Maizan Khairun Nissa-Fkik
Maizan Khairun Nissa-Fkik
OLEH :
Maizan Khairun Nissa
1110103000086
1. Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
Materai
Rp 6000
ii
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING
Laporan Penelitian
Diajukan kepada Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana
Kedokteran (S.Ked)
Oleh
Maizan Khairun Nissa
NIM 1110103000086
Pembimbing 1 Pembimbing 2
iii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
DEWAN PENGUJI
Ketua Sidang Pembimbing 1 Pembimbing 2
dr. Yanti Susianti Sp.A dr. Yanti Susianti Sp.A dr. H.M. Djauhari
Widjajakusumah AIF.,PFK
Penguji 1 Penguji 2
PIMPINAN FAKULTAS
Prof. Dr (hc). dr. M.K. Tadjudin SpAnd dr .Witri Ardini, M.Gizi, SpGK
iv
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim.
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas segala nikmat, rahmat
dan inayah-Nya sehingga penelitian dengan judul “Hubungan Kadar Glukosa
Darah dengan Kualitas Hidup Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 di Rumah Sakit
Umum Daerah (RSUD) Kota Cilegon” ini dapat terselesaikan dengan baik dan
tepat waktu.
Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai
pihak, penelitian ini sulit untuk diwujudkan. Oleh karena itu, dalam kesempatan
kali ini kami ingin menyampaikan penghargaan dan rasa terima kasih kepada:
1. Prof. Dr (hc). dr. M. K. Tadjudin, SpAnd selaku Dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. dr. Witri Ardini, M. Gizi, Sp.GK selaku Ketua Program Studi
Pendidikan Dokter Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
3. dr. Yanti Susianti Sp.A dan dr. H.M. Djauhari Widjajakusumah
AIF.,PFK selaku dosen pembimbing yang telah banyak menyediakan
waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan kami dalam
penyusunan penelitian ini.
4. dr. Ibnu Harris Fadillah Sp.THT-KL yang telah membantu dalam
memperoleh lisensi kuesioner dan menyediakan waktu diskusi dalam
penyusunan penelitian ini.
5. drg. Laifa Annisa Hendarmin, Ph.D selaku penanggung jawab riset.
6. dr. H. Zainoel Arifin, M.Kes selaku Direktur RSUD Cilegon yang
telah mengizinkan kami untuk melakukan penelitian ini.
7. Kedua orang tua kami, Ir. H. Endang Suyatno dan dra. Hj. Ratu Ati
Marliati MM yang selalu mencurahkan kasih sayangnya, mendukung
v
8. Keluarga besar H. Tb Aat Syafaat S.Sos,M.Si dan Hj. Sumarliyah yang
selalu memberikan motivasi dan dukungannya dalam proses
penyelesaian penelitian ini.
9. Renditia Rachman yang telah menjadi teman diskusi yang membangun
dan menemani dalam suka dan duka dalam proses penelitian.
10. Teman-teman seperjuangan riset, Fuad Hariyanto, Adhya Aji Pratama,
Nida Najibah Hanum, Amaliah Harumi Karim yang telah menjadi
team yang solid dan teman diskusi yang membangun dalam proses
penelitian.
11. Teman-teman Program Studi Pendidikan Dokter angkatan 2010,
Program Studi Kesehatan Masyarakat 2010, dan Akbid Al-Islah serta
semua pihak yang telah membantu sehingga penelitian ini dapat
terselesaikan.
Penyusun
vi
ABSTRAK
Hubungan Kadar Glukosa Darah dengan Kualitas Hidup Penderita Diabetes
Melitus tipe 2 di RSUD Cilegon
Maizan Khairun Nissa. Pendidikan Dokter 2010. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
vii
DAFTAR ISI
viii
BAB 3 METODELOGI PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian …………………………………………………… 37
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ……………………………………… 37
3.3 Populasi dan Sampel ………………………………………………... 37
3.4 Jumlah Sampel ……………………………………………………… 37
3.5 Kriteria Sampel ……………………………………………………… 38
3.6 Cara Kerja Penelitian ………………………………………………… 39
3.7 Variabel yang Diteliti ………………………………………………… 39
3.8 Management Data …………………………………………………… 40
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Panduan Interpretasi Hasil Uji Korelasi berdasarkan Kekuatan Korelasi
dan Arah Korelasi ................................................................................................ 41
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Gambaran Prediksi Jumlah Penderita Diabetes Melitus di Dunia ..... 7
Gambar 2.2 Langkah Diagnostik diabetes melitus dan Toleransi Glukosa
Terganggu ........................................................................................................... 10
Gambar 2.3 Sekresi Bifasik Insulin ..................................................................... 12
Gambar 2.4 Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Hidup Penderita Diabetes
Melitus .................................................................................................................. 19
Gambar 2.5 Komplikasi Akut Diabetes Melitus Tipe 2 ....................................... 21
Gambar 2.6 Komplikasi Kronik Diabetes Melitus Tipe 2 ................................... 22
Gambar 2.7 Aspek Penilaian Kualitas Hidup Secara Umum ............................... 24
Gambar 2.8 Instrumen Pengukuran Kualitas Hidup ............................................ 25
Gambar 2.9 Model Pengukuran Kualitas Hidup SF-36 ....................................... 30
Gambar 1 Distribusi Kadar Glukosa Darah Puasa (GDP) pada Penderita Diabetes
Melitus Tipe 2 di RSUD Cilegon Bulan Januari 2013 – Mei 2013 ..................... 44
Gambar 2 Distribusi Kadar Glukosa Darah Post Prandial (GDPP) pada Penderita
Diabetes Melitus Tipe 2 di RSUD Cilegon Bulan Januari 2013 - Mei 2013 ....... 46
Gambar 3 Distribusi Kualitas Hidup Fisik Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 di
RSUD Cilegon Bulan Januari 2013 – Mei 2013 ................................................. 47
Gambar 4 Distribusi Kualitas Hidup Mental Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 di
RSUD Cilegon Bulan Januari 2013 – Mei 2013 .................................................. 48
xi
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
tahun 2007, menunjukkan semakin tinggi kadar glukosa darah puasa maka skor
domain kesehatan lingkungan akan semakin menurun secara bermakna.9 Hal
senada dikemukakan oleh studi Khanna,dkk pada tahun 2012 yang menunjukkan
bahwa semakin baik kontrol glukosa darah yang dinyatakan dalam HbA1C yang
lebih rendah, maka kualitas hidup penderita diabetes melitus tipe 2 semakin
baik.10
Di Indonesia, penelitian yang mengevaluasi kualitas hidup penderita
diabetes melitus tipe 2 masih jarang dilakukan, termasuk penelitian tentang
hubungan kadar glukosa darah terhadap kualitas hidup fisik maupun mental
penderita diabetes melitus tipe 2. Penelitian tentang kualitas hidup penderita
diabetes melitus tipe 2 di Kota Cilegon pun belum pernah dilakukan. Kota
Cilegon sebagai kota industri sedang menghadapi double burden disease, yaitu
penyakit infeksi belum dapat tertangani, sedangkan penyakit tidak menular mulai
meningkat.11
Banten merupakan salah satu provinsi yang memiliki prevalensi diabetes
melitus yang tinggi. Prevalensi diabetes melitus tipe 2 di daerah perkotaan sebesar
5,3%, mendekati angka nasional sebesar 5.7%. Sementara itu, prevalensi
Toleransi Glukosa Terganggu Provinsi Banten sebesar 10.3% yaitu di atas
prevalensi nasional sebesar 10.2%. Data dari bidang P2PL Dinas Kesehatan Kota
Cilegon Tahun 2010, diabetes melitus tipe 2 menempati peringkat 2 dari jumlah
kasus penyakit tidak menular terbanyak setelah hipertensi.10 Pada tahun 2011 di
RSUD Kota Cilegon, diabetes melitus tipe 2 merupakan penyakit tidak menular
dengan prevalensi tertinggi di Poli Penyakit Dalam baik rawat jalan maupun rawat
inap.12
Evaluasi kualitas hidup perlu dilakukan agar beban akibat kesakitan dapat
dinilai secepatnya dan penanganan penderita diabetes melitus tipe 2 menjadi lebih
komprehensif. Atas dasar yang telah dikemukan tersebut, penelitian ini
mengambil judul “Hubungan Kadar Glukosa Darah dengan Kualitas Hidup
Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)
Kota Cilegon”
3
1.3. Hipotesis
Semakin rendah kadar glukosa darah, maka semakin meningkat kualitas
hidup penderita diabetes melitus tipe 2 di RSUD Cilegon.
1.4. Tujuan
1.4.1. Tujuan Umum
Mengetahui korelasi antara kadar glukosa darah dan peningkatan kualitas
hidup penderita diabetes melitus tipe 2 di RSUD Cilegon.
f. Mengetahui korelasi antara kadar glukosa darah post prandial (GDPP) dan
peningkatan kualitas hidup mental penderita diabetes melitus tipe 2 di
RSUD Cilegon.
6
7
8
9
10
11
Sekresi fase 2
Setelah fase 1 berakhir, tahap sekresi fase 2 dimulai yaitu sekresi insulin
kembali meningkat secara perlahan dan bertahan dalam waktu yang relatif
lebih lama. Setelah berakhirnya fase 1, tugas pengaturan glukosa darah
selanjutnya diambil alih oleh sekresi fase 2. Sekresi insulin fase 2 yang
berlangsung relatif lebih lama, puncak fase 2 secara kuantitatif ditentukan
oleh kadar glukosa darah di akhir fase 1, di samping faktor resistensi
insulin. Jadi, terjadi semacam mekanisme penyesuaian dari sekresi fase 2
terhadap kinerja fase 1 sebelumnya. Apabila sekresi fase 1 tidak adekuat,
terjadi mekanisme kompensasi dalam bentuk peningkatan sekresi insulin
pada fase 2.
Peningkatan produksi insulin tersebut pada hakikatnya dimaksudkan
memenuhi kebutuhan tubuh agar kadar glukosa darah (postprandial) tetap
dalam batas-batas normal.18
12
Bila kinerja fase 1 normal disertai pula oleh aksi insulin yang normal di
jaringan yaitu tanpa resistensi insulin, sekresi fase 2 juga akan berlangsung
normal. Dengan demikian tidak dibutuhkan tambahan sintesis maupun sekresi
insulin pada fase 2 di atas normal untuk dapat mempertahankan keadaan
normoglikemia. Ini adalah keadaan fisiologis. Bila terdapat peningkatan kadar
glukosa darah, dapat memberikan dampak glucotoxicity dan hiperinsulinemia
yang memiliki berbagai dampak negatif. 18
Fase pertama mencapai puncaknya pada 3-5 menit setelah ada rangsangan
glukosa dari luar tubuh. Fase kedua mulai meningkat pada menit ke-2 dan
meningkat secara perlahan sampai 60 menit atau sampai stimulus berhenti.19
13
menyebabkan diabetes melitus.18 Pada diabetes melitus tipe 2 yakni jenis diabetes
yang paling sering ditemukan, terdapat 4 karakteristik yang khas, yaitu: 20
Adanya defisiensi insulin relatif
Resistensi insulin yaitu kurang sensistifnya jaringan tubuh terhadap
insulin
Peningkatan glukosa dari jaringan hepar
Metabolisme lipid yang abnormal
14
15
16
17
kreativitas, rasa memiliki, dan kepercayaan terhadap orang lain. Dalam ilmu
sosial, kualitas hidup meliputi tingkat keselamatan, tingkat kebebasan,
kesempatan, serta kesehatan.24 Semakin tinggi tingkat kesejahteraan seseorang
akan menunjukkan semakin besar kualitas hidupnya.25
Definisi kualitas hidup yang berhubungan dengan kesehatan atau health-
related quality of life (HRQoL) diambil dari definisi sehat WHO, yaitu A state of
complete physical, mental, and social wellbeing and not merely the absence of
disease or infirmity.26 Dalam bahasa Indonesia, sehat adalah keadaan baik atau
sejahtera yang lengkap secara fisik, mental, dan sosial dan bukan semata–mata
terbebas dari penyakit dan kecatatan.26
Kualitas hidup mempunyai banyak dimensi dan perspektif. Hal ini
menimbulkan problem yang kompleks dalam hal konseptualisasi dan pengukuran.
Menurut King, terdapat lima dimensi yang harus dinilai dalam menjelaskan
kualitas hidup seseorang. Kelima dimensi tersebut yaitu :27
1. Dimensi fisik adalah kemampuan fungsional seperti tingkat aktivitas,
kekuatan energi, perawatan diri, dan kesuburan.
2. Dimensi psikologis termasuk kepuasan hidup dan pencapaian tujuan
hidup, stres, harga diri, mekanisme pertahanan diri, keinginan,
depresi, dan ketakutan.
3. Dimensi sosial menunjukkan bagaimana seseorang menjalin hubungan
dengan keluarga, teman, kolega pada pekerjaan, dan masyarakat
umum termasuk kepuasan seksual.
4. Dimensi somatik berhubungan dengan gejala penyakit dan efek
samping perawatan.
5. Dimensi spiritual adalah menunjukkan pada tujuan dan arti hidup
seseorang.
18
19
Tipe diabetes
Kualitas hidup
penderita Faktor sosial-medis
Lama diabetes
diabetes melitus
Faktor psikososial
Regimen pengobatan
Gambar 2.4
Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Hidup Penderita Diabetes Melitus
(Richard R. Rubin, Mark Peyrot. Quality of Life and Diabetes Mellitus. Diabetes
Metabolism Research and Review. 1999; 15: 205-18)
Diabetes melitus tipe 2 banyak diderita oleh dewasa di atas 40 tahun. Hal
ini disebabkan resistensi insulin cenderung semakin meningkat pada usia 40-64
tahun. Studi yang dilakukan oleh Mandagri dkk menunjukkan bahwa usia
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas hidup penderita diabetes
melitus tipe 2.30
Diabetes melitus tipe 2 termasuk dalam kelompok penyakit kronik. Hal ini
dapat menimbulkan kejenuhan dalam menjalani terapi farmakologi dan non-
farmakologis. Pemahaman tentang psikologis penderita sangat diperlukan dan
dapat dilakukan mulai dari lingkungan terdekat yaitu keluarga.31 Dukungan
keluarga dapat mempercepat dan mempermudah terjadinya adaptasi akan
perubahan yang harus dijalani oleh seorang penderita diabetes meliitus tipe 2
dalam menjalani pengobatannya. Sikap positif penderita terhadap penyakit akan
meningkat apabila keluarga mendukung terhadap pendidikan dan pengelolaan
20
diabetes melitus tipe 2.31 Dukungan sosial dan kualitas hidup meningkat
bersamaan, dan terlihat bahwa skor kualitas hidup yang tinggi terdapat pada
penderita yang mendapatkan dukungan dari keluarga atau lingkungan sosialnya.32
Lama menderita diabetes melitus tipe 2 dapat mempengaruhi kualitas
hidup penderita. Studi yang dilakukan oleh Wu dkk menunjukkan bahwa
penderita yang telah menderita diabetes melitus tipe 2 >11 tahun mempunyai
efikasi yang lebih baik daripada penderita diabetes melitus tipe 2 <10 tahun
terhadap pengelolaan penyakit.33 Hal ini disebabkan penderita telah beradapatasi
dan mempunyai penerimaan yang baik terhadap penyakitnya. Namun, lama
menderita cenderung berbanding lurus dengan komplikasi. Bila terdapat
komplikasi, kualitas hidup cenderung menurun.33
21
22
23
24
25
26
27
Keterangan :
X : aspek penilaian objektif yaitu status kesehatan
Y : aspek penilaian subjektif yaitu persepsi sehat
Q : penilaian kualitas hidup secara utuh
Secara garis besar instrumen untuk mengukur kualitas hidup dapat dibagi
menjadi dua jenis, yaitu instrumen umum (generic scale) dan instrumen khusus
(specific scale). Instrumen umum adalah kuesioner yang dipakai untuk mengukur
kualitas hidup secara umum pada populasi sehat maupun pada penderita dengan
penyakit kronik.36,38
Instrumen ini digunakan untuk menilai secara umum mengenai
kemampuan fungsional, ketidakmampuan, dan kekhawatiran yang timbul akibat
penyakit yang diderita. Contoh instrumen umum adalah Sickness Impact Profile
(SIP), 36-item Short-Form Health Survey (SF-36), 12-item Short-Form Health
Survey(SF-12), Nottingham Health Profile (NHP), World Health Organization
Quality of Life assessment instrument (WHOQOL-BREF) dan lain-lain.
Sedangkan instrument khusus adalah instrumen yang dipakai untuk mengukur
28
sesuatu yaang khususs dari penyyakit, popullasi tertentuu atau funggsi yang kh
husus,
contohnyaa adalah Thhe Diabetes Quality off Life (DQO
OL) untuk ppenilaian ku
ualitas
hidup pennderita diabbetes dan Diabetes Treatment
T Satisfactionn Question
nnaire
untuk mennilai kepuassan penderitta diabetes dalam
d pengelolaan pennyakitnya.36--39
2.9 Pengu
ukuran Ku
ualitas Hidup Penderrita Diabetees Melitus Tipe 2 deengan
Short Forrm 36
Short Form 36 atau SF-36
S merrupakan kuuesioner daari the Meedical
Outcomes Study beriisi 36 item
m yang dideesain sebagai alat ukuur kualitas hidup
h
secara gennerik yang digunakan
d u
untuk survei populasi dan
d studi evvaluasi kebij
ijakan
kesehatan. Sebagai alat ukur generik, Short
S m-36 didesaain untuk dapat
Form
diterapkann secara luuas menjanngkau konseep fisik daan mental. Penggunaaannya
29
bersifat menyeluruh baik pada populasi sehat maupun populasi dengan suatu
penyakit tertentu.40
SF-36 pada awalnya diterbitkan pada tahun 1988 dan mencapai bentuk
akhirnya pada tahun 1990. Pada tahun 1996, SF-36 mulai dievaluasi dengan versi
2.0 (SF-36v2™) dengan bentuk pertanyaan yang lebih sederhana dan lebih mudah
digunakan. Syarat penggunaan kuesioner SF-36 sangat mudah, yaitu: 40
30
31
32
Masing - masing skala dinilai 0-100. Penilaian skor pada kuesioner SF-36
didasarkan pada jawaban responden.40 Pengolahan data dapat dilakukan secara
manual maupun elektronik. Pengolahan secara manual menggunakan RAND
Score, yaitu jawaban dari masing-masing skala ditransformasikan ke dalam nilai
tertentu kemudian diakumulasikan dan dirata-ratakan.40 Pengolahan secara
elektronik menggunakan software SF-36v2™ yang dikeluarkan oleh RAND
Coorporation. Apabila ada pertanyaan responden yang tidak dijawab, maka
dinyatakan sebagai missing dan data tidak dapat diolah.40,41
33
Kerangka Teori
34
Produksi insulin inadekuat
pada diabetes melitus tipe 2
↑ asam Pemecahan
Kelemahan
amino BB↓ ↑ VLDL Badan keton glikogen
otot
↓ Produktivitas
Glukosa Glukosa tidak dapat Resistensi
kerja
darah ↑ masuk jaringan jaringan
Tatalaksana :
hiperglikemia
edukasi, diet, aktifitas fisik, pengobatan
Hiperglikemia
persisten
glukosuria Kompleksitas
↑ AGE tatalaksana ↑
poliuria
Aktivasi saraf
Komplikasi
simpatis
diabetes melitus
Tremor, takikardi,
Hubungan
keringat berlebihan
dokter - pasien
KUALITAS HIDUP
Kerangka Konsep
Keterangan :
36
Definisi Operasional
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
37
38
51
Keterangan:
Kesalahan tipe I ditetapkan sebesar 5%, hipotesis satu arah, sehingga Zα = 1,64.
Kesalahan tipe II ditetapkan sebesar 10%, maka Zβ = 1,28.
Sedangkan nilai korelasi (r) adalah 0,4 yang didapatkan melalui uji pendahuluan
terhadap 20 orang sampel.
Kriteria Eksklusi :
Penderita dengan diagnosis selain diabetes melitus tipe 2,
misalnya diabetes melitus tipe 1 atau diabetes melitus
gestasional.
Penderita memiliki riwayat penyakit kronik lain seperti
Tuberculosis, CHF, PPOK, asma dan osteoarthritis.
Penderita menggunakan insulin dalam pengelolaan
penyakitnya.
Pengelolaan penyakit dilakukan oleh penderita sendiri.
Penderita tidak menyelesaikan seluruh pertanyaan kuesioner
SF-36 sehingga tidak memungkinkan untuk menjadi responden.
Persiapan Penelitian
Analisis Data
Kesimpulan
Variabel terikat
• Kualitas hidup yang dinilai dengan kuesioner generik SF-36 yang terdiri
dari 2 skala yaitu :
1. Physical Component Score (PCS).
2. Mental Component Score (MCS).
42
43
Hasil analisis pada tabel 4.1.1 didapatkan bahwa rata-rata umur penderita
diabetes melitus tipe 2 yang menjadi responden penelitian adalah 54,02 tahun
dengan umur termuda adalah 40 tahun dan umur tertua adalah 75 tahun.
Penelitian Isla, dkk pada tahun 2011 mengemukakan hasil yang tak jauh
berbeda, dengan rata-rata umur responden penelitian adalah 54,2 tahun.45
Poroojam,M dkk dalam sebuah penelitian diabetes melitus tipe 2 di Romania
menggambarkan rata-rata responden adalah 60 tahun.46 Hal ini menunjukkan
kecenderungan peningkatan prevalensi diabetes melitus tipe 2 seiring
bertambahnya umur. Menurut WHO, setelah usia 30 tahun, maka kadar glukosa
darah akan naik 1-2 mg/dL/tahun pada saat puasa dan akan naik 5,6-13 mg/dL
pada 2 jam setelah makan.47 Semakin bertambah usia, maka risiko resistensi
insulin pun meningkat sehingga menyebabkan prevalensi gangguan toleransi
glukosa dan diabetes melitus tipe 2 meningkat signifikan.22,47
Hasil analisis tabel 4.1.2 didapatkan bahwa dari total sampel 56 orang,
sebagian besar penderita diabetes melitus tipe 2 yang menjadi responden
penelitian adalah perempuan berjumlah 30 orang (53,6%). Penderita diabetes
melitus tipe 2 yang berjenis kelamin laki-laki hanya berjumlah 26 orang (46,4%).
Hal ini sesuai dengan Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2007 yang
menunjukan bahwa diabetes melitus lebih banyak dijumpai pada perempuan
(6,4%) dibanding laki-laki (4,9%).48 Sebuah studi cross sectional yang dilakukan
oleh Gautam di India pun menggambarkan bahwa sebagian besar penderita
diabetes melitus tipe 2 berjenis kelamin perempuan dengan persentase sebesar
44
45
46
Tabel 4.1.3 Distribusi Kualitas Hidup pada Penderita Diabetes Melitus Tipe
2 di RSUD Cilegon Bulan Januari 2013 – Mei 2013
Variabel Kategori Mean SD Median Modus Min -
Max
Kualitas Physical Component 42.05 7.843 42.00 45 28 - 58
hidup Score (PCS)
Quality of Mental Component 45.86 10.442 47.50 49 16 - 65
Life (QOL) Score (MCS)
47
Hasil analisis tabel 4.1.3 didapatkan bahwa rata-rata skor kualitas hidup
fisik penderita diabetes melitus tipe 2 yang menjadi responden penelitian adalah
42,05 dengan skor terendah adalah 28 dan skor tertinggi adalah 58. Rata-rata skor
kualitas hidup mental adalah 45,86, dengan skor terendah adalah 16 dan skor
tertinggi adalah 65.
Pada studi yang dilakukan SF-36 Coorporation, skor kualitas hidup rata-
rata orang sehat adalah 50, sehingga pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa
kualitas hidup penderita diabetes lebih buruk daripada populasi orang sehat.40
Kualitas hidup penderita diabetes melitus tipe 2 lebih buruk daripada orang tanpa
diabetes juga digambarkan dalam penelitian Porojan,M dkk pada populasi
diabetes melitus tipe 2 di Romania.46 Hal senada diperkuat dengan penelitian Rita
pada populasi lansia di Indonesia.9 Populasi diabetes mempunyai skor yang lebih
rendah dalam semua skala baik skala fisik, psikologik, sosial dan lingkungan
dibandingkan dengan populasi sehat. Hal ini disebabkan karena diabetes melitus
tipe 2 merupakan penyakit kronik yang membutuhkan pengobatan jangka panjang
48
Hasil analisis tabel 4.2.1 antara kadar glukosa darah puasa (GDP) dan
kualitas hidup fisik menunjukkan pola negatif, artinya semakin tinggi kadar
glukosa darah puasa (GDP), maka skor kualitas hidup fisik penderita diabetes
melitus tipe 2 semakin rendah. Hubungan tersebut kuat dengan pearson’s
correlation sebesar 0,604. Hasil statistik menunjukkan p = 0,000 yang berarti P
<0,05 sehingga dapat disimpulkan ada hubungan yang bermakna antara kadar
glukosa puasa (GDP) dan kualitas hidup fisik pada penderita diabetes melitus tipe
2.
49
Hasil analisis tabel 4.2.2 antara kadar glukosa darah puasa (GDP) dan
kualitas hidup mental menunjukkan pola negatif, artinya semakin tinggi kadar
glukosa darah puasa (GDP), maka skor kualitas hidup mental penderita diabetes
melitus tipe 2 semakin rendah. Hubungan tersebut sedang dengan pearson’s
correlation sebesar 0,439. Hasil statistik menunjukkan p = 0,000 yang berarti P
<0,05 sehingga dapat disimpulkan ada hubungan yang bermakna antara kadar
glukosa puasa (GDP) dan kualitas hidup mental pada penderita diabetes melitus
tipe 2.
Hasil analisis tabel 4.2.3 antara kadar glukosa darah post prandial (GDPP)
dan kualitas hidup fisik menunjukkan pola negatif, artinya semakin tinggi kadar
glukosa post prandial (GDPP), maka skor kualitas hidup fisik penderita diabetes
melitus tipe 2 semakin rendah. Hubungan tersebut kuat dengan pearson’s
correlation sebesar 0,622. Hasil statistik menunjukkan p = 0,000 yang berarti P
<0,05 sehingga dapat disimpulkan ada hubungan yang bermakna antara kadar
50
glukosa post prandial (GDPP) dan kualitas hidup fisik pada penderita diabetes
melitus tipe 2.
Tabel 4.2.4 Analisis Korelasi Kadar Glukosa Darah Post Prandial (GDPP)
dengan Kualitas Hidup Mental (Mental Component Score) pada Penderita
Diabetes Melitus Tipe 2 di RSUD Cilegon Bulan Januari 2013 – Mei 2013
Variabel Kualitas Hidup Nilai Interpretasi
Mental
Kadar GDPP r -0,399 Korelasi lemah
p-value 0,001
Hasil analisis tabel 4.2.4 antara kadar glukosa darah post prandial (GDPP)
dan kualitas hidup mental menunjukkan pola negatif, artinya semakin tinggi kadar
glukosa darah post prandial (GDPP), maka skor kualitas hidup mental penderita
diabetes melitus tipe 2 semakin rendah. Hubungan tersebut lemah dengan
pearson’s correlation sebesar 0,339. Hasil statistik menunjukkan p = 0,001 yang
berarti P <0,05 sehingga dapat disimpulkan ada hubungan yang bermakna antara
kadar glukosa darah post prandial dan kualitas hidup mental pada penderita
diabetes melitus tipe 2.
Glukosa darah puasa (GDP) dan glukosa darah post prandial (GDPP)
merupakan salah satu indikator kontrol glikemik, terutama di daerah rural yang
tidak memiliki fasilitas laboratorium yang memadai untuk pemeriksaan HbA1C.
Kedua indikator ini mencerminkan keadaan hiperglikemia pada penderita diabetes
mellitus tipe 2. Hiperglikemia dapat menyebabkan peningkatan stress oksidatif
pada berbagai jaringan tubuh sehingga muncul berbagai manifestasi baik langsung
maupun tidak langsung. Secara langsung, keadaan hiperglikemia menyebabkan
poliuria, polidipsi, dan polifagia yang sangat mengganggu performance seorang
penderita diabetes mellitus tipe 2.
Keadaan hiperglikemia juga menyebabkan perubahan pada metabolisme
protein dan lemak. Peningkatan proteolisis menyebabkan proses glukoneogenesis
51
meningkat. Hal ini menambah kadar glukosa darah yang akhirnya tercermin pada
peningkatan glukosa darah puasa (GDP) dan glukosa post prandial (GDPP).
Selain itu, proteolisis dapat menyebabkan penurunan berat badan yang signifikan
sehingga dapat mempengaruhi kualitas hidup baik fisik maupun mental.34
Perubahan metabolisme lemak terlihat dengan semakin banyaknya asam
lemak bebas. Peningkatan ketogenesis di hepar, pada akhirnya dapat
menyebabkan ketoasidosis karena banyaknya [H]+ yang dilepaskan sebagai
molekul sisa. Koma diabetikum dapat terjadi dan hal tersebut dapat
mempengaruhi baik kualias hidup fisik maupun mental. Koma diabetikum yang
terjadi sebagai konsekuensi kontrol glukosa darah yang buruk dapat berakibat
fatal, yaitu kerusakan otak yang irreversibel. Keadaan ini dapat menyebabkan
penurunan fungsi fisik dan mental. Kedua hal tersebut secara tidak langsung
menyebabkan penurunan pula pada kualitas hidup sosial penderita diabetes
mellitus tipe 2.34
Keadaan hiperglikemia persisten membuat kompleksitas pengobatan
bertambah. Pengobatan yang semula hanya menggunakan monoterapi dapat
ditingkatkan menjadi dual-therapy atau triple therapy. Terkadang penggunaan
insulin harus diterapkan untuk mengendalikan keadaan hiperglikemia yang terjadi.
Retriksi terhadap diet pun ditingkatkan sebagai upaya menjaga kadar glukosa
darah dalam interval normal.21 Penderita diabetes mellitus tipe 2 harus dapat
beradaptasi dengan perubahan tersebut. Pengendalian persepsi tentang kesehatan
dan penyakitnya memegang peranan penting dalam mencegah peningkatan
insiden kecemasan dan depresi yang dapat berpengaruh terhadap kualitas hidup
mental.35 Penelitian yang dilakukan G.M Trovato et all menunjukkan bahwa
terdapat hubungan 2 arah antara kontrol glikemik dan tingkat stres. 51
Pada penelitian ini, kontrol glukosa darah menyebabkan penurunan
kualitas hidup fisik lebih besar dibandingkan penurunan kualitas hidup mental.
Hal ini sejalan dengan penelitian Porojan,M dkk walaupun menggunakan
parameter yang berbeda yaitu HbA1C. Pada penelitian tersebut menggambarkan
bahwa terdapat hubungan bermakna antara level HbA1C yang merupakan
52
indikator kontrol glukosa darah dengan energy/fatigue yang merupakan salah satu
indikator dalam kualitas hidup fisik. ( r = -0,35; p = 0,0043).46
Penelitian lain menyebutkan hal yang berbeda. CY,Lau dkk menyebutkan
bahwa kontrol glikemik mempengaruhi kualitas hidup mental, namun tidak
mempengaruhi kualitas hidup fisik. Dalam penelitian kohort yang melibatkan
1679 pasien tersebut, penurunan 5% dari HbA1C berhubungan dengan
peningkatan 1% dari kualitas hidup mental. Namun, perubahan pada HbA1C tidak
mempengaruhi kualitas hidup fisik.39 Walaupun 2 penelitian tersebut memiliki
hasil yang berbeda, namun masing-masing penelitian menunjukkan bahwa kontrol
glukosa darah dapat mempengaruhi kualitas hidup seorang penderita diabetes
melitus tipe 2, baik kualitas hidup fisik maupun kualitas hidup mental.
BAB 5
PENUTUP
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa :
a. Pada penelitian ini, dari 56 orang penderita diabetes melitus tipe 2
diperoleh rata-rata umur adalah 54,02 tahun. Jumlah perempuan adalah 30
orang (53,6%), sedangkan laki-laki berjumlah 26 orang (46,4%).
b. Pada penelitian ini, diperoleh kadar glukosa darah rata-rata yang tidak
terkontrol. Kadar glukosa darah puasa (GDP) rata-rata penderita diabetes
melitus tipe 2 adalah 183,88 mg/dl, sedangkan kadar glukosa darah post
prandial (GDPP) rata-rata adalah 237,48 mg/dl.
c. Pada penelitian ini, diperoleh kualitas hidup fisik lebih rendah daripada
kualitas hidup mental. Rata-rata skor kualitas hidup fisik penderita
diabetes melitus tipe 2 adalah 42,05, sedangkan rata-rata skor kualitas
hidup mental adalah 45,86.
d. Semakin tinggi kadar glukosa darah puasa (GDP), semakin rendah skor
kualitas hidup fisik penderita diabetes melitus tipe 2. Hubungan tersebut
berkorelasi kuat. ( r = -0,608 ; p = 0,000)
e. Semakin tinggi kadar glukosa darah puasa (GDP), semakin rendah skor
kualitas hidup mental penderita diabetes melitus tipe 2. Hubungan tersebut
berkorelasi sedang. ( r = -0,439; p = 0,000)
f. Semakin tinggi kadar glukosa darah post prandial (GDPP), semakin
rendah skor kualitas hidup fisik penderita diabetes melitus tipe 2.
Hubungan tersebut berkorelasi kuat. ( r = -0,622 ; p = 0,000)
g. Semakin tinggi kadar glukosa darah post prandial (GDPP) yang lebih
tinggi, semakin rendah skor kualitas hidup mental penderita diabetes
melitus tipe 2. Hubungan tersebut berkorelasi lemah. ( r = -0,339; p =
0,001)
55
56
5.2 Saran
a. Masyarakat umum
Disarankan kepada penderita diabetes melitus tipe 2 di RSUD Cilegon
untuk selalu menjaga kontrol glukosa darah dalam interval normal.
Penderita disarankan juga rutin melakukan pemeriksaan glukosa darah di
rumah sakit. Hal ini dimaksudkan agar kualitas hidup penderita diabetes
melitus tipe 2 baik secara fisik maupun mental dapat ditingkatkan.
b. Rumah Sakit
Pengelolaan diabetes melitus tipe 2 yang lebih intensif agar kontrol
glukosa darah baik jangka pendek maupun jangka panjang pada penderita
diabetes melitus tipe 2 di RSUD Cilegon dapat lebih baik. Penilaian
terhadap kualitas hidup penderita pun penting dilakukan secara berkala
sehingga management pengelolaan lebih komprehensif meliputi faktor
fisik, mental, maupun sosial.
c. Peneliti
Penelitian tentang hubungan kontrol glukosa darah dengan kualitas hidup
penderita diabetes melitus tipe 2 sebaiknya menggunakan studi kohort,
karena studi kohort merupakan metode yang paling baik dalam
menerangkan dinamika hubungan. Selain itu parameter kontrol glukosa
darah sebaiknya menggunakan kontrol jangka panjang yaitu pengukuran
HbA1C, terutama bila dilakukan di daerah urban atau perkotaan yang
memiliki fasilitas laboratorium yang baik.
DAFTAR PUSTAKA
57
58
12. Dinas Kesehatan Kota Cilegon. Profil Rumah Sakit Umum Daerah Kota
Cilegon Tahun Anggaran 2010- 2011. Cilegon. 2011.
13. American Diabetes Association. Standards of Medical Care in Diabetes 2013.
Diabetes Care Journal, Volume 36, Supplement 1, January. 2013.
14. Purnamasri,D. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. In Sudoyo AW,et
all. Ilmu Penyakit Dalam. 5th ed. Jakarta: Interna Publishing. 2007;1880-83.
15. Suyono,S. Diabetes Melitus di Indonesia. In Sudoyo d. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. 5th ed. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD FKUI.
2007;1874-76.
16. Guyton, A., C,Hall., Jhon,E. Textbook of Medical Physiology 11st Edition.
Philadelphia : Elsivier Saunders. 2006.
17. Murray,RK., Bender,DA., Botham,KM., Kennelly,PJ. Harper’s Illustrated
Biochemistry 28th Edition. USA: Mc Graw Hill Lange. 2009.
18. Manaf, A. Insulin: Mekanisme Sekresi dan Aspek Metabolisme. In Sudoyo d.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 5th ed. Jakarta : Pusat Penerbitan
Departemen IPD FKUI. 2007;1890-95.
19. Ward, W.K., Beard, J.C., Halter, J.B., Pfeifer M.A., Porte,D.Jr. Pathology of
Insulin Secretion in Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus. Diabetes Care
Journal. 1984;491-502.
20. Price A.Sylvia. Patofisiologi Jilid 2 Edisi 6. Jakarta: EGC. 2003.
21. American Association of Clinical Endocrinologists. Medical Guidelines for
Clinical Practice for Developing a Diabetes Mellitus Comprehensive Care
Plan. Endocr Practice. 2011.
22. Soegondo,S., Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI. 2009.
23. Hardjoeno. Interpretasi Hasil Tes Laboratorium Diagnostik. Makassar :
Lembaga Penerbitan Universitas Hasanuddin. 2003;239-42.
24. Park, K. Park’s Textbook of Preventive and Social Medicine 17th Edition.
Jabalpur: Banarsidas Bhanot Publisher. 2002.
59
Patologi Klinik RSUD dr. Abdul Moeloek Bandar Lampung. Medical Journal
of Lampung University Vol 2 No 4, Februari. 2013.
48. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar.
Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesi. 2008.
49. Gautam,Y., Sharma,A.K, Agarwal, A.K. Bhatnagar,M.K.,& Trehan, R.R.. A
Cross Sectional Study of QOL of Diabetic Patient at Tertiary Care Hospital in
Delhi. Indian Journal of Community Medicine. 2009:346-50.
50. Moraveji M., Soleiman Nezhad N.,and Bazarghan M., Nouri A. Quality of life
and its Dimensions among The Type 2 Diabetes Patients Referred to The
Diabetes Center of Zanjan University of Medical Science (Vali-e-Asr
Hospital). International Research Journal of Applied and Basic Sciences.
2012:3;842-47.
51. G.M. Trovato, D., Catalano, G.F., Martines, D., Spadaro,D., Di Corrado, V.,
Crispi, G., Garufi, S., and Di Nuovo. Psychological Stress Measure in Type 2
Diabetes. European Review for Medical and Pharmacological Sciences.
2006;69-74.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
PERSONAL DATA
Agama : Islam
Email : maezan_2006@yahoo.co.id
RIWAYAT PENDIDIKAN
DISTRIBUSI / UNIVARIAT
UMUR
JENIS KELAMIN
GLUKOSA DARAH PUASA (GDP)
GLUKOSA DARAH POST PRANDIAL / GDPP
KUALITAS HIDUP FISIK ( PHYSICAL COMPONENT SCORE / PCS)
KUALITAS HIDUP MENTAL ( MENTAL COMPONENT SCORE / MCS)
CONTOH PRINT OUT HASIL PENGUKURAN KUALITAS HIDUP OLEH
SOFTWARE SF-36
SKORING MANUAL SF-36
Nomor dari tiap pertanyaan Jumlah jawaban asli Nilai yang telah ditentukan
1, 2, 20, 22, 34, 36 1 100
2 75
3 50
4 25
5 0
3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12 1 0
2 50
3 100
32, 33, 35 1 0
2 25
3 50
4 75
5 100
Jumlah rata-rata dari delapan sub-variabel
1. EVGFP Rating
11b. As Healthy
General Health (GH)
11c. Health To Get Worse
9a. Full of
Life
9e. Energy
Vitality (VT)
9g. Worn Out
9i. Tired
6. Social-Extent
9b. Nervous
9d. Peaceful
Mental Health (MH)
9f. Depressed/
9f.
Downhearted
Downhearted/
D d
9h. Happy
Note. All health domain scales contribute to the scoring of both the Physical and Mental Component Summary measures. Scales contributing most to the
scoring of the summary measures are indicated by a connecting solid line (––). Scales contributing to the scoring of the summary measures to a lesser
degree are indicated by a dotted line (······).
16
Table 2.1 An excerpt from the User's Manual for the SF-36v2 Health Survey
Cilegon, 2013
Peneliti Responden
Untuk setiap pertanyaan berikut, tolong berikan tanda dalam salah satu
kotak yang paling sesuai dengan jawaban anda.
1 2 3 4 5
Jauh lebih Agak lebih Kurang lebih Agak lebih Jauh lebih
baik sekarang baik sekarang sama dengan buruk buruk
daripada satu daripada satu satu tahun sekarang sekarang
tahun yang tahun yang yang lalu daripada satu daripada satu
lalu lalu tahun yang tahun yang
lalu lalu
1 2 3 4 5
SF-36v2™ Health Survey 2006 Health Assessment Lab, Medical Outcomes Trust and QualityMetric Incorporated. All rights reserved.
SF-36® is a registered trademark of Medical Outcomes Trust.
(IQOLA SF-36v2 Standard, Indonesia (Bahasa Indonesia))
3. Pertanyaan-pertanyaan berikut berkaitan dengan kegiatan-kegiatan yang
mungkin bisa anda lakukan pada hari-hari biasa. Apakah kesehatan anda
sekarang membatasi anda dalam menjalankan kegiatan tersebut? Jika ya,
seberapa banyak?
SF-36v2™ Health Survey 2006 Health Assessment Lab, Medical Outcomes Trust and QualityMetric Incorporated. All rights reserved.
SF-36® is a registered trademark of Medical Outcomes Trust.
(IQOLA SF-36v2 Standard, Indonesia (Bahasa Indonesia))
4. Selama 4 minggu terakhir, seberapa sering anda pernah mengalami
masalah-masalah berikut ini berkaitan dengan pekerjaan anda atau
kegiatan-kegiatan sehari-hari anda yang lain sebagai akibat dari kesehatan
fisik anda?
SF-36v2™ Health Survey 2006 Health Assessment Lab, Medical Outcomes Trust and QualityMetric Incorporated. All rights reserved.
SF-36® is a registered trademark of Medical Outcomes Trust.
(IQOLA SF-36v2 Standard, Indonesia (Bahasa Indonesia))
6. Selama 4 minggu terakhir, sejauh mana kondisi kesehatan fisik atau
masalah-masalah emosional telah mengganggu aktivitas sosial anda yang
normal dengan keluarga, teman-teman, tetangga, atau kelompok anda?
1 2 3 4 5
7. Seberapa banyak rasa nyeri secara fisik anda alami selama 4 minggu
terakhir?
1 2 3 4 5 6
1 2 3 4 5
SF-36v2™ Health Survey 2006 Health Assessment Lab, Medical Outcomes Trust and QualityMetric Incorporated. All rights reserved.
SF-36® is a registered trademark of Medical Outcomes Trust.
(IQOLA SF-36v2 Standard, Indonesia (Bahasa Indonesia))
9. Pertanyaan-pertanyaan berikut berkaitan dengan apa yang anda rasakan
dan bagaimana keadaan anda dalam 4 minggu terakhir. Untuk setiap
pertanyaan, mohon anda memilih satu jawaban yang paling mendekati apa
yang anda rasakan. Seberapa sering selama 4 minggu terakhir ini…
10. Selama 4 minggu terakhir, seberapa sering kesehatan fisik atau masalah-
masalah emosional mengganggu aktivitas-aktivitas sosial anda (seperti
berkunjung pada teman, kerabat, dll.)?
1 2 3 4 5
SF-36v2™ Health Survey 2006 Health Assessment Lab, Medical Outcomes Trust and QualityMetric Incorporated. All rights reserved.
SF-36® is a registered trademark of Medical Outcomes Trust.
(IQOLA SF-36v2 Standard, Indonesia (Bahasa Indonesia))
11. Seberapa BENAR atau SALAHkah setiap pernyataan-pernyataan berikut
ini menurut anda?
SF-36v2™ Health Survey 2006 Health Assessment Lab, Medical Outcomes Trust and QualityMetric Incorporated. All rights reserved.
SF-36® is a registered trademark of Medical Outcomes Trust.
(IQOLA SF-36v2 Standard, Indonesia (Bahasa Indonesia))