Anda di halaman 1dari 11

1.

mengapa pemuda tersebut ada keinginan kuat untuk selalu mengkonsumsi alcohol dan
sulit menghentikan alcohol?

Penggunaan alkohol yang bersifat ketergantungan (Kompulsive Dependent User).


Penggunaan alkohol yang sudah cukup berat, telah terjadi ketergantungan fisik dan
psikologis. Ketergantungan fisik ditandai dengan adanya toleransi dan sindroma putus zat
(alkohol). Suatu kondisi dimana indidvidu yang biasa menggunakan zat adiktif (alkohol)
secara rutin pada dosis tertentu akan menurunkan jumlah zat yang digunakan atau
berhenti memakai, sehingga akan menimbulkan gejala sesuai dengan macam zat yang
digunakan.bulan. Sudah terjadi penyimpangan perilaku, mengganggu fungsi dalam peran
di lingkungan sosial, seperti di lingkungan pendidikan atau pekerjaan.
- Tanda/Gejala Ketergantungan
Menurut Hawari (2006), bagi mereka yang sudah ketagihan atau ketergantungan alkohol
ini bila pemakaiannya dihentikan akan menimbulkan sindrom putus alkohol, yaitu gejala
ketagihan atau ketergantungan yang ditandai dengan gejala-gejala sebagai berikut :
a. Gemetaran (tremor) kasar pada tangan, lidah dan kelopak mata.
b. Tampak gejala fisik sebagai berikut yaitu : Mual muntah, letih, lemah dan lesu,
hiperaktif saraf otonom, misalnya jantung berdebar-debar, kekeringan berlebihan dan
tekanan darah meningkat, hipotensi artostatik (tekanan darah menurun karena
perubahan posisi tubuh : terbaring duduk dan berdiri).
c. Tampak gejala psikologik sebagai berikut yaitu : kecemasan dan ketakutan,
perubahan alam perasaan afektif/mood, menjadi pemurung dan mudah tersingung.
banyak diantaranya peminum berat jatuh dalam depresi berat, timbul pikiran ingin
bunuh diri dan melakukn tindakan bunuh diri, mengalami halusianasi dan delusi.

2. apa maksud dari gangguan mental organik?


Gangguan mental organic adalah gangguan jiwa (psikotik maupun non psikotik) yang
diduga ada kaitannya dengan factor organic spesifik (bias penyakit/gangguan sistemik
tubuh atau gangguan pada otak sendiri).

Bagian yang disebut “Gangguan Mental Organik” dalam DSM III-R sekarang disebut
sebagai Delirium, Demensia, Gangguan Amnestik Gangguan Kognitif lain, dan
Gangguan Mental karena suatu kondisi medis umum yang tidak dapat diklasifikasikan di
tempat lain.

Sumber : Kaplan.H.I, Sadock. B.J, Sinopsis Psikiatri : Ilmu Pengetahuan Perilak Psikiatri
Klinis, Edisi ketujuh, Jilid satu. Binarupa Aksara, Jakarta 2010. hal 481-570.

Menurut PPDGJ III gangguan mental organik meliputi berbagai gangguan jiwa yang
dikelompokkan atas dasar penyebab yang lama dan dapat dibuktikan adanya penyakit,
cedera atau ruda paksa otak, yang berakibat disfungsi otak, disfungsi ini dapat primer
seperti pada penyakit, cedera, dan ruda paksa yang langsung atau diduga mengenai otak,
atau sekunder, seperti pada gangguan dan penyakit sistemik yang menyerang otak
sebagai salah satu dari beberapa organ atau sistem tubuh.

Gejala gejala GMO

a. Gangguan fungsi kognitif


b. Gangguan sensorium
c. Sindrom dengan manifestasi yg menonjol dlm bidang:
- Persepsi
- Isi pikiran
- Suasana perasaan dan emosi

Sumber : Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III, Editor Dr, Rusdi
Maslim. Jakarta 2003. hal 3-43.

3. Sebutkan etiologi dan klasifikasi gangguan mental organic


Etiologi Gangguan Mental Organik :
Etiologi Primer berasal dari suatu penyakit di otak dan suatu cedera atau rudapaksa otak
atau dapat dikatakan disfungsi otak.
Etiologi sekunder berasal dari penyakit sistemik yang menyerang otak sebagai salah satu
dari beberapa organ atau sistem tubuh.

Istilah organik merupakan sindrom yang diklasifikasikan dapat berkaitan dengan


gangguan/penyakit sistemik/otak yang secara bebas dapat didiagnosis. Sedangkan istilah
simtomatik untuk GMO yang pengaruhnya terhadap otak merupakan akibat
ETIOLOGI
1) Etiologi Organobiologik
- Primer
Penyakit otak (serebral) seperti gangguan degenerative, infeksi pada otak, cedera
kranial, gangguan cerebrovaskular, trauma kapitis, epilepsy, neoplasma, toksik
(NAPZA), dan herediter.
- Sekunder
Penyakit sistemik (Ekstracerebral) seperti gangguan metabolism yang menyerang
otak sebagai salah satu dari beberapa organ atau sistem tubuh, endokrin/hormonal,
infeksi sistemik atau penyakit autoimun.

2) Etiologi Psikologik
Seperti krisis yaitu suatu kejadian yang mendadak; konflik, suatu pertentangan batin;
tekanan khususnya dalam dirinya, seperti kondisi fisik yang tidak ideal; frustasi, suatu
kegagalan dalam mencapai tujuan; dan sudut pendidikan dan perkembangan seperti
salah asih, salah asah, salah asuh; dan tak perpenuhinya kebutuhan psikologik seperti
rasa aman, nyaman, perhatian, kasih sayang.
3) Etiologi Sosio-kultural
Problem keluarga, problem dengan lingkungan, pendidikan, pekerjaan, perumahan,
ekonomi, akses ke pelayanan kesehatan, problem hokum / criminal dan problrm
psikososial lainnya.

4. Apakah perbedaan intoksikasi akut, sindroma ketergantungan dan keadaan putus zat?
Intoksikasi akut :

Intoksikasi akut merupakan suatu kondisi peralihan yang timbul akibat penggunaan
alcohol atau zat psikoaktif lain sehingga terjadi gangguan kesadaran, fungsi kognitif,
persepsi, afek atau perilaku, atau fungsi dan respons psikofisiologis lainnya.

Sindroma ketergantungan :

Ketergantungan zat (substance dependence) adalah bentuk dari akibat penyalahgunaan


zat yang berlangsung pada waktu yang lama atau dalam periode penggunaan yang lama.
Ketergantungan zat ini merupakan gangguan kontrol terhadap penggunaan zat psikoaktif;
yang sering ditandai dengan ketergantungan fisiologis atau penggunaan kompulsif pada
suatu zat. Orang-orang yang manjadi pengguna kompulsif kurang dapat mengendalikan
penggunaan obat. Merekea mungkin sadar bahwa menggunakan obat dapat merusak
hidup dan kesehatan mereka, namun mereka tak mampu berhenti untuk menggunakan
obat tersebut walaupun mereka ingin. Orang seperti ini biasanya menghabiskan seluruh
waktu, hidup dan biaya untuk memenuhi keinginan menggunakan obat tersebut (Nevid,
dkk. 2005).

Keadaan putus zat :

Sindrom putus zat (withdrawal syndrome) adalah sekelompok karakteristik gejala putus
zat yang terjadi saat orang yang tergantung secara mendadak menghentikan penggunaan
zat tertentu setelah periode penggunaan berat dan berkepanjangan. Gejala putus zat
bervariasi tergantung tipe obat yang digunakan.

5. bagaimana efek alkohol bagi tubuh dan psikologi pasien?


Pengaruh pada sistem tubuh manusia

1) Sistem saraf pusat : Memperlambat fungsi otak yang menontrol pernafasan dan
denyut jantung sehingga dapat menimbulkankematian. Dapat menyebabkan
hilangnya memori (amnesia), sakit jiwa, kerusakan tetap pada otak dan sistem
saraf.
2) Sistem pernafasan Memperlambat pernafasan dan denyut jantung, sehingga dapat
menimbulkan kematian.
3) Sistem pencernaan : a). Dapat menyebabkan luka dan radang lembung serta hati.
b). Dapat menyebabkan kangker mulut, kerongkongan dan lambung. c). Selera
makan hilang dan kekurangan vitamin. d). Menyebabkan peradangan dan
pengerasan (serosis) hati.
4) Sistem jantung dan pembuluh darah a). Dapat menyebabkan pembengkakan
jantung. b). Dapat menyebabkan kegagalan fungsi jantung.
5) Sistem reproduksi dan pengaruhnya pada bayi a). Dapat menyebabkan cacat bayi
yang dikandung ibu peminum alkohol mengikatnya aborsi dan kelahiran
premature. b). Dapat menyebabkan impotensi pada pria

Hipertensi :
Peningkatan konsumsi alkohol dalam jangka waktu yang lama akan berpengaruh pada
peningkatan kadar kortisol dalam darah sehingga aktivitas rennin-angiotensin aldosteron
system (RAAS) akan meningkat yaitu sistem hormon yang mengatur keseimbangan
tekanan darah dan cairan dalam tubuh. Selain itu, jika seseorang yang mengkonsumsi
alkohol maka volume sel darah merah di dalam tubuhnya akan meningkat. Hal ini akan
meningkatkan viskositas darah yang dapat meningkatkan tekanan darah. faktor resiko
yang dapat menyebabkan terjadinya hipertensi yaitu status gizi, riwayat keluarga,
merokok, stres, dan konsumsi alcohol
Pengaruh pada psikologi :
lamban kerja, ceroboh kerja, sering tegang dan gelisah, hilang kepercayaan diri, apatis,
pengkhayal, penuh curiga, agitatif, menjadi ganas dan tingkah laku yang brutal, sulit
berkonsentrasi, perasaan kesal dan tertekan, cenderung menyakiti diri, perasaan tidak
aman, bahkan bunuh diri, gangguan mental, anti-sosial dan asusila, dikucilkan oleh
lingkungan, merepotkan dan menjadi beban keluarga serta pendidikan menjadi
terganggu, masa depan suram.

Sumber: Hubungan pola konsumsi minuman beralkohol terhadap kejadian hipertensi


pada tenaga kerja pariwisata di Kelurahan Legian I Gusti Ayu Ninik Jayanti*, Ni Ketut
Wiradnyani, I Gede Ariyasa, 2017; Jurnal Gizi Indonesia (The Indonesian Journal of
Nutrition), 6 (1), 2017 65 e-ISSN : 2338-3119, p-ISSN: 1858-4942, halaman 69

6. apa tanda dan gejala dari sindroma ketergantungan?


Gejala penyalahgunaan alkohol, antara lain: mudah tersinggung, marah, gelisah,
menghindar dari kegiatan yang tidak memberikan kesempatan untuk minum, kesulitan
dalam membuat keputusan; oversleeping, berlebihan menampilkan tangisan dan
emosionalSeorang alcoholic cenderung menjadi pribadi yang pemarah. Gejala perilaku
pemarah sama dengan orang yang berpenyakit paranoid, yang secara keliru
memersepsikan oranglain sebagai ancaman, padahal sesungguhnya ia tidak ingin berbuat
jahat. Pemarah tidak memiliki pertimbangan pikiran yang sehat, bahkan ia cenderung
berpikir pendek. Hampir semua daya positif insani tidak dapat teraktualisasi jika
kemarahan tiba-tiba muncul.

Sumber : Sitriah Salim Utina. ALKOHOL DAN PENGARUHNYA TERHADAP


KESEHATAN MENTAL . IAIN Sultan Amai Gorontalo
7. Apa diagnosis dan diagnosis banding dari scenario?

Skor 6 hingga lebih dapat menunjukkan alkoholisme

Pedoman Diagnostik
 Keadaan putus zat merupakan indikator sindrom ketergantungan (lihat Flx.2) dan
diagnosis sindrom ketergantungan zat harus turut dipertimbangkan.
 Keadaan putus zat, dicatat sebagai diagnosis utama, bila hal ini merupakan alasan
rujukan dan cukup parah sehingga memerlukan perhatian medis secara khusus.
 Gejala fisik bervariasi sesuai dengan zat yang digunakan. Gangguan psikologis
(misalnya anxietas, depresi dan gangguan tidur). khas ialah pasien akan melaporkan
bahwa gejala putus zat akan mereda dengan meneruskan penggunaan zat.
Diagnosis multiaxial

Axis I : F1x.3 Keadaan putus zat

Axis II : Z 03.2 Tidak ada diagnosis aksis II

Axis III : tidak ada

Axis IV : MASALAH PSIKOSOSIAL DAN LINGKUNGAN LAIN

Axis V : 21

8. Bagaimana komplikasi dari scenario diatas?


Komplikasi medis penggunaan alcohol kronik
1) Kardiovaskular
a. Hipertensi
b. Kardiomiopati
2) Gastrointestinal
a. Cabikan Mallory-Weiss
b. Gastritis
c. Penyakit tukak lambung
d. Hepatitis
e. Pankreatitis
f. Perdarahan traktus gastrointestinal atas dan bawah
g. Diare
h. Konstipasi
i. Hemoroid
3) Hematologic
a. Anemia megaloblastic, contohnya defisiensi folat atau vit B12
b. Anemia defisiensi zat besi, contohnya kehilangan darah, diet
c. anemia hemolotik
d. Trombositopenia
Sumber : dr. Melfiawati setio. 1994. Buku saku psikiatri. EGC

9. Apa terapi dari kasus di skenario?


Terapi
 Bilas lambung, induksi muntah, atau gunakan karbon aktif untuk mengeluarkan
alcohol dari saluran cerna (gastrointestinal) jika pasien datang kurang dari 60
menit setelah minum alkohol
 Pemberian etanol atau fomepizole untuk memperlambat atau mencegah
terbentuknya metabolit toksik
 Dialisis (hemodialysis, peritoneal dialysis) berguna untuk mengeluarkan alkohol
dan metabolit toksik yang mungkin terbentuk dan pemberian basa pada pasien
untuk mengatasi metabolik asidosis
 Kondisi Koma :
1) Posisi miring untuk mencegah aspirasi
2) Observasi ketat tanda vital setiap 15 menit
 Injeksi Thiamine 100 mg i.v untuk profilaksis terjadinya Wernicke
Encephalopathy
 Kondisi hipoglikemi maka berikan 50 ml Dextrose 40% iv
 Problem Perilaku (gaduh/gelisah) :
1) Petugas keamanan dan perawat siap bila pasien agresif
2) Terapis harus toleran dan tidak membuat pasien takut atau merasa terancam
3) Buat suasana tenang
4) Beri dosis rendah sedatif; Lorazepam 1-2 mg atau Haloperidol 5 mg per oral,
bila
gaduh gelisah berikan secara parenteral (i.m)

Terapi gangguan mental perilaku akibat alkohol dan zat psikoaktif bervariasi menurut
jenis zat, pola penggunaan, karakteristik individual pasien dan tersedianya sistem
pendukung. Tujuan utama terapi adalah abstinensi zat serta mencapai kesehatan fisik
psikiatri dan kondisi psikososial. Bisa dilakukan terapi rawat inap pada gangguan yang
berat atau pada pengobatan rawat jalan yang gagal, tidak adanya dukungan psikososial
atau penggunaan zat yang parah dan berlangsung lama.

Terapi Intoksikasi alkohol


Terapi umum:
1. Perkenalkan diri dan jelaskan bahwa terapi adalah bantuan (bukanlah hukuman) dan
yakinkan bahwa pasien dalam keadaan aman, terapis tetap menjaga rahasia.
2. Tunjukkan perhatian terhadap masalah yang membahayakan kehidupan pasien.
3. Seringkali pasien datang dalam keadaan ketakutan, cemas ataupun panik. Sikap terapi
harus tenang dan penuh percaya diri. Tenangkan pasien dengan mengajak bicara dan
berilah pengertian bahwa terapis akan memberi bantuan, dengan harapan keadaan
membaik.
4. Usahakan agar jalan nafasnya lancar. Pertahankan saluran nafas yang bebas, bila
perlu dengan pernapasan buatan
5. Tujukan pemeriksaan pada tanda-tanda vital
6. Usahakan peredaran darahnya lancar.
7. Pasang alat infus, berikan cairan yang adekuat.
8. Lakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk melihat kemungkinan adanya perdarahan
atau trauma fisik yang membahayakan.
9. Atasi koma, hipotensi, dan hipotensi
10. Kosongkan lambung dengan emetika atau kuras lambung (bila konsumsi alkhol
banyak sekali dan dalam 30 menit yang lalu)
11. Berikan 60-100 mg norit (activated charcoal) per oral (tidak boleh diberikan bila
pasien stupor, koma atau kejang, kecuali personde dan saluran pernapasan telah
dipertahankan dengan cuff endotracheal tube)
Terapi khusus:
1. Berikan suntikan diazepam bila pasien kejang (5-10 mg i.v, bila perlu diulang sampai
kejang hilang. Bilamana diazepam tidak tersedia, dapat diberikan
fenobarbital/luminal 100-200 mg i.m
2. Berikan 100 mg thiamin i.m atau i.v.
3. Berikan suntikan i.v 50-100 ml dextrose 50% bila dicurigai hipoglikemia
4. Berikan suntikan i.v 0,4
5. Berikan haloperidol 5-10 mg i.m bila pasien agitatif. Bilamana haloperidol tidak
tersedia dapat diberikan lorazepam, hydroxyzine,sulpiride

Terapi keadaan putus alkohol


1. Karena berpotensi kegawatan pasien harus dirawat inapkan dan diberikan dosis yang
cukup salah satu penekan s.s.p. (misalnya benzodiazepin) untuk menetralisasi
eksitabilitas yang diakibatkan oleh penghentian mendadak konsumsi alkohol.
2. Tanda-tanda vital dan kondisi elektrolit serta cairan tubuh harus dipantau secara ketat
3. Obat-obat antipsikotik seperti khlorpromazin, fenotiazin tidak boleh diberikan karena
menurunkan ambang kejang
4. Pilihan obat sedatif yang digunakan tidak teramat pentingdibandingkan dosis yang
cukup untuk menimbulkan sedasi bertaraf sedang.

Terapi sindrom ketergantungan alkohol


1. Pasien ketergantungan alkohol ringan cukup berobat jalan dengan medikasi
benzodiazepin oral jangka pendek atau fenobarbital.
2. Pasien ketergantungan alkohol sedang sampai berat harus dirawat inapkan. Berikan
per oral 10-15 mg diazepam setiap jam bergantung kebutuhan klinis yang ditentukan
oleh gejala-gejala putus alkohol.
3. Pasien ketergantungan alkohol berat diberikan medikasi diazepam secara i.v. Sesudah
tercapai stabilisasi, dosis diazepam yang diperlukan untuk mempertahankan pasien
dalam keadaan sedasi dapat diberikan peroral setiap 8-12 jam. Bila kegelisahan,
tremor dan tanda-tanda putus alcohol lainnya menetap, disis diazepam dinaikkan
sampai terjadi sedasi taraf sedang. Kemudian dosis dikurangu 20% setiap 24 jam
sampai gejala putus obat selesai.
4. Alternatif lain, dapat diberikan chlordiazepoxide sebagai dosis tunggal per oral
sebanyak 200-400 mg atau diazepam 20-40 mg. sampai didapat didapat dosis total
per 24 jam yang membuat pasien stabil. Dosis chlordiazepoxide dapat mencapai 600
mg per hari dan ditapering off dapat sampai 10 hari
5. Pasien lanjut usia, pasien dengan penyakit hati, delirium, demensia atau gangguan
kognitif lain sebaiknya diberikan benzodiazepine masa kerja singkat, tapi harus
diberikan lebih sering
6. Untuk mengatasi hiperaktivitas otonom dapat diberikan beta bloker. Bila dikombinasi
dengan benzodiazepin, maka dosis benzodiazepine dapat dikurangi
7. Pemberian klonidin 2-3 kali sehari 0,5 mg dapat menekan tanda tanda kardiovaskuler
keadaan putus alkohol.
8. Pemberian klonidin oral 400-800 mg karbamazepin setara dibandingkan
benzodiazepin untuk prevensi kejang putus alcohol
9. Alternatif lain untuk prevensi kejang dengan magnesium sulfat
10. Fenitoin tampaknya tidak efektif untuk mengelola kejang putus alcohol
11. Pemeriksaan seksama jika ada penyakit medis lain
12. Vitamin dosis tinggi
13. Larutan glukosa tidak boleh diberikan sebelum pemberian tiamin karena adanya
kemungkinan timbul sindrom Wernike.
14. Sindrom otak organik yang kronis akibat konsumsi alkohol yang lama tidak jelas
responnya terhadap pemberian tiamin maupun vitamin lain
15. Halusinasi alkoholik ditangani dengan pemberian obat anti psikosis
16. Terapi psikologis, sosial, dan tingkah laku
17. Pemberian naltrexone sampai 1 tahun dapat mengatasi alkoholisme tanpa
menimbulkan efek yang tidak diinginkan. Dosis naltrexone 50 mg sehari.
18. Disulfiram 250 mg/hari (kontraindikasi pada penyakit jantung, trombosis serebral dan
diabetes mellitus) untuk meningkatkan sensitivitas terhadap alkohol yang tujuannya
memberikan rasa tidak nyaman pada penggunaan alkohol (sebagai shock terapi).
19. Acamprosate 2000 mg/hari untuk menekan gejala craving alkohol.
20. Rehabilitasi.

Sumber: PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK) PSIKIATRI RS ISLAM SULTAN AGUNG


SEMARANG NOMOR : 559.3/PER/RSISA/V/2019, halaman 16-20

Anda mungkin juga menyukai