Anda di halaman 1dari 23

Skenario: Pilek Menahun

Seorang laki-laki umur 15 tahun datang ke puskesmas dengan riwayat menderita pilek selama
kira-kira 1 tahun. Kadang-kadang pilek ini disertai lendir pada tenggorokan yang dirasakan
berasal dari belakang hidung. Pada waktu kecil ia sering menderita sesak napas.

Kata Kunci:

1. Laki-laki
2. 15 tahun
3. Pilek 1 tahun
4. Waktu kecil sering menderita sesak napas
5. Lendir dari belakang hidung( postnasal drip)

Pertanyaan:

1. Apa yang dimaksud pilek menahun dan penyebab dari pileknya yang berlangsung selama
1 tahun? Risnawan
2. Hubungan usia pasien dengan pilek menahun ? Irzal dan Steven
3. Patomekanisme terjadinya pilek? Aal dan andi abadi nusrat
4. Apa yang dimaksud dan penyebab dari postnasal drip? Filbert
5. Organ ( anatomi , faal , dan histo) yang terkait dengan pilek dan sesak napas? Nicho
6. Bagaimana hubungan antara pilek dan sesak napas? Tunga
7. Bagaimana respon imun tubuh terhadap pilek ? Asyuni
8. Bagaimana lendir bisa timbul? Amal dan Riyal
9. Penyakit-penyakit yang memiliki gejala pilek? Sabil dan Manda
10. Bagaimana penanganan dan penatalaksana dari pilek? Dita dan Kiki

Jawaban :

1. Pilek menahun adalah pilek yang sudah terjadi dalam 1 tahun dan tak kunjung sembuh
Penyebabnya:
 Infeksi
Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh mikroba patogen, dan
bersifat sangat dinamis. Secara umum proses terjadinya penyakit melibatkan tiga
faktor yang saling berinteraksi yaitu : faktor penyebab penyakit (agen), faktor
manusia atau pejamu (host), dan faktor lingkungan. Infeksi yang dapat
menimbulkan penyakit bisa berasal dari virus atau bakteri, seperti penyakit
penyebab virus influenza, adenovirus, dsb. Beberapa penyakit yang timbul akibat
infeksi, seperti:
Pneumonia yang disebabkan oleh mikroorganisme (virus/bakteri) dan sebagian kecil
disebabkan oleh hal lain (aspirasi, radiasi, dan lain-lain). Penyebab tersering
adalah bakteri, namun seringkali diawali oleh infeksi virus yang kemudian
mengalami komplikasi infeksi bakteri. Secara umum bakteri yang berperan dalam
pneumonia adalah Streptococcus pneumoniae, haemophilus influenzae,
Staphylococcus aureus, streptococcus grup B, serta kuman atipik klamidia dan
mikoplasma.
Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan kelompok penyakit yang kompleks
dan heterogen, yang disebabkan oleh berbagai etiologi. Etiologi ISPA terdiri dari
300 lebih jenis virus, bakteri, riketsia dan jemur. Virus penyebab ISPA antara lain
golongan mikrovirus (termasuk didalamnya virus influenza, virus pra-influenza
dan virus campak), dan adenovirus. Bakteri penyebab ISPA misalnya:
Streptococcus hemolitikus, Staphylococcus, Pneumococcus, Hemophilus
influenza, Bordetella pertusis dan karinebakterium diffteria. Biasanya bakteri
tersebut menyerang anak-anak yang kekebalan tubuhnya lemah.

 Alergi
Alergi adalah reaksi hipersentivitas yang diperantarai oleh mekanisme imunologi.
Hipersensitivitas sendiri berarti gejala atau tanda yang secara objektif dapat ditimbulkan
kembali dengan diwali oleh pajanan terhadap suatu stimulus tertentu pada dosis yang
ditoleransi oleh individu yang normal. Menurut Gell dan Coombs, reaksi hipersensitivitas
dapat dibagi menjadi 4 tipe, yaitu tipe I (IgE-mediated hypersensitivity), II (antibody-
mediated cytotoxic hypersensitivity), III (immune complex-mediated hypersensitivity),
IV (delayed-type hypersensitivity). Reaksi tipe I yang disebut juga reaksi anafilaktif atau
reaksi alergi.
Reaksi alergi timbul akibat adanya paparan terhadap bahan yang pada umumnya tidak
berbahaya dan banyak ditemukan dalam limgkunagn, disebut alergen. Banyak yang dapat
menjadi faktor timbulnya reaksi alergi anafilaktif, seperti antibiotik, obat-obatan seperti
prokain atau lidokain serta ekstrak alergen, anti bisa ular, dan beberapa bahan yang sering
dipergunakan untuk prosedur diagnosis.
Selain itu, makanan, enzim, hormon, bisa ular, semut, udara (kotoran tungau dari debu
rumah), sengatan lebah serta produk darah seperti gamaglobulin dan krioppresipitat juga
dapat merangsang mediator alergi sehingga timbul manifestasi alergi.
Rinitis alergi merupakan penyakit multifaktorial yang meliputi interaksi antara faktor
genetik dan lingkungan. Faktor genetik pada rinitis alergi dapat dilihat dari hubungan
fenotipik yang erat antara pilek alergi dan asma bronkial (penyakit diturunkan). Penyakit
alergi bersifat diturunkan dalam keluarga. Penelitian dengan imigran sebagai subyek,
menunjukkan bahwa terdapat faktor genetik yang mempengaruhi pola IgE yang
diturunkan dari orang tua, khususnya dari ibu.
Reaksi alergi tipe I terjadi dengan cara alergen memicu sel limfosit B untuk berubah
menjadi sel plasma dan mengeluarkan IgE. Reaksi alergi tipe II melibatkan antibodi
untuk merusak sel asing. Mekanisme ini juga dapat dijalankan dengan melibatkan sel
sitotoksik dan antibodi untuk menghancurkan sel asing tersebut. Pada reaksi alergi tipe
III, kompleks imun yang dibentuk oleh antigen dengan antibodi menjadikan sel fagosit
mengenali kompleks imun ini dan menghancurkan kompleks tersebut. Reaksi alergi tipe
IV berlangsung dengan melibatkan pelepasan sitokin.

 Gangguan Sistem Mekanik

Salah satu penyebab penyakit adalah kegagalan dari mekanisme adaptasi suatu organisme
untuk bereaksi secara tepat terhadap rangsangan atau tekanan sehingga timbul gangguan
pada fungsi atau struktur dari bagian organisasi atau sistem dari tubuh. (Gold Medical
Dictionary).

 Gangguan Hormonal
Gangguan hormonal merupakan salah satu keadaan yang dapat menganggu jalannya
fumgsi organ maupun regulasi tubuh manusia. Apabila terdapat gangguan pada regulasi
hormon manusia, akan banyak efek negatif yang dapat timbul. Keadaan tubuh akan
menjadi tidak seimbang dan manusiabtidak dapat menjalankan aktivitasnya dengan
optimal.
Umumnya gangguan sistem hormon disebabkan dua hal utama: adanya benjolan seperti
tumor pada sistem hormon dan ketidakseimbangan hormon. Kadar hormon dalam tubuh
manusia perlu selalu berada dalam kondisi normal. Kadar hormon yang terlalu tinggi atau
terlalu rendah dapat menyebabkan gangguan pada tubuh.
Sistem hormon manusia terdiri dari beberapa kelenjar utama: kelenjar tiroid, paratiroid,
hipofisis, hipotalamus, adrenal, epifisis, pankreas, dan kelenjar reproduksi. Hormon
mentransfer instruksi dan informasi dari satu sel ke sel lain. Meski demikian, tiap jenis
hormon hanya dapat memengaruhi sel-sel tertentu.

 Ideopatik

Adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan kondisi medis yang belum dapat
terungkap jelas penyebabnya.

2. Pilek dipengaruhi oleh faktor umur dimana pilek menahun lebih sering menyerang anak-
anak karena sistem imun masih rendah terhadap mikroorganisme. Cthnya
sinusitis,terdapat infeksi virus, bakteri atau jamur dari traktus respiratori bagian
atas,lokasi saluran udara masuk pada hidung, faring, sinus-sinus dan tenggorokan
sehingga terjadi infeksi virus yang dapat menyebabkan common cold. Common cold ini
dapat berperan penting menjadi sinusitis. Jika infeksi seperti cold inflames dan membrane
mukosa hidung bengkak,pembengkakan membrane dapat menyebabkan obtruksi sinus
sehingga cairan mukosa tidak dapat keluar. Karena saluran pembuang tertutup, sehingga
tercipta lingkungan yang mana bakteri dan virus terperangkap pada sinus,berkembang
biak dan membuat sinusitis
3. Jelaskan patomekanisme gejala yang ada pada skenario !
a. Pilek
•Alergen yang masuk tubuh melalui saluran pernafasan, kulit, saluran pencernaan dan
lain-lain akan ditangkap oleh makrofag yang bekerja sebagai antigen presentingcells
(APC).
Setelah alergen diproses dalam sel APC, kemudian oleh sel tersebut,
alergendipresentasikan ke sel Th. Sel APC
melalui penglepasan interleukin I (II-1) mengaktifkan sel Th. Melalui penglepasan
Interleukin 2 (II-2) oleh sel Th
yangdiaktifkan, kepada sel B diberikan signal untuk berproliferasi menjadi sel
plasthmadan membentuk IgE.
•IgE yang terbentuk akan segera diikat oleh mastosit yang ada dalam jaringan dan
basofil yang ada dalam sirkulasi.
Hal ini dimungkinkan oleh karena kedua seltersebut pada permukaannya memiliki
reseptor untuk IgE. Sel eosinofil, makrofagdan trombosit juga memiliki reseptor untuk
IgE tetapi dengan afinitas yang lemah.
•Bila orang yang sudah rentan itu terpapar kedua kali atau lebih dengan allergen yang
sama, alergen yang masuk tubuh akan diikat oleh IgE yang sudah ada padapermukaan
mastofit dan basofil.
Ikatan tersebut akan menimbulkan
influk Ca++ kedalam sel dan terjadi perubahan dalam sel yang menurunkan kadar cAMP.
•Kadar cAMP yang menurun itu akan menimbulkan degranulasi sel. Dalam
prosesdegranulasi sel ini yang pertama kali dikeluarkan adalah mediator yang
sudahterkandung dalam granul-granul
(preformed) di dalam sitoplasma yang
mempunyaisifat biologik, yaitu histamin, Eosinophil Chemotactic Factor-A (ECF-
A),Neutrophil Chemotactic Factor
(NCF), trypase dan kinin. Efek yang segera terlihatoleh mediator tersebut ialah obstruksi
olehhistamin.
•Histamin menyebabkan Vasodilatasi, penurunan tekanan kapiler &
permeabilitas,sekresi mukus
Sekresi mukus yang berlebih itulah yang menghasilkan pilek
b. Sesak napas
•Sensasi dispnea berawal dari aktivasi sistem sensorik yeng terlibat dalam sistem
respirasi.
•Informasi sensorik sampai pada pusat pernapasan di otak dan memproses respiratory-
related signals dan menhasilkan pengaruh kognitif, kontekstual, dan perilaku sehingga
terjadi sensasi dispnea.
4. Post nasal drip (PND) adalah penyakit dimana sekret dari rongga hidung bagian belakang
mengalir ke arah tenggorokan sehingga penderita sering merasakan ada aliran dari arah
belakang tenggorokan dan dapat menyebabkan batuk terutama di malam hari (bersifat
kronik) atau rasa nafas tidak lega. Penyebab PND bisa disebabkan oleh rhinitis (pilek
yang berulang kali). Rhinitis bisa disebabkan oleh alergi maupun nonalergi, sinusitis,
GERD atau reflux asam lambung yang naik ke atas. Bisa juga disebabkan karena efek
samping dari pil KB, obat hipertensi tertentu, tulang hidung yang bengkok dll. Anatomi
Sinus Paranasal Sinus paranasal adalah rongga berisi udara yang berbatasan langsung
dengan rongga hidung. Bagian lateralnya merupakan sinus maksila (antrum) dan sel-sel
dari sinus etmoid, sebelah kranial adalah sinus frontal, dan sebelah dorsal adalah sinus
sphenoid. Sinus sphenoid terletak tepat di depan klivus dan atap nasofaring. Sinus
paranasal juga dilapisi dengan epitel berambut-getar. Lendir yang dibentuk di dalam
sinus paranasal dialirkan ke dalam meatus nasalis. Alirannya dimulai dari sinus frontal,
sel etmoid anterior, dan sinus maksila kemudian masuk ke meatus-medius. Sedangkan
aliran dari sel etmoid posterior dan sinus sfenoid masuk ke meatus superior. Aliran yang
menuju ke dalam meatus inferior hanya masuk melalui duktus nasolakrimalis. Secara
klinis, bagian yang penting ialah bagian depan-tengah meatus medius yang sempit, yang
disebut kompleks ostiomeatal. Daerah ini penting karena hampir semua lubang saluran
dari sinus paranasal terdapat di sana Pada saat lahir, sinus paranasal belum terbentuk,
kecuali beberapa sel etmoid. Kemudian baru pada sekitar umur dua belas tahun, semua
sinus paranasal terbentuk secara lengkap. Kadang-kadang, salah satu dari sinus frontal
tidak terbentuk. Bagian belakang nasofaring berbatasan dengan fossa sfeno-palatina
.Secara embriologik, sinus paranasal berasal dari invaginasi mukosa rongga hidung dan
perkembangannya dimulai dari pada fetus usia 3-4 bulan, kecuali sinus sfenoid dan sinus
frontal. Sinus maksila dan sinus etmoid sudah ada sejak saat bayi lahir, sedangkan sinus
frontal berkembang dari sinus etmoid anterior pada anak yang berusia kurang lebih 8
tahun. Pneumatisasi sinus sfenoid dimulai pada usia 8-10 tahun dan berasal dari bagian
postero-superior rongga hidung. Sinus-sinus ini umumnya mencapai besar maksimal pada
usia antara 15-18 tahun

Histologi Telinga:

 Telinga luar terdapat tulang rawan elastis


 Telinga tengah terdapat epitel berlapis gepeng tidak bertanduk
 Telinga dalam terdapat organon korti
 Histologi hidung:
 Epitel torak bersilia dan bertingkatTerdapat epitel olfaktorius dengan
4 jenis sel yaitu sel olfaktorius,sel sustentakuler,sel basal,sel sikat.
 Lamina propria dan kelenjar mukosa tipis di daerah yang dilalui aliran
udara lambat
 2 jenis kelenjar mukosa pada hidung, yaitu mukosa respiratori
(merah muda) dan mukosa olfaktori (kuning kecoklatan)
 Silia di permukaan epitel

Histologi tenggorokkan:

 Pada mukosa terdapat epitel bertingkat kolumnair bersilia dengan


beberapa jenis sel yaitu sel torak bersilia,sel goblet,sel basal,sel

Fisiologi telinga:

 Alat pendengaran dan keseimbangan

Fisiologi hidung:

 Jalan napas
 Alat pengatur kondisi udara (mukus)
 Penyaring udara, mukus befungsi sebagai penyaring dann pelindung
 udara inspirasi dari debu dan bakteri bersama silia dan rambut halus
 Indra penghidu
 Resonansi udara (sinus paranasal)
 Turut membantu proses bicara
 Refleksi nasal

Fisiologi tenggorokkan:

 Respirasi, Membantu menelan, Artikulasi, dan Resonansi Suara

5. Sesak napas adalah keluhan subyektif yang timbul bila ada perasaan tidak nyaman
maupun gangguan atau kesulitan lainnya saat bernapas yang tidak sebanding dengan
tingkat aktivitas. Rasa sesak napas ini kadang-kadang diutarakan sebagai kesulitan untuk
mendapatkan udara segar, rasa terengah-engah atau kelelahan dapat dikarenakan karena
meningkatkan produksi mukus oleh sel gobet baik oleh infeksi virus maupun
hypersensitivitas yang merupakan bentuk pertahan tubuh dari seseorang sehingga dapat
menyebabkan penyempitan jalur nafas dan udara yang masuk ke dalam tubuh menjadi
kurang maksimal.
6. Respon imun innate(non spesifik) dan spesifik ( adaptif). Respon imun innate terjadi
eliminasi dan fagositosis. Respon imun adatif terbagi atas 2 yaitu : respon imun humoral
dan seluler.
Ketika mikroorganisme masuk kedalam tubuh maka yang pertama kali melawan
mikroorganisme tersebut adalah Respon imun innate ( non spesifik ) yaitu epitel barriers
yang menjadi first line of defence. Ketika mikroorganisme berhasil melewati epitel maka
akan masuk kedalam jaringan sehingga terjadi fagositosis yang dilakukan oleh neutrofil
dan magrophages selanjutnya dilawan oleh NK cel dan complement system ( protein
plasma).
Respon imun kedua adalah imun adaptif ( spesifik) yang terdiri dari respon imun humoral
dan seluler. Respon imun humoral berfungsi untuk mengeliminasi mikroorganisme
seluler dengan menggunakan limposit B yang akan mengsekresikan sel plasma yang
menghasilkan antibody sebagai efektor, kedua yaitu respon imun seluler terbagi atas 2
yaitu pertama befungsi untuk memfagosistosis mikroba yang ada dalam magrophage
dengan menggunaka T helper limposit, dan kedua yaitu menghancurkan microba
intraseluler seperti virus, dan menghancurkan sel yang terinfeksi dengan menggunakan
sel sitoksin T limfosit
7. Mengapa keluar lendir?
Salah 1 bentuk pertahanan tubuh. Tubuh menaikkan produksi lendir oleh sel goblet untuk
mengeluarkan virus pilek dari dari saluran pernapasan.Terbentukknya lendir disebabkan
karena pertahan kimia tubuh dan pengaruh mediator histamin yang disekresikan oleh sel
mast yang memicu peningkatan sekresi mukus dari sel goblet untuk menghadapi allergen.
Mengapa lendir dirasakan berasal dari belakang hidung?
Lendir dihasilkan dari sel mukus yang berada pada epitel olfaktorius. Epitel olfaktorius
ini berada di sinus paranasal. Pasien merasakan lendir dari belakang hidung karena
mukus dihasilkan dari sinus paranasalis yang terdapat epitel olfaktorius yang
menghasilkan mukus sebagai pertahanan pertama imunitas tubuh.
8. 2.1. Pengertian rinitis alergi

Rinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien
atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan alergen yang sama serta dilepaskannya suatu
mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan alergen spesifik tersebut (von Pirquet,
1986). Menurut WHO ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2001, rinitis
alergi adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin, rinore, rasa gatal dan tersumbat
setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantarai oleh IgE.

2.2. Klasifikasi rinitis alergi

Dahulu rinitis alergi dibedakan dalam 2 macam berdasarkan sifat berlangsungnya, yaitu:

1. Rinitis alergi musiman (seasonal, hay fever, polinosis)

2. Rinitis alergi sepanjang tahun (perenial) Gejala keduanya hampir sama, hanya berbeda
dalam sifat berlangsungnya (Irawati, Kasakeyan, Rusmono, 2008).

Saat ini digunakan klasifikasi rinitis alergi berdasarkan rekomendasi dari WHO Iniative ARIA
(Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2000, yaitu berdasarkan sifat berlangsungnya
dibagi menjadi :
1. Intermiten (kadang-kadang): bila gejala kurang dari 4 hari/minggu atau kurang dari 4
minggu.

2. Persisten/menetap bila gejala lebih dari 4 hari/minggu dan atau lebih dari 4 minggu.

Sedangkan untuk tingkat berat ringannya penyakit, rinitis alergi dibagi menjadi:

1. Ringan, bila tidak ditemukan gangguan tidur, gangguan aktifitas harian, bersantai,
berolahraga, belajar, bekerja dan hal-hal lain yang mengganggu.

2. Sedang atau berat bila terdapat satu atau lebih dari gangguan tersebut diatas (Bousquet
et al, 2001).

2.3. Etiologi rinitis alergi

Rinitis alergi melibatkan interaksi antara lingkungan dengan predisposisi genetik dalam
perkembangan penyakitnya. Faktor genetik dan herediter sangat berperan pada ekspresi rinitis
alergi (Adams, Boies, Higler, 1997). Penyebab rinitis alergi tersering adalah alergen inhalan pada
dewasa dan ingestan pada anakanak. Pada anak-anak sering disertai gejala alergi lain, seperti
urtikaria dan gangguan pencernaan. Penyebab rinitis alergi dapat berbeda tergantung dari
klasifikasi. Beberapa pasien sensitif terhadap beberapa alergen. Alergen yang menyebabkan
rinitis alergi musiman biasanya berupa serbuk sari atau jamur. Rinitis alergi perenial (sepanjang
tahun) diantaranya debu tungau, terdapat dua spesies utama tungau yaitu Dermatophagoides
farinae dan Dermatophagoides pteronyssinus, jamur, binatang peliharaan seperti kecoa dan
binatang pengerat. Faktor resiko untuk terpaparnya debu tungau biasanya karpet serta sprai
tempat tidur, suhu yang tinggi, dan faktor kelembaban udara. Kelembaban yang tinggi
merupakan faktor resiko untuk untuk tumbuhnya jamur. Berbagai pemicu yang bisa berperan dan
memperberat adalah beberapa faktor nonspesifik diantaranya asap rokok, polusi udara, bau
aroma yang kuat atau merangsang dan perubahan cuaca (Becker, 1994). Berdasarkan cara
masuknya allergen dibagi atas:

• Alergen Inhalan, yang masuk bersama dengan udara pernafasan, misalnya debu rumah, tungau,
serpihan epitel dari bulu binatang serta jamur.

• Alergen Ingestan, yang masuk ke saluran cerna, berupa makanan, misalnya susu, telur, coklat,
ikan dan udang.
• Alergen Injektan, yang masuk melalui suntikan atau tusukan, misalnya penisilin atau sengatan
lebah.

• Alergen Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit atau jaringan mukosa, misalnya
bahan kosmetik atau perhiasan (Kaplan, 2003).

2.4. Patofisiologi rinitis alergi

Rinitis alergi merupakan suatu penyakit inflamasi yang diawali dengan tahap sensitisasi
dan diikuti dengan reaksi alergi. Reaksi alergi terdiri dari 2 fase yaitu immediate phase allergic
reaction atau reaksi alergi fase cepat (RAFC) yang berlangsung sejak kontak dengan alergen
sampai 1 jam setelahnya dan late phase allergic reaction atau reaksi alergi fase lambat (RAFL)
yang berlangsung 2-4 jam dengan puncak 6-8 jam (fase hiperreaktivitas) setelah pemaparan dan
dapat berlangsung 24-48 jam.

Pada kontak pertama dengan alergen atau tahap sensitisasi, makrofag atau monosit yang
berperan sebagai sel penyaji (Antigen Presenting Cell/APC) akan menangkap alergen yang
menempel di permukaan mukosa hidung. Setelah diproses, antigen akan membentuk fragmen
pendek peptide dan bergabung dengan molekul HLA kelas II membentuk komplek peptide MHC
kelas II (Major Histocompatibility Complex) yang kemudian dipresentasikan pada sel T helper
(Th0). Kemudian sel penyaji akan melepas sitokin seperti interleukin 1 (IL-1) yang akan
mengaktifkan Th0 untuk berproliferasi menjadi Th1 dan Th2. Th2 akan menghasilkan berbagai
sitokin seperti IL-3, IL-4, IL-5, dan IL-13. IL-4 dan IL-13 dapat diikat oleh reseptornya di
permukaan sel limfosit B, sehingga sel limfosit B menjadi aktif dan akan memproduksi
imunoglobulin E (IgE). IgE di sirkulasi darah akan masuk ke jaringan dan diikat oleh reseptor
IgE di permukaan sel mastosit atau basofil (sel mediator) sehingga kedua sel ini menjadi aktif.

Proses ini disebut sensitisasi yang menghasilkan sel mediator yang tersensitisasi. Bila
mukosa yang sudah tersensitisasi terpapar alergen yang sama, maka kedua rantai IgE akan
mengikat alergen spesifik dan terjadi degranulasi (pecahnya dinding sel) mastosit dan basofil
dengan akibat terlepasnya mediator kimia yang sudah terbentuk (Performed Mediators) terutama
histamin. Selain histamin juga dikeluarkan Newly Formed Mediators antara lain prostaglandin
D2 (PGD2), Leukotrien D4 (LT D4), Leukotrien C4 (LT C4), bradikinin, Platelet Activating
Factor (PAF), berbagai sitokin (IL-3, IL-4, IL-5, IL-6, GM-CSF (Granulocyte Macrophage
Colony Stimulating Factor) dan lain-lain. Inilah yang disebut sebagai Reaksi Alergi Fase Cepat
(RAFC). Histamin akan merangsang reseptor H1 pada ujung saraf vidianus sehingga
menimbulkan rasa gatal pada hidung dan bersin-bersin. Histamin juga akan menyebabkan
kelenjar mukosa dan sel goblet mengalami hipersekresi dan permeabilitas kapiler meningkat
sehingga terjadi rinore. Gejala lain adalah hidung tersumbat akibat vasodilatasi sinusoid. Selain
histamin merangsang ujung saraf Vidianus, juga menyebabkan rangsangan pada mukosa hidung
sehingga terjadi pengeluaran Inter Cellular Adhesion Molecule 1 (ICAM1).

Pada RAFC, sel mastosit juga akan melepaskan molekul kemotaktik yang menyebabkan
akumulasi sel eosinofil dan netrofil di jaringan target. Respons ini tidak berhenti sampai disini
saja, tetapi gejala akan berlanjut dan mencapai puncak 6-8 jam setelah pemaparan. Pada RAFL
ini ditandai dengan penambahan jenis dan jumlah sel inflamasi seperti eosinofil, limfosit,
netrofil, basofil dan mastosit di mukosa hidung serta peningkatan sitokin seperti IL-3, IL-4, IL-5
dan Granulocyte Macrophag Colony Stimulating Factor (GM-CSF) dan ICAM1 pada sekret
hidung. Timbulnya gejala hiperaktif atau hiperresponsif hidung adalah akibat peranan eosinofil
dengan mediator inflamasi dari granulnya seperti Eosinophilic Cationic Protein (ECP),
Eosiniphilic Derived Protein (EDP), Major Basic Protein (MBP), dan Eosinophilic Peroxidase
(EPO). Pada fase ini, selain faktor spesifik (alergen), iritasi oleh faktor non spesifik dapat
memperberat gejala seperti asap rokok, bau yang merangsang, perubahan cuaca dan kelembaban
udara yang tinggi (Irawati, Kasakayan, Rusmono, 2008).
Secara mikroskopik tampak adanya dilatasi pembuluh (vascular bad) dengan pembesaran
sel goblet dan sel pembentuk mukus. Terdapat juga pembesaran ruang interseluler dan penebalan
membran basal, serta ditemukan infiltrasi sel-sel eosinofil pada jaringan mukosa dan submukosa
hidung. Gambaran yang ditemukan terdapat pada saat serangan. Diluar keadaan serangan,
mukosa kembali normal. Akan tetapi serangan dapat terjadi terus-menerus (persisten) sepanjang
tahun, sehingga lama kelamaan terjadi perubahan yang ireversibel, yaitu terjadi proliferasi
jaringan ikat dan hiperplasia mukosa, sehingga tampak mukosa hidung menebal. Dengan
masuknya antigen asing ke dalam tubuh terjadi reaksi yang secara garis besar terdiri dari:

1. Respon primer Terjadi proses eliminasi dan fagositosis antigen (Ag). Reaksi ini
bersifat non spesifik dan dapat berakhir sampai disini. Bila Ag tidak berhasil seluruhnya
dihilangkan, reaksi berlanjut menjadi respon sekunder.

2. Respon sekunder Reaksi yang terjadi bersifat spesifik, yang mempunyai tiga
kemungkinan ialah sistem imunitas seluler atau humoral atau keduanya dibangkitkan. Bila Ag
berhasil dieliminasi pada tahap ini, reaksi selesai. Bila Ag masih ada, atau memang sudah ada
defek dari sistem imunologik, maka reaksi berlanjut menjadi respon tersier.

3. Respon tersier Reaksi imunologik yang terjadi tidak menguntungkan tubuh. Reaksi ini
dapat bersifat sementara atau menetap, tergantung dari daya eliminasi Ag oleh tubuh.

Gell dan Coombs mengklasifikasikan reaksi ini atas 4 tipe, yaitu tipe 1, atau reaksi
anafilaksis (immediate hypersensitivity), tipe 2 atau reaksi sitotoksik, tipe 3 atau reaksi kompleks
imun dan tipe 4 atau reaksi tuberculin (delayed hypersensitivity). Manifestasi klinis kerusakan
jaringan yang banyak dijumpai di bidang THT adalah tipe 1, yaitu rinitis alergi (Irawati,
Kasakayan, Rusmono, 2008).

2.5. Gejala klinik rinitis alergi, yaitu :

Gejala rinitis alergi yang khas ialah terdapatnya serangan bersin berulang. Sebetulnya
bersin merupakan gejala yang normal, terutama pada pagi hari atau bila terdapat kontak dengan
sejumlah besar debu. Hal ini merupakan mekanisme fisiologik, yaitu proses membersihkan
sendiri (self cleaning process). Bersin dianggap patologik, bila terjadinya lebih dari 5 kali setiap
serangan, sebagai akibat dilepaskannya histamin. Disebut juga sebagai bersin patologis
(Soepardi, Iskandar, 2004).
Gejala lain ialah keluar ingus (rinore) yang encer dan banyak, hidung tersumbat, hidung
dan mata gatal, yang kadang-kadang disertai dengan banyak air mata keluar (lakrimasi). Tanda-
tanda alergi juga terlihat di hidung, mata, telinga, faring atau laring. Tanda hidung termasuk
lipatan hidung melintang – garis hitam melintang pada tengah punggung hidung akibat sering
menggosok hidung ke atas menirukan pemberian hormat (allergic salute), pucat dan edema
mukosa hidung yang dapat muncul kebiruan. Lubang hidung bengkak. Disertai dengan sekret
mukoid atau cair. Tanda di mata termasuk edema kelopak mata, kongesti konjungtiva, lingkar
hitam dibawah mata (allergic shiner). Tanda pada telinga termasuk retraksi membran timpani
atau otitis media serosa sebagai hasil dari hambatan tuba eustachii. Tanda faringeal termasuk
faringitis granuler akibat hiperplasia submukosa jaringan limfoid. Tanda laringeal termasuk
suara serak dan edema pita suara (Bousquet, Cauwenberge, Khaltaev, ARIA Workshop Group.
WHO, 2001).

Gejala lain yang tidak khas dapat berupa: batuk, sakit kepala, masalah penciuman, mengi,
penekanan pada sinus dan nyeri wajah, post nasal drip. Beberapa orang juga mengalami lemah
dan lesu, mudah marah, kehilangan nafsu makan dan sulit tidur (Harmadji, 1993).

2.6. Diagnosis rinitis alergi

Diagnosis rinitis alergi ditegakkan berdasarkan:

1. Anamnesis

Anamnesis sangat penting, karena sering kali serangan tidak terjadi dihadapan pemeriksa.
Hampir 50% diagnosis dapat ditegakkan dari anamnesis saja. Gejala rinitis alergi yang khas ialah
terdapatnya serangan bersin berulang. Gejala lain ialah keluar hingus (rinore) yang encer dan
banyak, hidung tersumbat, hidung dan mata gatal, yang kadang-kadang disertai dengan banyak
air mata keluar (lakrimasi). Kadang-kadang keluhan hidung tersumbat merupakan keluhan utama
atau satu-satunya gejala yang diutarakan oleh pasien (Irawati, Kasakayan, Rusmono, 2008).
Perlu ditanyakan pola gejala (hilang timbul, menetap) beserta onset dan keparahannya,
identifikasi faktor predisposisi karena faktor genetik dan herediter sangat berperan pada ekspresi
rinitis alergi, respon terhadap pengobatan, kondisi lingkungan dan pekerjaan. Rinitis alergi dapat
ditegakkan berdasarkan anamnesis, bila terdapat 2 atau lebih gejala seperti bersin-bersin lebih 5
kali setiap serangan, hidung dan mata gatal, ingus encer lebih dari satu jam, hidung tersumbat,
dan mata merah serta berair maka dinyatakan positif (Rusmono, Kasakayan, 1990).

2. Pemeriksaan Fisik

Pada muka biasanya didapatkan garis Dennie-Morgan dan allergic shinner, yaitu
bayangan gelap di daerah bawah mata karena stasis vena sekunder akibat obstruksi hidung
(Irawati, 2002). Selain itu, dapat ditemukan juga allergic crease yaitu berupa garis melintang
pada dorsum nasi bagian sepertiga bawah. Garis ini timbul akibat hidung yang sering digosok-
gosok oleh punggung tangan (allergic salute). Pada pemeriksaan rinoskopi ditemukan mukosa
hidung basah, berwarna pucat atau livid dengan konka edema dan sekret yang encer dan banyak.
Perlu juga dilihat adanya kelainan septum atau polip hidung yang dapat memperberat gejala
hidung tersumbat. Selain itu, dapat pula ditemukan konjungtivis bilateral atau penyakit yang
berhubungan lainnya seperti sinusitis dan otitis media (Irawati, 2002).

3. Pemeriksaan Penunjang

a. In vitro Hitung eosinofil dalam darah tepi dapat normal atau meningkat. Demikian pula
pemeriksaan IgE total (prist-paper radio imunosorbent test) sering kali menunjukkan nilai
normal, kecuali bila tanda alergi pada pasien lebih dari satu macam penyakit, misalnya selain
rinitis alergi juga menderita asma bronkial atau urtikaria. Lebih bermakna adalah dengan RAST
(Radio Immuno Sorbent Test) atau ELISA (Enzyme Linked Immuno Sorbent Assay Test).
Pemeriksaan sitologi hidung, walaupun tidak dapat memastikan diagnosis, tetap berguna sebagai
pemeriksaan pelengkap. Ditemukannya eosinofil dalam jumlah banyak menunjukkan
kemungkinan alergi inhalan. Jika basofil (5 sel/lap) mungkin disebabkan alergi makanan,
sedangkan jika ditemukan sel PMN menunjukkan adanya infeksi bakteri (Irawati, 2002).

b. In vivo Alergen penyebab dapat dicari dengan cara pemeriksaan tes cukit kulit, uji
intrakutan atau intradermal yang tunggal atau berseri (Skin End-point Titration/SET). SET
dilakukan untuk alergen inhalan dengan menyuntikkan alergen dalam berbagai konsentrasi yang
bertingkat kepekatannya. Keuntungan SET, selain alergen penyebab juga derajat alergi serta
dosis inisial untuk desensitisasi dapat diketahui (Sumarman, 2000). Untuk alergi makanan, uji
kulit seperti tersebut diatas kurang dapat diandalkan. Diagnosis biasanya ditegakkan dengan diet
eliminasi dan provokasi (“Challenge Test”). Alergen ingestan secara tuntas lenyap dari tubuh
dalam waktu lima hari. Karena itu pada Challenge Test, makanan yang dicurigai diberikan pada
pasien setelah berpantang selama 5 hari, selanjutnya diamati reaksinya. Pada diet eliminasi, jenis
makanan setiap kali dihilangkan dari menu makanan sampai suatu ketika gejala menghilang
dengan meniadakan suatu jenis makanan (Irawati, 2002).

2.7. Penatalaksanaan rinitis alergi

1. Terapi yang paling ideal adalah dengan alergen penyebabnya (avoidance) dan
eliminasi.

2. Simptomatis

a. Medikamentosa-Antihistamin yang dipakai adalah antagonis H-1, yang bekerja secara


inhibitor komppetitif pada reseptor H-1 sel target, dan merupakan preparat farmakologik yang
paling sering dipakai sebagai inti pertama pengobatan rinitis alergi. Pemberian dapat dalam
kombinasi atau tanpa kombinasi dengan dekongestan secara peroral. Antihistamin dibagi dalam
2 golongan yaitu golongan antihistamin generasi-1 (klasik) dan generasi -2 (non sedatif).
Antihistamin generasi-1 bersifat lipofilik, sehingga dapat menembus sawar darah otak
(mempunyai efek pada SSP) dan plasenta serta mempunyai efek kolinergik. Preparat
simpatomimetik golongan agonis adrenergik alfa dipakai dekongestan hidung oral dengan atau
tanpa kombinasi dengan antihistamin atau tropikal. Namun pemakaian secara tropikal hanya
boleh untuk beberapa hari saja untuk menghindari terjadinya rinitis medikamentosa. Preparat
kortikosteroid dipilih bila gejala trauma sumbatan hidung akibat respons fase lambat berhasil
diatasi dengan obat lain. Yang sering dipakai adalah kortikosteroid tropikal (beklometosa,
budesonid, flusolid, flutikason, mometasonfuroat dan triamsinolon). Preparat antikolinergik
topikal adalah ipratropium bromida, bermanfaat untuk mengatasi rinore, karena aktifitas inhibisi
reseptor kolinergik permukaan sel efektor (Mulyarjo, 2006).

b. Operatif - Tindakan konkotomi (pemotongan konka inferior) perlu dipikirkan bila


konka inferior hipertrofi berat dan tidak berhasil dikecilkan dengan cara kauterisasi memakai
AgNO3 25 % atau troklor asetat (Roland, McCluggage, Sciinneider, 2001).

c. Imunoterapi - Jenisnya desensitasi, hiposensitasi & netralisasi. Desensitasi dan


hiposensitasi membentuk blocking antibody. Keduanya untuk alergi inhalan yang gejalanya
berat, berlangsung lama dan hasil pengobatan lain belum memuaskan (Mulyarjo, 2006).
2.8. Komplikasi rinitis alergi Komplikasi rinitis alergi yang sering ialah:

a. Polip hidung yang memiliki tanda patognomonis: inspisited mucous glands, akumulasi
sel-sel inflamasi yang luar biasa banyaknya (lebih eosinofil dan limfosit T CD4+), hiperplasia
epitel, hiperplasia goblet, dan metaplasia skuamosa.

b. Otitis media yang sering residif, terutama pada anak-anak. c. Sinusitis paranasal
merupakan inflamasi mukosa satu atau lebih sinus para nasal. Terjadi akibat edema ostia sinus
oleh proses alergis dalam mukosa yang menyebabkan sumbatan ostia sehingga terjadi penurunan
oksigenasi dan tekanan udara rongga sinus. Hal tersebut akan menyuburkan pertumbuhan bakteri
terutama bakteri anaerob dan akan menyebabkan rusaknya fungsi barier epitel antara lain akibat
dekstruksi mukosa oleh mediator protein basa yang dilepas sel eosinofil (MBP) dengan akibat
sinusitis akan semakin parah (Durham, 2006).

Rinitis Vasomotor

Rinitis vasomotor disebut juga dengan vasomotor catarrh, vasomotor rinorrhea, nasal
vasomotor instability, non spesific allergic rhinitis, non - Ig E mediated rhinitis atau intrinsic
rhinitis. Rinitis vasomotor mempunyai gejala yang mirip dengan rinitis alergi sehingga sulit
untuk dibedakan. Pada umumnya pasien mengeluhkan gejala hidung tersumbat, ingus yang
banyak dan encer serta bersin-bersin walaupun jarang. Etiologi yang pasti belum diketahui, tetapi
diduga sebagai akibat gangguan keseimbangan fungsi vasomotor dimana sistem saraf
parasimpatis relatif lebih dominan. Keseimbangan vasomotor ini dipengaruhi oleh berbagai
faktor yang berlangsung temporer, seperti emosi, posisi tubuh, kelembaban udara, perubahan
suhu luar, latihan jasmani dan sebagainya, yang pada keadaan normal faktor-faktor tadi tidak
dirasakan sebagai gangguan oleh individu tersebut.
Diagnosis dapat ditegakkan dengan anamnesis yang cermat, pemeriksaan THT serta beberapa
pemeriksaan yang dapat menyingkirkan kemungkinan jenis rinitis lainnya.
Penatalaksanaan rinitis vasomotor bergantung pada berat ringannya gejala dan dapat dibagi atas
tindakan konservatif dan operatif.
ETIOLOGI
Etilogi pasti rinitis vasomotor belum diketahui dan diduga akibat gangguan keseimbangan sistem
saraf otonom yang dipicu oleh zat-zat tertentu.
Beberapa faktor yang mempengaruhi keseimbangan vasomotor
1. obat-obatan yang menekan dan menghambat kerja saraf simpatis, seperti ergotamin,
chlorpromazin, obat anti hipertensi dan obat vasokonstriktor topikal.
2. faktor fisik, seperti iritasi oleh asap rokok, udara dingin, kelembaban udara yang tinggi dan
bau yang merangsang.
3. faktor endokrin, sepeti keadaan kehamilan, pubertas, pemakaian pil anti hamil dan
hipotiroidisme.
4. faktor psikis, seperti stress, ansietas dan fatigue.

PATOFISIOLOGI
Sistem saraf otonom mengontrol aliran darah ke mukosa hidung dan sekresi dari kelenjar.
Diameter resistensi pembuluh darah di hidung diatur oleh sistem saraf simpatis sedangkan
parasimpatis mengontrol sekresi kelenjar. Pada rinitis vasomotor terjadi disfungsi sistem saraf
otonom yang menimbulkan peningkatan kerja parasimpatis yang disertai penurunan kerja saraf
simpatis. Baik sistem simpatis yang hipoaktif maupun sistem parasimpatis yang hiperaktif,
keduanya dapat menimbulkan dilatasi arteriola dan kapiler disertai peningkatan permeabilitas
kapiler, yang akhirnya akan menyebabkan transudasi cairan, edema dan kongesti. Teori lain
mengatakan bahwa terjadi peningkatan peptide vasoaktif dari sel sel seperti sel mast. Termasuk
diantara peptide ini adalah histamin, leukotrin,
prostaglandin, polipeptide intestinal vasoaktif dan kinin. Elemen-elemen ini tidak hanya
mengontrol diameter pembuluh darah yang menyebabkan kongesti, tetapi juga meningkatkan
efek asetilkolin dari sistem saraf parasimpatis terhadap sekresi hidung, yang menyebabkan
rinore. Pelepasan peptide-peptide ini tidak diperantarai oleh Ig-E (non-Ig E mediated) seperti
pada rinitis alergi.
Adanya reseptor zat iritan yang berlebihan juga berperan pada rhinitis vasomotor. Banyak
kasus yang dihubungkan dengan zat-zat atau kondisi yang spesifik. Beberapa diantaranya adalah
perubahan temperatur atau tekanan udara, perfume, asap rokok, polusi udara dan stress
( emosional atau fisikal ).
Dengan demikian, patofisiologi dapat memandu penatalaksanaan rhinitis vasomotor yaitu
:
1. meningkatkan perangsangan terhadap sistem saraf simpatis
2. mengurangi perangsangan terhadap sistem saraf parasimpatis
3. mengurangi peptide vasoaktif
4. mencari dan menghindari zat-zat iritan.

GEJALA KLINIS
Gejala yang dijumpai pada rinitis vasomotor kadang-kadang sulit dibedakan dengan
rinitis alergi seperti hidung tersumbat dan rinore. Rinore yang hebat dan bersifat mukus atau
serous sering dijumpai. Gejala hidung tersumbat sangat bervariasi yang dapat bergantian dari
satu sisi ke sisi yang lain, terutama sewaktu perubahan posisi. Keluhan bersin-bersin tidak begitu
nyata bila dibandingkan dengan rinitis alergi dan tidak terdapat rasa gatal di hidung dan mata.
Gejala dapat memburuk pada pagi hari waktu bangun tidur oleh karena adanya perubahan suhu
yang ekstrim, udara lembab, dan juga oleh karena asap rokok dan sebagainya Selain itu juga
dapat dijumpai keluhan adanya ingus yang jatuh ke
tenggorok ( post nasal drip ). Berdasarkan gejala yang menonjol, rinitis vasomotor dibedakan
dalam 2
golongan, yaitu golongan obstruksi ( blockers ) dan golongan rinore ( runners / sneezers ).
Prognosis pengobatan golongan obstruksi lebih baik daripada golongan rinore. Oleh karena
golongan rinore sangat mirip dengan rinitis alergi, perlu anamnesis dan pemeriksaan yang teliti
untuk memastikan diagnosisnya.1

DIAGNOSIS
Dalam anamnesis dicari faktor yang mempengaruhi keseimbangan vasomotor dan
disingkirkan kemungkinan rinitis alergi.1 Biasanya penderita tidak mempunyai riwayat alergi
dalam keluarganya dan keluhan dimulai pada usia dewasa. Beberapa pasien hanya mengeluhkan
gejala sebagai respon terhadap paparan zat iritan tertentu tetapi tidak mempunyai keluhan apabila
tidak terpapar.
Pada pemeriksaan rinoskopi anterior tampak gambaran klasik berupa edema mukosa
hidung, konka hipertrofi dan berwarna merah gelap atau merah tua ( karakteristik ), tetapi dapat
juga dijumpai berwarna pucat. Permukaan konka dapat licin atau berbenjol ( tidak rata ). Pada
rongga hidung terdapat sekret mukoid, biasanya sedikit. Akan tetapi pada golongan rinore, sekret
yang ditemukan bersifat serosa dengan jumlah yang banyak. Pada rinoskopi posterior dapat
dijumpai post nasal drip. Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk menyingkirkan
kemungkinan rinitis alergi. Test kulit ( skin test ) biasanya negatif, demikian pula test RAST,
serta kadar Ig E total dalam batas normal. Kadang- kadang ditemukan juga eosinofil pada sekret
hidung, akan tetapi dalam jumlah yang sedikit. Infeksi sering menyertai yang
ditandai dengan adanya sel neutrofil dalam sekret. Pemeriksaan radiologik sinus memperlihatkan
mukosa yang edema dan mungkin tampak gambaran cairan dalam sinus apabila sinus telah
terlibat.1

Tabel 1. Gambaran klinis dan pemeriksaan

DIAGNOSIS BANDING11
1. Rinitis alergi
2. Rinitis infeksi

Rinitis Medikamentosa
Rinitis medikamentosa adalah gangguan respon normal vasomotor sebagai akibat
pemaikaian obat vasokontrikstor tropical dalam waktu lama dan berlebihan. Syarat
vasokonstriktor tropical :
- pH : 6,3 – 6,5
- pemakaian tidak lebih dari satu minggu
- harus isotonic
Gejala dan tanda :
- obstruksi nasi terus menerus dan berair
- edema konka dan secret
- penggunaan adrenalin/ efedrin tropical mengurangi edema konka
Terapi :
- hentikan segera pemakaian obat vasokonstriktor tropical
- kortikosteroid
- obat dekongestan oral
- jika setelah 3 minggu tidak ada perbaikan maka rujuk ke THT.
9. Orang yang menderita pilek disarankan banyak beristirahat, meminum banyak
cairan, dan bila perlu mengkonsumsi obat-obatan untuk meredakan gejala yang
mengganggu. Tindakan yang dianjurkan untuk meringankan gejala pilek/flu tanpa
pengobatan meliputi antara lain :
a. Beristirahat 2-3 hari, mengurangi kegiatan fisik berlebihan.
b. Meningkatkan gizi makanan. Makanan dengan kalori dan protein yang tinggi
akan menambah daya tahan tahan tubuh. Makan buah-buahan segar yang
banyak mengandung vitamin.
c. Banyak minum air, teh, sari buah akan mengurangi rasa kering di
tenggorokan, mengencerkan dahak dan membantu menurunkan demam.
d. Sering-sering berkumur dengan air garam untuk mengurangi rasa nyeri di
tenggorokan. (BPOM, 2006)
Karena influenza disebabkan oleh virus, maka antibiotik tidak
memiliki pengaruh terhadap infeksi kecuali diberikan untuk infeksi sekunder seperti
pneumonia bakterialis. Pengobatan antiviral dapat efektif, namun sebagian influenza
dapat menunjukan resistensi terhadap obat-obatan antivirus standar (Abelson, 2009).

Obat flu pada umumnya adalah obat tanpa resep dokter yang dapat
diperoleh di apotek-apotek dan toko obat berizin. Obat flu umumnya merupakan
kombinasi dari beberapa zat aktif, seperti kombinasi-kombinasi dari :
a. Analgesik/antipiretik dikombinasikan dengan nasal dekongestan.
b. Analgesik/antipretik dikombinasikan dengan nasal dekongestan dan
antihistamin.
c. Analgesik/antipiretik dikombinasikan dengan nasal dekongestan, antihistamin
dan antitusif atau ekspektoran.

RINITIS ALERGI
 Radang pada hidung yang disebabkan karena alergen
 Patomekanisme :
a. Tahap sensitasi : kontak pertama tubuh membentuk IgE spesifik, kemudian IgE akan
menempel pada basofil
b. Tahap reaksi alergi fase cepat : paparan ulang alergen spesifik ( batuk dan bersin)
c. Fase lambat : terjadi 2-4 jam setelah papatan , puncak 6-8 jam setelah paparan
 Sering terjadi di kepala dan leher ,yang akan menimbulkan gejala pada telinga , mata ,
kulit , bronchus dan pencernaan
 Secret encer dan banyak , membuat hidung tersumbat, mata gatal , air mata keluar.
 Batuk , sakit kepala , masalah penciuman , postnasal drip.
 Bersin dan batuk merupakan mekanisme pertahanan tubuh, dimana respon ini merupakan
usaha untuk mengeluarkan mikroba
 Histamin yang membuat hypersekresi kelenjar, vasodilatasi , dan permeabilitas kapiler
meningkat.
 Reaksi hypersensitivitas tipe I
SINUSITIS
 Peradangan pada dinding sinus
 Sinusitis terbagi 4 yaitu , akut ( 2-4 minggu), kronis(>12 minggu) , kambuhan ( jenis akut
, tapi bisa terjadi 3 lebih dalam setahun )
 Penyebab:

Penyakit Laki- Umur 15 Pilek 1 Riwayat Sesak Postnasal


laki tahun tahun Napas drip
Rinitis alergi +/- - + + +
Rinitis vasomotor
Rinitis
Medikamentosa
Polip
Sinusitis

Anda mungkin juga menyukai