Daerah Sumatera Timur merupakan daerah dataran rendah yang sangat luas.
Luas seluruh daerah Sumatera Timur adalah 31.715 km persegi.10 Banyak sungai-
sungai yang bermuara ke Selat Malaka. Di sepanjang sungai itu, terutama di muara
sungai ditumbuhi pohon nipah dan bakau yang lebat. Sungai yang berhulu di Dataran
Tinggi Karo dan Simalungun tersebut membawa sisa-sisa debu halus, pasir, serta
tanah gembur. Endapan Lumpur yang dibawa sungai-sungai tersebut luasnya rata-rata
sekitar 30 Km.11 Hal ini menyebabkan daerah Pantai Timur bertambah luas masuk ke
Selat Malaka. Tanah-tanah di sepanjang Pantai Timur Sumatera ini menjadi lahan
Hingga pertengahan abad ke-19 Sumatera Timur dihuni oleh kelompok etnis
Melayu, Batak Karo, dan Simalungun. Mereka inilah yang disebut penduduk asli
Sumatera Timur.12 Etnis Melayu sendiri menempati sepanjang pesisir pantai Timur
Sumatera mulai dari perbatasan Aceh (Tamiang) sampai ke Siak. Sesuatu yang khas
lain yang saling menguntungkan tanpa harus mengorbankan identitas mereka. Hal
10
Karl J. Pelzer, Toen Keboen dan Petani: Politik Kolonial dan Perjuangan, Jakarta: Sinar
Harapan, 1985. hal. 31.
11
Ibid., hal. 34.
12
Anthony Reid, Perjuangan Rakyat: Revolusi dan Hancurnya Kerajaan Di Sumatera Timur,
Jakarta: Sinar Harapan, 1987. hal. 87.
28
Sumatera. Orang Batak Karo menempati dataran tinggi Karo yang tidak mengenal
Orang Simalungun ada yang menetap di daerah-daerah kerajaan Melayu, bahkan ada
Deli, Serdang, Asahan, Langkat, Kualoh, Bilah, Panai, Kota Pinang, Indrapura,
Tanah Datar, Pesisir, Lima Puluh, Suku Dua, Pelalawan, Bedagai, Padang dan
Senggigi, Lima Urung Deli, Sinembah, Sunggal, Percut, dan Hamparan Perak. Di
Purba, Raya, Pane, Siantar, dan Tanah Jawa. Di daerah Tanah Karo terdapat Sibayak
yang kemudian ditingkatkan statusnya menjadi kerajaan. Sibayak itu adalah Sibayak
13
Memelayukan diri adalah meninggalkan identitas kesukuan asli dan masuk menjadi etnis
melayu. Untuk dapat menjadi etnis Melayu, seseorang cukup beragama Islam dan mengikuti adat
resam budaya Melayu.
14
Suprayitno, Mencoba (Lagi) Menjadi Indonesia, Yogyakarta: Terawang Press, 2001. hal.
15-17.
15
Ibid., hal. 18.
29
Belanda bernama Jacobus Nienhuys pada tahun 1864. Hal ini tidak terlepas dari peran
Said Abdullah bin Umar Bilsagih16 yang mengajak pedagang Belanda di Jawa untuk
membeli dan menanam tembakau di Deli.17 Pada bulan Juli tahun 1963 datanglah
pedagang tembakau dari Jawa termasuk Jacobus Nienhuys dengan kapal Josephine
dari Firma Van Leeuwen en Mainz & Co ke Kuala Deli.18 Mereka mendapat kontrak
mengalami kegagalan karena masalah gaji buruh yang sangat tinggi. Pada akhirnya
modal dari Tuan Van Den Arend.19 Jacobus Nienhuys memulai usaha barunya di
Martubung dengan jumlah pekerja 120 orang buruh Tionghoa dari Penang dan 23
orang Melayu.20 Tembakau yang ditanam di Deli ini ternyata memiliki prospek yang
baik.
16
Said Abdullah adalah putera seorang pedagang kaya dari Arab yang tinggal di Surabaya.
Hidupnya boros dan senang akan petualangan. Tahun 1863, Abdullah berlayar dengan tujuan
Singapura-Siak-Kalkuta, namun dalam pelayaran kapalnya diterjang badai dan terdampar di dekat
pantai Deli. Akhirnya dia dinikahkan dengan saudara perempuan Sultan Deli dan menjadi salah
seorang keluarga Sultan. Lihat: Mahadi, Sedikit Sejarah Perkembangan Hak-hak Suku Melayu Atas
Tanah di Sumatera Timur (Tahun 1800-1975), (Bandung: Alumni, 1978), hal. 36, Lihat juga: T.
Luckman Sinar Basarshah II, Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera Timur, (Medan:
tanpa penerbit, tanpa tahun terbit), hal. 206.
17
T. Luckman Sinar Basarshah II, Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera
Timur, Medan: tanpa penerbit, tanpa tahun terbit. hal. 206.
18
Ibid., hal. 207
19
Ibid.
20
Mahadi, Sedikit Sejarah Perkembangan Hak-hak Suku Melayu Atas Tanah di Sumatera
Timur (Tahun 1800-1975), Bandung: Alumni, 1978. hal. 38.
30
Deli sangat memuaskan karena kualitas daun yang baik dan daya bakar yang juga
perkongsian antara C.W. Janssen, P.W. Clemen dan Jacobus Nienhuys, bernama Deli
Maatschappij yang semakin diperkuat oleh kehadiran J.T. Cremer dengan kuli-kuli
Langkat dan satu di Serdang. Tahun 1874-1884 terjadi penambahan perkebunan yang
Van Der Sluis membuka perkebunan di Perbaungan dan Tuan Naeher dan Grob
membuka kebun di Tanjong Morawa Kiri, Petumbak, Sei Bahasa dan Tadukan
Raga.23
persiapan lahan dan banyak kebun tembakau didirikan. Setelah berdirinya Deli
Maatschappij, pada tahun 1875 berdiri pula perusahaan Deli Batavia Maatschappij,
Tabak Maatschappij Arendburg tahun 1877 dan Senembah Maatschappij pada tahun
1889, serta banyak perusahaan tembakau lainnya. Sampai tahun 1889, tercatat telah
21
T. Luckman Sinar Basarshah II, Op.Cit, hal. 210.
22
Mahadi, Op.Cit, hal. 39.
23
T. Luckman Sinar Basarshah II, Op.Cit, hal. 311-312.
31
perkebunan yang berada pada tanah-tanah yang baik, yaitu tanah-tanah yang terletak
di antara dua sungai besar, yaitu Sungai Ular (Serdang) dan Sungai Wampu
(Langkat). Di luar kawasan itu, satu persatu perusahaan gulung tikar dan mengalihkan
usahanya pada budidaya lainnya, seperti karet karena tanahnya tidak cocok untuk
tanaman tembakau.
perkebunan yang dimiliki oleh Firma Naeher & Grob. Maskapai ini memiliki kebun
yang ada di Tanjung Morawa, Tanjung Morawa Kiri, Sei Bahasa, Batang Kuis,
Maatschappij masih dibantu oleh Deli Maatschappij dalam hal pembiayaan dan
Firma Naeher & Grob merupakan usaha bersama dua orang asing, yaitu
Hermann Naeher, seorang pedagang di Sicilie yang berkebangsaan Beier dan Karl
24
Ibid., hal. 315.
32
tahun 1871 mereka mendapat kontrak tanah dari Serdang seluas 7588 bahu26. Tahun
1876 lahan mereka ditambah dengan sebidang tanah yang terletak di Deli, kemudian
pada tahun 1886 semakin meluas ke gunung-gunung dan ke pantai, sehingga luas
Letak kebun-kebun Naeher & Grob yang kebanyakan berada di tepi sungai
sungai yang baik untuk dilayari. Di muara sungai Belumai terdapat kebun-kebun
nipah yang juga mereka manfaatkan untuk keperluan atap bagi gudang-gudang
tembakau mereka.
Kemajuan Firma Naeher & Grob ini disebabkan karena tanah-tanah yang
mereka miliki menghasilakan daun-daun tembakau yang besar, berat dan berwarna
gelap yang pada waktu itu lebih disukai oleh orang-orang Eropa. Kondisi inilah yang
menyebabkan Firma Naeher & Grob mengalami kemajuan yang pesat. Namun hal ini
tidak berlangsung lama, sebab sekitar tahun 1887 terjadi perubahan selera pada
orang-orang Eropa. Selera mereka berubah menjadi lebih menyukai tembakau yang
berwarna cerah.28
25
C.W. Janssen, Senembah Maatschappij 1889-1914, Amsterdam:Drukkerij v/h Roeloffzen-
Hübner en Van Santen, 1914. hal. 1.
26
Istilah aslinya adalah bouws yaitu satuan seluas 7096,50 M²
27
Ibid.
28
Ibid., hal. 8.
33
produksi tembakau yang berat dan besar, sehingga pada tahun itu terjadi penurunan
harga tembakau. Harga yang buruk ini cukup membuat Firma Naeher & Grob
mengalami kerugian yang besar. Kesehatan Karl Furchtegott Grob yang pada waktu
itu yang juga sedang tidak baik mengakibatkan Naeher & Grob berniat untuk menjual
mereka pada Perseroan Terbatas yang mereka bentuk sendiri dengan harga yang telah
mereka sepakati. Naeher & Grob menerima saran tersebut, maka berdasarkan izin
kerajaan tanggal 30 September 1889 resmilah seluruh kebun milik Naeher & Grob
menjadi milik Senembah Maatschappij dengan Jacobus Nienhuys dan C.W. Janssen
ragu akan perkembangan maskapai ini. Hal ini disebabkan karena perubahan selera
orang-orang Eropa terhadap tembakau dan kondisi cuaca yang buruk pada tahun-
masih mendapat bantuan dana dari Deli Maatschappij. Namun, setelah beberapa
tahun berlalu, hasil yang diperoleh dari Senembah Maatschappij jauh melebihi apa
yang diharapkan oleh para pendirinya. Sebab, walaupun tanah-tanah yang dimiliki
oleh Senembah Maatschappij tidak sama dan bahkan ada yang berada di bawah mutu
29
Ibid., hal. 9.
34
Pada tahun awal berdirinya Senembah Maatschappij yaitu tahun 1889 luas
tanah yang dimiliki oleh maskapai ini seluas 31.563 bahu. Tahun 1897 luas tanah
40.340 terletak di Serdang dan sisanya 10.654 bahu berada di Deli.31 Penambahan
tidak sesuai dengan yang mereka harapkan, tidak lagi menjadi ancaman berarti bagi
maskapai ini. Cadangan dana yang mereka miliki membuat Senembah Maatschappij
Faktor yang sangat penting dalam suatu proses produksi adalah tenaga kerja.
Tenaga kerja untuk proses produksi tanaman perkebunan dikenal dengan istilah kuli
dimana setelah satu kali proses produksi tembakau, maka lahan tersebut ditinggalkan
30
Ibid.
31
Ibid.
35
Hal ini disebabkan karena apabila setelah selesai satu kali masa produksi tembakau,
lahan tersebut langsung ditanami kembali, maka hasil produksinya tidak akan baik.
dilakukan setiap tahun. Pembukaan lahan baru ini tidaklah mudah, sebab areal yang
mereka akan kerjakan adalah hutan dan rawa-rawa, sementara alat berupa mesin tidak
ada, sehingga pekerjaan itu hanya dilakukan oleh tangan dan alat seadanya. Dengan
alat yang seadanya, sementara medan yang dikerjakan cukup sulit dan berbahaya
menjadikan pekerjaan membuka lahan merupakan pekerjaan yang paling berat yang
Dalam sekali proses produksi, satu tahun dibagi menjadi dua periode kerja
yaitu masa ladang yang berlangsung selama delapan bulan lebih dan sisanya adalah
masa lumbung.32 Pekerjaan untuk membuka dan menyiapkan ladang dilakukan oleh
orang-orang Jawa, India dan para pekerja di sekitar perkebunan. Pekerjaan mereka
pengeringan tembakau dan membangun barak untuk tempat tinggal para kuli.33
Tempat tinggal para kuli yang berupa barak di bangun berjajar atau
dapur umum untuk tempat memasak makanan para kuli perkebunan. Sisa-sisa
sampah dan air yang tergenang menambah kotor dan baunya lingkungan tempat
32
Jan Bremen, Menjinakkan Sang Kuli Politik Kolonial Pada Awal Abad Ke 20. Jakarta:
Pustaka Utama Grafiti, 1997. hal. 106.
33
Ibid.
36
berupa lubang-lubang terbuka yang dibuat tak jauh dari perumahan membuat
Sesuai peraturan yang ditetapkan ordonansi kuli, waktu kerja para kuli adalah
sepuluh jam sehari. Namun, dalam kenyataanya mereka bekerja lebih dari sepuluh
jam sehari. Ladang yang biasanya cukup jauh dari barak tempat mereka tinggal,
membuat mereka harus datang lebih awal karena mereka harus tiba tepat waktu
sesuai dengan yang telah disepakati. Kerja harian dengan sistem borong
mengakibatkan mereka tidak boleh pulang sebelum pekerjaan mereka selesai. Mereka
perkebunan telah selesai mereka kerjakan. Kondisi ini kadang menyebabkan mereka
bekerja satu atau dua jam lebih lama dari aturan yang telah ditetapkan oleh ordonansi
Kerja para buruh yang seperti ini tidak dibarengi dengan upah yang memadai,
sehingga kehidupan para buruh semakin sulit. Kondisi ini semakin diperparah dengan
tidak mencukupinya asupan gizi yang mereka terima. Jan Bremen mengungkapkan
bahwa tuan kebun cenderung memperdaya para kuli dengan tidak memberikan
kebebasan kepada kuli untuk membelanjakan upah mereka yang memang sudah
rendah tersebut. Banyak perkebunan yang menggaji kulinya sebagian dengan uang
buatan sendiri berupa kertas bon atau keping logam yang hanya dapat dibelanjakan di
34
Ibid., hal. 121.
37
makanan mereka sendiri. Gaji yang diterima dua kali sebulan dihabiskan para kuli
untuk kebutuhan yang paling pokok saja yaitu makan pagi dan malam yang hanya
terdiri dari nasi saja. Karena panjangnya waktu mereka bekerja, mereka tidak lagi
memiliki waktu untuk menanam sendiri sayur-sayuran atau padi. Pada masa-masa
awal berdirinya perkebunan, para kuli masih memiliki waktu senggang untuk
bercocok tanam ala kadarnya. Kalaupun para kuli masih ingin bercocok tanam,
mereka akan kehilangan tenaga untuk bekerja di perkebunan. Kondisi seperti ini
bahkan ketika perkebunan ini masih dikelola langsung oleh Naeher & Grob.35 Pada
awal berkembangnya perusahaan perkebunan, tenaga kesehatan yang ada adalah juru
rawat dan peracik obat yang berasal dari India-Inggris yang didatangkan dari
jumlah dokter-dokter Eropa di Deli sudah mencapai dua belas orang, mereka bertugas
melayani 700 orang Eropa dan puluhan ribu kuli perkebunan.37 Senembah
Morawa bernama Hospitaal Te Tandjong Morawa dan dikepalai oleh seorang dokter
35
C.W. Janssen, Op.Cit, hal. 7-8.
36
Jan Bremen, Op.Cit.
37
Ibid.
38
Keadaan tempat tinggal para kuli perkebunan yang kotor serta kondisi
pekerjaan berat yang mereka terima, sementara asupan gizi tidak mencukupi tentunya
membuat mereka mudah terserang berbagai penyakit. Dalam bukunya yang berjudul
pekerja di perkebunan yang mati karena penyakit yang mewabah. Musim panas dan
musim hujan yang berkepanjangan silih berganti tak menentu ditambah buruknya
makanan menyebabkan munculnya penyakit beri- beri, kolera dan disentri. Selain tiga
penyakit ini, penyakit anemia dan malaria juga banyak memakan korban. Walaupun
sudah ada tempat pelayanan kesehatan di sana, namun pelayanannya masih buruk dan
cenderung tidak maksimal. Kondisi yang tidak maksimal ini tampak dari masih
adanya petinggi perkebunan orang Eropa yang mati ketika dalam masa perawatan,
padahal rumah sakit ini memprioritaskan petinggi perkebunan yakni orang Eropa
untuk dilayani.
Buruknya perawatan di rumah sakit juga nampak dari tidak adanya fasilitas
bahkan yang paling sederhana sekalipun yang seharusnya ada di setiap rumah sakit.
Tidak ada tempat mencuci, tempat buang air besar dan kecil, pispot untuk malam
hari, lampu untuk penerangan malam hari dan juga air minum.39 Kondisi ini
38
C.W. Janssen, Op.Cit, hal. 41.
39
Jan Bremen, Op.Cit. hal. 129.
39
yang sakit dapat dirawat di sana. Namun ketika dalam perjalanan ke sana, ada orang
perkebunan. Dr. Schuffner memulai penelitiannya dengan mencari tahu apa hubungan
kesehatan yang buruk dengan keadaan wilayah setempat. Dengan dibantu Dr.
kesehatan tropis. Dia telah dapat menemukan apa penyebab penyakit anemia, beri-
Kondisi kesehatan para buruh mulai diperhatikan dan pelayanan kesehatan di rumah
sakit juga semakin ditingkatkan. Tahun 1897-1901, jumlah kematian kuli menurun
dari 60,2 menjadi 45,1 per 1000 orang.41 Menurut Jan Bremen, angka ini masih
sebelum kedatangan Dr. Schuffner. C.W. Janssen juga mengatakan dalam bukunya
40
C.W. Janssen, Op.Cit, hal. 43.
41
Jan Bremen, Op.Cit. hal 125.
40
Tanjung Morawa yang bergabung dengan rumah sakit Deli Maatschappij. Yayasan
ini dibiayai oleh Deli Maatschappij, Senembah Maatschappij dan Medan Tabak yang
bersedia untuk melayani seluruh koloni dalam hal memberi petunjuk di bidang
harapan bahwa di masa depan semakin banyak ilmuwan muda yang ambil bagian
Setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945, maka pihak kolonial meyerahkan
kekuasaanya kepada Indonesia. Namun pihak kolonial tidak menyerah sampai di situ.
terjadinya revolusi sosial tahun 1946, dimana banyak bangsawan kerajaan yang
Belanda di Indonesia. Tujuannya, selain sebagai alat politik untuk merebut kembali
41
Undang tersebut juga mengatur ganti rugi bagi pemilik lama untuk mencari
penyelesaian hukum di pengadilan Indonesia jika ganti rugi yang ditawarkan tidak
memuaskan.43
Dari sekitar 76 perkebunan tanaman umur panjang yang ada di Sumatera Utara
perkebunan teh dan empat perkebunan sisal serta tanaman berserat lainnya.45
Nomor 14 tahun 1968 berganti nama menjadi PNP IX. Sementara Senembah
42
Karl Pelzer, Sengketa Agraria Pengusaha Perkebunan Melawan Petani, Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan, 1991. hal. 215-216.
43
Ibid.
44
Ibid.
45
Ibid.
42
(Persero) PT. Perkebunan IX. Sementara PNP II berganti nama menjadi Perusahaan
tahun 1975.46
bidang usaha Pertanian dan Perkebunan yang didirikan dengan Akte Notaris GHS
Akte Notaris No. 54 tanggal 21 Desember 1976 dan pengesahan Menteri Kehakiman
dengan Surat Keputusan No. Y.A. 5/43/8 tanggal 28 Januari 1977 dan telah
diumumkan dalam Lembaran Negara No. 52 tahun 1978 yang telah didaftarkan
No. 9 tahun 1969, Peraturan Pemerintah No. 2 tahun 1969 tentang Perusahaan
46
Arsip PTPN II Tanjung Morawa; PP No 7 Tahun 1996, Tentang Peleburan Perusahaan
Perseroan (Persero) PTP II dan PTP IX menjadi PTPN II.
47
Website PTPN II, http://ptpn2.com/ (diakses tanggal 9 Oktober).
43
September 1983 dilebur dan digabungkan menjadi satu dengan nama PT Perkebunan
tertanggal 11 Maret 1996. Akte pendirian ini kemudian disyahkan oleh Menteri
tahun 1969 yang dikeluarkan Direktur Utama MD. Nasution, rumah sakit PNP-II
Tanjung Morawa disahkan menjadi Rumah Sakit Dr. Gerhard Lumban Tobing PT
48
Website PTPN II, http://ptpn2.com/ (diakses tanggal 9 Oktober).
44