Anda di halaman 1dari 12

NAMA : MUSLIANI

NIM : A031171033
RMK AUDIT BAB 8 TENTANG MATERIALITAS,RISIKO AUDIT,& STRATEGI
AUDIT AWAL
A. MATERIALITAS
1. Konsep Materialitas
Financial Accounting Standard Board (FASB) mendefinisikan materialitas sebagai :
“Besarnya suatu penghapusan atau salah saji informasi keuangan yang, dengan
memperhitungkan situasinya, menyebabkan pertimbangan yang dilakukan oleh orang
yang mengandalkan pada informasi  tersebut akan berubah atau terpengaruh oleh
penghapusan atau salah saji tersebut.”
Definisi diatas mengharuskan auditor untuk mempertimbangkan keadaan-keadaan yang
berhubung dengan satuan usaha (perusahaan klien), dan informasi yang diperlukan oleh mereka
yang akan mengandalkan pada laporan keuangan yang telah diaudit. Karena tanggung jawab
menentukan apakah laporan keuangan salah saji secara material, auditor harus, berdasarkan
temuan salah saji yang material, menyampaikan hal itu kepada klien sehingga bisa dilakukan
tindakan koreksi.
Konsep materialitas mengakui bahwa beberapa hal, baik secara individual atau
keseluruha, adalah penting bagi kewajaran penyajian laporan keuangan sesuai dengan prinsip
prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Sedangkan beberapa hal lainnya adalah tidak
penting. Auditor mengikuti lima langkah yang saling terkait erat dalam menerapkan materialitas.
Langkah-Langkah Dalam Menerapkan Materialistas:
a. Merencanakan luas pengujian
Langkah 1 : Menetapkan pertimbangan pendahuluan tentang materialitas
Langkah 2 : Mengalokasikan pertimbangan pendahuluan tentang materialitas segmen-
segmen
b. Mengevaluasi hasil-hasil
Langkah 3 : Mengestimasi total salah saji dalam segmen
Langkah 4 : Memperkirakan salah saji gabungan
Langkah 5: Membandingkan salah saji gabungan dengan pertimbangan pendahuluan atau
yang direvisi  tetentang materialitas.
Laporan keuangan mengandung salah saji material apabila laporan keuangan tersebut
mengandung salah saji yang dampaknya, secara individual atau keseluruhan, cukup signifikan
sehingga dapat mengakibatkan laporan keuangan tidak disajikan secara wajar, dalam semua hal
yang material, sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.Salah saji dapat
terjadi sebagai akibat dari kekeliruan atau kecurangan.
2. Konsep Materialitas Penting dalam Audit atas Laporan Keuangan
Dalam audit atas laporan keuangan, auditor tidak dapat memberikan jaminan bagi klien
atau pemakai laporan keuangan yang lain, bahwa laporan keuangan auditan adalah akurat karena
auditor yang bersangkutan tidak memeriksa setiap transaksi yang terjadi dalam tahun yang
diaudit dan tidak dapat menentukan apakah semua transaksi yang terjadi telah dicatat, diringkas,
digolongkan, dan dikompilasi secara semestinya ke dalam laporan keuangan. Oleh karena itu,
dalam audit atas laporan keuangan, auditor memberikan keyakinan (assurance) sebagai berikut:
a. Auditor dapat memberikan keyakinan bahwa jumlah-jumlah yang disajikan dalam
laporan keuangan beserta pengungkapannya telah dicatat, diringkas, digolongkan,
dan dikompilasi.
b. Auditor dapat memberikan keyakinan bahwa ia telah mengumpulkan bukti audit
kompeten yang cukup sebagai dasar memadai untuk memberikan pendapat atas
laporan keuangan auditan.
c. Auditor dapat memberikan keyakinan, dalam bentuk pendapat (atau memberikan
informasi, dalam hal terdapat perkecualian), bahwa laporan keuangan sebagai
keseluruhan disajikan secara wajar dan tidak terdapat salah saji material karena
kekeliruan dan ketidakberesan.
Dengan demikian ada dua konsep yang mendasari keyakinan yang diberikan oleh auditor
yaitu: konsep materialitas yang menunjukkan seberapa besar salah sajinya dan konsep risiko
audit yang menunjukkan tingkat risiko kegagalan auditor untuk mengubah pendapatnya atas
laporan keuangan yang sebenarnya berisi salah saji material.
3. Pertimbangan pendahuluan Mengenai Materialitas
SAS 107 (AU 312) mengharuskan auditor memutuskan jumlah salah saji gabungan dalam
laporan keuangan, yang akan mereka anggap material pada awal audit ketika sedang
mengembangkan strategi audit secara keseluruhan. Keputusan tersebut disebut sebagai
pertimbangan pendahuluan tentang materialitas. Karena, meskipun merupakan pendapat
professional , hal itu mungkin saja berubah selama penugasan. Pertimbangan ini harus
didokumentasikan dalam file audit.
Beberapa faktor akan mempengaruhi pertimbangan pendahuluan auditor tentang materialitas
untuk seperangkat laporan keuangan tertentu,
a. Materialitas adalah konsep yang bersifat relatif ketimabang absolut
b. Dasar yang diperlukan untuk mengevaluasi materialitas
c. Faktor-faktor kualitatif yang juga mempengaruhi materialitas, contoh:
 Jumlah karena ketidakberesan lebih penting daripada kekeliruan yang tidak
disengaja karena ketidakberesan mencerminkan kejujuran dan keandalan dari
pihak manajemen atau pihak yang terlibat.
 Kekeliruan yang kecil dianggap material jika berhubungan dengan kewajiban
kontrak.
 Kekeliruan yang tidak material dapat menjadi material kalau mempengaruhi
kecenderungan laba.
Menurut Al-Haryono (2014:309) factor-faktor yang dapat mempengaruhi proses
identifikasi suatu tolak ukur yang tepat dalam menentukan materialitas untuk laporan keuangan
secara keseluruhan, mencakup:
a. Unsur-unsur laporan keuangan
b. Apakah terdapat unsur-unsur yang menjadi perhatian khusus para pengguna laporan
keuangan suatu entitas tertentu.
c. Sifat entitas, posisi entitas dalam siklus hidupnya, dan industry serta lingkungan
ekonomi yang didalamnya entitas tersebut beroperasi.
d. Struktur kepemilikan dan pendanaan entitas
e. Fluktuasi relative tolok ukur tersebut.
4. Materialitas pada Tingkat Laporan Keuangan
Auditor menggunakan dua cara dalam menerapkan materialitas. Pertama auditor
menggunakan materialitas dalam perencanaan audit, kedua pada saat mengevaluasi bukti-bukti
audit dalam pelaksanaan audit. Pada saat merencanakan audit, auditor perlu membuat estimasi
materialitas karena terdapat hubungan yang terbalik antara jumlah dalam laporan keuangan yang
dipandang material oleh auditor dengan jumlah pekerjaan audit yang diperlukan untuk
menyatakan kewajaran laporan keuangan. Jadi auditor harus mempertimbangkan dengan baik
penaksiran materialitas pada tahap perencanaan audit. Jika auditor menentukan jumlah
materialitas terlalu rendah, auditor akan mengkonsumsi waktu dan usaha yang sebenarnya tidak
diperlukan. Sebaliknya jika auditor menentukan jumlah rupiah materialitas terlalu tinggi auditor
akan mengabaikan salah saji yang signifikan sehingga ia memberikan pendapat wajar tanpa
pengecualian untuk laporan keuangan yang sebenarnya berisi salahsaji material.
5. Materialitas Pada tingkat Saldo Akun
Materialitas pada tingkat saldo akun adalah salah saji minimum yang mungkin terdapat
dalam saldo akun yang dipandang sebagai salah saji material. Konsep materialitas pada tingkat
saldo akun tidakboleh dicampur adukan dengan saldo akun material. Karena saldo akun material
adalah besarnya saldo akun yang tercatat, sedangkan konsep materialitas berkaitan dengan
jumlah salah saji yang dapat mempengaruhi keputusan pemakai informasi keungangan. Saldo
suatu akun yang tercatat umumnya mencerminkan batas atas lebih saji dalam akun tersebut.
Dalam mempertimbangakan materialitas pada tingkat saldo akun, auditor harus
mempertimbangkan hubungan antara materialitas tersebut dengan materialitas laporan keuangan.
Pertimbangan ini mengarahkan auditor untuk merencanakan audit guna mendeteksi salah saji
yang kemungkinan tidak material secara individual namun, jika digabungkan dengan salah saji
dalam saldo akun yang lain, dapat material terhadap laporan keuangan secara keseluruhan.
6. Mengalokasikan Materialitas Laporan Keuangan pada Akun-Akun
Bila pertimbangan awal auditor tentang materialitas laporan keuangan di klasifikasikan,
penaksiran awal tentang materialitas untuk setiap akun dapat diperoleh dengan mengalokasikan
materialitas laporan keuangan ke akun secara individual. Pengalokasian ini dapat dilakukan baik
untuk akun neraca maupun akun laba-rugi. Namun, karena hampir semua salah saji laporan laba
rugi mempengaruhi neraca dan karena akun neraca lebih sedikit banyak auditor melakukan
alokasi atas dasar akun neraca.
7. Hubungan Antara Materialitas dan Bukti Audit
Jika materialitas rendah jumlah salah saji yang kecil dapat mempengaruhi keputusan
pemakai informasi keuangan, auditor perlu mengumpulkan bukti audit kompoten dalam jumlah
banyak. Sebaliknya, jika materialitas tinggi jumlah salah saji besar baru dapat mempegaruhi
keputusan pemakai informasi keuangan, auditor perlu mengumpulkan bukti audit kompoten
dalam jumlah sedikit. Berbagai kemungkinan antara materialitas, bukti audit, dan resiko audit
digambarkan sebagai berikut:
a. Jika auditor mempertahankan resiko audit konstan dan tingkat materialitas dikurangi,
auditor harus menambah jumlah bukti audit yang kumpulkan.
b. Jika auditor mempertambahkan tingkat materialitasa konstan dan mengurangi jumlah
bukti audit yang dikumpulkan, resiko audit menjadi meningkat.
c. Jika auditor menginginkan untuk mengurangi resiko audit, auditor dapat menempuh
salahs satu dari tiga cara berikut ini:
 Menambah tingkat materialtas, sementara itu mempertahankan jumlah bukti
audit yang dikumpulkan .
 Menambah jumlah  bukti audit yang dikumpulkan, sementara itu tingkat
materialitas tetap dipertahankan.
 Menambah setiap jumlah bukti audit yang dikumpulkan dan tingkat
materialitas secara bersama-sama.
B. RISIKO AUDIT
Dalam perencanaan audit, auditor harus mempertimbangkan risiko audit. Menurut SA
Seksi 312 Risiko Audit dan Materialitas dalam Pelaksanaan Audit, risiko audit adalah risiko
yang terjadi dalam hal auditor, tanpa disadari, tidak memodifikasi pendapatnya sebagaimana
mestinya, atas suatu laporan keuangan yang mengandung salah saji material. Konsep
keseluruhan mengenai risiko audit merupakan kebalikan dari konsep keyakinan yang memadai.
Semakin tinggi kepastian yang ingin diperoleh auditor dalam menyatakan pendapat yang benar,
semakin rendah risiko audit yang akan ia terima.
1. Model Risiko Audit
Dalam menghubungkan komponen-komponen risiko audit, auditor dapat mengekpresikan
setiap komponen dalam istilah kuantitatif, seperti presentasi, atau dalam istilah nonkuantitatif
seperti sangat rendah, rendah, sedang, tinggi atau maksimum. Pembahasan berikut akan
mengilustrasikan model risiko audit dengan contoh kuantitatif dan nonkuantitatif.
a. Mengilustrasikan Model Risiko Audit
Model risiko audit mengekspresikam hubungan antara komponen-komponen risiko audit
sebagai berikut:
AR = IR x CR x DR
Simbol-simbol tersebut mewakili risiko audit, risiko bawaan, risiko pengendalian, dan
risiko deteksi, secara berurutan.
Ketika model risiko audit digunakan dalam tahap perencanaan untuk menentukan risiko
deteksi yang direncanakan atas suatu asersi, CR seringkali didasarkan pada tingkat risiko
pengendalian yang direncanakan auditor untuk dinilai. Jika selanjutnya ditentukan bahwa tingkat
aktual dari risiko pengendalian suatu untuk suatu asersi berbeda dari tingkat yang direncanakan
maka model dapat diaplikasikan ulang dengan menggunakan tingkt aktual yang dinilai untuk
CR. Risiko deteksi yang direvisi kemudian digunakan dalam menyelesaikan rancangan
pengujian substantif atas transaksi atau pengujian saldo.
b. Matriks Komponen Risiko
Studi mengenai matriks komponen risiko menunjukkan bahwa hal tersebut konsisten
dengan model risiko audit, yaitu bahwa tingkat risiko deteksi yang dapat diterima berhubungan
secara terbalik dengan penilaian risiko bawaan, risiko pengendalian, dan risiko prosedur analitis.
Matriks tersebut mengasumsikan bahwa risiko audit dibatasi pada suatu tingkat yang rendah.
Jika risiko bawaan dinilai pada tingkat yang tinggi, risiko pengendalian yang rendah, dan risiko
prosedur analitis pada tingkat yang rendah, maka pengujian substantif yag lain mungkin tidak
diperlukan.
2. Komponen-Komponen Model Risiko Audit
Menurut Al- Haryono (2014:326) ada 4 komponen dalam model risiko audit yaitu
sebagai berikut:
a. Risiko Deteksi
Standar Audit (SA 200.13(e)) mendefinisikan risiko deteksi adalah risiko bahwa
prosedur yang dilaksanakan oleh auditor untuk menurunkan risiko audit ke tingkat
rendah yang dapat diterima tidak akan mendeteksi suatu kesalahan penyajian yang
ada dan yang mungkin material, baik secara individual maupun secara kolektif ketika
digabungkan dengan kesalahan penyajian lainnya.
b. Risiko Inheren
Standar Audit (SA 200.13(n)) mendefinisikan risiko inheren adalah kerentanan
suatu asersi tentang suatu golongan transaksi, saldo akun, atau pengungkapan
terhadap suatu kesalahan penyajian yang mungkin material, baik secara individual
maupun secara kolektif ketika digabungkan dengan kesalahan penyajian lainnya,
sebelum mempertimbangkan pengendalian internal yang terkait.
c. Risiko Pengendalian
Standar Audit (SA 200.13 (n)) mendefinisikan risiko pengendalian adalah risiko
bahwa suatu kesalahan penyajian yang mungkin terjadi dalam suatu asersi tentang
suatu golongan transaksi,saldo akun, atau pengungkapan yang mungkin material, baik
secara individual maupun secara kolektif ketika digabungkan dengan kesalahan
penyajian lainnya, tidak akan dapat dicegah, atau dideteksi dan dikoreksi, secara tepat
waktu oleh pengendalian internal entitas.
d. Risiko Audit
Standar Audit (SA 200.13(c)) mendefinsikan risiko audit adalah risiko bahwa
auditor menyatakan suatu opini audit yang tidak tepat ketika laporan keuangan
mengandung kesalahan penyajian material.Risiko audit merupakan suatu fungsi
kesalahan penyajian material dan risiko deteksi.
3. Risiko Audit pada tingkat Laporan Keuangan dan tingkat saldo akun
Kenyataan bahwa auditor tidak dapat memberikan jaminan tentang ketepatan informasi
yang disajikan oleh klien dalam laporan keuangan mengharuskan auditor mempertimbangkan
baik materialitas maupun risiko audit, tanpa disadari, tidak memodifikasi pendapatnya
sebagaimana mestinya, atau suatu laporan keuangan yang mengandung salah saji material.
Risiko audit, seperti materialitas, dibagi menjadi dua bagian :
1. Risiko audit keseluruhan yang berkaitan dengan laporan keuangan sebagai keseluruhan.
2. Risiko audit individual yang berkaitan dengan setiap saldo akun individual yang
dicantumkan dalam laporan keuangan.
a. Risiko Audit Keseluruhan (Overall Audit Risk)
Pada tahap perencanaan auditnya, auditor pertama kali harus menentukan risiko audit
keseluruhan yang direncanakan, yang merupakan besarnya risiko yang dapat ditanggung oleh
auditor dalam menyatakan bahwa laporan keuangan disajikan secara wajar, padahal
kenyataannya, laporan keuangan tersebut berisi salah saji material. 
b. Risiko Audit Individual
Karena audit mencakup pemeriksaan terhadap akun-akun secara individual, risiko audit
keseluruhan harus dialokasikan kepaada akun-akun yang berkaitan. Risiko audit individual perlu
ditentukan untuk setiap akun karena akun tertentu seringkali sangat penting karena besar
saldonya atau frekuensi transaksi perubahan. Dari pengalaman audit di tahun sebelumnya,
auditor dapat menaksir risiko audit atas akun tertentu.
4. Hubungan Antara Risiko Audit dan Bukti Audit
Terdapat suatu hubungan terbalik antara risiko audit dan jumlah bukti yang diperlukan
untuk mendukung pendapat auditor atas laporan keuangan. Semakin rendah tingkat risiko audit
yang ingin dicapai, semakin besar jumlah bukti yang diperlukan. Untuk asersi tertentu, semakin
rendah tingkat yang dapat diterima dari risiko prosedur analitis atau risiko pengujian terinci yang
ditentukan oleh auditor, maka semakin besar kecukupan dan kompetensi pengujian substansial
yang diperlukan untuk membatasi risiko deteksi keseluruhan pada tingkat tersebut.
5. Hubungan Timbal Balik antara Materialitas, Risiko Audit, dan Bukti Audit
Jika risiko audit konstan dan mengurangi tingkat materialitas, maka bukti audit harus
ditingkatkan. Jika tingkat materialitas konstan dan mengurangi bukti audit, maka risiko audit
harus ditingkatkan. Dengan kata lain, jika ingin mengurangi risiko audit kita dapat melakukan
salah satu hal berikut :
a. Menaikkan tingkat materialitas sementara menahan bukti audit konstan
b. Menaikkan bukti audit sementara menahan tingkat materialitas konstan.
c. Membuat kenaikan yang lebih kecil untuk jumlah bukti audit dan tingkat materialitas
6. Peringatan akan Adanya Risiko Audit
Secara priodik, staf AICPA dalam berkomunikasi dengan Auditing Standards Board,
memberikan peringatan akan adanya risiko audit. Tujuannya adalah memberikan suatu tinjauan
mengenai perkembangan ekonomi baru-baru ini kepada auditor, perkembangan profesional dan
perkembangan peraturan yang mungkin akan mempengaruhi audit untuk klien dalam banyak
industri.

C. STRATEGI AUDIT AWAL


Karena adanya hubungan antara tingkat materialitas, risiko audit, dan bukti audit, auditor
dapat memilih strategi audit awal dalam perencanaan audit atas asersi individual atau
sekelompok asersi. Strategi audit awal dibagi menjadi dua macam, yaitu pendekatan terutama
substantif (primarily substantive approach), dan pendekatan tingkat risiko pengendalian taksiran
rendah (lower assessed level of control risk approach)
1. Komponen Strategi Audit Pendahuluan
Dalam mengembangkan strategi audit pendahuluan untuk asersi-asersi, auditor
menspesifikasikan empat komponen sebagai berikut:
a. Tingkat risiko bawaan yang dinilai
b. Tingkat risiko pengendalian yang direncanakan untuk dinilai dengan mempertimbangkan:
1. Luas pemahaman mengenai pengendalian intern yang diperoleh
2. Pengujian pengendalian yang dilaksanakan dalam mengukur risiko pengendalian
c. Tingkat risiko prosedur analitis yang direncanakan untuk dinilai dengan
mempertimbangkan:
1. Luas pemahaman tentang bisnis dan industri yang diperoleh
2. Prosedur analitis yang akan dilaksanakan yang menyediakan bukti mengenai
penyajian wajar dari suatu asersi.
d. Tingkat pengujian rincian yang direncanakan, apabila dikombinasikan dengan prosedur lain,
mengurangi risiko audit hingga tingkat rendah yang sesuai.
Pedoman audit AICPA mengenai Consideration of Internal Control Structur in a
Financial Statement Audit memperkalkan dua strategi audit utama yang ekuivalen dengan (1)
suatu pendekatan substantif utama yang menekankan pengujian rincian dan (2) suatu tingkat
risiko pengendalian yang dinilai lebih rendah.
a. Suatu Pendekatan Substantif Utama dengan Penekanan terhadap Pengujian Terinci
Menurut pendekatan substantif utama yang menekankan pengujian terinci (primarily
substantive approach emphasizing tests of details), auditor menspesifikasikan komponen-
komponen strategi audit sebagai berikut :
1. Gunakan tingkat risiko prosedur analisis yang direncanakan untuk dinilai pada tingkat yang
tinggi.
2. Gunakan tingkat risiko pengendalian yang direncanakan untuk dinilai pada tingkat yang
tinggi (atau pada tingkat maksimum).
3. Rencanakan untuk memperoleh pemahaman minimum mengenai bagian-bagian yang
relevan dari pengendalian intern.
4. Rencanakan sedikit, jika ada, pengujian pengendalian.
5. Rencanakan pengujian substantif yang luas atas transaksi dan saldo berdasarkan pada tingkat
risiko deteksi yang direncanakan dapat diterima yang rendah.
Auditor dapat memilih pendekatan ini ketika ia mengetahui dari awal, mungkin dari
pengalaman masa lalu berhadapan dengan klien atau dari langkah awal perencanaan awal, bahwa
pengendalian intern yang berkaitan dengan asersi tidak ada atau tidak efektif.
Strategi ini juga dapat dipilih ketika auditor menyimpulkan bahwa biaya melaksanakan
prosedur tambahan untuk memperoleh suatu pemahaman yang lebih mendalam mengenai
pengendalian intern dan pengujian pengendalian untuk mendukung tingkat risiko pengendalian
yang lebih rendah akan melebihi biaya pelaksanaan substantif yang lebih luas. Kondisi tersebut
dapat berhubungan dengan esersi untuk akun-akun yang memiliki populasi relatif kecil atau
transaksi yang tidak sering terjadi.
b. Suatu Tingkat Risiko Pengendalian yang Dinilai Lebih Rendah
Menurut pendekatan tingkat risiko pengendalian yang dinilai lebih rendah (lower
assessed level of control risk), auditor mensfesifikasikan komponen-komponen dari strategi audit
sebagai berikut :
1. Gunakan tingkat risiko prosedur analitis yang direncanakan untuk dinilai pada tingkat yang
tinggi.
2. Gunakan tingkat risiko pengendalian yang direncanakan untuk dinilai pada tingkat sedang
atau rendah.
3. Rencanakan pengujian pengendalian, mungkin pengujian pengendalian komputer yang
berada dalam sistem klien.
4. Rencanakan pengujian substantif atas transaksi atau saldo yang terbatas berdasarkan tingkat
risiko deteksi yang direncanakan untuk diterima pada tingkat sedang atau tinggi.
Auditor dapat memilih strategi ini ketika ia percaya bahwa pengendalian yang
berhubungan dengan suatu asersi telah dirancang dengan baik dan berjalan dengan sangat efektif.
Selain itu, auditor harus percaya bahwa biaya pelaksanaan prosedur yang lebih luas untuk
memperoleh pemahaman mengenai pengendalian intern, termasuk aspek komputer dari
pengendalian intern, dan untuk menguji pengendalian akan lebih besar daripada yang diimbangi
oleh penghematan biaya dari pelaksanaan pengujian substantif atas transaksi dan saldo yang
lebih sempit.
2. Strategi Audit Tambahan
a. Pendekatan Substantif Utama yang Menekankan Pada Prosedur Analitis
Menurut pendekatan substantive utama yang menekankan pada prosedur analitis, auditor
menspesifikasikan komponen-komponen strategi audit berikut:
a) Memperoleh pengetahuan yang luas mengenai proses bisnis klien yang releven dengan
asersi
b) Auditor mengantisipasi bahwa dia dapat memperoleh bukti kompeten dari prosedur
analitis untuk mendukung suatu penilaian risiko sedang atau rendah dari bukti tersebut.
c) Gunakan suatu tingkat risiko pengendalian yang direncanakan untuk dinilai
d) Rencanakan untuk memperoleh suatu pemahaman minimum mengenai bagian relevan
dari pengendalian intern.
e) Rencanakan untuk memperoleh suatu pemahaman minimum mengenai bagian relevan
dari pengendalian intern.
f) Rencanakan sedikit, jika ada, pengujian pengendalian.
g) Rencanakan pengujian substantive atas transaksi dan saldo yang lebih sempit sebagai
akibat dari pengurangan risiko yang diberikan dari pengurangan risiko yang diberikan
prosedur analitis.
b. Penekanan pada Risiko Bawaan dan Prosedur Analitis
Penekanan pada risiko bawaan dan prosedur analitis juga mngasumsikan bahwa prosedur
analitis lebih murah dari pada prosedur audit lainnya,.oleh karena itu, menurut pendekatan
auditor menspesifikasikan kompone-komponen strategi audit sebagai berikut:
a) Risiko bawaan dinilai pada tingkat di bawah maksimum.
b) Gunakan tingkat risiko prosedur analitis yang direncanakan untuk dinilai serendah
mungkin.
c) Gunakan tingkat risiko pengendalian yang direncanakan untuk dinilai pada tingkat yang
tinggi (atau pada tingkat maksimum)
d) Rencanakan untuk memperoleh pemahaman minimum mengenai bagian yang relevan
dari pengendalian intern.
e) Rencanakan sedikit, jika ada, pengujian pengendalian.
f) Rencanakan pengujian substantive atas transaksi dan saldo yang lebih sempit sebagai
akibat dari pengurangan risiko yang diberikan dari pengurangan risiko bawaan dan
prosedur analitis yang lebih rendah.
3. Hubungan antara Strategi dan Siklus Transaksi
Seringkali suatu strategi yang serupa diterapkan pada sekelompok asersi yang
dipengaruhi oleh golongan transaksi dalam suatu siklus transaksi. Logikanya adalah bahwa
banyak pengendalian intern berfokus pada pemrosesan satu jenis transaksi dalam satu siklus.
Meskipun, kantor akuntan menggunakan nama yang berbeda untuk golongan transaksi, dan
dalam beberapa kasus bahkan berbeda dalam menspesifikasikan golongan transaksi mana yang
masuk dalam siklus tertentu.
Siklus Golongan transaksi utama
Pendapatan Penjualan, penerimaan kas, dan penyesuaian penjualan
Pengeluaran Pembelian dan pengeluaran kas
Jasa personel Penggajian
Produksi Memproses persediaan
Investasi Investasi dalam aktiva jangka panjang atau investasi moneter
dari kelebihan kas
Pembiayaan Pembiayaan dari hutang lancar dan hutang jangka panjang
serta modal saham

Anda mungkin juga menyukai