OLEH
ZEIN PERMATA ASE
PENDAHULUAN
pembuluh darah koroner jantung. Pada program ini pasien dilatih agar dapat
kembali menjalankan hidup secara optimal dan produktif. Program ini didasarkan
Program ini meliputi terapi latihan, konseling psikologis, terapi perilaku menuju
gaya hidup sehat. Gaya hidup yang disarankan berupa menghentikan rokok, diet
kerusakan dan kerusakan tersebut memicu berbagai macam penyakit jantung salah
dari 17,5 juta orang meninggal dunia karena serangan jantung pada tahun 2012
dan diperkirakan tahun 2030 lebih dari 23,6 juta orang yang meninggal.
dan setiap tahunnya sekitar 1,5 juta orang mengalami serangan jantung.
kematian akibat PJK mencapai 3,46 juta orang dari total 10,3 juta kematian
mengalami peningkatan dari 1,6 % menjadi 7,4 % pada populasi pedesaan dan 1
% menjadi 13,2 % pada populasi perkotaan. Perkiraan WHO pada tahun 2030,
sekitar 23,6 juta orang akan meninggal akibat penyakit kardiovaskular, terutama
Indonesia sebagai salah satu negara yang termasuk dalam kawasan Asia
Tenggara seharusnya waspada terhadap isu global tersebut. Hasil Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) menunjukan bahwa, prevalensi PJK mencapai 7,2% per 1000
penduduk. Angka kematian pada kelompok usia 45-54 tahun di daerah perkotaan
akibat PJK 8,7%, hipertensi dan penyakit jantung lain masing-masing 7,1%,
jantung lainya mencapai 9,2%, Sementara itu angka kematian pada kelompok usia
55-64 tahun di daerah perkotaan akibat PJK 5,8%, sedangkan di pedesaan 5,7%
(Riskesdas, 2015).
antara aliran darah pada arteri koroner dan kebutuhan oksigen miokard (Ismantri,
2014). Apabila keadaan ini berlangsung lama dan tidak segera ditangani dengan
tepat dapat menyebabkan kematian jaringan otot jantung (infark miokard) yang
untuk mencegah resiko kematian. Ada beberapa cara dalam penanganan infark
faktor risiko pasien, dan kesejahteraan keseluruhan dari pasien. Manfaat pasien
koroner akut (ACS), dan untuk pasien yang telah menerima revaskularisasi
koroner, termasuk operasi bypass graft koroner (CABG). Pasien dalam program
dengan durasi normal 6 minggu. Ini terdiri dari terapi berbasis kelompok,
dan gaya hidup. Setiap terapi dijalankan oleh tim multidisiplin, termasuk
perawat jantung, ahli fisioterapi, pekerja sosial, apoteker, ahli diet, dokter umum
1.2 Tujuan
1.3 Manfaat
Diharapkan analisis jurnal ini dapat dijadikan tambahan materi dan bahan
Diharapkan analisis jurnal ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi
Diharapkan analisis jurnal ini dapat menjadi masukan bagi rumah sakit dalam
Analisis jurnal ini menggunakan 2 (dua) media atau metode pencarian jurnal
sehubungan dengan proses penyakit pada sistem nadi koroner. PJK adalah
pembuluh darah koroner. Sebagaimana halnya organ tubuh lain, jantung pun
memerlukan zat makanan dan oksigen agar dapat memompa darah keseluruh
tubuh, jantung akan bekerja baik jika terdapat keseimbangan antara pasokan
antara kebutuhan dan pasokan zat makanan dan oksigen, makin besar
koroner utama yang bercabang menjadi sebuah jaringan pembuluh lebih kecil
yang efisien. Penyakit jantung koroner bukan penyakit menular, tetapi dapat
ditularkan melalui suatu bentuk penularan sosial yang berkaitan dengan gaya
hidup (life style) masyarakat. Karena itu penyakit ini juga berkaitan dengan
sosial ekonomi masyatrakat. PJK bukan disebabkan oleh kuman, virus ataupun
mikroorganisme lainnya, tetapi dapat menyerang banyak orang dengan
yang mengalami PJK tetapi tidak merasakan ada sesuatu yang tidak
b. Angina Pectoris Angina pectoris terdiri dari dua tipe, yaitu Angina
Pectoris Stabil yang ditandai dengan keluhan nyeri dada yang khas,
yaitu rasa tertekan atau berat di dada yang menjalar ke lengan kiri dan
Angina Pectoris tidak Stabil yaitu serangan rasa sakit dapat timbul, 8
baik pada saat istirahat, waktu tidur, maupun aktivitas ringan. Lama
sakit dada jauh lebih lama dari sakit biasa. Frekuensi serangan juga
lebih sering.
jaringan otot jantung yang mati karena kekurangan oksigen dalam darah
jantung yang sering ditandai dengan nyeri. Dalam kondisi yang parah,
kemampuan jantung memompa darah dapat hilang. Hal ini dapat merusak
sistem pengontrol irama jantung dan berakhir dan berakhir dengan kematian
(Hermawatirisa, 2016).
koroner dan faktor metabolisme adalah faktor-faktor alamiah yang sudah tidak
dapat diubah. Namun ada berbagai faktor risiko yang justru dapat diubah atau
diperbaiki. Sangat jarang orang menyadari bahwa faktor risiko PJK bisa lahir
dari kebiasaaan hidup sehari-hari yang buruk misalnya pola komsumsi lemak
yang berlebih, perilaku merokok, kurang olaraga atau pengelolaan stress yang
buruk. Dari faktor risiko tersebut ada yang dikenal dengan faktor risiko mayor
dan obesitas sedangkan faktor risiko minor meliputi DM, stress, kurang
olaraga, riwayat keluarga, usia, gnetik, stres, pil kontrasepsi oral, gout dan
Penyakit jantung koroner sering ditandai dengan rasa tidak nyaman atau
sesak di dada, gejala seperti ini hanya dirasakan oleh sepertiga penderita. Rasa
nyeri terasa pada dada bagian tengah, lalu menyebar ke leher, dagu dan tangan.
Rasa tersebut akan beberapa menit kemudian. Rasa nyeri muncul karena
jantung kekurangan darah dan suplai oksigen. Gejala ini lain menyertai jantung
(angina pectoris). Kondisi ini timbul secara tidak terduga dan hanya timbul jika
jantung dipaksa bekerja keras. Misal fisik dipaksa bekerja keras atau
mengalami tekanan emosional. Pada usia lanjut gejala serangan jantung sering
tidak disertai keluhan apapun, sebagian hanya merasa tidak enak badan
(Novirianty, 2017).
a. Pencegahan Primodial
terhadap PJK dalam suatu wilayah dimana belum tampak adanya faktor
yang menjadi resiko PJK. Tujuan dari primordial adalah untuk menghindari
b. Pencegahan Primer
Upaya pencegahan PJK yang sudah pernah terjadi untuk berulang atau
faktor – faktor yang dapat dikendalikan) dan kepatuhan berobat bagi orang
d. Pencegahan Tertier
lebih berat atau kematian. Pencegahan dalam tingkat ini dapat berupa
ditunjukan kepada penderita PJK, atau pernah serangan jantung atau pasca
oprasi jantung, tetapi juga dapat untuk meningkatkan fungsi jantung dan
a. Definisi
mengoptimalkan fungsi fisik, psikologis, dan sosial pasien jantung, selain untuk
dirancang untuk membatasi efek fisiologis dan psikologis dari penyakit jantung,
delapan minggu dan setiap sesi berlangsung 1 jam selama tiga kali per minggu
dan terdiri dari latihan pemanasan, latihan aerobik, dan latihan pendinginan.
Intensitas olahraga disesuaikan menurut status klinis pasien untuk mencapai 60-
85% dari denyut jantung maksimal. Setiap pasien dikonsultasikan dan dididik
secara individual tentang faktor risiko jantung dan dampak modifikasi gaya
hidup pada penyakit jantung. Peserta menerima konsultasi untuk modifikasi pola
makan, gaya hidup, konsultasi psikologis dan pendidikan tentang sifat penyakit
sakit.
Cara :
Cara :
Cara :
Cara:
• Berdiri dengan kaki membuka selebar bahu, tekuk lengan dan tempatkan
tangan di pinggang
Cara:
• Berdiri dengan kaki membuka selebar bahu, lengan diangkat diatas kepala.
3.1 Hasil
3.2 Pembahasan
tentang efektivitas latihan rehabilitas terhadap kualitas hidup klien pasca CABG.
masing memiliki cara penelitian yang berbeda dilihat dari metode penelitiannya,
mengambil pasien yang mengalami gagal jantung. Namun pasien yang diteliti ada
yang sama jumlahnya dan ada yang tidak sama dalam jumlahnya. Pada jurnal
Heince Reyferaldo Halirat tahun 2014, jumlah klien pasca CABG sebanyak 52
responden. Pada jurnal Abdurachim tahun 2014, jumlah klien pasca CABG
sebanyak 50 responden. Pada jurnal Yulianti tahun 2015, jumlah klien pasca
CABG sebanyak 50 responden. Pada jurnal Ilham Ramadhan tahun 2019, jumlah
penelitian ini responden pasca CABG menjalani latihan rehabilitas jantung fase II
selama 5-8 minggu, sebagaian responden berusia 45-65 tahun. Latihan ini
dilakukan satu minggu setelah pasien pulang dari rumah sakit, latihan rehabilitasi
jantung yang dilakukan adalah melakukan uji jalan selama 6 menit, lalu
resiko rendah sedang dan berat berdasarkan penyakit jantung yang di deritannya.
Hasil penelitian klien pasca CABG yang mengikuti rehabilitasi jantung fase II,
kualitas hidupnya menjadi baik. Kualitas hidup baik (80,8%) sedangkan kualitas
sebagian responden berumur 40-50 tahun. Pada penelitian ini menunjukan bahwa,
peserta program rehabilitasi fase II ini masih sangat sedikit persentasenya. klien
jantung fase II sebenarnya hanya 58% saja dari total klien yang menjalani
rumah dengan alasan harus kembali ke daerah asalnya atau karena akses ke RS
(26,67% dan 8,83 %), dan kualitas hidup dalam aspek kesehatan umum pada klien
yang latihan teratur lebih baik jika dibandingkan dengan yang tidak teratur.
Frekuensi dalam program latihan rehabilitas ini 3 kali seminggu selama 4-8
minggu.
responden. Dalam penelitian ini menunjukan bahwa klien yang mengikuti latihan
rehabilitas jantung memiliki kualitas hidup yang baik. Latihan ini dilakukan satu
minggu setelah pasien pulang dari rumah sakit, latihan rehabilitas yang digunakan
adalah jalan, senam erobik dan latihan relaksasi. Frekuensi yang diberikan selama
3 kali seminggu 4-8 minggu. Pasien yang memiliki kualitas hidup baik mampu
berjalan 3000 meter dalam waktu 30 menit. Menurut Yulianti (2015), dalam
kualitas hidupnya semakin rendah, pada klien pasca CABG perlu dilakukan
rehabilitasi jantung fase II, untuk meningkatkan kemampuan fisik yang dapat
dilatih secara bertahap dan teratur hingga muncul rasa percaya diri klien untuk
beraktivitas secara baik maka kualitias hidup klien diharapkan akan ikut
meningkat.
jalan, relaksasi dan erobik. Latihan jalan selama 5 menit dan dilanjutkan dengan
senam eroubik dilakukan selama 4-8 minggu. Pada penelitian ini tidak
ini didapatkan aktivitas fisik rehabilitasi jantung fase II pada klien pasca CABG
(34,1%) dan kualitas hidup kurang baik sebanyak 2 responden (2,4%). Pada
penelitian ini hanya 2 responden yang memiliki aktivitas fisik yang kurang baik
I dilakukan saat klien masih dalam masa perawatan, yang bertujuan untuk
mengurangi atau menghilangkan efek buruk akibat tirah baring yang lama
sedangkan fase II, dilakukan segera setelah klien keluar dari rumah sakit, dan
merupakan fase yang amat penting karena jika dilakukan secara teratur dapat
dan dilanjutkan di luar rumah sakit, sehingga klien mampu memperoleh tingkat
Hal ini ditunjukan bahwa latihan rehabilitas jantung fase II pada kualitas
hidup klien pasca CABG memiliki kualitas yang baik. Oleh karena itu dapat
Berdasarkan pembahasan analisis jurnal diatas maka dalam hal ini melakukan
latihan rehabilitas jantung fase II pasca CABG terhadap kualitas hidup klien dapat
secara mandiri yang dapat diberikan pada klien pasca CABG dirumah sakit.
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
b. Bagi Perawat
gagal jantung
Diharapkan analisis jurnal ini dapat menjadi masukan bagi rumah sakit