat-syarat wakaf, bagian ketiga
kewajiban dan hak-hak nadzir.
c. Bab III tentang tata cara mewakafkan dan pendaftarannya,
terdiri dari dua bagian. Bagian pertama mengenai tata cara
perwakafan tanah milik, bagian kedua tentang pendaftaran
tanah milik.
d. Bab IV tentang perubahan, penyelesaian perselisihan dan
pengawasan perwakafan tanah milik. Bab ini terdiri dari tiga
bagian yaitu bagian pertama perubahan perwakafan tanah
milik, bagian kedua penyelesaian perselisihan perwakafan
tanah milik, dan bagian ketiga mengenai pengawasan
perwakafan tanah milik.
e. Bab V tentang ketentuan pidana
f. Bab VI tentang ketentuan peralihan11

Peraturan Menteri Agama (PMA) Tentang Wakaf

Peraturan menteri agama tentang wakaf yaitu No. 1 Tahun 1978.


Peraturan menteri agama tentang pelaksanaan peraturan pemerintah
mengenai perwakafan tanah milik ini terdiri dari sepuluh bab, dua puluh
pasal. Susunannya sebagai berikut :

a. Bab I tentang ketentuan umum memuat rumusan berbagai istilah


dalam perwakafan.
b. Bab II mengenai ikrar wakaf dan aktanya.
c. Bab III tentang pejabat pembuat akta ikrar yaitu kepala kantor urusan
agama dan tugasnya sebagai pejabat pembuat akta ikrar wakaf.
d. Bab IV tentang nadzir, kewajiban dan hak-haknya.
e. Bab V perubahan perwakafan tanah milik
f. Bab VI tentang pengawasan dan bimbingan
g. Bab VII tata cara pendaftaran wakaf yang terjadi sebelum Peraturan
Pemerintah No 28 Tahun 1977 diundangkan
h. Bab VIII tentang penyelesaian perselisihan perwakafan
i. Bab IX biaya.12

K. Wakaf Tunai
Di Indonesia, dalam memasuki milenium ketiga ini, berbagai
elemen masyarakat mencoba mensosialisasikan wakaf tunai dengan

11
Ujang sutaryat, “hukum wakaf di indonesia” dalam http://hukum-wakaf-di-indonesia.html (10 desember
2011)
12
No name, “praktek pengelolaan wakaf” dalam http://Makalah-Hasan-Wakaf.htm (10 desember 2011)

21
berbagai cara. Bukan saja tahap sosialisasi ini berjalan tanpa aplikasi,
malah sudah ada lembaga tertentu yang mencoba mengaplikasikannya, dan
banyak juga masyarakat yang tertarik untuk ikut serta berkontribusi untuk
itu.
Institusi yang menangani wakaf tunai bisa berupa institusi seperti
lembaga zakat yang dikelola secara profesional oleh orang-orang yang
memenuhi persyaratan, ia bisa juga dikelola oleh lembaga seperti reksa
dana dengan syarat-syarat tertentu pula atau oleh suatu institusi yang
ditetapkan oleh pemerintah yang bekerjasama dengan bank. Ia bisa berdiri
sendiri atau ia juga menjadi bagian dari institusi keuangan lain yang bisa
saling membantu untuk meningkatkan pendapatan wakaf tersebut. Agar ia
dikelola secara profesional, maka yang terbaik ia mesti berdiri sendiri,
jangan bercampur dengan lembaga keuangan lain seperti, zakat, atau
langsung dibawah bank, asuransi dll, dan yang terbaik ia dikendalikan oleh
suatu lembaga yang dibentuk oleh pemerintah dan dijalankan dengan
profesional dan pemerintah bertugas hanya sebagai pengawas terhadap
badan itu.
Agar kesalahan-kesalahan fatal jangan terjadi, maka mekanisme
yang sesuai dengan aturan waqaf secara menyeluruh perlu ada pengaturan.
Diantara beberapa alternative pengaturan misalnya uang yang dikumpul
digunakan untuk membangun harta waqaf yang sudah ada. Mungkin ada
sebidang tanah yang sudah diwakafkan terlebih dahulu, diatas tanah ini
tentu lebih baik dibangun kelinik, sekolah, atau ruko, dan sebagainya.
Seandainya ia terletak pada posisi yang strategis, ruko bisa
disewakan, sewanya dimanfaatkan untuk kepentingan orang banyak. Atau
adanya klinik, masyarakat Islam bisa memberikan pengobatan yang murah
kepada orang Islam yang membutuhkan, atau dengan adanya sekolah,
anak-anak muslim bisa dididik dengan biaya rendah dengan kualitas
prima. Atau bisa saja uang wakaf dibelikan kepada bangunan atau apa saja
yang bisa melahirkan keuntungan. Dari keuntungan tersebut pengelola
bisa mengeluarkan biaya pengelolaan, bisa membiayai aktivitas sosial,
bisa memberikan bantuan kepada orang-orang yang membutuhkan. Harta

22
atau uang waqaf tunai bisa juga diinvestasikan pada sektor lain yang
menguntungkan seperti obligasi syariah. Adanya jaminan bahwa uang
modal dari waqaf tidak hilang merupakan prinsip utama yang mesti
dipegang.13
Jadi secara makro wakaf diharapkan mampu  mempengaruhi
kegiatan ekonomi masyarakat. Orang-orang yang perlu bantuan berupa
makanan, perumahan, sarana umum seperti masjid, rumah sakit, sekolah,
pasar dll, bahkan modal untuk kepentingan pribadi dapat diberikan, bukan
dalam bentuk pinjaman, tapi murni sedekah di jalan Allah. Kondisi
demikian akan memperingan beban ekonomi masyarakat. Kalau ia
bergerak secara teratur tentu akan lahir ekonomi masyarakat dengan biaya
murah.
Menurut Syafi’i Antonio, setidaknya ada tiga filosofi dasar yang
harus ditekankan ketika hendak memberdayakan wakaf, pertama
managemennya harus dalam bingkai ‘proyek yang terintegrasi’, kedua
azas kesejahteraan nadzir, dan yang ketiga azas transparansi dan
accountability dimana badan wakaf dan lembaga yang dibantunya harus
melaporkan setiap tahun tentang proses pengelolaan dana kepada umat
dalam bentuk audited financial report termasuk kewajaran dari masing-
masing pos biaya.

Fatwa MUI Tentang Wakaf Tunai :

Keputusan Komisi Fatwa MUI tanggal 11 Mei 2002 M mengenai


wakaf uang (wakaf tunai) adalah sebagai berikut:
1. Wakaf Uang (Cash Wakaf/Waqf al-Nuqud) adalah wakaf yang
dilakukan seseorang, kelompok orang, lembaga atau badan hukum
dalam bentuk uang tunai.
2. Termasuk ke dalam pengertian uang adalah surat-surat berharga.
3. Wakaf uang hukumnya jawaz (boleh)
4. Wakaf uang hanya boleh disalurkan dan digunakan untuk hal-hal
yang dibolehkan secara syar'i
13
No name, “Perkembangan Wakaf dalam Wacana Fiqh Islam dan Pemberdayaannya dalam
Pembangunan” dalam http://Diskusi%201.htm (13 desember 2011).

23
5. Nilai pokok Wakaf Uang harus dijamin kelestariannya, tidak boleh
dijual, dihibahkan, dan atau diwariskan.

Urgensi Wakaf Tunai


Wakaf Tunai (cash waqf ) sudah dipraktekkan sejak awal abad
kedua hijriyah. Imam az Zuhri (wafat 124 H) salah seorang ulama
terkemuka dan peletak dasar tadwin al hadits memfatwakan, dianjurkan
wakaf dinar dan dirham untuk pembangunan sarana dakwah, sosial, dan
pendidikan umat Islam. Adapun caranya adalah dengan menjadikan uang
tersebut sebagai modal usaha kemudian menyalurkan keuntungannya
sebagai wakaf. Adapun manfaat utama wakaf tunai adalah:
a. seseorang yang memiliki dana terbatas sudah bisa mulai memberikan
dana wakafnya tanpa harus menunggu menjadi tuan tanah terlebih dahulu.
b. melalui wakaf uang, aset-aset wakaf yang berupa tanah-tanah kosong
bisa mulai dimanfaatkan dengan pembangunan gedung atau diolah untuk
lahan pertanian.
c. dana wakaf tunai juga bisa membantu sebagian lembaga-lembaga
pendidikan Islam.
d. umat Islam dapat lebih mandiri dalam mengembangkan dunia
pendidikan tanpa harus terlalu tergantung pada anggaran pendidikan
negara yang memang semakin lama semakin terbatas14

Kendala pengembangan wakaf tunai:


1. State of mind
Kuatnya pengaruh bahwa wakaf identik dengan wakaf harta benda
tak bergerak khususnya tanah dan bangunan. Hal ini dipengaruhi oleh 2
aspek (1) keyakinan ajaran (madzhab) yang dianut yakni mayoritas
madzhab Syafii, (2) budaya lokal (local culture/community image).

14
Idrus andy rahman, “wakaf uang dalam perspektif fikih” dalam http://Makalah.htm (10 desember 2011)

24
2. Model pendayagunaan (peruntukan)
Tidak mudah memang mengelola investasi untuk disalurkan pada
sektor riil. Namun demikian bidang-bidang tertentu bisa dijadikan lahan
untuk menyalurkan manfaat wakaf tunai agar bisa cepat dirasakan oleh
masyarakat. Misalnya, dalam hal usaha kecil mikro, peruntukan dana
wakaf sedianya untuk masyarakat kecil, namun sayangnya mereka tidak
bisa menunjukkan kelayakan usaha yang hendak dibantu. Sasaran
akhirnya adalah kemandirian, sementara atas nama wakaf, masyarakat
selalu bergantung sebagai amal jariyah.

3. Nadzir hanya Lembaga Keuangan Syariah


Berdasarkan UU No. 41 tahun 2004, bahwa untuk kasus wakaf
tunai nadzir yang diberi wewenang untuk mengelola adalah lembaga
keuangan syariah yang ditunjuk oleh menteri. Pemerintah menyatakan
bahwa pengelolaan wakaf tunai melalui lembaga keuangan syariah ini atas
dasar pertimbangan keuangan. Mestinya penyerahan dan pengelolaan
wakaf tunia tak hanya diserahkan kepada lembaga keuangan syariah,
karena ada lembaga lain yang mampu mengelola wakaf tunai tersebut
dengan profesional dan diyakini mampu menjaga keamanan wakaf. Ada
dua hal yang dicermati dari penyerahan dan pengelolaan wakaf tunai oleh
lembaga keuangan syariah, (1) lembaga keuangan syariah adalah lembaga
profit dan komersial, ia juga harus memikirkan pendayagunaan sosial
wakaf, yang ditakutkan adalah dana wakaf tersebut justru menyokong
kegiatan komersialnya sendiri, sehingga bahwa wakaf itu harus diberikan
manfaat ekonomi bagi umat, ddan (2) tereduksinya peran dan
pemberdayaan masyarakat dalam hal-hal produktif, sementara intinya
adalah kapabilitas, kredibilitas, profesionalitas dari nadzir, bukan status
nadzir yang akan mengelola wakaf tunai.
4. Perangkat aturan hukum
Sebagai acuan bertindak dalam masalah wakaf di Indonesia, UU
No. 41 tahun 2004 belum memiliki aturan turunan dalam bentuk Peraturan

25
Pemerintah (PP) sebagai petunjuk pelaksana (juklak) operasional.
Beberapa pasal yang disebutkan bergantung pada kehadiran Peraturan
Pemerintah, misalnya tentang detail mengenai ketentuan wakaf benda
bergerak berupa uang. Namun demikian haruslah mengalahkan segalanya
demi kepentingan sosial dan yang terpenting adalah prinsip kemaslahatan
harus selalu dikedepankan, sesuai dengan koridor hukum yang berlaku.

Sasaran Wakaf Tunai


Adapun sasaran wakaf tunai, para praktisi pengelola wakaf masih
menjadikan pendapat Prof. Dr. M.A Manan, pakar ekonomi Islam dari
Bangladesh ini, sebagai rujukan penting.
Pertama: kemanfaatan bagi kesejahteraan pribadi (dunia-akhirat).
Kedua, kemanfaatan bagi kesejahteraan keluarga (dunia akhirat).
Ketiga, pembangunan sosial. Wakaf tunai bisa membuka banyak peluang
untuk membantu masyarakat. Dari profit wakaf tunai, seseorang dapat
membantu memberikan bantuan yang berharga bagi pendirian atau pun
operasionalisasi lembaga-lembaga pendidikan maupun masjid. Wakaf
tunai dapat pula membantu terlaksananya proyek-proyek pendidikan, riset,
keagamaan, kesejahteraan sosial, pengobatan dan perawatan kesehatan
bagi kaum dhuafa, dan penghapusan kemiskinan. Wakaf tunai juga bisa
dimanfaatkan untuk beasiswa pelajar/mahasiswa.
Keempat, membangun masyarakat sejahtera: jaminan sosial bagi si
miskin dan jaminan keamanan sosial bagi si kaya. Wakaf tunai dalam
tahap yang makin baik, menjadi wahana terciptanya kepedulian dan kasih
sayang si kaya terhadap si miskin, sehingga tercipta hubungan harmonis
dan kerjasama yang baik.

Pengelolaan Wakaf Tunai


Prof M.A. Mannan sebagai pakar ekonomi Islam terkemuka,
melakukan terobosan baru dalam aplikasi wakaf ini. Beliau
mengembangkan apa yang disebut dengan wakaf tunai dengan
menggunakan mekanisme bank (Social Investment Bank Limited,

26
Bangladesh). Wacana ini sebenarnya sudah dibahas dalam literatur Hanafi
dan Maliki. Dalam dua literatur tersebut disebutkan bahwa wakaf tunai
selain dapat digunakan dalam pembiayaan pembangunan sarana dalam
bentuk pinjaman, juga dapat digunakan dalam bentuk pembiayaan
mudharabah. Kontroversi yang mengemuka dalam mekanisme wakaf
tunai ini berkisar pada sah tidaknya menggunakan dana wakaf untuk
diinvestasikan, yang secara logika memiliki resiko musnah (kefitrahan
usaha yaitu untung dan rugi).
Selain itu, dengan melakukan investasi berarti dana wakaf akan
selamanya berbentuk uang, hal ini akan menimbulkan pertanyaan tentang
nilai intrinsik uang yang pada hakikatnya tidak memiliki nilai. Berbeda
dengan kasus klasik (yang dijadikan landasan dalam implementasi wakaf
tunai) yang nota bene nilai uang terjaga akibat logam yang digunakan
sebagai uang adalah logam mulia; emas dan perak (dinar dan dirham).
Jadi, wakaf tunai dengan sistem mata uang yang ada saat ini,
implementasinya memiliki resiko nilai uang tereduksi akibat inflasi,
disamping resiko pelanggaran kaidah syariat ketika mekanismenya melalui
investasi.15
Secara logika wakaf tunai dengan memutarkan dana wakaf pada
aktivitas investasi, sebenarnya aktivitas penggunaan harta wakaf terletak
pada aktivitas investasi bukan pada aktivitas pengambilan manfaat dari
returns (bagi hasil) investasi tersebut. Hal ini merujuk dari pengertian
harta dalam fikih muamalah, yang membagi harta menjadi harta umum
(yang tak dapat dimiliki secara perorangan) atau malul ashl dan harta hasil
dari harta ashl (yang dapat dimiliki secara perorangan) atau malul
tsamarah. Dalam konteks wakaf yang diinvestasikan, harta wakaf
termasuk harta ashl sedangkan returns-nya merupakan harta tsamarah.16

15
No name, “Perkembangan Pengelolaan Wakaf Di Indonesia”, (Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf,
2006)

16
Pasaribu Chairuman dan Suhrawardi K. Lubis, Hukum Perjanjian dalam Islam. (Jakarta: Sinar Grafika,
2004)

27
Dengan demikian mekanisme wakaf hakikatnya ada pada aktifitas
investasi tadi yang menggunakan harta ashl. Jadi, kalaupun disepakati
mekanisme wakaf tunai jenis ini, sepatutnya pemegang amanah harta
wakaf memfokuskan pada usaha-usaha investasi harta wakaf yang
memberikan manfaat besar kepada umat. Pengelolaan wakaf
menggunakan institusi bank menerapkan semacam deposito berjangka
(temporer wakaf deposits) dalam pengelolaan wakaf tunai. Yang pertama
deposito wakaf temporer yang berbasis pinjaman, dimana uang yang
disimpan oleh nasabah di bank diikhlaskan dengan niat wakaf untuk
diambil manfaatnya oleh pengguna dalam membiayai program-program
pembangunan sarana umum (awqaf properties), tanpa ada biaya tambahan
kecuali biaya administrasi yang diperbolehkan syariat. Yang kedua
deposito wakaf temporer yang berbasis investasi, ia mengkhususkan
penggunaan depositonya hanya untuk investasi sarana umum, dimana
keuntungannya adalah juga menjadi hak wakif. Keduanya tetap
mensyaratkan penggunaan dana wakaf tersebut harus pada proyek untuk
kepentingan umum, seperti proyek bangunan sekolah, jalan, jembatan,
pasar dan fasilitas umumlainnya. Jadi bukan proyek-proyek komersil,
seperti pembiayaan sebuah perusahaan, kredit perorangan dan lain
sebagainya. Dengan demikian dapat disimpulkan jenis-jenis wakaf tunai
yang dapat dilakukan:
1. Wakaf Tunai dengan tujuan membeli awqaf properties.
2. Wakaf Tunai dalam bentuk Pinjaman (Temporary Wakaf Deposits in
Loan Basis).
3. Wakaf Tunai dalam bentuk Investasi (Temporary Wakaf Deposits in
Investment Basis).
Jadi untuk sementara ini pada isu wakaf tunai, institusi wakaf dapat
mengelola wakaf tunai definitive (jelas niat dan tujuan penyalurannya) dan
wakaf tunai mutlak. Dengan demikian sebenarnya terdapat potensi atas
alasan syar’i wakaf barang untuk dikelola seperti mengelola wakaf tunai
yang mutlak.17 Misalkan atas alasan biaya pemeliharaan yang cukup tinggi

17
Suparman usman,” Hukum Perwakafan Di Indonesia” ( Kudus: Darul Ulum Press, 1994)

28
dibandingkan dengan keuntungan yang didapat, sebuah gedung wakaf
dapat disewakan yang hasilnya dipergunakan sesuai dengan tujuan akad
wakaf.

Contoh Fakta Pemberdayaan Wakaf Tunai


Salah satu tindakan riil operasional wakaf tunai adalah sertifikat
wakaf tunai yang dipelopori oleh M.A Manan dengan Social Investment
Bank. Ltd (SIBL)−nya. Operasionalisasi Sertifikat Wakaf Tunai
sebagaimana yang diterapkan oleh SIBL adalah sebagai berikut:
1) Wakaf Tunai harus diterima sebagai sumbangan sesuai dengan shari'ah.
Bank harus mengelola Wakaf tersebut atas nama Wakif.
2) Wakaf dilakukan dengan tanpa batas waktu dan rekeningnya harus
terbuka dengan nama yang ditentukan oleh Wakif.
3) Wakif mempunyai kebebasan memilih tujuan−tujuan yang diinginkan
asal tidak bertentangan dengan shari'ah.
4) Wakaf Tunai selalu menerima pendapatan dengan tingkat (rate)
tertinggi yang ditawarkan oleh bank dari waktu kewaktu.
5) Kuantitas wakaf tetap utuh dan hanya keuntungannya saja yang akan
dibelanjakan untuk tujuan−tujuan yang telah ditentukan oleh wakif.
Bagian keuntungan yang tidak dibelanjakan akan secara otomatis
ditambahkan pada wakaf dan profil yang diperoleh akan bertambah terus.
6) Wakif dapat meminta bank mempergunakan keseluruan profil untuk
tujuan−tujuan yang telah ia tentukan.
7) Wakif dapat memberikan wakaf tunai untuk sekali saja, atau ia dapat
juga menyatakan akan memberikan sejumlah wakaf dengan cara
melakukan deposit pertama kalinya dengan jumlah tertentu.
Deposit−deposit berikutnya juga dapat dilakukan dengan jumlah setoran
pertama atau kelipatannya.
8) Wakif dapat juga meminta kepada bank untuk merealisasikan wakaf
tunai pada jumlah tertentu untuk dipindahkan dari rekening wakif pada
SIBL.

29
9) Atas setiap setoran wakaf tunai harus diberikan tanda terima dan setelah
jumlah wakaf tersebut mencapai jumlah yang ditentukan, barulah
diterbitkan sertifikat.
10) Prinsip dan dasar−dasar peraturan shari'ah wakaf tunai dapat ditinjau
kaembali dan dapat berubah.

L. Wakaf: Institusi Baru dalam Praktik


Badan Wakaf Indonesia (BWI)
Badan Wakaf Indonesia (BWI) merupakan badan bentukan
pemerintah untuk melakukan pembinaan dan pengawasan nadzir dan
pengelolaan harta benda wakaf. Beberapa kasus terjadi misalnya, para
nadzir baik perorangan maupun lembaga tidak bertanggung jawab atas
harta benda wakaf yang dikelola, perubahan peruntukan harta benda wakaf
dikarenakan -salah satunya- misalnya ada perubahan tata ruang kota,
sehingga harus digusur atau dipindahkan.18

Lembaga Keuangan Syariah (LKS)


Diakomodasinya wakaf dalam bentuk benda bergerak. Namun,
masalah wakaf uang, amanat UU menyebutkan pengelola (nadzir) adalah
hanya lembaga keuangan syariah. Hal ini menimbulkan dua implikasi
yang serius. Pertama, LKS adalah lembaga profit dan komersial, boleh
jadi (dan kemungkinan besar) menggunakan dana wakaf menjadi suntikan
dana likuiditas maupun dana investasi sektor riil, yang melupakan esensi
dari wakaf uang untuk kemaslahatan dan kesejahteraan umat, kedua,
tereduksinya potensi kemandirian dalam rangka pemberdayaan umat yang
boleh jadi secara manajemen keuangan lebih baik dan akuntabel
ketimbang LKS, sebagai contoh Dompet Dhuafa Republika, dan lembaga
yang lain.

18
Rizal, “wakaf” dalam http://makalah-hukum-i.patdn.htm (10 desember 2011)

30
M. Perbedaan antara Wakaf dengan Shodaqoh
Berikut adalah perbedaan wakaf dan shodaqoh:
Wakaf Shodaqoh
a. Menyerahkan kepemilikan a. Menyerahkan kepemilikan
suatu barang kepada orang lain. suatu barang kepada pihak
b. Hak milik atas barang lain
dikembalikan kepada Allah. b. Hak milik atas barang
c. Objek wakaf tidak boleh diberikan kepada penerima
diberikan atau dijual kepada shadaqah/hibah.
pihak lain. c. Objek shadaqah/hibah
d. Manfaat barang biasanya boleh diberikan atau dijual
dinikmati untuk kepentingan pada pihak lain.
sosial. d. Manfaat barang dinikmati
e. Objek wakaf biasanya kekal oleh penerima
zatnya. shadaqah/hibah.
f. Pengelolaan objek wakaf e. Objej shadaqah/hibah tidak
diserahkan kepada harus kekal zatnya.
administratur yang disebut f. Pengelolaan
nadzir/mutawalli. shadaqah/hibah diserahkan
kepada penerima.

31
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dalam Undang-undang nomor 41 tahun 2004, wakaf diartikan
dengan perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan
sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk
jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan
ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah.
Prinsip-prinsip Pengelolaan Wakaf adalah Seluruh harta benda
wakaf harus diterima sebagai sumbangan dari wakif dengan status wakaf
sesuai dengan syariah, Wakaf dilakukan dengan tanpa batas waktu, Wakif
mempunyai kebebasan memilih tujuan-tujuan sebagaimana yang
diperkenankan oleh Syariah, Jumlah harta wakaf tetap utuh dan hanya
keuntungannya saja yang akan dibelanjakan untuk tujuan-tujuan yang
telah ditentukan oleh Wakif, dan Wakif dapat meminta keseluruhan
keuntungannya untuk tujuan-tujuan yang telah ia tentukan.

32
Menurut pandangan dari DT wakaf sangat menarik untuk
dikembangkan dan disosialisasikan kepada masyarakt khususnya untuk
wakaf yang dikelola secara produktif dan hasilnya untuk kegiatan social.
DPU Dt memandang wakaf boleh dikata tidak memiliki kendala, namun
tantangan selalu ada karena mereka berfikir bagaiman wakaf ini bias
berkembang dan terus mengalirakn manfaat bagi ummat dan menghasilkan
pahala bagi Muwakif. Strategi dan Rencana kedepan DPU DT dalam
mengelola Wakaf adalah Perbanyak sosialisasi dan promosi tentang wakaf,
Pembuatan akuntabilitas dalam kinerja lembaga, Buat replikasi di Tanah
wakaf tertentu yang telah ada atqau sedang dikembangkan untuk dikloning
ditempat lain.

B. Saran dan Kritik


Dengan kerendahan hati, penulis merasa makalah ini sangat
sederhana dan jauh dari kesempurnaan,. Saran dan kritik yang konstruktif
sangat diperlukan demi kesempurnaan makalah sehingga akan lebih
bermanfaat dalam kontribusinya bagi keilmuan. Wallahu’alam.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Abdul gani. 2008. wakaf produktif. bandung: simbiosa rekatama media.

Al – alabij, adijani. 2002. perwakafan tanah di indonesia. jakarta: PT. Raja


Grafindo Persada.

Antonio, Syafi’i. 2006. menuju era wakaf produktif. Jakarta selatan: mitra abadi
press.

Chairuman, Pasaribu dan Suhrawardi K. Lubis, 2004, Hukum Perjanjian dalam


Islam, Jakarta: Sinar Grafika.

Soemitra, andri. 2009. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. Jakarta: Kencana.

33
Hafidhuddin, Didin. 2004. hukum wakaf. jakarta: iiman dan dompet duafa
republika.

Usman, Suparman. 1994. Hukum Perwakafan Di Indonesia. Kudus: Darul Ulum


Press.

No name, 2006, Perkembangan Pengelolaan Wakaf Di Indonesia,Jakarta:


Direktorat Pemberdayaan Wakaf.

No name. ”Pengertian Wakaf”. Dalam http:///F:/wakaf%20makalah/bahan


%20wakaf/Pengertian%20Wakaf%20%C2%AB.htm

Hendra kholid, “ lembaga pengelolaan wakaf” dalam


http://hendrakholid.net/blog/2011/04/16/lembaga-pengelola-wakaf-2/.htm

Anne Ahira. ”Pengertian wakaf”. Dalam http:///F:/wakaf%20makalah/bahan


%20wakaf/Pengertian%20Wakaf%20dan%20Ketentuannya.htm.

Ujang sutaryat, “hukum wakaf di indonesia” dalam http://hukum-wakaf-di-


indonesia.html

No name, “praktek pengelolaan wakaf” dalam http://Makalah-Hasan-Wakaf.htm

No name, “Perkembangan Wakaf dalam Wacana Fiqh Islam dan


Pemberdayaannya dalam Pembangunan” dalam http://Diskusi%201.htm

Idrus andy rahman, “wakaf uang dalam perspektif fikih” dalam


http://Makalah.htm

Usman, Suparman. 1994. Hukum Perwakafan Di Indonesia. Kudus: Darul Ulum


Press.

Rizal, “wakaf” dalam http://makalah-hukum-i.patdn.htm

34

Anda mungkin juga menyukai