REVISI MAKALAH
Oleh :
Dosen Pengampu :
FAKULTAS SYARI’AH
SURABAYA
2011
1
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah segala puji tidak lupa kita ucapkan kepada Allah SWT yang
masih memberikan kesehatan dan kesempatan kepada penulis, sehingga
dengan kesehatan dan kesempatan itu penulis masih sempat menyelesaikan
revisi makalah ini dengan baik. Sholawat beserta salam penulis sampaikan
kepada Nabi Besar Muhammad, Rasulullah SAW, karena dengan
syafa’atnyalah kita bisa diringankan dalam memperoleh ridho Allah sehingga
bisa masuk ke dalam surga Allah.
Dengan selesainya revisi makalah ini, kami mengucapkan banyak terima
kasih kepada Bapak Sirajul Arifin yang telah membimbing dan memberikan
support kepada kami, sehingga kami bisa menyusun revisi makalah ini.
Semoga bimbingan yang bapak berikan dapat bermanfaat, Amin.
kami menyadari bahwa revisi makalah ini masih kurang dari sempurna dan
masih banyak kekurangan di dalamnya. Oleh sebab itu dengan penuh rendah
hati kami mohon agar dosen pembimbing berkenan memberikan kritik dan
saran yang membangun guna sempurnanya tugas ini .
Dengan segala kekurangan dan keterbatasan, semoga revisi makalah ini
dapat bermanfaat dan berguna terutama bagi para mahasiswa, Amin.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
Halaman cover.......................................................................................................i
Kata Pengantar.......................................................................................................ii
A. Latar belakang...........................................................................................1
B. Rumusan masalah......................................................................................1
C. Tujuan........................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................2
A. Pengertian.........................................................................................................2
B. Sejarah..............................................................................................................3
C. Dasar Hukum....................................................................................................5
D. Prinsip – Prinsip Pengelolaan Wakaf...............................................................6
E. Perkembangan Pengelolaan Harta Benda Wakaf di beberapa Negara.............7
F. Profil Lembaga dan sistem Pengelolaan Wakaf di indonesia...........................7
G. Rukun dan Syarat..............................................................................................8
H. Bentuk-bentuk wakaf, Harta Benda Wakaf dan Pemanfaatannya....................10
I. Prospek, Kendala dan Strategi Pengelolaan Wakaf..........................................
13
J. Peraturan Per-Undang-Undangan ..................................................... 15
K. Wakaf Tunai ....................................................................................................
16
L. Wakaf: Institusi Baru dalam Praktik ................................................. 23
M. Perbedaan Wakaf dengan Shodaqoh …………………………………... 23
A. Kesimpulan.......................................................................................................24
B. Saran dan Kritik................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Di Indonesia telah mengenal wakaf baik setelah Islam masuk
maupun sebelum Islam masuk. Di tanah jawa, lembaga-lembaga wakaf
telah dikenal pada masa Hindu-Buddha yaitu dengan istilah Sima dan
Dharma. Akan tetapi lembaga tersebut tidak persis sama dengan lembaga
wakaf dalam hukum Islam. Dan peruntukannya hanya pada bidang tanah
hutan saja atau berupa tanah saja. Umumnya, wakaf yang dikenal pada
masa sebelum Islam atau oleh agama-agama lain diluar Islam hampir sama
dengan Islam, yaitu untuk peribadatan. Dengan kata lain lambaga wakaf
telah dikenal oleh masyarakat pada peradaban yang cukup jauh dari masa
sekarang. Namun tujuan utama dari wakafnya yang berbeda-beda (untuk
mendapat pahala, hanya untuk masyarakat umum, dll). Sedangkan setelah
masuknya Islam istilah wakaf mulai dikenal. Menurut (Abdoerraoef)
wakaf adalah menyediakan suatu harta benda yang dipergunakan hasilnya
untuk kemaslahatan umat. Sehingga ketika wakaf dikenal di Indonesia
juga mempengaruhi pengaturan perwakafan tanah di Indonesia yang
peruntukannya sebagai tempat-tempat peribadatan dan sosial yang
dibuatnya peraturan-peraturan yang lebih khusus mengenai wakaf di era
setelah kemerdekaan. Hal ini dapat dilihat dari UU No. 5 Tahun 1960
(UUPA) yang terdapat pada Pasal 49 tentang Hak-hak tanah untuk
keperluan suci dan sosial.
4
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian wakaf serta Bagaimana Prinsip – prinsip pengelolaan
wakaf?
2. Aplikasi dan pengelolaan wakaf tunai?
3. Jelaskan Peraturan perwakafan dan profil pengelola wakaf serta
prospek perwakafan di indonesia?
C. Tujuan
Pemanfaatan wakaf tidak hanya sebatas untuk kegiatan-kegiatan
keagamaan dan sosial belaka, namun juga hendaknya dapat dimanfaatkan
untuk pengembangan ekonomi yang bersifat makro. Selain itu, dengan
dilakukannya investasi terhadap tanah wakaf. Sehingga tujuan dan manfaat
diadakannya wakaf tersebut dapat terlaksana dengan baik dan benar-benar
berguna bagi masyarakat umum.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Secara etimologi, wakaf berasal dari “Waqf” yang berarti “al-
Habs”. Merupakan kata yang berbentuk masdar (infinitive noun) yang
pada dasarnya berarti menahan, berhenti, atau diam. Apabila kata tersebut
dihubungkan dengan harta seperti tanah, binatang dan yang lain, ia berarti
pembekuan hak milik untuk faedah tertentu. Dalam pengertian hukum
Islam wakaf adalah melepas kepemilikan atas harta yang dapat bermanfaat
dengan tanpa mengurangi bendanya untuk diserahkan kepada perorangan
atau kelompok (organisasi) agar dimanfaatkan untuk tujuan-tujuan yang
tidak bertentangan dengan syari’at. Definisi wakaf menurut ahli fiqh
adalah sebagai berikut:
Pertama, Hanafiyah mengartikan wakaf sebagai menahan materi
benda (al-‘ain) milik Wakif dan menyedekahkan atau mewakafkan
5
manfaatnya kepada siapapun yang diinginkan untuk tujuan kebajikan.
Definisi wakaf tersebut menjelaskan bahawa kedudukan harta wakaf
masih tetap tertahan atau terhenti di tangan Wakif itu sendiri. Dengan
artian, Wakif masih menjadi pemilik harta yang diwakafkannya, manakala
perwakafan hanya terjadi ke atas manfaat harta tersebut, bukan termasuk
asset hartanya.
Kedua, Malikiyah berpendapat, wakaf adalah menjadikan manfaat
suatu harta yang dimiliki (walaupun pemilikannya dengan cara sewa)
untuk diberikan kepada orang yang berhak dengan satu akad (shighat)
dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan keinginan Wakif. Definisi
wakaf tersebut hanya menentukan pemberian wakaf kepada orang atau
tempat yang berhak saja.
Ketiga, Syafi‘iyah mengartikan wakaf dengan menahan harta yang
bisa memberi manfaat serta kekal materi bendanya (al-‘ain) dengan cara
memutuskan hak pengelolaan yang dimiliki oleh Wakif untuk diserahkan
kepada Nazhir yang dibolehkan oleh syariah. Golongan ini mensyaratkan
harta yang diwakafkan harus harta yang kekal materi bendanya (al-‘ain)
dengan artian harta yang tidak mudah rusak atau musnah serta dapat
diambil manfaatnya secara berterusan.
Keempat, Hanabilah mendefinisikan wakaf dengan bahasa yang
sederhana, yaitu menahan asal harta (tanah) dan menyedekahkan manfaat
yang dihasilkan. Itu menurut para ulama ahli fiqih.
Dalam Undang-undang nomor 41 tahun 2004, wakaf diartikan
dengan perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan
sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk
jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan
ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah.
Wakaf berfungsi untuk mewujudkan potensi dan manfaat
ekonomis harta benda wakaf untuk kepentingan ibadah dan untuk
memajukan kesejahteraan umum. Kemajuan dan peningkatan ekonomi
umat, bantuan kepada fakir miskin.1
1
No name, ”Pengertian Wakaf”, Dalam http:///F:/wakaf%20makalah/bahan%20wakaf/Pengertian
%20Wakaf%20%C2%AB.htm. (4 januari 2011)
6
B. Sejarah Wakaf
7
keluarga Pada masa dinasti Umayyah, terbentuk lembaga wakaf tersendiri
sebagaimana lembaga lainnya dibawah pengawasan hakim. Lembaga
wakaf inilah yang pertama kali dilakukan dalam administrasi wakaf di
Mesir, bahkan diseluruh negara Islam. Pada masa dinasti Abbasiyah
terdapat lembaga wakaf yang disebut dengan “shadr al-Wuquuf” yang
mengurus administrasi dan memilih staf pengelola lembaga wakaf.
Demikian perkembangan wakaf pada masa dinasti Umayyah dan
Abbasiyah yang manfaatnya dapat dirasakan oleh masyarakat, sehingga
lembaga wakaf berkembang searah dengan pengaturan administrasinya.2
2
Abdul gani abdullah, wakaf produktif (bandung: simbiosa rekatama media, 2008), 49
3
Hendra kholid, “ lembaga pengelolaan wakaf” dalam http://hendrakholid.net/blog/2011/04/16/lembaga-
pengelola-wakaf-2/ (13 desember 2011)
8
ini didasarkan pada keumuman ayat-ayat al-Quran yang menjelaskan
tentang infaq fi sabilillah.
Artinya : "Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan
Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa
yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih
yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, Padahal kamu
sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata
terhadapnya. dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha
Terpuji." (Q.S al-Baqarah:267).
Artinya : "Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang
sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu
cintai. dan apa saja yang kamu nafkahkan Maka Sesungguhnya Allah
mengetahuinya." (Q.S ali Imran:92).
Adapun Hadis yang menjadi dasar dari wakaf yaitu Hadis yang
menceritakan tentang kisah Umar bin al-Khaththab ketika menerima tanah
di Khaibar.
Bahwa sahabat Umar ra. memperoleh sebidang tanah di Khaibar,
kemudian Umar ra. menghadap Rasulullah saw. untuk meminta petunjuk.
Umar berkata: "Hai Rasulullah saw., saya mendapat sebidang tanah di
Khaibar, saya belum mendapatkan harta sebaik itu, maka apakah yang
engkau perintahkan kepadaku?" Rasulullah saw. bersabda: "Bila engkau
suka, kau tahan (pokoknya) tanah itu, dan engkau sedekahkan (hasilnya).
"kemudian Umar mensedekahkan (tanahnya untuk dikelola), tidak dijual,
tidak di hibahkan dan tidak di wariskan. Ibnu Umar berkata: "Umar
menyedekahkannya (hasil pengelolaan tanah) kepada orang-orang fakir,
kaum kerabat, hamba sahaya, sabilillah, ibnu sabil dan tamu. Dan tidak
dilarang bagi yang mengelola (Nadhir) wakaf makan dari hasilnya
dengan cara yang baik (sepantasnya) atau memberi makan orang lain
dengan tidak bermaksud menumpuk harta" (HR. Muslim).
Dalil Ijma' :Imam Al-Qurthuby berkata: Sesungguhnya
permasalahan wakaf adalah ijma (sudah disepakati) diantara para
sahabat Nabi; yang demikian karena Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali,
9
Aisyah, Fathimah, Amr ibn Al-Ash, Ibnu Zubair, dan Jabir, seluruhnya
mengamalkan syariat wakaf, dan wakaf-wakaf mereka, baik di Makkah
maupun Madinah, sudah dikenal masyhur oleh khalayak ramai. (Lihat:
Tafsir Al-Qurthuby: 6/339, Al-Mustadrah 4/200, Sunan Al-Daraquthny
4/200, Sunan Al-Baihaqy 6/160, Al-Muhalla 9/180).4
4
Ibid hal 2
10
4. Untuk mengamankan harta benda wakaf dan campurtangan pihak
ketiga yang merugikan kepentingan wakaf, perlu meningkatkan
kemampuan profesional Nazhir.
5. Undang-undang ini juga mengatur pembentukan Badan Wakaf
Indonesia yang dapat mempunyai perwakilan di daerah sesuai dengan
kebutuhan. Badan tersebut merupakan lembaga independen yang
melaksanakan tugas di bidang perwakafan yang melakukan pembinaan
terhadap Nazhir, melakukan pengelolaan dan pengembangan harta benda
wakaf berskala nasional dan internasional, memberikan persetujuan atas
perubahan peruntukan dan status harta benda wakaf dan memberikan saran
dan pertimbangan kepada pemerintah dalam penyusunan kebijakan di
bidang perwakafan. (Lihat penjelasan dari UU No.41 tahun 2004 tentang
wakaf).
11
wakaf yang dikelola secara profesional dapat berperan dalam peningkatan
perekonomian umat Islam Bangladesh.5
5
M. Syafi’i antonio, menuju era wakaf produktif (jakarta selatan: mitra abadi press, 2006), 27
12
menerima manfaat wakaf (al – mauquf ‘alaihi). Keempat, lafaz atau ikrar
wakaf (sighah).
1. Syarat-syarat orang yang berwakaf (al-waqif)Syarat-syarat al-
waqif ada empat, pertama orang yang berwakaf ini mestilah memiliki
secara penuh harta itu, artinya dia merdeka untuk mewakafkan harta itu
kepada sesiapa yang ia kehendaki. Kedua dia mestilah orang yang berakal,
tak sah wakaf orang bodoh, orang gila, atau orang yang sedang mabuk.
Ketiga dia mestilah baligh. Dan keempat dia mestilah orang yang mampu
bertindak secara hukum (rasyid). Implikasinya orang bodoh, orang yang
sedang muflis dan orang lemah ingatan tidak sah mewakafkan hartanya.
2. Syarat-syarat harta yang diwakafkan (al-mauquf)Harta yang
diwakafkan itu tidak sah dipindahmilikkan, kecuali apabila ia memenuhi
beberapa persyaratan yang ditentukan oleh ah; pertama barang yang
diwakafkan itu mestilah barang yang berharga Kedua, harta yang
diwakafkan itu mestilah diketahui kadarnya. Jadi apabila harta itu tidak
diketahui jumlahnya (majhul), maka pengalihan milik pada ketika itu tidak
sah. Ketiga, harta yang diwakafkan itu pasti dimiliki oleh orang yang
berwakaf (wakif). Keempat, harta itu mestilah berdiri sendiri, tidak
melekat kepada harta lain (mufarrazan) atau disebut juga dengan istilah
(ghaira shai’).6
3. Syarat-syarat orang yang menerima manfaat wakaf (al-mauquf
alaih) Dari segi klasifikasinya orang yang menerima wakaf ini ada dua
macam, pertama tertentu (mu’ayyan) dan tidak tertentu (ghaira mu’ayyan).
Yang dimasudkan dengan tertentu ialah, jelas orang yang menerima wakaf
itu, apakah seorang, dua orang atau satu kumpulan yang semuanya tertentu
dan tidak boleh dirubah. Sedangkan yang tidak tentu maksudnya tempat
berwakaf itu tidak ditentukan secara terperinci, umpamanya seseorang
sesorang untuk orang fakir, miskin, tempat ibadah, dll. Persyaratan bagi
orang yang menerima wakaf tertentu ini (al-mawquf mu’ayyan) bahwa ia
mestilah orang yang boleh untuk memiliki harta (ahlan li al-tamlik), Maka
orang muslim, merdeka dan kafir zimmi yang memenuhi syarat ini boleh
6
Didin hafidhuddin, hukum wakaf (jakarta: iiman dan dompet duafa republika, 2004), 148
13
memiliki harta wakaf. Adapun orang bodoh, hamba sahaya, dan orang gila
tidak sah menerima wakaf. Syarat-syarat yang berkaitan dengan ghaira
mu’ayyan; pertama ialah bahwa yang akan menerima wakaf itu mestilah
dapat menjadikan wakaf itu untuk kebaikan yang dengannya dapat
mendekatkan diri kepada Allah. Dan wakaf ini hanya ditujukan untuk
kepentingan Islam saja.
4. Syarat-syarat Shigah Berkaitan dengan isi ucapan (sighah) perlu
ada beberapa syarat. Pertama, ucapan itu mestilah mengandungi kata-kata
yang menunjukKan kekalnya (ta’bid). Tidak sah wakaf kalau ucapan
dengan batas waktu tertentu. Kedua, ucapan itu dapat direalisasikan segera
(tanjiz), tanpa disangkutkan atau digantungkan kepada syarat tertentu.
Ketiga, ucapan itu bersifat pasti. Keempat, ucapan itu tidak diikuti oleh
syarat yang membatalkan. Apabila semua persyaratan diatas dapat
terpenuhi maka penguasaan atas tanah wakaf bagi penerima wakaf adalah
sah. Pewakaf tidak dapat lagi menarik balik pemilikan harta itu telah
berpindah kepada Allah dan penguasaan harta tersebut adalah orang yang
menerima wakaf secara umum ia dianggap pemiliknya tapi bersifat ghaira
tammah.7
Bentuk-bentuk wakaf
1. Wakaf Ahli
7
Anne Ahira, ”Pengertian wakaf”, Dalam http:///F:/wakaf%20makalah/bahan
%20wakaf/Pengertian%20Wakaf%20dan%20Ketentuannya.htm. (28 november 2011)
14
Wakaf ahli yaitu wakaf yang ditujukan kepada orang-orang
tertentu, seorang atau lebih, baik keluarga si wakif atau bukan. Wakaf ahli
juga sering disebut wakaf dzurri atau wakaf ‘alal aulad yakni wakaf yang
diperuntukan bagi kepentingan dan jaminan sosial dalam lingkungan
keluarga atau lingkungan kerabat sendiri. Dalam satu segi, wakaf ahli ini
mempunyai dua aspek kebaikan, yaitu (1) kebaikan sebagai amal ibadah
wakaf, (2) kebaikan silaturrahmi terhadap keluarga yang diberikan harta
wakaf.
2. Wakaf Khoiri
Harta benda wakaf adalah harta benda yang memiliki daya tahan
lama dan manfaat jangka panjang serta mempunyai nilai ekonomi menurut
syariah yang diwakafkan oleh wakif.
1. Wakaf benda tidak bergerak, yaitu
a. Hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang -
undangan yang berlaku, baik yang sudah maupun yang belum
terdaftar.
b. Bangunan atau bagian bangunan yang berdiri di atas tanah.
c. Tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah.
d. Hak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang – undangan yang berlaku.
15
a. Perorangan atau badan hukum yang mewakafkan tanah hak
miliknya diharuskan datang sendiri dihadapan PPAIW untuk
melaksanakan ikrar Wakaf.
b. Calon wakif sebelum mengikrarkan wakaf, terlebih dahulu harus
menyerahkan surat – surat (sertifikat, surat keterangan dll) kepada
PPAIW.
c. PPAIW meneliti surat dan syarat – syaratnya dalm memenuhi
untuk pelepasan hak atas tanah.
d. Dihadapan PPAIW dan dua orang saksi, wakif mengikrarkan
dengan jelas, tegas dan dalam bentuk tertulis. Apabila tidak dapat
menghadap PPAIW maka dapat membuat ikrar secra tertulis dengan
persetujuan dari kandepag.
e. PPAIW segera membuat akta ikrar wakaf dan mencatat dalam
daftar akta ikrar wakaf dan menyimpannya bersama aktanya dengan
baik.
16
terjadi permintaan untuk menukar guling (ruilslag) tanah wakaf
karena alasan tertentu. Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2006
memperbolehkan tukar guling atau penukaran harta benda wakaf
dengan syarat harus ada persetujuan dari Menteri Agama.
Sengketa Wakaf
Penyelesaian sengketa wakaf ditempuh dengan beberapa
tahapan yang dilakukan secara stratifikatif:
1. Musyawarah untuk mencapai mufakat
2. Mediasi, (mediasi yang dimaksud adalah penyelesaian sengketa
dengan bantuan pihak ketiga (mediator) yang disepakati oleh
para pihak yang bersengketa).
3. Arbitrase (Arbitrase yang dimaksud adalah Badan Arbitrase
Syariah Nasional (BASYARNAS))
4. Pengadilan (Pengadilan yang dimaksud adalah Pengandilan
Agama (PA) atau Mahkamah Syari’iyah).
5. Terkait dengan persoalan sengketa wakaf, keberadaan dokumen
(sertifikat) dan saksi menjadi persoalan terpenting yang tidak
bisa diabaikan, mengingat kultur sosial yang mengatasnamakan
ibadah (tabarru’) semuanya serba lisan. Sengketa yang muncul
kemudian -diharapkan tidak muncul- dapat mengajukan
dokumen dan saksi sebagai alat bukti untuk menyelesaikan
sengketa, meskipun proses penyelesaiannya mungkin tidak
sederhana.
2. Wakaf benda bergerak
a. Uang. Wakaf uang dilakukan oleh LKS yang ditunjuk oleh Menteri
Agama. Dana wakaf berupa uang dapat diinvestasikan pada aset – aset
financial dan pada asset riil.
b. Logam mulia, yaitu logam dan batu mulia yang sifatnya memiliki
manfaat jangka panjang.
c. Surat berharga, kendaraan.
d. Hak atas kekayaan intelektual (HAKI). Haki mencakup hak cipta,
hak paten, merek dan desain produk industri.
17
e. Hak sewa seperti wakaf bangunan dalam bentuk rumah.
9
Andri soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, ( Jakarta: Kencana , 2009), 439
18
pemberdayaan wakaf secara produktif, meski belum maksimal.
Pada tahap ini mulai dikembangkan pemberdayaan tanah-tanah
wakaf untuk bidang pertanian, pendirian usaha kecil seperti toko
ritel, koerasi, penggilingan padi, usaha bengkel, dan sebagainya
yang hasilnya untuk kepentingan pengembangan di bidang
pendidikan. Pola pemberdayaan wakaf seperti ini sudah dilakukan
oleh Pondok Pesantren Modern As-Salam Gontor. Adapun secara
khusus mengembangkan wakaf dengan kesehatan dan pendidikan
dilakukan oleh Yayasan wakaf Sultan Agung, Semarang.
Sementara yang memberdayakan wakaf dengan pola pengkajian
dan penelitian terhadap pengembangan pemikiran Islam modern
dilakukan oleh Yayasan wakaf Paramadina. Selanjutnya pada
periode professional, pengelolaannya dilakukan secara professional
ditandai dengan pemberdayaan potensi masyarakat secara
produktif.10
Prediksi klasik yang kita gunakan adalah bahwa di
Indonesia berdiam lebih kurang 200 juta umat Islam. 10 % dari
mereka punya potensi untuk berwakaf. Artinya ada 20 juta umat
Islam diharap dapat berpartisipasi menggalang dana secara besar-
besaran untuk wakaf tunai. Kalau msing-masing mereka secara
merata bisa berwakaf Rp 10.000,- perbulan berwakaf, tentu
lembaga wakaf mampu mengumpulkan uang sekitar Rp 200
milyard perbulan, artinya Rp 2,4 Triliun pertahun. Uang sebesar ini
tentu dapat membangun komplek pertokoan muslim dengan biaya
rendah dan akan memperlancar transaksi perdagangan diklangan
masyarakat muslim, sekaligus ia mampu menyaingi para pedagang
non muslim yang selama ini punya kekuatan dalam memegang
jalur distribusi barang. Sendainya masyarakat Islam atau
pemerintah mampu mewujudkan suatu lembaga yang terpercaya
dan profesional dalam menangani potensi wakaf, tentulah hitung-
10
Ibid hal 7
19
hitungan yang dibuat mampu diraih, paling tidak sekitar 10% dari
target maksimal.
Langkah pemberdayaan wakaf di Indonesia semakin
mantap sejak adanya dukungan pemerintah dengan dikeluarkannya
Undang-Undang No 41 tahun 2004 tentang Wakaf. Selanjutnya
maih terdapat pula aturan lain yang mendukung optimalisasi
pelaksanaan pemberdayaan wakaf ini dengan adanya UU Otonomi
daerah, Kebijakan Moneter Nasional, dan sebagainya.
3. Kendala
Dalam pengelolaan wakaf yaitu Masyarakat masih
memahami bahwa wakaf berhubungan dengan harta-harta yang
memiliki nilai tinggi, Wakaf berdampak langsung dari masyarakat
yang belum terasa, Lembaga wakaf masih di pahami sebagai
lembaga zakat, dan tidak ada konsekuensi hukum yang mengikat
kepada individu untuk mewafakan sebagian hartanya.
4. Strategi
Dalam Pengelolaan wakaf yaitu Mensosialisasikan dan
memberi pemahaman kepada masyarakat tentang wakaf,
mempromosikan lembaganya beserta kegiatan-kegiatan, produk-
produk yang sudah dihasilkan melalui media, sehingga dapat
menggugah hati masyarakat untuk membayar wakaf, dan perlu
adanya koordinasi dengan lembaga zakat untuk menjalin kerjasama
dan Meningkatkan kinerja antara kedua lembaga tersebut.
20
kedua unsur-unsur dan syarat-syarat wakaf, bagian ketiga
kewajiban dan hak-hak nadzir.
c. Bab III tentang tata cara mewakafkan dan pendaftarannya,
terdiri dari dua bagian. Bagian pertama mengenai tata cara
perwakafan tanah milik, bagian kedua tentang pendaftaran
tanah milik.
d. Bab IV tentang perubahan, penyelesaian perselisihan dan
pengawasan perwakafan tanah milik. Bab ini terdiri dari tiga
bagian yaitu bagian pertama perubahan perwakafan tanah
milik, bagian kedua penyelesaian perselisihan perwakafan
tanah milik, dan bagian ketiga mengenai pengawasan
perwakafan tanah milik.
e. Bab V tentang ketentuan pidana
f. Bab VI tentang ketentuan peralihan11
K. Wakaf Tunai
Di Indonesia, dalam memasuki milenium ketiga ini, berbagai
elemen masyarakat mencoba mensosialisasikan wakaf tunai dengan
11
Ujang sutaryat, “hukum wakaf di indonesia” dalam http://hukum-wakaf-di-indonesia.html (10 desember
2011)
12
No name, “praktek pengelolaan wakaf” dalam http://Makalah-Hasan-Wakaf.htm (10 desember 2011)
21
berbagai cara. Bukan saja tahap sosialisasi ini berjalan tanpa aplikasi,
malah sudah ada lembaga tertentu yang mencoba mengaplikasikannya, dan
banyak juga masyarakat yang tertarik untuk ikut serta berkontribusi untuk
itu.
Institusi yang menangani wakaf tunai bisa berupa institusi seperti
lembaga zakat yang dikelola secara profesional oleh orang-orang yang
memenuhi persyaratan, ia bisa juga dikelola oleh lembaga seperti reksa
dana dengan syarat-syarat tertentu pula atau oleh suatu institusi yang
ditetapkan oleh pemerintah yang bekerjasama dengan bank. Ia bisa berdiri
sendiri atau ia juga menjadi bagian dari institusi keuangan lain yang bisa
saling membantu untuk meningkatkan pendapatan wakaf tersebut. Agar ia
dikelola secara profesional, maka yang terbaik ia mesti berdiri sendiri,
jangan bercampur dengan lembaga keuangan lain seperti, zakat, atau
langsung dibawah bank, asuransi dll, dan yang terbaik ia dikendalikan oleh
suatu lembaga yang dibentuk oleh pemerintah dan dijalankan dengan
profesional dan pemerintah bertugas hanya sebagai pengawas terhadap
badan itu.
Agar kesalahan-kesalahan fatal jangan terjadi, maka mekanisme
yang sesuai dengan aturan waqaf secara menyeluruh perlu ada pengaturan.
Diantara beberapa alternative pengaturan misalnya uang yang dikumpul
digunakan untuk membangun harta waqaf yang sudah ada. Mungkin ada
sebidang tanah yang sudah diwakafkan terlebih dahulu, diatas tanah ini
tentu lebih baik dibangun kelinik, sekolah, atau ruko, dan sebagainya.
Seandainya ia terletak pada posisi yang strategis, ruko bisa
disewakan, sewanya dimanfaatkan untuk kepentingan orang banyak. Atau
adanya klinik, masyarakat Islam bisa memberikan pengobatan yang murah
kepada orang Islam yang membutuhkan, atau dengan adanya sekolah,
anak-anak muslim bisa dididik dengan biaya rendah dengan kualitas
prima. Atau bisa saja uang wakaf dibelikan kepada bangunan atau apa saja
yang bisa melahirkan keuntungan. Dari keuntungan tersebut pengelola
bisa mengeluarkan biaya pengelolaan, bisa membiayai aktivitas sosial,
bisa memberikan bantuan kepada orang-orang yang membutuhkan. Harta
22
atau uang waqaf tunai bisa juga diinvestasikan pada sektor lain yang
menguntungkan seperti obligasi syariah. Adanya jaminan bahwa uang
modal dari waqaf tidak hilang merupakan prinsip utama yang mesti
dipegang.13
Jadi secara makro wakaf diharapkan mampu mempengaruhi
kegiatan ekonomi masyarakat. Orang-orang yang perlu bantuan berupa
makanan, perumahan, sarana umum seperti masjid, rumah sakit, sekolah,
pasar dll, bahkan modal untuk kepentingan pribadi dapat diberikan, bukan
dalam bentuk pinjaman, tapi murni sedekah di jalan Allah. Kondisi
demikian akan memperingan beban ekonomi masyarakat. Kalau ia
bergerak secara teratur tentu akan lahir ekonomi masyarakat dengan biaya
murah.
Menurut Syafi’i Antonio, setidaknya ada tiga filosofi dasar yang
harus ditekankan ketika hendak memberdayakan wakaf, pertama
managemennya harus dalam bingkai ‘proyek yang terintegrasi’, kedua
azas kesejahteraan nadzir, dan yang ketiga azas transparansi dan
accountability dimana badan wakaf dan lembaga yang dibantunya harus
melaporkan setiap tahun tentang proses pengelolaan dana kepada umat
dalam bentuk audited financial report termasuk kewajaran dari masing-
masing pos biaya.
23
5. Nilai pokok Wakaf Uang harus dijamin kelestariannya, tidak boleh
dijual, dihibahkan, dan atau diwariskan.
14
Idrus andy rahman, “wakaf uang dalam perspektif fikih” dalam http://Makalah.htm (10 desember 2011)
24
2. Model pendayagunaan (peruntukan)
Tidak mudah memang mengelola investasi untuk disalurkan pada
sektor riil. Namun demikian bidang-bidang tertentu bisa dijadikan lahan
untuk menyalurkan manfaat wakaf tunai agar bisa cepat dirasakan oleh
masyarakat. Misalnya, dalam hal usaha kecil mikro, peruntukan dana
wakaf sedianya untuk masyarakat kecil, namun sayangnya mereka tidak
bisa menunjukkan kelayakan usaha yang hendak dibantu. Sasaran
akhirnya adalah kemandirian, sementara atas nama wakaf, masyarakat
selalu bergantung sebagai amal jariyah.
25
Pemerintah (PP) sebagai petunjuk pelaksana (juklak) operasional.
Beberapa pasal yang disebutkan bergantung pada kehadiran Peraturan
Pemerintah, misalnya tentang detail mengenai ketentuan wakaf benda
bergerak berupa uang. Namun demikian haruslah mengalahkan segalanya
demi kepentingan sosial dan yang terpenting adalah prinsip kemaslahatan
harus selalu dikedepankan, sesuai dengan koridor hukum yang berlaku.
26
Bangladesh). Wacana ini sebenarnya sudah dibahas dalam literatur Hanafi
dan Maliki. Dalam dua literatur tersebut disebutkan bahwa wakaf tunai
selain dapat digunakan dalam pembiayaan pembangunan sarana dalam
bentuk pinjaman, juga dapat digunakan dalam bentuk pembiayaan
mudharabah. Kontroversi yang mengemuka dalam mekanisme wakaf
tunai ini berkisar pada sah tidaknya menggunakan dana wakaf untuk
diinvestasikan, yang secara logika memiliki resiko musnah (kefitrahan
usaha yaitu untung dan rugi).
Selain itu, dengan melakukan investasi berarti dana wakaf akan
selamanya berbentuk uang, hal ini akan menimbulkan pertanyaan tentang
nilai intrinsik uang yang pada hakikatnya tidak memiliki nilai. Berbeda
dengan kasus klasik (yang dijadikan landasan dalam implementasi wakaf
tunai) yang nota bene nilai uang terjaga akibat logam yang digunakan
sebagai uang adalah logam mulia; emas dan perak (dinar dan dirham).
Jadi, wakaf tunai dengan sistem mata uang yang ada saat ini,
implementasinya memiliki resiko nilai uang tereduksi akibat inflasi,
disamping resiko pelanggaran kaidah syariat ketika mekanismenya melalui
investasi.15
Secara logika wakaf tunai dengan memutarkan dana wakaf pada
aktivitas investasi, sebenarnya aktivitas penggunaan harta wakaf terletak
pada aktivitas investasi bukan pada aktivitas pengambilan manfaat dari
returns (bagi hasil) investasi tersebut. Hal ini merujuk dari pengertian
harta dalam fikih muamalah, yang membagi harta menjadi harta umum
(yang tak dapat dimiliki secara perorangan) atau malul ashl dan harta hasil
dari harta ashl (yang dapat dimiliki secara perorangan) atau malul
tsamarah. Dalam konteks wakaf yang diinvestasikan, harta wakaf
termasuk harta ashl sedangkan returns-nya merupakan harta tsamarah.16
15
No name, “Perkembangan Pengelolaan Wakaf Di Indonesia”, (Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf,
2006)
16
Pasaribu Chairuman dan Suhrawardi K. Lubis, Hukum Perjanjian dalam Islam. (Jakarta: Sinar Grafika,
2004)
27
Dengan demikian mekanisme wakaf hakikatnya ada pada aktifitas
investasi tadi yang menggunakan harta ashl. Jadi, kalaupun disepakati
mekanisme wakaf tunai jenis ini, sepatutnya pemegang amanah harta
wakaf memfokuskan pada usaha-usaha investasi harta wakaf yang
memberikan manfaat besar kepada umat. Pengelolaan wakaf
menggunakan institusi bank menerapkan semacam deposito berjangka
(temporer wakaf deposits) dalam pengelolaan wakaf tunai. Yang pertama
deposito wakaf temporer yang berbasis pinjaman, dimana uang yang
disimpan oleh nasabah di bank diikhlaskan dengan niat wakaf untuk
diambil manfaatnya oleh pengguna dalam membiayai program-program
pembangunan sarana umum (awqaf properties), tanpa ada biaya tambahan
kecuali biaya administrasi yang diperbolehkan syariat. Yang kedua
deposito wakaf temporer yang berbasis investasi, ia mengkhususkan
penggunaan depositonya hanya untuk investasi sarana umum, dimana
keuntungannya adalah juga menjadi hak wakif. Keduanya tetap
mensyaratkan penggunaan dana wakaf tersebut harus pada proyek untuk
kepentingan umum, seperti proyek bangunan sekolah, jalan, jembatan,
pasar dan fasilitas umumlainnya. Jadi bukan proyek-proyek komersil,
seperti pembiayaan sebuah perusahaan, kredit perorangan dan lain
sebagainya. Dengan demikian dapat disimpulkan jenis-jenis wakaf tunai
yang dapat dilakukan:
1. Wakaf Tunai dengan tujuan membeli awqaf properties.
2. Wakaf Tunai dalam bentuk Pinjaman (Temporary Wakaf Deposits in
Loan Basis).
3. Wakaf Tunai dalam bentuk Investasi (Temporary Wakaf Deposits in
Investment Basis).
Jadi untuk sementara ini pada isu wakaf tunai, institusi wakaf dapat
mengelola wakaf tunai definitive (jelas niat dan tujuan penyalurannya) dan
wakaf tunai mutlak. Dengan demikian sebenarnya terdapat potensi atas
alasan syar’i wakaf barang untuk dikelola seperti mengelola wakaf tunai
yang mutlak.17 Misalkan atas alasan biaya pemeliharaan yang cukup tinggi
17
Suparman usman,” Hukum Perwakafan Di Indonesia” ( Kudus: Darul Ulum Press, 1994)
28
dibandingkan dengan keuntungan yang didapat, sebuah gedung wakaf
dapat disewakan yang hasilnya dipergunakan sesuai dengan tujuan akad
wakaf.
29
9) Atas setiap setoran wakaf tunai harus diberikan tanda terima dan setelah
jumlah wakaf tersebut mencapai jumlah yang ditentukan, barulah
diterbitkan sertifikat.
10) Prinsip dan dasar−dasar peraturan shari'ah wakaf tunai dapat ditinjau
kaembali dan dapat berubah.
18
Rizal, “wakaf” dalam http://makalah-hukum-i.patdn.htm (10 desember 2011)
30
M. Perbedaan antara Wakaf dengan Shodaqoh
Berikut adalah perbedaan wakaf dan shodaqoh:
Wakaf Shodaqoh
a. Menyerahkan kepemilikan a. Menyerahkan kepemilikan
suatu barang kepada orang lain. suatu barang kepada pihak
b. Hak milik atas barang lain
dikembalikan kepada Allah. b. Hak milik atas barang
c. Objek wakaf tidak boleh diberikan kepada penerima
diberikan atau dijual kepada shadaqah/hibah.
pihak lain. c. Objek shadaqah/hibah
d. Manfaat barang biasanya boleh diberikan atau dijual
dinikmati untuk kepentingan pada pihak lain.
sosial. d. Manfaat barang dinikmati
e. Objek wakaf biasanya kekal oleh penerima
zatnya. shadaqah/hibah.
f. Pengelolaan objek wakaf e. Objej shadaqah/hibah tidak
diserahkan kepada harus kekal zatnya.
administratur yang disebut f. Pengelolaan
nadzir/mutawalli. shadaqah/hibah diserahkan
kepada penerima.
31
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam Undang-undang nomor 41 tahun 2004, wakaf diartikan
dengan perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan
sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk
jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan
ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah.
Prinsip-prinsip Pengelolaan Wakaf adalah Seluruh harta benda
wakaf harus diterima sebagai sumbangan dari wakif dengan status wakaf
sesuai dengan syariah, Wakaf dilakukan dengan tanpa batas waktu, Wakif
mempunyai kebebasan memilih tujuan-tujuan sebagaimana yang
diperkenankan oleh Syariah, Jumlah harta wakaf tetap utuh dan hanya
keuntungannya saja yang akan dibelanjakan untuk tujuan-tujuan yang
telah ditentukan oleh Wakif, dan Wakif dapat meminta keseluruhan
keuntungannya untuk tujuan-tujuan yang telah ia tentukan.
32
Menurut pandangan dari DT wakaf sangat menarik untuk
dikembangkan dan disosialisasikan kepada masyarakt khususnya untuk
wakaf yang dikelola secara produktif dan hasilnya untuk kegiatan social.
DPU Dt memandang wakaf boleh dikata tidak memiliki kendala, namun
tantangan selalu ada karena mereka berfikir bagaiman wakaf ini bias
berkembang dan terus mengalirakn manfaat bagi ummat dan menghasilkan
pahala bagi Muwakif. Strategi dan Rencana kedepan DPU DT dalam
mengelola Wakaf adalah Perbanyak sosialisasi dan promosi tentang wakaf,
Pembuatan akuntabilitas dalam kinerja lembaga, Buat replikasi di Tanah
wakaf tertentu yang telah ada atqau sedang dikembangkan untuk dikloning
ditempat lain.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Abdul gani. 2008. wakaf produktif. bandung: simbiosa rekatama media.
Antonio, Syafi’i. 2006. menuju era wakaf produktif. Jakarta selatan: mitra abadi
press.
Soemitra, andri. 2009. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. Jakarta: Kencana.
33
Hafidhuddin, Didin. 2004. hukum wakaf. jakarta: iiman dan dompet duafa
republika.
34