Anda di halaman 1dari 13

Jailani, Keefektifan Pemanfaatan Perangkat Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan HOTS ...

111

Keefektifan Pemanfaatan Perangkat Pembelajaran


Berbasis Masalah untuk Meningkatkan HOTS dan
Karakter Siswa

Jailani
Heri Retnawati
FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta
jailani@uny.ac.id
Abstract: This study aimed to describe the effectiveness of problem-based learning kits to improve
students’ higher order thinking skills (HOTS) and students’ characters. This study employed a
quasi-experimental design, which used pretest-posttest experimental non-equivalent control group.
Experimental class was a class which was taught by using problem-based learning, while the control
class was a class which was taught by using direct instruction. The population of this research was the
seventh graders of several Junior High Schools in DI Yogyakarta which have implemented problem
based learning. The samples of this research were 515 students of Junior High School students from
10 schools in four districts and one city in Yogyakarta. The schools from which the samples were
taken were both public and private schools which were selected based on their achievement in the
national examination. The schools were selected using stratified random sampling, while the classes
were selected randomly. The quantitative data analysis was conducted by using both descriptive
and inferential statistic. The results showed that: (1) problem-based learning was better than direct
instruction to improve HOTS; and (2) problem-based learning was effective to improve persistence,
responsibility, hard work, cooperation, empathy, and tolerance.

Keywords: problem based learning, higher order thinking skills, students’ characters

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan keefektifan pemanfaatan perangkat


pembelajaran berbasis masalah untuk meningkatkan higher order thinking skills (HOTS) dan
karakteristik siswa. Penelitian ini adalah eksperimen semu menggunakan desain eksperimen pretest-
posttest non equivalent control group. Kelas eksperimen merupakan kelas dengan pembelajaran
berbasis masalah, sedangkan kelas kontrol merupakan kelas dengan pembelajaran langsung. Populasi
penelitian adalah siswa SMP kelas 7 SMP di Provinsi DI Yogyakarta yang menerapkan pembelajaran
berbasis masalah. Sampel penelitian sebanyak 515 siswa SMP kelas 7 yang berasal dari 10 sekolah di
4 kabupaten dan 1 kota di provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, dari sekolah negeri dan swasta yang
ditentukan berdasarkan capaian hasil Ujian Nasional. Sampel sekolah ditentukan dengan stratified
random sampling dan kelas tiap sekolah ditentukan secara acak. Analisis data dilakukan secara
kuantitaif, baik dengan deskriptif maupun inferensial. Hasil penelitian menunjukkan: (1) pembelajaran
berbasis masalah lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran langsung untuk meningkatkan HOTS;
dan (2) pembelajaran berbasis masalah efektif untuk meningkatkan ketekunan, tanggung jawab, kerja
keras, kerjasama, kepedulian, dan toleransi.

Kata kunci: problem based learning, keterampilan berfikir tingkat tinggi, karakter siswa

Capaian siswa Indonesia dalam studi internasional terbiasa menghadapi soal-soal TIMSS dan PISA.
seperti Trends in International Mathematics Ditinjau dari karakteristik dan tujuannya, soal TIMSS
and Science Study (TIMSS) dan Programme for dalam bidang matematika mengukur kemampuan
International Student Assessment (PISA) belum kognitif siswa pada level knowing, applying, dan
menunjukkan hasil yang memuaskan. Hasil studi reasoning, sedangkan soal PISA bertujuan untuk
TIMSS tahun 1999-2011 (Mullis, Martin, Foy, Arora, mengetahui kemampuan literasi matematika siswa
2012; Mullis, Martin, Ruddock, Sullivan, Preuschoff, meliputi kemapuan untuk formulate, employ,
2009) dan PISA (OECD, 2010, 2014) menunjukkan dan interpret dalam berbagai konteks, termasuk
bahwa prestasi siswa Indonesia dalam pembelajaran kemampuan penalaran matematis dan menggunakan
matematika masih sangat rendah. Rendahnya capaian konsep, prosedur, fakta, dan alat matematika untuk
tersebut diduga kuat karena siswa Indonesia belum menggambarkan, memperkirakan, dan menjelaskan
111
112 JURNAL PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN, VOLUME 23, NOMOR 2, OKTOBER 2016

fenomena. Mencermati karakteristik dan tujuan jawab, dan religius (Kemendiknas, 2011). Adapun
tersebut, pada prinsipnya, soal-soal TIMSS dan strategi yang dapat digunakan untuk mengembangkan
PISA menuntut siswa untuk bukan hanya sekedar pendidikan karakter meliputi keteladanan, intervensi,
mengingat fakta dan memahami konsep semata, pembiasaan yang dilakukan secara konsisten, dan
tetapi siswa dituntut untuk melakukan penalaran dan penguatan (Zuchdi, Prasetya, Masruri, 2012).
menggunakan matematika dalam pemecahan masalah Untuk mendukung keterlaksanaan strategi tersebut
yang terkait dengan keterampilan menerapkan, dalam pembelajaran, maka diperlukan suatu model
menganalisis, mengevaluasi, bahkan mencipta pembelajaran yang memuat pendidikan karakter
dengan menggunakan strategi yang tepat. sekaligus berorientasi pada HOTS.
Keterampilan-keterampialn yang termuat Salah satu model pembelajaran yang
dalam TIMSS dan PISA tersebut disebut sebagai direkomendasikan dalam Kurikulum 2013 yang
higher order thinking skill (HOTS) (Brookhart, dapat digunakan untuk meningkatkan HOTS yaitu
2010). Resnick (1992) mengemukakan ciri-ciri problem based learning (PBL) (Weissinger, 2004;
berpikir tingkat tinggi yaitu bersifat non-algorithmic, Arends, 2012). Pembelajaran berbasis masalah
cenderung kompleks, menghasilkan banyak solusi, merupakan pendekatan pembelajaran yang berpusat
melibatkan nuanced judgement, menerapkan pada siswa yang mengorganisasikan kurikulum dan
multiple-criterion, melibatkan ketidakpastian, pembelajaran dalam situasi yang tidak terstruktur
melibatkan kemandirian dalam proses berpikir, dan memberikan masalah dunia nyata (Mergendoller,
melibatkan imposing meaning, dan penyelesaian Maxwell & Belissimo, 2006; Massa, 2008; Arends
masalah dengan penuh usaha. HOTS juga ditandai & Kilcher, 2010). Karakteristik masalah yang
dengan adanya pemikiran yang melibatkan analysis, diajukan dalam PBL berupa masalah autentik yang
synthesis, and evaluation dalam taksonomi Bloom dijadikan tonggak untuk melakukan investigasi
(Liu, 2010; Fisher, 2010), critical and creative dan penemuan (Arends, 2012). Selain itu dalam
thinking (Krulik & Rudnick, 1999). Sedangkan dalam praktiknya, penerapan PBL menuntut agar siswa
taksonomi Bloom yang direvisi, ciri HOTS ditandai berkolaborasi dan mengatur pembagian tugas antar
dengan pemikiran yang melibatkan analisis, sintesis, siswa (Arends & Kilcher, 2010). Jika dikaitkan
dan mencipta (Anderson & Krathwohl, 2001). dengan pendidikan karakter, adanya investigasi
Dengan demikian, dalam pembelajaran kegiatan dan penemuan dalam PBL dapat memfasilitasi
berpikir tingkat tinggi dengan ciri-ciri tersebut harus siswa untuk meningkatkan kerja keras, ketekunan,
dilatihkan hingga siswa menguasainya. Di Indonesia, kedisiplinan, dan kepercayaan diri, sedangkan dengan
pembelajaran berorientasi HOTS mulai diterapkan adanya kolaborasi dan pengaturan pembagian tugas
seiring diterapkannya Kurikulum 2013. antar siswa dapat melatih siswa untuk peduli, bekerja
Kurikulum 2013, selain mengedepankan sama, bertanggung jawab, dan memiliki toleransi
pentingnya memfasilitasi keterampilan berpikir antar sesama. Dengan demikian implementasi PBL
tingkat tinggi juga menginginkan agar pembelajaran dapat meningkatkan HOTS sekaligus karakter siswa.
ikut mengembangkan nilai-nilai karakter. Hal Secara operasional PBL dilaksanakan melalui
ini bertujuan agar terjadi keseimbangan antara sintaks: (1) mengorientasi siswa pada masalah; (2)
kemampuan intelektual dan karakter, sebagaimana mengorganisasi siswa untuk belajar; (3) membimbing
tertuang dalam tujuan pendidikan nasional dalam penyelidikan yang dilakukan secara individu maupun
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003. Dalam kelompok; (4) mengembangkan dan menyajikan
pendidikan karakter pentingnya menekankan tiga penyelesaian masalah; dan (5) menganalisis dan
komponen karakter yang saling berhubungan yaitu mengevaluasi proses pemecahan masalah (Arends,
moral knowing, moral feeling dan moral action 2012). Senada dengan pendapat tersebut Jonassen
(Lickona, 1991). Dalam rangka lebih memperkuat (2011) mengemukakan bahwa sintaks PBL meliputi
pelaksanaan pendidikan karakter, dalam Kurikulum “problem focused, student-centered, self-directed,
2013 telah teridentifikasi 18 nilai yang bersumber and self reflective”. Mencermati kedua pendapat ahli
dari agama, Pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan tersebut dapat dipahami bahwa implementasi PBL
nasional, yaitu: jujur, toleransi, disiplin, kerja menuntut adanya berbagai aktivitas berpikir melalui
keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, penyajian masalah. McMahon (2007) melakukan
semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai penelitian dengan melaksanakan pembelajaran
prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar yang melibatkan siswa untuk mengikuti berbagai
membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, tanggung aktivitas berpikir. Hasil penelitian menunjukkan
Jailani, Keefektifan Pemanfaatan Perangkat Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan HOTS ... 113

bahwa keterampilan berpikir siswa meningkat HOTS siswa diukur dengan menggunakan instrumen
ditinjau dari keterampilan berpikir kritis dan berbentuk tes yang telah dibuktikan validitasnya dan
kreatif. Selain itu, pembelajaran berbasis masalah memiliki reliabilitas yang baik. Selain itu siswa juga
akan memberikan pengetahuan yang lebih lama diminta melakukan self assessement terkait dengan
kepada siswa dibandingkan dengan pembelajaran perkembangan karakternya yang meliputi ketekunan,
tradisional, meskipun yang dipelajari lebih sedikit tanggug jawab, kerja keras, kerjasama, kepedulian,
(Udent & Beamout, 2006; Fatade, Mogari, Arigbabu, toleransi, dan percaya diri.
2013; Ajai, Imoko, O’kwu, 2013). Senada dengan Analisis data dilakukan secara kuantitatif,
hasil tersebut, problem-based learning menjadi baik dengan deskriptif maupun inferensial. Analisis
lebih mudah dilaksanakan dalam pembelaharan deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan
matematika (Fatokun & Fatokun, 2013; Udi perubahan hasil pretes dan postes dan juga
& Cheng, 2015), dan meningkatkan motivasi perkembangan karakter siswa. Hasil analisis
belajar siswa (Etherington, 2011), meningkatkan ini disajikan dengan grafik. Analisis inferensial
prestasi dan sikap siswa dalam pemahaman digunakan untuk membandingkan capaian skor
konsep dan mengurangi miskonsepsi (Akinolu & keterampilan berfikir tingkat tinggi siswa pada kelas
Tandogan, 2007), meningkatkan pemahaman dan eksperimen dibandingkan dengan kelas kontrol,
keterampilan siswa untuk diterapkan di kehidupan untuk digeneralisasikan ke populasi.
nyata (Padmavathy & Mareesh, 2013).
Berbagai kajian menunjukkan bahwa PBL HASIL DAN PEMBAHASAN
dipercaya dapat meningkatkan HOTS siswa. Bahkan HASIL
dengan mencermati karakteristiknya, PBL juga dapat Kegiatan implementasi diawali dengan
digunakan untuk memfasilitasi pendidikan karakter. pelatihan kepada 10 guru dari SMP di 4 kabupaten
Hal inilah yang salah satunya melatarbelakangi dan 1 kota di DI Yogyakarta, dengan kategori sekolah
dilakukannya penelitian pengembangan perangkat standar nasional dan sekolah yang menuju standar
pembelajaran berbasis masalah untuk meningkatkan nasional. Pelatihan dilaksanakan pada tanggal 24
HOTS dan karakter siswa, sebagaimana dilakukan Juni 2015. Materi pelatihan meliputi pembelajaran
oleh Musfiqi (2015). Hasil penelitian tersebut berbasis masalah, HOTS, pelaksanaan PBL di kelas,
menunjukkan bahwa perangkat pembelajaran pemanfaatan LKS, penilaian hasil belajar (HOTS)
yang dihasilkan memenuhi kriteria valid, praktis, maupun karakternya. Pelatihan diakhiri dengan
dan efektif. Namun demikian, efektivitas dari tanyajawab, dan paparan best-practices mengenai
pemanfaatan perangkat tersebut dalam skala pelaksanaan pembelajaran berbasis HOTS dari
yang lebih luas masih perlu dibuktikan. Terkait Bapak Shin’an Musfiqi (Guru dari Provinsi Jawa
dengan hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk Tengah) yang telah melaksanakan pembelajaran
mendeskripsikan efektivitas pemanfaatan perangkat model ini di sekolahnya.
pembelajaran berbasis masalah untuk meningkatkan Pada penelitian ini, pendidik pada kelas
HOTS dan karakteristik siswa. eksperimen melaksanakan pembelajaran
menggunakan PBL, dengan sintaks (1) merumuskan
METODE masalah (pendidik membimbing peserta didik
Penelitian ini merupakan penelitian quasi untuk menentukan masalah yang akan dipecahkan
experiment dengan menggunakan pre-post test non dalam proses pembelajaran, walaupun sebenarnya
equivalent control group design. Subjek penelitian guru telah menetapkan masalah tersebut, (2)
sebanyak 515 siswa kelas 7 dari 10 SMP di provinsi menganalisis masalah dengan meninjau masalah
DI Yogyakarta baik sekolah negeri maupun sekolah secara kritis dari berbagai sudut pandang, (3)
swasta. Sekolah dipilih menggunakan stratified merumuskan hipotesis dengan merumuskan
random sampling, memperhatikan capaian prestasi berbagai kemungkinan pemecahan sesuai dengan
berdasarkan hasil Ujian Nasional dan status sekolah. pengetahuan yang dimiliki, (4) mengumpulkan
Kelas dari tiap sekolah dipilih secara acak. data dengan langkah peserta didik mencari dan
Pada penelitian ini, kelompok eksperimen menggambarkan berbagai informasi yang diperlukan
diberi perlakuan pembelajaran berbasis masalah, dan untuk memecahkan masalah, (5) pengujian hipotesis
kelompok kontrol diberikan perlakuan pembelajaran dengan merumuskan dan mengambil kesimpulan
langsung (ekpositori). Masing-masing kelompok sesuai dengan penerimaan dan penolakan hipotesis
terdiri dari 10 kelas. Kemampuan pemecahan masalah yang diajukan, (6) merumuskan rekomendasi
114 JURNAL PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN, VOLUME 23, NOMOR 2, OKTOBER 2016

Gambar 1. Hasil Pre-Postes Kelompok Eksperimen dan Kontrol

Gambar 2. Gain Kelompok Eksperimen dan Kontrol

pemecahan masalah sesuai rumusan hasil pengujian dengan p-value sebesar 0,064 dan hasilnya disajikan
hipotesis, dan (7) merumusan kesimpulan. pada Tabel 1. Hasil analisis menunjukkan bahwa data
Dengan menggunakan analisis deskriptif, berdistribusi normal.
diperoleh bahwa pada kelompok eksperimen, Asumsi selanjutnya yang dibuktikan adalah
kemampuan HOTS awal siswa sedikit lebih tinggi asumsi homogenitas varians kelompok eksperimen
dibandingkan dengan kelompok kontrol, demikian dan kelompok kontrol. Asumsi homogenitas variansi
juga pada postes, sebagaimana ditunjukkan oleh dibuktikan dengan uji Levene, yang menghasilkan
Gambar 1. Untuk melihat perbandingan keduanya, nilai F sebesar 0,411 dengan p-value 0,522, yang
informasi disajikan dengan menggunakan nilai hasil selengkapnya disajikan pada Tabel 2. Hasil ini
gain, pada Gambar 2. Hasil tersebut menunjukkan menunjukkan bahwa asumsi kesamaan varians dari 2
bahwa pembelajaran dengan problem based populasi yaitu kelompok eksperimen dan kelompok
learning menghasilkan pencapaian yang lebih baik kontrol terpenuhi.
dalam HOTS dibandingkan dengan menggunakan Berdasarkan Tabel 2, diperoleh pula hasil uji-t,
pembelajaran langsung. untuk menguji hipotesis rerata keterampilan berpikir
Untuk membuktikan bahwa ada perbedaan tingkat tinggi pada kelompok eksperimen lebih tinggi
signifikan antara kelompok eksperimen dan kelompok dibandingkan kelompok kontrol. Karena diperoleh 2
kontrol, dilakukan uji beda untuk nilai gain-nya. Sig = 0,016 < 0,05, dapat disimpulkan bahwa rerata
Namun terlebih dahulu dilakukan uji asumsi, yakni keterampilan berpikir tingkat tinggi pada kelompok
data berdistribusi normal dan variansi homogen. eksperimen lebih tinggi dibandingkan kelompok
Uji normalitas dilakukan dengan uji Kolmogorov- kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran
Smirnov, yang menghasilkan nilai sebesar 1,312 berbasis masalah lebih baik dibandingkan dengan
Jailani, Keefektifan Pemanfaatan Perangkat Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan HOTS ... 115

Tabel 1. Uji Asumsi Normalitas

Gain
N 517
Normal Parameters Mean .4240
Std. Deviation .26207
Most Extreme Differences Absolute .058
Positive .058
Negative -.036
Kolmogorov-Smirnov Z 1.312
Asymp. Sig. (2 tailed) .064
a. Test distribution is Normal

Tabel 2. Uji Asumsi Homogenitas Varians dan Uji-t

Levene’s Test for Equality of


Variances
Siq . (2
F Siq t df
tailed)
Gain
Equal variances assumed .411 .522 2.654 515 .008

Equal variances nor assumed 2.652 507.347 .008

Tabel 3. Hasil Penilaian Karakter Sebelum dan Setelah Menggunakan PBL

Sebelum (%) Setelah (%)


Aspek
Kurang Cukup Baik Sangat Baik Kurang Cukup Baik Sangat Baik
Tekun 5.53 40.43 49.79 4.26 0.86 14.16 63.52 21.46
Tanggungjawab 3.40 31.49 57.02 8.09 0.00 7.73 65.24 27.04
Kerja Keras 3.83 33.19 54.04 8.94 0.00 8.58 58.80 32.62
Kerjasama 0.83 26.39 63.06 9.72 0.28 10.06 62.57 27.09
Peduli 1.11 26.18 62.40 10.31 0.00 12.29 70.67 17.04
Toleransi 2.98 36.60 52.34 8.09 0.00 14.59 63.09 22.32
Kepercayaan Diri 4.68 40.43 48.51 6.38 0.00 20.17 53.65 26.18

pembelajaran langsung untuk meningkatkan HOTS. pada Gambar 3. Berdasarkan gambar tersebut,
Selain bertujuan meningkatkan HOTS, PBL frekuensi siswa yang memiliki sikap tekun pada
juga diorientasikan untuk meningkatkan karakter kategori “Baik” dan “Sangat Baik” sebelum
siswa. Dengan memperhatikan langkah-langkah dan perlakuan mengalami peningkatan setelah diberi
karakteristik PBL, karakter yang dilatihkan meliputi perlakuan. Frekuensi siswa yang memiliki sikap
tekun, tanggung jawab, kerja keras, kerjasama, tekun pada kategori “Baik” sebelum perlakuan
peduli, toleransi, dan kepercayaan diri. Peningkatan berjumlah 117 siswa meningkat menjadi 148 siswa
karakter ini ditandai dengan meningkatnya frekuensi setelah diberi perlakuan, artinya terjadi peningkatan
penilaian diri siswa pada kategori baik dan sangat frekuensi sebanyak 31 siswa. Hal yang sama
baik, dan menurunnya frekuensi penilaian diri siswa terjadi pada kategori “Sangat Baik” dimana pada
pada kategori kurang dan cukup. Secara rinci, hasil awalnya frekuensi siswa yang memiliki sikap tekun
tersebut disajikan pada Tabel 3. Masing-masing pada kategori “Sangat Baik” hanya sebanyak 10
karakter yang dilatihkan selanjutnya disajikan siswa meningkat menjadi 50 siswa setelah diberi
dengan diagram batang. perlakuan, artinya terjadi peningkatan frekuensi
Hasil penilaian diri tentang ketekunan disajikan sebanyak 40 siswa. Adapun frekuensi siswa yang
116 JURNAL PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN, VOLUME 23, NOMOR 2, OKTOBER 2016

Gambar 3. Peningkatan Sikap Tekun Berdasarkan Self Assessment

Gambar 4. Peningkatan Sikap Tanggung Jawab Berdasarkan Self Assessment

memiliki sikap tekun pada kategori “Kurang” dan menjadi 152 siswa setelah diberi perlakuan, artinya
“Cukup” sebelum perlakuan mengalami penurunan terjadi peningkatan frekuensi sebanyak 18 siswa.
setelah diberi perlakuan. Pada kategori “Kurang” Hal yang sama terjadi pada kategori “Sangat Baik”
frekuensi siswa sebelum perlakuan sebanyak 13 dimana pada awalnya frekuensi siswa yang memiliki
siswa, kemudian setelah perlakuan menurun menjadi tanggung jawab pada kategori “Sangat Baik”
2 siswa saja, artinya terjadi penurunan frekuensi hanya sebanyak 19 siswa, setelah diberi perlakuan
sebanyak 11 siswa. Sedangkan pada kategori meningkat menjadi 63 siswa, artinya terjadi
“Cukup”, frekuensi siswa sebelum perlakuan peningkatan frekuensi sebanyak 44 siswa. Adapun
sebanyak 95 siswa menurun menjadi 33 siswa frekuensi siswa yang memiliki tanggung jawab pada
setelah diberi perlakuan, artinya terjadi penurunan kategori “Kurang” dan “Cukup” sebelum perlakuan
frekuensi sebanyak 62 siswa. Deskripsi data ini cenderung mengalami penurunan setelah diberi
menunjukkan bahwa pemberian perlakuan berupa perlakuan. Sebelum perlakuan terdapat 8 siswa yang
PBL dalam pembelajaran matematika efektif untuk sikap tanggung jawabnya masih berada ada kategori
meningkatkan sikap tekun siswa. “Kurang”, kemudian setelah diberi perlakuan tidak
Beradasarkan Gambar 4, frekuensi siswa yang terdapat lagi siswa yang memiliki tanggung jawab
memiliki sikap tanggung jawab pada kategori “Baik” pada kategori “Kurang”, artinya terjadi penurunan
dan “Sangat Baik” sebelum perlakuan mengalami frekuensi sebanyak 8 siswa. Sedangkan pada kategori
peningkatan setelah diberi perlakuan. Frekuensi siswa “Cukup”, frekuensi siswa sebelum perlakuan
yang memiliki tanggung jawab pada kategori “Baik” sebanyak 74 siswa menurun menjadi 18 siswa
sebelum perlakuan berjumlah 134 siswa meningkat setelah diberi perlakuan, artinya terjadi penurunan
Jailani, Keefektifan Pemanfaatan Perangkat Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan HOTS ... 117

Gambar 5. Peningkatan Sikap Kerja Keras Berdasarkan Self Assessment

Gambar 6. Peningkatan Sikap Kerjasama Berdasarkan Self Assessment

frekuensi sebanyak 56 siswa. Deskripsi data ini sebelum perlakuan cenderung mengalami penurunan
menunjukkan bahwa pemberian perlakuan berupa setelah diberi perlakuan. Sebelum perlakuan masih
PBL dalam pembelajaran matematika efektif untuk terdapat 9 siswa yang sikap kerja kerasnya masih
meningkatkan tanggung jawab siswa. berada pada kategori “Kurang”, kemudian setelah
Gambar 5 menunjukkan frekuensi siswa yang diberi perlakuan tidak terdapat lagi siswa yang
memiliki sikap kerja keras pada kategori “Baik” memiliki sikap kerja keras pada kategori “Kurang”,
dan “Sangat Baik” sebelum perlakuan mengalami artinya terjadi penurunan frekuensi sebanyak 9 siswa.
peningkatan setelah diberi perlakuan. Frekuensi Sedangkan pada kategori “Cukup”, frekuensi siswa
siswa yang memiliki sikap kerja keras pada sebelum perlakuan cukup tinggi yaitu sebanyak
kategori “Baik” sebelum perlakuan berjumlah 127 78 siswa, kemudian menurun menjadi 20 siswa
siswa meningkat menjadi 137 siswa setelah diberi setelah diberi perlakuan, artinya terjadi penurunan
perlakuan, artinya terjadi peningkatan frekuensi frekuensi sebanyak 58 siswa. Deskripsi data ini
sebanyak 10 siswa. Hal yang sama terjadi pada menunjukkan bahwa pemberian perlakuan berupa
kategori “Sangat Baik” dimana pada awalnya PBL dalam pembelajaran matematika efektif untuk
frekuensi siswa yang memiliki sikap kerja keras pada meningkatkan sikap kerja keras siswa.
kategori “Sangat Baik” hanya sebanyak 21 siswa, Hasil yang sedikit berbeda ditunjukkan pada
setelah diberi perlakuan meningkat menjadi 76 siswa, Gambar 6, dimana frekuensi siswa yang memiliki
artinya terjadi peningkatan frekuensi sebanyak 55 sikap kerja sama pada kategori “Baik” mengalami
siswa. Adapun frekuensi siswa yang memiliki sikap penurunan setelah diberi perlakuan, akan tetapi pada
kerja keras pada kategori “Kurang” dan “Cukup” kategori “Sangat Baik” frekuensi sebelum perlakuan
118 JURNAL PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN, VOLUME 23, NOMOR 2, OKTOBER 2016

Gambar 7. Peningkatan Sikap Peduli Berdasarkan Self Assessment

tetap mengalami peningkatan yang signifikan sebanyak 59 siswa.


setelah diberi perlakuan. Frekuensi siswa yang Gambar 7 menunjukkan frekuensi siswa
memiliki sikap kerja sama pada kategori “Baik” yang memiliki sikap peduli pada kategori “Baik”
yang pada awalnya berjumlah 227 siswa, setelah dan “Sangat Baik” sebelum perlakuan mengalami
diberi perlakuan menurun menjadi 224 siswa, artinya peningkatan setelah diberi perlakuan. Frekuensi
terjadi penurunan frekuensi sebanyak 3 siswa. Lain siswa yang memiliki sikap peduli pada kategori
halnya dengan sikap kerja sama siswa pada kategori “Baik” sebelum perlakuan berjumlah 224 siswa
“Sangat Baik” dimana pada awalnya frekuensi meningkat menjadi 253 siswa setelah diberi
siswa yang memiliki sikap kerja sama pada kategori perlakuan, artinya terjadi peningkatan frekuensi
“Sangat Baik” hanya sebanyak 38 siswa, meningkat sebanyak 29 siswa. Hal yang sama terjadi pada
menjadi 97 siswa setelah diberi perlakuan, artinya kategori “Sangat Baik” dimana pada awalnya
terjadi peningkatan frekuensi sebanyak 59 siswa. frekuensi siswa yang memiliki sikap peduli pada
Adapun frekuensi siswa yang memiliki sikap kerja kategori “Sangat Baik” hanya sebanyak 36 siswa,
sama pada kategori “Kurang” dan “Cukup” sebelum setelah diberi perlakuan meningkat menjadi 61
perlakuan cenderung mengalami penurunan setelah siswa, artinya terjadi peningkatan frekuensi sebanyak
diberi perlakuan. Sebelum perlakuan masih terdapat 25 siswa. Adapun frekuensi siswa yang memiliki
3 siswa yang sikap kerja samanya masih berada sikap peduli pada kategori “Kurang” dan “Cukup”
ada kategori “Kurang”, kemudian setelah diberi sebelum perlakuan cenderung mengalami penurunan
perlakuan hanya terdapat 1 siswa saja yang masih setelah diberi perlakuan. Sebelum perlakuan masih
memiliki sikap kerja sama pada kategori “Kurang”, terdapat 4 siswa yang sikap pedulinya masih berada
artinya terjadi penurunan frekuensi sebanyak pada kategori “Kurang”, kemudian setelah diberi
2 siswa. Sedangkan pada kategori “Cukup”, perlakuan tidak terdapat lagi siswa yang memiliki
frekuensi siswa sebelum perlakuan sebanyak 95 sikap kerja keras pada kategori “Kurang”, artinya
siswa menurun menjadi 36 siswa setelah diberi terjadi penurunan frekuensi sebanyak 4 siswa.
perlakuan, artinya terjadi penurunan frekuensi Sedangkan pada kategori “Cukup”, frekuensi siswa
sebanyak 59 siswa. Meskipun pada kategori “Baik” sebelum perlakuan cukup tinggi yaitu sebanyak
sikap kerja sama siswa cenderung menurun, namun 94 siswa, kemudian menurun menjadi 44 siswa
secara keseluruhan pemberian perlakuan berupa setelah diberi perlakuan, artinya terjadi penurunan
PBL dalam pembelajaran matematika efektif untuk frekuensi sebanyak 50 siswa. Deskripsi data ini
meningkatkan kerja sama siswa. Penurunan tersebut menunjukkan bahwa pemberian perlakuan berupa
diduga kuat karena ada 3 siswa yang pada awalnya PBL dalam pembelajaran matematika efektif untuk
memiliki sikap kerja sama pada kategori “Baik” meningkatkan sikap kerja keras siswa.
meningkat menjadi “Sangat Baik”. Hal ini dapat Gambar 8 menunjukkan frekuensi siswa yang
dilihat dari tingginya peningktan frekuensi sikap memiliki toleransi pada kategori “Baik” dan “Sangat
kerja sama siswa pada kategori “Sangat Baik”, yaitu Baik” sebelum perlakuan mengalami peningkatan
Jailani, Keefektifan Pemanfaatan Perangkat Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan HOTS ... 119

Gambar 8. Peningkatan Sikap Toleransi Berdasarkan Self Assessment

setelah diberi perlakuan. Frekuensi siswa yang Hal yang sama terjadi pada kategori “Sangat
memiliki toleransi pada kategori “Baik” sebelum Baik” dimana pada awalnya frekuensi siswa
perlakuan berjumlah 123 siswa meningkat menjadi yang memiliki kepercayaan diri pada kategori
147 siswa setelah diberi perlakuan, artinya terjadi “Sangat Baik” hanya sebanyak 15 siswa, setelah
peningkatan frekuensi sebanyak 24 siswa. Hal yang diberi perlakuan meningkat menjadi 61 siswa,
sama terjadi pada kategori “Sangat Baik” dimana artinya terjadi peningkatan frekuensi sebanyak
pada awalnya frekuensi siswa yang memiliki toleransi 46 siswa. Adapun frekuensi siswa yang memiliki
pada kategori “Sangat Baik” hanya sebanyak 19 kepercayaan diri pada kategori “Kurang” dan
siswa, setelah diberi perlakuan meningkat menjadi “Cukup” sebelum perlakuan cenderung mengalami
52 siswa, artinya terjadi peningkatan frekuensi penurunan setelah diberi perlakuan. Sebelum
sebanyak 33 siswa. Adapun frekuensi siswa yang perlakuan masih terdapat 11 siswa yang toleransinya
memiliki toleransi pada kategori “Kurang” dan masih berada pada kategori “Kurang”, kemudian
“Cukup” sebelum perlakuan cenderung mengalami setelah diberi perlakuan tidak terdapat lagi siswa
penurunan setelah diberi perlakuan. Sebelum yang memiliki toleransi pada kategori “Kurang”,
perlakuan masih terdapat 7 siswa yang toleransinya artinya terjadi penurunan frekuensi sebanyak 11
masih berada pada kategori “Kurang”, kemudian siswa. Sedangkan pada kategori “Cukup”, frekuensi
setelah diberi perlakuan tidak terdapat lagi siswa siswa sebelum perlakuan cukup tinggi yaitu sebanyak
yang memiliki toleransi pada kategori “Kurang”, 95 siswa, kemudian menurun menjadi 47 siswa
artinya terjadi penurunan frekuensi sebanyak 7 siswa. setelah diberi perlakuan, artinya terjadi penurunan
Sedangkan pada kategori “Cukup”, frekuensi siswa frekuensi sebanyak 48 siswa. Deskripsi data ini
sebelum perlakuan cukup tinggi yaitu sebanyak menunjukkan bahwa pemberian perlakuan berupa
86 siswa, kemudian menurun menjadi 34 siswa PBL dalam pembelajaran matematika efektif untuk
setelah diberi perlakuan, artinya terjadi penurunan meningkatkan toleransi siswa.
frekuensi sebanyak 52 siswa. Deskripsi data ini
menunjukkan bahwa pemberian perlakuan berupa PEMBAHASAN
PBL dalam pembelajaran matematika efektif untuk Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan
meningkatkan toleransi siswa. perangkat PBL efektif untuk meningkatkan HOTS
Gambar 9 menunjukkan frekuensi siswa yang siswa dalam pembelajaran matematika. Hasil ini
memiliki kepercayaan diri pada kategori “Baik” sejalan dengan pendapat Weissinger (2004) dan
dan “Sangat Baik” sebelum perlakuan mengalami Arends (2012) bahwa PBL dapat meningkatkan
peningkatan setelah diberi perlakuan. Frekuensi HOTS siswa. Penerapan perangkat PBL juga efektif
siswa yang memiliki toleransi pada kategori “Baik” untuk meningkatkan karakter siswa yang meliputi
sebelum perlakuan berjumlah 114 siswa meningkat sikap tekun, tanggung jawab, kerja keras, kerja
menjadi 125 siswa setelah diberi perlakuan, artinya sama, peduli, toleransi, dan kepercayaan diri. Hal
terjadi peningkatan frekuensi sebanyak 11 siswa. ini menunjukkan bahwa pemberian intervensi berupa
120 JURNAL PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN, VOLUME 23, NOMOR 2, OKTOBER 2016

Gambar 9. Peningkatan Sikap Kepercayaan Diri Berdasarkan Self Assessment

PBL dapat meningkatkan karakter siswa dalam dalam merancang solusi untuk menyelesaikan
pembelajaran matematika. Hal ini sejalan dengan masalah. Jika ada perbedaan pendapat siswa
pendapat Zuchdi, Prasetya, Masruri (2012), bahwa akan mendiskusikannya dan mencari jalan keluar
salah satu strategi untuk mengembangkan pendidikan terbaik. Hal ini sesuai dengan pendapat Arends &
karakter yaitu melalui intervensi. Kilcher (2010) bahwa PBL menuntut agar siswa
Pada pelaksanaan pembelajaran dengan berkolaborasi dan mengatur tugas antar siswa.
menerapkan model pembelajaran PBL di kelas, Dengan terbiasanya siswa melakukan kegiatan
dapat membentuk sikap siswa yang tadinya kurang diskusi, dapat membentuk sikap tanggung jawab,
semangat belajar menjadi semangat belajar dan peduli dan toleransi siswa. Hal ini didukung oleh
berkemauan keras untuk menyelesaikan masalah pendapat Zuchdi, Prasetya, Masruri (2011) bahwa
yang diberikan. Hal ini senada dengan pendapat salah satu strategi untuk mengembangkan karakter
Etherington (2011) bahwa PBL secara positif yaitu itu melalui pembiasaan secara konsisten. Hal
mempengaruhi motivasi siswa dalam belajar. ini pulalah yang mendorong masing-masing siswa
Adanya kegiatan investigasi dan penemuan dalam untuk berperan aktif selama proses pembelajaran
PBL (Arends, 2012) menyebabkan siswa tertantang berlangsung.
untuk menemukan solusi dari permasalahan itu. Rasa Penerapan model pembelajaran PBL dapat
ingin tahu yang lebih, membuat siswa berdiskusi membuat siswa lebih aktif. Hal ini disebabkan
dengan siswa lainnya untuk mencari jawaban karena dalam PBL siswa dilibatkan dalam kegiatan
yang mereka inginkan. Selain itu dengan didorong merumuskan masalah, menganalisa masalah,
rasa ingin tahu yang tinggi, siswa juga gigih dan merumuskan hipotesis, sampai menyimpulkan solusi
tekun untuk menemukan solusi dari permasalahan. dari permasalahan tersebut (Arends, 2012). Siswa
Hal ini memicu siswa untuk berkaloborasi dalam merasa senang dengan penyampaian materi yang
menyelesaikan masalah. Adanya kolaborasi dalam menggunakan model pembelajaran PBL, karena
implementasi PBL (Arends & Kilcher, 2010) dapat penyampaian materi diawali dengan pengajuan
menumbuhkan rasa tanggung jawab dalam diri siswa. masalah (Arends, 2012) dan masalah tersebut
Penerapan model pembelajaran PBL merupakan masalah nyata yang dekat dengan
dilaksanakan dengan membentuk kelompok kehidupan sehari-hari siswa (Mergendoller, Maxwell
heterogen. Masing-masing kelompok terdiri dari & Belissimo, 2006; Massa, 2008; Arends &
siswa dengan kemampuan tinggi, sedang dan Kilcher, 2010). Hal ini mendorong siswa untuk
rendah. Kegiatan secara berkelompok ini mendorong mau bertanya ketika kesulitan mencari atau sedang
siswa untuk berbagi tugas dalam menyelesaikan menganalisa masalah. Dengan berlangsungnya
permasalahan yang diajukan. Masing-masing siswa proses demikian juga membuat siswa lebih percaya
diberi tanggung jawab untuk menyelesaikan tugas diri dalam menjawab pertanyaan dari guru ataupun
masing-masing. Siswa yang memiliki kemampuan teman sebayanya. Siswa bisa menjawab apa yang
akademik tinggi akan membantu siswa lainnya ditanyakan guru ketika siswa ditanya mengenai
Jailani, Keefektifan Pemanfaatan Perangkat Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan HOTS ... 121

bagaimana langkah-langkah dalam mencari solusi penelitian McMahon (2007) bahwa pembelajaran
dari peramasalahan yang ada. yang melibatkan siswa untuk mengikuti berbagai
Indikasi lain yang menunjukkan PBL dapat aktivitas berpikir dapat meningkatkan daya kritis
membuat siswa lebih aktif dapat dilihat ketika mereka dan kreativitas siswa dalam menyelesaikan masalah.
mengerjakan Lembar Kerja yang berbasis pada Akan tetapi, pembelajaran menggunakan PBL
PBL yang dibuat guru. Siswa tertarik mengerjakan bagi sebagian siswa lainnya kurang memotivasi
Lembar Kerja tersebut karena berbeda dengan untuk aktif mengikuti proses pembelajaran. Hal ini
Lembar Kerja pada umumnya. Lembar Kerja ini menjadi permasalahan yang menantang bagi guru
memuat masalah-masalah kontekstual yang harus untuk diselesaikan. Permasalahan yang diberikan
segera diselesaikan siswa. Siswa semangat ketika guru, membuat beberapa siswa kesulitan dalam
sedang menganalisis masalah yang ada pada Lembar menganalisis dan merumuskan hipotesis solusi
Kerjanya. Arends (2012) menyatakan karakteristik permasalahannya. Hal ini terbukti ketika siswa
masalah yang diajukan dalam PBL berupa masalah diberikan permasalahan yang baru, siswa masih
autentik yang dijadikan tonggak untuk melakukan kesulitan untuk menyelesaikannya, karena berbeda
investigasi dan penemuan. Hal ini dapat memicu dengan contoh yang diberikan sebelumnya.
siswa berlomba untuk mengumpulkan data, menguji Di beberapa sekolah, penerapan model
hipotesis, dan merumuskan rekomendasi pemecahan pembelajaran PBL merupakan hal yang relatif baru.
masalah. Adanya penguatan dari guru selama Namun model pembelajaran ini cukup memberi
proses pembelajaran berlangsung menjadikan banyak pengaruh bagi sebagian besar siswa.
siswa bersemangat untuk melakukan presentasi Penerapan model pembelajaran PBL dapat membuat
terlebih dahulu. Antusiasnya siswa untuk melakukan siswa senang dalam mengikuti proses pembelajaran.
presentasi dapat melatih rasa tanggung jawab siswa. Hal ini terbukti ketika semua siswa aktif untuk
Hal ini sesuai dengan pendapat Zuchdi, Prasetya, mengerjakan Lembar Kerja yang diberikan guru.
Masruri (2012) bahwa dengan adanya penguatan Antusiasme siswa mengerjakan Lembar Kerja
dapat mengembangkan karakter siswa. cukup tinggi dan termotivasi untuk menyelesaikan
Penerapan model pembelajaran PBL dapat Lembar Kerja berbasis PBL secepatnya. Setelah
membuat siswa tertarik mengikuti pembelajaran merumuskan rekomendasi pemecahan masalah
di kelas. Penyajian masalah nyata dalam PBL yang ada pada Lembar Kerja, siswa juga berani
(Mergendoller, Maxwell & Belissimo, 2006; Massa, melakukan presentasi di depan kelas. Namun, guru
2008; Arends & Kilcher, 2010) menjadikan siswa mengalami sedikit kesulitan dalam menerapkan
merasa dekat dan mengenal masalah-masalah model pembelajaran PBL ini. Guru membutuhkan
tersebut, sehingga membuat siswa menjadi tertarik waktu yang lebih untuk dapat mencapai target,
untuk mengikuti pembelajaran. Melalui pembelajaran seperti ketuntasan materi.
ini, siswa berani menemukan sesuatu berdasarkan
idenya. Mereka dapat melakukan penganalisaan PENUTUP
masalah dengan baik, merumuskan dan menguji Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasannya
hipotesis berdasarkan pengumpulan data yang diperoleh kesimpulan bahwa pemanfaatan
diperolehnya. Penerapan PBL juga dapat membuat perangkat pembelajaran berbasis masalah efektif
sebagian besar siswa senang dalam mengikuti proses untuk meningkatkan HOTS dan pembelajaran
pembelajaran, dimana dalam proses pengumpulan berbasis masalah lebih baik dibandingkan dengan
data siswa dapat mencari dari sumber lain, bukan pembelajaran langsung untuk meningkatkan HOTS.
hanya dari buku, tapi dari media seperti internet Selain itu pemanfaatan perangkat pembelajaran
sehingga siswa lebih termotivasi. Temuan ini juga berbasis masalah juga efektif untuk meningkatkan
sejalan dengan hasil penelitian Etherington (2011) karakter siswa yang meliputi ketekunan, tanggung
bahwa PBL dapat meningkatkan motivasi belajar jawab, kerja keras, kerja sama, peduli, toleransi,
siswa. Siswa juga lebih kritis dalam menyatakan dan kepercayaan diri. Ada beberapa faktor yang
pendapat ketika ada teman yang keliru dalam menyebabkan pemanfaatan perangkat pembelajaran
penyampaian kesimpulannya, dan berani manyatakan berbasis masalah efektif untuk meningkatkan HOTS
kesimpulan yang tepat. Melalui penerapan PBL juga, dan karakter siswa diantaranya: (1) pengajuan
dapat mendorong siswa untuk berpikir divergen, masalah yang menantang dalam PBL meningkatkan
berpikir bahwa ada cara lain untuk mencari solusi motivasi siswa untuk belajar; (2) tahapan dalam
dari suatu permasalahan. Hal ini sesuai dengan hasil PBL menjadikan siswa lebih aktif dalam kegiatan
122 JURNAL PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN, VOLUME 23, NOMOR 2, OKTOBER 2016

pembelajaran; (3) pengajuan masalah kontekstual Journal of Teacher Education, 36 (9) 53-74. DOI:
dalam Lembar Kerja menjadikan siswa antusias http://dx.doi.org/10.14221/ajte.2011v36n9.2
untuk menyelesaikannya; (4) penerapan PBL dalam Fatade, A.O., Mogari, D., & Arigbabu, A.A., 2013.
pembelajaran memotivasi siswa untuk mencari Effect of Problem-Based Learning on Senior
informasi melalui berbagai sumber; dan (5) adanya Secondary School Students’ Achievements in
kelompok belajar dalam PBL menjadikan interaksi Further Mathematics. Acta Didactica Napocensia,
siswa dalam pembelajaran lebih dinamis. 6(3): 27-43.
Berdasarkan kesimpulan dan temuan-temuan Fatokun, J. O. & Fatokun, K. V. F. 2013. A problem
yang diperoleh, maka disarankan bagi para guru based learning (PBL) application for the teaching
menggunakan PBL sebagai salah satu alternatif of Mathematics and Chemistry in higher schools
metode, model, ataupun pendekatan untuk and tertiary education: An integrative approach.
meningkatkan HOTS siswa dalam pembelajaran Educational Research and Reviews. Vol. 8(11),
matematika. Mengingat masih adanya kendala- pp. 663-667, DOI: 10.5897 Tersedia di http://www.
kendala yang dihadapi guru dalam menerapkan PBL, academicjournals.org/.
maka masih perlunya dilakukan penelitian yang Fisher, R. 2010. Thinking Skill. Dalam Arthur, J. &
relevan terkait dengan kesulitan guru menerapkan Cremin, T. (Eds.). Learning to teach in the primary
PBL. Selain itu, mengingat masih terbatasnya school (2nd ed.). New York, NY: Routledge.
perangkat PBL yang berorientasi untuk meningkatkan Jonnasen, D. H. 2011. Learning to solve problems: A
HOTS dan karakter siswa, maka perlu dilakukan handbook for designing problem-solving learning
pengembangan perangkat sejenis pada materi lain environments. New York: Routledge.
di SMP maupun SMA. Kemendiknas. 2011. Pengembangan pendidikan budaya
dan karakter bangsa. Jakarta: Badan Penelitian dan
DAFTAR RUJUKAN Pengembangan Pusat Kurikulum dan Perbukuan
Kemendiknas.
Ajai, J. T., Imoko, B., & O’kwu, E. I. 2013. Comparison
Krulik, S., & Rudnick. J. A. 1999. Innovative Task to
of the Learning Effectiveness of Problem-Based
Improve Critical and Creative Thinking Skill. In
Learning (PBL) and Conventional Method of
Stiff, Lee V. & Curcio, Frances R.(Eds). Developing
Teaching Algebra. Journal of Education and
mathematical reasoning in grades K-12 (pp. 138).
Practice, 4(1): 131-136. www.iiste.org.
Reston, VA: NCTM.
Akınoğlu, O. & Tandoğan, R.O. 2007. The Effects
Lickona, T. 1991. Educating for character how our school
of Problem-Based Active Learning in Science
can teach respect and responsibility. New York.
Akınoğlu, O. & Tandoğan, R.O. 2007. Education
Bantam Books
on Students’ Academic Achievement, Attitude
Liu, X. 2010. Essentials of science classroom assessment.
and Concept Learning. Eurasia Journal of
Los Angeles: Sage Publication Ltd.
Mathematics, Science & Technology Education,
Massa, N. M. 2008. Problem-based learning: A real-
2007, 3(1): 71-81.
world antidote to the standards and testing regime.
Anderson, L. W., & Krathwohl, D. R. (Eds.). 2001. A
The New England Journal of Higher Education,
taxonomy for learning, teaching and assessing:
22: 19-20.
A revision of Bloom’s taxonomy of educational
McMahon, G. P. 2007. Getting the HOTS with what’s in
objectives. New York: Longman.
the box: developing higher order thinking skills
Arends, R. I. 2012. Learning to teach (9th ed.). New York,
within technology-rich learning environment. Doc­
NY: McGraw-Hill.
toral dissertation, Curtin University of Technology,
Arends, R. I., & Kilcher, A. 2010. Teaching for student
Bentley, West Australia.
learning: Becoming an accomplished teacher. New
Mergendoller, J. R., Maxwell, N. L., & Bellisimo, Y. 2006.
York: Taylor & Francis.
The effectiveness of problem-based instruction:
Bogdan, R. C., & Biklen, S. K. 1982. Qualitative research
A comparative study of instructional methods
for education: An introduction to theory and
and student characteristics. The Interdisciplinary
methods. Boston: Allyn and Bacon, Inc.
Journal of Problem- based Learning, 1: 49-69.
Brookhart, S. M. 2010. How to assess higher order
Mullis, I. V. S., Martin, M. O., Foy, P. & Arora, A. 2012.
thinking skills in your classroom. Alexandria, VA:
TIMSS 2011 international results in mathematics.
ASCD.
Chessnut Hill, MA: TIMSS & PIRLS International
Etherington, M. B. 2011. Investigative Primary Science:
Study Center Lynch School of Education, Boston
A Problem-based Learning Approach. Australian
College.
Jailani, Keefektifan Pemanfaatan Perangkat Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan HOTS ... 123

Mullis, I. V. S., Martin, M. O., Ruddock, G. J., O’Sullivan, International Multidisciplinary e-Journal, 2(1):
C. Y. & Preuschoff, C. 2009. TIMSS 2011 assessmet 45-51.
frameworks. Amsterdam: International Association Republik Indonesia. 2003. Undang-Undang Nomor 23
for the Evaluation of Educational Achievement Tahun 2003 tentang Standar Pendidikan Nasional.
(IEA). Resnick, L. B. 1992. Education and learning to think.
Musfiqi, S. & Jailani. 2014. Pengembangan bahan ajar Washington DC: National Academy Press.
matematika yang berorientasi pada karakter dan Udi, E.A. & Cheng, D. 2015. Developing Critical Thinking
higher order thinking skills. PYTHAGORAS: Skills from Dispositions to Abilities: Mathematics
Jurnal Pendidikan Matematika, 9(1): 45-59. Education from Early Childhood to High School.
OECD. 2010. PISA 2009 results: Learning trends: Creative Education, 6: 455-462. Retrieved from.
Changes in student performance since 2000. http://www.scirp.org/journal/ce.
(Volume V). Diambil pada 30 Agustus 2013, dari Weissinger, P.A. 2004. Critical thinking, metacognition,
http://dx.doi.org/10.1787 /9789264091 580-en. and problem-based learning. In Tan, O.S.
OECD. 2014. PISA 2012 results: what students know (Eds.) Enhancing Thinking Through Problem-
and can do - student performance in mathematics, based Learning Approaches: International
reading and science (Volume 1, Revised Edition, Perspectives. Singapore: Cengage Learning.
February 2014). Paris: OECD Publishing. Zuchdi, D., Prasetya, Z.K., Masruri, M.S., 2012. Model
Padmavathy, R. D., & Mareesh, K. 2013. Effectiveness Pendidikan Karakter Terintegrasi. Yogyakarta:
of Problem Based Learning In Mathematics. UNY Press.

Anda mungkin juga menyukai