Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

"DECOMPENSASI CORDIS"

A. Tinjauan Tori
1. Pengertian
Gagal jantung kongestif (decompensasi cordis) adalah ketidakmampuan jantung
untuk memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan
jaringan terhadap oksigen dan nutrien.(Diane C. Baughman dan Jo Ann C. Hockley,
2000).
Gagal jantung adalah keadaan dimana jantung tidak mampu lagi memompakan darah
secukupnya dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi badan untuk keperluan
metabolisme jaringan tubuh pada keadaan tertentu sedangkan tekanan pengisian
kedalam jantung masih cukup tinggi.( Soeparman IPD II 1987, 193 ). 
Gagal jantung merupakan suatu keadaan dimana serambi kiri dan atau kanan  dari
jantung tidak mampu untuk memberikan keluaran yang cukup untuk memenuhi
kebutuhan jaringan dan menyebabkan terjadinya kongesti pulmonal dan sistemik
(Maryllin E Doengoes, rencana asuhan keperawatan 2000 ; 52).
Dari pengertian-pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa penyakit gagal jantung
merupakan suatu keadaan atau kondisi patofisiologis dimana jantung sebagai pompa
tidak mampu lagi memompakan darahnya dalam jumlah yang cukup untuk
memenuhi kebutuhan jaringan dalam melakukan metabolisme sehingga dapat
menyebabkan terjadinya kongesti pulmonal dan sistemik.

2. Anatomi Jantung
Jantung merupakan struktur kompleks yang terdiri dari jaringan fibrosa, otot-otot
jantung dan jaringan konduksi listrik. Jantung mempunyai fungsi utama untuk
memompa darah, hal ini dapat dilakukan dengan baik bila kemampuan otot jantung
untuk memompa cukup baik, sistem  katupnya sendiri dan irama pemompaan yang
baik. Bila ditemukan ketidaknormalan pada salah satu diatas maka akan
mempengaruhi efisiensi pemompaan dan kemungkinan dapat menyebabkan
kegagalan dalam memompa.
Jantung normal yang dibungkus oleh perikardium terletak pada mediastum medialis
dan sebagian tertutup oleh jaringan paru. Jantung melebar dibagian atas
dibandingkan dengan bagian bawah (apeks) dan terletak didalam dada dengan ujung
yang tumpul, dari apeks menonjol kedepan sebelah kiri. Bagian bawah jantung
terletak diatas diafragma, bagian depan dibatasi oleh sternum dan iga 3, 4 dan 5. 
Hampir 2/3 bagian jantung terletak disebelah kiri garis median sternum. Jantung
terletak diatas diafragma, miring kedepan dan apeks cordis berada paling depan
dalam rongga dada pada iga 4-5 dekat garis mid-clavikula kiri .  Berat jantung
tergantung pada umur, jenis kelamin, tinggi badan, lemak, epikardium dan nutrisi.
Terdapat tiga lapisan jantung yaitu :
1.   Epikardium, lapisan luar dari jantung, struktur sama seperti perikardium.
2.   Miokardium, lapisan tengah dari jantung terdiri dari otot berserat yang
bertanggung jawab atas kontraksi jantung .
3.    Endokardium, lapisan dalam dari jantung terdiri dari laoisan jaringan endotel
melapisi sebelah dalam dari bilik-bilik dan katup-katup jantung.

Dekompensasi Cordis ada 3 macam yaitu:


1. Decompensasi Cordis kiri
Decompensasi Cordis kiri terjadi karena gangguan pemompaan darah oleh
ventrikel kiri sehingga curah jantung kiri menurun dengan akibat tekanan pada
akhir diastolik dalam ventrikel kiri meningkat. Hal ini menjadi beban atrium kiri
dalam kerjanya mengisi ventrikel kiri saat diastolik, akibatnya terjadi kenaikan
rata-rata dalam atrium kiri. Tekanan atrium kiri yang meninggi menyebabkan
hambatan pada aliran masuknya darah dari vena-vena pulmonal. Bila terus
bertambah akan merangsang ventrikel kanan untuk berkompensasi dengan
melakukan hipertrofi dan dilatasi sampai batas kemampuan, bila beban tetap tinggi
dimana suatu saat tak teratasi lagi terjadilah gagal jantung kanan sehingga pada
akhirnya terjadilah gagal jantung kiri dan kanan.
2. Decompensasi Cordis kanan
Decompensasi Cordis kanan terjadi karena hambatan pada daya pompa ventrikel
kanan sehingga isi sekuncupnya menurun tanpa didahului adanya gagal jantung
kiri. Akibat tekanan dan volume akhir diastolik ventrikel kanan akan meningkat
dan menjadi beban bagi atrium dalam mengisi ventrikel kanan saat diastolik yang
berakibat naiknya tekanan atrium kanan dan dapat menyebabkan hambatan pada
aliran masuk darah dari vena kava superior dan inferior ke jantung pada akhirnya
menyebabkan bendungan pada vena – vena tersebut (vena jugularrs dan vena
porta) bila berlanjut terus maka terjadi bendungan sitemik yang lebih berat dengan
timbulnya edema tumit dan tungkai bawah serta asites.
3. Decompensasi Cordis Congestif
Decompensasi Cordis congestif terjadi bila gangguan jantung kiri dan kanan terjadi
bersamaan dengan ditandai adanya bendungan paru dan bendungan sistemik pada
saat yang sama.
Anatomi jantung  dapat dibagi dalam dua kategori :
1. Anatomi luar
Atrium dipisahkan dari ventrikel oleh sulkus koronaris (yang mengelilingi
jantung), pada sulkus ini berjalan arteri koroner kanan dan arteri sirkum fleksaki,
setelah dipercabangkan dari aorta.  Bagian luar kedua ventrikel dipisahkan sulkus
intra ventrikuler anterior  disebelah depan yang ditempati oleh arteri desenden
anterior kiri dan sulkus interventrikuler posterior  disebelah belakang yang
dilewati oleh arteri carotis desendens posterior.  Jantung dibungkus oleh jaringan
ikat tebal yaitu perikardium yang terdiri dari dua lapisan :
a. Lapisan perikardium viseralis, langsung melekat pada permukaan jantung
(epikardium).
b. Lapisan perikardium parietalis, melekat pada tulang dada disebelah depan dan pada
kolumna vertebralis dibelakang, kebawah pada diafraghma.
Kedua lapisan perikardium dipisahkan oleh cairan pelumas (10-20 ml), berfungsi
mengurangi gesekan pada gerakan memompa dari jantung. Kerangka jantung
merupakan jaringan ikat yang tersusun tampak pada bagian tengah jantung yang
merupakan tempat pijaran atau landasan ventrikel, atrium dan katup-katup jantung.
2. Anatomi dalam
Jantung terdiri dari 4 ruang :
a. Atrium kanan
Atrium kanan berfungsi sebagai tempat penyimpanan yang berasal dari vena kava
superior, vena kava inferior  dan sinus koronarius, tebal dinding atrium kanan ±2
mm dalam muara vena kava tidak ada katup-katup sejati yang memisahkan vena
kava dari atrium jantung hanyalah lipatan katup (pita otot rudimeter).  Selama fase
sistol, ventrikel darah mengalir kedalam jantung (atrium kanan) dan selama fase
diastol ventrikel darah mengalir dari atrium kanan ke ventrikel kanan melalui katup
trikuspidalis. Secara anatomis atrium kanan terletak agak kedepan dibanding
ventrikel kanan atau atrium kiri. 
b. Venrikel kanan
Letak ruang paling dalam rongga dada yaitu tepat dibawah corpus sternum,
berbentuk bulan sabit (pada potongan melintang) untuk menghasilkan kontraksi
bertekanan rendah, guna mengalirkan darah kedalam arteri pulmonalis untuk
memasuki sirkulasi pulmonal.  Ventrikel kanan berdinding tipis ± 4-5 (tebalnya 1/3
dari tebal dinding ventrikel kiri ).  Sirkulasi pulmonal merupakan sistem aliran
darah bertekanan rendah dengan resistensi kecil, oleh sebab itu ventrikel kanan
jauh lebih ringan dari ventrikel kiri. 
c. Atrium kiri
Atrium kiri menerima darah yang sudah dioksigenasi dari paru-paru melalui
keempat vena pulmonalis yang bermura pada dinding posterior-superior atau
posterolateral  masing-masing sepasang vena kanan dan kiri.  Letak atrium kiri
adalah di posterior–superior dari ruang jantung lain, tebal dindingnya ± 3 mm (>
lebih tebal dari dinding atrium kanan).  Antara vena pulmonalis dan atrium kiri
tidak ada katup sejati  perubahan tekanan dalam atrium kiri mudah membalik ke
dalam pembuluh paru-paru.  Darah mengalir dari atrium kiri kedalam  ventrikel kiri
melalui katup mitral (bikuspidalis).
d. Ventrikel kiri
Berbentuk lonjong seperti telur dimana bagian ujungnya mengarah keanteo inferior
kiri menjadi apeks jantung tebal dinding 2-3 kali lipat dinding ventrikel kanan,
sehingga menempati 75% masa otot jantung seluruhnya.  Otot yang tebal dan
bentuknya yang menyerupai lingkaran mempermudah pembentukan tekanan yang
tinggi selama ventrikel berkontraksi. Ventrikel kiri harus menghasilkan tekanan
yang cukup tinggi untuk mengatasi tahanan sirkulasi sistemik dan mempertahankan
aliran darah kejaringan jaringan perifer.
Katup jantung
Antara atrium, ventrikel dan pembuluh darah besar yang keluar dari jantung terdapat
katup:
a. Katup atrioventrikularis
Daun katup halus tapi tahan lama terletak antara atrium dan ventrikel, katup
trikuspidalis terletak antara atrium dan ventrikel kanan mempunyai 3 buah daun
katup. Katup miralis (tapuspidalis) terletak antara atrium dan ventrikel kiri
mempunyai 2 buah daun katup. Daun katup dari kedua katup itu terlambat melalui
berkas-berkas tipis jaringan fibrosa yang disebut kerita tendinae. Kedua tendinae
akan meluas menjadi otot papilaris (tonjolan otot pada dinding vertikel) dan
menyokong katup pada waktu kontraksi ventrikel, untuk mencegah membaliknya
daun katup kedalam atrium.
b. Katup semilunaris
Katup aorta terletak antara ventrikel kiri dan aorta katup lebih tebal dari katup
pulmonalis.  Katup pulmonalis terletak antara ventrikel kanan dan arteri pulmonalis
. Bentuk katup aorta dan pulmonalis sama. Katup semilunaris mencegah aliran
kembali darah dari aorta atau arteri pulmonalis kedalam ventrikel, sewaktu
ventrikel dalam keadaan istirahat.
3. Etiologi  
Gagal jantung adalah komplikasi yang paling sering dari segala jenis penyakit jantung
congenital maupun didapat. Mekanisme fisiologi yang menyebabkan gagal jantung
mencakup keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal, beban akhir atau
menurunkan kontratilitas miokardium. Sebab-sebab gagal pompa jantung secara
menyeluruh:
a. Kelainan mekanis
1) Peningkatan beban  tekanan
a) Sentral  (stenosis aorta dsb)
b) Periper  (hipertensi sistemik)
2) Peningkatan beban volume (regurgitasi katup, peningkatan beban awal, dsb)
3) Obstruksi terhadap pengisian ventrikel (stenosis mitral atau trikuspidalis)
4) Tamponade perikardium
5) Restriksi endokardium atau miokardium
6) Aneurisma ventrikel
7) Dis-sinergi ventrikel
b. Kelainan Miokardium
1) Primer
a) Kardiomiopati
b) Miokarditis
c) Kelainan metabolik
d) Toksisitas (alkohol dsb)
e) Presbikardia
c. Kelainan dis-dinamik sekunder (sekunder terhadap kelainan mekanis)
1) Kekurangan oksigen (penyakit jantung koroner)
2) Kelainan metabolik
3) Inflamasi
4) Penyakit sistemik
5) Penyakit PPOM
d. Berubahnya irama jantung atau urutan konduksi
1) Henti jantung
2) Fibrilasi
3) Takhikardi atau bradikardi yang berat
4) Gangguan konduksi

4. Faktor Pencetus
a. Kebiasaan merokok
Yaitu bahwa rokok mengandung nikotin dan zat beracun yang berbahaya dan
dapat merusak fungsi jantung. Nikotin pada rokok dapat meningkatkan faktor
resiko kerusakan pembuluh darah dengan mengendapnya kolesterol pada
pembuluh darah jantung koroner, sehingga jantung bekerja lebih keras.
b. Hipertensi
Yaitu meningkatnya tekanan darah sistolik karena pembuluh darah tidak elastis
serta naiknya tekanan diastolik akibat penyempitan pembuluh darah tersebut,
aliran darah pada pembuluh koroner juga naik.
c. Obesitas
Yaitu penumpukan lemak tubuh, sehingga menyebabkan kerja jantung tidak
normal dan menyebabkan kelainan.
d. Kolesterol tinggi
Yaitu mengendapnya kolesterol dalam pembuluh darah jantung koroner
menyebabkan kerja jantung untuk memompa darah ke seluruh tubuh menjadi lebih
berat.
e. Diabetes Mellitus
Karena kadar glukosa yang berlebih bisa menimbulkan penyakit yang agak berat
dan bersifat herediter.
f. Ketegangan jiwa atau stres
Stres terjadi bias meningkatkan aliran darah dan penyempitan pada pembuluh darah
koroner.
g. Keturunan
h. Kurang makan sayur dan buah

5. Patofisiologi
Sebagai respon terhadap gagal jantung, ada 3 mekanisme primer yang dapat dilihat :
(1) meningkatnya aktivitas adrenergik simpatis, (2) meningkatnya beban awal akibat
aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron, (3) hipertrofi ventrikel. Ketiga respon
kompensatorik ini mencerminkan usaha untuk mempertahankan curah jantung.
Mekanisme ini mungkin memadai untuk mempertahankan curah jantung pada awal
perjalanan gagal jantung. Namun, dengan berlanjutnya gagal jantung kompensasi
menjadi kurang efektif (Price dan Wilson, 2006).
Sekresi neurohormonal sebagai respon terhadap gagal jantung antara lain : (1)
norepinephrin menyebabkan vasokontriksi, meningkatkan denyut jantung, dan
toksisitas myocite, (2) angiotensin II menyebabkan vasokontriksi, stimulasi
aldosteron, dan mengaktifkan saraf simpatis, (3) aldosteron menyebabkan retensi air
dan sodium, (4) endothelin menyebabkan vasokontriksi dan toksisitas myocite, (5)
vasopresin menyebabkan vasokontrikso dan resorbsi air, (6) TNF α merupakan
toksisitas langsung myosite, (7) ANP menyebabkan vasodilatasi, ekresi sodium, dan
efek antiproliferatif pada myocite, (8) IL 1 dan IL 6 toksisitas myocite (Nugroho,
2009).
Berdasar hukum Fank-Starling, semakin teregang serabut otot jantung pada saat
pengisian diastolik, maka semakin kuat kontraksinya dan akibatnya isi sekuncup
bertambah besar. Oleh karena itu pada gagal jantung, terjadi penambahan volum
aliran balik vena sebagai kompensasi sehingga dapat meningkatkan curah jantung
(Masud, 1992).
6. Tanda dan Gejala
Tanda dominan : Meningkatnya volume intravaskuler Kongestif jaringan akibat
tekanan arteri dan vena meningkat akibat penurunan curah jantung. Manifestasi
kongesti dapat berbeda tergantung pada kegagalan ventrikel mana yang terjadi.
a. Decompensasi cordis kiri :
Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri karena ventrikel kiri tak mampu
memompa darah yang datang dari paru, tanda dan gejala yang terjadi yaitu :
1) Dispnoe
Terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli dan mengganggu pertukaran
gas. Dapat terjadi ortopnu. Beberapa pasien dapat mengalami ortopnu pada
malam hari yang dinamakan Paroksimal Nokturnal Dispnea ( PND)
2) Mudah lelah
Terjadi karena curah jantung yang kurang yang menghambat jaringan dari
sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan sisa hasil
katabolisme, juga terjadi karena meningkatnya energi yang digunakan untuk
bernafas dan insomnia yang terjadi karena distress pernafasan dan batuk.
3) Kegelisahan dan kecemasan
Terjadi akibat gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat kesakitan bernafas
dan pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik.
4) Batuk
b. Decompensasi Cordis kanan :
1) Kongestif jaringan perifer dan viseral.
2) Edema ekstrimitas bawah (edema dependen), biasanya edema pitting,
penambahan berat badan.
3) Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi akibat
pembesaran vena di hepar.
4) Anoreksia dan mual. Terjadi akibat pembesaran vena dan statis vena dalam
rongga abdomen.
5) Nokturia
6) Kelemahan.
c. Decompensasi Cordis Congestif
Gejalanya merupakan gabungan Dekompensasi Cordis kiri dan kanan.

7. Pemeriksaan Penunjang
a. EKG : Hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis, iskemia dan
kerusakan pola mungkin terlihat. Disritmia misalnya : takhikardi, fibrilasi atrial.
Kenaikan segmen ST/T persisten 6 minggu atau lebih setelah imfark miokard
menunjukkan adanya aneurime ventricular.
b. Sonogram : Dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik, perubahan dalam
fungsi atau struktur katub atau penurunan kontraktilitas ventrikular.
c. Scan jantung : Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan pergerakan
dinding.
d. Kateterisasi jantung : Tekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu
membedakan gagal jantung sisi kanan dan sisi kiri, dan stenosi katup atau
insufisiensi, juga mengkaji potensi arteri koroner. Zat kontras disuntikkan
kedalam ventrikel menunjukkan ukuran abnormal dan ejeksi fraksi atau
perubahan kontrktilitas. (Wilson Lorraine M, 2001)
e. Foto thorak dapat mengungkapkan adanya pembesaran jantung, edema atau efusi
fleura yang menegaskan diagnosa CHF.
f. Elektrolit serum yang mengungkapkan kadar natrium yang rendah sehingga hasil
hemodilusi darah dari adanya kelebihan retensi air. (Nursalam M, 2002)

8. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan dari dekompensasi kordis pada dasarnya diberikan hanya untuk
menunggu saat terbaik untuk melakukan tindakan bedah pada penderita yang
potentially curable. Dasar pengobatan dekompensasi kordis dapat dibagi menjadi :
a. Nonmedikamentosa.
Dalam pengobatan non medikamentosa yang ditekankan adalah istirahat, dimana
kerja jantung dalam keadaan dekompensasi harus dikurangi benar–benar dengan
tirah baring (bed rest) mengingat konsumsi oksigen yang relatif meningkat.
Sering tampak gejala–gejala jantung jauh berkurang hanya dengan istirahat saja.
Diet umumnya berupa makanan lunak dengan rendah garam. Jumlah kalori sesuai
dengan kebutuhan. Penderita dengan gizi kurang diberi makanan tinggi kalori dan
tinggi protein. Cairan diberikan sebanyak 80–100 ml/kgbb/hari dengan maksimal
1500 ml/hari.
b. Medikamentosa
Pengobatan dengan cara medikamentosa masih digunakan diuretik oral maupun
parenteral yang masih merupakan ujung tombak pengobatan gagal jantung,
sampai edema atau asites hilang (tercapai euvolemik). ACE-inhibitor atau
Angiotensin Receptor Blocker (ARB) dosis kecil dapat dimulai setelah euvolemik
sampai dosis optimal. Penyekat beta dosis kecil sampai optimal dapat dimulai
setelah diuretik dan ACE-inhibitor tersebut diberikan.
Digitalis diberikan bila ada aritmia supra-ventrikular (fibrilasi atrium atau SVT
lainnya) dimana digitalis memiliki mamfaat utama dalam menambah kekuatan
dan kecepatan kontraksi otot. Jika ketiga obat diatas belum memberikan hasil
yang memuaskan. Aldosteron antagonis dipakai untuk memperkuat efek diuretik
atau pada pasien dengan hipokalemia, dan ada beberapa studi yang menunjukkan
penurunan mortalitas dengan pemberian jenis obat ini. Pemakaian obat dengan
efek diuretik-vasodilatasi seperti Brain Natriuretic Peptide (Nesiritide) masih
dalam penelitian. Pemakaian alat Bantu seperti Cardiac Resychronization
Theraphy (CRT) maupun pembedahan, pemasangan ICD (Intra-Cardiac
Defibrillator) sebagai alat pencegah mati mendadak pada gagal jantung akibat
iskemia maupun non-iskemia dapat memperbaiki status fungsional dan kualitas
hidup, namun mahal. Transplantasi sel dan stimulasi regenerasi miokard, masih
terkendala dengan masih minimalnya jumlah miokard yang dapat ditumbuhkan
untuk mengganti miokard yang rusak dan masih memerlukan penelitian lanjut.
c. Operatif
Pemakaian Alat dan Tindakan Bedah antara lain :
a. Revaskularisasi (perkutan, bedah)
b. Operasi katup mitral
c. Aneurismektomi
d. Kardiomioplasti
e. External cardiac support
f. Pacu jantung, konvensional, resinkronisasi pacu jantung biventricular
g. Implantable cardioverter defibrillators (ICD)
h. Heart transplantation, ventricular assist devices, artificial heart
i. Ultrafiltrasi, hemodialisis
WOC DECOMPENSASI CORDIS

Kelainan miokardium Beban tekanan Beban sistolik Peningkatan kebutuhan Beban volume
berlebihan berlebihan metabolisme berlebihan

Kontraktilitas jantung Preload


Beban sistolik meningkat
menurun
meningkat

Kontraktilitas
menurun

Hambatan
pengosongan
ventrikel

Beban jantung
meningkat
Penurunan
curah jantung
Gagal jantung
Gagal pompa
Gagal pompa ventrikel kanan
ventrikel kiri
Backward
failure Tekanan diastole
Forward naik
failure
LVED naik Bendungan
atrium kanan
Suplai darah Suplai O2 Renal flow Tek. Vena
ke jaringan otak turun pulmonalis naik Bendungan vena
menurun sistemik
RAA Tek. Kapiler paru
sinkop meningkat hepar
Metabolisme naik lien
anaerob
Edema
Aldosteron splenomegali hepatomegali
Penurunan meningkat
paru
Asidosis perfusi
metabolik jaringan Ronkhi Mendesak
ADH basah diafragma
Peningkatan meningkat Nyeri
asam laktat & Iritasi mukosa Sesak napas
ATP menurun paru
Retensi
Na dan
Refleks
fatigue H2O Ansietas
batuk
Pola napas tidak
Kelebihan volume Edema efektif
toleransi aktivitas cairan paru
Defisit perawatan diri
Ketidakefektifan Penumpukan
bersihan jalan napas sekret
B. Konsep Askep
a. Pengkajian
1) Biodata
Meliputi nama, nama suami, umur, umur suami, status perkawinan, pekerjaan,
pendidikan, alamat, suku bangsa, diagnosa medis
2)   Keluhan utama
Keluhan utama yang paling sering menjadi alasan pasien untuk meminta
pertolongan kesehatan meliputi dispnea, kelemahan fisik, dan edema sistemik
(Muttaqin, 2012).
3) Riwayat kesehatan
a)  Riwayat penyakit sekarang
Pengkajian yang di dapat dengan adanya gejala-gejala kongestif vaskular
pulmonal adalah dyspnea, ortopnea, dyspnea nokturnal paroksimal, batuk, dan
edema pulmonal akut. Pada pengkajian dyspnea (dikarakteristikkan oleh
pernafasan cepat, dangakal, dan sensasi sulit dalam mendapatkan udara yang
cukup dan menekan pasien) menyebabkan insomnia, gelisah, dan kelemahan
(Muttaqin, 2012).
b)  Riwayat penyakit dahulu
Pada pasien gagal jantung biasanya pasien pernah menderita infark
miokardium, hipertensi, DM, atau hiperlipidemia (Muttaqin, 2012).
c) Riwayat penyakit keluarga
Penyakit jantung iskemik pada orang tua yang timbul pada usia muda
merupakan faktor risiko utama penyakit jantung iskemik pada keturunannya
sehingga meningkatkan risiko terjadinya gagal jantung (Muttaqin, 2012)
d) Riwayat kebiasaan
Pada penyakit gagal jantung pola kebiasaan biasanya merupakan perokok
aktif, meminum alkohol, dan obat-obatan tertentu (Muttaqin, 2012).
e) Psikososial
Kegelisahan dan kecemasan terjadi akibat gangguan oksigenasi jaringan, stres
akibat kesulitan bernafas, dan pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi
dengan baik (Muttaqin, 2012)
4) Pengkajian primer
A (Airway)
Pada pengkajian airway kaji ada tidaknya sumbatan jalan nafas (Tabrani, 2007).
B (Breathing)
Kaji saturasi oksigen dengan menggunakan pulse oksimeter, untuk
mempertahnkan saturasi > 92 %. Pada pasien decompensasi cordis ditemukan
adanya sesak nafas sehingga memerlukan oksigen, bisa dengan nasal kanul,
simple mask, atau non rebrithingmask sesuai dengan kebutuhan oksigen
(Mediana, 2012).
C (Circulation)
Pada pasien decompensasi cordis terdengar suara gallop. Pada pasien
decompensasai cordis berikan cairan melalui IV dan pemasangan kateter untuk
mengatur keseimbangan cairan dalam tubuh karena pada pasien dengan
decompensasi cordis mengalami kelebihan volume cairan (Mediana, 2012)
D (Disability)
Kaji tingkat kesadaran dengan menggunakan AVP atau GCS. Jika pasien
mengalami penurunan kesadaran menunjukkan pasien masuk kondisi ekstrim dan
membutuhkan pertolongan medis segera dan membutuhkan perawatan di ICCU
(Mediana, 2012).

E (Exposure)
Jika pasien stabil lakukan pemerksaan riwayat kesehatan dan fisik lainnya
(Mediana, 2012).
5) Pengkajian sekunder
a) Five intervensi atau full of vital sign
Pada pasien dengan decompensasi cordis intervensi yang harus dilakukan
adalah pemeriksaan EKG, dan pemesangan kateter untuk mengetahui adanya
kelebihan volume cairan (Mediana, 2012).
b) Give comfort
Pada pasien dengan decompensasi cordis harus diberi posisi senyaman
mungkin untuk mengurangi rasa sesak pasien.
6) Pemeriksaan fisik
a)       Keadaan umum
Keadaan umum pasien gagal jantung biasanya di dapatkan kesadaran yang
baik atau composmetis dan akan berubah sesuai dengan tingkat gangguan
yang melibatkan perfusi sistem saraf pusat (Muttaqin, 2012).
b) Pemeriksaan fisik (B1-B6)
B1 (Breathing)
Pengkajian yang didapatkan dengan adanya tanda kongesti vaskular pulmonal
adalah dispnea, ortopnea, dispnea nokturnal paroksimal, batuk dan edema
pulmonal akut. Crackles atau ronkhi basah halus secara umum terdengar pada
dasar posterior paru. Hal ini dikenalsebagai bukti kegagalan ventrikel kiri
(Muttaqin, 2012).
B2 (Blood)
Inspeksi
Pasien dapat mengeluh lemah, mudah lelah, dan apatis. Gejala ini merupakan
tanda dari penurunan curah jantung. Selain itu sulit berkonsentrasi, defisit
memori, dan penurunan toleransi latihan juga merupakan tanda dari
penurunan cuah jantung. Pada inspeksi juga ditemukan distensi vena jugularis
akibat kegagalan ventrikel ventrikel kanan dalam memompa darah. Dan tanda
yang terakhir adalah edema tungkai dan terlihat pitting edema (Muttaqin,
2012).
Palpasi
Adanya perubahan nadi, dapat terjadi takikardi yang mencerminkan respon
terhadap perangsangan saraf simpatis. Penurunan yang bermakna dari curah
sekuncup dan adanya vasokonstriksi perifer menyebabkan bradikardi.
Hipertensi sistolik dapat ditemukan pada gagal jantung yang lebih berat.
Selain itu pada gagal jantung kiri dapat timbul pulsus alternans (perubahan
kekuatan denyut arteri) (Muttaqin, 2012).
Auskultasi
Tekanan darah biasanay menurun akibat penurunan isi sekuncup. Tanda fisik
yang berakitan dengan gagal jantung kiri adalah adanya bunyi jantung ke 3
dan ke empat (S3, S4) serta cracles pada paru-paru (Muttaqin, 2012).
Perkusi
Batas jantung ada pergeseran yang menandakan adanya hipertrofi jantung
atau kardiomegali (Muttaqin, 2012).
B3 (Brain)
Kesadaran composmetis, didapatkan sianosis perifer apabila gangguan perfusi
jaringan berat, wajah meringis, menangis, merintih, dan mereganag
(Muttaqin, 2012).
B4 (Bladder)
Adanya oliguria yang merupakan tanda syok kardiogenik dan adanya edema
ekstremitas merupakan tanda adanya retensi cairan yang parah (Muttawin,
2012).
B5 (Bowel)
Pasien biasanyanmual dan muntah, anoreksia akibat pembesaran vena dan
statis vena di dalam rongga abdomen, serta penurunan berat badan. Selain itu
dapat terjadi hepatomegali akibat pembesaran vena di hepar dan pada
akhirnya menyebabkan asites (Muttaqin, 2012).
B6 (Bone)
Pada pengkajian B6 di dapatkan kulit dingin dan mudah lelah (Muttaqin,
2012).

b. Diagnosa Keperawatan
1) Penurunan curah jantung b.d perubahan afterload
2) Pola nafas tidakefektif b.d Distres pusat pernafasan
3) Hipervolemia b.d kehilangan cairan aktif
4) Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai oksigen dan kebutuhan
oksigen Gangguan pertukaran gas b.d edema pulmonal
5) Defisit Nutrisi b.d ketidakmampuan mengabsrobsi makanan
6) Ansietas b.d kurang terpapar informasi

C.  Intervensi
1) Penurunan curah jantung b.d perubahan afterload
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu 3 x 24 jam penurunan curah
jantung dapat teratasi.
Kriteria hasil :
a) Kekuatan nadi perifer meningkat
b) Tanda-tanda vital dalam batas normal
c) Takikardi menurun
d)  CRT < 2 detik dan produksi urine > 30 ml/jam
e) Irama jantung teratur

Intervensi :
O
a) Identifikasi tanda / gejala primer penurunan curah jantung ( meliputi dipsnea,
kelelahan, edema)
b) Identifikasi tanda / gejala sekunder penurunan vurah jantug ( meliputi
peningkatan BB, hepatomegali ditensi vena jugularis, palpitasi, ronki basah)
c) Monitor tekanan darah
d) Monitor intkae dan output cairan
e) Monitor O2
f) Monitor EKG 12 sadapan
T
a) Posisikan pasien semi fowler
b) Berikan diit jantung yang sesuai
c) Fasilitasi pasien dan keluarga untuk hidup sehat
d) Berikan O2 untuk mempertahankan saturasi
E
a) Anjurkan beraktivitas sesuai toleransi
b) Anjurkan beraktivitas yang bertahap
c) Anjurkan pasien dan keluarga mengukur BB rutin
d) Ajarkan pasien dan keluarga menghitung intake dan output cairan
K
a) Kolaborasi pemberian antiaritmia jika perlu
b) Rujuk ke program rehabilitasi jantung

2) Pola nafas tidakefektif b.d depresi pusat pernafasan


Tujuan :
Setelah dilakuka tidakan keperawatan dalam waktu 3 x 24 jam tidak terjadi
perubahan pola nafas.
Kriteria hasil :
a) dipsnea menurun
b) penggunaan otot bantu napas menurun
c) pernafasan cuping hidung menurun
d) tekanan ekspirasi membaik
e) tekanan inspirasi membaik
Intervensi :
O
a) monitor pola nafas ( frekuensi, kealaman, upaya nafas)
b) Monitor bunyi nafas tambahan
c) Monitor sputum ( jumlah, warna, aroma)
T
a) Pertahankan kepatenan jalan nafas
b) Posisiskan semi fowler atau fowler
c) Berikan minum hangat
d) Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
e) Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
f) Berikan O2
E
a) Anjurkan asupan cairan
b) Ajarkan tehnik batuk efektif
K
a) Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspetoran, mukolitik

3) Hipervolemia b.d kehilangan cairan aktif


Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu 3 24 jam tidak terjadi
kelebihan volume cairan sistemik.
Kriteri hasil :
a) asupan cairan meningkat
b) output urin meningkat
c) membran mukosa lembab
d) asupan makanan meningkat
e) edema menurun
f) dehidrasi menurun
g) ttv dalam batas normal
h) turgor kulit membaik
Intervensi :
O
a) periksa tanda dan gejala hipervolemia ( misalkan ortopnea, dipsnea, edema)
b) identifikasi penyebab hipovolemia
c) monitor status hemodinamik
d) monitor intake dan output cairan
e) monitor tanda hemokonsentrasi
f) monitor efek samping diuretik
T
a) timbang BB setiap hari pada waktu yang sama
b) batasi asupan cairan dan garam
c) posisikan semi fowler / fowler
E
a) anjurkan melapor jika haluaran urin < 0,5 mL/kg/jam dalam 6 jam
b) anjurkan melapor jika BB bertambah > 1 kg dalam sehari
c) ajarkan cara mengukur dan mencatat asupan dan haluaran cairan
d) ajarkan cara membatasi cairan
K
a) kolaborasi pemberian diuretik
DAFTAR PUSTAKA

Doenges Marilynn E. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan (Pedoman Untuk Perencanaan


dan Pendokumentasian Perawatan Pasien). Edisi 3. Jakarta; Penerbit Buku Kedokteran
EGC.

Nursalam. M. Nurs. 2002. Managemen keperawatan, Aplikasi dalam  Praktik Keperawatan


Professional. Jakarta; Balai Penerbit FKUI.

Anisah, Isah. 2011. Askep Decompensasi Cordis. Terdapat di


http://isahanisah.blogspot.com/2011/04/askep-decomp-cordis.html. Diakses pada Minggu, 8
September 2013 pukul 13.05 WITA.

Devalapaz. 2012. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Penyakit Decompensasi Cordis.
Terdapat di http://devalapaz.wordpress.com/2012/01/22/asuhan-keperawatan-pada-klien-
dengan-penyakit-decomp-cordis.html . Diakses pada Minggu, 8 September 2013 pukul 13.20
WITA.

Rangga, Khaka. 2013. Laporan Pendahuluan pada Decompensatio.Terdapat di


http://khakarangga.blogspot.com/2013/05/laporan-pendahuluan-pada-decompensatio.html.
Diakses pada Minggu, 8 September 2013 pukul 13.25 WITA.

Anda mungkin juga menyukai