Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

RESUSITASI BAYI BARU LAHIR


Dosen Pengampu : Megawati, S.ST, M.Keb

DISUSUN OLEH :

Salma Mariesa P07124118238

SEMESTER 4

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN BANJARMASIN
JURUSAN D3 KEBIDANAN
TAHUN 2020
A. Pendahuluan
Bidan adalah salah satu tenaga kesehatan yang berperan sebagai provider dan lini
terdepan pelayan kesehatan yang dituntut memiliki kompetensi profesional dalam
menyikapi tuntutan masyarakat di dalam pelayanan kebidanan. Bidan diharapkan mampu
mendukung usaha peningkatan derajat kesehatan masyarakat, yakni melalui peningkatan
kualitas pelayanan kebidanan. Pelaksanaan pelatihan resusitasi sangat perlu dilakukan.

B. Transisi Sistem Pernapasan dan Sirkulasi pada Bayi Baru Lahir

Setiap bayi baru lahir senantiasa mengalami proses transisi dari kehidupan intrauterin
menuju ekstrauterin yang melibatkan hampir semua sistem organ tubuh. Di antara
berbagai sistem organ tersebut, perubahan sistem pernapasan dan sirkulasi segera setelah
lahir memainkan peranan penting agar bayi dapat beradaptasi pada lingkungan
ekstrauterin. Perubahan fisiologis tersebut penting untuk dipahami oleh setiap penolong
resusitasi bayi baru lahir agar dapat menentukan tindakan yang tepat apabila terjadi
gangguan selama masa transisi. Selama kehidupan janin, plasenta memegang peranan
penting dalam pertukaran gas dan sisa metabolisme.
Alveolus paru janin belum berfungsi dan masih terisi cairan yang disekresi oleh sel
epitel paru. Cairan tersebut diperlukan untuk memertahankan volume paru mendekati
kapasitas residu fungsional (KRF) yaitu sekitar 30mL/kgBB guna mencapaipertumbuhan
paru yang normal pada saat bayi dilahirkan. Sirkulasi janin bersifat paralel dan
shuntdependent yaitu terdapat kombinasi kerja kedua ventrikel jantung untuk memompa
darah ke dalam sirkulasi sistemik. Setelah lahir terjadi serangkaian peristiwa fisiologis
yang unik sehingga bayi dapat beradaptasi dengan lingkungan ekstrauterin. Cairan dalam
alveolus paru akan segera digantikan oleh udara sehingga paru bayi dapat berfungsi
dengan optimal.
Di dalam kandungan janin hidup dengan saturasi oksigen kurang lebih 60%, dan
setelah lahir bayi bugar memerlukan waktu transisi untuk mencapai tingkat saturasi
oksigen 90%. Bayi prematur umumnya membutuhkan waktu sekitar 6,5 menit (antara 4,9
hingga 9,8 menit) dan bayi cukup bulan sekitar 4,7 menit (antara 3,3 hingga 6,4 menit)
untuk mencapai saturasi oksigen di atas 90%.
Penjepitan tali pusat setelah bayi lahir akan memutuskan hubungan sirkulasi bayi dari
sirkulasi plasenta yang memiliki tahanan rendah. Hal ini mengakibatkan peningkatan
tahanan pembuluh darah sistemik bayi serta penurunan aliran darah yang melewati
duktus venosus.
Duktus venosus akan menutup secara pasif dalam waktu 3-7 hari diikuti penurunan
aliran darah ke vena kava inferior.4,7 Peningkatan tahanan pembuluh darah sistemik
bersamaan dengan penurunan resistensi pembuluh darah paru akan meningkatkan
tekanan pada atrium kiri serta menurunkan tekanan pada atrium kanan. Perubahan
tekanan pada kedua atrium tersebut akan diikuti dengan perubahan arah pirau dari kiri ke
kanandan penutupan foramen ovale secara fungsional dalam beberapa tarikan napas
pertama. Peningkatan pO2 dalam darah disertai penurunan kadar prostaglandin yang
beredar segera setelah lahir menyebabkan konstriksi duktus arteriosus. Penutupan
fungsional duktus arteriosus terjadi dalam 60 jam pada 93% bayi cukup bulan sedangkan
penutupan secara permanen menjadi ligamentum.
C. Persiapan Resusitasi Bayi Baru Lahir
Efektivitas dan kelancaran suatu resusitasi dipengaruhi oleh persiapan alat yang
baik. Persiapan resusitasi ini meliputi pengenalan faktor risiko, persiapan tim,
persiapan lingkungan resusitasi, persiapan perlengkapan alat resusitasi, dan
pencegahan penularan infeksi yang mungkin timbul saat melakukan resusitasi.
1. Pengenalan Faktor Risiko
Terdiri dari faktor risiko ibu, faktor risiko janin dan faktor risiko
intrapartum. Faktor risiko ibu meliputi ketuban pecah dini ≥18 jam,
perdarahan pada trimester 2 dan 3, hipertensi dalam kehamilan, hipertensi
kronik, diabetes melitus, demam, penyakit kronik (anemia, PJB sianotik),
infeksi (toksoplasma, rubela, cytomegalovirus, herpes simplek, HIV),
korioamnoinitis, sedasi berat, kematian janin sebelumnya, tidak pernah
melakukan pemeriksaan antenatal, penyalahgunaan obat, konsumsi obat
seperti litium, talidomid, magnesium, penghambat adrenergik, narkotika.
Faktor risiko janin yang mempengaruhi resusitasi berupa kehamilan
multipel (ganda, triplet), prematur terutama gestasi <35 minggu,
postmatur(usia gestasi >41 minggu), besar masa kehamilan, pertumbuhan
janin terhambat, penyakit hemolitik autoimun, polihidramnion,
oligohidramnion, gerakan janin berkurang sebelum persalinan, kelainan
kongenital yang mempengaruhi pernapasan, fungsi kardiovaskular dan proses
transisi lain, infeksi intrauterin, hidrops fetalis, presentasi bokong dan distosia
bahu.
Faktor risiko Intrapartum meliputi pola denyut jantung janin yang
meragukan pada CTG, presentasi abnormal, prolaps tali pusat, persalinan kala
2 memanjang, persalinan yang sangat cepat, perdarahan antepartum, ketuban
bercampur mekoneum, pemberian obat narkotika untuk mengurangi rasa nyeri
ibu dalam 4 jam proses persalinan, kelahiran dengan forseps, kelahiran dengan
vakum, penerapan anestesi umum pada ibu, bedah kaisar yang bersifat darurat.

2. Pembentukan tim resusitasi


Pembagian tugas pada setiap orang perlu diingatlkan sesaat sebelum resusitasi
(jika memungkinkan). Idealnya terutama pada persalinan risiko tinggi minimal
56 diperlukan 3 anggota tim resusitasi yang bertindak sebagai 1) Leader
(airway dan breathing), 2) Asisten sirkulasi, 3) Asisten obat dan alat.
Informasi yang perludiketahui oleh tim resusitasi sebelum resusitasi yaitu:
a. Informasi mengenai ibu
1) Riwayat kehamilan (kondisi kesehatan maupun pemakaian obat)
2) Riwayat kesehatan dan medikasi umum ibu
3) Hasil pemeriksaan ultrasonografi antenatal
4) Riwayat pemeriksaan kesehatan janin dalam kandungan
5) Risiko infeksi ibu
b. Informasi mengenai janin yang akan dilahirkan
1) Usia gestasi
2) Pemeriksaan jumlah janin
3) Janin risiko tinggi dan kemungkinan memerlukan resusitasi
4) Mekoneum pada cairan ketuban
5) Variasi denyut jantung janin
6) Kelainan kongenital janin
3. Persiapan lingkungan resusitasi
Ruangan berdekatan dengan ruang bersalin/ruang operasi. Ruangan harus
cukup hangat, cukup terang dan cukup besar untuk tim resusitasi bergerak.
Infant warmer dihangatkan sebelum bayi lahir (untuk menghangatkan matras,
kain, topi, dan selimut bayi).

4. Persiapan perlengkapan resusitasi


Bayi yang lahir tidak semuanya memerlukan tindakan resusitasi, namun
persiapan peralatan yang lengkap dan dapat berfungsi dengan baik harus selalu
dilakukan sebagai upaya antisipasi terburuk. Peralatan/ perlengkapan resusitasi
berupa :
1. Penghangat/ warmer : Kain pengering dan topi, handuk
hangat/pembungkus, kantung plastik transparan untuk neonatus <1500 gram,
infant warmer
2. Penghisap/suction : suction dengan tekanan negatif tidak melebihi 100
mmHg, kateter suction, dan aspirator mekoneum
3. Ventilasi
- Balon mengembang sendiri/self inflating bag (contoh balon volume 250
ml), dan sungkup wajah dengan berbagai ukuran dilengkapi dengan katup
tekanan positif akhir ekspirasi/positive end expiratory pressure (PEEP)
- T-piece resuscitator, Neopuff®, Mixsafe
- Balon tidak mengembang sendiri/flow inflating bag (contoh jackson rees)
- Peralatan intubasi (laringoskop, endotracheal tube)
- Sungkup wajah/sungkup laring (laryngeal mask airway)
4. Perlengkapan akses sirkulasi : perlengkapan untuk memasang akses vena
perifer, kateter umbilikal, obat-obatan resusitasi (adrenalin, atropin), cairan
garam fisiologis NaCl 0.9%, cairan glukosa D10%
5. Transportasi : inkubator transport yang telah dihangatkan atau peralatan
metode kanguru
6. Pelengkap : stetoskop bayi, alat periksa gula darah, pulse oximetry
7. Sumber gas : tabung/ silinder oksigen atau oksigen konsentrator, tabung
udara atau kompresor udara, dan oxygen blender dengan Y-connector

5. Pengendalian infeksi saat resusitasi, terdiri dari kebersihan tangan, alat


pelindung diri, sterilisasi perlengkapan resusitasi.
D. Alur Resusitasi
E. Penilaian Dan Langkah Resusitasi Bayi Baru Lahir
Tahapan penilaian awal bayi baru lahir menentukan langkah tindakan resusitasi
selanjutnya. Penilaian dilakukan segera setelah bayi lahir dan berkelanjutan
sepanjang resusitasi. Komponen penilaian awal yang wajib dilakukan sesaat
sesudah bayi lahir adalah pernapasan, tonus otot dan laju denyut jantung (LDJ),
sedangkan komponen yang dinilai pada evaluasi lanjutan sepanjang resusitasi
adalah laju denyut jantung (LDJ), pernapasan, tonus otot dan saturasi oksigen.
Evaluasi dan intervensi dalam resusitasi dilakukan secara serentak, sehingga hal
ini lebih mudah diterapkan bila terdapat lebih dari satu penolong persalinan. Laju
denyut jantung merupakan tanda pertama perbaikan klinis kondisi bayi saat
resusitasi. Nilai normal laju denyut jantung bayi baru lahir bervariasi antara 110-
160 kali permenit. Diharapkan pada kehidupan pertama, bayi sehat lahir dengan
laju denyut jantung selalu diatas 100 kali permenit. Bila laju denyut jantung
kurang dari 100 kali permenit, maka VTP harus dilakukan. Bila laju denyut
jantung janin tetap kurang dari 60 kali permenit setelah diberikan VTP, maka
kompresi dada perlu diberikan dengan komposisi 1 siklus terdiri dari 1 kali VTP
dan 3 kali pemberian kompresi dada.
Apabila setelah dilakukan langkah awal stabilisasi terdapat perbaikan klinis, bayi
bernapas adekuat dan laju denyut jantung > 100 kali permenit, maka dilanjutkan
dengan perawatan rutin. Apabila setelah dilakukan langkah awal stabilisasi tidak
ada perbaikan klinis (tidak bernapas/napas megap-megap, dan/atau LDJ < 100 kali
permenit), berikan ventilasi tekanan positif (VTP) selama 15 detik sambil
diperhatikan pengembangan dada adekuat/tidak, pantau saturasi O2. Bila dada
tidak naik (pengembangan dada tidak adekuat), evaluasi ventilasi SRIBTA
(Sungkup, Reposisi, Isap lendir, Buka mulut, Tekanan dinaikkan, Alternatif jalan
napas) sampai dada mengembang, kemudian lanjutkan VTP sampai 30 detik.

F. Hal-Hal Penting
1. Perubahan sistem pernapasan dan sirkulasi berperan penting dalam transisi
kehidupan intrauterin ke ekstrauterin pada bayi baru lahir.
2. Hambatan proses transisi pada bayi baru lahir meliputi gangguan penyerapan
cairan paru, kegagalan peningkatan tekanan darah sistemik, serta kegagalan
dilatasi arteriol paru.
3. Langkah-langkah resusitasi meliputi langkah awal, bantuan ventilasi,
kompresi dada (sambil melanjutkan ventilasi), dan pemberian obat (sambil
melanjutkan ventilasi dan kompresi dada). Setiap langkah harus senantiasa
dievaluasi dan dilakukan tindakan sesuai dengan hasil evaluasi tersebut.

G. Hambatan Proses Transisi pada Bayi Baru Lahir


Tidak semua bayi baru lahir dapat melewati periode transisi dengan sempurna,
terutama bayi prematur atau bayi dengan kelainan kongenital berat. Beberapa
penyulit yang dapat menghambat proses transisi pada bayi baru lahir antara lain :
1. Kelahiran tanpa melalui proses persalinan aktif (contoh : operasi sesar elektif)
dan pernapasan yang tidak adekuat pada bayi (contoh: bayi prematur atau bayi
berat lahir rendah) mengakibatkan proses penyerapan cairan paru terhambat.
Cairan yang tersisa dalam alveoli akan menghambat aliran oksigen ke dalam
sirkulasi darah.
2. Kehilangan darah dalam jumlah besar, kontraktilitas jantung yang buruk serta
bradikardia akibat hipoksia dapat menyebabkan kegagalan peningkatan
tekanan darah sistemik sehingga bayi mengalami hipotensi sistemik.
3. Hipoksia intra uterin yang tidak teratasi mengakibatkan kadar oksigen tetap
rendah sehingga arteriol paru gagal berdilatasi (tetap mengalami konstriksi)
dan penghantaran oksigen keseluruh tubuh terhambat. Keadaan ini akan
berakibat pada kegagalan penutupan duktus arteriosus dan foramen ovale serta
hipertensi pulmonal persisten.

H. Rujukan Dan Transportasi


Masalah bayi baru lahir yang tidak dapat ditangani di sarana pelayanan
kesehatan dimana bayi dilahirkan, harus dikenali oleh penolong persalinan supaya
dapat memutuskan untuk segera merujuk. Dalam merujuk, sarana transportasi
bayi baru lahir sebaiknya dengan menggunakan inkubator transpor, tetapi pada
fasilitas terbatas dapat dilakukan dengan menggunakan metode kontak kulit
dengan kulit (metode kanguru). Hal yang penting agar dipahami adalah bahwa
bayi baru lahir baru boleh dirujuk setelah bayi dalam kondisi stabil. Tim perujuk
bayi baru lahir dapat dokter dan perawat atau hanya perawat saja tergantung
keadaan/masalah yang terdapat pada bayi baru lahir.
Telaah dari Checklist yang Diberikan Oleh Ibu
Poin ke 10, 11,13 dan 14
1.Bersihkan mulut dan hidung bayi dengan penghisap.
2.Posisikan bayi terlentang, kepala posisi tengadah jangan melakukan ekstensi
yang berlebihan
3.Berikan ganjal punggung dengan kain setebal 2.5 cm bila kepala bayi besar
atau occiputnya menonjol.
4.Jika pernapasan dangkal atau tersengal-sengal segera hisap lendir mulai dari
mulut kemudian hidung. Pengisapan jangan terlalu lama (6 detik).
5.Evaluasi pernapasan, frekuensi jantung, dan warna kulit.
6. Jika ketuban keruh atau bercampur meconium kental bila bayi menunjukkan
usaha napas yang baik, tonus otot yang baik, dan frekuensi jantung lebih dari
100 kali/menit, anda cukup membersihkan sekret dan mekonium dari mulut
dan hidung dengan menggunakan balon penghisap yang biasa digunakan atau
kateter penghisap berukuran 12F atau 14F.
7. Nilai pernapasan bayi dengan melihat pengembangan dada dan warna kulit.
Dengaran suara napas di seluruh lapangan paru dengan stetoskop.2
8. Nilai denyut jantung dengan mendengar irama jantung dengan stetoskop.
9. Hitung frekwensi denyut jantung3.Nilai warna kulit apakah
kemerahan/sianosis perifer atau sianosis sentral.

Pemberian napas bantu


1.Jika pernapasan tetap tersengal atau apnusetelah rangsangan singkat, segera
berikan pernapasan buatan atau ventilasi tekanan positif dengan oksigen 100
%.
2.Posisikan kepala bayi sedikit ekstensi atau ganjal bahu
3.Bersihkan sekret terlebih dahulu dan pastikan jalan napas bersih.
4.Pasang pipa orofaring
5.Letakkan sungkup di wajah bayi dengan rapat agar tidak bocor melalui sisi
sungkup
6.Berikan tekanan positip melalui bag-valve-mask(ambubag)dengan lembut
sambil melihat pengembangan dada bayi.
7.Selanjutnya evaluasi lagi pernapasan dan denyut jantung secara simultan.
8.Bila ventilasi tekanan positip tidak efektif dapat dilakukan intubasi
endotrakeal.

Pijat Jantung (penekanan dada)


1. Indikasi pijat jantung bila setelah 30 detik dilakukan VTP dengan 100% O2 ,
FJ tetap < 60 kali / menit
2. Diperlukan 2 orang : 1 orang yang melakukanpijat jantung dan 1 orang yang
terus melanjutkan ventilasi.Pelaksana kompresi : menilai dada &
menempatkan posisi tangan dengan benarPelaksana ventilasi : menempatkan
sungkup wajah secara efektif &memantau gerakan dada.
3. Penekanan dada dilakukan pada sepertiga bagian tengah sternum, dibawah
garis imajiner yang menghubungkan papilla mammae.
4.Teknik ibu jari :1.Kedua ibu jari menekan tulang dada2.Kedua tangan
melingkari dada dan jari-jari tanganmenopang bagian belakang bayi.
5. Teknik dua jari :1.Ujung jari tengah dan jari telunjuk atau jari manis dari satu
tangan digunakan untuk menekan tulang dada2.Tangan yang lain digunakan
untuk menopang bagian belakang bayi.
6. Lokasi untuk kompresi dada :•Gerakkan jari sepanjang tepi bawah iga sampai
mendapatkan sifoid•Letakkan ibu jari atau jari-jari lain pada tulang dada,
tepat diatas sifoid dan pada garis yang menghubungkan kedua puting susu.
7. Tekanan saat kompresi dada :•Kedalaman +1/3 diameter antero-posterior
dada•Lama penekanan lebih singkat dari pada lama pelepasan•Jangan
mengangkat ibu jari atau jari-jari tangandari dada di antara penekanan.
8. Frekuensi : ”satu-dua-tiga-pompa-...”Satu siklus kegiatan terdiri atas tiga
kompresi + satu ventilasi. Rasio 3 :1→1 siklus ( 2detik)1½ detik : 3
kompresi dada½ detik : 1 ventilasi90 kompresi + 30 ventilasi dalam 1
menit.
9. Setelah 30 detik kompresi dada dan ventilasi , periksa frekuensi jantung. Jika
frekuensi jantung :
a. Lebih dari 60 kali/menit, hentikan kompresi dan lanjutkan ventilasi dengan
kecepatan 40-60 kali pompa/menit.
b. lebih dari 100 kali/menit, hentikan kompresi dada dan hentikan ventilasi
secara bertahap jika bayi bernapas spontan.
c. kurang dari 60 kali/menit, lakukan intubasi pada bayi jika belum dilakukan,
dan berikan epinefrin, lebih disukai dengan cara intravena. Intubasi
menyediakan cara yang lebih terpercaya untuk melanjutkan ventilasi.
DAFTAR PUSTAKA
Yuliana Amelia.. Efektifitas Pelatihan Resusitasi Neonatus Dalam Meningkatkan
Pengetahuan Dan Ketrampilan. Jurnal Ilmiah Bidan. 2017
Resusitasi Neonatus. UKK Neonatologi Ikatan Dokter Anak Indonesia. Badan Penerbit
Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2017.

Latief A, Tumbelaka AR, Matondang CS,Chair I,Bisanto J, Sastroasmoro S. Dalam :


Wahidiyat I, Sastroasmoro S, penyunting. Pemeriksaan Klinis pada Bayi dan Anak. Sagung
seto. Jakarta. 2015.

Richmond S, Wyllie J. European Resuscitation Council Guidelines for Resuscitation. 2016.

Wood FE, Morley CJ, Dawson JA, Kamlin CO, Owen LS, Donath S, et al. Improved
techniques reduce face mask leak during simulated neonatal resuscitation: study 2. Arch Dis
Child Fetal Neonatal Ed. 2015.

Anda mungkin juga menyukai