Anda di halaman 1dari 30

TUGAS ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

PADA PASIEN TAMPONADE JANTUNG

OLEH KELOMPOK V:
1.I GST AYU CHRISNA DEWI (193223171)
2. WAYAN TANGSUB SUARTANA (193223174)
3.IDA AYU MADE SUKMADEWI (193223177)

4.NI WAYAN YURIS YUSTISIA (193223200)

PROGRAM STUDI ALIH JENJANG S1 ILMU KEPERAWATAN


STIKES WIRA MEDIKA PPNI BALI
2020

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tamponade jantung adalah sindrom klinik dimana terjadi penekanan yang cepat
atau lambat terhadap jantung akibat akumulasi cairan, nanah, darah, bekuan darah, atau
gas di perikardium, sebagai akibat adanya efusi, trauma, atau ruptur jantung (Spodick,
2003). Tamponade jantung selalu merupakan life threatening dan hampir selalu
membutuhkan intervensi terapi yang tepat dan cepat (Spodick, 1998). Insidens
tamponade jantung di Amerika Serikat adalah 2 kasus per 10.000 populasi. Lebih sering
pada anak laki-laki (7:3) sedangkan pada dewasa tidak ada perbedaan bermakna (laki-
laki:perempuan – 1,25:1). Morbiditas dan mortalitas sangat tergantung dari kecepatan
diagnosis, penatalaksanaan yang tepat dan penyebab (Munthe, 2011). Tamponade jantung
terjadi bila rongga perikardial terisi dengan cairan dalam waktu yang lebih cepat daripada
kemampuan kantong perikardial untuk meregang. Apabila jumlah cairan meningkat
secara pelan (contohnya pada hipotiroidisme), kantong perikardial dapat melebar dan
berisi satu liter cairan atau lebih sebelum terjadinya tamponade. Apabila jumlah cairan
meningkat secara cepat (contohnya pada trauma atau ruptur miokardial), jumlah cairan
sebanyak 100 mL dapat menyebabkan tamponade (Spodick, 2003).
Tamponade jantung dapat terjadi karena aortic aneurysm dissection, kanker
paruend-stage, miokard infark akut, pembedahan jantung, perikarditis yang disebabkan
infeksi bakteri atau virus, dan wound to the heart. Sebab lain yang potensial
menyebabkan tamponade jantung meliputi tumor jantung, hipotiroidisme, gagal ginjal,
terapi radiasi di dada, prosedur invasif pada jantung, open heart surgery, dansystemic
lupus erythematosus (Taufan, 2009).

2
Diagnosis tamponade jantung dapat ditegakkan dengan Beck’s triad dan temuan klinis
lainnya. Beck’s triad meliputi hipotensi, suara jantung menjauh, peningkatan tekanan
vena sentral. Temuan klinis lain meliputi tanda Kussmaul (peningkatan inspirasi atau
turunnya JVP), oligouria, takikardi, takipneu, pulsus paradoxus, kompleks EKG
yang low-voltage, dan ECG electrical alternans.  Pada rontgen dada, tampak bayangan
jantung yang membesar dengan gambaran paru yang bersih (Seal, Shane KF, 2003).
Tamponade jantung adalah kondisi darurat yang membutuhkan hospitalisasi. Cairan di
sekitar jantung harus dialirkan. Pericardiocentesis adalah prosedur yang menggunakan
jarum untuk memindahkan cairan dari kantong perikardial. Prosedur untuk memotong
dan memindahkan bagian dari perikardium (surgical pericardiectomy atau pericardial
window) juga bisa dilakukan. Cairan diberikan untuk menjaga tekanan darah normal
sampai pericardiocentesis dapat dilakukan. Obat-obat yang meningkatkan tekanan darah
juga dapat membantu menjaga kelangsungan hidup pasien sampai cairan dapat dialirkan.
Pasien juga diberikan oksigen. Pemberian oksigen mengurangi beban kerja jantung
dengan mengurangi kebutuhan aliran darah di jaringan. Sebab dari tamponade jantung
harus diidentifikasi dan diatasi (Grimm RA, 2008).
Tamponade jantung merupakan keadaan yang membahayakan jiwa bila tidak
diatasi. Hasil akhir dari tamponade jantung biasanya baik bila kondisinya diatasi dengan
baik. Komplikasi yang mungkin terjadi adalah gagal jantung, edema paru, dan kematian
(Grimm RA, 2008)

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas dapat disimpulkan rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa definisi Tamponade Jantung?
2. Bagaimana epidemiologi Tamponade Jantung?
3. Bagaimana etiologi Tamponade Jantung?
4. Macam-macam klasfikasi Tamponade Jantung?
5. Bagaimana patofisiologi Tamponade Jantung?
6. Apa saja manifestasi Klinis Tamponade Jantung?
7. Bagaimana pemeriksaan fisik Tamponade Jantung?
8. Bagaimana penatalaksanaan pada Tamponade Jantung?

3
C. Tujuan
Tujauan dari penyusunan makalah ini adalah :
1. Mengetahui definisi Tamponade Jantung.
2. Mengetahui epidemiologi Tamponade Jantung.
3. Mengetahui etiologi Tamponade Jantung.
4. Mengetahui klasfikasi Tamponade Jantung.
5. Mengetahui patofisiologi Tamponade Jantung.
6. Mengetahui manifestasi Klinis Tamponade Jantung.
7. Mengetahui pemeriksaan fisik Tamponade Jantung.
8. Mengetahui penatalaksanaan pada Tamponade Jantung.

BAB II

4
PEMBAHASAN

A. Definisi Tamponade Jantung


Tamponade jantung adalah sindrom klinik dimana terjadi penekanan yang cepat
atau lambat terhadap jantung akibat akumulasi cairan, nanah, darah, bekuan darah, atau
gas di perikardium, sebagai akibat adanya efusi, trauma, atau ruptur jantung (Spodick,
2003).

B. Epidemiologi

1. Frekuens
i

Di Amerika Serikat, insiden tamponade jantung adalah 2 kasus per 10.000


populasi di Amerika Serikat. Dilaporkan bahwa sekitar 2% dari luka tembus
menyebabkan tamponade jantung (Yarlagadda, 2011).
2. Mortalitas/ Morbiditas

Tamponade jantung merupakan keadaan gawat di bidang medis. Diagnosis yang


cepat dan terapi yang tepat sangat penting untuk mencegah morbiditas dan mortalitas.
Bila tidak tertangani, hal ini bisa berakibat fatal dengan cepat (Yarlagadda, 2011).
3. Jenis Kelamin

Pada anak-anak, tamponade jantung lebih sering terjadi pada anak laki-laki
daripada perempuan, dengan rasio laki-laki:perempuan sebesar 7:3. Pada dewasa,
tamponade jantung sedikit lebih banyak terjadi pada laki-laki daripada perempuan. Rasio
laki-laki:perempuan yaitu sebesar 1,25:1 (Yarlagadda, 2011).
4. Umur

Tamponade jantung yang disebabkan oleh trauma atau HIV lebih sering terjadi
pada dewasa muda, sedangkan tamponade yang disebabkan keganasan dan atau gagal
ginjal lebih sering terjadi pada individu yang lebih tua (Yarlagadda, 2011).

C Etologi dan Klasifikasi

5
Untuk semua pasien, penyakit keganasan merupakan penyebab tersering tamponade
jantung. Dari berbagai etiologi jantung, Merce et al melaporkan 30-60% kasus penyakit
keganasan, 10-15% kasus uremia, 5-15% pada idiopathic pericarditis,  5-10% pada penyakit
infeksi, 5-10% pada antikoagulan, 2-6% pada penyakit jaringan ikat, dan 1-2% pada Dressler
atau postpericardiotomy syndrome. Tamponade jantung dapat terjadi pada berbagai tipe
pericarditis (Yarlagadda,2011).
Pembagian tamponade jantung berdasarkan etiologi dan progresifitas (Munthe, 2011):
1. Acute surgical tamponade
Meliputi keadaan antegrade aortic dissection, iatrogenic, dan trauma tembus jantung.
Pada keadaan ini, tamponade jantung dapat menyebabkan mekanisme kompensasi
menyeluruh yang cepat. Timbunan darah dan clot sebesar 150 cc dapat menyebabkan
kematian secara cepat. Pada keadaan kronis, timbunan darah dapat mencapai 1 L.
2. Medical tamponade
Meliputi keadaan efusi perikardial akibat perikarditis akut, perikarditis karena
keganasan atau gagal ginjal
3.   Low-pressure tamponade
Keadaan ini terjadi pada dehidrasi berat
Sedangkan menurut Spodick 2003, berdasarkan etiologinya, tamponade jantung dibagi menjadi
tiga, yaitu:
1. Acute tamponade: biasanya disebabkan oleh ruptur traumatik dari ventrikel akibat trauma
tumpul atau prosedur lainnya; juga disebabkan oleh aortic dissection atau infark
miokard dengan ruptur ventrikel.Acute tamponade mempunyai onset yang tiba-tiba, dan
dapat menyebabkan nyeri dada, takipnea, dan dispnea, serta membahayakan jiwa bila
tidak diatasi dengan tepat. Tekanan vena jugularis juga meningkat, dan mungkin
berhubungan dengan distensi vena di dahi dan kulit kepala. Suara jantung juga
seringkali tidak terdengar (Hoit, 2009).
2.   Subacute tamponade:
Subacute tamponade dapat asimptomatis pada awalnya, tetapi bila tamponade jantung
melewati batas kritis, maka akan menimbulkan gejala dispnea, rasa tidak nyaman atau
penuh di dada, edema perifer, rasa lelah, atau gejala lainnya yang disebabkan
peningkatan tekanan pengisian dan cardiac output yang terbatas (Hoit, 2009).

6
1. Infeksi HIV

2. Infeksi virus, bakteri (TBC), jamur

3. Obat-obatan – Hydralazine, procainamide, isoniazid, minoxidil

4. Keganasan: contohnya paru, payudara, Hodgkin’s, mesotelioma

5. Post MI, post operasi CT, post prosedur

6. Uremia

7. Post XRT

8. Idiopatik

9. Penyakit pada jaringan ikat : Systemic lupus erythematosus, rheumatoid


arthritis, dermatomyositis
10. Pengobatan anticoagulation

11. Penyebab lain : hypothyroidism, Still disease, dan Duchenne muscular dystrophy

Pericarditis akut merupakan inflamasi pada lapisan pericardium. Penyebabnya bisa


infeksi (viral, TB, bakteri piogen) atau non-infeksi (post miokard infark,neoplasma, induksi dari
radiasi, penyakit jaringan ikat, induksi dari obat). Sama seperti proses inflamasi lain, perikarditis
dicirikan dengan 3 fase: (1) vasodilatasi lokal dengan transudasi cairan yang miskin protein dan
bebas sel ke ruang pericard, (2) peningkatan permeabilitas vaskular dengan kebocoran protein ke
rongga pericard, (3) eksudasi leukosit awalnya dengan neutrofil, diikuti oleh sel mononuklear.
Leukosit penting karena membantu mengeliminasi infeksi dan agen autoimun. Namun, produk
metabolik yang dilepaskan oleh sel-sel ini dapat memperpanjang inflamasi, menyebabkan nyeri
dan kerusakan seluler lokal dan memediasi gejala somatis seperti demam. Oleh karena itu,
respon imun terhadap cedera pericard dapat secara signifikan berkontribusi pada kerusakan
jaringan dan simptomatologi (Lilly,2007).
Efusi pericard merupakan akumulasi cairan berlebih pada ruang pericard.Penyebabnya bisa
berasal dari pericarditis akut atau efusi serosa non inflamasi. Efusiserosa non inflamasi bisa
karena berbagai kondisi, yaitu: (1) peningkatan permeabilitas kapiler (pada hipotiroidisme), (2)
peningkatan tekanan hidrostatik kapiler (pada gagal jantung kongestif), (3) penurunan tekanan
onkotik plasma (pada sirosis atau sindromnefrotik). Efusi chylous dapat terjadi pada obstruksi
limfe yang mendrainasi pericard,kebanyakan karena neoplasma dan TB. Karena pericard

7
merupakan struktur yang relatif kaku, hubungan antara volume internal dan tekanan tidak linear.
Pada volume rendah yang secara normal ada di pericard, peningkatan volume yang kecil hanya
mengakibatkan peningkatan kecil tekanan. Tapi, ketika volume intrapericard mengembang di
atas level kritis, peningkatan tekanan secara dramatis akan terjadimengingat keberadaanya dalam
kantung yang tidak bisa mengembang. Pada titik tersebut, walaupun volume hanya meningkat
sedikit akan dirubah menjadi gaya kompresi hebat terhadap jantung (Lilly, 2007).
Pemeriksaan fisik pada subacute tamponade meliputi hipotensi dengan pulse pressure
yang menyempit dan menggambarkan stroke volume yang terbatas. Walaupun begitu, pasien
dengan riwayat hipertensi akan tetap hipertensi karena peningkatan aktivitas simpatis pada kasus
tamponade (Hoit, 2009).External to pericardial sac (efusi pleura menyebabkan tamponade
physiology)

Gambar Tamponade Jantung

D Patogenesis tamponade jantung


1. Anatomi Pericardium
Pericardium merupakan kantung elastis membran yang dilapisi oleh membran
serosa skuamosa sederhana dan diisi dengan cairan serosa yang membungkus jantung dan
aorta serta pembuluh darah besar lainnya dan menjadi jangkar jantung di mediastinum;
kantung sendiri terdiri dari lapisan fibrosa (dengan lampiran ke diafragma, sternum, dan

8
kartilago kosta) dan lapisan parietalis dalam serosa sedangkan lapisan serosa viseral
meluas ke permukaan eksternal dari miokardium, itu berfungsi sebagai penghalang
pelindung dari penyebaran infeksi atau peradangan dari struktur yang berdekatan ke
dalam ruang perikardial dan berfungsi untuk mengandung jantung dan batas overfilling
dari ruang; lapisan membran serosa mengeluarkan cairan perikardial yang melumasi
permukaan jantung seperti cekungan dan tonjolan dalam ruang perikardial. Dibagi
menjadi dua lapisan yaitu : (Darling,2012)
2. Pericardium visceral (epicardium)
Lapisan yang mengelilingi jantung, dan melekat padanya, adalah perikardium
visceral, atau epikardium. Jantung dapat meluncur dengan mudah pada perikardium
viseral, sehingga memungkinkan untuk berkontraksi dengan bebas. Perikardium viseral
memiliki lapisan luar dari sel mesothelial datar, yang terletak di stroma jaringan
penunjang fibrocollagenous. Jaringan penunjang ini mengandung serat elastis, serta arteri
besar yang memasok darah ke dinding jantung, dan cabang vena besar yang membawa
darah dari dinding jantung (Darling,2012).

3. Pericardium parietalis
Lapisan luar dari pericardium, yang disebut perikardium parietalis, terdiri dari
lapisan luar yang kuat, jaringan ikat tebal (disebut perikardium fibrosa) dan lapisan
serosa dalam (pericardium serosa). Lapisan fibrosa perikardium parietalis melekat pada
diafragma dan berdifusi dengan dinding luar dari pembuluh darah besar yang memasuki
dan meninggalkan jantung. Dengan demikian, perikardium parietalis membentuk kantung
pelindung yang kuat untuk jantung dan berfungsi juga untuk jangkar dalam mediastinum.
Lapisan serosa dari perikardium parietalis, sebagian besar terdiri dari mesothelium
bersama-sama dengan jaringan ikat kecil, membentuk epitel skuamosa sederhana dan
mengeluarkan sejumlah kecil cairan (biasanya sekitar 25 sampai 35 ml), yang membuat
dua lapisan perikardium dari bergesekan sama lain dan menyebabkan gesekan selama
kontraksi otot jantung (Darling,2012).Di bagian atas jantung, lapisan viseral lipatan atas
bergabung dengan lapisan parietalis. Flip ini disebut refleksi pericardium (Darling,2012).

E Patofisiologi tamponade jantung

9
Tamponade jantung didefinisikan sebagai kompresi  signifikan jantung akibat akumulasi
isi perikardial, “Kompresi signifikan” tergantung apakah tamponade dari sudut pandang murni
fisiologis atau klinis. Karena tamponade adalah patofisiologis yang kontinum, tamponade
jantung dapat ringan dan terus berkembang, yang terakhir menjadi keadaan darurat yang
mengancam nyawa dan tahap yang dapat berkembang ke arah itu. Pengurangan cardiac output
dapat terjadi dari sedikit misalnya 150 mL darah perikardium setelah luka jantung hingga lebih
dari 1 L cairan di efusi perikardial yang perlahan berkumpul. kompresi jantung dengan Klinis
yang signifikan oleh cairan perikardial tergantung pada tiga kondisi yang saling terkait. Isi
perikardial harus melakukan hal berikut: (1) mengisi volume cadangan perikardial kecil relatif,
volume yang ditambahkan ke yang normal 15 sampai 35 mL cairan perikardial, hanya akan
menggembungkan perikardium parietalis dengan mengisi berbagai relung dan sinus;  (2)
meningkat melebihi peregangan dari perikardium parietalis; dan (3) melebihi volume darah vena
yang mendukung gradien tekanan normal kecil untuk pengisian jantung kanan. Perikardium
bersifat relatif inextensible, jantung dan isi perikardial bersaing terus-menerus untuk
mempertahankan volume tetap intrapericardial relatif (Lilly,2007).Proses patofisiologis yang
mendasari untuk pengembangan tamponade adalah karena berkurangnya tekanan diastolik
mengisi distending transmural tidak cukup untuk mengatasi tekanan intrapericardial meningkat.
Takikardia adalah respon jantung awal untuk perubahan ini untuk mempertahankan curah
jantung. Aliran balik vena sistemik juga diubah selama tamponade. Jantung dikompresi pada
seluruh siklus jantung karena tekanan intrapericardial meningkat, aliran balik vena sistemik
terganggu dan terjadi kolaps ventrikel kanan dan atrium kanan. Karena vaskular paru adalah
sirkuit yang luas dan memenuhi persyaratan, darah cenderung terakumulasi di sirkulasi vena,
dengan mengorbankan pengisian ventrikel kiri. Hal ini menyebabkan berkurangnya cardiac
output dan aliran balik vena (Yarlagadda,2011).
Reddy et al menjelaskan 3 fase perubahan hemodinamik pada tamponade : (Yarlagadda,2011)
1. Tahap I: Akumulasi cairan perikardial menyebabkan peningkatan kekakuan ventrikel,
memerlukan tekanan pengisian yang lebih tinggi. Selama fase ini, tekanan ventrikel kiri
dan kanan mengisi lebih tinggi dari tekanan intrapericardial
2. Tahap II: Dengan akumulasi cairan lebih lanjut, tekanan perikardial meningkat di atas
tekanan pengisian ventrikel, sehingga curah jantung berkurang.

10
3. Tahap III: Terjadi penurunan output jantung lanjut, karena equilibrium tekanan
perikardial dan pengisian ventrikel kiri (LV).
Jumlah cairan perikardial diperlukan untuk merusak jantung diastolik mengisi tergantung
pada tingkat akumulasi cairan dan tahanan perikardium. Akumulasi cepat 150 mL cairan dapat
mengakibatkan peningkatan tekanan perikardial dan dapat menghambat cardiac output,
sedangkan 1000 mL cairan dapat terakumulasi selama periode yang lebih lama tanpa efek
signifikan pada pengisian diastolik jantung. Hal ini disebabkan peregangan adaptif perikardium
dari waktu ke waktu. Perikardium dapat menyesuaikan akumulasi cairan yang cukup selama
periode yang lebih lama tanpa mengganggu hemodinamik (Yarlagadda,2011).
Pada setiap ruang jantung, memiliki tekanan intramural (tekanan intracardiac dikurangi tekanan
pericardial), merupakan penentu utama pada pengisian jantung. Tekanan transmural merupakan
“true filling pressure” yang berkontribusi terhadap preload ventrikel. Tekanan pericardial normal
lebih rendah dibandingkan titik pertengahan tekanan diastolik atrium kanan dan ventrikel kanan,
sehingga tekanan transmural atrium kanan (tekanan atrium kanan dikurangi tekanan pericardial)
normalnya lebih tinggi dari tekanan intrakardiaknya. Pada tamponade jantung, peningkatan
tekanan perikcardial progresif akan mengurangi rata-rata tekanan transmural diawali pada ruang
jantung kanan kemudian ruang jantung kiri (Spodick,1998).
Seperti kebanyakan tamponade, mengakibatkan kelainan tekanan dan aliran, tekanan
transmural yang timbal balik berkurang dan peningkatan selama pernapasan pada jantung kiri
dibandingkan kanan. sehingga, inspirasi meningkatkan pengisian jantung kanan dengan
mengorbankan jantung kiri dengan pemulihan pada ekspirasi. Pada kondisi tamponade kritis,
output jantung biasanya turun setidaknya 30%, tekanan transmural rata-rata, nol (biasanya antara
15 dan 30 mm Hg dalam perikardium dan antara 15 dan 30 mmHg dalam jantung pada pasien
euvolemic), sehingga mekanisme kompensasi pernapasan menjadi mekanisme fisiologis utama
yang berkontribusi pada tingkat tertentu untuk output dan input jantung. Sebuah komponen
penting dari kompensasi pernapasan ditandai pergeseran dari septum ventrikel ke ventrikel kiri
saat inspirasi mengisi jantung kanan dengan mengorbankan jantung kiri dengan pembalikan pada
ekspirasi. Secara klinis, kompensasi pernapasan  dinyatakan sebagai pulsus paradoksus
(Spodick,1998).Selain tergantung pada volume perluasan darah, peregangan pericardial, dan
peningkatan fraksi ejeksi, mekanisme kompensasi tam[pomade jantung seperti tachycardia dan
vasokonstriksi perifer karena stimulasi adrenergic karena penurunan cardiac output. Peningkatan

11
tekanan atrium kanan berkontribusi pada peningkatan minute cardiac output (stroke volume x
heart rate) saat penurunan stroke volume (Spodick,1998).
Stimulasi adrenergik stimulasi, baik alfa dan beta, dan termasuk serum peningkatan
katekolamin merupakan respon kompensasi utama pada penurunan cardiac output dengan empat
efek besar: (1) β-adrenergik kontribusi terhadap peningkatan denyut jantung; (2) β-adrenergik
tergantung pada peningkatan relaksasi diastolik, (3) a-adrenergically meningkatkan resistensi
perifer untuk mempertahankan pusat tekanan darah dan mendukung gradien untuk aliran
koroner; dan (4) inotropi meningkat untuk meminimalkan volume end sistolik ventrikel melalui
peningkatan fraksi ejeksi, dapat normal sampai tinggi pada tamponade tanpa penyakit  jantung
(Spodick,1998).
Meskipun cardiac output semakin jatuh, peningkatan resistensi perifer mendukung
tekanan darah arteri sampai relatif terlambat, sebagian melalui mekanisme adrenergik. Dengan
demikian, peningkatan resistensi perifer tidak terpengaruh pada blokade-β, tetapi berkebalikan
pada blokade-α. Penurunan tekanan darah kritis juga dipengaruhi oleh mekanisme
ketergantungan opioid, yang ditunjukkan oleh peningkatan tekanan darahyang diinduksi
nalokson selama tamponade. Peningkatan ini terjadi tanpa meningkatkan cardiac output,
sehingga mekanisme ini harus bertindak melalui peningkatan vaskular sistemik (Spodick,1998).

F Manifestasi Klinis
Gejala klinik tamponade bervariasi, tergantung proses yang mendasarinya. Pada efusi
pericard, ada 3 faktor yang menentukan apakah tetap tenang secara klinis atau menimbulkan
gejala akibat kompresi jantung.
(1) volume cairan,
(2) laju terakumulasinya cairan,
(3) karakter komplians pericardium.
Suatu peningkatan mendadak volume perikard, contohnya pada kasus trauma dada
dengan perdarahan intrapericard, mengakibatkan peningkatan signifikan tekanan perikard dan
berpotensi menimbulkan kompresi berat pada ruang rongga jantung. Jumlah cairan yang
sedikitpun dapat meningkatkan peningkatan signifikan tekanan jika pericard secara patologis
non-komplians, misalnya pada keberadaan tumor atau fibrosis kantung.Berbeda dengan hal-hal
tersebut, jika efusi perikard terakumulasi dengan lambat, dalam jangka waktu mingguan hingga

12
bulanan, perikard perlahan teregang. Dengan adaptasi, perikard bisa mengakomodasi volume
yang lebih besar tanpa peningkatan signifikan tekanan intraperikardia. Akumulasi lambat
memberi kesempatan kompensasi jantung yang lebih baik yaitu: takikardi, peningkatan resistensi
vaskuler perifer dalam beberapa hari atau beberapa minggu. Tetapi akumulasi yang cepat akan
menimbulkan peregangan pericardium yang tidak adekuat dan berakibat fatal dalam beberapa
menit (Lilly,2007;Muthe,2011 ;Yarlagadda,2011).
Anamnesa yang komprehensif terhadap riwayat pasien dapat membantu mengidentifikasi
kemungkinan etiologi dari efusi pericardial, yang dapat menyebabkan tamponade jantung
(Yarlagadda,2011).
1. Pasien dengan penyakit sistemik dan keganasan dengan penurunan berat badan, lemas,
dan  anoreksia.

2. Nyeri dada pada pasien pericarditis dan infark miokard.

3. Nyeri musculoskeletal atau panas tampak pada pasien dengan kelainan jaringan ikat.

4. Riwayat gagal ginjal menyebabkan uremia sebagai penyebab efusi pericard.

5. Seksama terhadap obat pasien terkait obat lupus yang mengarah ke efusi perikardial

6. Riwayat terakhir bedah kardiovaskular, intervensi koroner, atau trauma yang dapat
menyebabkan pengumpulan cepat cairan pericard dan menyebabkan tamponade.

7. Riwayat terakhir pemasangan pacemaker atau insersi kateter vena central yang dapatb
menyebabkan pengumpulan cepat cairan pericard dan menyebabkan tamponade.

8. Pertimbangkan HIV efusi pericardial dan tamponade jika pasien memiliki riwayat
penggunaan narkoba suntik atau infeksi oportunistik.

9. Tanyakan tentang radiasi dinding dada (misal untuk kanker paru, mediastinum, atau
esophagus)

10. Tanyakan tentang gejala keringat malam, demam, dan penurunan berat badan, yang
mengindikasikan tuberculosis.

 
G Pemeriksaan Fisik
Gejala yang paling sering ditemukan adalah dyspnea, tachycardia, dan peningkatan
jugular venous pressure (JVP). Bekas cedera dinding dada tampak padaa pasien trauma.

13
Tachycardia, tachypnea, dan hepatomegaly ditemukan lebih dari 50% pasien dengan tamponade
jantung, sedangkan bunyi jantung menjauh dan pericardial friction rub ditemukan pada sekitar
sepertiga pasien. Beberapa pasien datang dengan keluhan pusing, mengantuk, atau palpitasi.
Kulit yang dingin, basah dan nadi yang lemah karena hipotensi juga dapat tampak pada pasien
dengan tamponade (Yarlagadda,2011).
1. The Beck triad atau acute compression triad

2. Dijelaskan pada tahun 1935, pada pemeriksaan fisik ditemukan tiga tanda, yaitu :
peningkta JVP, hipotensi, dan bunyi jantung menjauh.

3. Penemuan ini akibat dari akumulasi yang cepat dari cairan pericardial. Namun, triad
klasik ini biasanya ditemukan pada pasien dengan tamponade jantung akut.

4. Ini merupakan peningkatan (>12 mm Hg atau 9%) dari penurunan inspirasi normal pada
tekanan darah sistemik.

5. Untuk memeriksa pulsus paradoxus, pasien biasanya diposisikan semirecumben,


sehhingga pernafasan akan normal. Cuff tensimeter dinaikkan paling tidak 20 mmHg di
atas tekanan sistolik dan perlahan diturunkan sampai bunyi korotkoff pertama terdengar
hanya saat ekspirasi. Pada pembacaan tekanan, jika cuff tidak diturunkan dan pulsus
paradoxus muncul, bunyi korotkoff pertama tidak terdengar saat inspirasi. Setelh cuff
kemudian diturunkan, pada titik dimana korotkoff pertama tersengar keduanya saat
inspirasi dan ekspirasi. Jika perbedaan antara pemeriksaan pertama dan kedua lebih besar
dari 12 mmHg, maka dikatakan abnormal pulsus paradoxus terjadi.

6. Paradoksnya adalah bahwa ketika mendengarkan suara jantung selama inspirasi, denyut
nadi melemah atau mungkin tidak teraba dengan detak jantung tertentu, sementara S1
adalah mendengar dengan semua detak jantung.

7. Pulsus paradoxus dapat ditemukan pada pasien dengan beberapa kondisi lainnya,
misalnya pericarditis konstriktif, severe obstructive pulmonary disease, restrictive
cardiomyopathy, pulmonary embolism, rapid dan labored breathing, dan right ventricular
infarction dengan shock.

8. Pulsus paradoxus mungkin tidak ditemukan pada pasien dengan elevasi Left Ventrikel
diastolic pressures, atrial septal defect, pulmonary hypertension, danaortic regurgitation.

14
9. Pulsus paradoxus atau paradoxical pulse

Kussmaul sign

1. Ini dijelaskan oleh Adolph Kussmaul sebagai suatu peningkatan paradoksikal


pada distensi dan tekanan vena selama inspirasi.

2. Tanda ini biasanya didapatkan pada pasien dengan pericarditis konstriktif tetapi
kadang didapatkan pada pasien dengan perikarditis efusif-konstriktif dan tamponade
jantung.

Ewart sign

1. Disebut juga Pins sign, ditemukan pada pasien dengan efusi pericardial yang luas.

2. Digambarkan sebagai daerah kusam, dengan suara napas bronkial dan


bronchophony bawah sudut kiri skapula.

3. Disforia : Ciri-ciri perilaku seperti gelisah gerakan tubuh, ekspresi wajah yang
tidak biasa, kegelisahan, rasa kematian yang akan datang dilaporkan oleh Ikematsu pada
sekitar 26% pasien dengan tamponade jantung.

4. Tamponade tekanan rendah : pada pasien hipovolemik berat, temuan fisik klasik
seperti takikardia, paradoksus pulsus, dan distensi vena jugularis jarang terjadi.
Tamponade tekanan rendah diidentifikasi pada 20% pasien dengan tamponade jantung
dan pada 10% dari efusi perikardial besar.

H Pemeriksaan Penunjang  (Rosfanty,2009;Yarlagadda,2011;Anonimus;2011)
1. Rontgen  dada
Menunjukkan gambaran   “water   bottle-shape   heart”,   kalsifikasi perkardial.

15
 
  Gambar 5 Foto Thorax AP : Jantung membesar berbentuk botol
2. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium disesuaikan dengan etiologi terjadinya tamponade jantung,
misalnya pemeriksaan berikut :
1) Peningkatan creatine kinase dan isoenzim pada MI dan trauma jantung.

2) Profil renal dan CBC  uremia dan penyakit infeksi yang berkaitan dengan pericarditis

3) Protrombin time (PT)   dan aPTT (activated partial thromboplastin time)  menilai
resiko perdarahan selama intervensi misalnya drainase perikardial.

3. Elektrokardiografi (EKG)
1) Didapatkan  PEA  (Pulseless  Electric  Activity), sebelumnya dikenal sebagai
Electromechanical  Dissociation,  merupakan dimana pada  EKG  didapatkan irama
sedangkan pada perabaan nadi tidakditemukan pulsasi. PEA  Amplitude gelombang
P dan QRS berkurang pada setiap gelombang berikutnya.

2) PEA   dapat ditemukan pada tamponade jantung,   tension pneumothorax,


hipovolemia, atau ruptur jantung.

3) Dengan EKG 12 lead berikut suspek tamponade jantung :

4) Sinus tachycardia

5) Kompleks QRS Low-voltage

16
6) Electrical alternans : kompleks QRS alternan, biasanya rasio 2:1, terjadi karena
pergerakan jantung pada ruang pericardium. Electrical ditemukan juga pada pasien
dengan myocardial ischemia, acute pulmonary embolism, dan tachyarrhythmias.

7) PR segment depression

8) EKG juga digunakan untuk memonitor jantung ketika melakukan aspirasi


perikardium.

4. Echocardiografi
Meskipun echocardiografi menyediakan informasi yang berguna, tamponade
jantung adalah diagnosis klinis. Berikut ini dapat diamati dengan echocardiografi 2-
dimensi :
1) Zona ruang bebas posterior dan anterior ventrikel kiri dan di belakang atrium kiri :
Setelah operasi jantung, suatu pengumpulan cairan lokal posterior tanpa efusi
anterior yang signifikan dapat terjadi dan dapat membahayakan cardiac output.

2) Kolapsnya diastolic awal dari dinding bebas ventrikel kanan (Lihat gambar di
bawah.)

3) kompresi end diastolic / kolapsnya atrium kanan

4) Plethora vena cava inferior dengan inspirasi minimal atau tidak kolaps.

5) Lebih dari 40% peningkatan inspirasi relatif dari sisi kanan aliran

6) Lebih dari 25% penurunan relatif pada aliran inspirasi di katup mitral

5. Pulse oksimetri
Variabilitas pernapasan di pulse-oksimetri gelombang dicatat pada pasien dengan
paradoksus pulsus. Dalam kelompok kecil pasien dengan tamponade, Stone dkk mencatat
peningkatan variabilitas pernapasan di pulsa-oksimetri gelombang pada semua pasien
[12]. Ini harus meningkatkan kecurigaan untuk kompromi hemodinamik. Pada pasien
dengan atrial fibrilasi, pulsa oksimetri-dapat membantu untuk mendeteksi keberadaan
paradoksus pulsus.
6. USG FAST
Untuk mendeteksi cairan di rongga perikardium.

17
Gambar USG: Efusi pericard dari subxifoid

I Penatalaksanaan (Azzilzah,2011;Yarlagadda,2011)
1. Primary survey
Airway dengan control servikal
Penilaian: Perhatikan patensi airway (inspeksi, auskultasi, palpasi) Penilaian akan adanya
obstruksi
Management: Lakukan  chin   lift  dan atau  jaw   thrust  dengan control servikal  in-line 
immobilisasi Bersihkan airway dari bendaasing.
2. Breathing dan ventilasi
Penilaian
a. Buka leher dan dada penderita, dengan tetap memperhatikan control servikal in-line
immobilisasi.Tentukan laju dan dalamnya pernapasan

b. Inspeksi dan palpasi leher dan thoraks untuk mengenali kemungkinan terdapat deviasi
trakhea, ekspansi thoraks simetris atau tidak,   pemakaian otot-otot tambahan dan tanda-
tanda cedera lainnya.

c. Perkusi thoraks untuk menentukan redup atau hipersonor

d. Auskultasi thoraks bilateral

Management: 
Oksigenasi

18
Ventilasi mekanik tekanan positif sebaiknya dihindari karena dapat menurunkan venous
return dan memperberat gejala tamponade.
Circulation dan kontol perdarahan
Penilaian (pada trauma)
a. Mengetahui sumber perdarahan eksternal yang fatal

b. Mengetahui sumber perdarahan internal

c. Periksa nadi:   kecepatan,   kualitas,   keteraturan,   pulsus paradoksus.   Tidak


diketemukannya pulsasi dari arteri besar merupakan pertanda diperlukannya resusitasi
massif segera.

d. Periksa warna kulit, kenali tanda-tanda sianosis.

e. Periksa tekanan darah

Management: 
a. Penekanan langsung pada sumber perdarahan eksternal

b. Pasang kateter IV 2 jalur ukuran besar sekaligus mengambil sampel darah untuk
pemeriksaan rutin, kimia darah, golongan darah dan cross-match serta Analisis Gas
Darah (AGD).

c. Beri cairan kristaloid 1-2 liter yang sudahdihangatkan dengan tetesan cepat

d. Bed rest dengan elevasi tungkai untuk membantu venous return

e. Transfusi darah jika perdarahan massif dan tidak ada responos terhadap pemberian cairan
awal.

f. Obat-obatan Inotropic (misalnya : dobutamine) : ini bermanfaat karena meningkatkan


cardiac output tanpa meningkatkan resistensi vascular sistemik.

g. Pemasangan kateter urin untuk monitoring indeks perfusi jaringan.

3 Perikardiosentesis
a. Evakuasi cepat darah dari perikard merupakan indikasi bila dengan syok hemoragik tidak
memberikan respon pada resusitasi cairan dan kemungkinan tamponade jantung.

b. Perikardiosentesis merupakan tindakan aspirasi efusi perikard atau pungsi perikard.

19
c. Monitoring EKG untuk menunjukkan tertusuk nyamiokard (↑ voltase gelombang T atau
terjadi disritmia).

Lokasi : seringnya di subxyphoid


Teknik:
1. Pasien disandarkan pada sandaran dengan sudut   45° sehingga memungkinkan jantung
ke posterior menjauhi dinding thorax.

2. Lakukan tindakan aseptic dan anestesi lokal dengan prokain 2% atau xilokain 2%.

3. Jarum nomer   18-16   dihubungkan dengan spuit   20-50   ml dihubungkan dengan


pemantau EKG  melalui alligator atau hemostat.

4. Arahkan jarum ke postero sepalad, membentuk sudut 450 dengan permukaan dinding


dada.
5. Tusukan jarum 2-4 cm sampai terasa tahanan lapisan perikard

6. Bila jarum pungsi menembus perikard dan kontak dengan otot jantung, akan timbul
elevasi segmen ST (injury) dan ekstra sistol ventrikel dengan   amplitude   tinggi.  Bila
hal ini terjadi,  maka jarum pungsi harus ditarik sedikit dan di arahkan ke tempat lain.

7. Apabila cairan perikard kental, dapat di pakai trokar yang lebih besar.

8.  Apabila tidak diperoleh cairan   yang  mengalir,   jarum ditarik perlahan-lahan dan
ditusuk kembali kearah lain atau lebih dalam sedikit.

9. Hindarkan tusukan  yang tiba-tiba, kasar atau pemindahan arah tusukan secara kasar.
Perubahan arah tusukan harus dilakukan secara perlahan tepi konstan sambil diisap secara
kontinyu.

10. Kateter  vena sentral dapat dipasangkan melalui jarum tersebut dan dibiarkan  di  tempat 
yang memungkinkan tindakan aspirasi periodic untuk mencegah pengumpulan cairan
kembali.

11. Setelah selesai,  cabut jarum dan pasang perban  di  atas tempat pungsi.

Gambar 11 Pericardiosintesis

20
Untuk pasien hemodinamik tidak stabil atau satu dengan tamponade berulang, memberikan
perawatan berikut:
1) Operasi pembuatan jendela perikardial : operasi untuk menghubungkan ruang perikardial
dan ruang intrapleural. Hal ini biasanya pendekatan subxiphoidian dengan reseksi
xifoideus. Baru-baru ini, pendekatan paraxiphoidian kiri tanpa reseksi xifoideus. Open
torakotomi dan atau pericardiotomy mungkin diperlukan dalam beberapa kasus, dan ini
harus dilakukan oleh ahli bedah yang berpengalaman.

2) Pericardiocentesis atau sclerosing perikardium : Ini adalah pilihan terapi untuk pasien
dengan efusi perikardial berulang atau tamponade. Melalui kateter intrapericardial,
kortikosteroid, tetrasiklin, atau obat antineoplastik (misalnya, anthracyclines, bleomycin)
dapat dimasukkan ke dalam ruang perikardial.

3) Pericardio-peritoneal shunt: pada beberapa pasien dengan efusi perikardial ganas,


pembuatan pericardio-peritoneal shunt membantu mencegah tamponade berulang.

4) Pericardiectomy: Reseksi dari perikardium (pericardiectomy) melalui sternotomy median


atau torakotomi kiri, jarang diperlukan untuk mencegah efusi perikardial berulang dan
tamponade.

Monako dkk menyelidiki efikasi modifikasi prosedur thoracoscopic dibantu video dalam
pengobatan 15 pasien dengan tamponade jantung. Menggunakan pendekatan hemithoracic
kanan, trocar 15-mm digunakan pada intercostal IV anterior aksila kanan, dan trocar 10-mm
digunakan pada ruang intercostal ketujuh di garis mid aksila kanan. Peralatan dari optik 5-
mm diperbolehkan 2 instrumen, untuk optik dan untuk forsep endoskopi, digunakan secara

21
bersamaan dengan menggunakan 1 trocar,  sedangkan trocar kedua tersedia untuk gunting
bedah. Semua pasien menjalani reseksi perikardial sama dengan yang dicapai melalui
torakotomi anterolateral.

J. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKJIAN
A. PENGKAJIAN PRIMER
1) Data Subyektif:
Riwayat Penyakit Sekarang
a) Cedera tumpul atau cedera tembus pada dada
b) Dispnea
c) Cemas
d) Nyeri dada
e) Lemah

2) Riwayat Kesehatan
a) Penyakit jantung

22
b) Penyakit infeksi dan neoplastik.
c) Penyakit ginjal

3) Data Obyektif

a) Airway
Tidak ditemukan adanya tanda dan gejala.

b) Breathing

Takipnea peningkatan tekanan vena saat inspirasi ketika bernafas spontan

c) Circulation

Takikardi, peningkatan volume vena intravaskular. Pulsusparadoksus>10mmHg,


tekanan nadi <30mmHg, tekanan sistolik <100mmHg, pericardial friction rub,pekak
jantung melebar, Trias classic beck berupadistensis vena leher, bunyi jantung
melemah / redup dan hipotensi didapat pada sepertiga penderita dengan tamponade.
tekanan nadi terbatas, kulit lembab, bibir, jari tangan dan kaki sianosis,

d)Disability
Penurunan tingakat kesadaran

B. PENGKAJIAN SEKUNDER
1) Exposure

Adanya jejas trauma tajam dan tumpul di daerah dada.

2) Five Intervensi
Foto thorax menunjukkan pembesaran jantung EKG menunjukkanelectrical
alternas atau amplitude gelombang Pdan QRS yang berkurangpada setiap
gelombang berikutnyaEchocardiografi adanya efusi pleura.

3) Hasil pemeriksaan Echocardiografi pada tamponade jantung menunjukkan:


a. Kolapsdiastolepada atrium kanan
b. Kolaps diastole pada ventrikel kanan
c. Kolaps pada atrium kiri

23
d. Peningkatan pemasukan abnormal pada aliran katup trikuspidalis dan
terjadi penurunan pemasukan dari aliran katup mitral > 15 %
e.Peningkatan pemasukan abnormal pada ventrikel kanan dengan penurunan
pemasukan dari ventrikel kiri
f.Penurunan pemasukan dari katup mitralPseudo hipertropi dari ventrikel kiri
4) Pemeriksaan Doppler.
Analisis Doppler terhadap tanda morfologi jantung dapat membantu
dalam menegakkan keakuratan diagnosa klinis dan mendukungpemerikasaan
laboraturium dari pola hemodinamik pada tamponade.
5) Head to Toe
a. Kepala dan wajah : pucat, bibir sianosis.
b. Leher : peninggian vena jugularis.
c. Dada : ada jejas trauma tajam dan tumpul di daerah dada, tanda
kusmaul, takipnea, bunyi jantung melemah / redup dan pekak jantung
melebar.
d. Abdomen dan pinggang : tidak ada tanda dan gejala.
e. Pelvis dan Perineum : tidak ada tanda dan gejala.
f. Ekstrimitas : pucat, kulit dingin, jari tangan dan kaki sianosis.
6) Inspeksi Back / Posterior Surface
Tidak ada tanda dan gejala.

2. DIAGNOSAKEPERAWATAN
a. Pola nafas tidak efektif b.d hiperventilasi ditandai dengan takipnea, tanda kusmaul
b. Penurunan curah jantung b.d perubahan sekuncup jantung ditandai dengan distensi
vena jugularis, perubahan EKG, TD menurun, kulit
dingin,pucat,jaritangandankakisianosis,
c. Perfusi jaringan (cerebral, perifer, cardiopulmonal, renal, gastrointestinal) tidak
efektif b.d suplai O2 menurun ditandai dengan nadi lemah, TTV abnormal,
penurunan kesadaran, kulit pucat, sianosis, akral dingin.

24
3.PERENCANAAN
Dx 1 :
Pola nafas tidak efektif b.d hiperventilasi ditandai dengan takipnea,tandakusmaul.
Tujuan :
setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1 x 15 menit diharapkan pola nafas efektif
dengan kriteriahasil :
2. Takipnea tidak ada
3. TandakusmaultidakadaTTV dalam rentang batas normal (RR : 16 – 20
X/mnt)

IntervensiRasionalMandiri:
2. Pantau ketat tanda-tanda vital terutama frekuensi pernafasan Perubahan polanafas
dapat mempengaruhi tanda-tanda vital
3. Monitor isi pernafasan, pengembangan dada, keteraturan pernafasan, nafas bibir
dan penggunaan otot bantu pernafasan Pengembangan dada dan penggunaan otot
Bantu pernapasan mengindikasikan gangguan pola nafas
4. Berikan posisi semifowler jika tidak kontrainndikasi Mempermudah ekspansi
paru
5. Ajarkan klien nafas dalam Dengan latihan nafas dalam dapat meningkatkan
pemasukanoksigen
Kolaborasi
1. Berikan oksigen sesuai indikasi Oksigen yang adekuat dapat menghindari resiko
kerusakan jaringan
2. Berikan obat sesuai indikasi Medikasi yang tepat dapat mempengaruhi ventilasi
pernapasan.
Dx 2 :
Penurunan curah jantung b.d perubahan sekuncup jantung ditandai dengan distensi vena
jugularis, perubahan EKG, TD menurun, kulit dingin, pucat, jari tangan dan kaki sianosis,

Tujuan :

25
setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 10 menit diharapkan curah jantungke
seluruh tubuh adekuat dengan kriteria hasil :
1. TTV dalam batas normal (Nadi : 60-100 x/mnt, TD : 110-140 mmHg).
2. Nadi perifer teraba kuat
3. Suara jantung normal.
4. Sianosis dan pucat tidak ada.
5. Kulit teraba hangatEKG normal
6. Distensi vena jugularis tidak ada

IntervensiRasionalMandiri :
1. Monitor TTV berkelanjutan TTV merupakan indicator keadaan umum tubuh
(jantung).
2. Auskultasi suara jantung, kaji frekuensi dan irama jantung. Perubahan suara,
frekuensi dan irama jantung dapat mengindikasikan adanya penurunan curah
jantung.
3. Palpasi nadi perifer dan periksa pengisian perifer. Curah jantung yang kurang
mempengaruhi kuat dan lemahnya nadi perifer.
4. Kaji akral dan adanya sianosis atau pucat. Penurunan curah jantung menyebabkan
aliran ke perifer menurun.
5. Kaji adanya distensi vena jugularis Tamponade jantung menghambat aliran balik
vena sehingga terjadi distensi pada vena jugularis.

Kolaborasi
1. Berikan oksigen sesuai indikasi Oksigen yang adekuat mencegah hipoksia.
2. Berikan cairan intravena sesuai indikasi atau untuk akses emergency.Mencegah
terjadinya kekurangan cairan.
3. Periksa EKG, foto thorax, echocardiografi dan doppler sesuai indikasi. Pada
tamponade jantung, terjadi abnormalitas irama jantung dan terdapat siluet
pembesaran jantung.
4. Lakukan tindakan perikardiosintesis. Dengan perikardiosintesis cairan dalam
ruangpericardium dapat keluar

26
Dx 3
Perfusi jaringan (cerebral, perifer, cardiopulmonal, renal, gastrointestinal) tidak efektif
b.d suplai O2 menurun ditandai dengan nadi lemah, TTV abnormal, penurunan
kesadaran, kulit pucat,sianosis, akral dingin.
Tujuan :
setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 15 menit diharapkan perfusi jaringan
adekuat dengan kriteria hasil :
1. Nadi teraba kua
2. TTV dalam batas normal (Nadi : 60-100 x/mnt, TD : 110-140 mmHgTingkat
kesadaran composmentis
3. Sianosis atau pucat tidak ada
4. Nadi teraba lemah, terdapat sianosis,
5. Akral teraba hangat

Intervensi RasionalMandiri :
1. Awasi tanda-tanda vital secara intensifPerubahan tanda-tanda vital seperti
takikardi akibat dari kompensasi jantung untuk memenuhi suplai O2.
2. Pantau adanya ketidakadekuatan perfusi (kulit : dingin dan pucat, sianosis)
Menunjukkan adanya ketidakadekuatan perfusi jaringan
3. Pantau GCSPenurunan perfusi terutama di otak dapat mengakibatkan penurunan
tingkat kesadaran
4. Anjurkan untuk bed rest/ istirahat total Menurunkan kebutuhan oksigen
4.EVALUASI
Disesuaikan dengan tujuan dan kriteria hasil yang

27
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Tamponade jantung adalah kompresi jantung yang terjadi ketika darah atau cairan
menumpuk di ruang antara miokardium (otot jantung) dan perikardium (kantung meliputi luar
dari jantung). Dalam kondisi ini, darah atau cairan terkumpul dalam perikardium. Ini akan
mencegah ventrikel dari memperluas sepenuhnya. Tekanan berlebih dari fluida mencegah
jantung dari berfungsi normal.

28
DAFTAR PUSTAKA

Grimm RA, Jacob R. 2008. Pericardial Disease. In: Carey WD, ed. Cleveland Clinic: Current
Clinical Medicine. 1st ed. Philadelphia, Pa: Saunders Elsevier; 2008:Chap 23.
Lilly, L.S. 2007.Pathophysiology of Heart Disease-4th Ed. Lippincott Williams &
Wilkins:Philadelphia, 2007.
Munthe, Eva. 2011. Tamponade Jantung et causa Perikarditis Tuberkulosis. Laporan Kasus
CDK 184/Vol. 38 no. 3/April 2011.
Spodick, DH. 1998. Pathophysiology of Cardiac Tamponade. In CHEST 1998; 113:1372-78.
Spodick, DH. 2003. Acute Cardiac Tamponade. NEJM 2003 349 (7): 684-90.
Boswick, John A. 1997. Perawatan Gawat Darurat. Jakarta : EGC.
Braunwald, Eugene. dkk. 2001. Essential Atlas of Heart Diseases. 2nd Ed. Philadelphia : Current
Medicine.
Darma, Surya. 2009. Sistematika Interpretasi EKG Pedoman Praktis. Jakarta : EGC.
Dorland, W. A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta : EGC.
ENA. 2000. Emergency Nursing Core Curiculum. 5th Ed. USA : WB. Saunders Company.
Guyton, Arthur C. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11. Jakarta : EGC.
Mansjoer, A., dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran.Jilid pertama. Edisi ketiga. Jakarta : Media
Aesculapius.
Mansjoer, A., dkk. 2000 . Kapita Selekta Kedokteran.Jilid kedua. Edisi ketiga. Jakarta : Media
Aesculapius.
Moore, Keith. L. 2002. Anatomi Klinis Dasar. Jakarta : Hipokrates.
Nichols, David G. dkk. 2006. Critical Heart Disease in Infant and Children. Second Edition.
USA : Elsevier.
Oman, K. S. 2000. Panduan Belajar Keperawatan Emergensi. Terjemahan Andry hartono. 2008.

29
Jakarta : EGC.
Panggabean M. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Departemen Ilmu Penyakit
Dalam.
Price, S. A. 2000. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Vol. 2. Edisi 6. Jakarta :
EGC

30

Anda mungkin juga menyukai