Anda di halaman 1dari 22

Nama Mahasiswa : Fanni Rifqoh

NIM : P07120118035

Prodi/Semester : DIII Keperawatan/Sem IV

KMB II
1. Meresume materi tentang Stroke, Meningitis, dan Tumor otak.
- Konsep dasar
- Pengkajian
- Dx Kep
- Perencanaan

A. STROKE
Cedera cerebrovaskuler atau stroke adalah deficit neurologis yang berhubungan dengan
penurunan aliran darah cerebral yang disebabkan oleh oklusif atau stenosis pembuluh darah
karena embolisme atau hemoragik, yang menyebabkan iskemik otak. (Brunner dan Suddart
2000:633)

Etiologi cedera cerebrovaskuler atau stroke

- Infark otak (80%) (Emboli kardiogenik dan Emboli Paradoksal) dan (Aterotrombik)
- Pendarahan intracerebral (5%)
- Pendarahan sub arachnoid (5%)
- Penyebab lain (bisa karena infark atau pendarahan

Patofisiologis stroke, kekurangan oksigen dapat menyebabkan nekrosis sistemik generalisata


(ensefalopati iskemik atau hipoksia) atau nekrosis iskemik fokal (infark otak). hipoksia
generalisata terjadi karena penurunan kandungan oksigen darah atau penurunan tekanan perfusi
otak keseluruan, seperti pada hipotensi.Watersheed atau infark zona perbatasan terjadi
karena penurunan perfusi di daerah-daerah otak tersebut.Dalam 12-24 jam pertama setelah
iskemik, neuron-neuron memperlihatkan cidera iskemik (Red neurons) dan selanjutnya mati
(Kumar,1999:791).

Jenis Stroke ada dua yaitu, Stroke hemoragik dan stroke non hemoragik.

Pengkajian Pasien

Data dasar pengkajian menurut( Doengoes 2000;293) adalah :


1.aktivitas/istirahat

Gejala : merasa kesulitan untuk aktivitas karena kelemahan, kehilangan sensasi, atau
paralysis

Tanda : gangguan tonus otot ,kelemahan umum.

2. Sirkulasi

Gejala : adanya penyakit jantung,gagal jantung k0ongestif, endokarditis, riwayat hipotensi


postural.

Tanda : hipertensi arterial, sehubungan dengan adanya embolisme.

3.Integritas ego

Gejala : perasaan tidak berdaya, perasaan putus asa.

Tanda : emosi yang labil dan letidaksiapan untuk marah, sedih dan gembira, kesulitan
mengekspresikan diri.

4. Eliminasi

Gejala : perubahan pola berkemih, seperti inkontinensia urine, anuria. Tanda : distensi
abdomen, bising usus negativ.

5.Makanan/cairan

Gejala : nafsu makan hilang, mual muntah selama fase akut(peningkatan TIK) ,kehilangan
sensasi (kecap) pad lidah, pipi, tenggorokan dan disfsgis

Tanda : kesulitan menelan

6. Neurosensori

Gejala : pusing, kelemahan, kesemutan, penglihatan menurun, hilangnya rangsang sensorik


kontralateral pada ekstremitas.

Tanda : penurunan tingkat kesadaran, paralysis, afasia, agnnosia, ukuran reaksi pupil tidak
sama.

7. Nyeri/kenyamanan

Gejala : sakit kepala dengan intensitas yang berbeda-berbeda karena arteri karotis
terkena.

Tanda : tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan otot fasialis.
8. Pernafasan

Gejala : merokok (factor resiko )

Tanda : ketidak mampuan menelan/batuk/hambatan jalan nafas.

9. Keamanan

Gejala : motorik sensorik: masalah dengan penglihatan, tidak mampu mengenali objek,
warna, kata dan wajah yang pernah dikenalinya dengan baik, gangguan regulasi suhu tubuh.

10. Interaksi sosial

Tanda : masalah bicara, ketidak mampuan untuk berkomunikasi. Pengukuran


Glasgow Coma Scale (GCS ) Menurut Tucker (2000:473)

1.Membuka mata:

a. Membuka mata: 4

b.Terbuka karena suara: 3

c. Terbuka karena rangsangan nyeri atau bahaya: 2

d.Tidak respon: 1

2. Respon motorik

a. Memenuhi perintah sederhana: 6

b. Melokalisasi nyeri: 5

c. Menarik fleksi (nyeri): 4

d. Fleksi abnormal(nyeri): 3

e. Ekstensi abnormal(nyeri): 2

f. Tidak terdaoat respon motorik: 1

3. Respon verbal

a. Berorientasi: 5

b. Bingung: 4
c. Mengatakan kata-kata yang tidak tepat: 3

d. Menyuarakan kata atau bunyi yang tidak bermakna; 2

e. Tidak yerdapat respon verbal

DX Kep

Fokus Intervensi

1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan gangguan oklusif, vasospasme


cerebral (Doengoes,2000:293)

Tujuan: tidak ada gangguan kesadaran, tanda-tanda vital dalam batas normal

Intervensi dan rasionalnya:

a. Pantau dan catat status neurologis sesering mungkin.

Rasional: mengetahui kecenderungan tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK


dan mengetahui lokasi, luas dan kemajuan /resolusi kerusakan susunan saraf pusat.
(Doengoes,2000:293)

b. Pantau tanda-tanda vital

Rasional: hipertensi atau hipotensi dapat menjadi faktor pencetus. Hipotensi dapat terjadi
karena syok (kolaps sirkulasi vaskuler). Peningkatan TIK dapat terjadi karena edema,
adanya formasi bekuan darah. Tersumbatnya arteri subklavia dapat dinyatakan dengan
adanya perbedaan tekanan pada kedua lengan (Doengoes,2000:294).

c. Letakkan kepala dengan posisi agak ditinggikan

Rasional: menurunkan tekanan arteri dengan meningkatkan drainase dan meningkatkan


sirkulasi/perfusi cerebral (Doengoes,2000:294).

d. Pertahankan tirah baring

Rasional: aktivitas/stimuli yang kontinyu dapat meningkatkan TIK


(Doengoes,2000:294).

e. Kolaborasi dalam pemberian oksigen

Rasioonal: menurunkan hipoksia yang dapat menyebabakan vasodilatasi cerebral dan


tekanan meningkat/terbentuknya edema (Doengoes,2000:295)
2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan paralysis spastic, kelemahan,
parastesi (Doengoes,2000:295).

Tujuan ; Mobilitas fisik pasien dapat meningkat

Intervensi dan rasionalnya :

a. Kaji tingkat kemampuan pasien.

Rasional : mengidentifikasi kekuatan/kelemahan dan dapat memberikan informasi


mengenai pemulihan ( Doengoes,2000:296)

b. Ubah posisi minimal 2 jam

Rasional : Mnurunkan resiko terjadinya trauma/iskemik jaringan. Daerah yang terkena


mengalami perburukan/sirkulasi yang lebih jelek dan menurunkan sensasi dan lebih
besar menimbulkan kerusakan pada kulit/dekubitus ( Doengoes,2000:296)

c. Latih rentang gerak aktif dan pasif.

Rasional : meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi, membantu mencegah


kontraktur. ( Doengoes,2000:296)

d. Tempatkan bantal dibawah aksila untuk abduksi pada tangan.

Rasional ; mencegah abduksi bahu dan fleksi siku(Doengoes,2000:296)

3. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan neuromuskular ,


kehilangan tonus atau kontrol otot fasialis ( Doengoes,2000:298 )

Tujuan : Pasien mampu mengekspresikan diri dengan baik. Intervensi dan


rasionalnya:

a. Kaji tipe/derajat disfungsi.

Rasional : membantu menemukan daerah dan derajat kerusakan cerebral yang terjadi dan
kesulitan pasien dalam beberapa atau seluruh tahap komunikasi ( Doengoes,2000:298).

b. Berikan metode alternative dalam berkomunikasi.

Rasional : memberikan komunikasi tentang kebutuhan berdasarkan keadaan/defisit yang


mendasarinya ( Doengoes,2000:298 ).

c. Berbicara dalam suara normal.

Rasional : meninggikan suara dapat menimbulkan marah pasien.(Doengoes,2000:299).


4. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan kesalahan interpretasi sekunder
akibat cedera cerebrovaskuker. ( Carpenito,2000:372).

Tujuan : mempertahankan fungsi perseptual. Intervensi dan


rasionalnya:

a. Ciptakan lingkungan yang sederhana.

Rasional : menurunkan dan membatasi stimuli penglihatan yang mungkin


dapat menimbulkan kebingungan ( Doengoes,2000:300)

b. Evaluasi adanya gangguan penglihatan, lapang pandang, diplopia.

Rasional : munculnya gangguan penglihatan berdampak negativ terhadap kemampuan


pasien untuk menerima lingkungan dan mempelajari ketrampilan motorik,
meningkatkan resiko tinggi cedera (Doengoes,2000:300).

c. Bicara yang tenang, perlahan dengan menggunakan kalimat yang pendek.

Rasional : pasien mungkin mengalami keterbatasan dalam rentang perhatian dan


masalah komunikasi ( Doengoes,2000:300).

d. Dekati pasien dari daerah penglihatan normal.

Rasional ; pemberian pengenalan terhadap adanya orang atau benda dapat membantu
mengatasi masalah persepsi (Doengoes,2000:300).

5. Kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan neuromuskular, paralysis


(Doengoes,2000:301).

Tujuan : kebutuhan hygiene terpenuhi

Intervensi dan rasional:

a. Kaji tingkat kemampuan pasien.

Rasional : membantu mengantisipasi/merencanakan pemenuhan kebutuhan secara


individual (Doengoes,2000:302).

b. Tingkatkan partisipasi optimal.

Rasional : meningkatkan kemandirian, mendorong pasien untuk berusaha secara kontinyu


(Carpenito,1998:334)

c. Evaluasi kemampuan untuk berpartisipasi dalam setiap aktivitas perawatan.


Rasional : kelelahan yang dihadapi pasien menurunkan mampuan untuk berpartisipasi
dalam proses keperawatan ( Carpenito,1998:334).

d. Bantu kebutuhan seharu-hari pasien.

Rasional: membantu memenuhi kebutuhan pasien yang mungkin ang (Carpenito,1998:33).

6. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi


perifer. (Doengoes,2000:355).

Tujuan: Integritas kulit dapat baik. Intervensi dan


rasionalnya:

a. Inspeksi seluruh area kulit, catat adanya kemerahan, pembengkakan.

Rasional : kulit biasanya cenderung rusak karena perubahan sirkulasi perifer, ketidakmampuan
untuk merasakan tekanan, imobilisasi, gangguan pengatur suhu tubuh (Doengoes,2000:355).

b. Ubah posisi setiap 2 jam

Rasional : menurunkan resiko terjadinya trauma/iskemik jaringan. Daerah yang terkena


mengalami perburukan/sirkulasi yang lebih jelek dan menurunkan

sensasi dan lebih besar menimbulkan kerusakan pada kulit/dekubitus (


Doengoes,2000:3356).

c. Jaga kulit dan kelembaban.

Rasional: kulit yang bersih dan kering tidakakan cenderung mengalami


ekskorasi/kerusakan (Doengoes,2000:356).

d. Latih klien untuk melakukan pergerakan ROM aktif dan pasif.

Rasional: menstimulasi sirkulasi, meningkatkan nutrisi sel atau oksigenasi sel dan untuk
meningkatkan kesehatan jaringan ( Doengoes,2000:356 ).
B. MENINGITIS

A.. Pengertian

Meningitis adalah inflamasi akut pada meninges. Organisme penyebab meningitis


bakterial memasuki area secara langsung sebagai akibat cedera traumatik atau secara tidak
langsung bila dipindahkan dari tempat lain di dalam tubuh ke dalam cairan serebrospinal (CSS).
Berbagai agens dapat menimbulkan inflamasi pada meninges termasuk bakteri, virus, jamur, dan
zatkimia (Betz, 2009).

Meningitis adalah infeksi yang terjadi pada selaput otak (termasuk durameter, arachnoid,
dan piameter) (Harold, 2005). Meningitis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan
serebrospinal dan spinal column yang menyebabkan proses infeksi pada sistem saraf pusat
(Suriadi, 2006). Berdasarkan pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa meningitis
adalah suatu peradangan dari selaput-selaput (meningen) yang mengelilingi otak dan sumsum
tulang belakang (spinal cord).

B. Etiologi
Penyebab dari meningitis meliputi:

1.Bakteri piogenik yang disebabkan oleh bakteri pembentuk pus, terutamameningokokus,


pneumokokus, dan basil influenza.

2.Virus yang disebabkan oleh agen-agen virus yang sangat bervariasi.

3.Organisme jamur (Muttaqin, 2008)

C. Klasifikasi

1.Meningitis diklasifikasikan sesuai dengan faktor penyebabnya :


a.AsepsisMeningitis asepsis mengacu pada salah satu meningitis virus ataumenyebabkan
iritasi meningen yang disebabkan oleh abses otak,ensefalitis, limfoma, leukimia, atau darah di
ruang subarakhnoid.
Eksudat yang biasanya terjadi pada meningitis bakteri tidak terjadipada meningitis virus dan
tidak ditemukan organisme pada kulturcairan otak. Peradangan terjadi pada seluruh korteks
serebri danlapisan otak. Mekanisme atau respons dari jaringan otak terhadap virusbervariasi
bergantung pada jenis sel yang terlibat.
b.SepsisMeningitis sepsis menunjukkan meningitis yang disebabkan olehorganisme bakteri
seperti meningokokus, stafilokokus, atau basilusinfluenza. Bakteri paling sering dijumpai pada
meningitis bakteri akut,yaitu Neiserria meningitdis (meningitis meningokokus),
Streptococcuspneumoniae (pada dewasa), dan Haemophilus influenzae (pada anak-anak dan
dewasa muda). Bentuk penularannya melalui kontaklangsung, yang mencakup droplet dan sekret
dari hidung dantenggorok yang membawa kuman (paling sering) atau infeksi dariorang lain.
Akibatnya, banyak yang tidak berkembang menjadi infeksitetapi menjadi pembawa (carrier).
Insiden tertinggi pada meningitisdisebabkan oleh bakteri gram negatif yang terjadi pada lansia
samaseperti pada seseorang yang menjalani bedah saraf atau seseorangyang mengalami
gangguan respons imun.
c.TuberkulosaMeningitis tuberkulosa disebabkan oleh basilus tuberkel.Infeksi meningen
umumnya dihubungkan dengan satu atau duajalan, yaitu melalui salah satu aliran darah sebagai
konsekuensi dariinfeksi-infeksi bagian lain, seperti selulitis, atau melalui penekananlangsung
seperti didapat setelah cedera traumatik tulang wajah. Dalamjumlah kecil pada beberapa kasus
merupakan iatrogenik atau hasilsekunder prosedur invasif seperti lumbal pungsi) atau alat-alat
invasif(seperti alat pemantau TIK) (Muttaqin, 2008).

2.Meningitis dibagi menjadi 2 golongan berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan otak,
yaitu :
a.Meningitis Serosa adalah radang selaput otak araknoid dan piameter yang disertai cairan
otak yang jernih. Penyebab terseringnya adalah Mycobacteriumtuberculosa. Penyebab lainnya
virus, Toxoplasma gondhii danRicketsia.
b.Meningitis Purulenta adalah radang bernanah arakhnoid dan piameter yang meliputi otak
dan medula spinalis. Penyebabnya antara lain : Diplococcuspneumoniae (pneumokokus),
Neisseria meningitis (meningokokus),Streptococcus haemolyticuss, Staphylococcus aureus,
Haemophilus
influenzae, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Peudomonasaeruginosa (Satyanegara,
2010).
D. Patofisiologi

Meningitis bakteri dimulai sebagai infeksi dari orofaring dan diikutidengan septikemia,
yang menyebar ke meningen otak dan medula spinalis bagian atas.Faktor predisposisi mencakup
infeksi jalan nafas bagian atas, otitismedia, mastoiditis, anemia sel sabit dan hemoglobinopatis
lain, prosedur bedah saraf baru, trauma kepala dan pengaruh imunologis. Saluran vena
yangmelalui nasofaring posterior, telinga bagian tengah dan saluran mastoid menuju otak dan
dekat saluran vena-vena meningen; semuanya ini penghubung yang menyokong perkembangan
bakteri. Organisme masuk ke dalam aliran darah dan menyebabkan reaksiradang di dalam
meningen dan di bawah korteks yang dapat menyebabkan trombus dan penurunan aliran darah
serebral. Jaringan serebral mengalami gangguan metabolisme akibat eksudat meningen,
vaskulitis dan hipoperfusi. Eksudat purulen dapat menyebar sampai dasar otak dan medula
spinalis.Radang juga menyebar ke dinding membran ventrikel serebral.

Meningitis bakteri dihubungkan dengan perubahan fisiologis intrakranial, yang terdiri


dari peningkatan permeabilitas pada darah, daerah pertahanan otak (barierotak), edema serebral
dan peningkatan TIK.Pada infeksi akut pasien meninggal akibat toksin bakteri sebelum terjadi
meningitis. Infeksi terbanyak dari pasien ini dengan kerusakan adrenal,kolaps sirkulasi dan
dihubungkan dengan meluasnya hemoragi (padasindrom Waterhouse-Friderichssen) sebagai
akibat terjadinya kerusakan endotel dan nekrosis pembuluh darah yang disebabkan oleh
meningokokus(Corwin, 2009)

E. Manifestasi klinis

1.Neonatus : menolak untuk makan, refleks menghisap kurang, muntah,diare, tonus otot
melemah, menangis lemah.Pathway
2.Anak-anak dan remaja : demam tinggi, sakit kepala, muntah, perubahansensori, kejang, mudah
terstimulasi, foto pobia, delirium, halusinasi,maniak, stupor, koma, kaku kuduk, tanda kernig dan
brudinzinski positif,ptechial (menunjukkan infeksi meningococal) (Nurarif, 2013)

F. Pemeriksaan penunjang

1.Pemeriksaan pungsi lumbalDilakukan untuk menganalisa jumlah sel dan protein cairan
cerebrospinal,dengan syarat tidak ditemukan adanya peningkatan tekanan intrakranial.

a.Pada meningitis serosa terdapat tekanan yang bervariasi, cairan jernih,sel darah putih
meningkat, glukosa dan protein normal, kultur (-).

b.Pada meningitis purulenta terdapat tekanan meningkat, cairan keruh,jumlah sel darah putih
dan protein meningkat, glukosa menurun,kultur (+) beberapa jenis bakteri.

2.Pemeriksaan darahDilakukan pemeriksaan kadar Hb, jumlah leukosit, Laju Endap


Darah(LED), kadar glukosa, kadar ureum, elektrolit dan kultur.
a.Pada Meningitis Serosa didapatkan peningkatan leukosit saja. Disamping itu, pada
Meningitis Tuberkulosa didapatkan jugapeningkatan LED.

b.Pada Meningitis Purulenta didapatkan peningkatan leukosit.

3.Pemeriksaan Radiologisa.

a. Pada Meningitis Serosa dilakukan foto dada, foto kepala, bila mungkindilakukan CT Scan.

b.Pada Meningitis Purulenta dilakukan foto kepala (periksa mastoid,sinus paranasal, gigi
geligi) dan foto dada (Smeltzer, 2002).

G. Penatalaksanaan

Penatalaksaan medis meningitis yaitu :


1.Antibiotik sesuai jenis agen penyebab
2.Steroid untuk mengatasi inflamasi
3.Antipiretik untuk mengatasi demam
4.Antikonvulsant untuk mencegah kejang
5.Neuroprotector untuk menyelamatkan sel-sel otak yang masih bisadipertahankan
6.Pembedahan : seperti dilakukan VP Shunt (Ventrikel Peritoneal Shunt)Ventriculo peritoneal
Shunt adalah prosedur pembedahan yang dilakukanuntuk membebaskan tekanan intrakranial
yang diakibatkan oleh terlalu banyaknya cairan serbrospinal. Cairan dialirkan dari ventrikel di
otak menuju rongga peritoneum. Prosedur pembedahan ini dilakukan di dalam kamar operasi
dengan anastesi umum selama sekitar 90 menit. Rambut dibelakang telinga dicukur, lalu dibuat
insisi tapal kuda di belakang telinga dan insisi kecil lainnya di dinding abdomen. Lubang kecil
dibuat pada tulang kepala, lalu selang kateter dimasukkan ke dalam ventrikel otak. Kateter lain
dimasukkan ke bawah kulit melalui insisi di belakang telinga, menuju ke rongga peritoneum.
Sebuah katup diletakkan di bawah kulit dibelakang telinga yang menempel pada kedua kateter.
Bila terdapat tekananintrakranial meningkat, maka CSS akan mengalir melalui katup
menujurongga peritoneum (Jeferson, 2004).
Terapi bedah merupakan pilihan yang lebih baik. Alternatif lain selainpemasangan shunt
antara lain:
a.Choroid pleksotomi atau koagulasi pleksus Choroid
b.Membuka stenosis akuaduktus

c.Eksisi tumord.Fenestrasi endoskopi


H. Komplikasi

penyakit-penyakit yang dapat terjadi akibat dari komplikasi meningitis antara lain

1. thrombosis vena cerebral. Yang menyebabkan kejang, koma, atau kelumpuhan

2. efusi atau abses subdural. Yaitu penumpukan cairan diruangan subdural karena adanya infeksi
karena kuman
3. hidrosefalus, yaitu pertumbuhan lingkaran kepala yang cepat dan abnormal yang disebabkan
oleh penyumbatan cairan serebrospinalis

4. ensefalitis, yaitu radang pada otak

5. abses otak, terjadi karena radang yang berisi pus atau nanah di otak

6. arteritis pembuluh darah otak, yang dapat mengakibatkan infrak otak karena adanya infeksi
pada pembuluh darah yang mengakibatkan kematian pada jaringan otak

7. kehilangan pendengaran, dapat terjadi karena radang langsung saluran pendengaran

8. gangguan perkembangan mental dan intelegensi karena adanya retardasi mental yang
mengakibatkan perkembangan mental dan kecerdasan anak terganggu

PENGKAJIAN

a. biodata klien

b. riwayat kesehatan lalu

1. apakah pernah menderita penyakit ISPA dan TBC

2. apakah prnah jatuh atau trauma kepala

3. pernahkah operasi daerah kepala

c. riwayat ksehatan sekarang

1. aktivitas

Gejala:perasaan tidak enak (malaise).

Tanda: ataksia, kelumpuhan, gerakan involunter

2. sirkulasi

Gejala: adanya riwayat kardiopatologi (endocarditis dan PIK)

Tanda: tekanan darah meningkat, nadi menurun, dan tekanan nadi berat, takikardi,
disritmia

3. eliminasi
Tanda: inkontinensia dana tau retensi

4. makanan atau cairan

Gejala: kehilangan nafsu makan, sulit menelan

Tanda: anoreksia muntah, turgor kulit jelek dan membrane mukosa kering

5. hygiene

Tanda: ketergantungan terhadap semua kebutuhan perawatan diri

6. Neurosensori

Gejala: sakit kepala, paresthesia, terasa kaku pada persarafan yang terkena, kehilangan
sensasi, hyperalgesia, kejang, diplopia, fotofobia, ketulian dan halusinasi
penciuman.

Tanda: letargi sampai kebingungan berat hingga koma, delusi dan halusinasi, kehilangan
mmemori , afasia, anisokor, nystagmus, ptosis, kejang umum/lokal, hemiparese,
tanda brudzinki positif dana tau kerning positif, rigiditas nukal, Babinski positif,
reflek abdominal menurun, dan reflek kremastetik hilang pada laki-laki

7. nyeri/keamanan

Gejala: sakit kepala (berdenyut hebat, frontal)

Tanda: gelisah, menangis

8. pernafasan

Gejala: riwayat infeksi sinus atau paru

Tanda: peningkatan kerja pernafasan

DIAGNOSA KEPERAWATAN

a. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan peningkatan tekanan intracranial

b. Nyeri berhubungan dengan iritasi meningeal

c. Resiko terjadinya injuri berhubungan dengan adanya kejang, perubahan status mental dan
penurunan tingkat kesadaran

d. Risiko tinggi terhadap terjadinya infeksi berhubungan dengan sepsis


e. Hipertemia berhubungan dengan proses inflamasi dan edema cerebral

INTERVENSI

a. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan peningkatan tekanan intracranial

1. intervensi: Pasien bed rest total dengan posisi tidur terlentang tanpa bantal

Rasional: Perubahan pada tekanan intakranial akan dapat meyebabkan resiko untuk
terjadinya herniasi otak

2. intervensi: Monitor tanda-tanda status neurologis dengan GCS.

Rasional: Dapat mengurangi kerusakan otak lebih lanjt

3. intervensi: Monitor tanda-tanda vital seperti TD, Nadi, Suhu, Resoirasi dan hati-hati pada
hipertensi sistolik

Rasional: Pada keadaan normal autoregulasi mempertahankan keadaan tekanan darah


sistemik berubah secara fluktuasi. Kegagalan autoreguler akan menyebabkan kerusakan
vaskuler cerebral yang dapat dimanifestasikan dengan peningkatan sistolik dan diiukuti
oleh penurunan tekanan diastolik. Sedangkan peningkatan suhu dapat menggambarkan
perjalanan infeksi.

4. intervensi: Monitor intake dan output

Rasional: hipertermi dapat menyebabkan peningkatan IWL dan meningkatkan resiko


dehidrasi terutama pada pasien yang tidak sadra, nausea yang menurunkan intake per oral

5. intervensi: Bantu pasien untuk membatasi muntah, batuk. Anjurkan pasien untuk
mengeluarkan napas apabila bergerak atau berbalik di tempat tidur.

Rasional: Aktifitas ini dapat meningkatkan tekanan intrakranial dan intraabdomen.


Mengeluarkan napas sewaktu bergerak atau merubah posisi dapat melindungi diri dari efek
valsava

6. intervensi: Berikan cairan perinfus dengan perhatian ketat

Rasional: Meminimalkan fluktuasi pada beban vaskuler dan tekanan intrakranial, vetriksi
cairan dan cairan dapat menurunkan edema cerebral

7. intervensi: Monitor AGD bila diperlukan pemberian oksigen


Rasional: Adanya kemungkinan asidosis disertai dengan pelepasan oksigen pada tingkat
sel dapat menyebabkan terjadinya iskhemik serebral

8. intervensi: Berikan terapi sesuai advis dokter seperti: Steroid, Aminofel, Antibiotika.

Rasional: Terapi yang diberikan dapat menurunkan permeabilitas kapiler, menurunkan


edema serebri, menurunkan metabolik sel / konsumsi dan kejang.

b. Nyeri berhubungan dengan iritasi meningeal

1. intervensi: Letakkan kantung es pada kepala, pakaian dingin di atas mata, berikan posisi
yang nyaman kepala agak tinggi sedikit, latihan rentang gerak aktif atau pasif dan masage
otot leher.

Rasional: Menurukan reaksi terhadap rangsangan ekternal atau kesensitifan terhadap


cahaya dan menganjurkan pasien untuk beristirahat

2. intervensi: Dukung untuk menemukan posisi yang nyaman(kepala agak tinggi)

Rasional: Dapat menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah otak

3. intervensi: Lakukan latihan gerak aktif atau pasif sesuai kondisi dengan lembut dan hati-
hati

Rasional: Dapat membantu relaksasi otot-otot yang tegang dan dapat menurunkan rasa
sakit / discomfort

4. intervensi: Berikan obat analgesic

Rasional: Mungkin diperlukan untuk menurunkan rasa sakit.

c. Resiko terjadinya injuri berhubungan dengan adanya kejang, perubahan status mental dan
penurunan tingkat kesadaran

1. intervensi: monitor kejang pada tangan, kaki, mulut dan otot-otot muka lainnya

Rasional: Gambaran tribalitas sistem saraf pusat memerlukan evaluasi yang sesuai dengan
intervensi yang tepat untuk mencegah terjadinya komplikasi.

2. intervensi: Persiapkan lingkungan yang aman seperti batasan ranjang, papan pengaman,
dan alat suction selalu berada dekat pasien.

Rasional: Melindungi pasien bila kejang terjadi


3. intervensi: Pertahankan bedrest total selama fae akut

Rasional: Mengurangi resiko jatuh / terluka jika vertigo, sincope, dan ataksia terjadi

4. intervensi: Berikan terapi sesuai advis dokter seperti; diazepam, phenobarbital, dll.

Rasional: Untuk mencegah atau mengurangi kejang.

d. Risiko tinggi terhadap terjadinya infeksi berhubungan dengan sepsis

1. intervensi: Beri tindakan isolasi sebagai pencegahan

Rasional: Pada fase awal meningitis, isolasi mungkin diperlukan sampai organisme
diketahui/dosis antibiotik yang cocok telah diberikan untuk menurunkan resiko penyebaran
pada orang lain

2. intervensi: Pertahankan teknik aseptik dan teknik cuci tangan yang tepat.

Rasional: Menurunkan resiko pasien terkena infeksi sekunder. Mengontrol penyebaran


sumber infeksi

3. intervensi: Ubah posisi pasien secara teratur, dianjurkan nafas dalam

Rasional: Memobilisasi secret dan meningkatkan kelancaran secret yang akan menurunkan
resiko terjadinya komplikasi terhadap pernapasan

4. intervensi: Berikan terapi antibiotik iv: penisilin G, ampisilin, klorampenikol, gentamisin.

Rasional: Obat yang dipilih tergantung pada tipe infeksi dan sensitivitas individu

e. Hipertemia berhubungan dengan proses inflamasi dan edema cerebral

1. intervensi: Berikan kompres hangat

Rasional: Pengeluaran panas secara konduksi

2. intervensi: Anjurkan klien untuk menggunakan baju yang tipis

Rasional: Pengeluaran panas secara evaporasi

3. intervensi: Observasi Suhu tubuh klien

Rasional: Menentukan keberhasilan tindakan

4. intervensi: Berikan antipiretik


Rasional: Membantu menurunkan suhu tubuh

C. TUMOR OTAK

Pengertian

Tumor otak benigna adalah pertumbuhan jaringan abnormal di dalam otak, tetapi
tidak ganas. Tumor otak maligna adalah kanker di dalam otak yang berpotensi menyusup dan
menghancurkan jaringan di sebelahnya atau yang telah menyebar (metastase) ke otak dari bagian
tubuh lainnya melalui aliran darah.
Tumor otak merupakan sebuah lesi yang terletak pada intrakranial yang menempati ruang
didalam tengkorak. Tumor-tumor selalu bertumbuh sebagai sebuah massa yang berbentuk bola
tetapi juga dapat tumbuh menyebar, masuk kedalam jaringan. Neoplasma terjadi akibat dari
kompresi dan infiltrasi jaringan.

Patofisiologi
Peningkatan tekanan intracranial (TIK) dan edema serebral.
Aktivitas kejang dan tanda-tanda neurogist fokal.
Hidrosefalus.
Gangguan fungsi hipofisis.

Etiologi
1) Glioma
Glioma disebabkan oleh sel-sel glia (mikroglia, oligodendroglia dan astrosit) yang
berkumpul membentuk parut sikatriks padat dibagian otak dimana neuron menghilang.
2) Tumor meningeal / meningloma
Berasal dari meningen, sel-sel mesotel dan sel-sel penyambung arakhnoid dan dura.
3) Tumor hipofisis
Berasal Dari sel-sel kromofob, eosinofil atau basofil dari hiofofisis anterior.
4) Neuroma akustik
Tumor yang barasal dari sel-sel schwann selubung saraf yang menyebabkan serabut-serabut
saraf otak kedelapan menjadi rusak.
5) Tumor metastasis
Berasal dari tumor atau kanker sistemik dari daerah lain yang bermetastase ke otak.
6) Tumor pembuluh darah
Angioma disebabkan malformasi arteriovenosa konginetal. Hemangioblastoma merupakan
neoplasma yang terdiri dari unsur-unsur vascular embriologis yang paling sering
diserebelum. Sindrome von Hippel-Lindau merupakan gabungan antara hemangioblastoma
serebellum, angiomatosis retina, dan kista ginjal dan pancreas.
7) Tumor gangguan perkembangan (konginetal)
Kordopma terdiri dari sel-sel yang berasal dari sisa-sisa notokorda embrional dan dijumpai
pada dasar tengkorak.
Teratoma akibat sumbatan pada ventrikel ketiga, akueduktus, atau ventrikel keempat.
Kraniofaringioma berasal dari sisa-sisa duktus kraniofaringeal embrional (kantung rathke)
dan umumnya terletak di posterior sela tursika.

Manisfestasi Klinis
Tekanan intracranial (TIK) meningkat: sakit kepala, muntah, papilemaedema.
Gejala terlokalisasi:
- Tumor korteks serebri
Kejang Jacksonian ( kejang pada satu sisi tubuh)
- Tumor lobus oksipital:
Hilangnya penglihatan pada sisi berlawanan dari tumor dan halusinasi.
- Tumor lobus frontal:
Gangguan kepribadian, perubahan status emosional , TK, disintegrasi perilaku mental.
- Tumor intra kranial:
Gangguan kepribadian, konfusi, gangguan fungsi bicara, gangguan gaya jalan, terutama pasien
lansia.
- Tumor sudut serebelopontin:
* Tinitus
* Kesemutan
* Kelemahan/ paralisis
* Keabnormalitas fungsi motoric

Pemeriksaan Penunjang
- CT Scan
- EEG (Elektroensefalogram)
- MRI
- Angiografi serebral
- Penelitian sitologis pada cairan serebrospinal (CSF)

a. Pengkajian Keperawatan
1) Aktivitas / istirahat
Gejala: Keterbatasan akibat keadaan
Ketegangan mata, sakit kepala yang hebat pada saat perubahan postur tubuh aktivitas (kerja)
Tanda : Gangguan tonus otot dan terjadi kelemahan umum.
Gangguan penglihatan
Ataksia, masalah berjalan
2) Integritas Ego
Gejala: Faktor-faktor stress emosional / perubahan status emosional dan tingkah laku.
Perubahan dalam berhubungan
Depresi, gangguan kepribadian
Disintegrasi perilaku mental
Tanda : Bingung
Pelebaran rentang respon emosional
Ekstrem yang tidak ter
3) Makanan cairan
Gejala : mual dan muntah
Tanda : Muntah (proyektil)
4) Neurosensori
Gejala : Pening, sakit kepala
Adanya aura atau (visual, area halusinogenik, auditoris, tinnitus)
Kejang
Perubahan visual
Kelemahan progresif / paralysis
Tanda : Perubahan dalam pola bicara / proses piker
Papiledema
Perubahan status mental
Gangguan penginderaan : penglihatan dan pendengar
Ketidakseimbangan
Refleks tendon lemon
Afraksia, hemiparese, atasia.
5) Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Nyeri hebat, menetap, menyeluruh atau intermitten Seringkali membuat pasien
terbangun, mungkin terlokakisasi pada posisi tertentu
Tanda : Nyeri
Fokus menyempit
Respon emosional / perilaku tak terarah
Otot-otot daerah leher menegang, rigiditas nukal.
6) Keamanan
Tanda : Sakit kepala
Gangguan cara berjalan, parastesia, paralisi, hipotoni
Penurunan kekuatan
Gangguan penglihatan
7) Interaksi sosial
Tanda : Afasia motorik Masalah dalam hubungan Interpersonal dalam keluarga atau lingkungan
sosialnya.

b. Diagnosa Keperawatan
1. Kurang perawatan diri berhubungan kehilangan atau kerusakan fungsi motorik dan sensori
serta penurunan kemampuan kognitif
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kakesia akibat
pengaruh tumor.
3. Nyeri berhubungan dengan penekanan tumor
4. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler
5. Ansietas berhubungan dengan kemungkinan kematian, perubahan dalam penampilan.
6. Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan fisiologis

c. Intervensi Keperawatan
1. Kurang perawatan diri berhubungan kehilangan atau kerusakan fungsi motorik dan sensori
serta penurunan kemampuan kognitif
Tujuan: Melakukan aktivitas perawatan diri dalam tingkat kemampuan sendiri
Intervensi
a. Kaji kemampuan dan tingkat kekurangan (dengan menggunakan skala 0-4) untuk melakukan
kebutuhan sehari-hari
Rasional: Membantu dalam mengantisipasi atau merencanakan pemenuhan kebutuhan secara
individual
b. Hindari melakukan sesuatu untuk pasien yang dapat dilakukan pasien sendiri, tetapi berikan
bantuan sesuai kebutuhan
Rasional: Pasien ini mungkin menjadi sangat ketakutan dan sangat tergantung dan meskipun
bantuan yang diberikan bermanfaat dalam mencegah frustasi, adalah penting bagi pasien untuk
melakukan sebanyak mungkin untuk diri sendiri untuk mempertahankan harga diri dan
meningkatkan pemulihan
c. Sadari perilaku (aktivitas) impulsif karena gangguan dalam pengambilan keputusan
Rasional: Dapat menunjukan kebutuhan intervensi dan pengawasan tambahan untuk
meningkatkan keamanan pasien
d. Pertahankan dukungan, sikap yang tegas. Beri pasien waktu yang cukup untuk mengerjakan
tugasnya
Rasional: Pasien akan memerlukan empati tetapi perlu untuk mengetahui pemberi asuhan yang
akan membantu pasien secara konsisten
e. Berikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha yang dilakukan atau keberhasilannya
Rasional: meningkatkan perasaan makna diri. Meningkatkan kemandirian, dan mendorong
pasien untuk berusaha secara kontinu
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kakesia akibat
pengaruh tumor.
Tujuan: - Mendemonstrasikan pemeliharaan / kemajuan peningkatan berat badan sesuai tujuan
- Tidak mengalami tanda-tanda malnutrisi, dengan nilai laboratorium dalam rentang
normal
Intervensi:
a. Kaji kemampuan pasien untuk mengunyah, menelan, batuk dan mengatasi sekresi
Rasional: Faktor ini menentukan pemilihan terhadap jenis makanan sehingga pasien harus
terlindungi dari aspirasi.
b. Auskultasi bising usus, catat adanya penurunan / hilangnya atau suara yang hiperaktif
Rasional: Bising usus membantu dalam menentukan respon untuk makan atau berkembangnya
komplikasi.
c. Timbang berat badan sesuai indikasi
Rasional: Mengevaluasi keefektifan atau kebutuhan mengubah pemberian nutrisi
d. Jaga keamanan saat memberikan makan pada pasien, seperti tinggikan kepala tempat tidur
selama makan atau selama pemberian makan lewat selang NGT
Rasional : Menurunkan resiko regurgitasi dan atau terjadinya respirasi
e. Berikan makanan dalam jumlah kecil dan dalam waktu yang sering dan teratur.
Rasional : Meningkatkan proses pencernaan dan toleransi pasien terhadap nutrisi yang di berikan
dan dapat meningkatkan kerjasama pasien saat makan.
f. Tingkatkan kenyamanan, lingkungan yang santai termasuk sosialisasi saat makan. Anjurkan
orang terdekat untuk membawa makanan yang di sukai pasen
Rasional : Meskipun proses pemilihan pasien memerlukan bantuan dan/atau menggunakan alat
Bantu, sosialisasi waktu makan dengan orang terdekat atau teman dapat meningkatkan
pemasukan dan menormalkan fungsi makan.
g. Berikan makan dengan cara yang sesuai, seperti melalui selang NG, melalui oral dengan
makanan lunak dan cairan yang agak kental
Rasional: Pemilihan rute pemberian tergantung pada kebutuhan dan kemampuan pasien. Makan
melalui selang ( NGT ) mungkin di perlukan pada awal pemberian.
3. Nyeri berhubungan dengan penekanan tumor
Tujuan: - Melaporkan nyeri hilang / terkontrol
- Menunjukan postur rileks dan mampu tidur / istirahat dengan tepat
Intervensi:
a. Berikan lingkungan yang tenang, ruangan agak gelap sesuai indikasi
Rasional : Menurunkan reaksi terhadap stimulasi dari luar atau sensifitas pada cahaya dan
meningkatkan istirahat / relaksasi.
b. Tingkatkan tirah baring, bantulah kebutuhan perawatan diri yang penting
Rasional : menurunkan gerakan yang dapat meningkatkan nyeri.
c. Letakkan kantung es pada kepala, pakaian dingin di atas mata.
Rasional: Meningkatkan vasokonstriksi, menumpulkan persepsi sensori yang selanjutnya akan
menurunkan nyeri.
d. Dukung untuk menemukan posisi yang nyaman, seperti kepala agak tinggi sedikit
Rasional : Menurunkan iritasi meningeal, resultan ketidaknyamanan lebih lanjut.
e. Berikan latihan rentang gerak aktif / pasif secara tepat dan masase otot daerah leher / bahu.
Rasional : Dapat membantu merelaksasikan ketegangan otot yang meningkatkan reduksi nyeri
atau rasa tidaknyaman tersebut.
f. Kolaborasi dalam pemberian analgetik
Rasional : mungkin di perlukan untuk menghilangkan nyeri yang berat
4. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler
Tujuan: Mempertahankan pola pernapasan normal / efektif, bebas sianosis, dengan GDA dalam
batas normal pasien.
Intervensi:
a. Pantau frekuensi, irama, kedalaman pernafasan. Catat ketidak teraturan pernafasan.
b. Catat kompetensi refleks gag / menelan dan kemampuan pasien untuk melindungi jalan
napas sendiri, pasang jalan napas sesuai indikasi.
c. Angkat kepala tempat tidur sesuai aturannya, posisi miring sesuai indikasi.
d. Anjurkan pasien untuk melakukan napas dalam yang efektif jika pasien sadar.
e. Lakukan penghisapan dengan ekstra hati-hati, jangan lebih dari 10-15 detik. Catat karakter,
warna, dan kekeruhan dari secret.
f. Auskultasi suara napas, perhatikan daerah hipoventilasi dan adanya suara-suara tambahan
yang tidak normal (seperti krekels, ronkhi, mengi).
g. Pantau penggunaan dari obat-obat depresan pernapasan, seperti sedatif.

DAFTAR PUSTAKA
Bruner and Sudarth, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Vol.2. EGC. Jakarta
Doengoes, E Marilyn, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan. EGC. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai