Dari jumlah ini yang telah dibayarkan oleh BCA adalah cicilan utang pokok
sebesar Rp.8 T dan pembayaran bunga sebesar Rp.8,3 T yang tingkat
bunganya ketika itu sebesar 70% per tahun.
1
Ketika masih dimiliki sepenuhnya oleh keluarga Salim, sebagai pemilik BCA
keluarga Salim mengambil kredit dari BCA senilai Rp.52,7 T.
Maka ketika 93% BCA dimiliki oleh Pemerintah, utangnya keluarga Salim
tersebut beralih menjadi utang kepada pemerintah. Jadi Pemerintah
menagihnya kepada keluarga Salim.
Keluarga Salim tidak memiliki uang tunai. Maka dibayarlah dalam skema
Pelunasan Kewajiban Pemegang Saham (PKPS) yang wujudnya Master
Settlement and Acquisition Agreement (MSAA) dengan uang tunai sebesar
Rp.100 milyar dan 108 perusahaan.
Yang menentukan bahwa penyelesaian atau settlement seperti ini bagus dan
absah adalah pemerintah sendiri. Yang menentukan bahwa nilai 108
perusahaan adalah sebesar Rp. 51,9 T adalah pemerintah sendiri. Dalam
penentuan ini, pemerintah menggunakan jasa Danareksa, Bahana dan
Lehmann Brothers. Kita membaca di media massa sangat terkemuka
berbagai uraian dari para akhli Danareksa dan Bahana yang dianggap
sangat-sangat pandai dan mesti betulnya. Lehmann Brothers bahkan
menyatakan secara tertulis bahwa nilainya 108 perusahaan tersebut
terlampau kecil, dengan selisih angka sebesar Rp.204 milyar.
Jadi menurut Lehman Brothers, pembayaran utang oleh Salim sebesar Rp.
100 milyar tunai ditambah dengan 108 perusahaan nilainya Rp.53,204 T,
atau kelebihan Rp.204 milyar dibandingkan dengan utangnya. Namun
pendapat Lehmann Brothers tentang yang kelebihan Rp.204 milyar ini tidak
dianggap atau tidak digubris oleh pemerintah.
Selisih Penilaian
Penilaian dari 108 perusahaan yang semula Rp.52,8 T oleh Bahana,
Danareksa dan Lehman Brothers kemudian dinilai oleh Price Waterhouse
Coopers (PWC) dengan titik tolak penjualan “paksa” tidak lebih lambat dari
tanggal tertentu. PWC tiba pada angka Rp.20 T saja. Titik tolak dan asumsi
ini tertuang dalam Letter of Intent dengan IMF.
2
Mengapa bisa terjadi selisih penilaian oleh Bahana, Danareksa, Lehmann
Brothers di satu pihak dan oleh PWC di lain pihak dijelaskan dalam sub judul
tersendiri.
Yang lucu, sebelum dijual PWC lagi-lagi ditugasi oleh Pemerintah untuk
menilainya kembali dengan TOR yang berbeda. Jatuhnya sekitar Rp.20 T.
Toh ini yang dijadikan acuan menjual, dan akhirnya memang hanya laku
sekitar Rp.20 T.
3
lingkungan politik yang normal (normalised economic and political
scenarios). Jadi mereka disuruh menilai 108 perusahaan itu sebagai going
concern dalam lingkungan ekonomi makro yang bagus.
PWC ditugasi dengan asumsi dan TOR yang intinya berbunyi : “harus dijual
dalam waktu antara 8 - 10 minggu”, dengan “transaksi penjualan dilakukan
antara pembeli yang mau membeli tetapi ogah-ogahan, dan penjual yang
mau menjual tapi ogah-ogahan” (willing but not anxious). Jadi PWC ditugasi
menilai 108 perusahaan itu dengan titik tolak dan asumsi liquidation value
dalam lingkungan ekonomi makro yang para investornya ogah-ogahan
melakukan investasi atau membeli 108 asset keluarga Salim.
Begitu nilai PWC keluar, kecuali satu orang, seluruh anggota Kabinet Gotong
Royong, KKSK (Komite Kebijakan Sektor Keuangan) dan BPPN setuju dijual
dengan nilainya PWC. Menko Dorodjatun K yang ketika itu didukung penuh
oleh Menkeu Boediono dan Meneg BUMN Laksamana Sukardi berujar dengan
keras dan tegas bahwa negara manapun di dunia yang terkena krisis
memang harus menanggung kerugian besar. Biasanya harus rugi sekitar
85% dari nilai asset yang dipakai untuk membayar, atau uang yang kembali
rata-rata 15% (yang disebut recovery rate). Maka ada yang menganggap
Salim Group (SG) “pahlawan” karena recovery ratenya sekitar 34%.
4
ini diumumkan kepada dunia. Apa berani, wong kalau berani tidak patuh
pada IMF Indonesia diancam diisolasi oleh masyarakat dunia ?
Ya tidak berani, tapi kan bisa cerdik. Maka ada seorang menteri anggota
KKSK yang mati-matian mengatakan bahwa dijual tidak melampaui batas
waktu tertentu boleh, tetapi dengan tender terbuka, dan pemerintah
menentukan harga minimum yang dirahasiakan. Harga ini dibuka bersama-
sama dengan semua penawar BCA. Kalau harga penawaran tertinggi lebih
rendah dari harga minimum, oleh pemerintah penjualan dibatalkan,
ditunggu 6 bulan. Setelah itu penjualan diulangi lagi dengan prosedur yang
sama. IMF-nya setuju. Tapi semua anggota Kabinet Gotong Royong (kecuali
satu orang) termasuk Presiden dan Wakil Presidennya ketika itu setuju
dengan penjualan model IMF yang obral tanpa harga minimum. Ketika itu
SBY, JK dan Boediono para Menteri dalam Kabinet Gotong Royong yang
juga ikut mendukung semua kebijakan tersebut yang sekarang diramaikan
oleh DPR. DPR sebelum ini juga mendukung sampai menghasilkan UU No.
25 Tahun 2000 tentang Propenas dan MPR-nya juga ikut-ikutan mendukung
semangatnya dengan TAP MPR No. VIII/MPR/2000.
Sudah begitu, Hubert Neiss, orang sangat penting dalam hubungan IMF
dan Pemerintah Indonesia pensiun dari IMF dan menjadi penasihat Deutsche
Bank di Singapura. Dia pun disewa oleh Farralon sebagai pelobi untuk
memenangkan pembelian 51% BCA dengan harga Rp.5T, sedangkan BCA
punya tagihan kepada Pemerintah berupa Obligasi Rekap sebesar Rp.60 T.
Ketika menjual BCA, IMF memasang papan nama yang berbunyi “BCA harus
dijual tidak lebih lambat dari tanggal tertentu tanpa peduli dengan harga
berapa saja.” Apa yang terjadi? Hubert Neiss menjadi pelobi (yang dianggap
tidak ada conflict of interest) dan para Menteri Kabinet Gotong Royong
memasang lampu sorot ke arah papan, dan papan pengumumannya dihiasi
dengan huruf-huruf yang mencolok dan kontras,”
5
Karuan saja lakunya hanya Rp.5 T untuk 51% atau + Rp.10 T untuk 100%,
tapi di dalamnya ada tagihan kepada Pemerintah sebesar Rp.60 T, dan BCA
ketika dijual sudah punya laba ditahan sebesar Rp.4 T.
Namun BCA dijual kepada Farallon senilai Rp.10 T. Jadi ada kerugian yang
dibuat oleh pemerintah sendiri sebesar Rp.78 trilyun. Angka ini jauh lebih
besar dari kerugian sebesar Rp.33 T sebagai selisih nilai 108 perusahaan
yang diserahkan oleh keluarga Salim sebagai pembayaran utangnya dengan
nilai realisasinya.
Yang sangat aneh, tidak ada yang berbicara tentang kerugian yang sangat
konyol ini. Karena membudak pada IMF atau karena dungu?
---oOo---