Anda di halaman 1dari 12

The 6th University Research Colloquium 2017

Universitas Muhammadiyah Magelang

Peningkatan Kapasitas Masyarakat dalam Menghadapi Bencana


Erupsi Gunungapi Kelut Melalui Pariwisata Bencana (Disaster
Tourism) di Kecamatan Nglegok Kabupaten Blitar
Kuswaji Dwi Priyono1, Fitria Endah Lestari2
1,2
Fakultas Geografi, Universitas Muhammadiyah Surakarta
Email: Kuswaji.Priyono@ums.ac.id

Abstrak
Keywords: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kegiatan pariwisata
Kata kunci: Erupsi bencana (disaster tourism) dalam peningkatan kapasitas masyarakat dalam
Gunungapi Kelud, menghadapi bencana erupsi Gunungapi Kelud di Kecamatan Nglegok,
Risiko Bencana, Kabupaten Blitar. Penelitian ini merupakan penelitian survey deskriptif
Kecamatan Nglegok dengan pendekatan kuantitatif. Populasi dalam penelitian ini ialah
seluruh wilayah Kecamatan Nglegok. Sampel diambil menggunakan
metode purposive sampling berdasarkan pada Peta KRB Gunungapi
Kelud. Metode pengumpulan data yang digunakan ialah (1) wawancara dan
(2) observasi untuk memperoleh data kapasitas bencana, (3) dokumentasi
dan interpretasi untuk memperoleh data kerentanan bencana dan ancaman
bahaya erupsi Gunungapi Kelud. Analisis data yang digunakan ialah
analisis overlay, scoring, dan deskriptif. Berdasarkan hasil analisis data
diperoleh kesimpulan: (1) masing-masing faktor bahaya, kerentanan, dan
kapasitas memiliki pengaruh yang bervariasi terhadap terjadinya
bencana. Faktor bahaya dan kerentanan adalah faktor yang dapat
meningkatkan tingkat risiko bencana, sedangkan faktor kapasitas adalah
faktor yang dapat memperkecil tingkat risiko bencana (2) tingkat dan
sebaran risiko bencana erupsi dibagi menjadi tiga tingkatan yaitu tingkat
risiko sedang, rendah, dan sangat rendah. Tingkat risiko sedang dengan
luas 146,96 ha. Tingkat risiko rendah dengan luas 1080,52 ha, tingkat
risiko sangat rendah dengan luas 870,50 ha.

1. PENDAHULUAN saling bertum-bukan, lempeng Indo-Australia


1.1. Latar Belakang bergerak relatif ke utara menunjam ke bawah
lempeng Eurasia yang bergerak ke arah
Indonesia merupakan sebuah negara yang selatan. Penunjaman (subduction) lempengan
kaya akan berbagai sumber daya alam, tersebut menimbulkan adanya gempabumi,
dikenal oleh dunia dengan sebutan “Zamrud rangkaian jalur gunungapi aktif yang
Khatulistiwa”. Indonesia terletak pada memanjang dari Pulau Sumatra, Pulau Jawa,
tumbukan tiga lempeng aktif dunia yaitu Pulau Bali, dan Nusa Tenggara serta dapat
Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia, menimbulkan adaya sesar atau patahan.
dan Lempeng Pasifik yang mengakibatkan Rangkaian pegunungapian tersebut dikenal
adanya zona subduksi aktif di Indonesia. [3] dengan nama “ring of fire”.
Ketiga lempengan tersebut bergerak dan

ISSN 2407-9189 93
The 6th University Research Colloquium 2017
Universitas Muhammadiyah Magelang

Wilayah gunungapi merupakan wilayah yang rentan karena tinggal terlalu dekat
yang sangat subur, sehingga menjadi daya dengan sumber ancaman.
tarik bagi manusia untuk menempati wilayah Wilayah Kecamatan Nglegok memiliki
sekitar gunungapi. Pertambahan jumlah potensi pariwisata yang cukup potensial untuk
penduduk dan semakin menyempitnya lahan dikembangkan, yaitu adanya Komplek Candi
pertanian menyebabkan penduduk untuk Penataran yang mengalami proses ekskavasi
membuka lahan-lahan baru ke arah tubuh pada saat erupsi tahun 2014. Gunungapi
gunungapi. Menurut Peraturan Kepala BNPB Kelud merupakan gunungapi tipe A, artinya
Nomor 04 Tahun 2008 jumlah penduduk yang memiliki catatan aktivitas kegunungapian
tinggal di wilayah gunungapi mencapai 5,5 semenjak tahun 1600-an. Manfaat yang
juta jiwa. Kondisi iklim di wilayah gunungapi diperoleh dari adanya gunungapi ini sangat
umumnya sejuk yang menjadi daya tarik bagi beragam, akan tetapi potensi bahaya yang
para wisatawan untuk berkunjung, wisatawan dapat ditimbulkan juga tidak kalah besar.
umumnya tertarik datang karena memilki Dalam ilmu geomorfologi dikenal adanya
udara yang sejuk dan pemandangan alam yang sebuah konsep yaitu hukum dan proses fisika
indah. Keberadaan banyak penduduk yang yang sama yang berlaku saat ini, berlangsung
tinggal dan beraktivitas di sekitar gunungapi pula sepanjang waktu geologi meskipun
akan berpotensi menimbulkan bencana intensitasnya tidak selalu sama dengan
apabila terjadi aktivitas kegunungapian pada intensitasnya saat ini. Hal tersebut
gunungapi wilayah tersebut. Erupsi gunungapi menunjukkan bahwa Gunungapi Kelud dapat
dapat mengakibatkan terjadinya berbagai mengalami peningkatan aktivitas sewaktu-
kerusakan pada suatu wilayah, seperti waktu atau bahkan terjadinya erupsi meskipun
kerusakan infrastruktur bangunan rumah saat ini statusnya aktif normal.
penduduk, fasilitas umum, fasilitas Kecamatan Nglegok memiliki
pemerintahan, kerusakan lahan pertanian, dan karakteristik wilayah yang berpotensi
berpotensi menimbulkan jatuhnya korban luka menimbulkan risiko bencana yang diakibatkan
maupun korban jiwa. oleh erupsi gunungapi. Faktor- faktor bahaya
Dampak dari kerusakan yang yang berpotensi terjadi di Kecamatan Nglegok
ditimbulkan dapat menyebabkan merupakan suatu keadaan yang tidak dapat
terganggunya kehidupan penduduk, diubah. Hal ini merupakan konsekuensi dari
lumpuhnya sektor perekonomian, dan kondisi wilayah Kecamatan Nglegok baik
mengganggu jalannya kegiatan pembangunan secara geologis, geomorfologis, dan
nasional. Dampak dari bencana yang klimatologis yang sangat potensial mengalami
ditimbulkan pada suatu wilayah akan bencana alam terutama erupsi gunungapi.
berdampak pula pada wilayah-wilayah yang Kurangnya pengetahuan penduduk mengenai
ada di sekitarnya baik secara langsung ancaman bahaya tidak hanya dipengaruhi oleh
maupun tidak langsung. Besarnya dampak faktor bahaya saja, akan tetapi juga faktor
yang diakibatkan oleh terjadinya bencana kerentanan dan kapasitas bencana. Potensi
erupsi gunungapi sangat tergantung dari skala terjadinya bencana menyebabkan timbulnya
dan intensitas terjadinya bencana erupsi risiko yang harus dihadapi penduduk yang
gunungapi. Kondisi topografi Kecamatan hidup di Kecamatan Nglegok.
Nglegok sangat dipengaruhi oleh adanya Penanggulangaan bencana memerlukan
Gunungapi Kelud dengan kondisi relief berbagai faktor pendukung antara lain berupa
pegunungapian dan lembah-lembah yang informasi mengenai risiko bencana alam.
memberikan banyak manfaat pada penduduk. Kegiatan pariwisata yang berbasis
Namun mereka adalah warga masyarakat kebencanaan saat ini telah dilakukan pasca

94 ISSN 2407-9189
The 6th University Research Colloquium 2017
Universitas Muhammadiyah Magelang

Erupsi 2014, namun belum ada kajian secara erupsi Gunungapi Kelud di Kecamatan
menyeluruh terhadap pengurangan tingkat Nglegok. Penelitian ini diharapkan dapat
risiko bencana yang ditimbulkan oleh adanya menghasilkan manfaat baik secara keilmuan
erupsi gunungapi Kelud di Kecamatan maupun secara praktis sebagai berikut yaitu
Nglegok. Salah satu elemen penting dalam penerapan sistem informasi geografi untuk
penanggulangan bencana adalah informasi memberikan sumbangan pemikiran dalam
tingkat risiko bencana yang menjadi informasi kajian kebencanaan, khususnya mengenai
yang dapat dimanfaaatkan sebagai acuan baik tingkat risiko bencana serta pengembangan
pra bencana (mitigasi dan kesiapsiagaan), dan penerapan metode penelitian
penanganan darurat pada saat bencana, mengenai kebencanaan dan arahan
maupun pemulihan pasca bencana. Kajian penanggulangan bencana khususnya yang
mengenai tingkat kapasitas masyarakat dipengaruhi oleh faktor geologis,
menghadapi bencana yang didasarkan pada geomorfologis, dan klimatologis. Adapun
kegiatan kepariwisaan sangat diperlukan manfaat praktis bagi masyarakat adalah
dalam pengurangan risiko bencana erupso sebagai dasar untuk menyusun aksi praktis
gunungapi Kelud ini. dalam rangka kesiapsiagaan, seperti
Permasalahan yang dapat diidentifikasi menyusun rencana dan jalur evakuasi,
adalah: (1) pengaruh faktor-faktor bahaya, pengambilan keputusan daerah tempat tinggal
kerentanan dan kapasitas terhadap terjadinya dan sebagainya.
bencana erupsi Gunungapi Kelud di
Kecamatan Nglegok, (2) tingkat dan sebaran 2. TINJAUAN PUSTAKA
bahaya erupsi Gunungapi Kelud yang [1] ”Geografi adalah ilmu yang
dipengaruhi oleh adanya aktivitas mempelajari hubungan kausal gejala-gejala
kegunungapian, (3) tingkat dan sebaran muka bumi dan peristiwa-peristiwa yang
keretanan fisik, sosial, ekonomi, dan terjadi di muka bumi, baik fisik maupun yang
lingkungan, (4) tingkat dan sebaran kapasitas menyangkut makhluk hidup beserta
bencana erupsi yang dipengaruhi oleh upaya permasalahannya melalui pendekatan
penduduk dalam menghadapi bencana, dan (5) keruangan, ekologi, dan regional untuk
tingkat dan sebaran risiko bencana erupsi kepentingan program, proses, dan
Gunungapi Kelud yang dipengaruhi oleh keberhasilan pembangunan”. Pendekatan
sebaran tingkat dan sebaran bahaya, keruangan adalah suatu metode untuk
kerentanan, dan kapasitas kebencanaan. memahami gejala tertentu agar mempunyai
Berdasarkan identifikasi masalah tersebut, pengetahuan yang lebih mendalam melalui
dalam penelitian ini dibatasi masalahnya pada media ruang, dalam hal ini variabel ruang
bagaimana pengaruh kegitan pariwisata mendapat posisi utama dalam setiapa analisis
bencana (disaster tourism) dalam peningkatan [2]. Ada sembilan tema dalam analisis
kapasitas masyarakat menghadapi terjadinya keruangan yaitu: (a) analisis pola keruangan,
bencana erupsi Gunungapi Kelud di (b) analisis struktur keruangan, (c) analisis
Kecamatan Nglegok. proses keruangan, (d) analisis interaksi
keruangan, (e) analisis sistem keruangan, (f)
1.2. Tujuan Penelitian analisis asosiasi keruangan, (g) analisis
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, komparasi keruangan, (h) analisis
maka tujuan penelitiannya adalah mengetahui kecenderungan keruangan, dan (i) analisis
pengaruh kegitan pariwisata bencana (disaster sinergisme keruangan.
tourism) dalam peningkatan kapasitas Prinsip geografi adalah pokok-pokok
masyarakat menghadapi terjadinya bencana pikiran yang mendasari pola kajian studi

ISSN 2407-9189 95
The 6th University Research Colloquium 2017
Universitas Muhammadiyah Magelang

geografi. Secara teoritis prinsip geografi tinggi gunungapi di Indonesia dibedakan


tersebut adalah: (a) prinsip penyebaran, menjadi tiga wilayah utama yaitu: (1) busur
gejala dan fakta geografi tidak tersebar vulkanik Sumatra-Jawa-Nusa Tenggara dan
merata dari satu wilayah ke wilayah lain, (b) terusannya di Maluku Selatan, (2) busur
prinsip interelasi mengungkapkan hubungan vulkanik pada perbatasan ke arah barat dan
antara faktor fisis dengan faktor fisis, antara barat pada igir vertikal Talaud-Mayu di Pulau
faktor manusia dengan faktor manusia, dan Halmahera dan Minahasa/Sangihe, dan (3)
antara faktor fisis dengan faktor manusia, (c) bagian barat daya busur vulkanik Sulawesi.
prinsip deskripsi merupakan suatu prinsip Vulkanisme aktif sangat banyak di Indonesia,
pada geografi dan studi geografi untuk gunungapi tipe A dengan erupsi magmatik
memberikan gambaran lebih jauh tentang sejak tahun 1600 sejumlah 70, Jumlah
gejala dan masalah yang akan dipelajari., dan gunungapi di Indonesia lebih kurang 15% dari
(d) Prinsip korologi, merupakan prinsip gunungapi di dunia [6]
geografi yang komprehensip, karena Menurut Peta Kawasan Rawan Bencana
memadukan prinsip-prinsip lainnya. (KRB) erupsi gunungapi yang diterbitkan oleh
Vulkanisme dipengaruhi oleh Badan Geologi tingkat ancaman bahaya erupsi
penunjaman antar lempeng yang merupakan gunungapi dibagi menjadi tiga yaitu: (a)
salah satu proses geologi yang terjadi di Kawasan Rawan Bencana (KRB) I;
dalam perut bumi. [4] Berbagai proses merupakan kawasan yang terletak dalam
geologi, baik secara fisis maupun kimiawi radius 8 km dari kepundan atau yang
disebabkan oleh ketidakseimbangan sistem berpotensi terlanda aliran lahar hujan, (b)
yang selanjutnya akan mengarah pada Kawasan Rawan Bencana (KRB) II;
keseimbangan baru. Gangguan keseimbangan merupakan kawasan yang terletak dalam
akan selalu terjadi selama dapur magma radius 5 km dari kepundan atau yang
belum membeku, berupa hilangnya panas, berpotensi terlanda aliran lava, lahar hujan,
pembentukan kristal, naiknya tekanan gas dan dan awan panas, dan (c) Kawasan Rawan
uap, pergerakan magma, letusan dan Bencana (KRB) III; merupakan kawasan yang
sebagainya. [4] juga menjelaskan bahwa terletak dalam radius 2 km dari kepundan atau
gangguan keseimbangan yang berada di yang selalu terancam aliran lava, gas beracun,
bawah permukaan bumi antara lain akan dan awan panas. Bencana adalah peristiwa
menyebabkan terjadinya perputaran arus atau rangkaian peristiwa yang mengancam
(convection current) yang segera diikuti dan mengganggu kehidupan dan penghidupan
proses lanjutan berupa pembentukan masyarakat yang disebabkan, baik oleh
cekungan (geosinklin), tegangan pada kerak faktor alam dan/atau faktor non-alam
benua yang berakhir dengan pembentukan maupun faktor manusia, sehingga
sesar dan gejala penerobosan magma ke mengakibatkan timbulnya korban jiwa
permukaan bumi (vulkanisme). manusia, kerusakan lingkungan, kerugian
Vulkanisme adalah fenomena dinamik harta benda, dan dampak psikologis.
dicirikan oleh variasi spasial dan temporal Kapasitas adalah kemampuan daerah dan
penting yang terkait dengan perubahan dan masyarakat untuk melakukan tindakan
gerakan tektonik lempeng [6]. Gunungapi di pengurangan Tingkat Ancaman dan Tingkat
Indonesia sangat dipengaruhi oleh kegiatan Kerugian akibat bencana [5]. Kapasitas
lempeng tektonik pada zona subduksi dan adalah penguasaan sumberdaya, cara, dan
konfigurasi kompleknya membentuk kekuatan yang dimiliki masyarakat, yang
punggungan dari busur vulkanik yang memungkinkan mereka untuk mempersiapkan
menyertai bidang miring dengan seimisitas diri, mencegah, menjinakkan,

96 ISSN 2407-9189
The 6th University Research Colloquium 2017
Universitas Muhammadiyah Magelang

menanggulangi, mempertahankan diri serta perawatan secara berkala, (5) jalur evakuasi
dengan cepat memulihkan diri dari akibat berfungsi baik jika kondisi jalan baik dan
bencana [3]. Menurut Peraturan Kepala BNPB lebar, (6) petunjuk evakuasi berfungsi baik
Nomor 02 Tahun 2012, indikator yang jika disertai data yang lengkap dan akurat, (7)
digunakan untuk peta kapasitas adalah lokasi evakuasi berfungsi baik jika mencukupi
indikator HFA yang terdiri dari: (a) aturan dan jumlah pengungsi dan terdapat fasilitas yang
kelembagaan penanggulangan bencana; (b) dibutuhkan, (8) morfologi atau bangunan
peringatan dini dan kajian risiko bencana; (c) penyelamat berfungsi baik jika mudah diakses
pendidikan kebencanaan; (d) pengurangan dan kondisi baik.
faktor risiko dasar; dan (e) pembangunan Pengkajian risiko bencana merupakan
kesiapsiagaan pada seluruh lini. Pembagian sebuah pendekatan untuk memperlihatkan
variabel-variabel kemampuan atau kapasitas potensi dampak negatif yang mungkin timbul
suatu wilayah dalam menghadapi bencana akibat suatu potensi bencana yang melanda.
antara lain dilihat dari keberadaan [6]: (1) Potensi dampak negatif yang timbul dihitung
organisasi penanggulangan bencana lokal berdasarkan tingkat kerentanan dan kapasitas
yang dibentuk atas inisiatif masyarakat, (2) kawasan tersebut. Potensi dampak negatif ini
organisasi penanggulangan bencana dilihat dari potensi jumlah jiwa yang terpapar,
pemerintah berupa BPBD, SAR, dll, (3) kerugian harta benda, dan kerusakan
kearifan lokal, (4) sistem peringatan dini/ lingkungan [5]. Kajian risiko bencana
EWS (Early Warning System), (5) jalur dapat dilaksanakan dengan menggunakan
evakuasi, (6) petunjuk evakuasi, (7) lokasi pendekatan sebagai berikut:
evakuasi, (8) morfologi atau bangunan 𝑅𝑖s𝑖𝑘o 𝐵𝑒nc𝑎n𝑎 = 𝐵𝑎ℎ𝑎𝑦𝑎 × Kerentanan
penyelamat berupa bukit atau menara Kemampuan
untuk bencana tsunami dan banjir serta Berdasarkan pendekatan tersebut,
lapangan untuk bencana longsor. terlihat bahwa tingkat risiko bencana
Muhammad Nursa’ban dkk (2013) juga bergantung pada: (1) tingkat bahaya kawasan
menjelaskan analisis pengharkatan dilakukan yang terancam, (2) tingkat kerentanan
dengan memberikan nilai pada masing-masing kawasan yang terancam, dan (3) tingkat
variabel. Setiap variabel diberikan nilai 1 kapasitas kawasan yang terancam. [5]Tingkat
hingga 3. Nilai 1 diberikan jika keberadaan ancaman kawasan pada bencana erupsi
variabel-variabel di atas tidak dijumpai, nilai gunungapi dapat diketahui dari Peta Kawasan
2 diberikan bila dijumpai tetapi tidak dapat Rawan Bencana (KRB) Erupsi Gunungapi
berfungsi dengan baik, dan nilai 3 diberikan yang diterbitkan oleh Badan Geologi.
bila dapat berfungsi dengan baik. Kriteria Semakin tinggi ancaman bahaya di suatu
berfungsi baik adalah sebagai berikut: (1) daerah, maka semakin tinggi risiko daerah
organisasi penanggulangan bencana lokal tersebut terkena bencana. Semakin tinggi
berfungsi baik jika ada koordinasi, tingkat kerentanan masyarakat atau penduduk,
keterlibatan masyarakat, dan latihan mitigasi maka semakin tinggi pula tingkat risikonya.
bencana secara berkala, (2) organisasi Akan tetapi sebaliknya, semakin tinggi tingkat
penanggulangan bencana pemerintah kemampuan masyarakat, maka semakin kecil
berfungsi baik jika ada koordinasi dengan risiko yang dihadapinya. Perhitungan analisis
organisasi penanggulangan bencana lokal, (3) risiko dapat ditentukan oleh tingkat besaran
kearifan lokal berfungsi baik jika diajarkan risiko yang dihadapi oleh daerah yang
turun temurun dan dipahami oleh sebagian bersangkutan. Upaya pengkajian risiko
besar masyarakat, (4) sistem peringatan dini bencana pada dasarnya adalah menentukan
berfungsi baik jika dapat digunakan dan ada besaran tiga komponen risiko tersebut dan

ISSN 2407-9189 97
The 6th University Research Colloquium 2017
Universitas Muhammadiyah Magelang

menyajikannya dalam bentuk spasial maupun telah diharkat untuk masing-masing bencana
non spasial agar mudah dimengerti. di wilayah penelitian. Sebaran dan tingkat
Pengkajian risiko bencana digunakan sebagai risiko pada bencana erupsi gunungapi akan
landasan penyelenggaraan penanggulangan tampak pada sebuah peta setelah melakukan
bencana di suatu kawasan untuk mengurangi scoring dan overlay pada semua variabel
risiko bencana. terkait.
Penelitian ini berdasarkan keterkaitan
3. METODE PENELITIAN dengan populasi menggunakan metode
Kecamatan Nglegok merupakan wilayah penelitian sampling, sedangkan berdasarkan
yang terletak di lereng barat laut Gunungapi keterkaitan dengan karakteristik objek
Kelud. Keberadaan Gunungapi Kelud penelitian, penelitian ini menggunakan
menyebabkan memiliki risiko bencana akibat metode survei. Berdasarkan keterkaitan
erupsinya. Analisis risiko bencana sangat dengan analisis datanya penelitian ini
diperlukan untuk mengetahui besarnya potensi menggunakan pendekatan kuantitatif dengan
kerugian baik harta maupun korban jiwa. metode kuantitatif. Penelitian ini dilakukan
Analisis risiko bencana tidak hanya dengan pendekatan geografi yang meliputi
mempertimbangkan tingkat bahaya dari erupsi pendekatan keruangan, kelingkungan, dan
gunungapi, akan tetapi juga kewilayahan. Pendekatan keruangan ditujukan
mempertimbangkan tingkat kerentanan dan oleh cara pandang terhadap lokasi penelitian
kapasitas di wilayah tersebut. Tingkat bahaya dimana wilayah Kecamatan Nglegok yang
bencana erupsi Gunungapi Kelud di terdiri dari berbagai variasi kondisi lahan
Kecamatan Nglegok dipengaruhi oleh letak dipandang suatu kesatuan ruang yang
wilayah terhadap Gunungapi Kelud. memiliki pola, interaksi, dan asosiasi.
Berdasarkan Peta Kawasan Rawan Bencana Pendekatan kelingkungan ditunjukan oleh
(KRB) Erupsi Gunungapi Kelud yang keterkaitan antara tingkat bahaya sebagai hasil
diterbitkan Badan Geologi, tingkat bahaya proses alam dengan tingkat kerentanan dan
akibat erupsi Gunungapi Kelud dibagi kapasitas yang melibatkan manusia serta
menjadi KRB I, KRB II, dan KRB III. unsur sosial budaya didalamnya. Pendekatan
Tingkat kapasitas pada bencana erupsi kewilayahan terutama digunakan dalam
gunungapi dipengaruhi oleh beberapa variabel analisis hasil risiko pada setiap desa. Hasil
yaitu kapasitas sosial (jenis organisasi analisis tersebut selanjutnya disusun untuk
penanggulangan bencana dan keberadaan menggambarkan tingkat dan sebaran risiko di
kearifan lokal) dan kapasitas sistem wilayah Kecamatan Nglegok.
kebencanaan (jenis sistem peringatan dini, Variabel yang digunakan dalam penelitian
jenis jalur evakuasi, jenis lokasi evakuasi, ini dibagi menjadi dua yaitu variabel bahaya
dan jenis petunjuk evakuasi) di Kecamatan dan kapasitas. Bahaya meliputi variabel
Nglegok. sebagai berikut: (a) Kawasan Rawan Bencana
Analisis risiko bencana dilakukan dengan (KRB) I, adalah kawasan yang terletak dalam
metode pengharkatan (scoring) dan tumpang radius 8 km dari kepundan atau yang
susun peta (overlay). Metode scoring berpotensi terlanda aliran lahar hujan; (b)
dilakukan dengan cara memberi nilai pada Kawasan Rawan Bencana (KRB) II, adalah
masing-masing variabel bahaya, kerentanan, kawasan yang terletak dalam radius 5 km dari
dan kapasitas. Metode overlay dilakukan kepundan atau yang berpotensi terlenda aliran
dengan cara menumpang-susunkan semua lava, lahar hujan, dan awan panas; dan (c)
variabel bahaya, kerentanan, dan kapasitas Kawasan Rawan Bencana (KRB) III, adalah
yang telah dirubah dalam bentuk peta dan kawasan yang terletak dalam radius 2 km dari

98 ISSN 2407-9189
The 6th University Research Colloquium 2017
Universitas Muhammadiyah Magelang

kepundan atau yang selalu terancam aliran lokasi evakuasi yang modern diskor 3 (tinggi),
lava, gas beracun, dan awan panas. Variabel sederhana diskor 2 (sedang), dan tidak ada
Kapasitas dibedakan kapasitas sosial diskor 1 (rendah). Masing-masing variabel
(organisasi penaggulangan bencana, kapasitas bencana memiliki pengaruh yang
keberadaan kearifan lokal) dan kapasitas sama, sehingga tidak perlu dilakukan
sistem menejemen kebencanaan (sistem pembobotan. Penentuan tingkat kapasitas
peringatan dini/Early Warning System, jenis bencana di Kecamatan Nglegok dilakukan
jalur evakuasi, petunjuk evakuasi, dan jenis sebagaimana Tabel 1 berikut.
lokasi evakuasi Tabel 1. Penentuan Tingat Kapasitas
Pada tingkat kapasitas bencana
populasinya ialah seluruh desa atau kelurahan
yang terbagi pada masing-masing KRB.
Masing-masing desa atau kelurahan akan
Sumber: Analisis Data, 2014
diwakilkan oleh penduduknya yang dianggap
Analisis overlay dilakukan dengan
berkompeten yaitu perangkat desa atau
melakukan tumpang susun peta pada masing-
kelurahan setempat. Teknik wawancara
masing variabel bahaya dan kapasitas,
digunakan untuk memperoleh data kapasitas
menghasilkan peta bahaya dan peta kapasitas.
suatu wilayah dalam menghadapi bencana
Peta risiko bencana dihasilkan dengan
yaitu jenis organisasi penanggulangan
melakukan tumpang susun peta bahaya, peta
bencana dan keberadaan kearifan lokal.
kerentanan, dan peta kapasitas. Analisis
Pengharkatan dilakukan pada masing-masing
overlay dilakukan dengan bantuan software
variabel bahaya, kerentanan, dan kapasitas
ArcGIS 10.1. Analisis deskriptif dilakukan
untuk mengetahui tingkat risiko bencana.
untuk menggambarkan sebaran tingkat risiko
Analisis pengharkatan dilakukan dengan
bencana Erupsi Gunungapi Kelud. Analisis
bantuan software ArcGIS 10.1. Penentuan
deskriptif dilakukan dengan menggunakan
tingkat bahaya erupsi gunungapi di
peta tingkat risiko bencana erupsi meliputi
Kecamatan Nglegok dilakukan berdasarkan
luas wilayah sebaran masing-masing tingkat
KRB Gunungapi Kelud yang diterbitkan oleh
risiko dan lokasi keberadaan masing-masing
Badan Geologi. Kriteria dan interval skor
tingkat risiko di setiap desa atau kelurahan di
tingkat bahaya erupsi gunungapi untuk KRB I
Kecamatan Nglegok.
dengan tingkat Bahaya Rendah skor 10, KRB
II dengan tingkat Bahaya Sedang skor 20,
4. HASIL PENELITIAN DAN
sedangkan KRB III dengan tingkat Bahaya
PEMBAHASAN
Tinggi diskor 30.
Kawasan rawan bencana terbadap aliran
Jenis Organisasi Penanggulangan Bencana
massa berupa lahar dan kemungkinan
Daerah dan organisasi Penanggulangan
perluasan atau penyimpangan awan panas.
Bencana Lokal diberi skor 3 (tinggi), hanya
Lahar kemungkinan besar dapat terjadi di
ada organisasi penanggulangan daerah saja
bagian barat dan baratlaut Gunungapi Kelud
diskor 2 (sedang), apabila tidak ada organisasi
melalui sungai-sungai besar yang mengalir ke
penanggulangan keduanya diberi skor 1
arah tersebut.Berdasarkan erupsi Gunungapi
(rendah). Keberadaan Kearifan local ada dan
Kelud di masa silam menunjukan bahwa
dilestarikan dskor 3 (tinggi), sekedar ada
lontaran batu (Pijar) berukuran maksimum 2
diskor 2 (sedang), dan tidak ada diskor 1
cm dapat mencapai jarak antara 5-8 km dari
(Rendah). Selanjutnya Kapasitas Sistem
pusat erupsi, sedangkan abu letusan dapat
Menejemen Kebencanaan, jenis jalur
mencapai jarak lebih dari 8 km. Hal ini sangat
evakuasi, jenis petunjuk evakuasi, dan jenis

ISSN 2407-9189 99
The 6th University Research Colloquium 2017
Universitas Muhammadiyah Magelang

tergantung pada arah dan kecepatan angin maka sebarannya di perkirakan hanya di
pada saat letusan. Kawasan awan bencana sekitar puncak atau di dalam Kawah Kelud.
terhadap aliran massa Gunungapi Kelud di Keberadaan penduduk merupakan salah
bedakan menjadi dua bagian yaitu: (a) satu faktor yang mempengaruhi tingkat
Kawasan Rawan Bencana terhadap Aliran kerentanan suatu wilayah dalam menghadapi
Piroklastik (Awan Panas) dan (b) Kawasan bencana. Jumlah penduduk yang besar akan
Rawan Bencana terhadap Aliran Lava. meningkatkan tingkat kerentanan wilayah
Bahan lontaran adalah semua jenis bahan dalam menghadapi bencana. Hal ini
letusan yang di lontarkan ke semua arah pada dikarenakan jumlah penduduk yang besar
saat terjadi letusan berupa bom vulkanik akan meingkatkan tingkat kerugian baik jiwa
(kerak roti) berasal dari magma dan juga maupun harta dan jumlah penduduk yang
pecahan batuan tua (fragmen litik). Bahan besar juga relatif sulit dikendalikan saat
Iontaran ini tidak terpengaruh oleh arah tiupan terjadi bencana. Pemerintah atau pihak-pihak
angin saat terjadi letusan karena ukurannya lain yang menangani bencana di lokasi
relatif besar. Berdasarkan letusan terdahulu, tersebut akan mengalami kesulitan yang lebih
jangkauan bahan lontaran dapat menerpa jarak besar apabila wilayah tersebut memiliki
sekitar 2 km untuk ukuran bom vulkanik dan penduduk yang banyak. Penanganan bencana
untuk fragmen batuan ukuran 2-6 cm dapat akan membutukan biaya dan tenaga yang
mencapai jarak antara 2-5 km dari pusat lebih besar jika terjadi di wilayah-wilayah
erupsi. Hujan abu lebat adalah material yang memiliki jumlah penduduk besar.
letusan berukuran keciI (pasir hingga abu) Berdasarkan jumlah penduduk terancam
yang di lontarkan ke atas lalu jatuh bebas, paling banyak ada di KRB II yaitu 20.576
sedangkan yang berbutir halus biasanya jatuh jiwa atau 42,63% dari total jumlah penduduk,
sesuai dengan arah tiupan angin saat terjadi sedangkan yang paling rendah ada di KRB III
letusan. Sebaran hujan abu lebat biasanya 9.563 jiwa atau 19,81% dari total jumlah
sangat tebal di dekat sumber erupsi dan penduduk. Pada KRB II yang memiliki
semakin jauh semakin menipis. jumlah penduduk terancam paling tinggi Desa
Berdasarkan data geologi dan sejarah Dlimoyo memiliki jumlah penduduk tertinggi
kegiatan masa lampau menunjukkan bahwa dengan 2.926 jiwa, sedangkan jumlah
produk letusan Gunungapi Kelud didominasi penduduk yang paling sedikt berada di Desa
oleh aliran piroklastik (awan panas) dan aliran Gejagan dengan 918 penduduk.
lava. Apabila Gunungapi Kelud meletus Tingkat kepadatan penduduk juga
kembali pada masa datang dengan jenis dan mempengaruhi tingkat kerentanan suatu
tipe letusan relatif identik dengan letusan wilayah dalam menghadapi bancana. Tingkat
letusan sebelumnya maka pola aliran kepadatan penduduk yang lebih tinggi
massanya diprediksi akan relatif sama dan mempunyai tingkat kerentanan yang lebih
kemungkinan akan diarahkan terutama ke tinggi apabila dibandingkan dengan wilayah
bagian barat dan barat laut dimana wilayah yang mempunyai tingkat kepadatan
Kecamatan Nglegok berada. Data geologi penduduk yang rendah. Tingkat kepadatan
menunjukkan bahwa aliran lava banyak penduduk akan menentukan cara-cara atau
ditemukan di sektor selatan, barat, bara laut, perlakuan yang diberikan pemerintah atau
timur, dan timurlaut. Berdasarkan keadaan pihak-pihak lain saat menangani bencana di
topografi atau morfologi daerah puncak dan wilayah tersebut. Berdasarkan tingkat
kawah Gunungapi Kelud saat ini apabila pada kepadatan penduduk tertinggi berada di KRB
letusan akan datang terjadi lagi aliran lava I dengan rata-rata 2.735 jiwa/km2, sedangkan
kepadatan penduduk terendah berada di KRB

100 ISSN 2407-9189


The 6th University Research Colloquium 2017
Universitas Muhammadiyah Magelang

III dengan rata-rata 1.035 jiwa/km2. Berdasarkan jumlah rumah tangga SM (sangat
Kelompok rentan merupakan kelompok- miskin) paling tinggi berada di KRB III
kelompok dalam penduduk di suatu wilayah dengan jumlah 212 rumah tangga, sedangkan
yang lebih rawan terkena akibat dari bencana jumlah rumah tangga terendah berada di
erupsi gunungapi di suatu wilayah. KRB II dengan jumlah 21 rumah tangga. Pada
Tingkatan kerentanan Kelompok umur 0- jumlah rumah tangga SM, KRB II dan KRB
14 dan >64 tahun memiliki kerentanan yang III memiliki jumlah rumah tangga yang paling
lebih tinggi terhadap bencana jika sedikit terancam dengan jumlah rata-rata 21
dibandingkan dengan kelompok umur 15-64 rumah tangga di setiap desa, sedangkan KRB
tahun. Hal ini dikarenakan kelompok umur 0- III menjadi memiliki rata-rata jumlah
14 terdiri dari balita dan anak- anak dan penduduk terancam yang paling tinggi dengan
kelompok umur yang >64 terdiri dari manula, rata-rata 135 rumah tangga di setiap desa.
sedangkan kelompok umur 15-64 tahun Kerentanan Fisik, meliputi factor rumah
merupakan kelompok usia remaja sampai merupakan sarana tempat tinggal penduduk
dewasa. Usia balita, anak-anak, dan manula dalam suatu wilayah. Jenis rumah dapat
memiliki kerentanan yang lebih tinggi dibedakan menjadi permanan dan
daripada usia remaja sampai dewasa dalam semipermanen. Keberadaan rumah dapat
menghadapi bencana. Berdasarkan jumlah memicu terjadinya bencana sekunder setelah
penduduk dengan kelompok umur 0-14 tahun terjadi bencana erupsi gunungapi. Rumah
paling tinggi berada di KRB III dengan dalam perspektif bagian dari kerentanan fisik
jumlah 1.250 jiwa, sedangkan jumlah dalam kajian risiko bencana tidak hanya
penduduk terendah berada di KRB II dengan dilihat dari fisiknya saja yang dapat
jumlah 234 jiwa. Pada kelompok umur 0-14 menimbulkan bencana sekunder, akan tetapi
tahun KRB II memiliki jumlah penduduk juga dapat dilihat sebagai faktor penarik
yang paling sedikit terancam dengan jumlah penduduk untuk mendiami wilayah yang
rata-rata 554 jiwa di setiap desa, sedangkan rawan terkena bencana erupsi gunungapi.
KRB III menjadi memiliki rata-rata jumlah Jumlah keberadaan rumah yang semakin besar
penduduk terancam yang paling tinggi dengan dalam suatu wilayah akan meingkatkan
rata-rata 1.160 jiwa di setiap desa. Pada tingkat kerentanan fisik wilayah dalam
kelompok umur 15-64 tahun jumlah penduduk menghadapi bencana erupsi gunungapi.
paling tinggi berada di KRB III dengan Banyak penduduk yang sudah dievakuasi saat
jumlah 3.527 jiwa, sedangkan jumlah terjadi bencana memilih kembali ke rumahnya
penduduk yang paling rendah berada di Desa hanya untuk memastikan keadaan rumahnya.
Gejagan yang merupakan bagian dari KRB II Jumlah rumah yang sedikit akan menurunkan
dengan jumlah 598 jiwa. kerentanan fisik wilayah dalam menghadapi
Kemiskinan merupakan faktor sosial yang bencana erupsi gunungapi.
mempengaruhi tingkat kerentanan wilayah Fasilitas umum merupakan tempat yang
terhadap bencana. Tingkat kemiskinan yang diperuntukan untuk kegiatan pelayanan
tinggi akan menyebabkan berbagai hal negatif publik. Fasilitas umum dalam kajian
antaralain: pemenuhan kebutuhan sehari-hari kerentanan fisik risiko bencana juga memiliki
yang tidak terpenuhi, tingkat kesehatan potensi untuk menimbulkan bencana
rendah, dan tingkat pengetahuan akan bencana sekunder. Selain itu, dilihat dari perspektif
rendah. Kombinasi dari beberapa efek negatif lain keberadaan fasilitas umum menjadi faktor
akibat kemiskinan akan menyebabkan penarik bagi penduduk untuk datang ke
meningkatkan kerentanan penduduk dalam tempat-tempat tersebut. Jumlah keberadaan
suatu wilayah saat menghadapi bencana. fasilitas umum yang semakin besar dalam

ISSN 2407-9189 101


The 6th University Research Colloquium 2017
Universitas Muhammadiyah Magelang

suatu wilayah akan meingkatkan tingkat beralih pada kemajuan teknologi untuk
kerentanan fisik wilayah dalam menghadapi memantau kegiatan gunungapi. Semua desa di
bencana erupsi gunungapi. Jumlah fasilitas Kecamatan Nglegok memiliki tradisi atau
umum yang sedikit akan menurunkan kearifan lokal yang berkaitan dengan upaya
kerentanan fisik wilayah dalam menghadapi mitigasi bencana. Macam-macam kearifan
bencana erupsi gunungapi. Pada kelompok lokal yang ada antaralain: mempercayai jika
fasilitas komunikasi jumlah fasilitas paling ada hewan-hewan yang turun berarti terjadi
tinggi berada di Desa Nglegok yang peningkatan aktivitas di Gunungapi Kelud dan
merupakan bagian dari KRB I dengan jumlah mempercayai tanda-tanda alam ketika
lima bangunan, sedangkan jumlah fasilitas peningkatan aktivitas Gunungapi Kelud
pendidikan yang paling rendah berada di terjadi yaitu keadaan udara menjadi semakin
beberapa desa KRB II, bagian dari KRB I panas. Kedua kearifan lokal tersebut cukup
dengan masing-masing dua bangunan di efektif sebagai upaya mitigasi bencana
setiap desanya. Pada jumlah fasilitas penduduk.
komunikasi total, KRB I memiliki rata-rata
jumlah fasilitas paling tinggi dengan rata- rata 5. KESIMPULAN DAN SARAN
tiga bangunan fasilitas komunikasi di setiap Tingkat risiko bencana erupsi
desa, sedangkan KRB II memiliki jumah Gunungapi Kelud di Kecamatan Nglegok
fasilitas komunikasi yang paling sedikit memiliki beberapa tingkatan risiko. Tingkat
dengan rata-rata satu bangunan fasilitas risiko dibagi menjadi tiga tingkat yaitu
komunikasi di setiap desanya. sedang, rendah, dan sangat rendah. Semakin
Organisasi penanggulangan bencana tinggi tingkat risiko bencana maka potensi
merupakan organisasi ditingkat satuan lokal kerugian akibat terjadinya bencana erupsi
(desa/kelurahan) yang berfungsi untuk Gunungapi Kelud semakin besar baik berupa
menangani peristiwa bencana di kematian, luka, sakit, jiwa, terancam,
desa/kelurahan tersebut. Adanya organisasi hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan
yang dikhususkan untuk menanggulangi atau kehilangan harta, dan gangguan kegiatan
bencana akan meningkatkan kapasitas masyarakat. Potensi kerugian ini akan
desa/kelurahan tersebut dalam menangani semakin menurun jika tingkat risiko menurun.
bencana. Semua desa di Kecamatan Nglegok Tingkat risiko bencana akibat erupsi
memiliki kerjasama dengan organisasi Gunungapi di Kecamatan Nglegok tersebar
penanggulangan bencana yang berasal dari diseluruh wilayah.
kabupaten (BPBD). Kearifan lokal merupakan Perlu adanya penelitian tentang risiko
sebuah kebiasaan atau adat yang dipercaya bencana di wilayah-wilayah lain yang sangat
oleh suatu kelompok masyarakat. Keberadaan berpotensi terjadi bencana baik bencana alam
kearifan lokal ini biasanya bersifat turun- atau bencana non alam, adanya sosialisasi
temurun. Pada bencana erupsi gunungapi hasil penelitian risiko bencana Erupsi
adanya kearifan lokal di suatu wilayah akan Gunungapi Kelud di Kecamatan Nglegok, dan
menurunkan tingkat risiko yang diterima oleh perlu adanya pengembangan metode dalam
masyarakat yang terancam bencana. Kearifan penelitian risiko bencana.
lokal dapat mempengaruhi perasaan
psikologis masyarakat agar lebih tenang REFERENSI
dalam menghadapi bencana. Eksistensi [1] Bintarto. Geografi Konsep dan
kearifan lokal tetap dipertahankan oleh Pemikiran. Yogyakarta: Fakultas Geografi
sebagian masyarakat di Kecamatan Nglegok, UGM; 1991.
walaupun sebagian besar masyarakat sudah

102 ISSN 2407-9189


The 6th University Research Colloquium 2017
Universitas Muhammadiyah Magelang

[2] Hadi Sabari Yunus. Metode Penelitian [5] Suprapto, dkk. Baseline Kegunungapian
Wilayah Kontemporer. Yogyakarta: Pustaka Indonesia. Jakarta: BNPB. Undang-undang
Pelajar; 2010. Nomor 27 Tahun 2004 tentang:
[3] Lilik Kurniawan, dkk. Indeks Rawan Penanggulangan Bencana; 2012.
Bencana Indonesia. Jakarta: BNPB; 2011. [6] Verstappen. Garis Besar Geomorfologi
[4] Muzil Alzwar, dkk. Pengantar Dasar Indonesia (Terjemahan Sutikno).
Ilmu Gunungapi. Bandung: Penerbit Nova; Yogyakarta: Gadjah Mada University Press;
1987. 2013.

ISSN 2407-9189 103


The 6th University Research Colloquium 2017
Universitas Muhammadiyah Magelang

104 ISSN 2407-9189

Anda mungkin juga menyukai