Anda di halaman 1dari 9

RESUME TENTANG PROSEDUR PEMBERIAN OBAT DAN

PEMANTAUAN TERAPI OBAT


(Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Individu Mata Kuliah Farmakologi)

Dosen Pengampu: Dede Nur Aziz Muslim, S.Kep., Ners., M.Kep.

Oleh:
Maharani Citra Nabila
191FK01069

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN


UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA BANDUNG
2020
A. PROSEDUR PEMBERIAN OBAT
1. Oral
Peralatan
a. Baki obat
b. Kartu rencana pengobatan
c. Cangkir disposable untuk tempat obat
d. Martil dan lumping penggerus
Tahap Kerja :
a. Siapkan peralatan dan cuci tangan
b. Kaji kemampuan pasien untuk dapat minum obat peroral (kemampuan
menelan, mual dan muntah, akan dilakukan penghisapan cairn
alambung, atau tidak boleh makan/minum).
c. Periksa Kembali order pengobatan
d. Ambil obat sesuai yang diperlukan.
e. Siapkan obat-obatan yg akan diberikan(gunakan tekni kaseptik, jangan
menyentuh obat dan cocokkan dgn order pengobatan)
f. Beri obat pada waktu dan cara yg benar dgn cara :
a) Yakin pasienbenar
b) Aturposisipasiendudukbilamungkin
c) Kajitanda-tandavital pasien
d) Berikan cairan/air yang cukup membantu menelan, anjurkan pasien
meletakkan obat di lidah bagian belakang, kemudian pasien
dianjurkan minum
e) Bila obat mempunyai rasa tidak enak, beri es batu/pisang
f) Tetap bersama pasien sampai obat ditelan. Catat tindakan,
kembalikan peralatan, evaluasi setelah 30 menit
2. Sublingual
Prosedur:
a. Letakkan di bawah lidah, jangan ditelan.
b. Biarkan sampai tablet hancur dan terserap.
c. Obat beraksi dalam 1 menit dan efex dalam 3 menit

3. Bukal
Letakkan di antara gigi dengan selaput lender pd pipi Bagian dalam.
4. Parenteral
a) Intrakutan/IC
Merupakan cara memberikan atau memasukkan obat ke dalam
jaringan kulit dengan tujuan untuk melakukan tes terhadap reaksi alergi
jenis obat yang akan digunakan.
Pemberian obat melalui jaringan intrakutan ini dilakukan di bawah
dermis atau epidermis, secara umum dilakukan pada daerah lengan
tangan bagian ventral.
Alat dan Bahan:
i. Daftar buku obat/catatan, jadwal pemberian obat.
ii. Obat dalam tempatnya.
iii. Spuit 1 cc:/spuit insulin.
iv. Kapas alkohol dalam tempatnya.
v. Cairan pelarut.
vi. Bak steril dilapisi kas steril (tempat spuit).
vii. Bengkok.
Prosedur Kerja:
i. Cuci tangan.
ii. Jelaskan dilakukan. prosedur yang akan
iii. Bebaskan daerah yang akan disuntik, bila menggunakan baju lengan
panjang buka dan ke ataskan.
iv. Pasang perlak/ pengalas bagian yang disuntik. di bawah
v. Ambil obat untuk tes alergi kemudian larutkan/encerkan dengan
aquades (cairan pelarut) kemudian ambil 0,5 cc dan encerkan lagi
sampai kurang lebih 1 cc, dan siapkan pada bak injeksi
vi. Tegangkan dengan tangan kiri atau daerah yang akan disuntik.
vii. Lakukan penusukan dengan lubang menghadap ke atas dengan sudut
15-20 derajat dc:ngan permukaan kulit.
viii. Semprotkan obat hingga terjadi gelembung.
ix. Tarik spuit dan tidak boleh dilakukan masase.
x. Catat reaksi pemberian.
xi. Cuci tangan dan c:atat hasil pemberian
b) Subcutan/SC
Pemberian obat secara subkutan adalah pemberian obat melalui
suntikan ke area bawah kulit yaitu pada jaringan konektif atau lemak di
bawah dermis.
Peralatan:
i. Buku catatan pemberian obat atau kartu obat
ii. Kapas alkohol
iii. Sarung tangan
iv. Obat yang sesuai
v. Spuit 2 ml
vi. Bak spuit
vii. Baki obat
viii. Plester
ix. Kassa steril (bila perlu)
x. Bengkok
Prosedur Kerja:
i. Berikan posisi yang tepat sesuai dengan lokasi yang dipilih.
ii. Bersihkan daerah suntikan dengan kapas atau alkohol, gosok
melingkar dari dalam keluar. Biarkan alkohol kering dan pegang
kapas untuk digunakan waktu mencabut jarum.
iii. Cubit atau gerakkan daerah yang akan disuntikkan.
iv. Pegang spuit dengan tangan kanan diantara ibu jari dan telunjuk.
Suntikkan jarum dengan sudut 450-900, tergantung turgor jaringan
dan panjang jarum.

c) Intramuskular/IM
Injeksi intramuskuler adalah pemberian obat dengan cara
memasukkan obat kedalam jaringan otot dengan menggunakan spuit.
Peralatan
i. Buku catatan atau pemberian obat
ii. Kapas alkohol
iii. Sarung tangan disposibel
iv. Obat yang sesuai
v. Spuit 2-5 ml
vi. Needle
vii. Bak spuit
viii. Baki obaT
ix. Plester
x. Kassa steril
xi. Bengkok

5. Intravena/IV
Injeksi intravena adalah pemberian obat dengan cara memasukkan obat
ke dalam pembuluh darah vena dengan menggunakan spuit.
Prosedur kerja:
i. Siapkan obat dengan prinsip 6 benar
ii. Salam terapeutik
iii. Identifikasi klien
iv. Beritahu klien dan jelaskan prosedur yang akan diberikan
v. Atur klien pada posisi yang nyaman
vi. Pasang perlak pengalas
vii. Bebaskan lengan klien dari baju atau kemeja
viii. Letakkan pembendung
ix. Pilih area penusukan
x. Pakai sarung tangan
xi. Bersihkan area penusukan dengan menggunakan kapas alkohol, dengan
gerakan sirkuler dari arah dalam keluar.
xii. Pegang kapas alkohol, dengan jari-jari tengah pada tangan non dominan.
xiii. Buka tutup jarum.
xiv. Tarik kulit kebawah kurang lebih 2,5 cm dibawah area penusukan
dengan tangan non dominan. Pegang jarum pada posisi 30.
xv. Rendahkan posisi jarum sejajar kulit dan teruskan jarum ke dalam vena
xvi. Lakukan aspirasi dengan tangan non dominan menahan barel dari spuit
dan tangan dominan menarik plunger.
xvii. Observasi adanya darah pada spuit
xviii. Jika ada darah, lepaskan terniquet dan masukkan obat perlahan-
lahan.
xix. Keluarkan jarum dengan sudut yang sama seperti saat dimasukkan,
sambil melakukan penekanan dengan menggunakan kapas alkohol pada
area penusukan
xx. Tutup area penusukan dengan menggunakan kassa steril yang diberi
betadin
xxi. Kembalikan posisi klien
xxii. Buang peralatan yang sudah tidak diperlukan ke dalam bengkok
xxiii. Buka sarung tangan
xxiv. Dokumentasikan tindakan yang telah dilakukan

B. PEMANTAUAN TERAPI OBAT


Manajemen obat merupakan komponen yang penting dalam pengobatan
paliatif, simtomatik, preventif, dan kuratif terhadap penyakit dan berbagai
kondisi. Manajemen obat mencakup sistem dan proses yang digunakan rumah
sakit sakit dalam memberikan farmakoterapi kepada pasien. Perlu upaya
mutidisiplin dan terkoordinir dari para staf rumah sakit sakit, menerapkan prinsip
rancang proses yang efektif, implementasi dan peningkatan terhadap seleksi,
pengadaan, penyimpanan, pemesanan/peresepan, pencatatan (transcribe),
pendistribusian, persiapan (preparing), penyaluran (dispensing), pemberian,
pendokumentasian, dan pemantauan terapi obat. Peran para pemberi pelayanan
kesehatan dalam manajemen obat sangat sentral guna mencapai tujuan
pengobatan dan sasaran keselamatan pasien.
Pasien RS yang mendapatkan terapi obat mempunyai risiko mengalami
masalah terkait obat. Kompleksitas penyakit dan penggunaan obat, serta respons
pasien yang sangat individual meningkatkan munculnya masalah terkait obat. Hal
tersebut menyebabkan perlunya dilakukan PTO (pemantauan terapi obat) dalam
praktek profesi untuk mengoptimalkan efek terapi dan meminimalkan efek yang
tidak dikehendaki. Aspek ini merupakan bagian penting dalam standar akreditasi
RS versi KARS 2012, khususnya dalam Bab MPO (Manajemen dan Penggunaan
Obat).
Pemantauan terapi obat (PTO) adalah suatu proses yang mencakup kegiatan
untuk memastikan terapi obat yang aman, efektif, dan rasional bagi pasien.
Kegiatan tersebut mencakup pengkajian pilihan obat, dosis, cara pemberian obat,
respon terapi, reaksi obat yang tidak dikehendaki (ROTD), serta rekomenasi atau
alternatif terapi. PTO harus dilakukan secara berkesinambungan dan dievaluasi
secara teratur pada periode tertentu agar keberhasilan ataupun kegagalan terapi
dapat diketahui. PTO merupakan bagian dari tugas pokok dan fungsi pelayanan
kefarmasian RS dalam Permenkes 1197/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi
di Rumah Sakit.

Kondisi pasien yang perlu dilakukan PTO antara lain:


a. Pasien yang masuk rumah sakit dengan multi penyakit sehingga menerima
polifarmasi.
b. Pasien kanker yang menerima terapi sitostatika.
c. Pasien dengan gangguan fungsi organ terutama hati dan ginjal.
d. Pasien geriatri dan pediatri.
e. Pasien hamil dan menyusui.
f. Pasien dengan perawatan intensif.
g. Pasien yang menerima regimen yang kompleks: Polifarmasi, Variasi rute
pemberia , Variasi aturan pakai, Cara pemberian khusus (contoh: inhalasi,
Drip intravena (bukan bolus), dsb.

Adapun pasien dikatakan menerima obat dengan risiko tinggi, yaitu bila
menerima:
a. Obat dengan indeks terapi sempit (contoh: Digoksin, fenitoin),
b. Obat yang bersifat nefrotoksik (contoh: gentamisin) dan hepatotoksik
(contoh: OAT),
c. Sitostatika (contoh: metotreksat),
d. Antikoagulan (contoh: warfarin, heparin),
e. Obat yang sering menimbulkan ROTD (contoh: metoklopramid, AINS),
f. Obat kardiovaskular (contoh: nitrogliserin

Metode pelaksanaan PTO adalah dengan menggunakan kerangka S-O-A-P


sebagai berikut.
S: Subjective
Data subyektif adalah gejala yang dikeluhkan oleh pasien.
Contoh : pusing, mual, nyeri, sesak nafas.

O : Objective
Data obyektif adalah tanda/gejala yang terukur oleh tenaga kesehatan. Tanda-
tanda obyektif mencakup tanda vital (tekanan darah, suhu tubuh, denyut nadi,
kecepatan pernafasan), hasil pemeriksaan laboratorium dan diagnostik.

A : Assessment
Berdasarkan data subyektif dan obyektif dilakukan analisis terkait obat.

P : Plans
Setelah dilakukan SOA maka langkah berikutnya adalah menyusun rencana yang
dapat dilakukan untuk menyelesaikan masalah.
Setelah data terkumpul, perlu dilakukan analisis untuk identifikasi adanya
masalah terkait obat (Hepler dan Strand). Masalah yang dapat ditemukan antara
lain sebagai berikut.

Ada indikasi tetapi tidak di terapi :Pasien yang diagnosisnya telah ditegakkan dan
membutuhkan terapi obat tetapi tidak diresepkan. Perlu diperhatikan bahwa tidak
semua keluhan/gejala klinik harus diterapi dengan obat.
Pemberian obat tanpa indikasi ,pasien mendapatkan obat yang tidak diperlukan.
Pemilihan obat yang tidak tepat. Pasien mendapatkan obat yang bukan pilihan terbaik
untuk kondisinya (bukan merupakan pilihan pertama, obat yang tidak cost effective,
Kontra indikasi; Dosis terlalu tinggi, Dosis terlalu rendah, Reaksi Obat yang Tidak
Dikehendaki (ROTD), Interaksi obat
Dalam PTO, petugas perlu memahami jenis-jenis efek samping obat sebagai
berikut.
a. Efek samping yang dapat diperkirakan:
b. Aksi farmakologik yang berlebihan
c. Respons karena penghentian obat
d. Efek samping yang tidak berupa efek farmakologik utama
e. Efek samping yang tidak dapat diperkirakan:
f. Reaksi alergi
g. Reaksi karena faktor genetik
h. Reaksi idiosinkratik

DAFTAR PUSTAKA
1. Dirjen Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, Depkes RI, 2009, Pedoman
Pemantauan Terapi Obat.
2. Sutoto, 2012, Manajemen dan Penggunaan Obat & Pengelolaan Bahan
Berbahaya Dalam Standar Akreditasi Versi KARS 2012

Anda mungkin juga menyukai