Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Manusia dalam kehidupannya tidak pernah terlepas dari berbagai permasalahan,
baik yang tergolong sederhana sampai yang kompleks. Semua itu membutuhkan
kesiapan mental untuk menghadapinya. Pada kenyataannya terdapat gangguan
mental yang sangat mengganggu dalam hidup manusia, yang salah satunya adalah
depresi. Gangguan mental emosional ini bisa terjadi pada siapa saja, kapan saja,
dari kelompok mana saja, dan pada segala rentang usia. Bagi penderita depresi ini
selalu dibayangi ketakutan, kengerian, ketidakbahagiaan serta kebencian pada
mereka sendiri. (Hidayat, 2007).
Depresi biasanya terjadi saat stress yang dialami oleh seseorang tidak kunjung
reda, dan depresi yang dialami berkorelasi dengan kejadian dramatis yang baru
saja terjadi atau menimpa seseorang. Penyebab depresi bisa dilihat dari faktor
biologis (seperti misalnya karena sakit, pengaruh hormonal, depresi pasca-
melahirkan, penurunan berat yang drastis) dan faktor psikososial (misalnya
konflik individual atau interpersonal, masalah eksistensi, masalah kepribadian,
masalah keluarga). (Hidayat, 2007).
Penyebab depresi dari faktor biologis salah satunya adalah depresi pasca-
melahirkan. Iskandar (2007) menerangkan bahwa depresi postpartum terjadi
karena kurangnya dukungan terhadap penyesuaian yang dibutuhkan oleh wanita
dalam menghadapi aktifitas dan peran barunya sebagai ibu setelah melahirkan.
Depresi Postpartum merupakan problem psikis sesudah melahirkan seperti
kemunculan kecemasan, labilitas perasaan dan depresi pada ibu. (Hidayat, 2007).
Perubahan hormon dan perubahan hidup ibu pasca melahirkan juga dapat
dianggap pemicu depresi ini. Diperkirakan sekitar 50-70% ibu melahirkan
menunjukkan gejala-gejala awal kemunculan depresi postpartum, walau demikian
gejala tersebut dapat hilang secara perlahan karena proses adaptasi dan dukungan
keluarga yang tepat. (Hidayat, 2007).
Sampai saat ini belum ada alat test khusus yang dapat mendiagnosa secara
langsung depresi postpartum. Secara medis, dokter menyimpulkan beberapa
simtom yang tampak dapat disimpulkan sebagai gangguan depresi postpartum
bila memenuhi kriteria gejala yang ada. (Hidayat, 2007).
Perdarahan postpartum adalah perdarahan atau hilangnya darah sebanyak lebih
dari 500cc yang terjadi setelah anak lahir baik sebelum, selama, atau sesudah
kelahiran plasenta. Menurut waktu kejadiannya, perdarahan postpartum sendiri
dapat dibagi atas perdarahan postpartum primer yang terjadi dalam 24 jam setelah
bayi lahir, dan perdarahan postpartum sekunder yang terjadi lebih dari 24 jam
sampai dengan 6 minggu setelah kelahiran bayi (I.B.G Manuaba, 2007).
Kematian ibu hamil dapat diklasifikasikan menurut penyebab mediknya sebagai
obstetric “langsung” dan “tidak langsung”. Menurut laporan WHO (2008) bahwa
kematian ibu di dunia disebabkan oleh perdarahan sebesar 25%, penyebab tidak
langsung 20%, infeksi 15%, aborsi yang tidak aman 13%, eklampsia 12%,
penyulit persalinan 8% dan penyebab lain 7% (Depkes RI, 2008).
Insidensi perdarahan postpartum pada negara maju sekitar 5% dari persalinan,
sedangkan pada Negara berkembang bisa mencapai 28% dari persalinan dan
menjadi masalah utama dalam kematian ibu. Penyebabnya 90% dari atonia uteri,
7% robekan jalin lahir, sisanya dikarenakan retensio plasenta dan gangguan
pembekuan darah (Ambar Dwi, 2010).
Di Indonesia diperkirakan ada 14 juta kasus perdarahan dalam kehamilan.
Setiap tahunnya paling sedikit 128.000 perempuan mengalami perdarahan sampai
meninggal. Perdarahan pasca persalinan terutama perdarahan postpartum primer
merupakan perdarahan yang paling banyak menyebabkan kematian ibu.
Perdarahan postpartum primer yaitu perdarahan pasca persalinan yang terjadi
dalam 24 jam pertama kelahiran (Darmin Dina, 2013).
Menurut Kementerian Kesehatan RI tahun 2010, tiga faktor utama kematian ibu
melahirkan adalah perdarahan (28%), eklampsia (24%), dan infeksi (11%).
Anemia dan kekurangan energi kronis (KEK) pada ibu hamil menjadi penyebab
utama terjadinya perdarahan dan infeksi yang merupakan faktor utama kematian
ibu. Menurut data WHO, di berbagai negara paling sedikit seperempat dari
seluruh kematian ibu disebabkan oleh perdarahan, proporsinya berkisar antara
kurang dari 10 persen sampai hampir 60 persen (Depkes RI, 2010).

1.2 Rumusan Masalah


1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
1.3.2 Tujuan Khusus
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI DEPRESI POSTPARTUM


Kartono (2002), Depresi adalah keadaan patah hati atau putus asa yang
disertai dengan melemahnya kepekaan terhadap stimulus tertentu, pengurangan
aktivitas fisik maupun mental dan kesulitan dalam berpikir, Lebih lanjut Kartono
menjelaskan bahwa gangguan depresi disertai kecemasan , kegelisahan dan
keresahan, perasaan bersalah, perasaan menurunnya martabat diri atau
kecenderungan bunuh diri.
Trisna (Hadi, 2004), menyimpulkan bahwa depresi adalah suatu perasaan
sendu atau sedih yang biasanya disertai dengan diperlambatnya gerak dan fungsi
tubuh. Mulai dari perasaan murung sedikit sampai pada keadaan tidak berdaya.
Individu yakin tidak melakukan apa pun untuk mengubahnya dan merasa bahwa
respon apa pun yang dilakukan tidak akan berpengaruh pada hasil yang muncul.
Kaplan dan Sadock (1998), merupakan suatu masa terganggunya fungsi
manusia yang berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya,
termasuk perubahan pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi,
anhedonia, kelelahan, rasa putus asa dan tidak berdaya, serta gagasan bunuh diri.
Clydde (Regina dkk, 2001), bentuk gangguan postpartum yang umum adalah
depresi, mudah marah dan terutama mudah frustasi serta emosional. Gangguan
mood selama periode postpartum merupakan salah satu gangguan yang paling
sering terjadi pada wanita baik primipara maupun multipara. Menurut DSM-IV,
gangguan pascasalin diklasifikasikan dalam 3 tipe yaitu:
2.1.1 Baby blues
Merupakan bentuk yang paling ringan dan berlangsung hanya
beberapa hari saja. Gejala berupa perasaan sedih, gelisah, seringkali
uring-uringan dan khawatir tanpa alasan yang jelas. Tahapan baby
blues ini hanya berlangsung dalam waktu beberapa hari saja. Pelan-
pelan si ibu dapat pulih kembali dan mulai bisa menyesuaikan diri
dengan kehidupan barunya.
2.1.2 Depresi post partum
Bentuk yang satu ini lumayan agak berat tingkat keparahannya
yang membedakan ibu tidak bisa tidur atau sulit untuk tidur. Dapat
terjadi dua minggu sampai setahun setelah melahirkan
2.1.3 Psychosis post partum
Jenis ini adalah yang paling parah. Ibu dapat mengalami
halusinasi, memiliki keinginan untuk bunuh diri. Tak saja psikis si ibu
yang nantinya jadi tergantung secara keseluruhan.
2.2 ETIOLOGI DEPRESI POSTPARTUM
Disebabkan karena gangguan hormonal. Hormon yang terkait dengan terjadinya
depresi post partum adalah prolaktin, steroid dan progesterone. Pitt
mengemukakan 4 faktor penyebab depresi post partum:
2.2.1 Faktor konstitusional
Gangguan post partum berkaitan dengan status paritas adalah
riwayat obstetri pasien yang meliputi riwayat hamil sampai bersalin
serta apakah ada komplikasi dari kehamilan dan persalinan
sebelumnya dan terjadi lebih banyak pada wanita primipara. Wanita
primipara lebih umum menderita blues karena setelah melahirkan
wanita primipara berada dalam proses adaptasi, kalau dulu hanya
memikirkan diri sendiri begitu bayi lahir jika ibu tidak paham
perannya ia akan menjadi bingung sementara bayinya harus tetap
dirawat.
2.2.2 Faktor fisik
Perubahan fisik setelah proses kelahiran dan memuncaknya
gangguan mental selama 2 minggu pertama menunjukkan bahwa
faktor fisik dihubungkan dengan kelahiran pertama merupakan faktor
penting. Perubahan hormon secara drastis setelah melahirkan dan
periode laten selama dua hari diantara kelahiran dan munculnya gejala.
Perubahan ini sangat berpengaruh pada keseimbangan. Kadang
progesteron naik dan estrogen yang menurun secara cepat setelah
melahirkan merupakan faktor penyebab yang sudah pasti.
2.2.3 Faktor psikologi
Peralihan yang cepat dari keadaan “dua dalam satu” pada akhir
kehamilan menjadi dua individu yaitu ibu dan anak bergantung pada
penyesuaian psikologis individu. Klaus dan Kennel mengindikasikan
pentingnya cinta dalam menanggulangi masa peralihan ini untuk
memulai hubungan baik antara ibu dan anak.
2.2.4 Faktor sosial dan karateristik ibu
Paykel mengemukakan bahwa pemukiman yang tidak
memadai lebih sering menimbulkan depresi pada ibu – ibu, selain
kurangnya dukungan dalam perkawinan.

2.3 KLASIFIKASI DEPRESI POSTPARTUM


Menurut Yulianti (2010), depresi postpartum dibagi menjadi tiga jenis, yaitu
depresi ringan, sedang dan berat.
1. Depresi Ringan
Depresi ini biasanya singkat dan tidak terlalu mengganggu
kegiatankegiatan normal. Peristiwa-peristiwa signifikan seperti hari liburan,
ulang tahun pernikahan, pekerjaan baru, demikian juga kebosanan dan frustasi
bisa menghasilkan suatu keadaan hati yang murung. Pada depresi tipe ini
tidak dibutuhkan penanganan khusus, perubahan situasi dan suasana hati yang
membaik biasanya segera bisa mengubah kemurungan itu kembali ke fase
normal kembali.
2. Depresi Sedang
Gejalanya hampir sama dengan depresi ringan, tetapi lebih kuat dan
lama berakhirnya. Suatu peristiwa yang tidak membahagiakan seperti
meninggalnya seorang kekasih, hilangnya karier, kemunduran dan lain-lain
biasanya merupakan penyebab dari depresi tipe ini. Orang memang sadar akan
perasaan tidak bahagia itu, namun tidak dapat mencegahnya. Pada tipe ini
bunuh diri merupakan hal yang paling berbahaya, karena bunuh diri
merupakan hal satu-satunya pemecah masalah ketika kepedihan itu menjadi
lebih buruk. Dalam hal ini pertolongan yang profesional dibutuhkan.
3. Depresi Berat
Kehilangan interes dengan dunia luar dan perubahan tingkat laku yang
serius dan berkepanjangan merupakan karakteristik dari depresi tipe ini.
Kadang gangguan yang lain seperti schizophrenia, alkoholisme atau
kecanduan obat sering berkaitan dengan depresi ini. Demikian juga gejala
fisik akan menjadi nyata dirasakan. Dalam keadaan ini, penanganan secara
profesional sangat diperlukan.
2.4 PATOFISIOLOGI DEPRESI POSTPARTUM
Menurut Kruckman menyatakan terjadinya depresi pascasalin dipengaruhi oleh
faktor :
2.4.1 Biologis
Faktor biologis dijelaskan bahwa depresi postpartum sebagai
akibat kadar hormon seperti estrogen, progesteron dan prolaktin yang
terlalu tinggi atau terlalu rendah dalam masa nifas atau mungkin
perubahan hormon tersebut terlalu cepat atau terlalu lambat.
2.4.2 Karakteristik ibu, yang meliputi :
1. Faktor umur
Sebagian besar masyarakat percaya bahwa saat yang tepat bagi
seseorang perempuan untuk melahirkan pada usia antara 20–30
tahun, dan hal ini mendukung masalah periode yang optimal bagi
perawatan bayi oleh seorang ibu. Faktor usia perempuan yang
bersangkutan saat kehamilan dan persalinan seringkali dikaitkan
dengan kesiapan mental perempuan tersebut untuk menjadi
seorang ibu.
2. Faktor pengalaman
Beberapa penelitian diantaranya adalah pnelitian yang
dilakukan oleh Paykel dan Inwood (Regina dkk, 2001)
mengatakan bahwa depresi pascasalin ini lebih banyak ditemukan
pada perempuan primipara, mengingat bahwa peran seorang ibu
dan segala yang berkaitan dengan bayinya merupakan situasi yang
sama sekali baru bagi dirinya dan dapat menimbulkan stres. Selain
itu penelitian yang dilakukan oleh Le Masters yang melibatkan
suami istri muda dari kelas sosial menengah mengajukan hipotesis
bahwa 83% dari mereka mengalami krisis setelah kelahiran bayi
pertama.
3. Faktor pendidikan
Perempuan yang berpendidikan tinggi menghadapi tekanan
sosial dan konflik peran, antara tuntutan sebagai perempuan yang
memiliki dorongan untuk bekerja atau melakukan aktivitasnya
diluar rumah, dengan peran mereka sebagai ibu rumah tangga dan
orang tua dari anak–anak mereka.
4. Faktor selama proses persalinan.
Hal ini mencakup lamanya persalinan, serta intervensi medis
yang digunakan selama proses persalinan. Diduga semakin besar
trauma fisik yang ditimbulkan pada saat persalinan, maka akan
semakin besar pula trauma psikis yang muncul dan kemungkinan
perempuan yang bersangkutan akan menghadapi depresi
pascasalin.
5. Faktor dukungan social
Banyaknya kerabat yang membantu pada saat kehamilan,
persalinan dan pascasalin, beban seorang ibu karena kehamilannya
sedikit banyak berkurang.

2.5 PATHWAY
2.6 MANIFESTASI KLINIS DEPRESI POSTPARTUM
Gejala yang menonjol dalam depresi post partum adalah trias depresi yaitu:
1. Berkurangnya energy
2. Penurunan efek
3. Hilang minat (anhedonia)

Hal senada juga diungkapkan oleh Ling dan Duff (2001), bahwa gejala
depresi postpartum yang dialami 60 % wanita hampir sama dengan gejala depresi
pada umumnya. Tetapi dibandingkan dengan gangguan depresi yang umum,
depresi postpartum mempunyai karakteristik yang spesifik antara lain :

1. Mimpi buruk. Biasanya terjadi sewaktu tidur REM. Karena mimpi –


mimpi yang menakutkan, individu itu sering terbangun sehingga dapat
mengakibatkan insomnia.
2. Insomnia. Biasanya timbul sebagai gejala suatu gangguan lain yang
mendasarinya seperti kecemasan dan depresi atau gangguan emosi lain
yang terjadi dalam hidup manusia.
3. Phobia. Rasa takut yang irasional terhadap sesuatu benda atau keadaan
yang tidak dapat dihilangkan atau ditekan oleh pasien, biarpun
diketahuinya bahwa hal itu irasional adanya. Ibu yang melahirkan
dengan bedah Caesar sering merasakan kembali dan mengingat
kelahiran yang dijalaninya. Ibu yang menjalani bedah Caesar akan
merasakan emosi yang bermacam–macam. Keadaan ini dimulai dengan
perasaan syok dan tidak percaya terhadap apa yang telah terjadi. Wanita
yang pernah mengalami bedah Caesar akan melahirkan dengan bedah
Caesar pula untuk kehamilan berikutnya. Hal ini bisa membuat rasa
takut terhadap peralatan peralatan operasi dan jarum (Duffet-Smith,
1995).
4. Kecemasan. Ketegangan, rasa tidak aman dan kekhawatiran yang
timbul karena dirasakan akan terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan,
tetapi sumbernya sebagian besar tidak diketahuinya.
5. Meningkatnya sensitivitas. Periode pasca kelahiran meliputi banyak
sekali penyesuaian diri dan pembiasaan diri. Bayi harus diurus, ibu
harus pulih kembali dari persalinan anak, ibu harus belajar bagaimana
merawat bayi, ibu perlu belajar merasa puas atau bahagia terhadap
dirinya sendiri sebagai seorang ibu. Kurangnya pengalaman atau
kurangnya rasa percaya diri dengan bayi yang lahir, atau waktu dan
tuntutan yang ekstensif akan meningkatkan sensitivitas ibu (Santrock,
2002).

2.7 PENATALAKSANAAN DEPRESI POSTPARTUM


Untuk mencegah terjadinya depresi post partum sebagai anggota keluarga
harus memberikan dukungan emosional kepada ibu dan jangan mengabaikan ibu
bila terlihat sedang sedih, dan sarankan pada ibu untuk:
1. Beristirahat dengan baik
2. Berolahraga yang ringan
3. Berbagi cerita dengan orang lain
4. Bersikap fleksible
5. Bergabung dengan orang-oarang baru
6. Sarankan untuk berkonsultasi dengan tenaga medis

Ada cara-cara menghidari atau mengatasi depresi :

1. Batasi pengunjung jika kehadiran mereka ternyata malah mengganggu


waktu  istirahat anda.
2. Untuk sementara waktu hindari komsumsi coklat atau gula dalam jumlah
yang berlebihan karena dapat menjadi bahan pemicu depresi
3. Perbanyak mendengar musik favorit anda agar anda dapat merasa lebih
rileks disarankan  musik-musik yang menenangkan
4. Lakukan olahraga atau latihan ringan, cara ini selain ampuh dalam
mengurangi depresi, tapi juga dapat membantu mengembalikan bentuk
tubuh
5. Sesekali berpergianlah agar anda tak merasa bosan, karena berada di
rumah
6. Dukungan yang suportif dari suami dan anggota keluarga lainnya sangat
berpengaruh bagi keadaan psikis ibu.

Ada dua macam perawatan depresi :

1. Terapi bicara : Adalah sesi bicara dengan terapi, psikologi atau pekerja
sosial untuk mengubah apa yang difikir, rasa dan lakukan oleh penderita
akibat menderita depresi.
2. Obat medis : Obat anti depresi yang diresepkan oleh dokter, sebelum
mengkonsumsi obat anti depresi, sebaiknya didiskusikan benar obat mana
yang tepat dan aman bagi bayi untuk dikonsumsi oleh ibu hamil atau ibu
menyusui.

Penatalaksanaan

1. Dapat riwayat kesehatan selama priode antepartum untuk mengidentifikasi


resiko    potensial terjadi depresi postpartum
2. Atur konseling selama periode antepartum pada klien yang beresiko
3. Bantuan klien untuk mengatur mekanisme dukungan yang baik selama
periode antepartum jika dia ditanyakan beresiko terhadap depresi post
partum
4. Dapatkan riwayat kesehatan post partum yang akurat termasuk demografi,
informasi mengenai dukungan dan bantuan dirumah
5. Kaji proses hubungan ibu dan anak
6. Tawarkan dukungan, dorongan dan bantuan kepada klien untuk
memahami bahwa perasaan depresi dalam beberapa hari setelah
melahirkan adalah normal
7. Peningkatan klien bahwa jika depresinya berlanjut lebih dari beberapa hari
dia harus berkonsultasi
8. Atur konseling selanjutnya jika klien yang memperlihatkan tanda depresi
berlanjut.

2.8 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK DEPRESI POSTPARTUM


Tidak ada yang pasti untuk menyakinkan diagnosis depresi postpartum, hanya
dibuat berdasarkan penilaian secara klinik.

2.9 PROGNOSIS DEPRESI POSTPARTUM


Identifikasi dan intervensi secara dini prognosenya pada wanita yang
mengalami depresi postpartum adalah baik. Beberapa kasus yang pernah
dilaporkan tertangani dengan baik jika efek depresi post partum ini diketahui
sejak awal. Pencegahan yang paling utama adalah informasi tentang faktor resiko
terjadinya depresi postpartum di masyarakat sebagai nilai penting untuk
mencegah terjadinya depresi ini. Skrining awal terjadinya depresi postpartum ini
dapat diketahui saat ibu membawa bayinya pada tempat pelayanan kesehatan
untuk dilakukan imunisasi sehingga pencegahan terjadinya depresi postpartum
dan depresi secara umum dapat dihindari.

2.10 KOMPLIKASI DEPRESI POSTPARTUM


1. Gangguan jiwa dapat meliputi munculnya gejala:
1) Waham
2) Halusinasi
3) kerusakan psikoafektif
2. Risiko bunuh diri/mencederai diri
3. Risiko mencederai anak
2.11 DEFINISI PERDARAHAN POSTPARTUM
Perdarahan pascapersalinan adalah perdarahan melebihi 500 ml pasca
persalinan setelah bayi lahir (Ambar Dwi, 2010).
Perdarahan post partum adalah pendarahan yang terjadi sampai 24 jam
setelah kelahiran dan biasanya melibatkan kehilangan banyak darah melalui
saluran genital (Vicky Chapman, 2006).
Perdarahan pasca partum adalah perdarahan yang terjadi setelah
kelahiran bayi, sebelum, selama dan sesudah keluarnya plasenta (Harry
Oxorn, 2010). Perdarahan Post Partum adalah perdarahan dalam kala IV yang
lebih dari 500 CC dalam 24 jam setelah bayi dan plasenta lahir (Rustam :
2000).
Perdarahan postpartum adalah perdarahan pervaginam 500 cc atau lebih
setelah kala III selesai (setelah plasenta lahir) (Wiknjosastro, 2000). Fase
dalam persalinan dimulai dari kala I yaitu serviks membuka kurang dari 4 cm
sampai penurunan kepala dimulai, kemudian kala II dimana serviks sudah
membuka lengkap sampai 10 cm atau kepala janin sudah tampak, kemudian
dilanjutkan dengan kala III persalinan yang dimulai dengan lahirnya bayi dan
berakhir dengan pengeluaran plasenta. Perdarahan postpartum terjadi setelah
kala III persalinan selesai (Saifuddin, 2002).
Perdarahan postpartum ada kalanya merupakan perdarahan yang hebat
dan menakutkan sehingga dalam waktu singkat wanita jatuh ke dalam syok,
ataupun merupakan perdarahan yang menetes perlahan-lahan tetapi terus
menerus dan ini juga berbahaya karena akhirnya jumlah perdarahan menjadi
banyak yang mengakibatkan wanita menjadi lemas dan juga jatuh dalam syok
(Mochtar, 1995).

2.12 ETIOLOGI PERDARAHAN POSTPARTUM


Banyak faktor yang dapat menyebabkan perdarahan post partum, antara
lain 4T (Tone dimished, Trauma, Tissue, Thrombin) :
1. Tone Dimished : Atonia uteri
Atonia uteri adalah suatu keadaan dimana uterus tidak mampu untuk
berkontraksi dengan baik dan mengecil sesudah janin keluar dari rahim.
Perdarahan postpartum secara fisiologis di kontrol oleh kontraksi serat -
serat myometrium terutama yang berada disekitar pembuluh darah yang
mensuplai darah pada tempat perlengketan plasenta. Atonia uteri terjadi
ketika myometrium tidak dapat berkontraksi. Pada perdarahan karena
atonia uteri, uterus membesar dan lembek pada palpusi. Atonia uteri juga
dapat timbul karena salah penanganan kala III persalinan, dengan memijat
uterus dan mendorongnya kebawah dalam usaha melahirkan plasenta,
sedang sebenarnya bukan terlepas dari uterus. Atonia uteri merupakan
penyebab utama perdarahan postpartum.
Beberapa hal yang dapat menyebabkan terjadinya atonia uteri :
 Manipulasi uterus yang berlebihan.
 General anestesi (pada persalinan dengan operasi ), Anestesi
yang dalam.
 Uterus yang teregang berlebihan.
 Kehamilan kembar.
 Fetal macrosomia ( berat janin antara 4500 - 5000 gram ).
 Polyhydramnion.
 Kehamilan lewat waktu, Partus lama.
 Grande multipara ( fibrosis otot-otot uterus ).
 Infeksi uterus (chorioamnionitis, endomyometritis,
septicemia).
 Plasenta previa, Solutio plasenta (Fransisca, 2012).

2. Tissue

 Retensio plasenta
 Sisa plasenta
 Plasenta acreta dan variasinya.

Apabila plasenta belum lahir setengah jam setelah janin lahir, hal
itu dinamakan retensio plasenta. Hal ini bisa disebabkan karena : plasenta
belum lepas dari dinding uterus atau plasenta sudah lepas akan tetapi
belum dilahirkan.

Jika plasenta belum lepas sama sekali, tidak terjadi perdarahan,


tapi apabila terlepas sebagian maka akan terjadi perdarahan yang
merupakan indikasi untuk mengeluarkannya. Plasenta belum lepas dari
dinding uterus karena :

 Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta


( plasenta adhesiva )
 Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vilis
komalis menembus desidva sampai miometrium - sampai
dibawah peritoneum ( plasenta akreta - perkreta )

Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi


belum keluar disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan
atau karena salah penanganan kala III. Sehingga terjadi lingkaran
konstriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya
plasenta ( inkarserasio plasenta ). Sisa plasenta yang tertinggal
merupakan penyebab 20 - 25 % dari kasus perdarahan postpartum.
(Fransisca, 2012).

2. Trauma
Sekitar 20% kasus perdarahan postpartum disebabkan oleh trauma jalan lahir
akibat :

1. Ruptur uterus
2. Inversi uterus
3. Perlukaan jalan lahir
4. Vaginal hematom

Ruptur spontan uterus jarang terjadi, faktor resiko yang bisa menyebabkan
antara lain grande multipara, malpresentasi, riwayat operasi uterus
sebelumnya, dan persalinan dengan induksi oxytosin. Repture uterus sering
terjadi akibat jaringan parut section secarea sebelumnya.
Laserasi dapat mengenai uterus, cervix, vagina, atau vulva, dan biasanya
terjadi karena persalinan secara operasi ataupun persalinan pervaginam
dengan bayi besar, terminasi kehamilan dengan vacum atau forcep, walaupun
begitu laserasi bisa terjadi pada sembarang persalinan.
Laserasi pembuluh darah dibawah mukosa vagina dan vulva akan
menyebabkan hematom, perdarahan akan tersamarkan dan dapat menjadi
berbahaya karena tidak akan terdeteksi selama beberapa jam dan bisa
menyebabkan terjadinya syok.
Episiotomi dapat menyebabkan perdarahan yang berlebihan jika mengenai
artery atau vena yang besar, jika episitomi luas, jika ada penundaan antara
episitomi dan persalinan, atau jika ada penundaan antara persalinan dan
perbaikan episitomi.
Perdarahan yang terus terjadi ( terutama merah menyala ) dan kontraksi
uterus baik akan mengarah pada perdarahan dari laserasi ataupun episitomi.
Ketika laserasi cervix atau vagina diketahui sebagai penyebab perdarahan
maka repair adalah solusi terbaik.
Pada inversion uteri bagian atas uterus memasuki kovum uteri, sehingga
tundus uteri sebelah dalam menonjol kedalam kavum uteri. Peristiwa ini
terjadi tiba-tiba dalam kala III atau segera setelah plasenta keluar.
Inversio uteri dapat dibagi :

 Fundus uteri menonjol kedalam kavum uteri tetapi belum


keluar dari ruang tersebut.
 Korpus uteri yang terbalik sudah masuk kedalam vagina.
 Uterus dengan vagina semuanya terbalik, untuk sebagian besar
terletak diluar vagina.

Tindakan yang dapat menyebabkan inversion uteri ialah perasat crede


pada korpus uteri yang tidak berkontraksi baik dan tarikan pada tali pusat
dengan plasenta yang belum lepas dari dinding uterus. Pada penderita dengan
syok perdarahan dan fundus uteri tidak ditemukan pada tempat yang lazim
pada kala III atau setelah persalinan selesai.
Pemeriksaan dalam dapat menunjukkan tumor yang lunak diatas
servix uteri atau dalam vagina. Kelainan tersebut dapat menyebabkan keadaan
gawat dengan angka kematian tinggi ( 15 - 70 % ). Reposisi secepat mungkin
memberi harapan yang terbaik untuk keselamatan penderita. (Fransisca, 2012)

3. Thrombin : Kelainan pembekuan darah

Gejala-gejala kelainan pembekuan darah bisa berupa penyakit keturunan


ataupun didapat, kelainan pembekuan darah bisa berupa :

1. Hipofibrinogenemia,
2. Trombocitopeni,
3. Idiopathic thrombocytopenic purpura,
4. HELLP syndrome ( hemolysis, elevated liver enzymes, and low
platelet count ),
5. Disseminated Intravaskuler Coagulation,
6. Dilutional coagulopathy bisa terjadi pada transfusi darah lebih dari 8
unit karena darah donor biasanya tidak fresh sehingga komponen
fibrin dan trombosit sudah rusak. (Fransisca, 2012)

2.13 KLASIFIKASI PERDARAHAN POSTPARTUM


Klasifikasi klinis perdarahan postpartum yaitu (Manuaba, 2008) :
1. Perdarahan Postpartum Primer yaitu perdarahan postpartum yang terjadi
dalam 24 jam pertama kelahiran setelah bayi lahir dengan jumlah 500 cc
atau lebih. Penyebab utama perdarahan postpartum primer adalah atonia
uteri, retensio plasenta, sisa plasenta, robekan jalan lahir dan inversio
uteri.
2. Perdarahan Postpartum Sekunder yaitu perdarahan postpartum yang
terjadi setelah 24 jam pertama kelahiran dengan 6 minggu setelah
kelahiran bayi, dengan jumlah 500cc atau lebih.
2.14 PATOFISIOLOGI PRDARAHAN POSTPARTUM
Pada dasarnya perdarahan terjadi karena pembuluh darah didalam uterus
masih terbuka. Pelepasan plasenta memutuskan pembuluh darah dalam
stratum spongiosum sehingga sinus - sinus maternalis ditempat insersinya
plasenta terbuka.
Pada waktu uterus berkontraksi, pembuluh darah yang terbuka tersebut
akan menutup, kemudian pembuluh darah tersumbat oleh bekuan darah
sehingga perdarahan akan terhenti. Adanya gangguan retraksi dan kontraksi
otot uterus, akan menghambat penutupan pembuluh darah dan menyebabkan
perdarahan yang banyak. Keadaan demikian menjadi faktor utama penyebab
perdarahan paska persalinan. Perlukaan yang luas akan menambah perdarahan
seperti robekan servix, vagina dan perinium.
Dalam persalinan pembuluh darah yang ada di uterus melebar untuk
meningkatkan sirkulasi ke sana, atonia uteri dan subinvolusi uterus
menyebabkan kontraksi uterus menurun sehingga pembuluh darah yang
melebar tadi tidak menutup sempura sehingga terjadi per darahan terus
menerus. Trauma jalan terakhir seperti epiostomi yang lebar, laserasi
perineum, dan rupture uteri juga menyebabkan perdarahan karena terbukanya
pembuluh darah, penyakit darah pada ibu; misalnya afibrinogemia atau
hipofibrinogemia karena tidak ada kurangnya fibrin untuk membantu proses
pembekuan darah juga merupakan penyabab dari perdarahan dari postpartum.
Perdarahan yang sulit dihentikan bisa mendorong pada keadaan shock
hemoragik.
Lepasnya plasenta tidak terjadi bersamaan sehingga sebagian masih
melekat pada tempat implementasinya yang akan menyebabkan terganggunya
retraksi dan kontraksi otot uterus, sehingga sebagian pembuluh darah terbuka
serta menimbulkan perdarahan. Perdarahan placenta rest dapat diterangkan
dalam mekanisme yang sama dimana akan terjadi gangguan pembentukan
thrombus di ujung pembuluh darah, sehingga menghambat terjadinya
perdarahan. Pemebentukan epitel akan terganggu sehingga akan menimbulkan
perdarahan berkepanjangan. (I.B.G Manuaba, 2007).

2.15 FAKTOR RESIKO PERDARAHAN POSTPARTUM


Riwayat hemorraghe postpartum pada persalinan sebelumnya merupakan
faktor resiko paling besar untuk terjadinya perdarahan postpartum sehingga
segala upaya harus dilakukan untuk menentukan keparahan dan penyebabnya.
Beberapa faktor lain yang perlu kita ketahui karena dapat menyebabkan
terjadinya perdarahan postpartum :
1. Grande multipara
2. Perpanjangan persalinan
3. Chorioamnionitis
4. Hipertensi
5. Kehamilan multiple
6. Injeksi Magnesium sulfat
7. Perpanjangan pemberian oxytocin (Fransisca, 2012)

2.16 MANIFESTASI KLINIK PERDARAHAN POST PARTUM


1. Tanda - tanda perdarahan post partum secara umum :
 Perdarahan postpartum dapat berupa perdarahan yang hebat dan
menakutkan sehingga dalam waktu singkat ibu dapat jatuh kedalam
keadaan syok. Atau dapat berupa perdarahan yang merembes perlahan
- lahan tapi terjadi terus menerus sehingga akhirnya menjadi banyak
dan menyebabkan ibu lemas ataupun jatuh kedalam syok.
 Pasien mengeluh lemah, limbung, berkeringat dingin, menggigil
 Pada perdarahan melebihi 20% volume total, timbul gejala penurunan
tekanan darah (sistolik <90 mmHg) nadi (>100x / menit) dan napas
cepat, pucat (Hb <8%), extremitas dingin, sampai terjadi syok (Ambar,
2010).
Gejala Klinis berdasarkan penyebab:
1. Atonia Uteri
Gejala yang selalu ada : Uterus tidak berkontraksi dan lembek
dan perdarahan segera setelah anak lahir (perdarahan postpartum
primer).
Gejala yang kadang-kadang timbul : Syok (tekanan darah
rendah, denyut nadi cepat dan kecil, ekstremitas dingin, gelisah,
mual dan lain-lain)
2. Robekan jalan lahir
Gejala yang selalu ada : perdarahan segera, darah segar mengalir
segera setelah bayi lahir, kontraksi uteru baik, plasenta baik.
Gejala yang kadang - kadang timbul : pucat, lemah, menggigil.

3. Retensio plasenta
Gejala yang selalu ada : plasenta belum lahir setelah 30 menit,
perdarahan segera, kontraksi uterus baik.
Gejala yang kadang - kadang timbul : tali pusat putus akibat
traksi berlebihan, inversi uteri akibat tarikan, perdarahan lanjutan
4. Tertinggalnya plasenta (sisa plasenta)
Gejala yang selalu ada : plasenta atau sebagian selaput
(mengandung pembuluh darah) tidak lengkap dan perdarahan
segera
Gejala yang kadang - kadang timbul : Uterus berkontraksi baik
tetapi tinggi fundus tidak berkurang.
5. Inversio uterus
Gejala yang selalu ada : uterus tidak teraba, lumen vagina terisi
massa, tampak tali pusat (jika plasenta belum lahir), perdarahan
segera, dan nyeri sedikit atau berat.
Gejala yang kadang-kadang timbul : Syok neurogenik dan pucat
(I.B.G Manuaba, 2007)

2.17 PENATALAKSANAAN PERDARAHAN POST PARTUM


1. Penatalaksanaan Medis
Terapi Medis yang dapat digunakan
 Methergine 0,2 mg peroral setiap 4 jam sebanyak 6 dosis. Dukung
dengan analgesik bila terjadi kram.
 Pitocin 10 - 20 unit dalam 1000 cc cairan IV
 Methergine 0,2 mg IM bila tidak ada riwayat hipertensi
 Prostin supositoria pervagina, uterus atau rectum
 Bila perdarahan terus berlanjut beri Hernabate 1 ampul per IM
setiap 5 menit sebanyak tiga kali. Berikan dosis pertama 10 menit
setelah pemberian Prostin (Geri Morgan, 2009).
2. Penatalaksanaan Keperawatan Penunjang Medis
 Tekan bagian segmen uterus bagian bawah dan keluarkan bekuan
darah
 Periksa konsistensi uterus
1. Bila terjadi atonia, pijat uterus
2. Bila tidak ada respon, lakukan kompresi bimanual
3. Berikan oksitoksik dan atau ergot, seperti berikut :
 Pitocin 10 - 20 unit dalam 1000 cc cairan IV
 Methergine 0,2 mg IM bila tidak ada riwayat hipertensi
 Prostin supositoria pervagina, uterus, atau rectum
 Bila perdarahan uterus berlanjut berikan Hernabate 1
ampul per IM setiap 5 menit sebanyak tiga kali. Beri
dosis pertama 10 menit setelah pemberian prostin.
4. Lanjutkan kompresi bimanual
5. Pantau TTV dan tanda syok
 Bila uterus terus berkontraksi dan perdarahan terus berlanjut,
perhatikan apakah ada laserasi.
1. Bila laserasi vagina atau perineum derajat pertama atau kedua,
segera perbaiki
2. Bila laserasi serviks atau laserasi vagina atau laserasi perineum
derajat tiga atau empat: jepit perdarahan dan lakukan perbaikan
bila terjadi hemostasis
 Bila terjadi tanda - tanda syok:
1. Berikan infuse RL dengan cepat
2. Baringkan pasien dengan kaki sedikit dinaikkan
3. Berikan oksigen melalui masker
4. Jaga pasien agar tetap hangat, beri selimut
5. Pantau tanda - tanda vital
 Pada kasus yang ekstrem, pertimbanngkan untuk melakukan hal-hal
berikut:

1. Injeksi oksitosin secara langsung ke uterus dengan trompet


lowa
2. Lakukan kompresi aorta
3. Lakukan histerektomi atau D&C bila diperlukan
 Penatalaksanaan tindak lanjut
Lakukan uji hemotokrit :
1. Saat 12 jam setelah pelahiran
2. Saat 24 jam sesudah pelahiran
3. Pertimbangkan pemberian suplemen zat besi ( Geri Morgan,
2009).
2.18 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK PERDARAHAN POSTPARTUM
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain:
1. Biakan dan uji sensitivitas (pada luka, drainase atau urine)
digunakan untuk mendiagnosis infeksi
2. Venografi adalah metode yang paling akurat untuk
mendiagnosis thrombosis vena profunda
3. Ultrasonografi Doppler real-time dan Ultrasonografi Doppler
berwarna adalah metode diagnostik untuk mendiagnosis adanya
tromboflebitis dan thrombosis.
4. Urinalisis : Memastikan kerusakan kandung kemih
5. Profil koagulasi : Peningkatan degeradasi kadar produk fibrin/
produk spilit fibrin (SDP/FSP)
6. Sonografi : Menentukan adanya jaringan plasenta yang
tertahan. ( Barbara R. Stright, 2004)

2.19 PENCEGAHAN PERDARAHAN POSTPARTUM


Klasifikasi kehamilan risiko rendah dan risiko tinggi akan memudahkan
penyelenggaraan pelayanan kesehatan untuk menata strategi pelayanan ibu
hamil saat perawatan antenatal dan melahirkan. Akan tetapi, pada saat proses
persalinan, semua kehamilan mempunyai risiko untuk terjadinya patologi
persalinan, salah satunya adalah PPP (Prawirohardjo, 2010).
Pencegahan PPP dapat dilakukan dengan manajemen aktif kala III.
Manajemen aktif kala III adalah kombinasi dari pemberian uterotonika segera
setelah bayi lahir, peregangan tali pusat terkendali, dan melahirkan plasenta.
Setiap komponen dalam manajemen aktif kala III mempunyai peran dalam
pencegahan perdarahan postpartum (Edhi, 2013).
Semua wanita melahirkan harus diberikan uterotonika selama kala III
persalinan untuk mencegah perdarahan postpartum. Oksitosin ( IM/IV 10 IU )
direkomendasikan sebagai uterotonika pilihan. Uterotonika injeksi lainnya
dan misoprostol direkomendasikan sebagai alternatif untuk pencegahan
perdarahan postpartum ketika oksitosin tidak tersedia. Peregangan tali pusat
terkendali harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang terlatih dalam
menangani persalinan. Penarikan tali pusat lebih awal yaitu kurang dari satu
menit setelah bayi lahir tidak disarankan (WHO, 2012).

2.20 KOMPLIKASI PERDARAHAN POSTPARTUM


Komplikasi perdarahan postpartum adalah
1. Anemia yang dapat memperlemah kondisi klien, menurunkan daya tahan
dan menjadi faktor predisposisi terjadinya infeksi nifas.
2. Kematian akibat kehilangan darah yang tidak dapat ditangani. (Harry
Oxorn, 2010)
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 ASUHAN KEPERAWATAN PERDERAHAN POSTPARTUM

1. Pengkajian

Identitas klien : Sering terjadi pada ibu usia dibawah 20 tahun dan diatas 35
tahun

2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama

Keluhan utama yang sering didapatkan dari klien dengan perdarahan


post partum adalah perdarahan dari jalan lahir, badan lemah, limbung,
keluar keringat dingin, kesulitan nafas, pusing, pandangan berkunang-
kunang.
b. Riwayat kehamilan dan persalinan

Riwayat hipertensi dalam kehamilan, preeklamsi / eklamsia, bayi


besar, gamelli, hidroamnion, grandmulti gravida, primimuda, anemia,
perdarahan saat hamil. Persalinan dengan tindakan, robekan jalan
lahir, partus precipitatus, partus lama/kasep, chorioamnionitis, induksi
persalinan, manipulasi kala II dan III. (Reza Syahbandi, 2013)

c. Riwayat kesehatan :
 Riwayat kesehatan dahulu

Dikaji untuk mengrtahui apakah seorang ibu perah menderita


penyakit yang lain yang menyertai dan bisa memperburuk
keadaan atau mempersulit penyambuhan. Seperti penyakit
diabetus mellitus dan jantung (hipertensi)

 Riwayat kesehatan keluarga

Meliputi penyakit yang diderita pasien dan apakah keluarga


pasien ada yang mempunyai riwayat yang sama

3. Pengkajian Fisik
a. Tanda-tanda vital
 Tekanan darah : Normal/turun ( kurang dari 90-100 mmHg)
 Nadi : Normal/meningkat ( 100-120 x/menit)
 Pernafasan : Normal/ meningkat ( 28-34x/menit )
 Suhu : Normal/ meningkatn
 Kesadaran : Normal / turun (Barbara R.Stright, 2004)
b. Inspeksi
 Inspeksi perineum apakah ada memar, bengkak, dan
karakteristik episiotomi
 Kaji karakter lokia, yakni warna, bau dan jumlah
 Pervaginam: keluar darah, robekan
 Inspeksi kaki apakah ada edema atau goresan merah
 Inspeksi payudara adakah area kemerahan
 Inspeksi putting susu apakah ada pecah-pecah, memepuh dan
perdarahan( Barbara R. Stright, 2004)
c. Palpasi
 Palpasi apakah uterus lembek, lokasi dan nyeri tekan
 Palpasi adakah nyeri tekan, hangat, benjolan, dan nyeri pada
kaki
 Palpasi payudara untuk memeriksa bengkak, benjolan dan
nyeri tekan
 Kulit apakah dingin, berkeringat, kering, hangat, pucat,
capilary refil memanjang
 Kandung kemih : distensi, produksi urin menurun/berkurang
( Barbara R. Stright, 2004)
d. Pola pengkajian keluarga
 Aktivitas istirahat : Insomia mungkin teramat.
 Sirkulasi : kehilangan darah selama proses post portum
 Integritas ego : Peka rangsang, takut atau menangis sering
terlihat kira-kira 3hari setelah melahirkan “post portum blues”
 Eliminasi : BAK tidak teratur sampai hari ke 2dan ke 5
 Makan dan cairan : Kehilangan nafsu makan mungkin
dikeluhkan kira-kira sampai hari ke 5
 Persepsi sensori: Tidak ada gerakan dan sensori
 Nyeri dan ketidaknyamanan: Nyeri tekan payudara dan
pembesaran dapat terjadi diantara hari ke 3 sampai hari ke 5
post partum
 Seksualitas:
 Uterus diatas umbilikus pada 12 jam setelah kelahiran
menurun satu jari setiap harinya
 Lochea rubra berlanjut sampai hari ke 2
 Payudara produksi kolostrum 24 jam pertama
 Pengkajian Psikologis
 Apakah pasien dalam keadaan stabil
 Apakah pasien biasanya cemas sebelum persalinan dan
masa penyembuhan
4. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain :

a. Biakan dan uji sensitivitas (pada luka, drainase atau urine) digunakan
untuk mendiagnosis infeksi
b. Venografi adalah metode yang paling akurat untuk mendiagnosis
thrombosis vena profunda
c. Ultrasonografi Doppler real-time dan Ultrasonografi Doppler
berwarna adalah metode diagnostik untuk mendiagnosis adanya
tromboflebitis dan thrombosis.
d. Urinalisis : Memastikan kerusakan kandung kemih
e. Profil koagulasi : Peningkatan degeradasi kadar produk fibrin/ produk
spilit fibrin (SDP/FSP)
f. Sonografi : Menentukan adanya jaringan plasenta yang tertahan.
( Barbara R. Stright, 2004)

B. Diagnosa Keperawatan
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan pervaginam
2. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan perdarahan pervaginam
3. Nyeri berhubungan dengan terputusnya inkontinuitas jaringan
4. Ansietas berhubungan dengan perubahan keadaan dan ancaman kematian
5. Resiko infeksi berhubungan dengan perdarahan dan prosedur yang kurang
steril
6. Resiko syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan

C. Rencana Keperawatan

1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan pervaginam

Tujuan: Mencegah disfungsional bleeding dan memperbaiki volume cairan


Rencana tindakan :

a. Tidurkan pasien dengan posisi kaki lebih tinggi sedangkan badannya


tetap terlentang

R/: Dengan kaki lebih tinggi akan meningkatkan venous return dan
memungkinkan darah keotak dan organ lain.

b. Monitor tanda vital

R/: Perubahan tanda vital terjadi bila perdarahan semakin hebat

c. Monitor intake dan output setiap 5-10 menit

R/: Perubahan output merupakan tanda adanya gangguan fungsi ginjal

d. Evaluasi kandung kencing

R/: Kandung kencing yang penuh menghalangi kontraksi uterus

e. Lakukan masage uterus dengan satu tangan serta tangan lainnya


diletakan diatas simpisis

R/: Massage uterus merangsang kontraksi uterus dan membantu


pelepasan placenta, satu tangan diatas simpisis mencegah terjadinya
inversio uteri

f. Batasi pemeriksaan vagina dan rectum


R/: Trauma yang terjadi pada daerah vagina serta rektum
meningkatkan terjadinya perdarahan yang lebih hebat, bila terjadi
laserasi pada serviks / perineum atau terdapat hematom

g. Bila tekanan darah semakin turun, denyut nadi makin lemah, kecil dan
cepat, pasien merasa mengantuk, perdarahan semakin hebat, segera
kolaborasi. Berikan infus atau cairan intravena

R/: Cairan intravena mencegah terjadinya shock

h. Berikan uterotonika ( bila perdarahan karena atonia uteri )

R/: Uterotonika merangsang kontraksi uterus dan mengontrol


perdarahan

i. Berikan antibiotic

R/: Antibiotik mencegah infeksi yang mungkin terjadi karena


perdarahan pada subinvolusio

j. Berikan transfusi whole blood ( bila perlu )

R/: Whole blood membantu menormalkan volume cairan tubuh.

2. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan perdarahan pervaginam

Tujuan : Tanda vital dan gas darah dalam batas normal


Rencana keperawatan :

a. Monitor tanda vital tiap 5-10 menit

R/: Perubahan perfusi jaringan menimbulkan perubahan pada tanda


vital

b. Catat perubahan warna kuku, mukosa bibir, gusi dan lidah, suhu kulit

R/: Dengan vasokontriksi dan hubungan keorgan vital, sirkulasi di


jaingan perifer berkurang sehingga menimbulkan cyanosis dan suhu
kulit yang dingin

c. Kaji ada / tidak adanya produksi ASI

R/: Perfusi yang jelek menghambat produksi prolaktin dimana


diperlukan dalam produksi ASI
d. Tindakan kolaborasi :
 Monitor kadar gas darah dan PH ( perubahan kadar gas darah
dan PH merupakan tanda hipoksia jaringan )
 Berikan terapi oksigen (Oksigen diperlukan untuk
memaksimalkan transportasi sirkulasi jaringan)
3. Nyeri berhubungan dengan terputusnya inkontinuitas jaringan

Tujuan: skala nyeripada pasien berkurang


Rencana Tindakan :

a. Pertahankan tirah baring selama fase akut

R/: meminimalkan stimulasi dan mengurangi intensitas nyeri

b. Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam atau teknik distraksi

R/: untuk mengurangi intensitas nyeri

c. Hindar atau minimalkan aktivitas yang berat

R/: Aktivitas berat dapat memperparah kondisi dan menyebabkan


nyeri bertambah

d. Kolaborasi dengan pemberian analgetik

R/: Menurunkan atau mengontrol nyeri dan menurunkan rangsang


sistem saraf simpatis

4. Ansietas berhubungan dengan perubahan keadaan dan ancaman kematian

Tujuan: Klien dapat mengungkapkan secara verbal rasa cemasnya dan


mengatakan perasaan cemas berkurang atau hilang.
Rencana tindakan :

a. Kaji respon psikologis klien terhadap perdarahan paska persalinan

R/: Persepsi klien mempengaruhi intensitas cemasnya

b. Kaji respon fisiologis klien ( takikardia, takipnea, gemetar )

R/: Perubahan tanda vital menimbulkan perubahan pada respon


fisiologis

c. Perlakukan pasien secara kalem, empati, serta sikap mendukung


R/: Memberikan dukungan emosi

d. Berikan informasi tentang perawatan dan pengobatan

R/: Informasi yang akurat dapat mengurangi cemas dan takut yang
tidak diketahui

e. Bantu klien mengidentifikasi rasa cemasnya

R/: Ungkapan perasaan dapat mengurangi cemas

f. Kaji mekanisme koping yang digunakan klien

R/: Cemas yang berkepanjangan dapat dicegah dengan mekanisme


koping yang tepat.

5. Resiko infeksi berhubungan dengan perdarahan dan prosedur yang kurang


steril

Tujuan: Tidak terjadi infeksi ( lokea tidak berbau dan TV dalam batas
normal )
Rencana tindakan :

a. Catat perubahan tanda vital

R/: Perubahan tanda vital ( suhu ) merupakan indikasi terjadinya


infeksi

b. Catat adanya tanda lemas, kedinginan, anoreksia, kontraksi uterus


yang lembek, dan nyeri panggul

R/: Tanda-tanda tersebut merupakan indikasi terjadinya bakterimia,


shock yang tidak terdeteksi

c. Monitor involusi uterus dan pengeluaran lochea

R/: Infeksi uterus menghambat involusi dan terjadi pengeluaran lokea


yang berkepanjangan

d. Perhatikan kemungkinan infeksi di tempat lain, misalnya infeksi


saluran nafas, mastitis dan saluran kencing

R/: Infeksi di tempat lain memperburuk keadaan


e. Tindakan kolaborasi
 Berikan zat besi ( Anemi memperberat keadaan )
 Beri antibiotika ( Pemberian antibiotika yang tepat diperlukan
untuk keadaan infeksi ).
6. Resiko syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan

Tujuan : tidak terjadi syok dan kondisi klien dalam batas normal
Rencana keperawatan :

a. Monitor tanda vital tiap 5-10 menit

R/: Perubahan perfusi jaringan menimbulkan perubahan pada tanda


vital

b. Catat perubahan warna kuku, mukosa bibir, gusi dan lidah, suhu kulit

R/: Dengan vasokontriksi dan hubungan keorgan vital, sirkulasi di


jaingan perifer berkurang sehingga menimbulkan cyanosis dan suhu
kulit yang dingin

c. Berikan transfusi whole blood ( bila perlu )

R/: Whole blood membantu menormalkan volume cairan tubuh.

D. Evaluasi Tindakan
Semua tindakan yang dilakukan diharapkan memberikan hasil :

1. Tanda vital dalam batas normal :


a. Tekanan darah : 110/70-120/80 mmHg
b. Denyut nadi : 70-80 x/menit
c. Pernafasan : 20 – 24 x/menit
d. Suhu : 36 – 37 Celcius
2. Kadar Hb : Lebih atau sama dengan 10 g/dl
3. Gas darah dalam batas normal
4. Klien dan keluarganya mengekspresikan bahwa dia mengerti tentang
komplikasi dan pengobatan yang dilakukan
5. Klien dan keluarganya menunjukkan kemampuannya dalam mengungkapkan
perasaan psikologis dan emosinya
6. Klien dapat melakukan aktifitasnya sehari-hari
7. Klien tidak merasa nyeri
8. Klien dapat mengungkapkan secara verbal perasaan cemasnya (Reza
Syahbandi, 2013)
3.2 ASUHAN KEPERAWATAN DEPRESI POSTPARTUM
PENGUMPULAN DATA (PENGKAJIAN)
1.      SUBJEKTIF
A.    Biodata atau identitas klien dan suami
  Nama
Perlu ditanyakan agar tidak keliru bila ada kesamaan nama dengan klien
  Umur
Perlu ditanyakan untuk mengetahui pengaruh umur terhadap permasalahan
kesehatan pasien/klien. Dalam kurun waktu reproduksi sehat, dikenal bahwa usia
aman untuk kehamilan dan persalinan adalah 20-30 tahun
  Alamat
Ditanyakan untuk maksud mempermudah hubungan bila diperlukan bila keadaan
mendesak. Dengan diketahuinya alamat tersebut, bidan dapat mengetahui tempat
tinggal pasien/klien dan lingkungannya. Dengan tujuan untuk memudahkan
menghubungi keluarganya, menjaga kemungkinan bila ada nama ibu yang sama,
untuk dijadikan petunjuk saat kunjungan rumah.
  Pekerjaan
Ditanyakan untuk mengetahui kemungkinan pengaruh pekerjaan terhadap
permasalahan kesehatan pasien/klien. Dengan mengetahui pekerjaan pasien/klien,
bidan dapat mengetahui bagaimana taraf hidup dan sosial ekonominya agar nasehat
bidan sesuai.
  Agama
Ditanyakan untuk mengetahui kemungkinan pengaruhnya terhadap kebiasaan
kesehatan pasien/klien. Dengan diketahuinya agama pasien/klien, akan
memudahkan bidan melakukan pendekatan di dalam melaksanakan asuhan
kebidanan.
  Pendidikan
Ditanyakan untuk mengetahui tingkat intelektualnya. Tingkat pendidikan
mempengaruhi sikap perilaku kesehatan seseorang.
  Suku/Ras
Ditanyakan untuk mengetahui kemungkinan pengaruhnya terhadap kebiasaan
kesehatan pasien/klien. Dengan diketahuinya suku/ras pasien/klien, akan
memudahkan bidan melakukan pendekatan di dalam melaksanakan asuhan
kebidanan.
B.     Riwayat pasien
  Keluhan utama
Ditanyakan untuk mengetahui perihal yang mendorong pasien/klien datang kepada
bidan. Untuk mengetahui keluhan utama tersebut pertanyaan yang diajukan oleh
bidan adalah sebagai berikut: “Apa yang ibu rasakan.
Setelah pasien menjawab pertanyaan yang diajukan diatas maka pertanyaan
selanjutnya adalah sebagai berikut :
         Sejak kapan timbulnya gangguan dirasakan?

         Ceritakan secara kronologis timbulnya gangguan tersebut?

         Apakah gangguan tersebut hilang timbul? Bagaimana frekuensinya?

         Dimana letak rasa sakit yang dirasakan? Bagaimana intensitas dan tingkat

perawatannya?
         Apakah ada keluhan lain?

         Apakah gangguan tersebutmenghalangi kegiatan sehari-hari?

         Apa yang telah dilakukan untuk mengatasi gangguan kesehatan tersebut?

Apakah efektif?
  Riwayat persalinan
Mencakup jarak antara dua kelahiran, tempat melahirkan, lamanya melahirkan, cara
melahirkan. Dengan mengetahui riwayat persalinan, melihat kemungkinan yang
dapat terjadi pada ibu hamil saat persalinan sekarang dan mengupayakan
pencegahannya dan penanggulangannya.  Jika persalinan dahulu terdapat penyulit
seperti perdarahan, sectio saesaria, solusio plasenta, plasenta previa kemungkinan
dapat terjadi atau timbul pada persalinan sekarang.
  Riwayat nifas
Untuk mengetahui adakah penyakit atau kelainan pada masa nifas yang lalu
(perdarahan, feloris)
C.    Riwayat kelahiran anak
  Berat bayi sewaktu Lahir
Untuk mengetahui kondisi bayi apakah sehat atau mengalami trauma lahir dimana
hal ini terjadi karena trauma pada bayi akibat tekanan mekanik (seperti kompresi
dan traksi) selama preses persalianan.Kejadian ini terjadi pada berat badan bayi
lebih dari 4.500 gram.
  Kelainan Bawaan Bayi
Untuk dapat segera melakukan tindakan preventif pada bayi agar tidak
memperparah kondisi.
  Jenis Kelamin Bayi
Untuk mengetahui jenis kelamin bayi sebagai dokumentasi.
         Status Bayi yang Dilahirkan: hidup atau mati
         Bila bayi hidup, bagaimana keadaannya sekarang,
         Bila meninggal, apa penyebab kematiannya
D.    Keadaan sosial budaya
Untuk mengetahui keadaan psikososial pasien atau klien perlu ditanyakan antara
lain :
         Jumlah anggota keluarga
         Dukungan materiil dan moril yang didapat dari keluarga.
         Kebiasaan-kebiasaan yang menguntungkan kesehatan.
         Kebiasaan yang merugikan kesehatan
E.     Riwayat psikologis
Perlu ditanyakan untuk mengetahui bagaimana keadaan psikologis ibu sebelum
hamil. apakah pernah mengalami riwayat penyakit gangguan jiwa dan kemungkinan
juga sebelumnya ibu pernah mengalami depresi,stress dan trauma sebelumnya.
2.      OBJEKTIF
Untuk mengetahui keadaan setiap bagian tubuh dan pengaruhnya terhadap
kehamilan untuk diupayakan pencegahan dan penanggulangannya.
A.    Pemeriksaan Keadaan Umum
  Pengukuran tanda tanda vital
Meliputi pemeriksaan tekanan darah,nadi,suhu dan pernafasan.ibu dengan
gangguan jiwa didapatkan tekanan darah,suhu,nadi dan pernafasan melebihi dari
normal.
B.     Pemeriksaan khusus
  Secara inspeksi
Yaitu pemeriksaan pandang yang di mulai dari kepala sampai kaki.yang di nilai
adalah kemungkinan bentuk tubuh yang normal, kebersihan kulit, rambut, muka,
konjungtiva, sclera, hidung dan telinga, mulut apakah ada karies stomatitis, karang
gigi, leher apakah ada pembesaran kelenjer gondok, payu dara apakah simetris kiri
dan kanan, keadaan putting susu menonjol atau tidak, colostrums ada atau tidak,
perut membesar sesuai dengan tua kehamilan, apakah ada bekas luka operasi, vulva
apakah bersih, ada varises atau tidak, oedema dan pengeluaran dari vagina. Anus
apakah ada hemoroid, extremitas atas dan bawah apakah ada kelainan.
  Pemeriksaan penunjang
         Dilakukan pemeriksaan Hb.
         Tes kejiwaan dengan cara berkolaborasi dengan dokter spesialis
kebidanan,psikiater dan psikologi.
INTERPRETASI DATA DASAR
Pada langkah ini, bidan menganalisa data dasar yang diperoleh pada langkah
pertama, menginterpretasikannya secara akurat dan logis, sehingga dapat
merumuskan diagnose atau masalah kebidanan.
Di dalam diagnosa unsur – unsur berikut perlu dicantumkan yaitu:
  Keadaan Pasien (ibu)
Keadaan pasien dicantumkan untuk membantu merumuskan masalah (diagnosa).
  Masalah Utama dan Penyebabnya
Masalah dirumuskan bila bidan menemukan kesenjangan yang terjadi pada respon
ibu terhadap kelahiran bayi. Tujuan mengetahui masalah utama dan penyebab
adalah melakukan pengkajian lebih lanjut untuk diberikan intervensi khusus, baik
berupa dukungan/penjelasan/tindakan/follow up/rujukan.Masalah Utama dan
Penyebabnya.
  Gangguan aktifitas
Dasar : ketidakmampuan melakukan aktifitas normal
  Gangguan rasa nyaman
Dasar : perubahan pola istirahat.
  Gangguan makanan dan cairan
Dasar : Ibu mengalami penurunan nafsu makan
  Kebutuhan
KIE pada ibu tentang tanda-tanda penyakit jiwa

MENGANTISIPASI MASALAH (IDENTIFIKASI)


Langkah ini merupakan langkah antisipasi, sehingga dalam melakukan asuhan
kebidanan, bidan dituntut untuk mengantisipasi permasalahan yang akan timbul
dari kondisi yang sudah ada/sudah terjadi.
MENETAPKAN KEBUTUHAN (TINDAKAN SEGERA)
Pada tahap ini bidan mengidentifiksi perlunya tindakan segera, baik
tindakan intervensi, tindakan konsultasi, kolaborasi dengan dokter atau rujukan
berdasarkan kondisi klien.Langkah keempat mencerminkan kesinambungan dari
proses penatalaksanaan kebidanan dalam kondisi emergensi, berdasarkan hasil
analisa data bahwa klien membutuhkan tindakan segera untuk menyelamatkan ibu
dan bayinya.
MENYUSUN RENCANA TINDAKAN
Tujuan di dalam rencana kegiatan ini adalah untuk menunjukkan perbaikan-
perbaikan yang diharapkan.
PELAKSANAAN TINDAKAN
Merupakan tindakan pelaksanaan dari rencana tindakan yang akan
diberikan pada pasien agar mendapatkan asuhan yang komperhensif.
EVALUASI
Merupakan penilaian ulang yang dilakukan oleh bidan yang berguna untuk
menentukan sejauh mana hasil pelaksanaan yang telah dilakukan terhadap pasien
sehingga asuhan yang diberikan efektif.

DAFTAR PUSTAKA

7. Budi Santosa. Panduan Diagnosa Keperawatan – Nanda 2005-2006. Prima


Medika : Jakarta
8. Johnson, Marion,dkk. Nursing Outcome Classification (NOC). St. Louis,
Missouri: Mosby Yearbook,Inc.
9. Mc. Closkey, Joanne. 1996. Nursing Intervention Classsification (NIC). St. Louis,
Missouri: Mosby Yearbook,Inc.
10. Nursalam, 2001, Proses & Dokumentasi Keperawatan: Konsep dan Praktek,
Salemba Medika, Jakarta.
11. Budi Santosa. Panduan Diagnosa Keperawatan – Nanda 2005-2006. Prima
Medika : Jakarta
12. Reece, EA. And Hobbins, JC. Clinical Obstetrics The Fetus and Mother. 3 rd ed.
Blackwell Publishing. Massachussetts. USA. 2007. p. 1022 – 6
13. Cockburn J. and Pawson, ME. (eds). Psychological Challenges in Obstetrics and
Gynecology The Clinical Management. Springer-Verlag. London. 2007. p. 141 –
56

Anda mungkin juga menyukai