Anda di halaman 1dari 9

KONSEP HUTANG DAN EKUITAS

TERJADINYA HUTANG
Interprestasi terhadap kejadian yang dapat menimbulkan hutang
memainkan peranan penting dalam mengakui hutang yang akan disajikan
dineraca.Hutang tidak hanya terjadi karena faktor kontraktual yang didasarkan
pada aspek yuridis ,tetapi juga karena faktor lain yang yang memenuhi kriteria
pengakuan hutang.Intinya interprestasi terhadap terjadinya hutang cenderung
didasarkan konsep economic substance over legal form bukan semata-mata pada
aspek yuridisnya.Dengan demikian , apabila ditinjau dari substansi ekonomi suatu
transaksi/peristiwa memenuhi kriteria hutang,otomatis hutang akan diakui dan
disajikan dalam neraca.
A. Keadaan Yang dapat Menimbulkan Hutang
Definisi yang dikemukakan FASB diatas merupakan upaya untuk
memberikan penfsiran sematik(interpretatif) bagi suatu unit usaha.Dua
karakteristik yang penting adalah kewajiban tersebut sudah ada pada saat itu dan
harus merupakan hasil transaksi masa lalu. Jadi timbulnya hutang tergantung pada
terjadinya suatu transaksi/kejadian yang bersifat eksternal .
Barang/jasa yang diperoleh oleh suatu unit usaha merupakan transaksi
yang dapat menimbulkan kewajiban untuk membayar kepada pihak lain.
Sebaliknya kewajiban untuk membayar suatu barang/jasa yang diperoleh dimasa
yang akan datang tidak dapat dipandang sebagai hutang.
Kohler,(1970:hal 236) menyatakan bahwa hutang adalah suatu jumlah
yang harus dibayar dalam bentuk uang,barang atau jasa khususnya yang memiliki
kriteria sebagai berikut :
a. Terjadi/telah terjadi(current liability)
b. Terjadi pada suatu saat tertentu dimasa mendatang misalnya hutang untuk
pembiayaan(funded debt),hutang yang masih harus dibayar.
c. Terjadi karena tidak dilaksanakannya suatu tindakan di masa yang akan
datang , misalnya pendapatan yang ditangguhkan dan hutang
bersyarat/contingent liability.
Atas dasar hal di atas ,dapat dirumuskan bahwa hutang dapat terjadi karena
beberapa faktor.Hutang terjadi karena faktor berikut ini:
1. Kewajiban Legal/kontrak(Contractual Liabilities)
Kewajiban legal adalah hutang yang timbul karena adanya ketentuan
formal berupa peraturan hukum untuk membayar kas atau menyerahkan barang
(jasa) kepada entitas tertentu.Misalnya hutang dagang dan hutang bank.Hutang
atas dasar hukum merupakan pandangan terhadap hutang yang paling sempit.
2. Kewajiban Konstruktif(constructive Liabilities)
Kewajiban Konstruktif timbul karena kewajiban tersebut sengaja diciptakan
untuk tujuan/kondisi tertentu , meskipun secara formal tidak dilakukan melalui
perjanjian tertulis untuk membayar sejumlah tertentu dimasa yang akan
datang.Contoh jenis kewajiban ini adalah bonus yang akan diberikan kepada
karyawan.
3. Kewajiban Equitabel
Kewajiban ekuitabel adalah hutang yang timbul karena adanya kebijakan yang
timbul karena adanya kebijakan yang diambil oleh praktik secara
umum.Kewajiban ekuitabel dapat dianggap sebagai kewajiban oleh kedua belah
pihak yang terlibat meskipun terjadinya tidak melalui proses hukum,jadi
kewajiban /hutang yang dicatat dalam laporan keuangan tidak harus berasal dari
kewajiban /hutangyang sah menurut aturan hukum.Biasanya kewajiban ini timbul
karena adanya keharusan untuk membuat pembayaran di masa mendatang demi
hubungan bisnis yang baik atau karena kebiasaan pelaku bisnis yang dianggap
baik.
Suatu perusahaan mungkin saja tidak berkewajiban untuk mengorbankan
aktiva/jasa,apabila perusahaan dapat menghindari pengorbanan tersebut tanpa
adanya sanksi hukum.Misalnya perusahaan mengambil kebijakan untuk garansi
atas produk baru yang dijual dan garansi tersebut tidak diumumkan.Apabila
perusahaan membatalkan garansi tersebut,maka hutang garansiyang diakui akan
hilang atau dihapus dari neraca.
B.Unconditional Right of Offset
Kewajiban yang berasal dari kontrak berjalan untuk memperoleh suatu
barang dan jasa di masa mendatang dapat dikatakan sebagai suatu transaksi
hutang atau sebaliknya bukan hutang. Kewajiban tersebut merupakan suatu
transaksi keuangan yang berasal dari transaksi usaha dan menimbulkan kewajiban
untuk melakukan pembayaran di masa mendatang, apabila suatu barang atau jasa
telah diterima sudah diterima.
Sebelum barang benar-benar ada dan terikat dengan kontrak, maka
terdapat satu hak tak bersyarat untuk menguasai aktiva. Sebaliknya jika barang
atau jasa tersebut terikat menurut kontrak, pembeli tidak dapat membatalkan
kontrak tanpa membayar barang dan jasa yang disepakati dalam kontrak,
meskipun barangnya belum diterima.
Pelaksanaan kontrak biasanya mempengaruhi arus kas di masa mendatang,
maka pengungkapan terhadap hal tersebut akan relevan bagi investor dan kreditor.
Atas dasar berbagai sumber terjadinya hutang di atas, secara umum dapat
dirumuskan bahwa hutang harus diakui dalam laporan keuangan apabila
memenuhi kriteria berikut ini:
1. Ada kemungkinan bahwa pengorbanan potensi jasa/manfaat ekonomi
masa mendatang akan dilakukan atau akan terjadi.
2. Jumlah hutang dapat diukur dengan cukup pasti.
Sementara itu Kam (1990) mengatakan bahwa hutang dapat diakui berdasarkan
kondisi berikut:
1. Didasarkan pada hukum
Adanya dasar hukum yang menyebabkan terjadinya hutang merupakan syarat
legal untuk mengakui hutang ,meskipun seringkali dapat terjadi karena kewajiban
equitable.
2. Pemakaian prinsip konservatisme
Prinsip konservatisme mensyaratkan untuk mengantisipasi kerugian dari pada
keuntungan .Jadi rugi/hutang akan segera diakui kalau ada kemungkinan akan
terjadi.Pencatatan terhadap rugi/hutang semacam ini merupakan praktek yang
diterima umum.
3. substansi ekonomi suatu transaksi
Apabila suatu transaksi ditinjau dari makna ekonominya telah terjadi , maka
hutang dapat segera diakui dan dilaporkan dalam laporan keuangan .Substansi
ekonomi berkaitan dengan relevansi informasi akuntansi.Jadi yang menjadi
pertimbangan adalah apakah apakah pencantuman hutang tertentu dalam neraca
dipandang penting dan bermanfaat bagi pemakai?
4. Kemampuan mengukur nilai hutang
Kriteria ini berkaitan dengan reliabilitas informasi.Apabila pengukuran terhadap
hutag sangat subyektif/arbiter,maka lebih baik tidak dilakukan pengukuran dan
hutang tidak dicatat dalam neraca.

PENGUKURAN HUTANG

Dasar pengukuran hutang adalah jumlah rupiah sumber ekonomi yang


harus dikorbankan apabila pada saat penilaian (pelaporan), hutang dilunasi. Dasar
penilaian yang digunakan adalah nilai sekarang pengeluaran kas / pengorbanan
sumber ekonomi di masa mendatang untuk melunasi hutang tersebut sampai
tanggal jatuh tempo. Atau dengan kata lain, besarnya nilai hutang tersebut harus
didiskontokan dengan tingkat suku bunga tertentu dengan rumus sebagai berikut :
PV = F (1 + r)-2
Keterangan :
PV = Nilai sekarang dari hutang pada tanggal penilaian
F = Aliran kas masa mendatang pada periode t dari tanggal penilaian
r = tingkat bunga
Weil (1990) menyebutkan bahwa pendiskontoan terhadap elemen laporan
keuangan hanya dapat dilakukan bila :
1. Elemen tersebut menunjukkan klaim kepada atau kewajiban untuk membayar
sejumlah tertentu yang dapat ditaksir dengan cukup pasti.
2. Perusahaan akan membayar jumlah tersebut dalam periode lebih dari satu
tahun setelah tanggal neraca.
3. a. Klaim / kewajiban timbul dari transaksi, kecuali transaksi executory
contract.
b. Perusahaan telah merevaluasi elemen neraca karena adanya informasi
baru.

PENYELESAIAN BARANG
Hutang dianggap selesai/dilunasi apabila suatu perusahaan telah
melakukan kewajiban untuk menyerahkan aktiva/jasa kepada pihak lain.Dengan
demikian pelunasan suatu hutang hanya terjadi apabila dapat penyerahan
aktiva/jasa kepada pihak lain.
Secara konseptual,pelunasan hutang dengan menggunakan saham tidak
dapat dikatakan sebagai pelunasan hutang.Hal ini disebabkan saham
tersebutbukan aktiva/jasa.Keadaan tersebut berlaku juga untuk pelunasan hutang
yang dilakukan dengan menggunakandividen saham.Pada saat dividen saham
diumumkan ,memang perusahaan memiliki kewajiban untuk menyerahkan
sahamnya sendiri.Namun demikian ,saham tersebut jelas bukan
aktiva/jasa,sehingga tidak dapat dikatakan sebagai pelunasan hutang.Lain halnya
kalau dividen yang diumumkan adalah dividen kas. Pengumuman tentang
pembagian dividen kas jelas akan menimbulkan adanya hutang.Hal ini disebabkan
perusahaan memiliki kewajiban untuk menyerahkan kas dimasa mendatang.
IAI(1994:paragraf 62)dalam SAK menyebutkan bahwa penyelesaian
kewajiban masa kini biasanya melibatkan perusahaan untuk mengorbankan
sumber daya yang memiliki manfaat masa depan demi untuk memenuhi tuntutan
pihak lain.Penyebab kewajiban yang ada sekarang dapat dilakukan dengan
berbagai cara,misalnya dengan:
 pembayaran kas
 penyerahan aktiva
 Pemberian Jasa
 Penggantian kewajiban tersebut dengan kewajiban lain atau
 Konversi kewajiban menjadi equitas
A. In-Substance Defeseance
Dalam FASB statement No. 76 dijelaskan bahwa ada alternatif lain yang
dapat dilakukan untuk melunasi hutang yaitu dengan cara yang dikenal dengan
nama in-substance defeseance. In-substance defeseance adalah suatu rencana
perjanjian dimana seorang debitur menempatkan sejumlah tertentu harta moneter
secukupnya yang bebas resiko pada kuasa badan perwakilan (trust) tertentu untuk
digunakan sebagai pembayaran hutang dmasa datang.
Jadi menurut FASB, berdasarkan konsep economi substance over legal
form, seorang debitur dapat menghapus hutangnya dari neraca apabila debitur
tersebut telah menempatkan/menyerahkan sejumlah tertentu kas atau aktiva
monoter lainnya kepada badan perwakilan untuk digunakan sebagai pelinasan
hutang.
Gambaran tentang pelunasan hutang dengan cara in-substance defeseance
dilhat pada contoh berikut ini. PT. A memiliki hutang obligasi Rp. 10.000.000
dengan tingkat bunga 8% dan jangka waktunya 10 tahun. Pembelian tersebut
dilakukan secara tunai dengan total pengeluaran Rp. 7.500.000. Sertifikat Bank
Indonesia kemudian diserahkan pada Badan Perwakilan untuk digunakan sebagai
pelunasan hutang.
Jurnal yang dibuat untuk transaksi tersebut adalah sebagai berikut:
Pada saat pembelian
Investasi pada Sertifikat Bank Indonesia Rp. 10.000.000
Kas Rp. 10.000.000

Pada saat penempatan Sertifikat Bank Indonesia pada badan perwakilan


Hutang Obligasi Rp. 10.000.000
Investasi Sertifikat Rp. 7.500.000
Utang(extraordinary) Rp. 2.500.000
Manfaat yang diperoleh oleh PT. A dalam transaksi semacam itu?
Keuntungan PT. A dari tindakan tersebut adalah:
1. Hutang akan berkurang sehingga rasio debt-equity menjadi lebih baik.
2. Laba bersih tahun berjalan akan meningkat.
3. Untuk tujuan pajak, untung tidak dapat diakui karena PT.A secara hukum
masih berkewajiban membayar hutang.
4. Pendapatan bunga dari Sertifikat Bank Indonesia dapat digunakan untuk
menutup biaya bunga atas hutang obligasi.

B. Kredit Tangguhan ( Deffered Kredit )


Dalam APB Statement No.4, hutang didefinisikan sebagai kewajiban
ekonomi Yng diakuidan diukur sesuai prinsip akuntansi berterima umum.
Definisi tersebut meliputi juga kredit tangguhan yang bukan merupakan
kewajiban ekonomi. Atas dasar hal tersebut, kredit tangguhan yang bukan
merupakan kewajiban juga harus dikelompokkan sebagai hutang apabila kredit
tangguhan tersebut sesuai dengan prinsip akuntansi beterima umum.
Dalam laporan keuangan sering kali timbul masalah yang berkaitan
dengan perlakuan kredit tangguhan tertentu yang dimasukkan sebagai hutang.
Misalnya uang muka yang dibayar pembeli tetapi produk belum diserahkan
kepada pembeli. Kasus demikian menunjukkan adanya kewajiban untuk
menyerahkan aktiva/jasa pada masa mendatang kepada pembeli. Dengan
demikian transaksi tersebut jelas dapat dianggap sebagai hutang.
Kredit tangguhan yang sering menjadi masalah laba kotor belum direalisir
(deffered gross profit) yang timbul dari penjualan angsuran. Apabila prinsip
pengakuan pendapatan atas penjualan angsuran tersebut. Laba kotor belum
direalisir merupakan perbedaan antara penjualan dengan cost barang terjual atas
penjualan angsuran.
Laba kotor belum direalisir sebenarnya bukan merupakan hutang. Hal ini
disebabkan perusahaan tidak memiliki kewajiban untuk menyerahkan aktiva/jasa
kepada pihak lain dimasa mendatang. Menurut FSAB laba kotor belum direalisir
tersebut sebaiknya dilakukan sebagai pengurangan piutang angsuran. Namun
demikian, pendapat tersebut jarang/tidak diterima dalam praktek secara umum.

C.Hutang dan rugi kontinjensi ( Contingen Loss/Liabilities )


Dalam FSAB statement No.5 dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan
kontinjensi adalah suatu kondisi atau situasi yang menimbulkan ketidakpastian
akan timbulnya kemungkinan hutang/rugi suatu perusahaan, dimana timbulnya
kemungkinan tersebut tergantung pada terjadi/tidaknya satu peristiwa atau lebih
dimasa mendatang. Rugi kontijensi sering menjadi masalah dalam pengakuan
hutang terutama menyangkut kewajiban sekarang atau masa mendatang.
FSAB menyatakan bahwa suatu hutang menyatakan dapat dilaporkan
apabila ada kemungkinan yang cukup besar suatu kewajiban harus dibayar dimasa
mendatang dan jumlah tersebut dapat ditaksir secara cukup pasti. Huang
kontnijensi (bersyarat) harus diungkapkan dalam laporan keuangan apabila
kemungkinan pembayarannya tidak besar dan juga tidak kecil. Hutang bersyarat
yang memiliki probabilitas cukup tinggi antara lain berupa pemberian garansi
purna jual (hutang garansi) atas penjualan yang telah dilakukan.

Anda mungkin juga menyukai