Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUHAN

A. Latar Belakang
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang menyerang sistem
kekebalan tubuh yang selanjutnya melemahkan kemampuan tubuh melawan infeksi
dan penyakit. Obat atau metode penanganan HIV belum ditemukan. Dengan
menjalani pengobatan tertentu, pengidap HIV bisa memperlambat perkembangan
penyakit ini, sehingga pengidap HIV bisa menjalani hidup dengan normal. AIDS
(Acquired Immune Deficiency Syndrome) adalah kondisi di mana HIV sudah pada
tahap infeksi akhir. Ketika seseorang sudah mengalami AIDS, maka tubuh tidak lagi
memiliki kemampuan untuk melawan infeksi yang ditimbulkan.
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan RI, selama tahun 2016 terdapat lebih
dari 40 ribu kasus infeksi HIV di Indonesia. Dari jumlah tersebut, HIV paling sering
terjadi pada pria dan wanita, diikuti lelaki seks lelaki (LSL), dan pengguna NAPZA
suntik (penasun). Di tahun yang sama, lebih dari 7000 orang menderita AIDS, dengan
jumlah kematian lebih dari 800 orang. Data terakhir Kemenkes RI menunjukkan, pada
rentang Januari hingga Maret 2017 saja sudah tercatat lebih dari 10.000 laporan
infeksi HIV, dan tidak kurang dari 650 kasus AIDS di Indonesia.
Limfadenopati berarti penyakit pada kelenjar atau aliran getah bening (system
limfatik). Biasanya, penyakit tersebut terlihat sebagai kelenjar getah bening menjadi
bengkak, sering tanpa rasa sakit. Pembengkakan kelenjar itu disebabkan oleh reaksi
sistem kekebalan tubuh terhadap berbagai infeksi, termasuk HIV dan TB. Ada ratusan
kelenjar getah bening di tubuh kita, dengan ukuran antara sebesar kepala peniti hingga
biji kacang.
Organ ini sangat penting untuk fungsi system kekebalan tubuh, dengan tugas
menyerang infeksi dan menyaring cairan getah bening. Sebagian besar kelenjar getah
bening ada di daerah tertentu, misalnya mulut, leher, lengan bawah, ketiak, dan kunci
paha. Segera setelah seseorang terinfeksi HIV, kebanyakan virus keluar dari darah.
Sebagian melarikan diri ke system limfatik (getah bening) untuk menyembunyikan
diri dalam sel di kelenjar getah bening. Beberapa ilmuwan menganggap bahwa hanya
2% HIV ada dalam darah. Sisanya ada di sistem limfatik, termasuk limpa, di lapisan
usus dan di otak. Infeksi HIV sendiri dapat menyebabkan limfadenopati atau
pembengkakan kelenjar getah bening. Limfadenopati adalah salah satu gejala umum
infeksi primer HIV. Infeksi primer atau akut adalah penyakit yang dialami oleh
sebagian orang beberapa minggu setelah tertular HIV – lihat Lembaran Informasi (LI)
103.

B. Rumusan Masalah
C. Tujuan.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian HIV.
HIV (human immunodeficiency virus) adalah sebuah retrovirus yang menginfeksi
sel sistem kekebalan tubuh manusia - terutama CD4+ Sel T dan macrophage,
komponen vital dari sistem sistem kekebalan tubuh "tuan rumah" - dan
menghancurkan atau merusak fungsi mereka. Infeksi dari HIV menyebabkan
pengurangan cepat dari sistem kekebalan tubuh, yang menyebabkan kekurangan
imun. HIV merupakan penyebab dasar AIDS.

HIV menular melalui hubungan kelamin dan hubungan seks oral, atau melalui
anus, transfusi darah, penggunaan bersama jarum terkontaminasi melalui injeksi obat
dan dalam perawatan kesehatan, dan antara ibu dan bayinya selama masa hamil,
kelahiran dan masa menyusui. Penggunaan pelindung fisik seperti kondom latex
dianjurkan untuk mengurangi penularan HIV melalui seks.

B. Pengertian Infeksi Oportunistik


Infeksi oportunistik adalah infeksi akibat virus, bakteri, jamur, atau parasit yang
terjadi pada orang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah. Dengan kata lain
infeksi ini mengambil kesempatan dari lemahnya daya tahan tubuh untuk bisa
berkembang.
Infeksi oportunitistik tidak menyerang orang yang sehat dan memiliki sistem
kekebalan tubuh yang baik. Namun, jika terjadi pada orang dengan daya tahan tubuh
yang sangat lemah, misalnya penderita AIDS, infeksi ini bisa menyebabkan
kematian.
Penderita AIDS, di mana jumlah sel darah putih yang disebut sel CD4 tidak cukup
untuk melawan kuman penyakit, infeksi dapat terjadi dengan mudah. Bahkan bakteri
atau jamur yang biasanya tidak berbahaya dan hidup normal di dalam maupun di
permukaan tubuh bisa menimbulkan infeksi.
Bukan hanya penyakit HIV yang bisa menyebabkan infeksi oportunistik. Semua
kondisi yang membuat sistem kekebalan tubuh menjadi lemah dapat menjadi “pintu”
bagi infeksi oportunistik untuk masuk.
C. Anatomi Fisiologi Sistem Imun
1. Pengertian.
Sistem kekebalan atau sistem imun adalah sistem perlindungan pengaruh luar
biologis yang dilakukan oleh sel dan organ khusus pada suatu organisme. Jika
sistem kekebalan bekerja dengan benar, sistem ini akan melindungi tubuh
terhadap infeksi bakteri dan virus, serta menghancurkan sel kanker dan zat asing
lain dalam tubuh. Jika sistem kekebalan melemah, kemampuannya melindungi
tubuh juga berkurang, sehingga menyebabkan patogen, termasuk virus yang
menyebabkan demam dan flu, dapat berkembang dalam tubuh. Sistem kekebalan
juga memberikan pengawasan terhadap sel tumor, dan terhambatnya sistem ini
juga telah dilaporkan meningkatkan resiko terkena beberapa jenis kanker.
2. Fungsi Dari Sistem Imun.
a. Sumsum tulang
Semua sel sistem kekebalan tubuh berasal dari sel-sel induk dalam sumsum
tulang. Sumsum tulang adalah tempat asal sel darah merah, sel darah putih
(termasuk limfosit dan makrofag) dan platelet. Sel-sel dari sistem kekebalan
tubuh juga terdapat di tempat lain.
b. Timus
Dalam kelenjar timus sel-sel limfoid mengalami proses pematangan sebelum
lepas ke dalam sirkulasi. Proses ini memungkinkan sel T untuk
mengembangkan atribut penting yang dikenal sebagai toleransi diri.
c. Getah bening
Kelenjar getah bening berbentuk kacang kecil terbaring di sepanjang
perjalanan limfatik. Terkumpul dalam situs tertentu seperti leher, axillae,
selangkangan dan para-aorta daerah. Pengetahuan tentang situs kelenjar getah
bening yang penting dalam pemeriksaan fisik pasien.
d. Mukosa jaringan limfoid terkait (MALT)
Di samping jaringan limfoid berkonsentrasi dalam kelenjar getah bening dan
limpa, jaringan limfoid juga ditemukan di tempat lain, terutama saluran
pencernaan, saluran pernafasan dan saluran urogenital.
3. Mekanisme Pertahanan
a. non Spesifik
Dilihat dari caranya diperoleh, mekanisme pertahanan non spesifik disebut
juga respons imun alamiah. Yang merupakan mekanisme pertahanan non
spesifik tubuh kita adalah kulit dengan kelenjarnya, lapisan mukosa dengan
enzimnya, serta kelenjar lain dengan enzimnya seperti kelenjar air mata.
Demikian pula sel fagosit (sel makrofag, monosit, polimorfonuklear) dan
komplemen merupakan komponen mekanisme pertahanan non spesifik.
b. Mekanisme Pertahanan Spesifik
Bila pertahanan non spesifik belum dapat mengatasi invasi mikroorganisme
maka imunitas spesifik akan terangsang. Mekanisme pertahanan spesifik
adalah mekanisme pertahanan yang diperankan oleh sel limfosit, dengan atau
tanpa bantuan komponen sistem imun lainnya seperti sel makrofag dan
komplemen. Dilihat dari caranya diperoleh maka mekanisme pertahanan
spesifik disebut juga respons imun didapat.
1) Imunitas humoral adalah imunitas yang diperankan oleh sel limfosit B
dengan atau tanpa bantuan sel imunokompeten lainnya. Tugas sel B akan
dilaksanakan oleh imunoglobulin yang disekresi oleh sel plasma. Terdapat
lima kelas imunoglobulin yang kita kenal, yaitu IgM, IgG, IgA, IgD, dan
IgE.
2) Imunitas selular didefinisikan sebagai suatu respons imun terhadap antigen
yang diperankan oleh limfosit T dengan atau tanpa bantuan komponen
sistem imun lainnya.
4. Antibodi (Immunoglobulin)
Antibodi (antibody, gamma globulin) adalah glikoprotein dengan struktur tertentu
yang disekresi dari pencerap limfosit-B yang telah teraktivasi menjadi sel plasma,
sebagai respon dari antigen tertentu dan reaktif terhadap antigen tersebut.
Pembagian Immunglobulin sebagai berikut :
a. Antibodi A (bahasa Inggris: Immunoglobulin A, IgA) adalah antibodi yang
memainkan peran penting dalam imunitas mukosis (en:mucosal immune). IgA
banyak ditemukan pada bagian sekresi tubuh (liur, mukus, air mata, kolostrum
dan susu) sebagai sIgA (en:secretoryIgA) dalam perlindungan permukaan
organ tubuh yang terpapar dengan mencegah penempelan bakteri dan virus ke
membran mukosa. Kontribusi fragmen konstan sIgA dengan ikatan komponen
mukus memungkinkan pengikatan mikroba.

b. Antibodi D (bahasa Inggris: Immunoglobulin D, IgD) adalah sebuah monomer


dengan fragmen yang dapat mengikat 2 epitop. IgD ditemukan pada
permukaan pencerap sel B bersama dengan IgM atau sIga, tempat IgD dapat
mengendalikan aktivasi dan supresi sel B. IgD berperan dalam mengendalikan
produksi autoantibodi sel B. Rasio serum IgD hanya sekitar 0,2%.
c. Antibodi E (bahasa Inggris: antibody E, immunoglobulin E, IgE) adalah jenis
antibodi yang hanya dapat ditemukan pada mamalia. IgE memiliki peran yang
besar pada alergi terutama pada hipersensitivitas tipe 1. IgE juga tersirat dalam
sistem kekebalan yang merespon cacing parasit (helminth) seperti
Schistosoma mansoni, Trichinella spiralis, dan Fasciola hepatica, serta
terhadap parasit protozoa tertentu sepertiPlasmodium falciparum, dan
artropoda.
d. Antibodi G (bahasa Inggris: Immunoglobulin G, IgG) adalah antibodi
monomeris yang terbentuk dari dua rantai berat dan rantai ringan , yang
saling mengikat dengan ikatan disulfida, dan mempunyai dua fragmen
antigen-binding. Populasi IgG paling tinggi dalam tubuh dan terdistribusi
cukup merata di dalam darah dan cairan tubuh dengan rasio serum sekitar 75%
pada manusia dan waktu paruh 7 hingga 23 hari bergantung pada sub-tipe.
e. Antibodi M (bahasa Inggris: Immunoglobulin M, IgM, macroglobulin) adalah
antibodi dasar yang berada pada plasma B. Dengan rasio serum 13%, IgM
merupakan antibodi dengan ukuran paling besar, berbentuk pentameris 10 area
epitop pengikat, dan teredar segera setelah tubuh terpapar antigen sebagai
respon imunitas awal (en:primary immune response) pada rentang waktu
paruh sekitar 5 hari. Bentuk monomeris dari IgM dapat ditemukan pada
permukaan limfosit- B dan reseptor sel-B. IgM adalah antibodi pertama yang
tercetus pada 20 minggu pertama masa janin kehidupan seorang manusia dan
berkembang secara fitogenetik (en:phylogenetic). Fragmen konstan IgM
adalah bagian yang menggerakkan lintasan komplemen klasik.
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Kasus.
Seorang laki-laki usia 43 tahun, mengeluhkan 2 bulan SMRS penderita mengeluh
tumbuh benjolan di leher sebelah kiri, Mula mula benjolan sebesar telur ayam, makin
lama makin membesar, 2 SMRS benjolan semakin besar, sehingga penderita sulit
memalingkan lehernya. Demam (+) , sejak 2 bulan, hilang timbul,batuk (-) , sesak
nafas (-), nyeri menelan (-),penurunan berat badan (+) , turun 5 kg dalam 1 bulan ( 60
kg → 55 kg),sariawan (-). Bak (+), volume cukup, warna kuning,nyeri sewaktu bak
(-), bak berdarah (-), bab (+) 1x/hari, warna kuning, riwayat mencret lama (-). Tattoo
(-),Riwayat minum alcohol (-),Riwayat seks berganti ganti pasangan sejenis(+),
riwayat keluarga: Batuk lama (-), tidak ada nggota keluarga yang mendapat obat yang
membuat kencing warna merah,Sakit ginjal (-), kencing manis (-), darah tinggi (-).
Penderita bekerja sbg penata rias, belum bekeluarga, biaya berobat ditanggung
jamkesmas, kesan social ekonomi kurang. Pemriksaan diagnostic. Di leher ditemukan:
Benjolan 1 buah, ukuran 8x4x2 cm, warna lebih merah dibandingkan kulit
sekitar,teraba hangat, kenyal, permukaan rata, nyeri tekan (+). Pembesaran nnll -. Test
HIV (+) reaktif.

B. Identitas Pasien.
Nama : Tn. R
Umur : 43 Tahun
Agama : Islam
Jenis kelamin : Laki-Laki
Status : Belum Menikah
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Penata Rias
Alamat : Samarinda Ulu
Tanggal masuk : 10 Maret 2020
Tanggal pengkajian : 11 Maret 2020
Nomor register :-
Diagnosa Medis : Kelenjar Getah Benih HIV
C. Pengkajian.
1. Riwayat Penyakit Terdahulu.
Tidak ada riwayat penyakit terdahulu pada pasien.
2. Riwayat Penyakit Sekarang.
Penderita mengeluh tumbuh benjolan di leher sebelah kiri, Mula mula benjolan
sebesar telur ayam, makin lama makin membesar, 2 SMRS benjolan semakin
besar, sehingga penderita sulit memalingkan lehernya. Semenjak 2 bulan
penurunan berat badan, BAK, BAB.
3. Riwayat Penyakit Keluarga.
Tidak ada riwayat penyakit keluarga pada pasien.
4. Pola pengkajian Gordon.
a. Pola persepsi dan menajemen Kesehatan.
b. Pola Nutrisi : Metabolisme.
1) Sebelum sakit: Klien mengatakan tiga kali sehari sarapan pagi, siang,
malam.
2) Saat sakit: klien mengatakan berkurangnya nafsu makan selama 2 bulan
terahkir.
c. Pola Eliminasi
BAB :
1) Sebelum sakit :
2) Saat sakit :

BAK :

1) Sebelum sakit :
2) Saat sakit :
d. Pola aktivitas dan latihan
1) aktifitas

Kemampuan Mandiri
0 1 2 3
Makan dan minum √
Mandi √
Toileting √
Berpakaian √
Ket:
0: Mandiri 1: Dibantu sebagian 2: Dibantu orang lain 3: Dibantu
orang lain dan alat.
2) Latihan.
1) Sebelum sakit: klien mengatakan sehari-hari beraktivitas berkerja
sebagai penata rias,
2) Saat sakit: klien menyatakan menurunya aktivitas sehari-hari.
e. Pola kognitif dan persepsi.
Klien mengatakan tampak ramah terhadap perawat dan keluarga.
f. Pola diri dan konsep diri.
Pasien berharap cepat sembuh.
g. Pola tidur dan istirahat.
1) Sebelum sakit: pasien mengatakan istirahat yang cukup.
2) Saat sakit: pasien mengatakan istirahat yang kurang.
h. Pola peran hubungan
Pasien mengatakan hubungan dengan keluarga sangat baik.
i. Pola seksual dan reproduksi
1) Sebelum sakit:
2) Saat sakit:
j. Pola kepercayaan.
Pasien menyataka melakukan ibadah secara rutin.
k. Pola toleransi stres koping.

Anda mungkin juga menyukai