Anda di halaman 1dari 3

NAMA : HASIM TANA

NPM : 17.401020.51
LOKAL : A2/MSP
JURNAL MEDIA TEKNIK VOL. 12, NO. 1:2015

PEMANFAATAN KOAGULAN ALUMUNIUM SULFAT


DALAM PENGOLAHAN LIMBAH CAIR STOCKPILE
BATUBARA
Abstrak
Penelitian untuk menentukan dosis Alumunium sulfat sebagai koagulan
dalam pengolahan limbah cair stockpile telah dilakukan. Penentuan dosis
koagulan Alumunium Sulfat dilakukan dengan metode Jar test dalam dua tahap
masing-masing dengan dosis koagulan Alumunium sulfat 0,25, 50, 100, 150, 200,
250 mgl-1 dan 0, 5, 10, 15, 20, 25 mgl-1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pada dosis 5-10 mgl-1 telah mampu menurunkan kadar TSS yang terdapat
didalam limbah cair strockpile batubara hingga di bawah baku mutu yang
ditetapkan.

A. PENDAHULUAN

Pemanfaatan lahan untuk lokasi stockpile batubara dapat mempengaruhi


kualitas lingkungan. Limbah cair yang berasal dari run-off stockpile dan coal
wetting mengandung padatan tersuspensi dan sejumlah zat terlarut. Padatan
tersuspensi yang berasal dari run-off stockpile batubara berada pada kadar diatas
2000 mgl-1 bahkan mencapai 10.000 mgl-1 (Plafflin dan Ziegler, 2006).

Metode yang sering digunakan untuk pengolahan limbah cair dengan


kandungan padatan tersuspensi yang tinggi adalah dengan menggunakan proses
secara kimiawi yang lanjutkan dengan sedimentasi (Rubiyah, 2000). Koagulan
yang paling ekonomis yang digunakan dalam mengelolah limbah cair yang
berasal dari stockpile batubara adalah koagulan Alumunium Sulfat (Wulan, 2008).

Dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dosis koagulan Alumunium


Sulfat [(Al2(SO4)3] yang tepat untuk meningkatkan efesiensi penggunaan
koagulan dalam sistem pengolahan limbah caira stockpile batubara.

B. METODOLOGI
a) Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen.
Limbah cair stockpile dari batubara diambil dari kolam penampungan limbah dan
dilakukan dengan pengolahan dengan berbagai dosis koagulan Alumunium Sulfat
[(Al2(SO4)3].
b) Prosedur Penelitian
Sampel limbah cair batubara diambil dari kolam penampungan limbah
stockpile batubara dengan menggunakan cara sampel sesaat (grab sampel).
Selanjutnya dilakukan pengukuran parameter limbah cair yaitu; pH, TSS, Fe, dan
Mn (Pergub SS No 18 Tahun 2005).

Perlakuan penambahan koagulan Alumunium Sulfat dengan dua tahap. Pada


tahap pertama lakukan penambahan koagulan Alumunium Sulfat [(Al2(SO4)3]
dengan berbagai konsentrasi yaitu 0 mgl-1 sebagai kontrol, 25, 50, 100, 150, 200
dan 250 mgl-1. Setelah penegujian tahap pertama selesai maka akan dilakukan
tahap kedua dengan variasi dosis koagulan Alumunium Sulfat yang lebih kecil
yaitu; 0, 5, 10, 15, 20 dan 25 mgl-1.

Proses koagulan dengan menggunakan koagulan kimia umumnya dilakukan


dengan metode jar test. Dalam jar test dilakukan dengan dua variasi pengadukan
yaitu pengadukan cepat dan lambat. Pengadukan cepat dilakukan dengan
kecepatan 120 rpm dengan waktu 3 menit, selanjutnya untuk pengadukan lambat
dengan kecepatan 40-50 rpm selama 20 menita dan didiamkan selama 30 menit
(Satterfield, 2010).

c) Analisis Data
Data-data yang didapatkan dari hasil pengukuran masing-masing parameter
limbah cair stockpile batubara dianalisis secara deskriptif. Hasil pengukuran
parameter pH,, TSS, Fe, dan Mn yang terdapat dalam limbah cair dibandingkan
dengan baku mutu limbah cair berdasarkan Peraturan Gubernur Sumatra Selatan
No.18 Tahun 2005 Tentang Baku Mutu Limbah Cair Kegiatan Industri, Hotel,
Restoran, Rumah Sakit, Domestik Dan Pertambangan Batubara.

C. HASIL DAN PEMBAHASAN


Limbah cair stockpile batubara mengandung Total Suspended Solid (TSS).
Salah satu penyebab dari kekeruhan adalah padatan tersuspensi, sehingga
pengolahan padatan tersuspensi dalam air limbah menjadi dangat penting.
Tingginya kadar TSS didalam limbah cair yang menaglir ke kolam penampungan
limbah stockpile batubara menyebabkan kondisi fisik limbah yang sangat keruh
dan berwarna hitam. Tingginya kandungtan TSS menyebakan limbah cair
tersebut tidak dapat langsung dibuang. Kadar tinggi TSS di perairan dapat
menyebabkan suatu ekosistem perairan tercemar karena pertikel-partikel koloid
yang melayang didalam air akan menghalangi masuknya sianr matahari kedalam
perairan. Padahal sinar matahari sangat dibutuhkan oleh mikroorganisme dalam
melakukan fotosintesis (Effendi, 2003). Oleh karena itu untuk mencegah limbah
cair tersebut mencemari perairan maka sebelum dibuang kelingkunagn harus
dilakukan pengolahan terlebih dahulu.
Liuk dan Liptak (1999), menyatakan bahwa dalam langkah penting dalam
pengolahan adalah mengetahui karakteristik dari limbah cair yang akan diolah
sehingga dapat ditentukan dosis koagulan yang tepat. Dengan penambahan
koagulan yang sesuai dengan karateristik limbah yang akan diolah akan muedah
menetukan efektivitas proses pengolahan limbah (Binnie et al,. 20020. Proses
pengolahan limbah cair yang efektif adalah sebuah proses yang dapat mengurangi
kadar pencemaran secara ekonomis.

Penggunaa koagulan Alumunium Sulfat dapat menyebabkan proses stabilisasi


muatan pada partikel yang tersuspensi sehingga koloid membentuk flok yang
lebih besar sehingga dapat mengendap lebih cepat (Herlambang, 2002).
Berdasarkan hasil penelitian tahap pertama, dosis koagulan Alumunium Sulfat
yang efektif dalam menurunkan kadar TSS yang terkait dengan nilai pH berada
pada selang 0-25 mgl-1. Namun demikian penambahan koagulan Alumunium
Sulfat sebesar 25 mgl-1 dapat menurunkan nilai pH hingga berada dibawah pH 6.
Sedangkan untuk hasil penelitian tahap kedua pada dosis Alumunium Sulfat 0-25
mgl-1 menunjukkan bahwa Alumunium Sulfat mampu menurunkan kadar TSS
hingga di bawah baku mutu limbah cair pada dosis 10 mgl-1.

D. KESIMPULAN
Dosis koagulan Alumunium Sulfat yang tepat untuk menurunkan kandungan
padatan tersuspensi Total Suspended Solid (TSS) yang terdapat dalam limbah cair
stockpile batubara sehingga dibawah baku mutu adalah 5-10 mgl-1. Dalam
perlakuan koagulan Alumunium Sulfat [(Al2(SO4)3] pada dosis 10 mgl-1 mampu
menurunkan TSS hingga 98%.

Anda mungkin juga menyukai