Penanganan Jalan Longsor Dengan Geogrid PDF
Penanganan Jalan Longsor Dengan Geogrid PDF
Kontraktor
PT.
Brema
Brata
Karinda
Plaza
B1
no
18
Raya
Karang
Tengah,
Lebak
Bulus
Jakarta
12440
1
BAB
I
PENDAHULUAN
Provinsi
Sumatera
Barat
berada
di
antara
pertemuan
dua
lempeng
benua
besar
(lempeng
Eurasia
dan
lempeng
Indo-‐Australia)
dan
patahan
(sesar)
Semangko.
Di
dekat
pertemuan
lempeng
terdapat
patahan
Mentawai.
Ketiganya
merupakan
daerah
seismik
aktif.
Menurut
catatan
ahli
gempa
wilayah
Sumatera
Barat
memiliki
siklus
200
tahunan
gempa
besar
yang
pada
awal
abad
ke-‐21
telah
memasuki
masa
berulangnya
siklus.
Gempa
Bumi
Sumatera
Barat
2009
terjadi
dengan
kekuatan
7,6
Skala
Richter
di
lepas
pantai
Sumatera
Barat
pada
pukul
17:16:10
WIB
tanggal
30
September
2009.
Gempa
ini
terjadi
di
lepas
pantai
Sumatera,
sekitar
50
km
barat
laut
Kota
Padang.
Gempa
menyebabkan
kerusakan
parah
di
beberapa
wilayah
di
Sumatera
Barat
seperti
Kabupaten
Padang
Pariaman,
Kota
Padang,
Kabupaten
Pesisir
Selatan,
Kota
Pariaman,
Kota
Bukittinggi,
Kota
Padangpanjang,
Kabupaten
Agam,
Kota
Solok,
dan
Kabupaten
Pasaman
Barat.
Menurut
data
Satkorlak
PB,
banyaknya
6.234
orang
tewas
akibat
gempa
ini
yang
tersebar
di
3
kota
&
4
kabupaten
di
Sumatera
Barat,
korban
luka
berat
mencapai
1.214
orang,
luka
ringan
1.688
orang,
korban
hilang
1
orang.
Sedangkan
135.448
rumah
rusak
berat,
65.380
rumah
rusak
sedang,
&
78.604
rumah
rusak
ringan.
Gempa
Bumi
Sumatera
Barat
tahun
2009
tersebut
banyak
mempengaruhi
struktur
tanah
batuan
di
sekitar
provinsi
Sumatera
Barat,
termasuk
di
ruas
jalan
Padang
–
Solok,
di
daerah
Sitinjau
Laut
atau
dikenal
dengan
nama
daerah
Panorama.
Terdapat
dua
longsoran
yang
sangat
besar
dan
tinggi
yaitu
di
KM17+800
dan
KM18+000,
kedua
longsoran
tersebut
mengakibatkan
berkurangnya
badan
jalan
utama.
Figure
1,
Badan
Jalan
Berkurang
Akibat
Longsoran
2
Figure
2,
Terjadi
Kemacetan
di
Sekitaran
Sitinjau
Laut
Figure
3,
Lokasi
Longsoran
pada
Peta
Google
3
BAB
II
ANALISA
II.
1
Pengamatan
di
Lapangan
Terjadi
kedua
longsoran
hampir
bersamaan,
yaitu
setelah
terdapat
hujan
seharian
yang
berturut-‐
turut
di
lokasi
Sitinjau
Laut.
Bahan
reruntuhan
lereng
tampaknya
menjadi
pasir,
lanau
dan
kerikil
dari
pelapukan
dari
tufa
pumiceous.
Kehadiran
batu
kerikil
ukuran
terlihat
di
seluruh
permukaan
geser
terbuka
dan
sebagian
lereng
menunjukkan
kadar
air
tinggi.
Kemungkinan
terdapat
aliran
air
permukaan
yang
memasuki
badan
jalan
hingga
membuat
daerah
gelinciran/
garis
runtuhan
yang
dapat
menimbulkan
kejadian
longsoran
tersebut.
Adanya
rekahan-‐rekahan
tanah
di
badan
jalan
yang
diakibatkan
oleh
gempa
bumi
Sumatera
Barat
tahun
2009.
Figure
4,
Terdapat
Aliran
Air
Permukaan
yang
Masuk
ke
Dalam
Badan
Jalan
Akibat
Rekahan
Gempa
Sumatera
Barat
2009
Figure
5,
Longsoran
1
4
Figure
6,
Diawali
Miringnya
Pohon-‐Pohon
di
Lereng
Badan
Jalan
Figure
7,
Terjadi
Kelongsoran
di
Kedua
Titik
Sitinjau
Laut
Kejadian
kelongsoran
ini
dijadikan
bencana
alam
nasional,
yang
‘hampir’
memutuskan
ruas
jalan
nasional
Padang
–
Solok
secara
keseluruhan.
Sebagai
tindakan
tanggap
darurat,
tidak
diperbolehkan
menggunakan
material
yang
permanen,
seperti
halnya:
konstruksi
beton,
konstruksi
baja
dan
lain
sebagainya.
PT.
Brema
Brata
mengusulkan
dengan
penggunaan
material
geosintetik
yaitu
berupa
geogrid
(untuk
perkuatan),
geotextile
(untuk
saringan
dan
separator)
dan
pipa
perforated
(untuk
drainase
bawah
tanah).
Rencana
konstruksi
geosintetik
seperti
yang
tertera
pada
gambar
di
bawah
ini.
5
Figure
9,
Rencana
Penanganan
Lereng
dengan
Konstruksi
Geosintetik
II.
2.
Pengamatan
di
Laboratorium
Sebagai
bagian
dari
bantuan
rekonstruksi
UNPAR
di
Padang,
beberapa
lubang
bor,
CPT,
dan
survei
CPTU
dilakukan
(Rahardjo,
2009).
Gambar
11,
menunjukkan
hasil
tipikal
CPTU
oleh
Universitas
Katolik
Parahyangan.
CPTus
Lebih
sedang
berlangsung
saat
ini
dalam
menanggapi
membantu
bangunan
sekolah,
rumah
sakit,
masjid
dan
gereja
yang
runtuh
saat
gempa
Padang
30
September
2009.
Hasil
penelitian
menunjukkan
bahwa
lapisan
pasir
atas
adalah
longgar
untuk
pasir
sedang,
underlain
oleh
tanah
liat
lunak.
Keuntungan
menggunakan
CPTu
adalah
bahwa
respon
tekanan
pori
penetrasi
CPT
dapat
dipisahkan
dari
perlawanan
ujung
total
dan
tabel
air
yang
ada
dapat
dideteksi
dengan
mudah.
Tanah
liat
dapat
dibedakan
dari
tanah
berpasir
dari
respon
tekanan
pori
mereka.
6
Figure
10,
Peta
Lokasi
Bantuan
CPT
dari
Unpar
(2009)
Figure
11,
CPT
Summary
KM
18
(Rahardjo,
2009)
Dari
CPT
yang
dilakukan
oleh
Unpar,
secara
garis
besar
bahwa
di
kedalaman
0
–
2
m
nilai
daya
dukung
(qc)
0
–
3
Mpa,
tetapi
pada
kedalaman
di
atas
2
daya
dukung
hingga
50
Mpa
(tanah
keras).
Sangat
besar
longsoran
terjadi
pada
ketebalan
2m
saja.
Bahan
reruntuhan
lereng
tampaknya
menjadi
pasir,
lanau
dan
kerikil
dari
pelapukan
dari
tufa
pumiceous.
Kehadiran
batu
kerikil
ukuran
terlihat
di
seluruh
permukaan
geser
terbuka
dan
sebagian
lereng
menunjukkan
kadar
air
tinggi.
7
Penyelidikan
tanah
juga
dilakukan
oleh
Widiarso
(2009).
Penyelidikan
tanah
yang
dilaksanakan
terdiri
dari
penyelidikan
tanah
di
lapangan
dan
di
penelitian
laboratorium.
Penyelidikan
tanah
di
lapangan
dimulai
pada
tanggal
23
Oktober
2009
sampai
dengan
tanggal
13
Desember
2009
untuk
5
(lima)
titik
pemboran.
II.
2.
1
Pemboran
B1
Pemboran
B1
dilaksanakan
di
00°57’07,4”
S
dan
100°30’16,3”
E
pada
elevasi
469,272m
mulai
tanggal
23
Oktober
2009
sampai
dengan
9
Nopember
2009.
Pemboran
mencapai
kedalaman
-‐42m
dari
permukaan
tanah.
Lapisan
permukaan
terdiri
dari
tanah
timbunan,
lempung
dan
boulder
hingga
kedalaman
-‐2m.
Nilai
N-‐SPT
teramati
sebesar
18.
Pada
kedalaman
-‐2m
sampai
dengan
-‐6m
terdiri
dari
tanah
lempung
kelanauan,
konsistensi
teguh,
warna
abu-‐abu
dengan
hasil
uji
N-‐SPT
pada
kedalaman
-‐4
adalah
50.
Pada
kedalaman
yang
lebih
besar
nilai
N-‐SPT
teramati
>50
hingga
akhir
pemboran
dengan
kondisi
tanah
didominasi
oleh
jenis
tanh
lempung
kelanauan,
kecuali
pada
kedalaman
-‐31,5m
sampai
dengan
-‐33m
terdapat
lapisan
lanau
berpasir
warna
abu-‐abu
kekuningan
dan
di
kedalaman
-‐38m
sampai
akhir
pemboran
adalah
boulder.
Muka
air
tanah
teramati
pada
kedalaman
-‐6m.
II.
2.
2
Pemboran
B2
Pemboran
B2
dilaksanakan
di
00°57’04,0”
S
dan
100°30’14,1”
E
pada
elevasi
391,729m
mulai
tanggal
9
sampai
15
Nopember
2009.
Pemboran
mencapai
kedalaman
-‐20m
dari
permukaan
tanah.
Kondisi
8
tanah
di
pemboran
B2
sebagian
besar
adalah
tanah
lempung
dengan
kandungan
lanau
atau
pasir,
kecuali
di
akhir
pemboran
teramati
adanya
boulder.
Lapisan
permukaan
terdiri
dari
tanah
lempung
kelalauan
hingga
kedalaman
sekitar
-‐5m.
lapisn
di
bawahnya
terdapat
lempung
berpasir
sampai
kedalaman
-‐7,5m.
Selanjutnya
lempung
berlanau
hingga
kedalaman
sekitar
-‐15m,
lempung
berlanau
dan
lempung
berpasir
di
kedalaman
berikutnya
hingga
lapisan
boulder
pada
kedalaman
-‐18m
sampai
akhir
pemboran.
Pada
kedalaman
0
sampai
dengan
-‐9m
nilai
N-‐SPT
berkisar
antara
3
–
5,
kecuali
pada
kedalaman
-‐3m
sampai
-‐5m
nilai
N-‐SPT
19
–
20.
Nilai
N-‐
SPT
yang
>50
teramati
mulai
kedalaman
-‐12m.
Muka
air
tanah
teramati
pada
kedalaman
-‐12m.
II.
2.
3
Pemboran
B3
Pemboran
B3
dilaksanakan
di
00°57’08,8”
S
dan
100°30’14,3”
E
pada
elevasi
434,729m
mulai
tanggal
16
sampai
22
Nopember
2009.
Pemboran
mencapai
kedalaman
-‐30m
dari
permukaan
tanah.
Kondisi
tanah
di
pemboran
B2
sebagian
besar
adalah
tanah
lempung
berlanau,
kecuali
di
kedalaman
-‐21
dan
di
akhir
pemboran
teramati
adanya
boulder.
Pada
kedalaman
0
sampai
dengan
-‐6m
nilai
N-‐SPT
bertambah
secara
linear
hingga
nilai
10.
Nilai
N-‐SPT
yang
>50
teramati
mulai
kedalaman
-‐9m.
Muka
air
tanah
teramati
pada
kedalaman
-‐6m.
II.
2.
4
Pemboran
B4
Pemboran
B4
dilaksanakan
di
00°57’06,6”
S
dan
100°30’15,3”
E
pada
elevasi
460,008m
mulai
tanggal
23
Nopember
sampai
dengan
7
Desember
2009.
Pemboran
mencapai
kedalaman
-‐40m
dari
permukaan
tanah.
Kondisi
tanah
di
pemboran
B2
sebagian
besar
adalah
tanah
lempung
dengan
kandungan
lanau
atau
gravel,
kecuali
di
akhir
pemboran
teramati
adanya
boulder
+
gravel.
Pada
kedalaman
0
sampai
dengan
-‐5m
nilai
N-‐SPT
bertambah
secara
linear
hingga
>50
pada
kedalaman
-‐
5m.
selanjutnya
nilai
N-‐SPT
turun
menjadi
40
di
kedalaman
-‐6m.
di
kedalaman
selanjutnya
hingga
akhir
pemboran
nilai
N-‐SPTnya
>50.
Muka
air
tanah
teramati
pada
kedalaman
-‐6,5m.
Figure
13,
Bor
Hole
2
9
II.
2.
5
Pemboran
B5
Pemboran
B5
dilaksanakan
di
00°57’06,6”
S
dan
100°30’15,3”
E
pada
elevasi
460,008m
mulai
tanggal
8
sampai
13
Desember
2009.
Pemboran
mencapai
kedalaman
-‐38m
dari
permukaan
tanah.
Kondisi
tanah
di
pemboran
B2
sebagian
besar
adalah
tanah
lempung
berlanau
atau
berpasir,
kecuali
di
akhir
pemboran
teramati
adanya
boulder.
Lapisan
permukaan
terdiri
dari
tanah
lempung
berlanau
sampai
kedalaman
sekitar
-‐5,5m,
kemudian
lempung
berpasir
hingga
kedalaman
sekitar
-‐7m.
Selanjutnya
lempung
berlanau
sampai
-‐-‐36
kecuali
di
kedalaman
-‐11
terdapat
tanah
lempung.
Lapisan
boulder
pada
kedalaman
-‐
36,5m
sampai
akhir
pemboran.
Pada
kedalaman
0
sampai
dengan
-‐9m
nilai
N-‐SPT
berkisar
antara
3
–
5,
kecuali
pada
kedalaman
-‐3m
sampai
-‐5m
nilai
N-‐SPT
19
–
20.
Nilai
N-‐SPT
yang
>50
teramati
mulai
kedalaman
-‐6m
hinga
-‐9m,
namun
menurun
di
kedalaman
-‐11sampai
dengan
-‐12
di
nilai
40
dan
46.
Selanjutnya
N-‐SPT
>50
hingga
akhir
pemboran.
Muka
air
tanah
teramati
pada
kedalaman
-‐5,5m.
Figure
14,
Hasil
Resume
Penyelidikan
Tanah
(Widiarso,
2009)
Tetapi
sangat
disayangkan
test
Tri-‐Axial
tidak
dilakukan
di
Laboratorium
untuk
mendapatkan
nilai
C,
sudut
geser
dalam,
berat
jenis
tanah
setempat.
Untuk
mendapatkan
nilai
tersebut
dipakai
sistem
pendekatan
berikut
ini:
II.
2.
6
Longsoran
1
(BH1
dan
BH3)
Antara
BH1
(elevasi
+469.272)
dan
BH3
(elevasi
+434.739)
mempunyai
kemiripan
struktur
lapisan
tanah
yaitu
:
10
- lapisan
tanah
kaku
(stiff)
BH1
antara
kedalaman
0
–
4m
adalah
lempung
berlanau
dengan
nilai
N-‐SPT
berkisar
antara
0
–
22
- lapisan
lempung
lunak
(soft)
BH3
antara
kedalaman
0
–
2m
adalah
lapisan
hasil
longsoran,
dan
lapisan
tanah
menengah-‐kaku
antara
kedalaman
2
–
9m
- lapisan
tanah
sangat
keras
(very
hard)
BH1
dimulai
kedalaman
4m
dan
BH3
dimulai
kedalaman
9m,
akan
tetapi
lapisan
ini
bukan
berarti
lapisan
batu
pejal
karena
masih
terdapat
lempung
berlanau
di
antara
batu
bouldernya,
lapisan
ini
yang
sangat
mudah
lepas
bila
terkena
rembesan
air
tanah.
Oleh
karena
itu
perlu
diwaspadai
permasalahan
drainase
permukaan
maupun
bawah
tanah
untuk
konstruksi
penanggulangan
longsoran.
- lapisan
batu
pejal
pada
dasar
lereng
longsoran
selebar
pijakan
konstruksi
(elevasi
+414.671)
Antara
BH4
(elevasi
+460.729)
dan
BH2
(elevasi
+391.729)
mempunyai
kemiripan
struktur
lapisan
tanah
yaitu
:
- lapisan
tanah
kaku
(stiff)
BH4
antara
kedalaman
0
–
4m
adalah
lempung
berlanau
dengan
nilai
N-‐SPT
berkisar
antara
5
–
25
- lapisan
lempung
lunak
(soft)
BH2
antara
kedalaman
0
–
9m
adalah
lapisan
hasil
longsoran,
dan
lapisan
tanah
menengah-‐kaku
antara
kedalaman
2
–
9m
- lapisan
tanah
sangat
keras
(very
hard)
BH4
dimulai
kedalaman
4m
dan
BH2
dimulai
kedalaman
9m,
akan
tetapi
lapisan
ini
bukan
berarti
lapisan
batu
pejal
karena
masih
terdapat
lempung
berlanau
di
antara
batu
bouldernya,
lapisan
ini
yang
sangat
mudah
lepas
bila
terkena
rembesan
air
tanah.
Oleh
karena
itu
perlu
diwaspadai
permasalahan
drainase
permukaan
maupun
bawah
tanah
untuk
konstruksi
penanggulangan
longsoran.
- tidak
terdapat
lapisan
batu
pejal
pada
dasar
lereng
longsoran
selebar
pijakan
konstruksi
(elevasi
+391.729)
Sangat kaku (very stiff) 100 – 200 10. – 20. 15 – 30 75– 150 7500 – 15000
Keras (hard) 200 -‐ 400 20. – 40. 30 -‐ 50 150 -‐ 250 15000-‐25000
Sangat keras (very hard) > 400 > 40. ≥ 50 ≥ 250 ≥ 25000
Tabel
1.
Konsistensi
tanah
(untuk
tanah
dominan
lanau
dan
lempung)
11
Tanah
timbunan
diambil
dari
hasil
ledakan
(blasting)
dari
quarry
PT.
Semen
Padang,
Indarung.
Tanah
tersebut
berupa
tanah
silika
atau
biasa
disebut
klinker.
Kuat
geser
drained
tanah
timbunan
yang
diperoleh
dari
data
hasil
pengujian.
Triaxial
memiliki
nilai
kohesi
tanah
efektif
berkisar
anatar
55
kPa,
sedangkan
sudut
geser
dalam
tanah
mempunyai
nilai
berkisar
antara
29.32°.
Sedangkan
nilai
kuat
geser
drained
berdasarkan
hasil
pengujian
Direct
Shear,
menunjukkan
nilai
kohesi
c,
tanah
berkisar
63
kPa
dan
nilai
sudut
geser
dalam
Ø,
pada
tanah
sebesar
35°.
Berat
jenis
saat
kepadatan
50%
adalah
18
kN/m3.
12
BAB
III
TEORI
PERHITUNGAN
Selama
ini
metoda
perhitungan
stabilitas
lereng
yang
paling
banyak
dipakai
adalah
metoda
milik
Bishop
(1955).
Metoda
ini
dikenal
dengan
metoda
perhitungan
dengan
menggunakan
potongan-‐
potongan
segmen
tanah,
yang
dapat
mempermudah
dalam
perhitungan
(bahkan
program
stabilitas
di
komputer
juga
menggunakan
metoda
ini).
Figure
15,
Perhitungan
Umum
Metoda
Potongan
Bishop
(1955)
Gambar
14
meng-‐ilustrasikan
perhitungan
umum
metoda
potongan
untuk
analisa
stabilitas
lereng
dengan
menggunakan
permukaan
lengkung
runtuh.
Potensial
keruntuhan
masa
tanah
di
atas
dibagi
menurut
nomor
potongan
(total
=
N),
dan
potongan
ke-‐n
terlihat
di
gambar
itu.
Bagian
potongan
tidak
harus
vertical
tetapi
akan
mengikuti
garis
lengkung
keruntuhan
dan
merekalah
yang
akan
membantu
menahan.
Keruntuhan
yang
terjadi
adalah
keruntuhan
menyeluruh
(global
stability)
dari
berat
tanah
yang
menyebabkan
momen
penggerak.
Dilihatkan
bahwa
gaya
luar
terjadi
digambarkan
dalam
bentuk
potongan
berat
(Wn),
gaya
normal
di
dasar
potongan
(Pn),
dan
gaya
geser
di
dasar
potongan
(Sn).
Semuanya
diperlukan
untuk
membuat
asumsi
bahwa
Pn
penggerak
melewati
titik
tengah
dasar
potongan
(TT)
dan
juga
Wn
melewati
TT.
Lalu
semua
gaya-‐gaya
tersebut
menimbulkan
momen-‐momen
terhadap
titik
pusat
lingkaran
runtuh,
maka
dapat
dikatakan:
Pn tidak memiliki momen karena gaya tersebut tepat melewati titik pusat lingkaran runtuh
13
Sedangkan
Sn
=
ln.Su
(dimana
Su
adalah
dinyatakan
sebagai
kuat
geser
undrained).
Maka
persamaan
tersebut
dibandingkan
antara
momen
penahan
/
momen
penggerak
adalah
besaran
angka
keamanan
(FS)
dari
global
stability
lereng:
! !! .!"
𝐹𝑆 =
[1]
! !! !"# !!
Persamaan
di
atas
hanya
digunakan
untuk
keadaan
tanah
yang
undrained
saja,
meskipun
hampir
semua
kejadian
runtuhan
diperlukan
adanya
kuat
geser
efektif
yang
didasari
oleh
C’
dan
φ’,
dari
situ
semua
tegangan
harus
dihitung
dengan
tegangan
efektifnya.
Persamaan
Mohr
Coulomb
mendefinisikan
kuat
geser
(s)
dengan
parameter
C’
dan
φ’
dalam
rumus:
s = C’ + (σ-‐u) tan φ’, dimana σ adalah total tegangan geser dan u adalah tekanan air pori.
Unruk
lereng
yang
ditambahkan
perkuatan
geosintetik,
semua
potongan
di
dalam
garis
lingkaran
runtuh
(internal
forces)
dan
perkuatan
yang
terpotong
garis
lingkaran
runtuh
yang
menambah
tahanan
momen
(external
force),
dapat
dilihat
dalam
gambar
16.
Tambahan
kuat
tarik
geosintetik
Ti=1
dengan
lengan
momen
y
i=1
menghasilkan
momen
penahan
M
i=1
dan
seterusnya,
maka
persamaan
[1]
dapat
dinyatakan
seperti
ini:
! !
!!!(!! !"# ∅!!.!" ) !! !!! !".!"
𝐹𝑆 = !
[2]
!!!(! !"#∝! ) !
Dimana:
𝑁! = (𝑊! sin ∝! ) − 𝑢!
un
=
pore
water
pressure
Ti
=
kuat
tarik
ijin
lapisan
geosintetik
ke-‐i
yi
=
jarak
lengan
momen
ke-‐i
terhadap
titik
pusat
runtuhan
Figure
16,
Tambahan
Gaya
Tarik
T
dari
Geogrid
14
Untuk
penentuan
besaran
kuat
tarik
ijin
[Tijin]
atau
disebut
juga
kuat
tarik
rencana
[Tdesain],
diperlukan
faktor-‐faktor
pengali,
diantaranya
adalah
faktor
rangkak
selama
120
tahun,
pemasangan,
sambungan
dan
lingkungan
sebagai
berikut:
Tult Tultimate 1
Tijin = = ×
[4]
∑ A A1 × A2 × A3 × A4 γ
dimana:
Tultimate
=
karakteristik
geogrid
pada
desain
jangka
pendek
(tertera
pada
brosur
geogrid)
A1
=
faktor
pengurangan
rangkak
(creep)
interpolasi
120
tahun
rencana
A2
=
faktor
pengurangan
rusak
pada
saat
pemasangan
A3
=
faktor
pengurangan
di
sambungan
A4
=
faktor
pengurangan
karena
lingkungan
γ
=
tergantung
dengan
standar
dan
kondisi
beban
Sehingga
bila
terdapat
geogrid
dengan
kuat
tarik
400kN/m
(tertera
pada
brosur
geogrid),
faktor
pengurangan
rangkak
3.3,
faktor
rusak
pada
saat
pemasangan
1.02,
faktor
pengurangan
di
sambungan
1.0
dan
faktor
pengaruh
lingkungan
1.0,
maka
sesuai
dengan
persamaan
[4]
geogrid
tersebut
dalam
perencanaan
hanya
mempunyai
kuat
tarik
=
118.83
kN/m!
dmax
<
32
mm
dmax
<
32
mm
pH
2.0
–
pH
4.0
pH
4.1
–
pH
8.9
pH
9.0
–
pH
9.5
1.56
1.02
1.1
1.0
1.1
1.0
1.15
3.30
1.02
1.1
1.0
1.0
1.0
1.0
15
Figure
17,
Kurva
Perencanaan
Lereng
dengan
Perkuatan
Geosintetik
untuk
PWP
=
0
(Jewel,
1960)
Akan
tetapi
perhitungan
akan
dilakukan
dengan
menggunakan
program
khusus
yaitu
GGU-‐
STABILITY.
PT.
Brema
Brata
memiliki
lisensinya
yaitu:
License
Num
1-‐1186514
16
III.2.
SPESIFIKASI
III.2.1
SPESIFIKASI
TANAH
DASAR
DAN
TIMBUNAN
Soil
properties
Soil
phi
c
gamma
pw
Designation
[-‐]
[°]
[kN/m²]
[kN/m³]
[-‐]
1
30.00
22.00
20.00
0.00
Tanah
Existing
2
29.32
55.00
18.80
0.00
Tanah
Timbunan
Tanah
timbunan
dipadatkan
dengan
nilai
CBR
kisaran
50%
dengan
menggunakan
siraman
air
dan
track
excavator.
III.2.2
BESARAN
PERCEPATAN
GEMPA
17
Menurut
perkembangan
terbaru,
PBA
di
Padang
harus
berada
di
kisaran
0,30-‐0,4
g,
berbeda
dengan
0,25g
ditentukan
dalam
SNI
1726
2002.
III.2.3
SPESIFIKASI
GEOGRID
UMUM
Penyedia
jasa
harus
menyediakan
dan
memasang
geogrid
P150
seperti
yang
tertera
pada
gambar
atau
ditentukan
oleh
direksi/pengawas.
Pemakaian
geogrid
P150
dipertimbangkan
sebagai
material
perkuatan
timbunan
dan
lereng.
Selain
itu
karena
terbuat
dari
material
sintetik
akan
terhindar
resiko
adanya
masalah
degradasi
kekuatan
dikarenakan
kondisi
tanah
yang
ada.
BAHAN
Geogrid
P150
harus
terbuat
dari
polyester
dengan
sambungan
khusus,
type
uniaxial
yaitu
kekuatan
tarik
utama
adalah
searah
mesin
(MD
=
Machine
Direction).
Sambungan
harus
dilas
lebih
dari
75%
kontak
area
diantara
batangan
melintang
maupun
membujur.
Batangan
monolitik
arah
melintang/
transversal
terdapat
2
(dua)
batang
yang
menjepit
batangan
arah
memanjang/
longitudinal.Batangan
polyester
dilapisi
oleh
PVC
untuk
memperpanjang
umur
pakai
geogrid.
Geogrid P150 harus memiliki properti seperti tertera dalam tabel berikut ini:
MD
18
LTDS
harus
dihitung
dengan
memperhatikan
faktor-‐faktor
reduksi
terhadap
rangkak,
kerusakan
pada
saat
pemasangan,
terkontaminasi
material-‐material
biologis
ataupun
kimia
(pengaruh
lingkungan).
LTDS
juga
harus
memperhitungkan
permasalahan
terkritis
untuk
jangka
pendek
(disebut
juga
yang
terpenting)
yaitu
kuat
tarik
saat
mulai
putus.
Besaran
agregat
yang
akan
digunakan
di
site
menentukan
faktor
reduksi
untuk
kerusakan
pada
saat
pemasangan
untuk
mendapatkan
LTDS.
Dalam
pelaksanaannya
faktor
keselamatan
juga
penting
untuk
diperhatikan.
KARAKTERISTIK RANGKAK
Karakteristik
rangkak
harus
diukur
pada
batangan-‐batangan
yang
homogen
dari
geogrid
P150.
Jangan
didasarkan
pada
komponen-‐komponen
batangan.
Supplier
harus
memberikan
hasil
tes
independen
untuk
menunjukkan
faktor
reduksi
untuk
rangkak
sampai
120
tahun,
untuk
material
mentah
yang
digunakan.
Produsen
harus
menyediakan
agregat
yang
digunakan
untuk
mendapatkan
faktor
reduksi
kerusakan
pemasangan
yang
direkomendasikan
bagi
tipe-‐tipe
geogrid
P150
yang
dipesan.
Jika
diperlukan,
produsen
harus
menyediakan
cakupan
faktor-‐faktor
reduksi
untuk
ukuran-‐ukuran
agregat
yang
berbeda.
Produsen
harus
menyediakan
hasil
tes
independen
yang
menunjukkan
bahwa
lebih
dari
95%
kekuatan
yang
menentukan
ditahan
oleh
geogrid
P150
seperti
disyaratkan
ketika
diletakkan
dalam
medium
dengan
pH
~
12.5
untuk
28
hari
pada
suhu
50°C
dan
diuji
tanpa
penutup.
Geogrid
P150
tidak
boleh
memiliki
komponen
dengan
solvent
atau
pelarut
pada
suhu
lingkungan.
Geogrid
P150
harus
tahan
terhadap
garam,
asam
dan
alkali,
serta
non
organik.
Geogrid
P150
yang
diadakan
tidak
boleh
ada
yang
mulur
dan
harus
masih
asli
sesuai
yang
baru
diproduksi.
IDENTIFIKASI PRODUK
Rol-‐rol
geogrid
P150
disediakan
dengan
tertera
label
untuk
menunjukkan
nama
pabrik,
material
mentah
yang
digunakan
untuk
jenis
produk,
nomor
dan
jumlah,
lebar
dan
panjang
rol.
PERSETUJUAN
Kontraktor
harus
mengajukan
persetujuan
pengadaan
material
kepada
konsultan/
pemilik
dengan
disertai
brosur,
teknikal
data
dan
sample
yang
telah
disambung.
Kontraktor
tidak
dibenarkan
untuk
melakukan
pembelian
material
sebelum
ada
persetujuan
dari
konsultan/pemilik
proyek.
Dalam
pengajuan
persetujuan
material,
kontraktor
harus
memberikan
waktu
yang
cukup
untuk
prosedur
pengajuan
tersebut
dan
juga
harus
mempertimbangkan
waktu
pengadaan
barang
(impor),
waktu
19
PERALATAN
Peralatan
yang
digunakan
untuk
memasang
geogrid
P150
harus
disetujui
terlebih
dahulu
oleh
Direksi
Pekerjaan.
PELAKSANAAN
Material
dalam
roll
harus
ditangani
dengan
hati-‐hati
sehingga
terhindar
dari
kerusakan.
Material
di
lapangan
seharusnya
tidak
ditumpuk
melebih
4
roll
dan
jika
akan
disimpan
dalam
sementara
waktu
diharuskan
ditutup
dengan
plastic
tarpaulin.
Material
digelar
dengan
cara
yang
tidak
menimbulkan
kerusakan
pada
material.
Overlap
minimum
untuk
semua
overlap
tergantung
pada
kondisi
tanah
dasar,
metode
instalasi,
ukuran
butiran
tanah
dan
tebal
timbunan
di
atas
geogrid
P150.
Minimum
overlap
harus
mendapat
persetujuan
dari
engineer
yaitu
sebesar
500
mm.
Penyedia
jasa
harus
menyediakan
dan
memasang
geotextile
non
woven
B20
seperti
yang
tertera
pada
gambar
atau
ditentukan
oleh
direksi/pengawas.
Pemakaian
geotextile
non
woven
B20
sudah
umum
dalam
pekerjaan
teknik
sipil,
diantaranya:
sebagai
filter,
lapisan
pelindung,
lapisan
pemisah
tanah
untuk
mencegah
bercampurnya
tanah/material
timbunan
dengan
tanah
lunak,
dan
drainase
di
bawah
tanah.
BAHAN
Bahan
geotextile
non
woven
B20
adalah
geotextile
non
woven
yang
diikat
dengan
cara
needle-‐
punched
staple
fibre
yang
dirancang
khusus
dengan
ketebalan
tinggi,
tahan
terhadap
coblosan
(puncture)
tinggi
dan
kapasitas
mulur
(elongation)
yang
tinggi
sehingga
dapat
mengikuti
deformasi
tanah
akibat
beban
besar.
Geotextile
non
woven
B20
harus
memiliki
properti
seperti
tertera
dalam
tabel
berikut
ini:
Properties
Test
Method
B20
2
Mass
(gr/m )
ASTM
D
3770
200
Thickness
2kPa
(mm)
ASTM
D
1777
3.0
Widestrip
Tensile
Strength
(kN/m)
MD
EN
ISO
10319
17.0
Widestrip
Tensile
Strength
(kN/m)
CD
ASTM
D
4595
16.0
Elongation
at
Maximum
Load
(%)
MD
EN
ISO
10319
45
Elongation
at
Maximum
Load
(%)
CD
ASTM
D
4595
83
Grab
Strength
(kN/m)
MD
ASTM
D
4632
1.05
Grab
Strength
(kN/m)
CD
1.03
Grab
Elongation
(%)
MD
ASTM
D
4632
40
Grab
Elongation
(%)
CD
80
CBR
Punctrure
Resistance
(N)
EN
ISO
12230/
3,000
20
PERALATAN
Peralatan
yang
digunakan
untuk
memasang
geotextile
non
woven
B20
harus
disetujui
terlebih
dahulu
oleh
Direksi
Pekerjaan.
PELAKSANAAN
Setiap
rol
geotextile
non
woven
B20
yang
dikirim
ke
site
dilapis
lembar
polyethylene
dan
diberi
label
untuk
detail
identifikasi
produk,
panjang,
lebar,
dan
berat.
Pengiriman,
penyimpanan
dan
penanganan
geotextile
non
woven
B20
harus
mengikuti
petunjuk-‐
petunjuk
pabrik.
Pemilihan
area
harus
dipersiapkan
untuk
penyimpanan
rol-‐rol
geotextile
non
woven
B20
di
site.
Area
tersebut
harus
aman,
kokoh,
kering
dan
terlindung
dari
material
yang
dapat
merusak
geotextile
non
woven
B20.
Kontraktor
harus
menjamin
tempat
dan
peralatan
yang
digunakan
untuk
menangani
geotextile
tidak
akan
merusak
geotextile
non
woven
B20
dan
lapis
pelindungnya.
Rol-‐rol
geotextile
non
woven
B20
disimpan
dan
ditangani
sedemikian
rupa
sehingga
tidak
sampai
terjadi
kerusakan.
Untuk
melindungi
geotextile
non
woven
B20
dari
cuaca,
semua
rol
harus
ditutup
dengan
tarpaulin
atau
lembar
plastik
tambahan.
Bila
ada
beberapa
rol
yang
lapis
pelindungnya
rusak
harus
ditandai
untuk
diperiksa
kemudian.
Lapis
pelindung
harus
segera
diperbaiki
secepatnya.
Dan
sebaiknya
pemasangan
jangan
dilakukan
pada
saat
ada
angin
kencang.
21
BAB
IV
PERHITUNGAN
Longsoran
1
terlatak
pada
KM18+000,
Ruas
Jalan
Nasional
Padang
–
Solok.
Terjadi
longsoran
permukaan
setinggi
(V)
65.060m,
sepanjang
(H)
89.755m.
Penyebab
kelongsoran:
-‐ Curah
hujan
yang
tinggi,
air
permukaan
masuk
ke
dalam
tanah
lereng
sehingga
merubah
parameter
tanah
menjadi
lebih
berat,
sudut
geser
mengecil.
-‐ Aliran
air
dalam
tanah
memasuki
tanah
lereng,
diperkirakan
air
dari
bukit
di
atasnya,
yang
merubah
parameter
tanah
menjadi
lebih
berat,
sudut
geser
mengecil.
-‐ Soil
properties
Soil
phi
c
gamma
pw
Designation
[-‐]
[°]
[kN/m²]
[kN/m³]
[-‐]
1
30.00
22.00
20.00
0.00
Tanah
Existing
2
29.32
55.00
18.80
0.00
Tanah
Timbunan
-‐ Percepatan
gempa
0.25
-‐ Software
GGU
Stability,
License
Num
1-‐1186514
22
65.0 0
6 0.0 0
5 5.0 0
50 .00
45 .00
kS 40 . 00 34 .08
3 5. 00
kS
0 Geos 54/ µ: 0.6 0/m x T: 100. 0 kS
Geo s 53/ µ: 0. 60/m x T :100 .0 kS 2.5 3
kS 39 .87
Geo s 52/ µ: 0. 60/m xT :100 .0 .0 0
35
Geo s 51/ µ: 0. 60/m x T :100 .0
G eos 50/µ :0. 60/ m x T: 100. 0 kS 30. 0 0 2 5.0 0
2. 32 20. 00
Geo s 49/ µ: 0. 60/m xT :100 .0 kS
15 4.
.0017 2. 08
Geo s 48/ µ: 0. 60/m xT :100 .0
G eos 47/µ :0. 60/ m x T: 100. 0 10. 39 10. 00
Geo s 46/ µ: 0. 60/m xT :100 .0
-10 Geo s 45/ µ: 0. 60/m x T :100 .0 6.2 2
kS
2. 85 1. 97
G eos 44/µ :0. 60/ m x T: 100. 0 1. 66
Geo s 43/ µ: 0. 60/m xT :100 .0 0
5 .0
Geo s 42/ µ: 0. 60/m x T :100 .0
G eos 41/µ :0. 60/ m x T: 100. 0 2.16
Geo s 40/ µ: 0. 60/m x T :100 .0 1. 93
2 .06 kS
Geo s 39/ µ: 0. 60/m x T :100 .0
Geo s 38/ µ: 0. 60/m x T :100 .0
Geo s 37/ µ: 0. 60/m xT :100 .0 1. 81
Geo s 36/ µ: 0. 60/m xT :100 .0
-20 Geo s 35/ µ: 0. 60/m xT :100 .0
1. 74
2. 35 kS
Geo s 34/ µ: 0. 60/m x T :100 .0 kS
G eos 33/µ :0. 60/ m x T: 100. 0
G eos 32/µ :0. 60/ m x T: 100. 0
Geo s 31/ µ: 0. 60/m x T :100 .0
1. 95
Geo Ss oil
S oil
30/ dµ:owels
S0.
dow
oil60/m
dowel
els
1/e
x2T1:20
/e1:
s 3/20.
:100.0/
e1:
.0e2:
0/
20.e2:
20.
0/e20.
0 2:2
0 0.0
Geo s 29/ µ: 0. 60/m x T :100 .0 2. 62
kS kS
Geo s 28/ µ: 0. 60/m x T :100 .0
Geo s 27/ µ: 0. 60/m xT :100 .0
Geo s 26/ µ: 0. 60/m xT :100 .0
G eos 25/µ :0. 60/ m x T: 100. 0
-30 Geo s 24/ µ: 0. 60/m x T :100 .0
Geo s 23/ µ: 0. 60/m x T :100 .0
kS kS
G eos 22/µ :0. 60/ m x T: 100. 0 kS
G eos 21/µ :0. 60/ m xT: 100. 0
Geo s 20/ µ: 0. 60/m x T :100 .0
Geo s 19/ µ: 0. 60/m x T :100 .0
Geo s 18/ µ: 0. 60/m xT :100 .0
G eos 17/µ :0. 60/ m xT: 100. 0 kS
Soi l dowels
S oilGeo
dow
Soi
4/sels
e1:
l dowels
520.0 kS
16/ µ:/e1: /e2
20.
6/:20.
0. 60/m 0/
e1:
xe2:
T020.0
20./e2
:100 0 :20. 0
.0 kS
Geo s 15/ µ: 0. 60/m x T :100 .0
S oil dow els 7 /e1: 20. 0/ e2: 20. 0
-40 Soi l dowels
Geo s 14/ µ:8/0.e1: 20.0
60/m x T/e2 :20.
:100 .0 0
Soil
j c g pw Designation
G eos 13/µ :0. 60/ m x T: 100. 0
-60
Soi
SoiSl oil l dowels
dowels 19/10.
17/1e1: e1:0/e
10. 0/e 2:10
.0 0 .0
dow els 8/e1 :10 .0/2:10
e2: 10.
Soi l dowels 16/ e1: 20. 0/e 2:20 .0
-70 w w
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
Slope
stability
analysis
to
DIN
4084
(old)
using
circular
slip
surfaces
Unfavourable
slip
circle
Circle
xm
ym
Radius
Slices
FOS
[m]
[m]
[m]
[-‐]
[-‐]
9
38.2670
-‐12.4314
17.1752
50
1.6591
Numerator
=
69846.491
Denominator
=
42099.196
23
kS kS 9. 82
kS
kS
0 Geos 54/ µ: 0.6 0/m x T: 100. 0 kS
13. 53 1.8 3
Geo s 53/ µ: 0. 60/m x T :100 .0 kS
kS
Geo s 52/ µ: 0. 60/m xT :100 .0
kS
Geo s 51/ µ: 0. 60/m x T :100 .0 2 6.88 1 .53
G eos 50/µ :0. 60/ m x T: 100. 0 kS
24. 26.
00 00 0
220 .00
2 0.0 0
Geo s 49/ µ: 0. 60/m xT :100 .0 6.
kS 16. 18.
00 00
Geo s 48/ µ: 0. 60/m xT :100 .0 kS 1 4.00
0
2. 89 1. 34 kS
.0
G eos 47/µ :0. 60/ m x T: 100. 0 12.0 0
8
1 0.00
Geo s 46/ µ: 0. 60/m xT :100 .0 5.4 2
-10 Geo s 45/ µ: 0. 60/m x T :100 .0 4 .00
2. 15
G eos 44/µ :0. 60/ m x T: 100. 0
2 .0 0 1. 27 kS
Geo s 43/ µ: 0. 60/m xT :100 .0 2. 60
Geo s 42/ µ: 0. 60/m x T :100 .0
G eos 41/µ :0. 60/ m x T: 100. 0 1.51
Geo s 40/ µ: 0. 60/m x T :100 .0 1.2 5 kS
1. 74
Geo s 39/ µ: 0. 60/m x T :100 .0
Geo s 38/ µ: 0. 60/m x T :100 .0 1. 20
G eos 3 7/µ :0. 60/ m xt :Geo
161.s13/
37/mx
µ:T0.:10
60/m0.0/xTT :100 .0
G eos 3 6/µ :0. 60/ m xt :Geo
152.s90/
36/mxµ:T0.:10
60/m0.0/xTT :100 .0 1.35
-20 G eos 3 5/µ :0. 60/ m xt :Geo
147.s77/35/mxT
µ: 0.:10
60/m
0.0/xT
T :100 .0
1.9 0 kS
Soil
j c g pw Designation
G eos 13/µ :0. 60/ m x T: 100. 0
-60 Erdbebenbeschleunigung:
Horizontal eh/g = 0.2500
Vertical ev/g = 0.0000
Soi
SoiSl oil l dowels
dowels 19/10.
17/1e1: e1:0/e
10. 0/e 2:10
.0 0 .0
dow els 8/e1 :10 .0/2:10
e2: 10.
Soi l dowels 16/ e1: 20. 0/e 2:20 .0
-70 w w
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
Slope
stability
analysis
to
DIN
4084
(old)
using
circular
slip
surfaces
Unfavourable
slip
circle
Circle
xm
ym
Radius
Slices
FOS
[m]
[m]
[m]
[-‐]
[-‐]
33
59.3740
-‐18.2709
30.3584
50
1.2006
Numerator
=
220325.150
Denominator
=
183508.970
24
Longsoran
2
terlatak
pada
KM17+800,
Ruas
Jalan
Nasional
Padang
–
Solok.
Terjadi
longsoran
permukaan
setinggi
(V)
80.775m,
sepanjang
(H)
149.527m.
Penyebab
kelongsoran:
-‐ Curah
hujan
yang
tinggi,
air
permukaan
masuk
ke
dalam
tanah
lereng
sehingga
merubah
parameter
tanah
menjadi
lebih
berat,
sudut
geser
mengecil.
-‐ Aliran
air
dalam
tanah
memasuki
tanah
lereng,
diperkirakan
air
dari
bukit
di
atasnya,
yang
merubah
parameter
tanah
menjadi
lebih
berat,
sudut
geser
mengecil.
-‐ Soil
properties
Soil
phi
c
gamma
pw
Designation
[-‐]
[°]
[kN/m²]
[kN/m³]
[-‐]
1
30.00
22.00
20.00
0.00
Tanah
Existing
2
29.32
55.00
18.80
0.00
Tanah
Timbunan
-‐ Percepatan
gempa
0.25
-‐ Software
GGU
Stability,
License
Num
1-‐1186514
25
kS kS kS
j c g pw
Soil Designation
[°] [kN/m²] [kN /m³] [-] 5.41
kS kS
kS
30.00 22.00 20.00 0.00 Tanah Ex isting
29.32 55.00 18.80 0.00 Tanah Timbunan
2. 63
kS kS kS kS
40 Longsoran # 2
Non Earthquake Calculation Data
3. 00
kS
kS kS kS
h
m in
= 1.98
xm = 109.34 m
3. 50
ym = -44.52 m kS kS kS kS
R = 45.44 m
20 kS kS kS
4 . 50
kS kS 5. 87
4. 00
3.6 5
kS 6. 03
0
Geo s 63/
62/ µ: 0. 60/ mx T :120 .0
G eos 6 1/µ :0. 60/ m xT :1 20. 0 kS
G eos 60/µ :0. 60/ m x T: 120. 0
Geo s 59/ µ: 0.6 0/m xT: 120 .0 7.5 5 Bt
w
Geo s 58/ µ: 0.6 0/m xT: 120 .0
G eos 57/ µ:0 .60 /m x T: 120. 0 7 .50
6. 0
Ge os 56
G eos /µ: 0.
5 5/µ :0.60/
60/mxT
m xT:12 0.0 0
:1 20.
G eos 54/µ :0 .60/ m x T: 120. 0 7. 00
0
G eos 5 3/µ :0. 60/ m xT : 120. 0
G eos 52 /µ: 0. 60/ mx T :1 20.0
G eos 51 /µ :0. 60/ m xT :1 20.0
Ge os 50 /µ: 0. 60/ mxT :12 0.0
Geos
w kS 6 .50
kS
Geos 49/ 48/µ:0 .60 0/m
µ: 0.6 /m xxT:T:120.
120.00 5. 5
Ge os 47
G eos /µ: 0.
4 6/µ :0.60/
60/mxT
m xT:1: 120.
20.0 0 0
-20 G eos 45/ µ:0 .60 /m x T: 120. 0
Geo s 44/
G eos µ: 0.
4 3/µ :0.60/m
60/ mx TxT:120
:1 20..0 0
5 .0
0
G eosGeo 42/ sµ:0 .60
41/ µ:/m x T: 120.
0. 60/m xT:0120 .0
G eos 40/µ :0 .60/ m x T: 120. 0 4. 81
G eos 39 /µ :0. 60/ m xT :1 20.0 0
G eos 38/µ :0. 60/ m xT: 120. 0 4. 5
Geo s 37/ µ: 0. 60/ mx T :12 0.0
Geo s 36/ µ: 0. 60/ mx T :120 .0
Geos 35/ µ: 0.6 0/m x T: 120. 0 4.0 0
G eos 34/ µ:0 .60 /m x T: 120. 0
GGeos
eos 3233/ Sµ:
/µ: S0.6
oil
0. oi
60/Sl0/m
dowel
mx xT:
oilowels
d dowe
T
w
120.
s:13/20.0
e1:
2/ 10 /e1:
ls e1:2
20. 0/e
0.0
20.2:2
/e2:
0/0.0
e2:
20.20.
0 0 3.5 0
Ge os 31 /µ: 0. 60/ mxT :12 0.0 2.03
Geos
Ge os30/ 29/µ:µ:0.6
0. 0/m x T:T120.
60/ mx 0
:12 0.0
G eos 28/ µ:0 .60 /m x T: 120. 0 3. 00
G eos 27 /µ: 0. 60/ mx T :1 20.0
G eos 2 6/µ :0. 60/ m x T: 120. 0
G eos 25/ µ:0 .60/ m x T: 120. 0 2. 5
Geo s 24/ µ: 0.6 0/m xT: 120 .0 0
-40 GGeoseos232 /µ
2/µ:0.:0.60/
60/mmxTx :1T: 20.0
Geo s 21/ µ: 0. 60/ mxT :120 .0
Geo
Geoss 20/ µ:µ:0
G eos19/
0.6.60
1 8/µ :0.
0/m/mx x w
120. 0
T:T:120
60/ m xT: 120..0
120.0 0
2.
001. 98
G eos 17/ µ:0 .60/ m x T: 120. 0
Geo s 16/ µ: 0. 60/m xT: 120 .0
Geos
Geos15/ 14/µ:µ:0.6
0.60/m0/mx T:
xT:120.
120.0 0
Geos 13/ µ: 0.6 0/m x T: 120. 0
G eos 12/ µ:0 .60 /m xT: 120. 0
Geo
G eos s 11/
GeG os
10/µ:µ:0
0. 60/m
.60 /mx T:
eos9/8µ:/µ0.:0.60/
60/mxw
x T:120
120..0 0
mTxT:120
:1 20..0 0
-60
G eos 7/µ :0. 60/ m xT :1 20. 0
Ge os 6/ µ: 0. 60/ mxT :120 .0
-80
So ilSdowel
oiSl oi
d owels
ld
s owels
9/ e1:
8/e20.
7/e
1:20/e
1:2
0.0/w
2:20
0.0/
e2:.0
e2:
20.20.
0 0/
0 -3.3
26
kS kS kS
j c g pw
Soil Designation
[°] [kN/m²] [kN /m³] [-] 3.89
kS kS
kS
30.00 22.00 20.00 0.00 Tanah Ex isting
29.32 55.00 18.80 0.00 Tanah Timbunan
1. 75 3.80
kS kS kS kS
20 2. 00 1.80
40 Longsoran # 2
Eart hquake Calculation Data kS
kS kS kS
h
m in
= 1.20
2.6 0 2 .40 2.
3. 60
xm = 109.34 m
ym = -44.52 m kS kS kS kS
R = 45.44 m
20 Erdbebenbeschleunigung:
kS kS kS
Horizontal eh/g = 0.2500 3. 40
2
.8
2.6 4
3. 20
0
kS 2. 97
0
Geo s 63/
62/ µ: 0. 60/ mx T :120 .0
G eos 6 1/µ :0. 60/ m xT :1 20. 0 kS
G eos 60/µ :0. 60/ m x T: 120. 0
Geo s 59/ µ: 0.6 0/m xT: 120 .0 3.1 6 Bt
w
Geo s 58/ µ: 0.6 0/m xT: 120 .0
G eos 57/ µ:0 .60 /m x T: 120. 0
Ge os 56
G eos /µ: 0.
5 5/µ :0.60/
60/mxT
m xT:12 0.0 0
:1 20.
G eos 54/µ :0 .60/ m x T: 120. 0 0
G eos 5 3/µ :0. 60/ m xT : 120. 0 3. 3 .0
G eos 52 /µ: 0. 60/ mx T :1 20.0
G eos 51 /µ :0. 60/ m xT :1 20.0
Ge os 50 /µ: 0. 60/ mxT :12 0.0
Geos
w kS
20
2 .8
0
kS
Geos 49/ 48/µ:0 .60 0/m
µ: 0.6 /m xxT:T:120.
120.00
Ge os 47
G eos /µ: 0.
4 6/µ :0.60/
60/mxT
m xT:1: 120.
20.0 0 60
2.
-20 G eos 45/ µ:0 .60 /m x T: 120. 0
Geo s 44/
G eos µ: 0.
4 3/µ :0.60/m
60/ mx TxT:120
:1 20..0 0
3
.4
0 2. 4
0
G eosGeo 42/ µ:0
s 41/.60µ:/m
0. x60/m
T: 120.
xT:0120 .0
G eos 40/µ :0 .60/ m x T: 120. 0
G eos 39 /µ :0. 60/ m xT :1 20.0 3. 51 2. 2 0
G eos 38/µ :0. 60/ m xT: 120. 0 2. 0
Geo s 37/ µ: 0. 60/ mx T :12 0.0 0
Geo s 36/ µ: 0. 60/ mx T :120 .0
Geos 35/ µ: 0.6 0/m x T: 120. 0
G eos 34/ µ:0 .60 /m x T: 120. 0
GGeos
eos 3233/ Sµ:
/µ: S0.6
oil
0. oi
60/Sl0/m
dowel
mx xT:
T
w
s:13/120.
oilowels
d dowe e1:
2/ 10 /e1:
ls e1:2
20.0 20. 0/e
0.0
20.2:2
/e2:
0/0.0
e2:
20.20.
0 0
1 .8
0
Ge os 31 /µ: 0. 60/ mxT :12 0.0 1.
Geos 1.27 60
Ge os30/ 29/µ:µ:0.6
0. 0/m x T:T120.
60/ mx 0
:12 0.0
G eos 28/ µ:0 .60 /m x T: 120. 0 1.
G eos 27 /µ: 0. 60/ mx T :1 20.0 40
G eos 2 6/µ :0. 60/ m x T: 120. 0
G eos 25/ µ:0 .60/ m x T: 120. 0
Geo s 24/ µ: 0.6 0/m xT: 120 .0
-40 GGeos 23 /µ :0. 60/ m xT :1 20.0
eos 2 2/µ :0. 60/ m x T: 120. 0
Geo s 21/ µ: 0. 60/ mxT :120 .0
Geo
Geoss 20/ µ:µ:0
G eos19/
0.6.60
1 8/µ :0.
w
0/m/mx xT:T:120
60/ m xT:120.
.0
120.0 0 1. 20
G eos 17/ µ:0 .60/ m x T: 120. 0
Geo s 16/ µ: 0. 60/m xT: 120 .0
Geos
Geos15/ 14/µ:µ:0.6
0.60/m0/mx T:
xT:120.
120.0 0
Geos 13/ µ: 0.6 0/m x T: 120. 0
G eos 12/ µ:0 .60 /m xT: 120. 0
Geo
G eos s 11/
Ge
10/µ:µ:0
G os
0. 60/m
.60 /mx xT:T:120
eos9/8µ:/µ0.:0.60/
60/mx
120.
mTxT:120w
.0 0
:1 20..0 0
-60
G eos 7/µ :0. 60/ m xT :1 20. 0
Ge os 6/ µ: 0. 60/ mxT :120 .0
-80
So ilSdowel
oiSl oi
d owels
ld
s owels
9/ e1:
8/e20.
7/e
1:20/e
1:2
0.0/w
2:20
0.0/
e2:.0
e2:
20.20.
0 0/
0 -3.3
27
BAB
V
PELAKSANAAN
Figure 19, Material Longsoran Harus Dibersihkan Sampai Ketemu Tanah Asli
28
Figure
22,
Pemasangan
Cerucuk
Kelapa
untuk
Meningkatkan
Daya
Dukung
Tanah
Dasar
dan
Menambah
Stabilitas
Global
Konstruksi
Lereng
29
Figure
23,
Drainase
Bawah
Tanah
Dipasang
Terdalam
Bagian
Konstruksi
untuk
Mencegah
Tekanan
Aktif
Tanah
Jenuh
Air
30
Figure
24,
Perforated-‐Corrugated
Pipe
Dipasang
Untuk
Mempercepat
Keluarnya
Air
Tanah
dari
Mata
Air
Setempat
Figure
20,
Batu
Belah
Dibungkus
Geotextile
Dipasang
Memanjang
Konstruksi
Guna
Mempercepat
Keluarnya
Air
Tanah
Dari
Rembesan
/
Mata
Air
Setempat
31
Figure
26,
Bronjong
Kawat
Dipasang
Sebagai
Pondasi
Konstruksi
Geogrid
pada
Longsoran
2,
dan
Dipasang
Pada
Ujung
Akhir
Geogrid
32
33
34
Figure 30, Ditebari Tanah Timbunan Setiap 20 cm Tebal yang Dipadatkan oleh Excavator
Figure
31,
Penimbunan
dilakukan
hingga
mencapai
ketebalan
yang
diinginkan,
dengan
menggunakan
front-‐end
loader
atau
excavator
35
Figure
32,
Setelah
Sesuai
Ketebalan
Lapisan
Geogrid,
Excavator
Membentuk
Permukaan
Sesuai
Kemiringan
Lereng
Rencana
Figure 33, Pekerja Menarik Geogrid untuk Lapisan Kuncian Atas Sepanjang 2.5 m
36
37
38
Figure 22, Lereng Setinggi 72 m Sudah Siap Ditanami Rumput (2009)
39
40
Figure
39,
Lereng
Setinggi
72
m
Setelah
3
Tahun
(2014)
41
Figure
40,
Ilustrasi
Lereng
Sebelum
dan
Sesudah
Penanganan
42
BAB
VI
KESIMPULAN
DAN
SARAN
VI.1. KESIMPULAN
1. Konstruksi
geogrid
pada
lereng
sangat
tepat
untuk
penanganan
ini,
karena
bersifat
ringan,
dapat
bertahan
hingga
120
tahun,
pelaksanaan
cepat,
pelaksanaan
mudah
dan
relatif
murah
2. Konstruksi
geogrid
pada
lereng
termasuk
menjadi
alternatif
untuk
proyek
penanganan
tanggap
darurat
(bukan
termasuk
konstruksi
permanen)
3. Sumber
material
timbunan
dari
hasil
ledakan
Pabrik
Semen
Padang
di
Indarung
yaitu
berupa
pasir
silika
/
klinker
adalah
material
yang
sangat
bagus
untuk
konstruksi
lereng
ini,
yang
mana
memiliki
nilai
kohesi
yang
tinggi,
nilai
sudut
geser
dalam
yang
tinggi
pula
4. Kuat
tarik
ultimate
geogrid
sebesar
400
kN/m
dan
dituangkan
dalam
desain
perencanaan
adalah
sebesar
118,83
kN/m
dengan
memperhatikan
faktor
pengurangan
rangkak
(creep)
interpolasi
120
tahun
rencana,
faktor
pengurangan
rusak
pada
saat
pemasangan,
faktor
pengurangan
di
sambungan,
dan
faktor
pengurangan
karena
lingkungan
5. Ditentukan
percepatan
gempa
di
daerah
Padang
0,25g
sesuai
peraturan
SNI
1726
2002
6. FOS
(Factor
of
Safety)
Longsoran
1
tanpa
adanya
percepatan
gempa
1.6591
7. FOS
(Factor
of
Safety)
Longsoran
1
dengan
adanya
percepatan
gempa
1.2006
8. FOS
(Factor
of
Safety)
Longsoran
2
tanpa
adanya
percepatan
gempa
1.9849
9. FOS
(Factor
of
Safety)
Longsoran
2
dengan
adanya
percepatan
gempa
1.2041
10. Perbaikan
lereng
Sitinjau
Laut
(Panorama)
dengan
menggunakan
geogrid
pada
ruas
Jalan
Simpang
Haru
–
Lubuk
Selasih
di
KM
17+800
setinggi
72m
dan
KM
18+000
setinggi
74m,
adalah
tertinggi
di
Indonesia,
bahkan
mungkin
di
dunia!
VI.2. SARAN
1. Diperlukan
drainase
bawah
tanah
di
konstruksi
lereng,
agar
air
dalam
tanah
secepatnya
keluar
dari
konstruksi
lereng
ini
2. Diperlukan
drainase
permukaan
di
pinggir
konstruksi
lereng,
agar
air
permukaan
tidak
sempat
meresap
ke
dalam
badan
timbunan
3. Perkuatan
lereng
yang
ringan
untuk
tidak
memperberat
konstruksi
lereng
4. Pada
longsoran
2
diperlukan
konstruksi
pijakan
dasar
yang
kuat
(dengan
bronjong)
5. Pada
longsoran
1
terdapat
batuan
yang
cukup
kuat
untuk
menahan
konstruksi
lereng
PT. Brema Brata®
43