Anda di halaman 1dari 107

xiv

EVALUASI PENERAPAN KONSEP KOTA HIJAU


DI KOTA SURABAYA

ADI TRI WIBOWO

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
xvi

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN


SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Evaluasi


Penerapan Konsep Kota Hijau di Kota Surabaya adalah benar karya saya
dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun
kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2014

Adi Tri Wibowo


NIM A44100028
xviii

ABSTRAK
ADI TRI WIBOWO. Evaluasi Penerapan Konsep Kota Hijau di Kota
Surabaya. Dibimbing oleh ALINDA FM ZAIN.

Pertumbuhan suatu kota diiringi oleh perkembangan ekonomi, sosial, dan


ekologi. Perlu adanya keseimbangan terhadap pertumbuhan antar aspek demi
menciptakan perkembangan kota yang modern, ramah lingkungan, dan
berkelanjutan. Kota Surabaya merupakan kota terbesar kedua di Indonesia, dan
berhasil meraih banyak penghargaan yang bertemakan lingkungan seperti
diantaranya penghargaan Adipura, Adiwiyata, Taman Kota Terbaik, dan lain
sebagainya. Permasalahan umum yang dihadapi oleh kota Surabaya diantaranya
sampah, krisis energi, degradasi lingkungan dan pemukiman kumuh. Tujuan dalam
penelitian ini adalah memberi penilaian terhadap kinerja Kota Surabaya atas
usahanya menerapkan konsep Kota Hijau dengan melihat peran pemerintah, pihak
swasta, dan masyarakat. Penelitian ini menggunkan metode Asian Green City Index,
yang memiliki delapan kategori evaluasi kinerja kota dalam menerapkan konsep
Kota Hijau yaitu Energy and CO2, Land use and Buildings, Transport, Waste, Water,
Sanitation, Air Quality, dan Environmental Governance. Hasil evaluasi menunjukan
bahwa Kota Surabaya dalam menerapkan konsep Kota Hijau masuk kedalam
kategori performa rata-rata dengan nilai rata-rata persentase sebesar 65.5% dan
tingkat Index of Happiness masyarakat kota 70% sangat bahagia, 25% bahagia, dan
5% kurang bahagia.

Kata kunci: asian green city, berkelanjutan, evaluasi, index of happiness, kota hijau,
modern

ABSTRACT
ADI TRI WIBOWO. Evaluation of Green City Concept Implementation in
Surabaya. Supervised by ALINDA FM ZAIN.

The growth of a city is accompanied by development of economy, social,


and ecology. A balanced between the growth of urban development aspects is needed
in creating a modern, environmental friendly, and sustainable city. Surabaya is the
second largest city in Indonesia, and has won many awards with enviromental
concept such as Adipura, Adiwiyata, Taman Kota Terbaik etc. The common
problems of large cities such as waste, energy crisis, environmental degradation, and
urban sprawl. The purpose of this study is to assess the performance of Surabaya
City for its efforts to implement the Green City concept by looking at the role of the
government, private sector, and community. This research was using the Asian
Green City Index as the method which has eight categories of performance
evaluation of the city in applying the concept of Green City: Energy and CO2, Land
use and Buildings, Transport, Waste, Water, Sanitation, Water Quality, and
Environmental Governance. The evaluation results show that in applying the concept
of the Green City, Surabaya City is in above average rank, based on the category
performance with an average persentase 65.5%, moreover the level Surabaya’s
society happiness based on the Index of Happiness is 70% very happy, 25% happy,
and 5% less happy.

Key words: asian green city index, evaluation, green city, index of happiness,
modern, sustainable
EVALUASI PENERAPAN KONSEP KOTA HIJAU
DI KOTA SURABAYA

ADI TRI WIBOWO

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Arsitektur Lanskap

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
xx
Judul Skripsi : Evaluasi Penerapan Konsep Kota Hijau di Kota Surabaya
Nama : Adi Tri Wibowo
NIM : A44100028

Disetujui oleh

Dr Ir Alinda FM Zain, M.Si


Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Bambang Sulistyantara, M.Agr


Ketua Departemen

Tanggal Lulus:
xxii

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala
atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema
yang dipilih dalam penelitian ini ialah mengenai konsep Kota Hijau, dengan
judul Evaluasi Penerapan Konsep Kota Hijau di Kota Surabaya.
Terima kasih penulis ucapkan kepada;
1. Dr Alinda FM Zain, Msi selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
memberikan arahan dan masukan kepada saya dalam menyusun dan
menyelesaikan tulisan ini.
2. Dr Indung Sitti Fatimah, Msi dan Dr Ir Afra DN Makalew, MSc yang telah
memberikan arahan dan masukan kepada penulis dalam menyusun dan
menyelesaikan penelitian ini.
3. Dr Ir Bambang Sulistyantara, M.Agr selaku dosen pembimbing akademik
yang telah memberikan banyak pengarahan selama mengikuti perkuliahan
4. Keluarga besar ayahanda Arif Santoso, ibunda Nunung jubaedah, Akbar
Tanjung Abyoso, Arini Nur Aini yang telah memberi ketulusan akan kasih
sayangnya kepada penulis
5. Teman–teman penulis bimbingan Ibu Alinda (Annisa, Altrifianus,
Hersalina, I Made Natawiguna, dan Imaniar) yang telah membantu dalam
menyelesaikan tugas akhir ini.
6. Dinas–Dinas dan instansi di Kota Surabaya yang telah banyak membantu
dalam pengumpulan data.
7. Teman-teman seperjuangan ARL 47 yang telah memberikan dukungan
dan doanya
8. Teman-teman kontrakan Pondok Rantau (Alja, Alul, Budiman, Jundi,
Hengki, Okin, Novan, Risko, Santos dan Zumar ) yang telah memberi
dukungan dan bantuannya
9. Teman-teman seperjuangan daerah Kemala 47 terutama untuk Ardian
yang telah membantu memberi bantuan selama dalam penulisan.
10. Teman-teman Seruni
11. Teman-teman Undesain (Adhrid, Altrifianus, Digo, I Made Natawiguna,
dan Rahmat Arif) yang telah membantu dalam proses penulisan.
12. Serta seluruh pihak yang telah memberikan doa, bantuan serta
dukungannya.
Penulis menyadari penelitian ini jauh dari sempurna. Penulis berharap
semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi pihak Pemerintah Kota Surabaya
dan pihak lain yang memerlukan. Atas segala kekurangan, penulis memohon
saran dan kritik yang membangun agar penulisan kedepannya dapat lebih
baik.

Bogor, Oktober 2014

Adi Tri Wibowo


DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xv
DAFTAR GAMBAR xvi
DAFTAR LAMPIRAN xvii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
Kerangka Pikir Penelitian 2
TINJAUAN PUSTAKA 4
Daya Dukung Lahan (Carrying Capacity) 4
Permasalahan perkotaan dan lingkungannya 4
Kota Hijau (Green City) 5
Asian Green City Index 5
Energi dan CO2 5
Penggunaan Lahan dan Kepadatan 6
Transportasi 6
Sampah 6
Air 7
Sanitasi 7
Udara 7
Kebijakan Lingkungan 7
Kebahagiaan 8
METODOLOGI 9
Lokasi dan Waktu Penelitian 9
Batasan Penelitian 9
Alat dan Bahan Penelitian 9
Metode Penelitian 10
Inventarisasi 10
Analisis 13
Evaluasi 15
HASIL DAN PEMBAHASAN 18
Profil Wilayah Kota Surabaya 18
Kondisi Fisik dan Lingkungan 18
Topografi 18
Hidrologi 18
Demografi 19
Sosial dan Budaya Masyarakat 19
Perekonomian 19
xxiv

Penggunaan Lahan 20
Rencana Tata Ruang Wilayah 20
Inventarisasi 21
Aspek Kuantitatif 21
Aspek Kualitatif 22
Analisis 24
Energy and CO2 24
Land use and Buildings 28
Transport 33
Waste 39
Water 45
Sanitation 50
Air Quality 53
Environmental Governance 58
Evaluasi Penerapan konsep Kota Hijau 64
Index of Happiness 71
Green Initiatives 72
SIMPULAN DAN SARAN 78
Simpulan 78
Saran 78
DAFTAR PUSTAKA 79
LAMPIRAN 81
RIWAYAT HIDUP 94

DAFTAR TABEL
1 Alat dan bahan 10
2 Data yang dibutuhkan 10
3 Proporsi jumlah responden 12
4 Baku mutu tiap indikator pada aspek kuantitatif 14
5 Asian Green City Index 15
6 Contoh performa kota 17
7 Indikator kuantitatif 21
8 Aspek kualitatif 22
9 Aspek kuantitatif Energy and CO2 24
10 Aspek kualitatif Energy and CO2 26
11 Aspek kuantitatif Land use and Buildings 28
12 Aspek kualitatif Land use and Buildings 30
13 Aspek kuantitatif Transport 33
14 Aspek kualitatif Transport 34
15 Aspek kuantitatif Waste 39
16 Aspek kualitatif Waste 41
17 Aspek kuantitatif Water 46
18 Aspek kualitatif Water 47
19 Aspek kuantitatif Sanitatiom 50
20 Aspek kualitatif Sanitation 52
21 Aspek kuntitatif Air Quality 53
22 Aspek kualitatif Air Quality 55
23 Aspek kualitatif Environmental Governance 58
24 Alih fungsi ex SPBU menjadi taman Kota Surabaya 59
25 Evaluasi kategori Energy and CO2 64
26 Evaluasi kategori Land use and Buildings 65
27 Evaluasi kategori Transport 65
28 Evaluasi kategori Waste 66
29 Evaluasi kategori Water 67
30 Evaluasi kategori Sanitation 68
31 Evaluasi kategori Air Quality 69
32 Evaluasi kategori Environmental Governance 70
33 Kinerja Kota Surabaya dalam menerapkan konsep Kota Hijau 71

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pikir penelitian 3


2 Lokasi penelitian 9
3 Solar cell pada PJU dan trafic light 26
4 Instalasi pengolahan limbah tinja (IPLT) Keputih Surabaya 27
5 Jalur hijau jalan samping Balaikota 29
6 Taman Bungkul 29
7 Bangunan Esa Sampoerna Center 31
8 Pamurbaya 32
9 Visualisasi monorail dan visualisasi tramway 35
10 Visusalisasi park and ride Joyoboyo dan TVRI Mayjend Sungkono 36
11 Pencapaian jalur angkutan massal cepat (AMC) 36
12 Kemacetan lalu lintas Jl. Dharmahusada 37
13 Penerapan intellegent transportation sistem (ITS) 37
14 Halte Universitas Airlangga dan jalur sepeda Jl. Jendral Sudirman 38
15 Signage pada JPO Jl. Ahmad Yani 39
16 Pedestrian Jl. Darmahusada dan pedestrian Balaikota 39
17 TPA Benowo 42
18 Proses pemberian kompos hasil IPLT 43
19 TPS Tambak Rejo 43
20 Bank sampah RW N Morokrembang dan Tambak Rejo 44
21 Sutorejo Superdepo Project 45
22 Rumah kompos Srikana dan Keputran 45
23 Sludge treatment instalation (STI) Surabaya 48
24 Boezem (waduk) Morokrembang 50
25 Instalasi pengolahan limbah tinja (IPAL) 53
26 Alat pengukur indeks standar pencemaran udara (ISPU) 56
27 Konsep integrasi pedestrian dengan halte tram 57
28 Jalur sepeda 57
29 Taman Buah Undaan sebelum dan sesudah 59
xxvi

30 Pengelolaan infrastruktur kota 60


31 Penerapan eco school 60
32 Kampung Hijau Kelurahan Gundih RW X 61
33 Proses yustisi kebersihan 62
34 Penerapan program Green and Clean 63
35 Program Bersih-Bersih Kali Suroboyo 63
36 Car free day Jl. Darmo Surabaya 64
37 Pie chart tingkat kebahagiaan masyarakat Kota Surabaya 72
38 Site Design pada rumah tinggal 73
39 Konsep hunian one stop living 73
40 Konsep jalur dan transportasi terintegrasi 74
41 Pola operasional pelayanan sampah terpusat 75
42 Konsep naturalisasi sungai 75
43 Pola pemilahan sampah 76
44 Penanaman vegetasi di taman kota 76
45 Penganugerahan acara Green and Clean Surabaya 77

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kuesioner Penelitian 81
2 Batasan penilaian 84
3 Kriteria penilaian penerapan kualitatif 85
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Kota Surabaya merupakan ibu kota Provinsi Jawa Timur. Kota ini
merupakan sebuah kota terbesar kedua setelah Jakarta dengan penduduknya
mencapai 2 juta jiwa serta menjadi pusat bisnis, industri, dan perdagangan di
Jawa Timur. Berdasarkan hasil sensus tahun 2014, Kota Surabaya memiliki
jumlah penduduk sebanyak 2 819 095 jiwa dengan wilayah seluas 333.063
km² dengan kepadatan penduduknya adalah sebesar 8911 jiwa per km².
Pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi di Kota Surabaya tidak
terlepas dari sebuah kendala, dan kendala utamanya adalah ketidakmampuan
lahan dalam menampung daya dukungnya. Carrying capacity atau daya
dukung lingkungan mengandung pengertian kemampuan suatu tempat dalam
menunjang kehidupan mahluk hidup secara optimum dalam periode waktu
yang panjang. Daya dukung lingkungan dapat pula diartikan kemampuan
lingkungan memberikan kehidupan organisme secara sejahtera dan lestari
bagi penduduk yang mendiami suatu kawasan. Peningkatan populasi yang
signifikan merupakan suatu masalah jika tidak dikendalikan dengan baik, jika
terus terjadi maka terciptalah permasalahan diantaranya kemacetan lalu lintas,
polusi, sampah, dan degradasi lingkungan yang menyebabkan
ketidaknyamanan bagi masyarakat.
Salah satu solusi yang ditawarkan untuk mengatasi permasalahan
tersebut adalah dengan menerapkan konsep Kota Hijau. Kota Hijau
merupakan suatu konsep dari upaya untuk melestarikan lingkungan dengan
cara mengembangkan sebagian lingkungan dari suatu kota menjadi lahan-
lahan hijau yang alami agar menciptakan kekompakkan antara kehidupan
alami dari lingkungan dengan manusia yang tinggal di dalamnya (Ernawi
2012). Berbagai peraturan perangkat hukum yang mendukung terwujudnya
pembangunan kota yang berkelanjutan (Kota Hijau) telah dihasilkan,
misalnya Undang-Undang (UU) No. 32/2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU No. 7/2004 tentang Pengelolaan
Sumberdaya Air, dan UU No. 28/2002 tentang Bangunan Gedung (Joga dan
Ismaun 2011).
Konsep Kota Hijau telah banyak ditawarkan oleh berbagai lembaga
lingkungan, diantaranya Kementrian Pekerjaan Umum (PU) dengan Program
Pengembangan Kota Hijau (P2KH), Economist Intelligence Unit (EIU) yang
disponsori oleh Siemens dan banyak lagi. Kota Surabaya saat ini giat dalam
pembangunan dengan konsep Kota Hijau yang diusung langsung dari Badan
Perencanaan dan Pengembangan Kota (Bappeko). Konsep Kota Hijau yang
dilakukan oleh Kota Surabaya mengadaptasi P2KH dari PU dengan
menerapkan 8 indikator hijau kota, namun Kota Surabaya belum masuk
kedalam 60 kota di Indonesia yang mengikuti P2KH dari PU.
Metode dalam menerapkan konsep Kota Hijau dalam penelitian ini
menggunakan metode Asian Green City Index dari Economist Intelligence
Unit (EIU). Metode ini merupakan sebuah rangkaian penelitian yang
2

diselenggarakan oleh Economist Intelligence Unit (EIU) dalam menilai status


22 kota di Asia berdasarkan berbagai kriteria yang disesuaikan dengan
kondisi Asia. Hasil penelitian yang disampaikan berupa indeks beserta green
initiatives dari setiap kota. Hasil tersebut dapat membantu kota-kota di Asia
untuk saling belajar menuju kota yang berkelanjutan agar menjadi lebih baik
lagi dalam menghadapi tantangan lingkungan saat ini.
Konsep Kota Hijau memiliki asumsi bahwa dengan terciptanya
lingkungan yang asri terdapat masyarakat yang bahagia. Index of Happiness
merupakan penilaian kebahagiaan masyarakat kota dengan kriteria penilaian
terhadap aspek lingkungan. Penerapan Kota Hijau di Kota Surabaya tidak
hanya dalam bentuk taman atau ruang terbuka, tetapi harus mengutamakan
tujuan dari Kota Hijau itu sendiri yaitu memberi kehidupan kepada
masyarakat didalamnya berupa kesehatan, kesejahteraan, dan kenyamanan.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan,
1. mengidentifikasi kondisi umum dan kinerja Kota Surabaya berdasarkan
delapan kategori Kota Hijau menurut Asian Green City Index,
2. menganalisis kondisi umum dan kinerja Kota Surabaya berdasarkan
Asian Green City Index,
3. mengukur tingkat kebahagiaan masyarakat (Index of Happiness)
berdasarkan kondisi lingkungan di Kota Surabaya dan,
4. mengevaluasi penerapan konsep Kota Hijau di Kota Surabaya dengan
hasilnya berupa performa kota dan green initiatives yang menjadi acuan
dalam pembangunan Kota Hijau.

Manfaat Penelitian
Penelitian diharapkan dapat memberi masukan kepada pemerintah,
masyarakat, komunitas hijau dan LSM Kota Surabaya dalam mewujudkan
konsep Kota Hijau yang ideal agar menjadi kota yang berkarakter, berbasis
lingkungan dan berkelanjutan.

Kerangka Pikir Penelitian


Kerangka pikir penelitian dimulai dari mengidentifikasikan kondisi
umum serta upaya Kota Surabaya dalam menerapkan konsep Kota Hijau
berdasarkan 8 (delapan) kategori Asian Green City index. Kategori tersebut
antara lain Energy and CO2, Land use and Buildings, Transport, Waste,
Water, Sanitation, Air Quality, dan Environmental Governance. Setiap
kategori memiliki indikator yang terbagi menjadi dua yaitu aspek kuantitatif
dan aspek kualitatif. Lalu dilakukan analisis terhadap kedua aspek tersebut.
Setelah dilakukan analisis akan dihasilakan sebuah evaluasi penerapan
konsep Kota Hijau di Kota Surabaya yang anantinya akan disusun kedalam
tabel performa kota.
Evaluasi dinilai berdasarkan tingkat penerapan koansep Kota Hijau di
Kota Surabaya dengan mengacu pada Asian Green City index. Untuk
mendukung hasil evaluasi yang diperoleh dilakukan pengukuran terhadap
3

kebahagiaan atau kenyamanan masyarakat Kota Surabaya dengan


menggunakan Index of Happiness. Selain mengukur tingkat kebahagiaan
masyarakat, diukur juga persepsi masyarakat terkait penerapan konsep Kota
Hijau di Kota Surabaya. Berikut merupakan kerangka pikir penelitian dapat
dilihat pada Gambar 1,

Kota
Surabaya

Kondisi
Umum

Upaya Kota
Dalam Mencapai
Kota Hijau

Analisis Berdasarkan 8 Kategori


Kota Hijau

Asian Green City Index

Land use Envi.


Energy Sanitati Air
and Transport Waste Water Govern
& CO2 on Quality
Buildings ance

Aspek Kuantitatif Aspek Kualitatif

Index of Happiness

Evaluasi Penerapan Konsep Kota Hijau di Kota Surabaya

Gambar 1 Kerangka pikir penelitian


4

TINJAUAN PUSTAKA

Daya Dukung Lahan (Carrying Capacity)


Daya dukung atau carrying capacity memiliki makna dari suatu konsep
yang kompleks, manyangkut beberapa aspek kebutuhan manusia diantaranya
sanitasi, fasilitas kesehatan, serta fasilitas dasar lainnya. Makna dari daya
dukung secara umum adalah jumlah maksimum populasi yang didukung oleh
suatu wilayah, sesuai dengan kemampuan teknologi yang ada (Binder dan
Lopez 2000).
Kondisi daya dukung berbanding terbalik dengan jumlah populasi
dimana populasi meningkat maka kondisi daya dukung berada di bawah,
begitu pula sebaliknya jika populasi menurun maka kondisi daya dukung akan
meningkat. Beberapa faktor sangat mempengaruhi perubahan terhadap
keanekaragaman daya dukung lingkungan, faktor tersebut diantaranya
ketersediaan pangan, air, kondisi lingkungan, dan tempat tinggal.
Terdapat beberapa konsep daya dukung diantaranya daya dukung fisik
(physical), daya dukung lingkungan atau ekologis (ecological), daya dukung
sosial (social), dan daya dukung ekonomi (economic). Sedangkan untuk
komponen penentu daya dukung dianataranya faktor ilmiah, tingkat teknologi,
preferensi konsumen, permintaan sumberdaya, dan distribusi dan pemerataan.
Daya dukung wilayah akan menentukan suatu pertumbuhan dan
terkendalanya pembangunan wilayah. Wilayah akan mengalami
pertumbuhan dan perkembangan jika dukung wilayah belum terlampaui, jika
daya dukung telah terlampaui maka terjadi sebuah pembatasan terhadap
perkembangan wilayah, kelangkaan sumberdaya dan bahkan berujung
terhadap degradasi atau bencana.

Permasalahan perkotaan dan lingkungannya


Menurut Sumardjito (tahun tidak diketahui), Permasalahan perkotaan
saat ini dikarenakan adanya keterkaitan hampir dari segala aspek kehidupan
manusia. Perkembangan kegiatan suatu kota sering menjadi tumpuan harapan
masyarakat sehingga mereka berebut kesempatan untuk bisa memperoleh
penghidupan di kota tersebut. Permasalahan lingkungan kota yang juga
dikenal dengan istilah “urban environment degradation” pada saat ini sudah
meluas di berbagai kota di dunia, sedangkan di beberapa kota di Indonesia
sudah nampak adanya gejala yang membahayakan. Kemunduran atau
kerusakan lingkungan kota tersebut dapat dilihat dari dua aspek:
1. Aspek fisik (environmental degradation of physical nature), yaitu
gangguan yang ditimbulkan dari unsur-unsur alam, misalnya
pencemaran air, udara dan seterusnya.
2. Aspek sosial-masyarakat (environmental degradation of societal
nature), yaitu gangguan yang ditimbulkan oleh manusianya sendiri
yang menimbulkan kehidupan yang tidak tenang, tidak nyaman dan
tidak tenteram.
Kota-kota besar di Indonesia tengah menuju bunuh diri ekologis dan
bunuh diri perkotaan. Kota seolah tak mampu keluar dari bencana banjir,
5

krisis air bersih, kemacetan lalu lintas, pencemaran udara, dan penyakit
lingkungan. Fenomena pemanasan bumi, degradasi kualitas lingkungan, dan
bencana lingkungan telah membangkitkan kesadaran dan tindakan bersama
akan pentingnya menjaga keberlanjutan air bersih dan udara sehat di kota,
untuk menjamin kelangsungan dan menyelamatkan kehidupan umat manusia
di muka bumi (Joga dan Ismaun 2011).

Kota Hijau (Green City)


Kota Hijau (Green City) merupakan kota yang dibangun dengan tidak
mengikis atau mengorbankan aset kota-wilayah (city-region), melainkan
terus menjerus memupuk semua kelompok aset, meliputi manusia,
lingkungan terbangun sumberdaya, lingkungan dan kualitas sarana dan
prasarana (PU 2011). Kota Hijau adalah kota yang ramah lingkungan dan
berkelanjutan dalam segala aspek kehidupan dan penunjangnya bagi
warganya, maupun unsur lainnya baik tumbuhan dan tanaman, hewan dan
satwa liar, hingga tanah, air, dan udara. Semuanya saling terkait sehingga
memberikan fungsi-fungsi kenyamanan, keamanan, dan keindahan
(Departemen Arsitektur Lanskap Faperta IPB 2008).

Asian Green City Index


Asian Green City Index merupakan hasil dari rangkaian penelitian
yang memfokuskan terhadap isu-isu kritis dari keberlanjutan suatu
lingkungan perkotaan dan diselenggarakan oleh Economist Intelligence Unit
(EIU) serta disponsori oleh Siemens. Kota-kota yang dipilih merupakan kota
yang memiliki kepentingan maupun karena ukurannya, biasanya merupakan
Ibu Kota, kota dengan populasi besar, atau merupakan pusat bisnis. Asian
Green City Index memiliki beberapa indikator yaitu Energy and CO2, Land
use and Buildings, Transport, Water, Waste Management, Sanitation, Air
Quality, dan Environmental Governance dan masing-masing kategori
memiliki dua tipe data yaitu tipe data kuantitatif sebanyak 15 indikator dan
tipe data kualitatif sebanyak 14 indikator.

Energi dan CO2


Konsumsi energi tumbuh pesat seiring pertumbuhan penduduk dan
ekonomi. Potensi energi di Indonesia memiliki karakteristik cadangan energi
primer yang besar dan sangat beragam. Pemanfaatan minyak bumi sebagai
energi utama yang berlangsung dominan, menyebabkan ketidakseimbangan
pemerataan terhadap pemanfaatan sumber daya alam lainnya seperti gas bumi
dan batu bara. Hal ini memicu terjadinya keterbatasan akan sumber daya
minyak bumi dan emisi gas buang yang semakin meningkat serta dapat
merusak lingkungan.
Komposisi pemanfaatan energi yang ideal dibutuhkan untuk
mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki dan memadukannya dengan
aneka ragam kebutuhan energi yang tersebar diberbagai daerah. Terdapat
sebuah konsep yang dapat dipergunakan sebagai alat untuk mencapai
pembangunan energi dan ekonomi berkelanjutan yang disebut energy mix.
Konsep tersebut mengutamakan pemanfaatan yang optimal terhadap semua
6

sumber daya yang ada secara efisien. Mengganti energi fosil dengan energi
terbarukan seperti energi air, panasbumi, angin, dan tenaga surya. Sehingga
menciptakan sebuah pemanfaatan energi yang berkelanjutan dan kelestarian
lingkungan dengan menekan tingkat emisi gas buang terutama CO2 (Kristijo
dan Nugroho 2005).

Penggunaan Lahan dan Kepadatan


Lahan merupakan tanah yang sudah ada peruntukannya dan pada
umumnya telah dimilki dan dimanfaatkan oleh perorangan atau lembaga
untuk dapat dimanfaatkan (Jayadinata 1999). Kelas penutupan lahan dibagi
menjadi dua yaitu daerah bervegetasi dan daerah tak bervegetasi. Daerah
bervegetasi diturunkan dari pendekatan konseptual struktur fisiognomi yang
konsisten dari bentuk tumbuhan, bentuk bentuk tutupan, tinggi tumbuhan, dan
distribusi spasialnya. Sedangkan untuk daerah tak bervegetasi pendetailan
kelas mengacu pada aspek permukaan tutupan, distribusi atau kepadatan, dan
ketinggian atau kedalaman objek (Badan Standarisasi Nasional).
Kesalahan dalam pola penggunaan menyebabkan berbagai
permasalahan salah satu diantaranya adalah kepadatan penduduk. Kepadatan
sendiri merupakan suatu keadaan dimana jumlah manusia dalam suatu ruang
telah melebihi kapasitas ruang tersebut (Sarwono 1992). Sebuah kesalahan
yang diawali dari meremehkan penggunaan menyebabkan terjadinya
permasalahan yang beruntun, yang terus terjadi dan merugikan lingkungan
dan manusia. Perlu adanya tindakan tegas dalam penggunaan lahan agar tidak
menyebabkan permasalahan yang berkelanjutan.

Transportasi
Transportasi adalah suatu proses perpindahan sesuatu dari satu tempat
ke tempat lain baik dengan atau tanpa sarana sesuai dengan kemajuan
teknologi. Transportasi tidak terlepas dari sarana dan prasarana jalan, berupa
penerangan jalan umum (PJU), signage, traffic light, dan lain sebagainya.
Kemajuan teknologi yang semakin pesat menyebabkan permasalah baru yaitu
kemacetan dan pencemaran lingkungan. Terjadinya kemacetan lalu lintas
dapat diakibatkan meningkatnya jumlah angkutan umum dengan jaringan
trayek yang tumpang tindih serta jaringan jalan yang terbatas (Setijowarno
dan Frazila 2003).

Sampah
Sampah rumah tangga merupakan sampah yang berasal dari kegiatan
sehari-hari dalam rumah tangga, yang tidak termasuk tinja dan sampah
spesifik. Sampah yang sejenis dengan sampah rumah tangga adalah sampah
yang berasal dari kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus,
fasilitas sosial, fasilitas umum, dan atatau daur ulang energi. Perlu adanya
pengolahan sampah secara khusus untuk menghindari residu yang berbahaya.
Penyelenggaraan prasarana dan sarana persampahan (PSP) adalah kegiatan
merencanakan, membangun, mengoperasikan dan memelihara, serta
7

memantau dan mengevaluasi penanganan sampah rumah tangga dan sampah


sejenis sampah rumah tangga (Permen PU No 3/PRT/M/2013)

Air
Air merupakan unsur yang tidak dapat terlepas dari kehidupan manusia
dan semua aspek kehidupan di dunia. Pengembangan sumberdaya air yang
konsisten sangat diperlukan karena menyangkut hidup matinya kehidupan.
Oleh karena itu pengembanan dan pengolahan sumberdaya air merupakan
dasar peradaban manusia (Sunaryo et al 2005). Air bersih merupakan air
yang harus bebas dari mikroorganisme penyebab penyakit dan bahan-bahan
kimia yang dapat merugikan kesehatan manusia meupun makhluk hidup
lainnya.

Sanitasi
Menurut Azwar (tahun tidak diketahui) sanitasi adalah cara
pengawasan masyarakat yang menitikberatkan kepada pengawasan terhadap
berbagai faktor lingkungan yang mungkin mempengaruhi derajat kesehatan
masyarakat. Masyarakat mempunyai hak kewajiban dalam menjaga
lingkungannya agar tercipta sanitasi yang baik. Selain dilihat dari lokasi
tempat tinggal, tingkat kesejahteraan masyarakat kota juga dapat dilihat dari
baik atau tidaknya akses terhadap infrastruktur permukiman berupa air bersih
dan sarana sanitasi lingkungan. Terdapat dua macam sistem pengelolaan air
limbah domestik yaitu diantaranya sanitasi sistem setempat atau sanitasi on-
site dan saitasi sistem terpusat atau off-site/sewerage. Sanitasi dengan sistem
on-site merupakan sistem dengan fasilitas pengolahan air limbah berada di
dalam persil atau batas tanah yang dimiliki, seperti seperti tangki septik atau
cubluk, sedangkan sanitasi off-site/sewerage merupakan sanitasi dengan
sistem fasilitas pengolahan air limbah berada di luar persil atau dipisahkan
dengan batas jarak yang menggunakan perpipaan untuk mengalirkan air
limbah dari rumah - rumah secara bersamaan dan kemudian dialirkan ke
IPAL (Kementrian PU (tahun tidak diketahui)).

Udara
Udara adalah suatu campuran gas yang terdapat pada lapisan yang
mengelilingi bumi dan komponen campuran gas tersebut tidak selalu konstan
(Fardiaz 1992). Manfaat udara sangat besar dalam kehidupan manusia, di
dalam udara terdapat oksigen untuk bernafas, karbondioksida untuk proses
fotosintesis oleh klorofil daun dan ozon untuk menahan sinar ultra violet.
Udara yang tercemar mengganggu keberlangsungan organisme hidup di
bumi.

Kebijakan Lingkungan
Lingkungan merupakan aspek mutlak yang harus dijaga bersama. Pola
hidup bersih dan budaya membuang sampah pada tempatnya merupakan ciri
Warga Negara yang baik. Menurut UU No 23 Tahun 1997 tentang
pengelolaan lingkungan hidup bahwa lingkungan hidup Indonesia sebagai
8

karunia dan rahmat Tuhan Yang Maha Esa kepada rakyat dan bangsa
Indonesia merupakan ruang bagi kehidupan dalam segala aspek dan matranya
sesuai dengan wawasan nusantara. Keterlibatan masyarakat dan organisasi
non pemerintah dalam mengelola dan mengawasi lingkungan dapat
mempermudah tugas pemerintah dalam menjaga lingkungan (Denig 2011).

Kebahagiaan
Definisi kebahagiaan secara filsafat adalah sebuah kenyamanan dan
kenikmatan spiritual dengan sempurna dan rasa kepuasan, serta tidak adanya
cacat dalam pikiran sehingga merasa tenang dan damai. Kebahagiaan bersifat
abstrak sehingga tidak dapat diraba, dan erat hubungannya dengan kejiwaan
dari yang bersangkutan (Kosasih 2002).
Pendapat lainnya menyatakan bahwa kebahagian digambarkan sebagai
rasa positif terhadap kehidupan, dimana sepenuhnya merupakan bentuk dari
kepemilikan komponen kognitif dan afektif. Aspek kognitif sendiri
merupakan kebahagiaan yang diukur dari suatu evaluasi positif terhadap
kehidupan baik melalui standar atau harapan. Aspek afektif merupakan
kebahagiaan yang terdiri dari apa yang kita sebut sebagai kesejahteraan,
seperti finansial yang baik, rasa puas yang terpenuhi (Veenhoven 2006).
9

METODOLOGI

Lokasi dan Waktu Penelitian


Kegiatan Penelitian dilakukan di Kota Surabaya, Provinsi Jawa Timur
(Gambar 2). Kota yang merupakan pusat bisnis di Provinsi Jawa Timur ini
telah mengalami kemajuan di bidang pembangunan dan perekonomian.
Penelitian dilakukan selama enam bulan yaitu pada bulan Februari hingga Juli
2014.

Gambar 2 Lokasi penelitian


(Sumber: RTRW 2007)

Batasan Penelitian
Batasan penelitian ini adalah melihat seberapa “hijau” kota Surabaya
berdasarkan delapan indikator Kota Hijau yang dikembangkan di Indonesia
dan disesuaikan dengan delapan kategori menurut Asian Green City Index.
Sehingga dapat dijadikan bahan evaluasi serta melihat pengaruh pemerintah
kota, masyarakat, LSM, dan pengembang-pengembang swasta dalam
mewujudkan Kota Hijau di Kota Surabaya.

Alat dan Bahan Penelitian


Peralatan yang diperlukan selama penelitian berupa perangkat
hardware dan software. Tabel 1 menunjukan alat dan bahan yang digunakan
dalam penelitian. Data yang dibutuhkan berupa data primer dan sekunder.
Data primer didapatkan dari observasi langsung ke lapang dengan mengamati
potensi dan kendala kota, sedangkan data sekunder didapatkan dari instansi
terkait penelitian dan studi literatur.
10

Tabel 1 Alat dan bahan

Alat Fungsi
Kamera Mengambil gambar
Map Sebagai pencari lokasi yang akan dituju
Bahan Fungsi
Peta RTRW Sebagai acuan dalam mengetahui rencana pengembang
ruang Kota Surabaya
Bahan Pustaka Studi literatur
Kuisioner Panduan dalam mengetahui data kualitatif dan
kuantitatif

Metode Penelitian
Metode yang dilakukan dalam penelitian menggunakan metode survey
lapang. Tujuannya adalah melihat kinerja dari upaya pemerintah kota maupun
pihak swasta dan masyarakat dalam mewujudkan Kota Hijau berdasarkan
Asian Green City Index (AGCI). Tahap yang dilakukan terdiri dari tahap
pengumpulan data atau inventarisasi, analisis dan evaluasi. Berikut
penjelasan dari tahap yang dilakukan.

Inventarisasi
Inventarisasi merupakan tahap awal dari penelitian berupa
pengumpulan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari
observasi langsung ke lapang dengan mengamati potensi dan kendala kota,
sedangkan data sekunder didapatkan dari instansi terkait dan studi literatur
yang disesuaikan dengan topik penelitian. Data pendukung yang diambil
berikutnya berupa wawancara dan kuesioner. Wawancara dimaksudkan
untuk mengetahui kinerja pemerintah dalam menerapkan konsep Kota Hijau
secara tersirat, lalu kuesioner dibutuhkan dalam mengetahui persepsi
masyarakat terhadap kenyamanan tinggal di Kota Surabaya. Data yang
dibutuhkan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Data yang dibutuhkan


Jenis Data Bentuk Data Sumber Cara Pengambilan
Letak, luas, batas tapak, Sekunder RTRW Kota Studi pustaka
hidrologi, iklim, tata guna Surabaya, Bappeko,
lahan, demografi BLHD
Index of happiness Sekunder Masyarakat Kota Kuesioner, studi
masyarakat Surabaya pustaka
Aspek Kuantitatif
Energy and CO2
 Emisi CO2 Sekunder BLHD, PLN Studi pustaka
 Konsumsi energi
Land use and Buildings
 Kepadatan penduduk Sekunder Bappeko, DKP Studi pustaka
 Ketersediaan ruang
terbuka hijau (RTH)
11

Tabel 2 Data yang dibutuhkan (lanjutan)


Jenis Data Bentuk Data Sumber Cara Pengambilan
Aspek Kuantitatif
Transport
 Kebijakan jaringan Sekunder Bappeko, Studi pustaka
transportasi publik Dishub
Waste
 Jumlah sampah yang Sekunder Bappeko, DKP, Studi pustaka
dihasilkan BLHD
 Jumlah sampah yang
dikumpulkan
Water
 Tingkat konsumsi air Sekunder PDAM, BLHD Studi pustaka
 Tingkat kebocoran
sistem air
Sanitation
 Akses masyarakat Sekunder BLHD, DKP, Studi pustaka
terhadap sanitasi Bappeko
 Pengelolaan limbah cair
Air Quality
 Tingkat NO2 /hari Sekunder BLHD Studi pustaka
 Tingkat SO2 /hari
 Tingkat PM /hari
Aspek Kualitatif
Energy and CO2
 Kebijakan energi bersih Primer, BLHD,PLN, Survei, Wawancara,
 Rencana untuk Sekunder RTRW studi pustaka
mengatasi perubahan
iklim
Land use and Buildings
 Kebijakan eco buildings Primer, Bappeko, BLHD, Survei, wawancara,
 Kebijakaan penggunaan Sekunder DKP, DCK studi pustaka
lahan
Transport
 Kebijakan menciptakan Sekunder Bappeko, Dishub Wawancara,
angkutan umum survey, Studi
perkotaan pustaka
 Kebijakan mengurangi
kemacetan
Waste
 Kebijakan pengumpulan Sekunder Bappeko, DKP, Wawancara,
dan pembuangan dalam BLHD survey, Studi
mengurangi dampak pustaka
sampah terhadap
lingkungan
 Kebijakan 3R
Water
 Kebijakan meningkatkan Sekunder PDAM, BLHD, Survey, wawancara,
kualitas air Bappeko Studi pustaka
 Kebijakan mengelola
sumberdaya air secara
efisien
12

Tabel 2 Data yang dibutuhkan (lanjutan)


Jenis Data Bentuk Data Sumber Cara Pengambilan
Aspek Kualitatif
Sanitation
 Kebijakan sanitasi Sekunder BLHD, DKP, Survey, wawancara,
Bappeko Studi pustaka
 Air Quality
 Kebijakan kebersihan Sekunder BLHD, Wawancara, survey,
udara Bappeko, DKP Studi pustaka

Environmental Governance
 Pengelolaan lingkungan Primer, Bappeko, DKP Survei, Wawancara,
 Pengawasan lingkungan Sekunder studi pustaka
 Partisipasi masyarakat

Index of Happiness masyarakat diperoleh dari kuesioner. Konsep


yang digunakan mengacu pada konsep Slovin, yaitu konsep yang digunakan
dalam menentukan ukuran sampel jika penelitian bertujuan menduga proporsi
populasi. Berikut perhitungan dalam menentukan jumlah responden di Kota
Surabaya dengan menggunakan rumus slovin.
N
n=
1 + N. d2
Keterangan;
n : Ukuran sampel
N : Populasi penduduk
d : nilai presisi (dipakai 95% dengan α = 0.1)
Galat pendugaan yang ditetapkan dalam menentukan sampel
kuesioner di Kota surabaya adalah 10%, dengan populasi yang dimiliki Kota
Surabaya sebesar 2 819 095 didapatkan perhitungan sebagai berikut,

2 819 095
n= = 99.9 = 100
1 + 2 819 095 x 0.12

Penentuan proporsi jumlah responden di seluruh wilayah Kota


Surabaya dilihat berdasarkan jumlah penduduk yang tersebar disetiap
kecamatan. Pemberian kuesioner diberikan keseluruh lapisan masyarakat,
sehingga penilaian dinilai dari semua kalangan. Berikut Tabel 3 yang
menerangkan jumlah persebaran penduduk berdasarkan jumlah kecamatan.
Tabel 3 Proporsi jumlah responden
No. Kecamatan Jumlah Penduduka Jumlah Respondenb
1. Karang Pilang 76 624 2.46 = 3
2. Wonocolo 83 952 2.70 = 3
3. Rungkut 106 693 3.43 = 3
4. Wonokromo 191 970 6.18 = 6
5. Tegalsari 115 739 3.72 = 4
6. Sawahan 229 006 7.37 = 7
7. Genteng 68 191 2.19 = 2
8. Gubeng 153 741 4.95 = 5
9. Tambak Sari 241 237 7.77 = 8
13

Tabel 3 Proporsi jumlah responden (lanjutan)


10. Simokerto 106 282 3.42 = 3
11. Pabean Cantian 92 349 2.97 = 3
12. Bubutan 114 655 3.69 = 4
13. Tandes 97 124 3.12 = 3
14. Krembangan 128 632 4.14 = 4
15. Semampir 204 615 6.59 = 7
16. Kenjeran 149 993 4.48 = 5
17. Lakar Santri 55 325 1.78 = 2
18. Benowo 53 942 1.73 = 1
19. Wiyung 68 181 2.19 = 2
20. Dukuh Pakis 62 791 2.02 = 2
21. Tenggilis Mejoyo 56 757 1.82 = 1
22. Gunung Anyar 53 096 1.71 = 1
23. Mulyorejo 87 442 2.81 = 2
24. Sukomenanggal 104 564 3.36 = 3
25. Asemrowo 45 065 1.45 = 2
26. Bulak 41 402 1.33 = 1
27. Pakal 47 639 1.53 = 1
28. Sambi Kerep 59 348 1.91 = 1
29. Sukolilo 110 372 3.55 = 4
30. Jembangan 49 028 1.57 = 2
31. Gayungan 48 832 1.57 = 2
Total 2 819 095c 100n
*b = (a/c)*n

Analisis
Tahapan analisis dilakukan terhadap kedua aspek Asian Green City
Index yaitu aspek kuantitatif dan analisis kualitatif. Berikut akan dijelaskan
tahapan pada masing-masing analisis,

1. Aspek Kuantitatif
Analisis terhadap aspek kuantitatif menggunakan teknik normalisasi
dengan menghitung hasil data dan baku mutu yang diperoleh dengan
menggunakan rumus zero-max approximation / min-max approximation lalu
dikalikan dengan bobot AGCI yang disesuaikan dari masing-masing
indikator. Setiap perhitungan digunakan baku mutu yang telah ditetapkan,
adapun baku mutu tertuang dalam Tabel 4. Perhitungan terhadap aspek
kuantitatif dapat dilihat pada rumus berikut,
1. Data dengan ketentuan memiliki bobot yang semakin rendah atau
semakin buruk jika mendekati baku mutu

Nilai yang diperoleh


Bobot (%) = (1 − ) x bobot AGCI
baku mutu

2. Data dengan ketentuan memiliki bobot semakin tinggi atau semakin hijau
jika mendekati baku mutu

Nilai yang diperoleh


Bobot (%) = ( ) x bobot AGCI
baku mutu
14

3. Data yang memiliki nilai minimal-maksimal dan memiliki bobot


semakin tinggi atau semakin hijau jika mendekati baku mutu

Nilai yang diperoleh − baku mutu minimal


Bobot (%) = ( ) x bobot AGCI
baku mutu maksimai − baku mutu minimal

4. Data yang memiliki nilai minimal-maksimal dan memiliki bobot


semakin rendah atau semakin buruk jika mendekati baku mutu

Nilai diperoleh − baku mutu minimal


Bobot (%) = (1 − ) x bobot AGCI
baku mutu maks − baku mutu minimal

Tabel 4 Baku mutu tiap indikator pada aspek kuantitatif


Kategori Indikator Baku Mutu
Energy & CO2 Emisi CO2 ≤ 2 260 632 280 Ton
CO2a)
Konsumsi energi ≤ 900 KwH/orang(b)
Land use and Kepadatan penduduk ≤ 10000 org/Km2(c)
Buildings Jumlah ruang terbuka hijau ≥ 30%(d)
(RTH)
Transport Panjang jaringan angkutan ≥ 0.30 km/km2(c)
umum perkotaan
Waste Jumlah sampah dihasilkan ≤ 3075.11m3/hari(e)
Jumlah sampah terkumpul ≥ 70%(f)
Water Tingkat konsumsi Air ≤ 60-126.9 lt/org/hri(g)
Tingkat kebocoran sistem air ≤ 45%(c)
Sanitation Akses terhadap sanitasi ≥ 20% - 100%(c)
Pengelolaan limbah cair ≥ 10% - 100%(c)
Air Quality Tingkat NO2/hari ≤ 150 μg / Nm3/hari(h)
Tingkat SO2/hari ≤ 365 μg / Nm3/hari(h)
Tingkat PM10/hari ≤ 150 μg / Nm3/hari(h)
Sumber: (a)Mentri ESDM 2013 dan hasil perhitungan, (b) Mentri ESDM 2013, (c)AGCI, (d)UU No.
26/2007, (e) SNI 19-3964-1994, (f) Permen PU No. 14/2010, (g)Standar PU (h) PP No. 41/1999

Sebagai contoh sebuah Kota X mengkonsumsi air P liter/org/hari


dengan asumsi semakin tinggi tingkat konsumsinya maka semakin buruk,
sedangkan standar kebutuhan pokok air minum minimum yang ditetapkan
adalah A liter/org/hari dan standar kebutuhan pokok air minum maksimal
adalah B liter/org/hari. Sehingga baku mutu minimum A liter/org/hari diberi
bobot 0% atau 0 dan maksimum B liter/org/hari diberi bobot 100% atau 1.
Rentang antara nilai tersebut adalah Q berupa hasil dari selisih kedua nilai
tersebut. Berikut contoh perhitungannya,

Nilai diperoleh − baku mutu minimal


Bobot (%) = (1 − ) x bobot AGCI
baku mutu maks − baku mutu minimal
P−A
Bobot (%) = (1 − ) x bobot AGCI = Y
B−A
15

Asian Green City Index (AGCI) memiliki bobot untuk konsumsi air
sebesar 25%. Hasil yang diperoleh dari perhitungan diatas lalu dikalikan
dengan bobot AGCI 25% dan didapatkan hasil Y untuk tingkat konsumsi air
di Kota X. Jika dalam suatu kasus perhitungan didapatkan bobot nilai yang
melebihi bobot Asian Green City Index dan bobot nilai yang memiliki nilai
negatif maka dilakukan pembobotan nilai untuk nilai maksimum sebesar 25%
sedangkan untuk bobot nilai negatif akan diberikan nilai 0%.

1. Aspek Kualitatif
Analisis terhadap aspek kualitatif menggunakan analisis deskriptif dan
perhitungan pembobotan kinerja. Kinerja dinilai dari upaya pemerintah, pihak
swasta maupun masyarakat dalam menerapkan konsep Kota Hijau,
perhitungan tersebut menggunakan perhitungan skoring. Adapun rumusan
skoring sebagai berikut,
0 = ada rencana, belum ada penerapan
1 = ada aturan, belum diterapkan/belum ada aturan, sudah diterapkan
2 = ada aturan, penerapan ≤50%
3 = ada aturan, penerapan >50%
Penentuan terhadap skor dengan nilai penerapan ≤50% dan >50%
dihitung dengan melihat tingkat kualitas penerapan atau upaya yang telah
dilakukan dan menyesuikannya dengan kriteria masig-masing upaya. Kriteria
tersebut dapat dilihat dalam lampiran 3. Setelah skoring dilakukan, tahap
selanjutnya adalah menghitung bobot tiap indikator yang telah ditentukan.
Perhitungan dilakukan dengan mengalikan hasil skoring dengan persentase
bobot berdasarkan Asian Green City Index. Perhitungan skoring dapat dilihat
sebagai berikut,
total skor
Bobot nilai (%) = ( ) x bobot AGCI
skor tertinggi
Evaluasi
Tahap evaluasi mencantumkan tabel yang berisikan hasil dari
pembobotan tiap indikator, yang bertujuan untuk mengetahui posisi Kota
Surabaya dalam menerapkan konsep Kota Hijau.

Tabel 5 Asian Green City Index


Kategori Indikator Tipe data Bobot P*
Energy & CO2 Emisi CO2 Kuantitatif 25% 1
Konsumsi Energi Kuantitatif 25% 1
Kebijakan energi bersih Kualitatif 25% S
Kebijakan mengatasi Kualitatif 25% S
perubahan iklim
Land use and Kepadatan penduduk Kuantitatif 25% 1
Buildings Jumlah ruang terbuka hijau Kuantitatif 25% 2
(RTH)
Kebijakan eco buildings Kualitatif 25% S
Kebijakan penggunaan lahan Kualitatif 25% S
16

Tabel 5 Asian Green City Index (lanjutan)


Kategori Indikator Tipe data Bobot P*
Transport Panjang jaringan angkutan umum Kuantitatif 33% 2
perkotaan
Kebijakan menciptakan angkutan Kualitatif 33% S
umum perkotaan
Kebijakan mengurangi Kualitatif 33% S
kemacetan
Waste Jumlah sampah dihasilkan Kuantitatif 25% 1
Jumlah sampah dikumpulkan Kuantitatif 25% 2
Kebijakan pengumpulan dan Kualitatif 25% S
pembuangan dalam mengurangi
dalam sampah terhadap
lingkungan
Kebijakan 3R Kualitatif 25% S
Water Tingkat konsumsi air Kuantitatif 25% 4
Tingkat kebocoran sistem air Kuantitatif 25% 1
Kebijakan meningkatkan kualitas Kualitatif 25% S
air
Kebijakan mengelola air secara Kualitatif 25% S
efisien
Sanitation Akses masyarakat terhadap Kuantitatif 33% 3
sanitasi
Pengelolaan limbah cair Kuantitatif 33% 3
Kebijakan sanitasi Kualitatif 33% S
Air Quality Tingkat NO2/hari Kuantitatif 25% 1
Tingkat SO2/hari Kuantitatif 25% 1
Tingkat PM10/hari Kuantitatif 25% 1
Kebijakan udara bersih Kualitatif 25% 1
Environmental Pengelolaan lingkungan Kualitatif 33% S
Governance Pengawasan lingkungan Kualitatif 33% S
Partisipasi masyarakat Kualitatif 33% S
Keterangan: P = Perhitungan/rumus yang digunakan dalam pembobotan
(lihat rumus halaman 13 poin 1,2,3,4)
S = Teknik skoring

Tabel 6 menunjukan sebuah tabel performa yang terdiri atas lima


kriteria yaitu sangat dibawah rata-rata, dibawah rata-rata, rata-rata, diatas
rata-rata, sangat diatas rata-rata. Dalam tahap ini, pengukuran Index of
Happiness masyarakat juga dimasukan, yang berfungsi sebagai data
pendukung terhadap penerapan konsep Kota Hijau di Kota Surabaya.
Pada tabel performa (Tabel 6) dijelaskan bahwa kolom yang berisikan
titik yang berwarna hitam menunjukan sebuah posisi kota dalam Kota Hijau
berdasarkan delapan kategori. Kinerja kota diperoleh berdasarkan
pembobotan pada setiap indikator.
17

Tabel 6 Contoh performa kota


Kategori Sangat Di bawah Rata- Di atas Sangat
dibawah Rata-rata rata rata- diatas
Rata-Rata rata rata-rata
0-20% 20-40% 40-60% 60-80% 80-100%
Energy & CO2
Land use and
Buildings
Transport
Waste
Water
Sanitation
Air Quality
Environmental
Governance
Hasil Keseluruhan

Tahap ini menjelaskan tentang pengukuran Index of Happiness


masyarakat Kota Surabaya. Penilaian dilakukan secara langsung oleh 100
responden dari 31 kecamatan dengan cara mengisi kuesioner yang berisikan
pernyataan beberapa aspek. Aspek-aspek tersebut diantaranya adalah aspek
infrastruktur dan utilitas yang didalamnya berisi pernyataan tentang
infrastruktur serta utilitas kota seperti energi listrik, air dan telekomunikasi
namun komponen yang dituangkan adalah listrik dan air dikarenakan sesuai
dengan konten penelitian. Lalu aspek lingkungan, aspek transportasi dan
fisik. Aspek fisik terdapat konten berupa tata kota dan ruang terbuka hijau
(RTH).
Skala Likert digunakan untuk melihat persepsi masyarakat dengan
ketentuan 1-3 yaitu 1 tidak setuju, 2 kurang setuju, 3 setuju. 20 pertanyaan
dituangkan dalam kuesioner sehingga diperoleh nilai minimumnya yaitu 20
dan maksimum 60. Interval kelas didapatkan dari perhitungan sebagai
berikut,
Nilai maksimum-Nilai minimum
=
Jumlah skala
60-20
=
3
=13.33

Tingkat kebahagiaan diukur dari kualitas aspek dalam memberi


kenyaman. Berikut tingkatan/skala dalam penilaian Index of Happiness atau
tingkat kebahagiaan masyarakat,
1. Kurang bahagia (rendah) = 20.0-33.3
2. Bahagia (sedang) = 33.4-46.7
3. Sangat bahagia (tinggi) = 46.8-60.0
Green initiatives merupakan sebuah rekomendasi dari hasil evaluasi
dan dikorelasikan dengan Index of Happiness dalam bentuk perencanaan dan
perancangan yang disesuaikan dengan 8 kategori Asian Green City Index.
18

HASIL DAN PEMBAHASAN

Profil Wilayah Kota Surabaya


Kota Surabaya merupakan kota terbesar kedua setelah Jakarta dan
merupakan ibukota dari Provinsi Jawa Timur. Secara Geografis Kota
Surabaya berada diantara 7° 9’–7° 21’Lintang Selatan dan 112° 36’ – 112°
57’ Bujur Timur dengan ketinggian permukaan 0-20 mdpl. Kota Surabaya
memiliki luas 330.48 km2, terdiri atas 31 Kecamatan, 160 Kelurahan dan desa.
Secara administrasi Kota Surabaya memiliki batas daerah yaitu sebelah utara
berbatasan dengan Madura, Sebelah Selatan berbatasan dengan Sidoarjo ,
sebelah Barat berbatasan dengan Gresik, Sebelah Timur berbatasan dengan
Madura.

Kondisi Fisik dan Lingkungan


Topografi
Secara umum kondisi topografi Kota Surabaya memiliki ketinggian
permukaan tanah 0-20 mdpl, namun sebagian besar ketinggiannya 0-10 meter
(80,72%) di wilayah utara, selatan, timur, dan pusat kota sedangkan untuk
wilayah barat memiliki ketinggian 10-20 meter terutama di daerah Pakal,
Lakarsantri, Sambikerep, dan Tandes. Daerah pantai pada umumnya
memiliki ketinggian berkisar 1-3 mdpl. Perairan Kota Surabaya bukan berada
di jalur sesar aktif atau berhadapan langsung dengan samudera sehingga
relatif aman dari bencana alam.

Hidrologi
Kota Surabaya dilalui oleh daerah aliran sungai (DAS) Kali Brantas
yang memiliki dua cabang aliran utama yaitu Kali Surabaya dan Kali Porong,
dan terdapat juga salah satu anak sungai Kali Brantas di sepanjang Jl. Jagir
Wonokromo yaitu Kali Jagir. Kali Surabaya terpecah menjadi dua anak
sungai yaitu Kali Mas dan Kali Wonokromo, yang berada di Kecamatan
Wonokromo. Kualitas air Kali Mas tidak mencapai tingkat c, sehingga
kualitas air tersebut paling buruk. Buruknya kualitas diakibatkan pencemaran
dari buangan rumah tangga, pasar, saluran drainase, dan kegiatan diluar non
rumah tangga (Laboratorium Perum Jasa Tirta). Sedangkan kualitas Kali
Surabaya dan Kali Jagir cukup baik sehingga digunakan sebagai sumber air
bersih oleh perusahaan daerah air minum (PDAM).

Iklim
Kota Surabaya berada di selatan garis khatulistiwa sehingga
menyebabkan perbedaan yang signifikan pada musim kemarau dan musim
penghujan. Musim kemarau berlangsung diantara bulan Mei dan Oktober,
sedangkan untuk musim penghujan berlangsung diantara November sampai
April. Bulan November hingga Februari terjadi curah hujan tinggi yang
diakibatkan musim angin dari utara lalu pada musim kemarau angin pasat dari
tenggara membawa udara yang lebih dingin dari Australia. Suhu rata-rata
19

Kota Surabaya diantara 21°C di bulan Agustus hingga mencapai 34°C di


bulan April. Kelembaban pada musim hujan rata-rata pada tiap bulannya
mencapai 80% dan turun menjadi 60% pada musim kemarau. Data iklim
berupa curah hujan tahunan rata-rata di Stasiun Hujan Perak dari tahun 1955-
1998 berkisar 1560 mm, dengan 90% terjadi pada musim hujan. Curah hujan
tertinggi terjadi pada bulan Januari yaitu berkisar lebih dari 300 mm,
sementara terendah pada bulan agustus yaitu sebesar 23 mm.

Demografi
Kota besar tidak terlepas dari kepadatan penduduk yang dimiliki.
Sebagai kota besar Kota Surabaya memiliki penduduk sebanyak 2 819 095
jiwa pada tahun 2014. Luas wilayah Kota Surabaya adalah 316.36 km2, maka
kepadatan penduduk Kota Surabaya pada tahun 2014 adalah sebesar 8911
org/km2.
Komposisi penduduk berdasarkan jenis kelamin secara umum
menunjukan bahwa jumlah penduduk Kota Surabaya dengan jenis kelamin
laki-laki mendominasi jumlah penduduk perempuan dari tahun ke tahun.
Jumlah penduduk laki-laki di Kota Surabaya pada tahun 2012 sebesar 1 021
770 jiwa dengan sex ratio rata-rata sebesar 101.26, sedangkan jumlah
penduduk perempuan di Kota Surabaya tahun 2012 sebesar 1 014 276 jiwa
dengan sex ratio rata-rata sebesar 98.8.
Kota Surabaya terdiri dari 31 kecamatan. Kecamatan dengan luas
wilayah terbesar adalah Kecamatan Benowo dengan luas 26.78 Km2, namun
kepadatan penduduknya tergolong paling rendah yaitu 2014 jiwa/ km2,
sedangkan kecamatan dengan luas wilayah terkecil yaitu sebesar 2.89 km2
adalah Kecamatan Simokerto dengan kepadatan penduduk paling tinggi yaitu
sebesar 41 036 jiwa/km2. Pemerintah terus berupaya dalam menekan arus
pertumbuhan penduduk hingga 1% sampai tahun 2015 dengan pengendalian
pada jumlah kelahiran dan arus urbanisasi pada setiap daerah.

Sosial dan Budaya Masyarakat


Berdasarkan jenis agama, mayoritas penduduk Kota Surabaya
beragama Islam dengan presentasi sebesar 84.79%, selanjutnya penduduk
beragama Kristen 9.82%, Katolik sebesar 4.21%, Hindu sebesar 0.33%,
Budha sebesar 1.76%, dan lainnya 0.01 %. Budaya Kota Surabaya merupakan
budaya Jawa Timur dengan bahasa utamanya adalah bahasa Jawa
Suroboyoan, namun masyarakat kota dominan menggunakan bahasa Ngoko
atau Kromo Madya. Beragam etnis ada di Surabaya, seperti etnis Melayu,
Cina, India, Arab, dan Eropa. Etnis-etnis dari belahan bumi Nusantara dapat
dijumpai pula, seperti etnis Madura, Sunda, Batak, Kalimantan, Bali,
Sulawesi, Nusa Tenggara, Ambon dan Papua.

Perekonomian
Salah satu indikator dalam mengukur tingkat pertumbuhan ekonomi
maupun kondisi ekonomi suatu wilayah baik berdasarkan atas dasar harga
konstan maupun atas dasar harga berlaku adalah Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB). Tiga sisi pendekatan PDRB adalah produksi, pendapatan, dan
pengeluaran.
20

Kota Surabaya sebagai pusat pemerintahan provinsi Jawa Timur dan


sebagai Gerbang Kertasusila memiliki pertumbuhan ekonomi yang semakin
meningkat. Dalam periode 2006-2010 telah terjadi peningkatan investasi baik
dalam kuantitas maupun nilai investasi (RPJMD Kota Surabaya Tahun 2010-
2015). Berdasarkan BPS 2012, pada tahun 2010, PDRB Kota Surabaya pada
triwulan IV atas dasar harga berlaku mencapai RP. 51.17 triliun, lalu pada
triwulan I mencapai RP. 176.44 Triliun. Sedangkan PDRB pada Triwulan IV
atas dasar harga konstan 2000 mencapai Rp. 21.97 Triliun, dan Rp. 81.00
Triliun pada triwulan I. pertumbuhan ini meningkat sebesar 6.73% terhadap
2009. Pertumbuhan tertinggi dialami oleh sektor listrik, gas, dan air bersih
sebesar 15.04% diikuti oleh pertumbuhan sektor perdagangan, hotel dan
restaurant sebesar 9.90%.

Penggunaan Lahan
Lahan terbangun Kota Surabaya hampir 2/3 dari luas wilayahnya dan
secara relatif terkonsentrasi perkembangan fisik kota berada di pusat kota
yang membujur dari kawasan utara hingga selatan kota, namun hingga saat
ini berkembang hingga kawasan timur dan barat kota. Proporsi penggunaan
lahan didominasi oleh area perumahan yaitu sebesar 42.00%, sedangkan area
yang masih memiliki sawah dan tegalan sebesar 16.24% lalu tambak sebesar
15.20%, area jasa dan perdagangan sebesar 10.76%, area industri sebesar
07.30%, dan lahan kosong sebesar 05.50%.
Kawasan perumahan kampung terkonsentrasi di area pusat kota,
sedangkan perumahan real estate di kawasan barat, timur dan selatan kota.
Areal sawah dan tegalan berada di kawasan barat dan selatan kota, areal
tambak pesisir timur dan utara kota, areal jasa dan perdangan terkonsentrasi
di pusat kota sebagian berada di areal permuhan yang berkembang di kawasan
barat dan timur kota, lalu untuk areal industri dan pergudangan berada di
kawasan pesisir utara dan kawasan selatan kota yang berbatasan langsung
dengan kabupaten Gresik dan Sidoarjo. Wilayah pesisir kota dimanfaatkan
sebagai area waterfront city yang berada di kecamatan kenjeran dan beberapa
hutan kota yang terpusat di pantai timur kota diantaranya adalah Hutan kota
Balas Klumprik, Hutan Kota Prapen, Taman Bunga Wonorejo, Hutan Kota
Pakal dan Kawasan Lindung Pamurbaya.

Rencana Tata Ruang Wilayah


Berdasarkan Perda No. 3 Tahun 2007 Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW) Kota Surabaya adalah rencana strategi pelaksanaan dan
pemanfaatan ruang wilayah kota dengan arahan struktur dan pola
pemanfaatan ruang yang merupakan penjabaran rencana tata ruang wilayah
provinsi Jawa Timur. Ruang lingkup meliputi pengembangan wilayah,
struktur, pola pemanfaatan ruang, rencana unit pengembangan kegiatan
beserta pusat-pusatnya, rencana unit pengembangan wilayah darat, laut,
pemanfaatan lahan, sistem transportasi dan utilitas.
Terdapat dua penjabaran tentang RTRW yaitu Rencana Detail Tata
Ruang Kota (RDRTK) dan Rencana Teknik Ruang Kota (RTRK). RDRTK
merupakan peraturan kepala daerah dengan persetujuan pimpinan DPRD dan
21

harus sesuai dengan RTRW, sedangkan RTRK merupakan peraturan kepala


daerah dan harus sesuai dengan RDRTK.

Inventarisasi
Pada tahap inventarisasi dilakukan identifikasi terhadap kondisi umum
dan upaya Kota Surabaya. Setiap upaya atau penerapan yang dilakukan
dimasukan kedalam tabel kuantitatif dan tabel kualitatif Asian Green City
Index.

Aspek Kuantitatif
Aspek kuantitatif merupakan aspek yang mengidentifikasi kondisi
umum Kota Surabaya dalam penerapan konsep Kota Hijau berdasarkan
Asian Green City Index. Tabel 7 merupakan data aspek kuantitatif dari tujuh
kategori menurut Asian Green City Index yaitu Energy and CO2, Land use
and Building, Transport, Waste, Water, Sanitation dan Air Quality yang
diperoleh di Kota Surabaya.
Tabel 7 Indikator kuantitatif
Kategori Indikator Hasil Tahun Sumber
Energy and Emisi CO2 598 493 859.5 2012 SLHD Kota
CO2 Ton CO2 Surabaya 2012
Konsumsi energi 238 271 2014 PLN
KwH/org
Land use and Kepadatan 8911 org/km2 2014 Dinas
Buildings penduduk kependudukan
dan pencatatan
sipil 2014
Jumlah ruang 10 575 360 m2 2014 DKP, Bappeko
terbuka hijau Surabaya
(RTH)
Transport Jaringan 0.09 km/km² 2013 Bappeko
transportasi Surabaya
publik
Waste Jumlah sampah 8905 m3/hari* 2012 DKP Surabaya
yang dihasilkan
Jumlah sampah 1300 ton/hari 2012 DKP Surabaya
yang
dikumpulkan
Water Tingkat PDAM 34.0 2014 PDAM Kota
konsumsi air L/Org Surabaya
Tingkat 28.96% 2013 PDAM Kota
kebocoran Surabaya
sistem air
Sanitation Akses 52.7% 2012 SLHD Kota
masyarakat Surabaya 2012
terhadap sanitasi
Pengolaan 60.87% 2004 Cipta Karya
limbah cair Surabaya 2004
Air Quality Tingkat NO2 20.93 2014 BLHD Kota
µg/Nm3/hari Surabaya
22

Tabel 7 Indikator kuantitatif (lanjutan)


Kategori Indikator Hasil Tahun Sumber

Air Tingkat SO2 59.65 2014 BLHD Kota


Quality µg/Nm3/hari Surabaya
Tingkat PM10 10.43 2014 BLHD Kota
µg/Nm3/hari Surabaya

Aspek Kualitatif
Aspek kualitatif merupakan aspek mengenai upaya-upaya yang
dilakukan di Kota Surabaya dalam mengembangkan konsep Kota Hijau.
Terdapat kebijakan dan upaya-upaya yang akan atau telah dilakukan oleh
pemerintah, pihak swasta dan masyarakat. Upaya-upaya tersebut merupakan
tahap dalam mengimplementasikan kebijakan yang telah dibuat untuk
mendukung aspek kuantitatif. Sifat dari kebijakan dan upaya yang telah ada
berupa rencana dan penerapan. Upaya-upaya yang telah dan akan dilakukan
dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Aspek kualitatif


Kategori Indikator Upaya
Energy and Kebijakan energi Solar cell pada penerangan jalan umum
CO2 bersih (PJU) & traffic light (a)
Rencana mengatasai Pengolahan sampah dan limbah tinja
perubahan iklim menjadi energi listrik (a)
Kincir angin sebagai energi alternatif (b)
Land use Kebijakan eco Pelaksanaan green building awareness
and buildings award (a)
Buildings Kepemilikan ijin mendirikan bangunan
(IMB) (a)
Kebijakan Ekspansi dan optimisasi ruang terbuka
penggunaan lahan hijau (a)
Pengembangan wilayah waterfront city
di wilayah pesisir (Kenjeran) (b)
Optimisasi kawasan lindung
(Pamurbaya) (a)
Transport Kebijakan dalam Pengembangan sistem angkutan massal
menciptakan cepat monorail dan tramway (b)
angkutan umum Perencanaan pengembangan park and
perkotaan ride (b)
Integrasi moda transportasi umum
dengan angkutan lainnya (b)
Pengembangan intellegent
transportation sistem ( ITS) (b)
Pembuatan halte dan jalur sepeda (a)
Pengembangan pedestrian dan
pembuatan jembatan penyebrangan yang
dilengkapi closed circuit television
(CCTV) disetiap sudut (a)
23

Tabel 8 Aspek kualitatif (lanjutan)


Kategori Indikator Upaya
Waste Jumlah sampah yang Mengembangkan sistem sanitary
dihasilkan landfill di TPA Benowo (a)
Menggunakan teknologi ramah
lingkungan (incenerator) (a)
Pengembangan instalasi
pengolahan limbah tinja (IPLT) (a)
Pengembangan TPS indoor
underground container di Tambak
Rejo (a)
Jumlah sampah Bank sampah (a)
dikumpulkan Sutorejo Superdepo Project
(recycle center) (a)
Komunitas rumah kompos (a)
Water Kebijakan Pengembangan sistem sludge
meningkatkan kualitas treatment instalation (STI) (a)
air Rehabilitasi saluran air (a)
Optimisasi dan revitalisasi
bantaran sungai (a)
Kebijakan mengelola Acara Hari Air Sedunia oleh
sumberdaya air secara PDAM Surya Sembada (a)
efisien Pengembangan boezem (a)
Sanitation Kebijakan sanitasi Peningkatan ketersediaan tempat
sampah yang memadai dan sehat (a)
Peningkatan penggunaan tangki
septik dan tangki peresapan pada
jamban (a)
Pengembangan instalasi
pengolahan limbah tinja (IPAL) (a)
Air Quality Kebijakan kebersihan Uji emisi (a)
udara Pengembangan hutan kota (a)
Monitoring kualitas udara dengan
menggunakan alat indeks standar
pencemaran udara (ISPU) (a)
Mengembangkan sistem pedestrian
yang terintergrasi dengan angkutan
massal (a)
Peningkatan jalur sepeda (b)
Environmental Pengelolaan Revitalisasi ex. Stasiun pengisisan
Governance lingkungan bahan bakar umum (SPBU)
menjadi taman (a)
Pengelolaan infrastruktur kota (a)
eco campus and eco school (a)
Kampung Hijau (a)
Pengawasan Adipura Kencana (a)
lingkungan Adiwiyata (a)
Yustisi kebersihan (a)
24

Tabel 8 Aspek kualitatif (lanjutan)


Kategori Indikator Upaya
Environmental Partisipasi Surabaya green and clean (a)
Governance masyarakat Bersih-Bersih Kali Suroboyo (a)
Penanaman mangrove di muara kali
Surabaya bersama masyarakat (a)
Car Free Day (a)
a = telah dilaksanakan
b = masih sekedar wacana atau rencana

Analisis
Analisis dilakukan secara deskriptif dan berupa pembobotan tiap
indikator pada aspek kuantitatif dan kualitatif. Analisis terhadap delapan
kategori akan dijelaskan lebih lanjut pada sub-bab berikut.

1. Energy and CO2

Analisis Aspek Kuantitatif Energy and CO2


Kota Surabaya merupakan kota metropolitan kedua setelah Jakarta
yang berarti penggunaan energi dan pengeluaran emisi kota ini termasuk
tinggi. Data konsumsi energi dan pengeluaran emisi CO2 didapatkan dari
sektor energi listrik, dikarenakan energi listrik menggunakan bahan bakar
fosil sebagai tenaga pembangkitnya dan digunakan selama 24 jam untuk
menerangi kota, dan kebutuhan rumah tangga. Tabel 9 merupakan tabel
kuantitatif dari kategori energy and co2.
Tabel 9 Aspek kuantitatif Energy and CO2
Kategori Indikator Hasil Baku Mutu Bobot
Energy & Emisi CO2 (25%) 598 493 859.5 2 260 632 280 18.3%
CO2 Ton CO2 Ton CO2
Konsumsi energi 238 271 KwH/org 900 KwH/Org 18.3%
(25%)

Emisi CO2
Emisi CO2 Kota Surabaya dilihat dari sumber pengeluaran terbesarnya
yaitu pembangkit tenaga listrik yang berada di Jl. Ketintang Baru yang
disebut PT. Pembangkit jawa-Bali (PT. PJB). Pembangkit ini berdomisili di
Surabaya yang menangani pembangkitan tenaga listrik. Sumber bahan bakar
masih menggunakan bahan bakar fosil berupa batu bara.
Emisi CO2 didasari dari perhitungan konsumsi energi yang diperoleh
yaitu sebesar 671.710.280 KwH lalu dikalikan dengan faktor emisi 0.0891
Kg CO2, dan untuk mendapatkan standar/baku mutu emisi CO2 menggunakan
konsumsi energi Indonesia yang dikalikan dengan faktor emisi dan jumlah
penduduk Surabaya. Berikut perhitungan untuk memperoleh emisi CO2,
E = A × EF
E = 671 710 280 × 0.891
E = 598 493 859.5
25

Keterangan ;
A = data aktivitas (jumlah konsumsi energi)
E = jumlah emisi CO2
EF = faktor emisi karbon dioksida
Perhitungan untuk mendapatkan baku mutu emisi adalah sebagai
berikut,
Baku mutu = 900 KwH × 0.891KwH/kg × 2 819 095
Baku mutu = 2 260 632 280

Lalu setelah itu dilakukan perhitungan untuk mencari bobot nilai


Asian Green City Index, adapun perhitungannya sebagai berikut,
598 493 859.5 Ton CO2
(1 − ) × 25% = (1 − 0.26) × 25% = 18.3%
2 260 632 280 Ton CO2

Asian Green City Index memilki bobot emisi CO2 sebesar 25%. Hasil
yang diperoleh 0.74 lalu dikalikan dengan 25%, sehingga bobot untuk emisi
CO2 yang terdapat di Kota Surabaya adalah 18.3%. Angka ini menunjukan
bahwa bobot emisi CO2 Kota Surabaya cukup aman dari baku mutu emisi
dilihat dari skala persentase yaitu lebih dari 0% (buruk) dan kurang dari 25%
(baik).

Konsumsi energi
Konsumsi listrik di Kota Surabaya didistribusikan secara langsung oleh
PLN Distribusi Provinsi Jawa Timur yang terletak di Kota Surabaya, namun
pendistribusian energi listrik ini tidak hanya mencakup wilayah kota
Surabaya saja tetapi di bagi per sub wilayah seperti salah satunya Surabaya
Bagian Selatan yang didalam sub tersebut terdapat beberapa konsumen dari
kabupaten Sidoarjo. Distribusi ini melayani konsumen secara seimbang. PLN
Surabaya sendiri membeli pasokan listrik dari P3B yang berlokasi di Waru,
Surabaya Selatan. Data yang didapat merupakan data kumulatif konsumen,
dan data penjualan perKWHnya merupakan data kumulatif 1 tahun.
Bobot konsumsi listrik Kota Surabaya sebesar 18.25% berikut hasil dari
perhitungan bobot konsumsi listrik Kota Surabaya.

238 271 KwH/Org


(1 − ) × 25% = ( 1 − 0.26) × 25% = 18.3%
900 KwH/Org

Asian Green City Index memilki bobot konsumsi energi sebesar 25%
lalu dikalikan dengan hasil yang diperoleh dari perhitungan sebelumnya yaitu
0.74, sehingga bobot untuk konsumsi energi yang terdapat di Kota Surabaya
adalah 18.3%. Jika dilihat dari skala persentase yaitu lebih dari 0% (buruk)
dan kurang dari 25% (baik) angka ini menunjukan bahwa bobot konsumsi
energi Kota Surabaya cukup aman dari baku mutu emisi
26

Analisis Aspek Kualitatif Energy dan CO2

Tabel 10 Aspek kualitatif Energy and CO2


Indikator Upaya Bobot Skoring
AGCI 0 1 2 3
Kebijakan energi 1. Solar cell pada PJU & traffic
25% √
bersih light
Nilai total/nilai maksimum x total bobot AGCI 2/3 x 25% = 16.6%
Rencana mengatasai 2. Pengolahan sampah dan 25% √
perubahan iklim limbah tinja menjadi energi
listrik
3. Kincir angin sebagai energi √
alternatif
Nilai total/nilai maksimum x total bobot AGCI 3/6 x 25% = 12.5%
Total bobot = 29.2%

Kebijakan energi bersih


Pemerintah Kota Surabaya melakukan upaya dalam menerapkan
kebijakan mereduksi, upaya tersebut adalah solar cell pada PJU dan traffic
light.
1. Solar cell pada PJU & traffic light
Pemerintah Kota Surabaya berupaya dalam mereduksi karbon dan
mengefisiensikan penggunaan energi, salah satunya adalah menerapkan
energi alternatif yaitu solar cell. Solar cell yang diterapkan pada penerangan
jalan umum (PJU) dan traffic light di Kota Surabaya merupakan usaha
pemerintah yang dimitrai oleh pihak swasta. Solar cell sendiri merupakan
pembangkit listrik yang mampu mengkonversi sinar matahari menjadi arus
listrik. Sifat dari energi matahari yang ramah lingkungan dan berkelanjutan
serta jumlahnya yang sangat besar diharapkan mampu mengatasi
permasalahan kebutuhan energi masa depan setelah berbagai sumber energi
konvensional berkurang jumlahnya serta tidak ramah terhadap lingkungan.
Hingga saat ini pemasangan solar cell pada PJU dan traffic light di Kota
Surabaya telah diterapkan di hampir setiap ruas jalan arteri. Contoh
penerapan terhadap solar cell pada PJU dan trafic light tertuang dalam
Gambar 3.

Gambar 3 Solar cell pada PJU dan trafic light


Sumber Bappeko Surabaya
27

Rencana mengatasi perubahan iklim


Penerapan terhadap perubahan iklim hingga saat ini masih terus
digencarkan oleh pemerintah Kota Surabaya, berikut beberapa upaya terkait
rencana dalam mengatasi perubahan iklim yaitu pengolahan sampah dan
limbah tinja menjadi energi listrik, dan kincir angin sebagai energi alternatif.

2. Pengolahan sampah dan limbah tinja menjadi energi listrik


Upaya pemerintah Kota Surabaya dalam penggunaan energi alternatif
salah satunya adalah memanfaatkan sampah dan limbah tinja yang dihasilkan
oleh warga. Pengolahan sampah menjadi energi listrik dilakukan oleh Dinas
Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kota Surabaya. Percontohan program ini
dilakukan di Kebun Bibit Bratang, yang menghasilkan energi listrik untuk
penerangan taman dan juga mesin pencacah sampah. Daya listrik yang
dihasilkan hingga saat ini mencapai 4000 watt, namun terus diilakukan
peningkatan dengan target mencapai 10 000 watt (Chalid 2014). Kendala
dalam menerapkan program ini adalah penyediaan fasilitas berupa aki yang
difungsikan untuk menyimpan daya. Pengolahan limbah tinja menjadi energi
listrik dilakukan di instalasi pengolahan lmbah tinja (IPLT) yang berlokasi di
Keputih. Program ini hasil kerjasama oleh pihak DKP dengan pihak swasta
yaitu PT Sumber Organik. Contoh penerapan IPLT tersaji di Gambar 4.

Gambar 4 Instalasi pengolahan limbah tinja (IPLT) Keputih Surabaya


Sumber DKP Surabaya

3. Kincir angin sebagai energi alternatif


Pemanfaatan energi angin menjadi energi listrik akan diterapkan di
wilayah pantai Kota Surabaya, diantaranya Kenjeran, Keputih, Wonorejo,
Kalianak, serta Romo Kalisari dengan menggunakan kincir angin. Rencana
tersebut masih dalam pembahasan oleh Pemerintah Kota terutama Badan
Pengembangan dan Perencanaan Kota (Bappeko) Surabaya.
28

2. Land use and Buildings

Analisis Aspek Kuantitatif Land use and Buildings


Kota Surabaya sebagai ibukota provinsi Jawa Timur memiliki potensi
serta kendala yang harus dihadapai, salah satunya penduduk. Jumlah
penduduk Kota Surabaya pada tahun 2012 mencapai 3 110 187 jiwa, dengan
kepadatan hingga 417 586 jiwa/Km2. Kepadatan yang tinggi memiliki
potensi dalam sektor ekonomi, namun tidak dalam sektor ekologi. Butuh
adanya kebijakan dalam menata kepadatan yang disesuaikan dengan luas
wilayah kota, untuk menghindari terjadinya degradasi lingkungan. Berikut
tabel kuantitatif Land use and Buildings yang tersaji dalam Tabel 11.

Tabel 11 Aspek kuantitatif Land use and Buildings


Kategori Indikator Hasil Baku Mutu Bobot
Land use and Kepadatan penduduk 8911 org/Km2 10 000 2.5%
Buildings (25%) org/Km2
Jumlah ruang terbuka 10 575 360 m2 30% 25%
hijau (RTH) (32%)
(25%)

Kepadatan penduduk yang semakin tinggi berbanding lurus dengan


peningkatan ekonomi, namun jika tidak diimbangi oleh aspek ekologi maka
akan menyebabkan kerusakan lingkungan. Asian Green City Index
memberikan sebuah penyelesaian terhadap kedapatan penduduk dengan
menyeimbangkan ketiga aspek yaitu ekologi, ekonomi, dan sosial sehingga
dengan kepadatan yang cukup tinggi dapat memanfaatkan sumber daya
manusia secara efektif sehingga tercipta suatu kota yang berkelanjutan.

Kepadatan penduduk
Kepadatan penduduk yang dimiliki oleh Kota Surabaya adalah sebesar
8911 org/km2. Perhitungan yang digunakan untuk mengetahui tingkat
kepadatan penduduk Kota Surabaya adalah perhitungan yang menyatakan
bahwa semakin tinggi kepadatan penduduk maka akan semakin buruk. Baku
mutu yang dipakai dalam kategori kepadatan penduduk ini yaitu berdasarkan
WHO dalam Asian Green City Index. Adapun baku mutu yang digunakan
adalah 10 000 org/km2. Berikut perhitungannya,

8911 org/km2
(1 − ) × 25% = (1 − 0.9) × 25% = 2.5%
10 000 org/km2

Bobot tersebut menjelaskan bahwa untuk bobot kepadatan penduduk di


Kota Surabaya tergolong tinggi dilihat dari persentase keburukan yaitu 0%
hampir mendekati baku mutu dan jauh dari 25%. Hal ini dikarenakan
kurangnnya pemerataan terhadap jumlah penduduk yang menyebabkan
terjadinya urban sprawl. Perlunya upaya pemerintah dan kerjasama pihak
swasta/pengembang dalam menekan dan memeratakan jumlah penduduk
dengan konsep yang ramah lingkungan dan menerapkan hunian vertikal.
29

Mixed use development merupakan suatu pengembangan produk


properti yang terdiri dari produk perkantoran, hotel, tempat tinggal, komersial
yang dikembangkan menjadi satu kesatuan atau minimal dua produk properti
yang dibangun dalam satu kesatuan. Konsep mixed used menjawab kebutuhan
optimalisasi lahan dalam pengembangan produk properti. Konsep ini juga
menjawab permasalahan pengembangan infrastruktur dan properti pada suatu
wilayah perkotaan seperti keterbatasan lahan & nilai lahan, keterbatasan
sumber daya, peraturan, tata nilai perkotaan, urbanisasi, penyediaan prasarana
dasar, dan jumlah penduduk yang besar (P2KH).

Jumlah ruang terbuka hijau


Pemerintah Kota Surabaya berupaya dalam meningkatkan jumlah
ruang terbuka hijau (RTH) dengan mereklamasi bantaran sungai dan SPBU
yang tidak terpakai. Upaya ini didorong oleh isu pemanasan global yang
semakin marak diperbincangkan, disamping Peraturan Pemerintah No. 15
Tahun 2010 tentang penataan ruang dan No. 26 Tahun 2007 tentang Ruang
Terbuka Hijau. Kota Surabaya dengan luas 33.048 Ha memiliki ruang terbuka
hijau publik 22 % dan ruang terbuka privat 10% terhadap luasan kota. Luasan
ruang terbuka hijau publik terdiri dari beragam jenis RTH, yaitu RTH makam,
RTH kawasan lindung, RTH lapangan, RTH hutan kota, RTH taman kota,
RTH jalur hijau, serta RTH sempadan sungai dan boezem atau waduk,
sedangkan untuk RTH privat berasal dari pekarangan pemukiman. Gambar 5
merupakan contoh penerapan jalur hijau jalan yang berlokasi di samping
Balaikota dan Gambar 6 merupakan tampilan untuk Taman Bungkul saat
siang dan malam hari.

Gambar 5 Jalur hijau jalan samping Balaikota

Gambar 6 Taman Bungkul


30

Selain berfungsi sebagai pereduksi emisi karbon, dan penyerap


limpasan air, RTH juga memilki fungsi visual dan terdapat nilai estetik untuk
mempercantik kota. Bobot RTH untuk Kota Surabaya cukup tinggi jika
dilihat dari luasan kota, dikarenakan upaya pemerintah dalam meningkatkan
RTH serta hasil yang berupa penghargaan atas upaya-upaya tersebut. Bobot
penilaian dapat dilihat dalam perhitungan berikut.

10 575 360 m2 (32%)


= 1.06
9 914 400 m2(30)

Dari hasil perhitungan, didapatkan hasil 1.06 dari total RTH 10 575 360
m2atau 32%. Pada AGCI, bobot untuk RTH adalah 25% dan hasil yang
didapatkan melebihi rentang 0-1 yang menjelaskan bahwa penerapan telah
mencapai 100%. Hasil ini didapatkan dari kerja keras pemerintah dalam
mengoptimalkan RTH di Kota Surabaya, dan upaya ini tidak terlepas dari
kerjasama swasta, pengembang dan masyarakat kota.

Analisis Aspek Kualitatif Land use and Buildings


Permasalahan atau kendala yang dihadapi oleh Kota Surabaya adalah
kepadatan penduduk. Perlu adanya upaya pemerintah kota serta kerjasama
dengan pihak swasta dalam mengatasi masalah tersebut. Perencanaan kota
yang sesuai dengan RTRW merupakan perencanaan yang dibutuhkan dalam
menangani pola penggunaan lahan. Pihak swasta atau pengembang wajib
mengikuti RTRW yang telah dibuat oleh pemerintah, agar dapat mencegah
terjadinya penyalahgunaan lahan, degradasi lingkungan, pencemaran,
pemukiman kumuh dan lain sebagainya. Adapun upaya-upaya pemerintah
dalam merencanakan serta menerapkan penggunaan lahan dan tata bangunan
tertuang dalam Tabel 12,
Tabel 12 Aspek kualitatif Land use and Buildings

Bobot Skoring
Indikator Usaha yang dilakukan
AGCI 0 1 2 3
Kebijakan 1. Pelaksanaan Green Building

Eco Awareness Award 25%
Buildings 2. Kepemilikan IMB √
Nilai total/nilai maksimum x Total Bobot AGCI 4/6 x 25% = 16.6%
1. Ekspansi dan opitimisasi

ruang terbuka hijau
Kebijakan 2. Pengembangan wilayah
Penggunaan waterfront city di wilayah 25% √
Lahan pesisir (Kenjeran)
3. Optimisasi kawasan lindung

(Pamurbaya)
Nilai total/nilai maksimum x Total Bobot AGCI 7/9 x 25% = 19.4%
Total bobot = 30%

Kebijakan eco buildings


AGCI menerapkan upaya kualitatif berupa kebijakan eco buildings
sebagai salah satu penilaian upaya pemerintah dalam tata bangunan kota.
31

Kota Surabaya mendukung program penataan bangunan yang berbasis


lingkungan, seperti diantaranya Sosialisasi Green Building, pelaksanaan
Green Building Awareness Award dan Kepemilikan IMB.

1. Pelaksanaan green building awareness award


Konsumsi energi bangunan diestimasikan sektar 50% dari total
konsumsi energi di Indonesia (Statistik Kelistrikan dan Energi, 2011).
Pelaksanaan Green Building diharapkan mampu mengurangi konsumsi
energi yang terpakai oleh bangunan, sehingga tercipta kenyamanan, dan
peningkatan kualitas hidup masyarakat diperkotaan. Green Building
Awareness Award (GBAA) oleh pemerintah Kota Surabaya adalah salah satu
wujud dalam menjaga lingkungan. GBAA merupakan ajang penganugerahan
kepada pihak pengelola gedung yang telah mencapai kriteria Green Building.
Kriteria penilaian yang akan diterapkan dalam GBAA adalah self assesment.
dimana peserta akan melakukan penilaian pada bangunan yang dikelolanya
terhadap 6 kriteria, yaitu Appropriate Site Development (ASD), Energy
Efficiency & Conservation (EEC), Water Conservation (WAC), Material
Resources & Cycle, Indoor Health & Comfort (IHC), dan Building
Environmental Management (BEM). Lomba yang akan dilakukan merupakan
tahapan check pada konsep plan-do-check-act yang merupakan sebuah
tahapan dari siklus perbaikan yang berkelanjutan. Hasil dari lomba akan terus
dilajutkan dengan memperbaiki kondisi saat ini dan masa yang akan datang.
Pelaksanaan akan dilakukan di gedung-gedung komersial seperti mall, hotel,
apartemen, dan lain sebagainya, lalu gedung-gedung pemerintahan, kawasan
perumahan, sekolah, rumah sakit, pasar hingga pabrik. Rencana pelaksanaan
GBAA akan dimulai pada awal tahun 2014. Gambar 7 merupakan contoh
penerapan green building yang bernama Esa Sampoerna Center, berlokasi di
Jl. Ir. Soekarno Surabaya.

Gambar 7 Bangunan Esa Sampoerna Center


Sumber: Bappeko Surabaya

2. Kepemilikan izin mendirikan bangunan (IMB)


Izin kepemilikan mendirikan bangunan sangat penting agar mencegah
terjadinya penyalahgunaan lahan yang memicu terdegradasinya lingkungan,
kesenjangan sosial dan ekonomi. Kewajiban setiap orang atau badan yang
akan mendirikan bangunan memiliki izin mendirikan bangunan terdapat pada
Pasal 5 ayat 1 Perda 7 Tahun 2009. IMB tersebut melegalkan suatu bangunan
32

yang direncanakan sesuai dengan tata ruang yang telah ditentukan dan
rencana kostruksi bangunan tersebut juga dapat dipertanggungjawabkan
dengan maksud untuk kepentingan bersama.

Kebijakan penggunaan lahan


Kebijakan lahan sangat diperlukan dalam perencanaan penggunaan lahan.
Upaya pemerintah Kota Surabaya dalam menghadapi kendala lingkungan
akibat penyalahgunaan lahan diantaranya adalah ekspansi dan opitimisasi
ruang terbuka hijau, pengembangan wilayah waterfront city di wilayah pesisir
(Kenjeran), optimisasi kawasan lindung (Pamurbaya), dan kepemilikan IMB.

1. Ekspansi dan opitimisasi ruang terbuka hijau


Upaya memperluas dan meningkatkan jumlah RTH merupakan upaya
pemerintah Kota Surabaya dalam menghadapi isu pemanasan global.
Berdasarkan data yang diperoleh, RTH publik pada tahun 2013 mencapai
22 %, namun hingga saat ini pemerintah terus gencar mengoptimisasikan
RTH, dan pada tahun 2014 telah mencapai 26% RTH publik. Optimisasi ini
bertujuan agar lingkungan menjadi lebih baik, kualitas udara semakin bersih,
serta terciptanya ikatan sosial, budaya, dan ekonomi masyarakat yang
semakin berkembang.

2. Pengembangan wilayah waterfront city di wilayah pesisir (Kenjeran)


Waterfront city merupakan kota di tepian air baik itu tepi pantai,
sungai ataupun danau. Beberapa fungsi dari waterfront city adalah sebagai
kawasan bisnis, hunian, dan area rekreasi, dalam pengembangan waterfront
city di Kenjeran, Surabaya pemerintah kota lebih mengoptimalkan fungsi
hunian dan rekreasi. Fungsi hunian inilah yang sangat dibutuhkan dalam
menata pemukiman agar tidak terjadi kesemrawutan di pesisir pantai dan juga
mengoptimalisasikan fungsi rekreasi yang berguna dalam menunjang sisi
ekonomi kota.

3. Optimisasi kawasan lindung (Pamurbaya)


Pamurbaya merupakan kawasan hutan mangrove di pantai timur
Surabaya. Hingga saat ini fungsi dari pamurbaya sendiri masih tetap bertahan
yaitu sebagai kawasan ekowisata dan sebagai kawasan lindung yang tidak
boleh diubah fungsinya. Pemerintah berupaya meningkatkan luas wilayah
Pamurbaya yang berguna sebagai penunjang RTH kota dan memperbaiki
kondisi pantai timur dalam mencegah abrasi. Berikut Gambar 8 merupakan
gambar dari kawasan lindung Pamurbaya.

Gambar 8 Pamurbaya
Sumber: Bappeko Surabaya
33

3. Transport

Analisis Aspek Kuantitatif Transport


Sistem transportasi di Kota Surabaya terkendala dalam penyediaan
angkutan umum massal. Berkurangnya penggunaan angkutan umum oleh
masyrakat didorong oleh kurang aman dan nyamannya fasilitas angkutan
umum massal, serta belum adanya angkutan umum yang representatif.
Berdasarkan RTRW No 3 Tahun 2007 pasal 13 ayat 2 huruf a yang
menerangkan bahwa meningkatan dan mengembangan sistem transportasi
yang terpadu, namun upaya pemerintah dalam melaksanakan hal tersebut
masih dalam rencana. Tabel 13 merupakan tabel kuantitatif dari kategori
transport.
Tabel 13 Aspek kuantitatif Transport
Kategori Indikator Hasil Baku Mutu Bobot
Transport Panjang jaringan 0.10 Km/Km2 0.3 Km/Km2 10.9%
angkutan umum Km/Km2
perkotaan (33%)

Panjang jaringan angkutan umum perkotaan


Panjang lintasan angkutan umum Kota Surabaya adalah 2063.04 km
dengan jumlah trayek 58 dan rata-rata 0.10 km/km2 menyatakan bahwa
dengan panjang lintasan 0.10 km angkutan umum yang berbeda melintasi
jalur yang sama yaitu sekitar lebih dari 2 trayek yang melintas, namun tidak
sebanding dengan jumlah kendaran pribadi yang lebih mendominasi pada
jalur tersebut. Kurangnya sistem pada jaringan transportasi publik dapat
dilihat dalam perhitungan sebagai berikut.

0.10 km/km2
( ) × 33% = 10.9%
0.3 km/km2

Perhitungan tersebut berdasarkan perhitungan dari Asian Green City


Index, sedangkan untuk panjang jaringan transportasi, AGCI memiliki bobot
sebesar 33%. Hasil yang diperoleh adalah 0.33 lalu dikalikan dengan 33%
sehingga didapatkan hasil bobot untuk panjang jaringan transportasi yang
terdapat di Kota Surabaya adalah 10.9%. Berdasarkan data Bappeko
Surabaya pertumbuhan kendaraan pribadi yang mencapai lebih dari 15% per
tahun tidak mampu diimbangi oleh pertumbuhan jaringan ataupun kapasitas
jalan yang mengalami kenaikan rata-rata 4 % per tahun. Hasil tersebut
menyatakan bahwa, kemacetan dan ketidakmampuan jalan dalam
menampung jumlah kendaraan lebih didominasi oleh kendaraan pribadi.

Analisis Aspek Kuantitatif Transport


Menurut Bangun (1998), pengertian angkutan umum (public
transport) adalah semua jenis model transportasi yang mensuplai kebutuhan
mobilitas pergerakan barang dan orang, demi kepentingan masyarakat atau
umum dalam memenuhi kebutuhannya, jenis angkutan berdasarkan
peruntukannya terdiri dari angkutan umum dan angkutan penumpang,
34

masing-masing dengan jenis kendaraan dan fasilitas yang berbeda.


Transportasi umum yang nyaman, aman, dan terintergrasi merupakan idaman
warga kota. Dengan terciptanya transportasi umum yang baik, dapat menekan
jumlah penggunaan angkutan pribadi serta dapat mereduksi polutan yang
disebabkan oleh emisi kendaraan. Dalam metode AGCI terdapat dua
kebijakan dalam menilai upaya pemerintah yaitu dalam mewujudkan rencana
tersebut diantaranya adalah kebijakan dalam menciptakan angkutan umum
perkotaan dan kebijakan mengurangi kemacetan. Tabel 14 memberi
informasi tentang data kualitatif atau upaya Kota Surabaya yang disesuaikan
dengan kategori transport.
Tabel 14 Aspek kualitatif Transport
Indikator Upaya Bobot Skoring
AGCI 0 1 2 3
Kebijakan dalam 1. Pengembangan sistem 33% √
menciptakan angkutan massal cepat
angkutan umum monorail & tramway
perkotaan (33%) 2. Integrasi moda transportasi √
umum dengan angkutan
lainnya
Nilai total/nilai maksimum x Total Bobot AGCI 2/6 x 33% = 11%
Kebijakan 1. Pengembangan ITS 33% √
mengurangi
kemacetan (33%) 2. Pembuatan halte dan jalur √
sepeda.
3. Pengembangan pedestrian √
dan pembuatan jembatan
penyebrangan yang
dilengkapi cctv disetiap
sudut
Nilai total/nilai maksimum x Total Bobot AGCI 6/9 x 33% = 22%
Total bobot = 33%

Kebijakan dalam menciptakan angkutan umum perkotaan


Transportasi yang baik akan berperan penting dalam perkembangan
wilayah terutama dalam aksesibilitas, adapun yang dimaksud dengan
aksesibilitas adalah kemudahan dan kemampuan suatu wilayah atau ruang
untuk diakses atau dijangkau oleh pihak dari luar daerah tersebut baik secara
langsung maupun tidak langsung. Badan Pengembangan dan Perencanaan
Kota (Bappeko) Surabaya merencanakan sistem transportasi massal yang
terpadu diantaranya adalah pengembangan sistem angkutan massal cepat
monorail and tramway, perencanaan pengembangan park and ride, dan
integrasi moda transportasi umum dengan angkutan lainnya.
35

1. Pengembangan sistem angkutan massal cepat monorail and tramway


Surabaya sebagai pusat kota bisnis harus memiliki aksesibilitas yang baik,
dibutuhkan sistem angkutan massal cepat dan efisien. Rencana pembuatan
monorail dan tramway jika terealisasi diharapkan dapat mengurangi
kemacetan dan mereduksi emisi gas buang, karena dengan memanfaatkan
angkutan umum massal yang cepat, masyarakat kota lebih cendrung
menggunakan transportasi publik yang cepat, efisien, dan ekonomis.
Monorail yang telah direncanakan, mampu menampung kapasitas
penumpang maksimal 415 orang dengan pembagian 177 duduk, dan 238
berdiri. Panjang koridor mencapai 24 km barat-timur yang melewati Lidah
Kulon hingga Keputih, dengan harga Rp 10 000 (harga awal). Sedangkan
tramway yang direncanakan, mampu menampung kapasitas penumpang
hingga 200 orang, dengan panjang koridor 17.14 km Utara-Selatan melewati
Perak hingga Wonokromo dengan harga Rp 7000 (harga awal). Gambar 9
merupakan visualisasi dari rencana monorail dan tramway.

Gambar 9 Visualisasi monorail dan visualisasi tramway


Sumber: Bappeko Surabaya

2. Perencanaan pengembangan park and ride


Park and Ride merupakan prasarana pendukung transportasi yang
berfungsi sebagai pengendali kemacetan. Caranya dengan menyediakan
tempat parkir kendaraan pribadi yang umumnya berada di luar kota kemudian
pengguna kendaraan pribadi pindah menggunakan kendaraan umum menuju
pusat kota. Cara ini dinilai ampuh dalam mengatasi kemacetan dan sebagai
pendukung dalam prasarana transportasi umum. Saat ini pemerintah telah
merencanakan beberapa titik park and ride yaitu diantaranya park and ride
TVRI Mayjend Sungkono, Menur, Keputaran, Arif Rahman Hakim,
Adityawarman, Joyoboyo, Blauran. Diharapakan dengan terealisasinya
rencana tersebut dapat menarik minat warga dalam menggunakan angkutan
umum dan dapat mengurangi atau menekan jumlah transportasi pribadi.
Gambar 10 merupakan visualisasi park and ride yang masih dalam rencana
dan akan segera terealisasikan.
36

Gambar 10 Visusalisasi park and ride Joyoboyo dan TVRI Mayjend


Sungkono
Sumber: Bappeko Surabaya

3. Integrasi moda transportasi umum dengan angkutan lainnya.


Peintergrasian angkutan umum diperlukan dalam mendukung terpadunya
sistem transportasi massal. Pembuatan monorail dan tram di Kota Surabaya
tidak terlepas dari kendala. Kendala tersebut merupakan penolakan dari supir
bus kota dan lyn (angkutan umum Kota Surabaya). Penolakan tersebut
didasari dari anggapan bahwa dengan terealisasinya rencana tersebut, maka
pendapatan mereka akan semakin berkurang, disamping dari kurangnya
minat warga untuk menggunakan angkutan umum. Pemerintah berupaya
dalam mengatasi permasalahan ini dengan membuat rencana intergrasi moda
angkutan umum dengan angkutan lainnya. Dalam rencana ini lyn sebagai
feeder dan bus kota sebagai trunk yang dikelola secara pribadi. Dengan
adanya sistem integrasi pada transportasi umum maka minat warga dalam
menggunakan angkutan umum akan semakin meningkat dan dapat
mengurangi kemacetan. Gambar 11 merupakan gambar informasi tentang
aksesibilitas menuju angkutan massal cepat (AMC) yang masih dalam
rencana.

Gambar 11 Pencapaian jalur angkutan massal cepat (AMC)


Sumber: Bappeko Surabaya

Kebijakan mengurangi kemacetan


Perkembangan Kota Surabaya didorong oleh perkembangan ekonomi
dan teknologi yang menjadikan kota ini sebagai pusat bisnis dan investasi di
Provinsi Jawa Timur. Pemasalahan kota muncul seiring perkembangan yang
terjadi salah satunya adalah kemacetan. Kemacetan adalah situasi atau
37

keadaan tersendatnya yang ditandai dengan menurunnya kecepatan


perjalanan dari kecepatan yang seharusnya atau bahkan terhentinya lalu lintas
yang disebabkan oleh banyaknya jumlah lalu lintas kendaraan melebihi
kapasitas jalan. Kemacetan merupakan permasalahan yang umum terjadi dan
banyak terjadi di kota-kota besar yang pada gilirannya mengakibatkan kota
menjadi tidak efisien dan bisa mengakibatkan kerugian ekonomi yang tidak
sedikit. Upaya pemerintah dalam mengatasi permasalah tersebut dintaranya
pengembangan intellegent transportation sistem (ITS), pembuatan halte dan
jalur sepeda, pembuatan jembatan penyebrangan dan closed circuit television
(CCTV) disetiap sudut. Gambar 12 merupakan foto kemacetan yang terjadi
di Jl. Dharmahusada, pada waktu 18.23 WIB.

Gambar 12 Kemacetan lalu lintas Jl. Dharmahusada

1. Pengembangan intellegent transportation sistem (ITS)


ITS merupakan sistem transportasi yang memberikan bantuan berupa
informasi, mengurangi polusi, mengurangi kemacetan atau antrian,
meningkatkan sarana dan prasarana transportasi dan mengefisiensikan
pengelolaan transportasi. Point utama pemerintah dalam menggunakan ITS
adalah untuk mengurangi kemacetan. Konsep pengembangannya akan dibagi
atas lima kawasan dan pusat kontrol Dishub, lalu dikoneksikan dengan
instansi yang memerlukan seperti Kepolisian, Satpol PP, dan Bakesbang
Linmas. Telah terpasang di 39 lokasi simpang pada tahun 2013, dan akan
ditingkatkan sebanyak 18 pada tahun 2014. Gambar 13 merupalan contoh
penerapan ITS di beberapa titik dan lokasi.

Gambar 13 Penerapan intellegent transportation sistem (ITS)


Sumber: Bappeko Surabaya
2. Pembuatan halte dan jalur sepeda
Upaya dalam menekan kemacetan salah satunya dengan menyadarkan
dan menghimbau masyarakat untuk menggunakan transpotasi umum dan
menggunakan sepeda. Sepeda merupakan transportasi yang efisien,
menyehatkan dan ramah lingkungan. Perlu adanya budaya bersepeda yang
38

ditanamakan kepada masyarakat agar masyarakat kota sehat sehingga kota


yang dihuni pun menjadi nyaman dan sehat. Halte dibutuhkan dalam
mendukung prasarana transportasi umum, dan dapat membantu mengurangi
kemacetan. Gambar 14 merupakan contoh penerapan halte dan jalur sepeda
yang berlokasi di Universitas Airlangga dan Jl. Jendral Sudirman.

Gambar 14 Halte Universitas Airlangga dan jalur sepeda Jl. Jendral


Sudirman

3. Pengembangan pedestrian dan pembuatan jembatan penyeberangan


yang dilengkapi cctv disetiap sudut
Jalur pedestrian merupakan wadah atau ruang untuk kegiatan pejalan
kaki melakukan aktivitas dan untuk memberikan pelayanan kepada pejalan
kaki sehingga dapat meningkatkan kelancaran, keamanan, dan kenyamanan
bagi pejalan kaki sedangkan jembatan penyeberangan orang (JPO) adalah
fasilitas pejalan kaki yang berfungsi membantu pengguna menyeberangi sisi
jalan yang terpisah secara fisik. Kedua fasilitas tersebut sangat dibutuhkan
dalam menunjang akitivitas warga dalam suatu kota, namun karena kurang
terpeliharanya fasilitas tersebut sehingga menyebabkan kurangnya keamanan
dan kenyamanan yang mengakibatkan tidak fungsionalnya jalur pedestrian
dan JPO. Upaya pemerintah untuk mengembalikan fungsi tersebut adalah
dengan mengembangkan kembali jalur pedestrian menjadi lebih nyaman dan
aman serta JPO yang dilengkapi kamera cctv memberi kepercayaan kepada
pengguna bahwa untuk menggunakan fasilitas tersebut sudah terjamin
keamanannya. Fasilitas pendukung yang baik dapat mengurangi penggunaan
kendaran pribadi terutama motor dan mobil sehingga dapat mengurangi
kemacetan dalam kota. Gambar 15 merupakan contoh penerapan dari
pemasangan cctv di JPO dan gambar 16 merupakan contoh dari pedestrian
yang nyaman.
39

Gambar 15 Signage pada JPO Jl. Ahmad Yani

Gambar 16 Pedestrian Jl. Darmahusada dan pedestrian Balaikota

4. Waste

Analisis Aspek Kuantitatif Waste


Meningkatnya pembangunan kota, penambahan penduduk, tingkat
aktifitas dan tingkat sosial ekonomi masyarakat, diiringi dengan
meningkatnya jumlah timbunan sampah dari hari ke hari serta sarana dan
prasarana pemerintah yang terbatas akan menambah permasalahan sampah
yang semakin kompleks. Perlu adanya penanganan khusus utnuk mengatasi
masalah persampahan di Kota Surabaya. Berikut Tabel 15 yang merupakan
tabel kuantitatif dari kategori waste.
Tabel 15 Aspek kuantitatif Waste
Kategori Indikator Hasil Baku Mutu Bobot
Waste Jumlah sampah yang 8,905 m3/hari 7047.7 0%
dihasilkan (25%) m3/hari
Jumlah sampah yang 1,300 ton/hari 70% 5.3%
dikumpulkan (25%)

Jumlah sampah yang dihasilkan


Berdasarkan data yang diperoleh dari DKP Kota Surabaya, jumlah
timbulan sampah yang dihasilkan sebesar 8905 m3/hari. Jumlah tersebut
terbilang sangat besar mengingat bahwa Kota Surabaya merupakan kota
metropolitan. Terdapat perhitungan mengenai jumlah sampah dan baku mutu,
berikut perhitungannya.
40

8905 𝑚3/ℎ𝑎𝑟𝑖
(1 − ) = (1 − 1.20) × 25% = 0%
7407.7 m3/hari

Asian Green City Index memiliki bobot 25% pada jumlah sampah
yang dihasilkan. Dari hasil perhitungan diperoleh nilai -0.2. nilai tersebut
dinyatakan sebagai 0 dikarenakan masuk dalam rentang 0-1 dimana nilai 0
menyatakan bahwa hasil dari upaya dalam meminimalisir sampah belum
maksimal sedangkan nilai 1 adalah hasil dari upaya yang dirasa sudah
maksimal.

Jumlah sampah yang dikumpulkan


Pengaturan rute pengangkutan sangat penting dalam penganganan
sampah di pemukiman karena terkait dengan penyimpanan sampah di TPS.
Jika pengangkutan mengalami kendala dan tidak dapat mengangkut sampah
sesuai dengan jadwal pengangkutan, maka akan terjadi penumpukan sampah
di TPS dan secara langsung akan mempengaruhi kondisi lingkungan sekitar
TPS. Perlu adanya perhitungan yang detil dalam pengangkutan sampah agar
tidak tersendat prosesnya. Hal-hal yang perlu diperhatikan terkait
pengangkutan antara lain pola pengangkutan yang digunakan, alat angkut,
jumlah personil, dan lokasi TPS atau TPST. Berdasarkan data DKP tahun
2013 jumlah TPS di Kota Surabaya berjumlah 176 unit, TPA 1 unit, IPLT 1
unit, dan rumah kompos 21 unit. Transportasi pengangkut sampah dikelola
oleh swasta, dalam hal ini pemerintah melakukan mitra untuk kepentingan
bersama. Transportasi tersebut antara lain compactor 20 unit, dump truck 28
unit, amroll 6 m3 6 unit, amroll 8m3 23 unit, amroll 14 m3 66 unit. Sistem
pengangkutan yang dilakukan menggunakan sistem kontainer angkat (HCS)
dan kontainer tetap (SCS).
Total sampah yang dikumpulkan perharinya adalah 1300 ton dan
jumlah sampah Kota Surabaya yang dihasilkan dengan total volume harian
79.19%-nya merupakan sampah yang berasal dari pemukiman/domestik
(Dinas Kebersihan Kota Surabaya). Persentase jumlah sampah yang
dikumpulkan dengan jumlah yang dihasilkan mencapai 15%. Bobot jumlah
yang dikumpulkan berdasarkan Asian Green City Index diperoleh dari hasil
perhitungan sebagai berikut,

15%
( ) × 25% = 5.4%
70%

AGCI memiliki bobot 25% untuk jumlah sampah yang dihasilkan


sedangkan hasil yang diperoleh dari perhitungan diatas adalah 0.21. Hasil ini
lalu dikalikan dengan bobot AGCI 25% dan diperoleh hasil sebesar 5.3%.
Berdasarkan data DKP tahun 2013 terdapat 180 bank sampah dan 21 rumah
kompos, lalu sampah yang dimanfaatkan kembali mencapai 8.6% dari jumlah
sampah yang dikumpulkan (1300 m3) yang berarti bahwa pengurangan
pengangkutan terjadi sebagian dikarenakan adanya pemanfaatan ulang oleh
warga. Hal ini sangat positif mengingat Kota Surabaya merupakan kota besar
di Indonesia.
41

Analisis Aspek Kualitatif Waste


Sampah merupakan masalah utama perkotaan besar, perlu adanya
upaya pemerintah dalam menanggulanginya, namun dalam hal ini dibutuhkan
kerjasama dengan masyarakat karena pemerintah dan warga kota memiliki
interelasi yang kuat. Tabel 16 merupakan tabel kualitatif dari kategori waste.
Tabel 16 Aspek kualitatif Waste
Indikator Upaya Bobot Skoring
AGCI 0 1 2 3
Kebijakan 1. Mengembangkan sistem sanitary 25% √
pengumpulan landfill di TPA Benowo
dan pembuangan 2. Menggunakan teknologi ramah √
dalam lingkungan (incenerator)
mengurangi 3. Pengembangan IPLT √
dalam sampah 4. Pengembangan TPS indoor √
terhadap underground container di
lingkungan Tambak Rejo
Nilai total/nilai maksimum x Total Bobot AGCI 10 /12 x 25% = 20.8%
Kebijakan 3R 5. Bank sampah 25% √
6. Sutorejo Superdepo Project √
(Recycle Center)
7. Komunitas rumah kompos √
Nilai total/nilai maksimum x Total Bobot AGCI 6 /9 x 25% = 16.6%
Total bobot = 37.4%

Kebijakan pengumpulan sampah dan pembuangan dalam mengurangi


dampak pada lingkungan
Pengumpulan atau Pengangkutan sampah menurut UU No 18 Tahun
2008 tentang Pengelolaan Sampah, merupakan bagian dari penanganan
sampah. Pengangkutan di definisikan sebagai bentuk membawa sampah dari
sumber dan atau dari tempat penampungan sampah sementara atau dari TPS
3R menuju ke tempat pengolahan sampah terpadu atau tempat pemrosesan
akhir. Berdasarkan operasional, pemerintah bertanggungjawab dalam
pengelolaanya, namun dalam pelaksanaannya badan usaha atau mitra. Mitra
pemerintah dalam penanggulangan sampah adalah PT. Sumber Organik.
Pemerintah memiliki kebijakan dalam permasalahan sampah diantaranya
mengembangkan sistem sanitary landfill di TPA Benowo, menggunakan
teknologi ramah lingkungan (incenerator), Pengembangan IPLT,
pengembangan TPS Indoor Underground Container di Tambak Rejo.

1. Mengembangkan sistem sanitary landfill di TPA Benowo


Surabaya memiliki satu unit Tempat Pembuanga Akhir (TPA) yang
berlokasi di Kelurahan Romokalisari yang berbatasan langsung dengan
Kabupaten Gresik, dengan luas total lahan 37.4 Ha. Dimanfaatkan pertama
kali pada tahun 2001 oleh pemerintah, namun pada tahun 2012 sudah dikelola
oleh pihak swasta (PT Sumber Organik). TPA Benowo telah menerapkan
sistem sanitary landfill. Sanitary landfill merupakan sistem pengolahan
sampah yang memanfaatkan cekungan pada lahan dengan syarat tertentu
meliputi jenis dan porositas tanah. Penerapan tersebut bertujuan dalam
42

menekan pencemaran yang diakibatkan oleh penimbunan sampah serta lebih


efektif dalam mengontrol pengolahan sampah. TPA Benowo memiliki lima
sel, dimana dua sel timbunan sampah yaitu sel 1A dan 1B dalam stabilitas
dengan total timbunan sampah yang telah ditutup 312 960 m3 dan tiga sel
lainnya masih dilakukan penimbunan sampah. Sel timbunan sampah yang
ditutup tersebut dilapisi liat (clay) setebal 30 cm lalu dipadatkan dengan
mesin pemadat tanah. Tahap pengolah sampah di TPA Benowo diawali
dengan pengangkutan sampah pada bulan 1 sampai bulan ke 36 lalu dilakukan
masa konstruksi dengan disertai pengolahan sampah baru. Lalu memasuki
bulan 37 sampai ke 240 dilakukan pemilahan di area penerimaan sampah.
Dari area penerimaan yang telah di pilah, di distribusikan ke proses IPAL dan
gasifikasi, dari proses gasifikasi diubah menjadi energi lalu dari sistem
landfill dikirim ke IPAL dan seterusnya. Gambar 17 merupakan contoh
penerapan sanitary landfill yang diterapkan di TPA Benowo Surabaya.

Gambar 17 TPA Benowo


Sumber: Bappeko Surabaya

2. Menggunakan teknologi ramah lingkungan (incenerator)


Incenerator merupakan proses pegelohan/penghancuran limbah/sampah
organik melalui pembakaran dalam satu sistem yang terkontrol dan terisolir
dari lingkungan sekitar. Teknologi ini telah diterapkan oleh TPA Benowo
Surabaya. Hasil dari penerapan incenerator pada TPA Benowo adalah energi
listrik yang dihasilkan dari bahan baku sampah logam bekas. Keuntungan dari
teknologi ini adalah dapat mengurangi volume sampah 75%-80% tanpa
proses pemilahan. Limbah padat hasil dari incenerator berupa abu yang
berfungsi sebagai tutupan pada sanitary landfill dan pupuk.

3. Pengembangan IPLT
Pengembangan instalasi pengelolaan limbah tinja (IPLT) telah diterapkan
di Kecamatan Keputih dengan kapasitas 400 m3/hari. IPLT Keputih
merupakan salah satu unit pelaksanaan teknis daerah (UPTD) di Dinas
Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kota Surabaya yang bertugas sebagai
pengelola limbah tinja menjadi pupuk kompos dalam upaya meningkatkan
kualitas lingkungan khususnya kualitas perairan yang disebabkan oleh
pencemaran air. IPLT menggunakan sistem biologi dengan kolam oksidasi
yang dilengkapi motor. Sampai saat ini biro jasa penyedot tinja yang
memperoleh ijin pembuangan ke IPLT sebanyak 28 jasa/perusahaan. Tujuan
pengolahan limbah tinja adalah untuk mengurangi tingkat pencemaran yang
43

disebabkan oleh limbah tinja, dan manfaatnya adalah kompos hasil dari IPLT
untuk pertanian. Gambar 18 merupakan contoh penerapan dari pemberian
kompos dari hasil pengolahan limbah tinja IPLT oleh Dinas kebersihan dan
pertamanan Kota Surabaya

Gambar 18 Proses pemberian kompos hasil IPLT


Sumber: DKP Surabaya

4. Pengembangan TPS indoor underground container di Tambak Rejo


TPS
Sistem indoor underground container yang diterapkan oleh TPS
Tambak Rejo merupakan sistem pengolahan sampah yang diproses di bawah
tanah yang berfungsi untuk mengurangi pencemaran lingkungan. Proses yang
dilakukan ditempat tertutup atau terisolir dari lingkungan sekitar, sehingga
minim pencemaran lingkungan. Adapun langkah-langkah penerapannya
sebagai berikut, sampah yang dibawa di tampung di area penampungan yang
berbentuk kolam, lalu dengan alat dilakukan pressing hingga tidak timbul di
permukaan, lalu setelah itu ditutup. Tahap selanjutnya di bawa ke TPA
Benowo untuk diproses lebih lanjut.

Gambar 19 TPS Tambak Rejo


Sumber: DKP Surabaya
Kebijakan 3R
Pemerintah telah giat dalam mengatasi permasalahan sampah.
Beberapa upaya terus ditingkatkan. Penerapan 3R sebagai salah satu solusi
dalam mengatasi permasalahan sampah sangat baik jika diterapkan oleh
masyarakat. Berikut beberapa penerapan 3R oleh masyarakat dan pemerintah
44

bank sampah, Sutorejo Superdepo Project (Recycle Center), dan komunitas


rumah kompos.

5. Bank sampah
Bank sampah di Kota Surabaya dikelola langsung oleh warga kota
dibawah naungan pemerintah. Pertumbuhan bank sampah cukup signifikan,
dimulai pada tahun 2010 yang berjumlah 15 unit, lalu pada tahun 2012
mencapai 50 unit, 2013 naik lebih dua kali lipat yaitu 135 unit, dan pada tahun
2014 mencapai 180 unit. Bank sampah Surabaya terdapat di 31 Kecamatan
dengan omzet rata-rata Rp. 350 000.00 sampai dengan Rp. 5 000
000.00/bulan. Selain menambah ekonomi warga, program ini juga telah
berhasil mereduksi sampah anorgank hingga 7.14 Ton/Minggu. Proses bank
sampah dilakukan dengan pemilahan sampah oleh nasabah, setelah itu
dilakukan penyetotan ke bank sampah, lalu sampah yang dibawa oleh
nasabah di timbang dan warga melihat hasil tabungan di teller. Gambar 20
merupakan contoh dari penerapan bank sampah di RW N Morokembang dan
Tambak Rejo Surabaya.

Gambar 20 Bank sampah RW N Morokrembang dan Tambak Rejo


Sumber: DKP Surabaya

6. Sutorejo Superdepo Project (Recycle Center)


Sutorejo Superdepo Project merupakan hasil kerjasama pemerintah Kota
Surabaya dengan pemerintah Kota Kitakyushu, Jepang dalam menangani
permasalahan lingkungan yang disebabkan oleh sampah dalam bentuk tempat
pengelolaan sampah berbasis teknologi ramah lingkungan. Sutorejo
Superdepo Project merupakan yang pertama di Surabaya dengan
menggunakan teknologi moderen dalam mentreatment sampah organik dan
anorganik. Sistem dengan teknologi ini dirasa lebih efektif, efisien, dan
higienis. Hasil olahan sampah setiap harinya mencapai lebih dari 4.3 ton yang
diantaranya 8.05% sampah kering yang akan dijual kembali, 36.18% sampah
organik, dan 55.77% sisanya berupa sampah tanpa perlakuan yang akan
dikirim ke TPA Benowo. Gambar 21 merupakan contoh penerapan dari
pengelolaan sampah di Sutorejo Superdepo Project Surabaya.
45

Gambar 21 Sutorejo Superdepo Project


Sumber: DKP Surabaya

7. Komunitas rumah kompos


Hingga saat ini rumah kompos yang telah terbentuk mencapai 21 unit
(DKP Surabaya) tersebar di 31 kecamatan. Implementasi dari rumah kompos
adalah memilah sampah anorganik dan organik, lalu setelah itu sampah
organik diproses menjadi kompos dan sampah anorganik dijual ke pengepul
sampah atau didaur ulang. Berikut Gambar 22 yang merupakan contoh
penerapan rumah kompos dengan kegiatan saat sedang memilah dan hasil
sampah organik berupa kompos.

Gambar 22 Rumah kompos Srikana dan Keputran


Sumber: DKP Surabaya

5. Water

Analisis Aspek Kuantitatif Water


Air merupakan salah satu sumberdaya alam yang sangat penting bagi
kehidupan manusia, baik untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari
maupun untuk kepentingan lainnya seperti pertanian dan indutri. Oleh karena
itu keberadaan air dalam masyarakat perlu dipelihara dan dilestarikan bagi
kelangsungan kehidupan. Air tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan,
tanpa air tidaklah mungkin ada kehidupan.
Kebutuhan akan pentingnya air tidak diimbangi dengan kesadaran
untuk melestarikan air, sehingga banyak sumber air yang tercemar oleh
perbuatan manusia itu sendiri. Perilaku tidak bertanggungjawab dengan
membuat air menjadi kotor, seperti membuang sampah ketepian sungai
sehingga aliran sungai menjadi mampet dan akhirnya timbul banjir jika hujan
46

turun, membuang limbah pabrik ke sungai yang mengkibatkan air itu menjadi
tercemar oleh bahan-bahan berbahaya, dan lain sebagainya. Oleh karena itu,
diperlukan pengolahan air yang telah tercemar hingga layak digunakan untuk
aktivitas sehari-hari. Berikut tersaji data kuantitatif water dalam Tabel 17.
Tabel 17 Aspek kuantitatif Water
Kategori Indikator Hasil Baku Mutu Bobot
Water Konsumsi air (25%) 34 Liter/hari 60 - 126.9 lt/org/hari 25%
Kebocoran sistem air 28.96% 45% 7.5%
(25%)

Masyarakat Kota Surabaya saat ini sebagian besar menggantungkan pada


PDAM. Kota Surabaya untuk memenuhi kebutuhan konsumsi air bersih.
Sekitar 180 977 rumah tangga di Kota Surabaya memenuhi kebutuhan air
bersih dan air minum dengan mengandalkan suplai dari PDAM. Meskipun
demikian, masih ada sekitar 29 999 rumah tangga di Kota Surabaya yang
masih memanfaatkan sumur dangkal untuk kegiatan mandi, cuci, kakus. Data
ini diperoleh dari perhitungan jumlah kepala keluarga (KK) pengguna sumber
air minum oleh Dinas Kesehatan Kota Surabaya 2012 (SLHD Kota Surabaya,
2012). Dari keseluruhan rumah tangga di Kota Surabaya, Kecamatan Tambak
Sari merupakan pengguna air bersih PDAM terbanyak dibandingkan dengan
kecamatan lainnya. Sumber daya air yang dimanfaatkan oleh PDAM berasal
dari Kali Surabaya, Kali Wonokromo, Kalimas, dan Kali Makmur.
Mengingat populasi penduduk Kota Surabaya semakin tinggi yang
berdampak pada semakin meningkatnya kebutuhan air bersih dan air buangan,
maka perlu adanya pengelolaan kawasan daerah aliran sungai untuk
mendukung fungsinya sebagai kawasan lindung.

Tingkat konsumsi air


Berdasarkan data dari PDAM Surya Sembada Surabaya, jumlah
konsumsi air bersih yang dikonsumsi oleh warga kota adalah 34 lt/org/hari.
Sedangkan standar kebutuhan pokok air minum yang ditetapkan oleh
peraturan menteri dalam negeri no 23 Tahun 2006 adalah kebutuhan air
sebesar 10 meter kubik/kepala keluarga/bulan atau 60 lt/orang/hari dan
konsumsi air bersih berdasarkan keperluan menurut departemen pekerjaan
umum adalah 126.9 lt/org/hari. Sehingga rentang dari kedua nilai tersebut
adalah 66.9 lt/Org/hari. Dari keterangan tersebut dapat diketahui persentasi
penggunaan air dalam perhitungan sebagai berikut,

(34 liter/Org)/hari − 60 liter/Org)/hari


= (1 − ) × 25%
(126.9 liter/Org)/hari − 60 liter/Org)/hari

= (1 − (−0.4)) × 25% = 26 = 1 × 25% = 25%

Asian Green City Index, memiliki bobot 25% untuk konsumsi air.
Hasil yang diperoleh dari perhitungan diatas adalah 26%, namun dikarenakan
nilai tersebut telah melewati skala persentase 25% dari skala 0 (buruk) sampai
25 (baik) maka dibulatkan menjadi nilai 1 lalu dikalikan bobot AGCI 25%
47

sehingga nilai akhir yang didapatkan adalah 25% untuk konsumsi air. Nilai
ini menunjukan bahwa pemakaian air masih didalam batas normal, karena
data yang digunakan menggunakan data PDAM, yaitu data untuk konsumsi
air terbanyak digunakan oleh warga Kota Surabaya. Pemerintah terus
berupaya dalam mencegah hilangnya air tanah yang dikonsumsi oleh warga
yang tidak terkontrol dengan terus menghimbau untuk beralih dari air
tanah/sumur ke air PDAM.

Tingkat kebocoran sistem air


Total produksi air yang diproduksi oleh PDAM Surya Sembada
Surabaya adalah 286 617 951 liter, dan tingkat kehilangan/kebocoran air
mencapai 83 196 639 L atau 28.96% dari total produksi air (PDAM Surya
Sembada Surabaya). Nilai tersebut tergolong tinggi untuk kehilangan air,
penyebab hilangnya air diantaranya adalah kerusakan jalan, penurunan
permukaan tanah, dan pencurian. Namun pihak PDAM Surya Sembada terus
melakukan upaya pengurangan debit kebocoran agar dapat menjaga kualitas
pelayanan kepada konsumen. Tingkat atau taraf kehilangan air/kebocoran
sistem air yang diperbolehkan menurut Asian Green City Index adalah 45%,
sehingga diperoleh hasil perhitungan sebagai berikut,

28.96%
(1 − ) × 25% = (1 − 0.7) × 25% = 7.5%
45%

Asian Green City Index, memiliki bobot terhadap tingkat


kehilangan/kebocoran air sebesar 25%. Hasil dari perhitungan diatas adalah
0.7, nilai tersebut dikalikan dengan bobot AGCI 25% dan diperoleh bobot
untuk kehilangan air/kebocoran sistem air adalah 7.5%. Nilai tersebut cukup
tinggi, dikarenakan penggunaan air masih belum dapat dikendalikan akibat
ledakan penduduk yang membutuhkan air untuk keperluan sehari-hari.

Analisis Aspek Kualitatif Water


Meningkatnya jumlah penduduk berdampak pada meningkatnya
kebutuhan konsumsi air, padahal sumber air semakin terbatas. Perlu adanya
upaya dari pemerintah kota dan jasa penyalur air (PDAM) dalam melestarikan
persediaan air. Upaya – upaya tersebut terdapat pada Tabel 18,
Tabel 18 Aspek kualitatif Water
Indikator Upaya Bobot Skoring
AGCI 0 1 2 3
Kebijakan 1. Pengembangan sistem STI 25% √
meningkatkan (Sludge Treatment
kualitas air Instalation)`
2. Rehabilitasi saluran air √
3. Optimisasi dan revitalisasi √
bantaran sungai
Nilai total/nilai maksimum x Total Bobot AGCI 8/9 x 25% = 22.2%
48

Tabel 18 Aspek kualitatif Water (lanjutan)


Indikator Upaya Bobot Skoring
AGCI 0 1 2 3
Kebijakan 1. Acara Hari Air Sedunia oleh 25% √
mengelola PDAM Surya Sembada
sumberdaya air 2. Pengembangan Boezem √
secara efisien
Nilai total/nilai maksimum x Total Bobot AGCI 4/6 x 25% = 16.6%
Total bobot = 38.8 %

Kebijakan meningkatkan kualitas air


Upaya pemerintah dalam menerapkan kebijakan untuk meningkatkan
kualitas air diantaranya pengembangan sistem sludge treatment instalation
(STI), pengembangan instalasi pengolahan limbah tinja (IPAL), dan program
bersih-bersih Kali Suroboyo.

1. Pengembangan sistem sludge treatment instalation (STI)


STI merupakan UPTD milik Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota
Surabaya yangbertugas untuk melakukan treatment terhadap lumpur/endapan
yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas lingkungan terutama kualitas air.
STI telah dibangun pada yahun 1989 dan beroperasi pada tahun 1990,
berlokasi di Keputih, Surabaya Timur. Kapasitas yang dapat ditampung
sebesar 150 m3/hari dan akan direncanakan mencapai 400 m3/hari. Gambar
23 merupakan penerapan sludge treatment instalation (STI) di Keputih,
Surabaya.

Gambar 23 Sludge treatment instalation (STI) Surabaya


Sumber: Bappeko Surabaya

2. Optimisasi dan revitalisasi bantaran sungai


Sungai yang tercemar merupakan salah satu kendala yang dihadapi
oleh Kota Surabaya, salah satu upaya dalam mengembalikan fungsi
ekologinya adalah revitalisasi bantaran sungai. Selama ini bantaran sungai
telah beralih fungsi menjadi kawasan pemukiman tak layak huni atau kumuh.
Upaya pemerintah tidak terlepas kaitanya dengan masalah sosial warga, oleh
sebab itu dengan pendekatan secara personal warga diajak untuk ikut
49

berpartisipasi dalam menjaga dan melestarikan lingkungan yang berguna


untuk kesehatan, sosial, dan ekonomi yang semakin membaik.

3. Rehabilitasi saluran air


Upaya merehabilitasi saluran air bertujuan dalam mengatasi
permasalahan banjir di Kota Surabaya. Permasalahan banjir merupakan
masalah kompleks yang selalu dihadapi oleh kota-kota besar didunia, namun
selalu ada upaya dalam menanggulangi hal tersebut. Rehabilitasi saluran air
yang dilakukan oleh Dinas PU Binamarga dan Pematusan menggunakan
sistem pompa air untuk mengurangi luapan air yang berlebih, lalu disalurkan
menuju sungai.

Kebijakan mengelola sumberdaya air secara efisien


Upaya pemerintah dalam melaksanakan kebijakan dalam mengelola
sumberdaya air yang efisien diantaranya, Acara Hari Air Sedunia oleh PDAM
Surya Sembada, dan pengembangan boezem.

1. Acara Hari Air Sedunia oleh PDAM Surya Sembada


Dalam rangka peringatan Hari Air Sedunia tahun 2013 yang jatuh
pada tanggal 22 Maret 2013, dan juga Hari Bumi Sedunia yang jatuh pada
tanggal 22 April 2013, PDAM Surya Sembada Kota Surabaya sebagai
perusahaan penyedia layanan air minum ikut berpartisipasi dalam menjaga
kelestarian dan meratanya pemanfaatan air untuk seluruh warga Kota
Surabaya. Hal ini sejalan dengan tema yang diusung yaitu “Hemat dan Cintai
Air” di Hari Air dan tema “Lindungi Bumi Untuk Kelestarian Air” di Hari
Bumi. Berkaitan dengan perayaan Hari Air dan Hari Bumi Sedunia, PDAM
Surya Sembada Kota Surabaya mengadakan rangkaian acara dengan
mengajak masyarakat untuk ikut serta menjaga kelestarian sumber daya air
dengan cara menghemat penggunaan air. Selain itu dengan menghemat
penggunaan air, maka akses air bersih dapt dinikmati seluruh warga Surabaya
secara merata. Rangkaian Acara Hari Air Sedunia antara lain Susur Sungai,
Wisata Air, Tagline Sungai, Roadshow ke Sekolah, Grebeg Mall, Grebeg
Jalan, dan Grebeg Pasar.

2. Pengembangan boezem
Boezem merupakan waduk peninggalan pemerintahan Belanda yang
berarti penampungan air. Fasilitas ini berfungsi sebagai penyuplai kebutuhan
air, pengendali banjir dan sebagai pengendali inlet dari pasang surut ait laut.
Boezem menjaga agar jika air laut pasang maka air laut tidak masuk ke
saluran pembuangan yang dapat mengakibatkan banjir. Hingga tahun 2013
telah berkembang 9 boezem di Surabaya. Gambar 23 merupakan contoh
penerpan boezem atau waduk yang telah dibersihkan oleh pemerintah.
50

Gambar 24 Boezem (waduk) Morokrembang


Sumber: Bappeko Surabaya

6. Sanitation

Analisis Aspek Kuantitatif Sanitation


Pemerintah Kota Surabaya sangat menaruh perhatian pada
ketersediaan sarana dan prasarana lingkungan permukiman, utamanya
kawasan kumuh karena pada umumnya sarana prasarana yang tersedia kurang
memadai khususnya dalam hal penyediaan sanitasi sehingga berakibat pada
rendahnya kualitas kesehatan masyarakat. Akses masyarakat terhadap
sanitasi dan pengelolaan limbah cair dapat dilihat pada Tabel 19,
Tabel 19 Aspek kuantitatif Sanitatiom
Kategori Indikator Hasil Baku Mutu Bobot
Sanitation Akses Masyarakat Terhadap 97.4% 20%-100% 31.7%
Sanitasi (33%)
Pengelolaan Limbah Cair 60.9% 10%-100% 18.5%
(33%)

Akses masyarakat terhadap sanitasi


Dari sektor sanitasi lingkungan di Kota Surabaya, berkaitan dengan
fasilitas tempat buang air besar, menunjukkan bahwa seluruh rumah tangga
telah memiliki fasilitas tempat buang air besar, dimana sebanyak 790 946
(97.4%) rumah tangga memanfaatkan tempat buang air besar/ jamban sendiri,
dan sisanya 20 451 (2.5%) rumah tangga memanfaatkan jamban umum.
Perhitungan berikut menggunkan metode min-max approximation
dimana nilai terkecil/minimum yaitu sebesar 20 yang diperoleh dari WHO
dalam Asian Green City Index, lalu untuk nilai maksimum menggunakan nilai
100%, dikarenakan jika akses masyarakat terhadap sanitasi (jamban) telah
terpenuhi seluruhnya maka akan sangat baik dalam menjaga lingkungan dan
kesehatan. Hasil perhitungan bobot akses masyarakat terhadap sanitasi
berdasarkan Asian Green City Index dapat dilihat sebagai berikut,
51

Nilai yang diperoleh − Nilai miminum


( ) × Bobot AGCI
Nilai maksimum − Nilai minimum

97.4% − 20%
( ) × 33% = 31.7%
100% − 20%

Asian Green City Index memiliki bobot terhadap sanitasi sebesar 33%.
Dari hasil perhitungan diatas didapatkan hasil 0.96. Hasil tersebut dikalikan
dengn bobot AGCI 33% dan diperoleh hasil 31.7%. Nilai ini menyatakan
bahwa akses masyarakat terhadap sanitasi sudah baik, namun berdasarkan
persentase rumah tangga yang memiliki jamban sehat dan memadai sebesar
89.3% dari 55% rumah tangga yang telah disurvey oleh Dinas terkait. Berarti
masih perlu adanya peningkatan terhadap penyuplaian jamban atau sanitasi
yang baik oleh pemerintah (SLHD, 2012).

Pengelolaan limbah cair


Pengelolaan limbah cair yang dimaksudkan disini berupa limbah cair
domestik, dikarenakan limbah cair domestik penyumbang terbesar Kota
Surabaya dan baru diolah dalam skala rumah tangga. Pengolahan yang baik
terhadap limbah cair rumah tangga adalah dengan menggunakan tangki septik,
karena tangki septik berfungsi menampung dan mengolah limbah cair dengan
kecepatan lambat. Proses tersebut memberikan kesempatan untuk terjadinya
pengendapan padatan-padatan/ lumpur dan terjadi penguraian bahan-bahan
organik. Perkiraan jumlah limbah cair Kota Surabaya 37 332 960 m3
(60.87%) dari hasil yang telah menggunakan menggunakan tangki septik.

60.9% − 10%
( ) × 33% = 18.7%
90%

Asian Green City Index memiliki bobot sebesar 33% terhadap


pengolahan limbah cair. Hasil yang diperoleh dari perhitungan diatas adalah
0.56, hasil tersebut dikalikan dengan bobot AGCI 33% dan hasil yang
didapatkan adalah 18.7%. Hasil ini menunjukan bahwa penduduk Kota
Surabaya telah memiliki kesadaran yang cukup tinggi dalam menjaga
lingkungan sekitar.

Analisis Aspek Kualitatif


Sebagai kota Gerbangkertasusila, Kota Surabaya dihadapi oleh
permasalahan sanitasi yang cukup komplek. Masih minimnya kesadaran
warga dalam menjaga lingkungan menjadikan sistem sanitasi menjadi
kendala dalam kemajuan yang mengedepankan ekologi. Beberapa upaya
pemerintah dalam mengatasi permasalahan sanitasi tertuang dalam Tabel 20,
52

Tabel 20 Aspek kualitatif Sanitation


Indikator Upaya Bobot Skoring
AGCI 0 1 2 3
Kebijakan 1. Peningkatan ketersediaan tempat 33% √
Sanitasi sampah yang memadai dan sehat
2. Peningkatan penggunaan tangki septik √
dan tangki peresapan pada jamban
3. Pengembangan instalasi pengolahan √
limbah tinja (IPAL)
Nilai total/nilai maksimum x Total Bobot AGCI 7/9 x 33%=25.6%

Kebijakan kebersihan lingkungan


Pemerintah Kota Surabaya dalam melaksanakan kebijakan kebersihan
lingkungan diantaranya Peningkatan ketersediaan tempat sampah yang
memadai dan sehat, Peningkatan penggunaan tangki septik dan tangki
peresapan pada jamban, Pengelolaan sampah domestik, Peningkatan
ketersediaan jamban sehat dan memadai, dan Penggunaan air bersih dengan
memanfaatkan PDAM.

1. Peningkatan ketersediaan tempat sampah yang memadai dan sehat


Berdasarkan data SLHD Kota Surabaya tahun 2012, jumlah rumah tanga
yang telah memiliki tempat sampah yang memadai sekitar 82.4% yaitu
sebanyak 181 501 rumah tangga sehingga penerapan yang dilakukan dalam
menjaga lingkungan cukup berhasil.

2. Peningkatan penggunaan tangki septik dan tangki peresapan pada


jamban
Jumlah pengguna jamban dengan tangki septik telah mengalami
penaikan, hal ini tertuang dalam data SLHD Kota Surabaya yang menyatakan
bahwa dari hasil survey Dinas Kesehatan tercatat sekitar 89.3% dari 55%
rumah tangga memiliki jamban dengan tangki septik.

3. Pengembangan instalasi pengolahan limbah tinja (IPAL).


IPAL merupakan sebuah sistem yang difungsikan untuk mengolah air
dari kualitas air baku (influent) yang kurang bagus agar mendapatkan kualitas
air pengolahan (effluent) standar yang di inginkan/ditentukan atau siap untuk
di konsumsi. UPTD milik Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya
ini telah diterapkan secara komunal di 24 kecamatan baik pemukiman
maupun instansi kesehatan. Rencana pada tahun 2014 akan dilakukan
desentralisasi di tiga wilayah yaitu di Keputih, Tambak Osowilangun, dan
Tambak Wedi. Gambar 25 merupakan contoh penerapan IPAL di berbagai
rumah tinggal dan instansi kesehatan.
53

Gambar 25 Instalasi pengolahan limbah tinja (IPAL)


Sumber: Bappeko Surabaya

7. Air Quality

Analisis Aspek Kuantitatif Air Quality


Upaya pengendalian terhadap pencemaran udara terus dilakukan oleh
Pemerintah Kota Surabaya untuk menjamin keberlanjutan kualitas udara
bersih serta mengurangi timbulnya dampak negatif pencemaran udara bagi
kesehatan manusia, hewan, tanaman dan materi. Dampak negatif tersebut
antara lain semakin menipisnya lapisan ozon, berkurangnya oksidasi atmosfer
serta pemanasan global. Kualitas udara di Kota Surabaya dapat dilihat pada
Tabel 21,
Tabel 21 Aspek kuntitatif Air Quality
Kategori Indikator Hasil Baku Mutu Bobot
Air Tingkat NO2 20.93 µg/Nm3/hari 150 μg / Nm3/hari 21.5%
Quality Tingkat SO2 59.65 µg/Nm3/hari 365 μg / Nm3/hari 21%
Tingkat PM10 10.43 µg/Nm3/hari 150 μg / Nm3/hari 23.5%

Nitrogen Dioksida (NO2)


NO2 merupakan gas yang beracun, berwarna merah cokelat, dan
berbau seperti asamitrat yang sangat menyengat dan merangsang.
Keberadaan NO2 yang melebihi kadar 1 ppm dapat menciptkan terbentuknya
zat yang bersifat karsinogen atau penyebab kanker, jika mencapai 20 ppm
dapat menimbulkan kematian, oleh karena itu terdapat filter berupa katalis
logam nikel yang berfungsi sebagai converter di knalpot kendaraan dan
cerobong pabrik. Kadar NO2 yang berada di Kota Surabaya dihasilkan oleh
emisi kendaraan bermotor. Kadar NO2 di Kota Surabaya mencapai 20.93
µg/Nm3/hari, sedangkan untuk baku mutu menurut PP Republik Indonesia
No. 41 Tahun 1999 adalah 150 μg / Nm3/hari. Berikut perhitungan kadar NO2
di Kota Surabaya

20.93 µg/Nm3/hari
(1 − ) × 25% = (1 − 0.14) × 25% = 21.5%
150 µg / Nm3/hari
54

Asian Green City Index, memiliki bobot 25% terhadap tingkat


kandungan NO2. Hasil yang diperoleh dari perhitungan diatas lalu dikalikan
dengan bobot AGCI dan didapatkan hasil 21.5% tingkat kandungan NO2 Kota
Surabaya.

Sulfur Dioksida (SO2)


SO2 merupakan senyawa kimia yang mempunyai sifat tidak berwarna,
berbau menyengat, dan menyesakan napas. Gas ini dihasilkan dari oksidasi
atau pembakaran belerang yang terlarut dalam bahan bakar minyak bumi serta
dari pembakaran belerang dari bijih logam yang diperoses dalam industri
tambang. Produksi terbesar dari gas ini di udara berasal dari proses
pembakaran batu bara. Penyumbang SO2 di Kota Surabaya berasal dari
aktivitas pembakaran batu bara sebagai pembangkit listrik di Jl. Ketintang
Baru PT. Pembangkit jawa-Bali (PT. PJB). Berikut perhitungan kadar SO2 di
Kota Surabaya dengan baku mutu menurut PP Republik Indonesia No. 41
Tahun 1999 adalah 365 μg / Nm3/hari.

59.65 µg/Nm3/hari
(1 − ) × 25% = (1 − 0.16) × 25% = 21%
365 µg / Nm3/hari

Asian Green City Index, memiliki bobot 25% terhadap tingkat


kandungan SO2. Hasil yang diperoleh dari perhitungan diatas lalu dikalikan
dengan bobot AGCI dan didapatkan hasil 21% tingkat kandungan SO2 Kota
Surabaya.

Particulate Matter (PM10)


Particulate matter (PM) merupakan istilah untuk partikel padat atau
cair yang ditemukan di udara. Partikel dengan ukuran besar atau cukup gelap
dapat dilihat sebagai jelaga atau asap. Sedangkan partikel yang sangat kecil
dapat dilihat dengan mikroskop electron. Partikel berasal dari berbagai
sumber baik mobil dan stasioner (diesel truk, woodstoves, pembangkit listrik,
dan lain sebagainya), sehingga sifat kimia dan fisika partikel sangat bervariasi.
Partikel dapat membentuk partikel halus langsung jika bereaksi dengan
polutan gas seperti SO2 dan NOx.
PM10 Standar merupakan partikel kecil yang bertanggungjawab untuk
efek kesehatan yang merugikan karena kemampuannya untuk mencapai
daerah yang lebih dalam pada saluran pernapasan. PM-10 termasuk partikel
dengan diameter 10 mikrometer atau kurang. Standar kesehatan berdasarkan
PP No. 41 Tahun 1999 untuk PM-10 adalah 150 µg/Nm3 (24 jam). Berikut
perhitungan kadar PM10 di Kota Surabaya

10.43 µg/Nm3/hari
(1 − ) × 25% = ( 1 − 0.06) × 25% = 23.5
150 µg / Nm3/hari

Asian Green City Index, memiliki bobot 25% terhadap tingkat


kandungan PM10. Hasil yang diperoleh dari perhitungan diatas adalah 23.5%.
berdasarkan nilai tersebut, kandungan PM10 di Kota Surabaya masih dalam
taraf aman atau normal.
55

Analisis Aspek Kualitatif Air Quality


Lingkungan yang bersih dan kualitas udara yang baik merupakan
impian warga kota. Kualitas udara yang baik dengan rendahnya polutan
memperbaiki kualitas hidup masyarakat. Pencemaran udara yang diakibatkan
perkembangan kota menuju kota moderen justru menghambat aktivitas dan
merusak kualitas hidup warganya. Kota Surabaya sebagai kota metropolitan
berupaya dalam menghadapi permasalahan ini, upaya-upaya tersebut dapat
dilihat pada Tabel 22,
Tabel 22 Aspek kualitatif Air Quality
Indikator 1. Upaya Bobot Skoring
AGCI 0 1 2 3
Kebijakan 1. Uji Emisi 25% √
kebersihan 2. Pengembangan hutan kota. √
udara 3. Monitoring kualitas udara dengan √
menggunakan alat indeks standar
pencemaran udara (ISPU)
4. Mengembangkan sistem √
pedestrian yang terintergrasi
dengan angkutan massal.
5. Peningkatan jalur sepeda √
Nilai total/nilai maksimum x Total Bobot AGCI 14/15 x 25%= 23.3%

Kebijakan Kebersihan Udara


Beberapa upaya pemerintah dalam menerapkan kebijakan kebersihan
udara diataranya uji emisi, menekan pemakaian kendaraan pribadi,
pengembangan hutan kota, monitoring kualitas udara dengan menggunakan
alat indeks standar pencemaran udara (ISPU), mengembangkan sistem
pedestrian yang terintergrasi dengan angkutan massal, dan peningkatan jalur
sepeda.

1. Uji emisi
Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2006
tentang ambang batas emisi gas buang kendaraan bermotor, pemerintah wajib
menerapkan program standar uji emisi. Dinas Perhubungan (Dishub) Kota
Surabaya bekerjasama dengan Badan Lingkungan Hidup (BLH), Polrestabes
Surabaya, serta beberapa pihak swasta seperti PT. Oto Point Surabaya dan
Astra Grup melaksanakan program uji emisi setiap setahun sekali. Program
ini dimaksudkan dalam upaya menjaga kualitas udara dan lingkungan dengan
menyadarkan warga kota bahwa pentingnya menjaga serta melestarikan
kualitas udara kota, serta mendorong warga untuk menggunakan bahan bakar
yang efisien.

2. Pengembangan hutan kota


Penambahan jumlah hutan kota di Surabaya terus dilakukan. Setelah
pembangunan Hutan Kota Pakal, kini rencana penambahan hutan kota Balas
Klumprik di kawasan Barat Surabaya. Berbeda dengan Hutan Kota Pakal
sebelumnya, untuk pembangunan hutan kota tahap dua, akan dibuat berbeda.
Selain untuk edukasi dan konservasi, kawasan ini nantinya akan dilengkapi
56

dengan infrastruktur olahraga dan permainan anak. Persentasenya pun


berbeda kini lebih ditingkatkan jumlah tanamanya menjadi 70% dan
infrastruktur 30%. 70% tanaman diantaranya tanaman peneduh 26 jenis,
palem-paleman 14 jenis, tanaman buah-buahan 11 jenis dan tanaman display
18 jenis.

3. Monitoring kualitas udara dengan menggunakan alat indeks standar


pencemaran udara (ISPU)
Hingga saat ini pemerintah mengandalkan Badan Lingkungan Hidup
Kota Surabaya dalam memonitoring kualitas udara dengan alat ISPU (Indeks
Standar Pencemaran Udara). ISPU disiapkan di tujuh titik yang tersebar di
Kota Surabaya, tujuh titik tersebut dinamai SUF atau stasiun udara. SUF
memberi laporan secara online ke laboraorium BLH untuk diolah lebih lanjut.
Setelah itu laporan diberikan ke kantor BLH dan dibuatlah laporan rutin
tahunan atau yang disebur Status Lingkungan Hidup Daerah (SLHD).
Gambar 26 merupakan salah satu contoh dari alat pengukur indeks standar
pencemaran udara (ISPU) di Jl. Gubeng Pojok, Surabaya.

Gambar 26 Alat pengukur indeks standar pencemaran udara (ISPU)

4. Mengembangkan sistem pedestrian yang terintergrasi dengan


angkutan massal
Hilangnya budaya berjalan kaki diakibatkan dengan buruknya fasilitas
publik yang tidak aman dan nyaman. Infrastruktur pejalan kaki dinilai masih
kurang memadai bahkan telah beralih fungsinya. Budaya berjalan kaki sangat
penting ditanamkan di perkotaan besar seperti Surabaya, karena budaya ini
mengajarkan cara hidup sehat dan ramah lingkungan, selain itu juga lebih
efisien dan efektif jika menempuh jarak yang tidak terlalu jauh. Hingga saat
ini upaya pemerintah Kota Surabaya dalam memperbaiki infrastruktur sudah
berjalan dengan baik. Pedestrian sudah mulai dipelebar dan ditinggikan untuk
mencegah kendaraan roda dua melalui jalur pejalan kaki. Pedestrian di Kota
Surabaya terbilang aman dan nyaman, namun perlu ditingkatkan lagi sistem
integrasi dengan angkutan umum. Pemerintah kota dalam hal ini memiliki
kebijakan terhadap peintegrasian pejalan kaki dengan angkutan umum.
Bentuk integrasi tersebut berupa halte, stasiun, atau titik pemberhentian
transportasi umum. Diharapkan dengan terimplementasinya rencana terebut
maka budaya berjalan kaki dan menggunakan transportasi publik kembali
57

menjadi gaya hidup baru. Gambar 27 merupakan contoh dari rencana konsep
integrasi pedestrian dengan halte tram oleh Bappeko Surabaya.

Gambar 27 Konsep integrasi pedestrian dengan halte tram


Sumber: Bappeko Surabaya

5. Peningkatan jalur sepeda


Panjang total jalur sepeda berdasarkan data Badan Pengembangan dan
Perencanaan Kota Surabaya (Bappeko) adalah 8869 Km. Panjang jalur ini
masih dalam tahap stage 1 yang berarti bahwa akan dikembangkan lagi
menuju stage 2 dengan menambah panjang jalur sepeda. Saat ini jalur sepeda
hanya berada di jalur-jalur protokol diantaranya Jl. Basuki Rahmat, Jl.
Gubernur Suryo, Jl. Panglima Sudirman, Jl. Urip Sumoharjo, dan Jl. Raya
Darmo. Diharapkan dengan penambahan jalur sepeda dapat meningkatkan
animo masyarakat untuk menggunakan sepeda selama bertransportasi, karena
kendaraan tidak bermotor seperti sepeda merupakan transportasi ramah
lingkungan yang tidak mengeluarkan emisi berbahaya. Berikut merupakan
contoh penerapan jalur sepeda di beberapa ruas jalan.

Gambar 28 Jalur sepeda


Sumber: Bappeko Surabaya
58

8. Environmental Governance

Analisis Aspek Kualitatif Environmental Governance


Efek atau akibat dari perkembangan kota yang tidak memasukan
aspek ekologi dalam perkembangan kota adalah terdegradasinya lingkungan
seperti pencemaran air, pencemaran tanah, udara dan lingkungan sekitar.
Kebijakan lingkungan merupakan tanggung jawab seluruh golongan baik
pemerintah, pihak swasta maupun masyarakat. Pemerintah Kota Surabaya
memiliki beberapa upaya dalam menerapkan kebijakan lingkungan yang
tertuang dalam Tabel 23,
Tabel 23 Aspek kualitatif Environmental Governance
Indikator Upaya Bobot Skoring
AGCI 0 1 2 3
Pengelolaan 1. Revitalisasi ex. SPBU menjadi 33% √
Lingkungan taman
2. Pengelolaan infrastruktur kota √
3. Eco Campus and Eco School √
4. Kampung Hijau √
Nilai total/nilai maksimum x Total Bobot AGCI 7/12 x 33% = 19.3%
Pengawasan 1. Adipura Kencana 33% √
Lingkungan 2. Adiwiyata √
3. Yustisi kebersihan √
Nilai total/nilai maksimum x Total Bobot AGCI 7/9 x 33% = 25.6%
Partisipasi 1. Surabaya Green and Clean 33% √
Masyarakat 2. Bersih-Bersih Kali Suroboyo √
3. Penanaman mangrove di muara √
kali Surabaya bersama
masyarakat
4. Car Free Day √
Nilai total/nilai maksimum x Total Bobot AGCI 12/12 x 33% = 33%
Total bobot = 77.9%

Pengelolaan lingkungan
Pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya terpadu untuk
melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan,
pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan, dan
pengendalian lingkungan hidup (UU No 23 Tahun 1997 pasal 1 ayat 2).
Dalam penerapanya pemerintah Kota Surabaya membuat kebijakan tentang
pengelolaan lingkungan diantaranya revitalisasi ex. stasiun pengisisan bahan
bakar umum (SPBU) menjadi taman, IMB, Pengelolaan infrastruktur kota,
Eco Campus & Eco School, dan Kampung Hijau.

1. Revitalisasi ex. SPBU menjadi taman


Program pemerintah dalam mengembalikan lahan hijau yang sebelumnya
dialihfungsikan sebagai SPBU (Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum)
menjadi lahan dengan fungsi awal yaitu Ruang Terbuka hijau (RTH) Kota
baik berupa taman aktif maupun pasif. Taman-taman yang telah dikembalikan
fungsinya tersebut dapat dilihat pada Tabel 24 sebagai berikut.
59

Tabel 24 Alih fungsi ex SPBU menjadi taman Kota Surabaya


No Lokasi Luas (m2)
1. Ex SPBU J.A Suprapto 831.00
2. Ex SPBU Biliton 1519.50
3. Ex SPBU A. Yani 1850.00
4. Ex SPBU Indrapura 1565.00
5. Ex SPBU Kombes Pol. M. Duryat 1796.00
6. Ex SPBU Komplek RMI 1411.00
7. Ex SPBU Krembangan 1100.00
8. Ex SPBU Ngagel Jaya Utara 940.00
9. Ex SPBU Sikatan-Veteran 984.10
10. Ex SPBU Sulawesi 147700
11. Ex SPBU Undaan 1254.30
12. Ex SPBU Dr Soetomo Barat 637.60
13. Ex SPBU Dr Soetomo Timur 644.00
Jumlah Total Luas Ex SPBU 16 009.50
(Sumber: DKP Surabaya)

Upaya tersebut bertujuan dalam mengembalikan fungsi ekologi,


meningkatkan kualitas lingkungan, serta sebagai nilai estetika kota. Selain itu
upaya ini juga turut meningkatkan kesadaran pemerintah dan masyarakat
akan pentingnya Ruang Terbuka Hijau. Prestasi ini tidak terlepas dari kinerja
dan komitmen pemerintah Kota Surabaya dalam memenuhi target Ruang
Terbuka hijau. Gambar 29 memberikan contoh dari revitaslisasi SPBU
Undaan yang tidak terpakai menjadi sebuah taman.

Gambar 29 Taman Buah Undaan sebelum dan sesudah


Sumber: DKP Surabaya

2. Izin mendirikan bangunan (IMB)


Pemerintah berupaya dalam memajukan pembangunan kota dengan tetap
memperhatikan aspek ekologi dalam pelaksanaanya. Izin mendirikan
bangunan (IMB) merupakan syarat dalam pembangunan yang berfungsi
dalam pencegahan terjadinya penyalahgunaan lahan yang memicu
terdegradasinya lingkungan, kesenjangan sosial dan ekonomi. Pertaturan
yang mewakili IMB tercantum Pasal 5 ayat 1 Perda 7 Tahun 2009.

3. Pengelolaan infrastruktur kota


Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya memiliki tugas
dalam melaksanakan urusan pemerintah daerah berdasarkan azas otonomi
60

dan tugas pembantuan di bidang kebersihan dan pertamanan. Lingkup kerja


dalam hal kebersihan salah satunya pengelolaan infrastruktur kota untuk
penyapuan 30% dikelola oleh Dinas dan 70% dikelola oleh pihak ke 3.
Gambar 30 merupakan contoh dari kegiatan pengeloalaan infrastruktur
seperti memangkas tanaman dan menyapu pedesrian.

Gambar 30 Pengelolaan infrastruktur kota


Sumber: DKP Surabaya

4. Eco Campus and Eco School


Program Eco School merupakan program yang diselenggarakan oleh
Tunas Hijau (lembaga lingkungan hidup) dan dibuat berdasarkan tema
“wujudkan konservasi air” yang bertujuan untuk mengajak sekolah-sekolah
di Surabaya melaksanakan program lingkungan hidup melalui acara edukatif,
atraktif dan berkelanjutan seperti melakukan pengolahan sampah organik dan
anorganik, menerapkan upaya nyata konservasi air, penghijauan sekolah,
membentuk tim lingkungan yang diawasi oleh guru dan kepala sekolah, serta
membentuk tim jurnalisme lingkungan yang bertugas mempromosikan
rencana dan program lingkungan sekolah.
Program Eco Campus merupakan program yang sama dengan Eco School,
namun pesertanya merupakan univeritas atau kampus di Surabaya. Program
ini mendorong minat civitas akademika dalam memiliki kepedulian dan
berbudaya lingkungan serta melakukan pengelolaan lingkungan secara
sistemastis dan berkesinambungan. Program ini telah diikuti oleh 14
PTS/PTN Surabaya, dan pada tahun 2012 terdapat juara dengan nilai tertinggi
yang dipegang oleh STIE Perbanas Surabaya. Gambar 31 merupakan conoth
dari penerapan eco school di sekolah-sekolah Surabaya.

Gambar 31 Penerapan eco school


Sumber: Bappeko Surabaya
61

5. Kampung Hijau
Kampung Hijau merupakan program percontohan kampung dalam
mengelola lingkungan sekitar. Dalam upaya ini pemerintah menghimbau
kepada warga untuk mengelola lingkungan menjadi wilayah yang bersih dan
asri secara berkelanjutan. Dalam penerapanya setiap kampung difasilitasi
IPAL yang nantinya akan dibuat sendiri oleh warga. Tujuan IPAL sendiri
adalah untuk mengolah air limbah dan dimanfaatkan kembali untuk
penyiraman tanaman, pencucian kendaraan dan lain sebagainya. Terdapat
bank sampah untuk mendukung aksi dari program hijau kampung. Program
ini telah diikuti oleh 33 kampung yang tersebar di Kota Surabaya. Gambar 32
merupakan contoh dari penerapan konsep Kampung Hijau yang diterapkan di
Kelurahan Gundih RW X Surabaya.

Gambar 32 Kampung Hijau Kelurahan Gundih RW X


Sumber: DKP Surabaya

Pengawasan lingkungan
Bentuk pengawasan lingkungan yang dilakukan oleh pemerintah
diantaranya penghargaan Adipura Kencana , Adiwiyata, dan Yustisi
kebersihan.

1. Penghargaan Adipura Kencana


Adipura merupakan penghargaan tertinggi untuk kebersihan dan
pelestarian lingkungan Kota. Penghargaan ini diberikan tiap tahun untuk
kota-kota yang mampu menjaga dan melestarikan kebersihan lingkungan dan
Kota Surabaya telah berhasil meraih Adipura enam kali berturut-turut sejak
2006, 2007, 2008, 2009, 2010, dan 2011. Peraihan Adipura Kencana Tahun
2011 tidak hanya terfokus pada masalah pengelolaan kebersihan dan
penghijauan saja, tetapi termasuk pengelolaan lingkungan serta pengelolaan
transportasinya.

2. Penghargaan Adiwiyata
Program Adiwiyata merupakan salah satu program yang ditujukan
kepada sekolah dalam rangka mendorong terciptanya pengetahuan dan
kesadaran warga sekolah dalam upaya pelestarian lingkungan hidup. Program
yang diusung oleh Kementerian Lingkungan Hidup ini diharapkan agar setiap
warga sekolah ikut terlibat dalam kegiatan sekolah menuju lingkungan yang
sehat serta menghindari dampak lingkungan yang negatif. Dalam
pelaksanaannya Kementerian Lingkungan Hidup bekerjasama dengan para
62

stakeholders, menggulirkan Program Adiwiyata ini dengan harapan dapat


mengajak warga sekolah melaksanakan proses belajar mengajar materi
lingkungan hidup dan turut berpartisipasi melestarikan serta menjaga
lingkungan hidup di sekolah dan sekitarnya. Peran guru serta kepala sekolah
dalam program ini adalah sebagai pengawas dalam penerapannya.

3. Yustisi kebersihan
Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya melaksanakan
program dalam pengawasan lingkungan dengan melakukan yustisi
kebersihan. Yustisi kebersihan merupakan inspeksi atau pengawasan
terhadap pelanggaran kebersihan. Program ini dimaksudkan agar dapat
menekan jumlah pelanggar kebersihan dan meningkatkan kualitas
lingkungan. Berdasarkan data dari Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota
Surabaya (DKP Surabaya) tercatat angka pelanggaran pada tahun 2013
mencapai 21 pelanggaran, angka ini lebih baik dibandingkan dengan tiga
tahun yang lalu yaitu pada tahun 2010 mencapai 215 pelanggaran.
Diharapkan dengan tertibnya pelaksanaan yustisi ini dapat menciptakan
budaya hidup bersih dan sehat di Kota Surabaya. Gambar 33 merupakan
contoh dari penerapan proses yustisi kebersihan yang dilakukan oleh DKP,
dimana kasusnya adalah seorang warga membuang sejumlah sampah dan
segera ditindak oleh petugas dengan memberi peringatan dan sanksi.

Gambar 33 Proses yustisi kebersihan


Sumber: DKP Surabaya
Partisipasi masyarakat
Bentuk pastisipasi masyarakat dalam mengelola lingkungan diantaranya
Surabaya Green and Clean, Bersih-bersih Kali Suroboyo , Penanaman
mangrove di muara kali Surabaya bersama masyarakat, dan Car Free Day.

1. Surabaya Green and Clean


Green and Clean merupakan lomba tentang pengelolaan lingkungan di
kota Surabaya. Aspek yang dilombakan diantaranya sebagai Kampong
Terinovatif, Kampong Paling Berbunga, Kampong dengan Partisipasi
Masyarakat Terbaik, Kampong dengan Pengelolaan Lingkungan Terbaik dan
Kampong dengan Instalasi Pengolahan Air Limbah Terbaik. Tujuan dari
acara ini adalah terciptanya lingkungan yang bersih dan sehat. Gambar 34
merupakan salah satu contoh penerpan program Green and Clean yang
diadakan oleh pemerintah Kota Surabaya.
63

Gambar 34 Penerapan program Green and Clean


Sumber: Bappeko Surabaya

2. Program Bersih-Bersih Kali Suroboyo


Program Bersih-Bersih Kali Suroboyo , merupakan program yang
dimotori oleh Bagian Lingkungan Hidup (BLH) Kotamadya Surabaya.
Dalam program tersebut terdapat beberapa program di antaranya adalah
Program Kali Bersih yang meliputi anak-anak sungai Kalimas. Program Kali
Bersih ini dimulai pada 1984 dan dilaksanakan secara berkelanjutan hingga
saat ini. Kegiatan penanggulangan pencemaran air sungai ini sangat
kompleks, sehingga untuk mempermudahnya, Walikota madya Daerah
Tingkat II Surabaya secara khusus menuangkannya dalam SK tentang siapa
saja yang terlibat di dalamnya. Instansi yang terlibat cukup banyak dan
mengalami beberapa kali perombakan anggota tim kerja Prokasih. Program
Bersih-Bersih Kali Suroboyo melibatkan partisipasi masyrakat didalamnya.
Sekitar 70.000 partisipan mengikuti acara yang positif. Partisipan terdiri dari
berbagai golongan mulai dari miter dan polisi, instansi pemerintah, swasta,
pelajar dan mahasiswa serta masyarakat lainnya.

Gambar 35 Program Bersih-Bersih Kali Suroboyo


Sumber: Bappeko Surabaya

3. Penanaman mangrove di muara Kali Surabaya bersama masyarakat


Mangrove Supervision merupakan program penanaman mangrove di
kawasan muara Wonorejo, Rungkut yang diikuti oleh 250 peserta diantaranya
pelajar, mahasiswa, kelompok petani, dan komunitas jurnalis peduli
lingkungan (KJPL). Bibit mangrove yang disediakan sebanyak 30 ribu buah
dan direncanakan akan ditanam secara bertahap mulai September hingga
Desember 2013. Jenis mangrove yang ditanam yaitu Rhizopora mucranata
dan Blueguera. Tujuan dalam program ini adalah menamamkan budaya cinta
lingkungan dan memberi kesadaran kepada masyarakat terutama warga Kota
64

Surabaya untuk lebih peka terhadap perubahan kondisi permukaan tanah


akibat abrasi air laut.

4. Car Free Day


Car Free Day (CFD) merupakan kegiatan yang bertujuan untuk
mengurangi dampak dari pemanasan global. Kegiatan didalamnya
merupakan kegiatan bebas tanpa kendaraan bermotor seperti berolahraga,
bersepeda, dan berjalan kaki. Kota Surabaya melaksanakan acara ini pada hari
minggu jam 06.00 sampai 09.00 WIB yang berlokasi di Jl. Darmo, Jl.
Kertajaya, Jl. Tunjungan dan Taman Balaikota. Kegiatan ini direspon positif
oleh warga Karena warga dapat memanfaatkan jalan dan taman untuk
melakukan aktivitas berolahraga secara massal tanpa dipungut biaya. Selain
bertujuan untuk menjaga lingkungan kegiatan ini juga berpotensi dalam
meningkatkan sosial antar warga kota. Gambar 36 adalah conoth dari
penerapan Car Free Day di Jl. Darmo Surabaya

Gambar 36 Car free day Jl. Darmo Surabaya


Sumber: Google.com

Evaluasi Penerapan konsep Kota Hijau


Dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan dan berwawasan
lingkungan, pemerintah Kota Surabaya melakukan beberapa upaya dalam
memenuhi aspek Kota Hijau. Berikut evaluasi pada setiap kategori menuju
kota yang berkelanjutan di Kota Surabaya, dapat dilihat pada tabel-tabel
berikut,
Tabel 25 Evaluasi kategori Energy and CO2
Indikator Tipe Data Evaluasi Bobot
Emisi CO2 Kuantitatif Emisi CO2 Kota Surabaya hampir 18.3%
(25%) mendekati baku mutu, sehingga masih
dalam taraf aman
Konsumsi Kuantitatif Konsumsi energi listrik hampir mendekati 18.3%
energi (25%) baku mutu yang telah ditetapkan, perlu
adanya sosialisasi hemat energi
Kebijakan Kualitatif Rencana untuk kebijakan energi yang 29.2%
energi bersih telah diimplementasikan oleh Pemerintah
(25% Kota Surabaya yaitu penerapan solar cell
Rencana dan pengolahan limbah tinja sebagai
mengatasai energi alternatif, sedangkan rencana
perubahan energi alternatif dari kincir angin masih
iklim (25%) dalam proses perencanaan
Total Bobot 65.8%
65

Kategori Energy and CO2 mendapatkan persentase sebesar 65.8% yang


berarti masuk kedalam kategori diatas rata-rata. Hal ini dikarenakan Kota
Surabaya sedang dalam tahap menuju pengembangan energi yang
berkelanjutan dan ramah lingkungan. Hasil perhitungan dari perhitungan
kuantitatif dan kualitatif menyatakan bahwa penggunaan energi yang cukup
tinggi mampu diimbangi oleh penerapan dalam efisiensi penggunaanya.

Tabel 26 Evaluasi kategori Land use and Buildings


Indikator Tipe Data Evaluasi Bobot
Kepadatan Kuantitatif Kepadatan penduduk yang cukup tinggi 2.5%
Penduduk di Kota Surabaya dapat menjadi
(25%) ancaman terhadap lingkungan, perlu
adanya perencanaan yang tertuju pada
pola pengguaan lahan yang tepat.
Jumlah ruang Kuantitatif Kota Surabaya memiliki jumlah Ruang 25%
terbuka hijau Terbuka hijau yang tinggi, dikarenakan
(RTH) (25%) antusiasme dari Pemerintah Kota dan
warga dalam mewujudkan Kota
Surabaya yang hijau dan berkelanjutan.
Kebijakan eco Kualitatif Pemerintah Kota Surabaya telah 30%
buildings melaksanakan rencana Green Building
(25%) dengan memberi reward atas para
Kebijakan pelaksana. Kendala masih terjadi pada
penggunaan pelanggaran terhadap penggunaan
lahan (25%) lahan. Perlu adanya tindakan tegas.
Total Bobot 57.5%

Kategori Land use and Buildings memiliki persentase sebesar 57.5%


yang berarti masuk kedalam kategori rata-rata. Perhatian pemerintah terhadap
ledakan penduduk mendorong pemerintah melakukan upaya dalam
penggunaan lahan yang lebih bijak, seperti penambahan luas RTH dan lebih
tegas dalam pemberian ijin mendirikan bangunan sehingga dapat mengurangi
terjadinya kawasan pemukiman kumuh yang baru dan bangunan yang dapat
merusak kualitas lingkungan.
Tabel 27 Evaluasi kategori Transport
Indikator Tipe Data Evaluasi Bobot
Panjang jaringan Kuantitatif Panjang lintasan tidak mampu
angkutan umum menampung jumlah kendaraan 10.9%
perkotaan (33%) setiap harinya. Kepadatan masih
didominasi oleh kendaraan pribadi
yaitu lebih dari 15%. Kemacetan
atau kepadatan terjadi pada pagi
dan sore menjelang malam.
66

Tabel 27 Evaluasi kategori Transport (lanjutan)


Indikator Tipe Data Evaluasi Bobot
Kebijakan dalam Kualitatif Pada tahun 2013 rencana 33%
menciptakan transportasi yang terintegrasi telah
angkutan umum dipresentasikan kepada Walikota
perkotaan (33%) Surabaya, dan akan dilaksanakan
pada tahun 2014 hingga selesai.
Kebijakan dalam Upaya dalam mengurangi
mengurangi kemacetan masih tetap dilakukan
kemacetan (33%) dengan merenovasi pedestrian dan
meningkatkan keamanan pada
fasilitas pejalan kaki.
Total Bobot 43.9%

Kategori Transport memperoleh persentase sebesar 43.9% yang berarti


masuk kedalam kategori rata-rata. Transportasi Kota Surabaya yang
seharusnya menjadi potensi dalam pengembangan kota justru menjadi
masalah besar yang harus ditangani. Panjang jaringan angkutan umum
perkotaan belum bias mengakomodasi kebutuhan pengguna dikarenakan
jumlah yang kurang dan buruknya fasilitas yang diberikan. Hal ini yang
mendorong pengguna transportasi publik beralih ke transportasi pribadi.
Namun pemerintah telah melakukan beberapa upaya untuk menghimbau
warga kembali beralih menggunakan transpotasi massal.

Tabel 28 Evaluasi kategori Waste


Indikator Tipe Data Evaluasi Bobot
Jumlah Sampah Kuantitatif Jumlah sampah yang dihasilkan oleh 0%
yang Dihasilkan Kota Surabaya masih cukup tinggi.
(25%) Kendalanya antara lain
ketidaksadaran warga kota untuk
mengolah sampah sendiri dan
memilahnya. Walaupun demikian,
terdapat beberapa upaya pemerintah
seperti penerapan 3R yang telah
dilakukan di beberapa desa dan
kecamatan di Kota Surabaya.
Jumlah sampah Kuantitatif Jumlah sampah yang diangkut 5.3%
yang dikumpulkan untuk dibawa ke tempat
(25%) pembuangan akhir (TPA) Benowo
cukup rendah. Hal ini dikarenakan
sudah adanya pemanfaatan ulang
sampah organik dan anorganik
dengan sistem bank sampah dan
rumah kompos.
67

Tabel 28 Evaluasi Waste (lanjutan)

Indikator Tipe Data Evaluasi Bobot


Kebijakan Kualitatif Pengangkutan sampah yang terpusat 37.4%
pengumpulan dan menuju TPA Benowo sudah cukup
Pembuangan baik. Dengan sistem sanitary
Sampah dalam landfill sebagai pereduksi bau oleh
mengurangi sampah dan incinerator sebagai
dampak terhadap pembangkit energi listrik yang
lingkungan dihasilkan dari bahan baku sampah
logam bekas. Lalu telah
Kebijakan 3R diterapkanya kebijakan 3R yang
telah dilakukan oleh sebagian besar
warga Kota Surabaya dalam tingkat
RT/RW namun belum diterapkan
dalam tingkat rumah tangga
sehingga perlu ditingkatkan lagi
penerapannya.
Total Bobot 42.7%

Kategori Waste memiliki persentase sebesar 42.7% dan masuk dalam


kategori rata-rata. Masalah persampahan di Kota Surabaya masih menjadi
momok yang menghantui, walaupun program-program yang berkaitan
dengan pengumpulan dan pengolahan langsung oleh seperti bank sampah dan
rumah kompos warga sudah cukup baik, dan berhasil membantu dalam
mereduksi jumlah sampah yang dihasilkan. Namun masih terjadinya
penumpukan sampah yang tidak pada tempatnya dikarenakan beberapa
masyarakat kota masih belum peduli terhadap kebersihan lingkungan.

Tabel 29 Evaluasi kategori Water


Indikator Tipe Data Evaluasi Bobot
Konsumsi Kuantitatif Tingkat konsumsi air Kota Surabaya 25%
Air terbilang normal, dikarenakan data yang
digunakan menggunakan data PDAM.
Kebocoran Kuantitatif Tingkat kebocoran tinggi, perlu adanya
Sistem Air pengecekan dalam mencegah kehilangan 7.5%
air atau kebocoran sistem dan perbaikan
semaksimal mungkin untuk menjaga
kepercayaan konsumen.
68

Tabel 29 Evaluasi kategori Water (lanjutan)


Indikator Tipe Data Evaluasi Bobot
Kebijakan Dalam Kualitatif Beberapa upaya dalam 38.8%
Meningkatkan meningkatkan kualitas air di kota
Kualitas Air & Surabaya cukup baik, dikarenakan
Kebijakan Dalam Surabaya memanfaatkan sumber air
Penggunaan Air. dari Kali Surabaya dan beberapa
sungai lainnya sehingga penerapan
untuk kebijakan tersebut harus
dilakukan secara optimal.
Pemerintah bekerjasama dengan
PDAM dalam penerapan kebijakan
efisiensi penggunaan air. Langkah
ini dilakukan oleh pemerintah untuk
menekan penggunaan air tanah yang
semakin berkurang dan dapat
membahayakan lingkungan.
Total Bobot 71.3%

Kategori Water memperoleh persentase sebesar 71.3% dan masuk


dalam kategori di atas rata-rata. Tingkat konsumsi dan kebocoran sistem air
sangat tinggi d di Kota Surabaya. Pemerintah kota terus berupaya dalam
meningkatkan kualitas air, terutama kualitas sumber daya air yang digunakan
sebagai sumber air PDAM. Upaya-upaya tersebut diantaranya adalah
membersihkan Kali Surabaya dan sumber air lainnya. Pemerintah pun terus
menghiimbau warganya untuk beralih menggunakan air tanah ke air
konsumsi dari PDAM. Upaya tersebut bertujuan untuk mencegah terjadinya
degradasi lingkungan akibat berkurangnya air tanah. Upaya terhadap
kebocoran hingga saat ini terus ditegaskan oleh pemerintah kepada PDAM
untuk mengurangi angka kebocoran yang terjadi.

Tabel 30 Evaluasi kategori Sanitation


Indikator Tipe Data Evaluasi Bobot
Akses Kuantitatif Tingkat akses masyarakat Kota 31.7%
Masyarakat Surabaya terhadap sanitasi sudah baik,
Terhadap sebagian besar warga kota telah
Sanitasi (33%) memiliki jamban yang layak.
Pengolahan Kuantitatif Kesadaran warga Kota Surabaya 18.5%
Limbah Cair terhadap pengolahan limbah cair
(33%) dengan menggunakan tangki septik
untuk menjaga lingkungan sudah cukup
tinggi. Namun perlu disosialisasikan
kembali pentingnya tangki septik untuk
lingkungan.
69

Tabel 30 Evaluasi kategori Sanitation (lanjutan)


Indikator Tipe Data Evaluasi Bobot
Kebijakan Kualitatif Pemerintah Kota Surabaya telah 25.6%
Sanitasi (33%) melakukan beberapa upaya dalam
meningkatkan akses terhadap sanitasi
oleh warga seperti memfasilitasi tempat
sampah dan tangki septik yang
memadai dan layak. Program
perumahan dan pemukiman untuk
RPJMD Kota Surabaya tahun 2006-
2010 telah dilaksanakan. Program
tersebut bertujuan untuk menunjang
warga yang terkendala finansial agar
dapat mengakses sanitasi lebih baik.
Total Bobot 75.8%

Kategori Sanitation mendapatkan persentase sebesar 75.8% dan masuk


kedalam kategori diatas rata-rata. Pemerintah memperhatikan permasalahan
pembangunan dan pemukiman yang dapat merancu pada sanitasi. Upaya-
upaya pemerintah dalam menangani permasalah sanitasi telah berjalan cukup
baik. Berdasarkan data dari SLHD Kota Surabaya masyarakat yang telah
mengakses sanitasi jamban sehat dan layak mencapai 90% dari jumlah rumah
tangga.
Tabel 31 Evaluasi kategori Air Quality
Indikator Tipe Data Evaluasi Bobot
NO2 Kuantitatif Kadar senyawa NO2 di Kota Surabaya masih 21.5%
dalam ambang batas normal atau aman.
Pemerintah terus berupaya dalam mereduksi
senyawa NO2 yang telah menjadi polutan
diudara.
SO2 Kuantitatif Tingkat senyawa SO2 di Kota Surabaya masih 21%
dalam ambang batas aman/normal. Tetap ada
upaya dalam penanggulangan terjadinya
peningkatan senyawa SO2.
PM10 Kuantitatif Sumber penghasil terhadap tingkat senyawa 23.5%
PM10 diudara dihasilkan oleh kendaraan
bermotor dan aktivitas industri. Hingga saat ini
tingkat senyawa tersebut masih dalam batas
ambang aman. Namun perlu adanya
pencegahan terhadap peningkatan senyawa
tersebut.
70

Tabel 31 Evaluasi kategori Air Quality (lanjutan)


Kebijakan Kualitatif Peningkatan Ruang Terbuka Hijau 23.3%
Kebersihan (RTH) di Kota Surabaya telah berhasil
Udara membantu mereduksi jumlah polutan.
Beberapa bentuk upaya
pengawasan/pemantauan kualitas udara
dan tindakan dalam mereduksinya sudah
ditangani dengan baik oleh pemerintah,
swata, dan masyarakat.
Total Bobot 89.5%

Kategori Air Quality memiliki persentase sebesar 89.5% dan masuk


dalam kategori sangat diatas rata-rata. Hal ini dikarenakan pemerintah kota
gencar dalam meningkatkan luas Ruang Terbuka Hijau dan berhasil
mereduksi polutan yang dikeluarkan kendaraan bermotor dan aktivitas
industry. Pengawasan terhadap peningkatan polutan juga terus ditingkatkan
dengan bantuan alat Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) yang
dilakukan oleh Badan Lingkungan Hidup Kota Surabaya. Upaya-upaya
tersebut membantu dalam mereeduksi dan mencegah terjadinya peningkatan
pencemaran udara yang dapat membahayakan kesehatan warga kota.
Tabel 32 Evaluasi kategori Environmental Governance
Indikator Tipe Data Evaluasi Bobot
Pengelolaan Kualitatif Pemerintah Kota Surabaya dalam 19.3%
Lingkungan menerapkan kebijakan pengelolaan
lingkungan hingga saat ini sudah sangat
baik. Program-program yang telah
dilaksanakan berhasil mencapai tujuan
walaupun masih terdapat kekurangan
dalam penerapan dan keberlanjutan setelah
terlaksananya pogram tersebut, seperti
masih terjadinya pelanggaran terhadap
IMB dan lain sebagainya.
Pengawasan Kualitatif Pengawasan yang telah dilakukan oleh 25.6%
Lingkungan pemerintah kota Surabaya telah berjalan
dengan baik. Upaya seperti penghargaan
terkait lingkungan berhasil diraih dan
penerapan yustisi kebersihan berjalan
cukup lancar, walaupun terdapat kendala
seperti hanya dibeberapa lokasi saja
penerapanya, kurang menyebar dan masih
kurangnya tenaga dalam pelaksanaan
program tersebut.
71

Tabel 32 Evaluasi kategori Environmental Governance (lanjutan)


Partisipasi Publik Kualitatif Masyarakat cukup antusias 33%
dalam keikutsertaannya untuk
menjaga lingkungan. Program-
program pemerintah telah
berhasil merangkul masyarakat
untuk peduli terhadap
lingkungan, seperti program
Bersih-Bersih Kali Suroboyo
dan acara Green and Clean.
Total Bobot 77.9%

Kategori Environmental Governance berhasil mendapatkan persentase


sebesar 77.9% yang masuk dalam kategori diatas rata-rata. Hal ini disebabkan
adanya antusiasme yang tinggi dari masyarakat kota dalam mendukung aksi
hijau lingkungan. Dapat dilihat dari jumlah penghargaan yang diterima oleh
Kota Surabaya dalam aksi melestarikan dan menjaga lingkungan salah
satunya penghargaan Adipura yang diraih sebanyak enam kali berturut-turut
dari tahun 2006 hingga 2011, dan program Bersih-Bersih Kali Suroboyo
yang berhasil mengikutsertakan sebanyak 70.000 partisipan dari beberapa
golongan. Adanya aktivitas sosial lingkungan yang didukung oleh pemerintah
atau non-pemerintah, sangat baik dalam membangun Kota Hijau yang
berkelanjutan.
Total persentase dari seluruh kategori adalah sebesar 65.5% dan masuk
kedalam kategori diatas rata-rata. Pengelompokan kinerja Kota Surabaya dari
setiap kategori dalam menerapkan Kota Hijau berdasaarkan Asian Green City
Index dapat dilihat pada Tabel 33.
Tabel 33 Kinerja Kota Surabaya dalam menerapkan konsep Kota Hijau
Kategori Sangat Dibawah Rata-Rata Diatas Sangat
Dibawah Rata-Rata Rata- Diatas
Rata-Rata Rata Rata-Rata
0-20% 20-40% 40-60% 60-80% 80-100%
Energy and CO2
Land use and
Buildings
Transport
Waste
Water
Sanitation
Air Quality
Environmental
Governance
Hasil keseluruhan

Index of Happiness
Index of Happiness merupakan indeks dalam mengukur kebahagian
seseorang yang diukur dari pendapatan dan kenyaman sesorang tesebut
tinggal. Namun dalam penelitian ini, Index of Happiness diukur dari
72

kebahagiaan yang membuat seseorang nyaman tinggal dalam suatu kota yang
dinilai dari beberapa aspek fisik, lingkungan, transportasi dan infrastruktur
serta utilitas kota.
Pengambilan sampel diambil dari 100 responden dari beberapa
golongan masyarakat Kota Surabaya dan hasil sampel menyatakan bahwa
sebanyak 70 responden menyatakan sangat bahagia tinggal di Surabaya, 25
responden bahagia, dan sisanya sebanyak 5 responden kurang bahagia.
Pernyataan responden yang menyatakan bahagia dikarenakan aspek
infrastruktur dan utilitas yang cukup memenuhi kebutuhan masyarakat.
Aspek infrastruktur dan utilitas tersebut merupakan kebutuhan konsumsi
energi listrik dan air yang disediakan oleh Kota Surabaya. Sedangkan aspek
terendah untuk penilian kurang bahagia dihasilkan dari aspek transportasi dan
lingkungan. Aspek fisik memperoleh nilai bahagia, dikarenakan penilaian
aspek perluasan RTH cukup memberikan kebahagiaan dan kenyamanan bagi
masyarakat.
Faktor-faktor yang dinilai sebagai penyebab masyarakat tidak bahagia
secara umum adalah masalah lingkungan seperti penumpukan sampah,
pembuangan sampah ke sungai dan drainase yang menyebabkan pencemaran
air dan udara. Lalu masalah transportasi berupa kualitas angkutan umum yang
tidak mampu memenuhi kebutuhan masyarakat untuk berpindah tempat,
sehingga sebagian beralih kekendaraan pribadi dan menyebabkan kemacetan.
Gambar 37 menunjukan jumlah dan persentase dari tingkat
kebahagiaan masyarakat Kota Surabaya. Perlu adanya analisis statistik lebih
lanjut untuk mengetahui keterkaitan kinerja yang telah dilakukan oleh
pemerintah kota dalam upaya mewujudkan Kota Hijau dengan tingkat
kebahagiaan masyarakat.

KURANG
BAHAGIA

BAHAGIA

SANGAT
BAHAGIA;
70%

Gambar 37 Pie chart tingkat kebahagiaan masyarakat Kota Surabaya


terhadap lingkungan sekitar

Green Initiatives

Green initiatives merupakan bentuk rekomendasi dari hasil evaluasi


yang telah didapatkan. Beberapa konsep perencanaan dan perancangan
berasal dari pemikiran peneliti dan dari berbagai ahli yang disesuaikan
73

dengan kategori masing-masing. Berikut beberapa rencana green initiatives


terhadap setiap kategori Asian Green City Index.

Energy and CO2


Penerapan konsep hemat energi dan efisiensi karbon dapat dilakukan
dengan cara penekanan terhadap konsumsi listrik pada rumah tinggal. Salah
satu solusi yang ditawarkan untuk konsep ini adalah site design. Menurut
Prianto (2007) penerapan site design seperti aspek iklim eksterior, tanaman
dan air dalam penerapan desain rumah inggal dan taman berkontribusi penuh
dalam penghematan energi. Teori tersebut diperkuat oleh Pranoto (2008)
bahwa site design yang diinterpretasikan sebagai lanskap dinilai merupakan
strategi yang potensial dalam mewujudkan konsep desain berkelanjutan.
Gambar 38 merupakan contoh visualisasi 3D untuk konsep site design yang
akan diterapkan di pemukiman.

Gambar 38 Site Design pada rumah tinggal

Land use and Buildings


Pengembangan wilayah dan penggunaan lahan harus dilakukan
dengan bijak dan kembali kepada RTRW yang telah ditetapkan. Penegasan
terhadap bangunan yang tidak memiliki IMB untuk menekan aksi
penyalahgunaan lahan yang dapat merusak lingkungan serta pembuatan
hunian vertikal dengan konsep one stop living sebagai hunian yang
terintegrasi dengan kebutuhan pengguna dan bertujuan untuk mencegah
terjadinya pemukiman padat dan kumuh. Gambar 39 merupakan contoh dari
visualisasi 3D dengan konsep one stop living yang akan diterapkan pada
hunian vertikal di Surabaya.

Gambar 39 Konsep hunian one stop living


74

Transport
Penggunaan transportasi umum harus ditingkatkan untuk mengurangi
angka pemakaian kendaraan pribadi yang semakin mendominasi kemacetan.
Sebuah perancangan jalur yang terintegrasi serta desain halte atau spot
pemberhentian yang mengutamakan nilai estetik dan fungsionalnya, mampu
mendorong minat masyarakat untuk beralih menggunakan transportasi umum.
Gambar 40 merupakan contoh visulisai 3D dengan konsep transportasi yang
terintegrasi dengan pedestrian dan moda angkutan umum lainnya.

Gambar 40 Konsep jalur dan transportasi terintegrasi

Waste
Solusi dalam menghadapi permasalahan sampah adalah dengan
mengembangkan sistem pengelolaan sampah setempat seperti bank sampah
dan sistem terpusat, lalu perbaikan pola operasional pelayanan seperti
pewadahan, pengumpulan, pemindahan, hingga pengangkutan dan
pembuangan akhir (Nopiyanto 2009). Jumlah bank sampah di Kota Surabaya
tahun 2014 mencapai 180 unit. Jumlah tersebut hingga saat ini masih
terbilang kurang cukup dan efektif dalam menangani permasalahan sampah
di Kota Surabaya. Butuh setidaknya 8758 bank sampah untuk mencapai
kefektifan dalam menangani permasalahan sampah. Rumus untuk mencari
jumlah bank sampah yang ideal adalah sebagai berikut (Bagea 2014).
Vp = jumlah penduduk × efektivitas bank sampah
Vp = 2 819 095 × 0.2417 kg/org/hari
Vp = 681375.26 kg/org/hari
Vp
mencari kebutuhan bank sampah =
kapasitas bank sampah
681375.26 kg/org/hari
=
77.8 kg/hari
= 8758.03 unit
Keterangan;
Vp : potensi volume sampah terkumpul di bank sampah perhari
Efektivitas bank sampah : 0.2417 kg/org/hari
Kapasitas bank sampah : 53.47 kg/hari-77.8 kg/hari
Jumlah penduduk Kota Surabaya : 2 819 095 jiwa
75

Tempat pembuangan akhir (TPA) Benowo telah menggunakan sistem


sanitary landfill sehingga permasalahan air lindi sudah diperhatikan, namun
bau yang dikeluarkan dari sampah yang terbawa oleh angin menyebabkan
aroma yang tidak sedap disekeliling kawasan TPA benowo. Penggunaan
tanaman aromatik dalam mereduksi serta memfilter aroma yang terbawa oleh
angin merupakan ssalah satu solusi yang dapat dilakukan. Tanaman aromatik
sendiri merupakan tanaman yang mampu mengeluarkan aroma yang berasal
dari minyak essensial, adapaun tanaman aromatik yang dapat digunakan
antara lain Ki lemo (Litsea cubeba), Kemuning (Murraya paniculata), Kaca
Piring (Gardenia Jasminoides), dan Sri Gading (Nycanthes arbotrithis).
Selain memberi efek menyegarkan dalam mereduksi aroma yang tidak sedap,
tanaman tersebut dapat memberi nilai visual yang baik. Gambar 42
merupakan contoh pola operasional pelayanan sampah dengan sistem terpusat.

Gambar 41 Pola operasional pelayanan sampah terpusat


Sumber : Bappeko Surabaya
Water
Peningkatan kualitas air yang berguna untuk konsumsi air, dapat
ditempuh dengan melakukan naturalisasi sungai. Naturalisasi sungai
merupakan upaya terhadap sumberdaya air dengan meningkatkan daya
tampung air oleh badan sungai sehingga sumberdaya air bisa bertahan lebih
lama untuk dimanfaatkan sebagai sumber kehidupan (Arifin 2014). Selain itu
bantaran sungai dibuat dengan konsep wetland yang berfungsi untuk
mereduksi polutan yang akan masuk ke badan air. Selain itu bantaran sungai
juga dapat dimanfaatkan sebagai area rekreasi seperti taman lingkungan, dan
waterfront landscape, dan untuk fungsi ekologisnya dapat dibuat rekayasa
lanskap yang berguna untuk menampung air dengan memperlambat arus air
sungai. Gambar 42 merupakan contoh visualisasi 3D dari konsep naturalisasi
sungai dan bantaran sungai dibuat dengan konsep wetland.

Gambar 42 Konsep naturalisasi sungai


76

Sanitation
Pembangunan harus memperhatikan aspek sanitasi yang layak dan
memadai dengan memperhatikan kepadatan penduduk serta kondisi eksisting
kawasan yang akan dilayani, sehingga mampu dalam menjaga kebersihan dan
kesehatan warga. Penggunaan tangki septik pada jamban dan pembuangan
limbah domestik harus lebih ditingkatkan. Gambar 43 merupakan contoh dari
pola pemilahan sampah untuk sanitasi.

Gambar 43 Pola pemilahan sampah


Sumber : Google.com

Air Quality
Optimasi Ruang Terbuak Hijau (RTH) dalam mereduksi polutan,
dapat dilakukan dengan cara menanam jenis vegetasi penjerap dan penyerap
polutan. Vegetasi jenis semak hingga pohon dapat ditanam disepanjang
median jalan, pocket park, traffic park dan pedestrian. Beberapa contoh
vegetasi semak seperti Draceana marginta yang mampu menyerap formalin
dan benzene dan Sansevieria trifasciata yang mampu menyerap formaldehida,
NO, dan polutan lainnya. Sedangkan untuk vegetasi pohon dapat ditanam
vegetasi Hibiscus tiliaceus yang mampu dalam menyerap serta menjerap
berbagai macam polutan, lalu Casurina equisatifolia yang bermanfaat dalam
menyerap berbagai polutan gas. Gambar 44 merupakan contoh visualisasi 3D
open space atau taman dengan tanaman penyerap polutan dan landmark
suroboyo sebagai point of interest dalam taman.

Gambar 44 Penanaman vegetasi di taman kota


77

Environmental Governance
Pengelolaan lingkungan harus dilandasi dengan visi perlindungan dan
pelestarian fungsi lingkungan hidup dalam melaksanakan pembangunan
berkelanjutan. Partisipasi masyarakat perlu diapresiasi dengan memberi
reward atas usahanya, dan mendukung ide atau gagasan yang bertemakan
lingkungan demi kemajuan dan keberlanjutan kota. Gambar 45 merupakan
contoh penerapan acara Green and Clean Surabaya.

Gambar 45 Penganugerahan acara Green and Clean Surabaya


Sumber : DKP Surabaya
78

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan
Hasil dari kinerja Kota Surabaya dalam menerapkan konsep Kota
Hijau berdasarkan Asian Green City Index adalah 65.5% dengan penerapan
dan upaya tertinggi pemerintah Kota Surabaya terdapat dalam kategori Air
Quality sebesar 89.5% lalu kategori terendah adalah Waste sebesar 42.7%.
Dalam usaha untuk mengimplementasikan beberapa upaya dan meningkatkan
kinerja pemerintah, tidak terlepas dari adanya intervensi dari pengembang
atau pihak swasta dan masyarakat.
Tingkat atau persentase kebahagiaan untuk tinggal di Kota Surabaya
sebesar 70% sangat bahagia, 25% bahagia, dan 5% kurang bahagia. Aspek
infrastruktur dan utilitas menjadi aspek dengan pernyataan sangat bahagia
oleh masyarakat dikarenakan efek dan kenyamanan dari aspek tersebut telah
dirasakan langsung, sedangkan untuk aspek fisik mendapat pernyataan
bahagia, dinilai dari ruang terbuka hijau yang semakin berkembang, lalu
aspek transportasi dan lingkungan menempati aspek tidak bahagia,
disebabkan oleh ketidaknyaman terhadap fasilitas dan kebersihan lingkungan
Kota Surabaya.
Saran
Perlu adanya sebuah kolaborasi yang dikoorDinasi oleh pemerintah
langsung kepada pihak swasta dan masyarakat dalam mengembangkan
konsep Kota Hijau. Pemerintah sebagai pemangku kebijakan harus bertindak
tegas dan nyata sesuai peraturan yang berlaku dalam memenuhi kebutuhan
warganya, lalu pihak swasta berperan sebagai mitra dalam mengembangkan
pembangunan yang dilandasi oleh RTRW yang telah ditetapkan, dan
masyarakat berperan sebagai warga Kota Surabaya yang baik dalam
mendukung pelaksanaan kebijakan pemerintah untuk mengembangkan
pembangunan berbasis lingkungan dan berkelanjutan serta menjaga dan
melestarikan lingkungan sekitarnya.
79

DAFTAR PUSTAKA
[BAPPEKO] Badan Perencanaan Pembangunan dan Pengembangan Kota
Surabaya.2013. Green City MasterPlan 2013. [Laporan]
[BAPPEKO] Badan Perencanaan Pembangunan dan Pengembangan Kota
Surabaya.2013. Launching Green Building Awareness Award; Tujuan,
Thapan dan Mekanisme Lomba 2013. [Laporan]
[BLHD] Badan Lingkungan Hidup Daerah Kota Surabaya. 2012. Status
Lingkungan Hidup Kota Tangerang Selatan Tahun 2012 [Laporan]
[DISHUB] Dinas Perhubungan Kota Surabaya. 2013. Potensi Angkutan
Umum Kota Surabaya. 2013 [Laporan]
[DKP] Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya. 2013. Pengelolaan
Kebersihan dan RTH di Kota Surabaya. 2013 [Laporan]
[DKP] Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya. 2014. Jumlah
Sebaran Fasilitas Pertamanan Kota Surabaya. 2014 [Laporan]
[DPU] Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Pematusan. 2014. Penataan
Jalur Pejalan Kaki yang Ramah Lingkungan (Pedestrian). 2014.
[Laporan]
[KPU] Kementrian Pekerjaan Umum. 2013. Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum Republik Indonesia Nomor 03/PRT/M/2013 Tentang
Penyelenggaraan Prasarana dan Prasarana Persampahan Dalam
Penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah
Rumah Tangga [Internet]. [Diunduh pada 13 Juni 2014]. Tersedia
pada: http:/pu.go.id
[KLH] Kementrian Lingkungan Hidup. 2012. Keputusan Menteri
Lingkungan Hidup Nomor 112 Tahun 2003 Tentang Baku Mutu Air
Limbah Domestik [Internet]. [Diunduh pada 13 Juni 2014]. Tersedia
pada: http://Menlh.go.id
[PDAM] Perusahaan Daerah Air Minum Surya Sembada Surabaya. 2013.
Data Pelanggan dan Pemakaian PDAM Surabaya. 2013. [Laporan]
[PDAM] Perusahaan Daerah Air Minum Surya Sembada Surabaya. 2014.
Laporan Harian Air Produksi Januari-Februari 2014 PDAM Surabaya.
2014. [Laporan]
[PLN] Perusahaan Listrik Negara. 2014. Laporan Penjualan Tenaga Listrik
Versi Pusat Total Maret Surabaya. 2014. [Laporan]
[Penulis tidak diketahui]. Materi Pelatihan Berbasis Kompetensi Bidang
Persampahan (Balai Teknik Air Minum dan Sanitasi Wilayah 2,
Wiyung – Surabaya, 2010) [Internet]. [Diunduh pada 06 Juli 2014].
Tersedia pada: http://Sanitasi.or.id
[IAP]. Indonesia Asociation of Urban Regional Planners. Indonesia Most
Liveable City Index. 2011. [Internet]. [Diunduh pada 14 April 2014].
Tersedia pada: http://earoph.info
Bagea. 2014. Evaluasi Penerapan Konsep Kota Hijau di Kota
Tangerang. [skripsi]. Departemen Arsitektur Lanskap Fakultas
Pertanian Bogor. Bogor: Institut Pertanian Bogor
Arifin. 2014. Terbuka Biru (RTB) untuk Pengendali Banjir. [Internet].
Diakses pada 2 Oktober 2014. Tersedia pada
http://news.ipb.ac.id.
80

Balai Informasi Penataan Ruang Direktorat Jenderal Penataan Ruang


Kementrian Pekerjaa Umum. Daya Dukung Lingkungan. [Internet].
[Diunduh pada 30 September 2014]. Tersedia pada:
http://werdhapura.penataanruang.net
Denig S. 2011. Asian Green City Index: Assessing the Environmental
Performance of Asia’s Major Cities. Munich: Siemens AG
Ernawi. 2012. Gerakan Kota Hijau. Buletin Tata Ruang edisi Januari -
Februari. [Internet]. Diakses pada 29 September 2013.
Joga N, Ismaun I. 2011. RTH 30%: Resolusi (Kota) Hijau. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama.
Joga. 2013. Gerakan Kota Hijau. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Kurniawaty. 2011. Kajian Konsep Desain dan Rumah Tinggal Hemat
Energi. Departemen Pertanian Bogor. Bogor. Institut Pertanian
Bogor.
Sumardjito. [tahun tidak diketahui]. Permasalahan Perkotaan dan
Kecenderungan Perilaku Individualis Penduduknya. [Internet].
[Diunduh pada 5 Oktober 2014]. Tersedia pada:
http:/staff.uny.ac.id
81

LAMPIRAN

Lampiran 1 Kuesioner Penelitian

Departemen Arsitektur Lanskap


Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor

KUESIONER INDEX OF HAPPINESS


Dengan hormat,
Saya Adi Tri Wibowo, mahasiswa S1 Departemen Arsitektur Lanskap,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor yang sedang melakukan
penelitian mengenai EVALUASI PENERAPAN KONSEP KOTA HIJAU
DI KOTA SURABAYA di bawah bimbingan Dr. Ir Alinda FM Zain, M.Sc.
dalam rangka studi/tugas akhir ini, diperlukan dukungan serta kesediaan
Bapak/Ibu/Saudara/i untuk mengisi kuesioner ini.
Semua data yang terkumpul melalui kuesioner ini adalah untuk tujuan
akademis. Kami akan menjamin kerahasiaan data yang Bapak/Ibu/Saudara/i
berikan sesuai dengan kode etik. Untuk itu saya berharap pengisisan
kuesioner ini dapat dilakukan subjektif mungkin tanpa ada paksaan dari pihak
manapun.
Saya ucapkan terima kasih atas segala usaha dan waktu yang anda
luangkan dalam pengisisan kuesioner ini. Semoga hasil penelitian ini
bermanfaat bagi kita semua.
IDENTITAS RESPONDEN :
1. NAMA :
2. ALAMAT :
3. JENIS KELAMIN :
4. USIA :
5. PENDIDIKAN TERAKHIR :
6. PEKERJAAN :
82

⃰ Beri tanda √ pada kolom yang tersedia


⃰ Skala Penilaian Alasan
No. Pertanyaan (mohon diisi)
Setuju Kurang Tidak setuju
Setuju
(3) (2) (1)
Saya bahagia
1. karena
lingkungan
sekitar saya
bersih, indah
dan nyaman
Saya bahagia
2. karena kota ini
bebas dari
sampah (tidak
ada
penumpukan
sampah)
Saya bahagia
3. karena mudah
menemukan
tempat
sampah di
kota ini
Saya bahagia
4. karena
kurangnya
tingkat
pencemaran
lingkungan di
kota ini
Saya bahagia
5. karena ikut
berpartisipasi
dalam
menjaga dan
mengatasi
permasalahan
lingkungan
sekitar
(buang
sampah pada
tempatnya,
menanam
pohon, dll.)
Saya bahagia
6. karena di kota
ini rimbun dan
hijau
Saya bahagia
7. karena kota ini
sejuk
83

Saya bahagia
8. karena di kota
ini masih
memiliki
taman yang
indah & rapi.
Saya bahagia
9. karena dapat
menghirup
udara segar di
kota ini setiap
hari
Saya bahagia
10. karena
penataan kota
ini sangat baik
Saya bahagia
11. karena
menggunakan
angkutan
umum di kota
ini
Saya bahagia
12. karena mudah
mudah
menemukan
trotoar di kota
ini
Saya bahagia
13. karena trotoar
di kota ini
memiliki
penerangan,
lebar, aman,
dan nyaman
Saya bahagia
14. karena
aman dan
nyaman
mengendarai
sepeda di kota
ini
Saya bahagia
15. karena kota ini
bebas dari
kemacetan
Saya bahagia
16. karena
ketersediaan
energi listrik
yang memadai
84

Saya bahagia
17. karena air
bersih selalu
tersedia di
kota ini
Saya bahagia
18. karena dapat
menggunakan
air bersih
setiap hari
Saya bahagia
19. karena
mengurangi
pemakaian air
tanah
Saya bahagia
20. karena mampu
dalam
menghemat
energi listrik
dan air

Lampiran 2 Batasan penilaian


Skor Keterangan Batasan
0 Ada rencana belum ada Sudah ada aturan yang terdapat dalam
penerapan RTRW atau Peraturan Daerah
1 Ada aturan belum ada Sudah ada rencana belum adanya
penerapan/belum ada aturan penerapan atau sudah ada penerapan
sudah ada penerapan namun belum tercantum dalam RTRW
atau Peraturan Daerah
2 Ada aturan dengan penerapan Batasan penentuan skor berdasarkan
≤50% kriteria (lihat Lampiran)
3 Ada aturan dengan penerapan
>50%
85

Lampiran 3 Kriteria penilaian penerapan kualitatif


kategori Upaya Kriteria Penerapan Skor
Energy & Pengolahan  Dilaksanakan oleh Dinas √ 2
CO2 Sampah dan terkait
Limbah Tinja  Terdapat fasilitas Belum
Menjadi Energi penyimpanan daya tinggi tersedia
Listrik  Generator menghasilkan Belum
listrik dan listrik dialirkan dialirkan
ke rumah - rumah atau ke ke rumah
pabrik. warga
Solar cell pada  Diterapkan diseluruh PJU Masih 2
PJU & Traffic dan trafic light kota diterapkan
Light di pusat
kota
 Ramah lingkungan √
Land use Kepemilikan  Sesuai dengan rencana √ 3
and IMB Tata Ruang yang berlaku.
Buildings
 Sesuai dengan Garis √
Sempadan Bangunan
(GSB).
 Sesuai Garis Sempadan √
Sungai (GSS).
 Sesuai Koefisien Dasar √
Bangunan (KDB).

 Sesuai Koefisien Luas √


Bangunan (KLB).
 Sesuai dengan syarat- √
syarat keselamatan yang
ditetapkan bagi yang
menempati bangunan
tersebut.
Optimisasi  Kawasan hijau minimal √ 3
ruang terbuka 30% dari luas wilayah
hijau
 Kawasan Hijau meliputi √
Kawasan Hijau
Pertamanan
Kota,Kawasan Hijau
Hutan Kota, Kawasan
Hijau Rekreasi Kota,
Kawasan Hijau
Permakaman, Kawasan
Hijau Pertanian, Kawasan
Hijau Jalur Hijau, dan
Kawasan Hijau
Pekarangan
86

Lampiran 3 Kriteria penilaian penerapan kualitatif (lanjutan)


kategori Upaya Kriteria Penerapan Skor
Land use Optimisasi ruang  Sebagai penyeimbang √
and terbuka hijau iklim mikro
Buildings  sebagai fasilitas sosial √
Pengembangan  Berfungsi melindungi √ 3
kawasan lindung kelestarian
(Pamurbaya) lingkungan hidup
yang mencakup
sumber daya alam dan
sumber daya buatan
 Berprinsip dalam √
pembangunan
berkelanjutan dan
berwawasan
lingkungan
 Pengembangan √
kawasan dalam
pelaksanaanya
dilarang melakukan
kegiatan yang dapat
merusak lingkungan
Transport Pembuatan jalur  Terdapat dalam √ 3
sepeda kawasan padat
aktivitas
 Terhubung antar √
lokasi
 Terpisah dengan jalur Masih
sepeda motor dalam
kawasan
jalur
kendaraan
bermotor
 Terintergrasi dengan √
jalur pedestrian
Pengembangan  Pengawasan 24 jam Tidak 2
pedestrian dan diketahui
pembuatan  Dapat mengawasi Belum
jembatan hampir disetiap sudut mencakup
penyebrangan setiap
sudut
yang dilengkapi
 Pedestrian aman dan √
cctv disetiap nyaman
sudut  Terdapat vegetasi √
yang mempengaruhi
iklim mikro
87

Lampiran 3 Kriteria penilaian penerapan kualitatif (lanjutan)


Kategori Upaya Kriteria Penerapan Skor
Waste Mengembangkan  Jauh dari kawasan √ 3
sistem sanitary padat pemukiman
landfill di TPA  Mengedepankan aspek √
Benowo lingkungan dan kesehatan
 Aksesibilitas terjangkau √
 Terdapat alat pemadat √
tanah
Pengembangan  Lokasi berada di daerah √ 3
IPLT bebas banjir
 Lokasi jauh dari pusat √
kota
 Terdapat bak pemisah √
lumpur (Solid
Separation
Chamber/ssc)
 Terdapat Balacing Tank √
Pengembangan  Lokasi berada di daerah Masih 2
TPS Indoor bebas banjir terjadi
Underground genangan
Container di dan banjir
Tambak Rejo ketika
hujan
 Lokasi jauh dari pusat √
kota
 Mngedepankan aspek √
lingkungan dan
kesehatan
 Aksesibilitas terjangkau Belum
terjangkau
Bank sampah  Telah dilakukan Sudah 2
diseluruh rumah tangga dilakukan
di seluruh
kecamatan,
namun
belum
diseluruh
rumah
tangga
 Jumlah bank sampah Baru
ideal untuk di Kota mencapai
Surabaya sebanyak 180 unit
8758.03 unit
 Dibawah naungan √
pemerintah
 Dikelola langsung oleh √
masyarakat
88

Lampiran 3 Kriteria penilaian penerapan kualitatif (lanjutan)


Kategori Upaya Kriteria Penerapan Skor
Waste Komunitas  Tersebar diseluruh Tersebar 3
rumah kompos kelurahan sebanyak
21 unit di
31
kecamatan
 Dibawah naungan √
pemerintah
 Dikelola langsung oleh √
warga
 Terdapat POKMAS dan √
relawan kebersihan
lingkungan yang selalu
aktif
Water Pengembangan  Kapasitas maksimal 400 Baru 3
sistem Sludge m3/hari (Bappeko mencapai
Treatment Surabaya) 130
Instalation (STI) m3/hari
 Terdapat fasilitas solid √
separation chamber
 Terdapat fasilias settling √
tank
 Terdapat failitas drying √
bed and return sludge
Program bersih -  Diikuti oleh warga √ 3
bersih Kali sebagai peserta
Suroboyo  Tujuan dan manfaat √
program untuk
kesejahteraan
lingkungan
 Diadakan atau didukung √
oleh pemerintah
 Adanya pengawasan √
keamanan
Optimisasi dan  Terdapat pengembangan Masih 3
revitalisasi transportasi sungai dalam
bantaran rencana
sungai  Sebagai kawasan √
perlindungan setempat
 Berfungsi sebagai aliran √
air dan kualitas air
 Berfungsi sebagai √
pencegah banjir
89

Lampiran 3 Kriteria penilaian penerapan kualitatif (lanjutan)


Kategori Upaya Kriteria Penerapan skor
Water Rehabilitasi  Mampu mencegah Masih 2
saluran air genangan atau banjir terjadi
genangan
 Dilakukan diseluruh Masih
saluran air Kota Surabaya dilakukan
dikawasan
rawan
genangan
dan pusat
kota
 Drainase menggunakan √
sistem polder
 Dikelola langsung oleh √
pemerintah
Pengembangan  Luas ditentukan √ 3
boezem berdasarkan RDTRK dan
RDTRK
 Bertujuan dalam √
meningkatkan kinerja
saluran pematusan
 Pengembangan bertujuan √
untuk kepentingan
ekologi, kepentingan
teknis, dan sosial-
ekonomi
 Dilengkapi dengan Belum
penyediaan prasarana tersedianya
dan sarana penunjang sarana dan
prasarana
penunjang
Sanitation Peningkatan  Tersedia diseluruh kota Masih 2
ketersediaan tersedia
tempat hanya di
sampah yang pusat kota
memadai dan  Terdapat pemilahan 3R Belum
adanya
sehat
pemilahan
3R, masih
pemilahan
anorganik
dan
organik
 Mudah diakses oleh √
petugas kebersihan
 Memiliki wadah yang √
tertutup, tidak terbuka
sembarang
90

Lampiran 3 Kriteria penilaian penerapan kualitatif (lanjutan)


Kategori Upaya Kriteria Penerapan Skor
Sanitation Peningkatan  Adanya kegiatan yang √ 2
penggunaan terjadwal dalam
tangki septik pengurasan tangki
dan tangki septik
peresapan pada  Terdapat mobil tinja Mobil tinja
jamban dikelola
oleh pihak
swasta (PT.
Sumber
Organik)
 Sudah diterapkan Baru
diseluruh rumah tangga 89.3 %
dari 55%
rumah
tangga
 Berfungsi dalam √
menangani limbah dan
pengelolaanya dalam
skala rumah tangga
Pengembangan  Tersebar di seluruh Baru 3
instalasi kecamatan tersebar
pengolahan di 24
limbah tinja kecamata
(IPAL). n
 Dibawah naungan √
pemerintah
 Hasil dari IPAL √
memiliki nilai
fungsional
 Tersedia di instansi √
kesehatan
Air quality Uji emisi  Dilaksanakan di √ 3
beberapa titik lokasi
 Pemeberian sanksi √
terhadap pelanggaran
ambang batas
 Dilakukan diseluruh Masih
kota dilaksana
kan di
pusat
kota
 Dilakukan minimal √
setahun sekali/rutin
91

Lampiran 3 Kriteria penilaian penerapan kualitatif (lanjutan)


Kategori Upaya Kriteria Penerapan Skor
Air quality Pengembangan  Pengembangan bertujuan √ 3
hutan kota dalam mengatur iklim
mikro dan resapan air
 Berfungsi sebagai wisata √
alam dan edukasi
 Sudah mampu dalam Belum
memperbaiki lingkungan secara
maksimal
Monitoring  Monitoring setiap 30 √ 3
kualitas udara menit sekali
dengan  Hasil langsung √
menggunakan alat terkoneksi dengan Badan
indeks standar Lingkungan Hidup
pencemaran udara (BLH)
(ISPU)  Masyarakat mudah dalam √
memvisualisasikan
monitoring ISPU
 Terdapat di beberapa √
ttitik lokasi
Mengembangkan  Terdapat koridor Masih 2
sistem pedestrian penghubung dengan dalam
yang terintegrasi angkutan massal rencana
dengan angkutan  Terdapat halte √
massal. transportasi massal
 Terkoneksi antar jalur √
pedestrian
 Terdapat sarana dan sarana dan
prasarana penunjang prasarana
(CCTV, penerangan, penunjang
tempat sampah, dll) standar
seperti
penerangan
dan tempat
sampah
Environmental Revitalisasi ex.  Memiliki nilai √ 3
Governance Stasiun Pengisisn estetika dan
Bahan Bakar fungsional
Umum (SPBU)  Mampu √
menjadi taman mengurangi
dampak terhadap
lingkungan
 Jenis vegetasi √
disesuaikan
dengan poal
penggunaan
92

Lampiran 3 Kriteria penilaian penerapan kualitatif (lanjutan)


Kategori Upaya Kriteria Penerapan Skor
Environmental  Mampu √
Governanve meningkatkan
hubungan sosial
masyarakat
Pengelolaan  Dilakukan oleh √ 2
infrastruktur kota instansi terkait
 Dilaksanakan √
secara
rutin/terjadwal
 Mampu mencegah Masih
dampak dari terjadi
kerusakan genangan,
lingkungan banjir dll
 Mampu memberi Masih
kesan kota yang terjadi di
bersih dan estetik pusat kota
Adipura Kencana  Penilaian dilakukan √ 3
secara rutin setiap
setahun sekali
 Adanya partisipasi √
publik dan
organisasi berbasis
lingkungan dalam
hal pengawasan dan
pengelolaan
lingkungan
 Pernah memenuhi √
kriteria penilaian
 Hasil penilaian √
dipublikasikan
Adiwiyata  Penilaian dilakukan √ 3
secara rutin setiap
setahun sekali
 Adanya partisipasi √
sekolah sebagai
peserta
 Hasil penilaian √
dipublikasikan
Surabaya Green  Acara bertemakan √ 3
and Clean lingkungan
 Peserta adalah √
masyarakat Kota
Surabaya
 Mampu memberi √
kesan positif dalam
menjaga serta
melestarikan
lingkunga terhadap
masyarakat
93

Lampiran 3 Kriteria penilaian penerapan kualitatif (lanjutan)


Kategori Upaya Kriteria Penerapan Skor
Environmental Surabaya Green  Hasil √
Governance and Clean dipublikasikan
Penanaman  Acara atas naungan √ 3
mangrove di atau persetujuan
muara Kali pemerintah
Surabaya bersama  Bertujuan dalam √
masyarakat menjaga
lingkungan
 Masyarakat √
berpartisipasi penuh
Car Free Day  Dilaksanakan √ 3
minimal seminggu
sekali
 Dilaksanakan di √
pusat
kota/strategis/padat
aktivitas
 Masyarakat √
berpartisipasi penuh
 Tidak √
menggunakan
kendaraan bermotor
selama acara
berlangsung
94

RIWAYAT HIDUP

Adi Tri WIbowo dilahirkan di Bandar Lampung, Lampung, pada


tanggal 18 Januri 1992. Merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara dan dari
pasangan Arif Santoso dan Nunung Jubaedah. Penulis menempuh pendidikan
formal yang diawali pada tahun 1997 di TK Beringin Raya, Bandar Lampung
lalu pada tahun 1998 penulis melanjutkan pendidikan di SDN 1 Beringin
Raya, Bandar Lampung hingga tahun 2004. Pada tahun 2004 penulis
melanjutkan pendidikan di SMPN 1 Bandar Lampung dan pada tahun 2007
penulis menlanjutkan pendidikan di SMAN 3 Bandar Lampung hingga pada
tahun 2010 penulis diterima melalui jalur masuk Undangan Seleksi Masuk
Institut Pertanian Bogor (USMI) di Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Penulis pernah meraih juara 3 mendesain yang diselenggarakan oleh
Fakultas Pertanian, Universitas Lampung pada tahun 2009. Penulis pernah
menjadi panitia Back to Village (BTV) yang diselenggarakan oleh organisasi
mahasiswa daerah Lampung (KEMALA) sebagai anggota divisi acara dan
koordinator lapangan. Penulis pernah menjabat sebagai ketua umum
organisasi mahasiswa daerah Lampung (KEMALA) periode 2011-2012.
Dalam lingkup jurusan, penulis pernah menjadi pengurus kepanitiaan ARL
Shaum Station 2011 sebagai anggota divisi acara, lalu panitia masa
perkenalan Departemen Arsitektur Lanskap tahun 2012 sebagai PJK, dan
panitia Fieldtrip 2012 sebagai ketua pelaksana. Pada tahun 2013 penulis
pernah menjabat sebagai pengurus Himpunan Arsitektur Lanskap
(HIMASKAP) pada bagian Badan Pengawas Himpunan (BPHIM) , panitia
HPS angkatan 44 tahun 2013 sebagai ketua divisi logistik dan transportasi,
ketua umum komunitas musik ARL (Landcoustic) periode 2013-2014, dan
ketua divisi pesisir komunitas pencinta alam ARL (KOALA). Selain
mengikuti organisasi dan kepanitiaan, penulis pernah menjadi asisten untuk
mata kuliah Dasar-Dasar Arsitektur Lanskap (ARL200 ) dan Analisis Tapak
(ARL 310) di Departemen Arsitektur Lanskap pada tahun 2014.

Anda mungkin juga menyukai