Anda di halaman 1dari 7

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Ekologi adalah ilmu yang mempelajari interaksi antara organisme dengan
lingkungannya dan yang lainnya. Berasal dari kata Yunani oikos (habitat) dan
logos (ilmu). Ekologi laut merupakan ilmu yang mempelajari tentang Ekosistem
air laut. Ekosistem air laut dibedakan atas lautan, pantai, estuari, dan terumbu
karang, dan padang lamun. Berikut penjelasan tentang ekologi laut. Maka dapat
disimpulkan bahwa ekologi laut tropis merupakan hubungan antara makhluk
hidup untuk mempertahankan kehidupannya dengan benda tak hidup (abiotik) di
lingkungan bahari atau lingkungan laut tropis yakni lingkungan perairan laut.

Lamun merupakan tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang memiliki


kemampuan beradaptasi secara penuh di perairan yang memiliki fluktuasi salinitas
tinggi, hidup terbenam di dalam air dan memiliki rhizoma, daun, dan akar sejati.
Hamparan vegetasi lamun yang menutupi suatu area pesisir disebut sebagai
padang lamun (seagrass bed).

Secara struktural lamun memiliki batang yang terbenam di dalam tanah,


disebut Rhizoma atau rimpang. Rimpang dan akar lamun terbenam di dalam
substrat yang membuat tumbuhan lamun dapat berdiri cukup kuat menghadapi
ombak dan arus.

1.2. Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini yaitu :
a. Untuk mengetahui pengertian lamun
b. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi lamun
c. Mengetahui fungsi dari lamun secara ekologis
d. Mengetahui kelompok biota yang ada di ekosistem lamun
e. Mengetahui rantai makanan yang ada di ekosistem lamun
f. Mengetahui hubungan mutualisme yang ada di ekosistem lamun
g. Mengetahui adaptasi yang terdapat di ekosistem lamun
II. PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Lamun

Lamun merupakan tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang memiliki


kemampuan beradaptasi secara penuh di perairan yang memiliki fluktuasi salinitas
tinggi, hidup terbenam di dalam air dan memiliki rhizoma, daun, dan akar sejati.
Hamparan vegetasi lamun yang menutupi suatu area pesisir disebut sebagai
padang lamun (seagrass bed). Padang lamun merupakan salah satu ekosistem
perairan yang produktif dan penting, hal ini berkaitan dengan fungsinya sebagai
stabilitas dan penahan sedimen, mengembangkan sedimentasi, mengurangi dan
memperlambat pergerakan gelombang, sebagai daerah feeding, nursery, dan
spawning ground, sebagai tempat berlangsungnya siklus nutrient (Philips dan
Menez, 2008), dan fungsi lain dari padang lamun yang tidak kalah penting dan
banyak diteliti saat ini adalah perspektifnya dalam menyerap CO2 (carbon sink)
(Kawaroe, 2009 dalam Sakaruddin 2011).

Lamun merupakan suatu ekosistem yang sangat penting dalam wilayah


pesisir karena memiliki keanekaragaman hayati tinggi, sebagai habitat yang baik
bagi beberapa biota laut (spawning, nursery dan feeding ground) dan merupakan
ekosistem yang tinggi produktivitas organiknya (Nontji, 2002 dalam Feryatun,
dkk, 2012). Lamun umumnya membentuk padang lamun yang luas di dasar laut
yang masih dapat dijangkau oleh cahaya matahari yang memadai bagi
pertumbuhannya. Air yang bersirkulasi diperlukan untuk menghantarkan zat-zat
hara dan oksigen, serta mengangkut hasil metabolisme lamun ke luar padang
lamun (Bengen, 2002 dalam Hasanuddin, 2013).

2.2. Peran Ekosistem lamun secara ekologis

Padang lamun merupakan habitat bagi beberapa organisme laut. Hewan yang
hidup pada padang lamun ada yang merupakan penghuni tetap ada pula yang
bersifat pengunjung. Hewan yang datang sebagai pengunjung biasanya untuk
memijah atau mengasuh anaknya seperti ikan. Selain itu, ada pula hewan yang
datang mencari makan seperti penyu (turtle) yang makan lamun Syringodium
isoetifolium dan Thalassia hemprichii (Soedharma, 2007 dalam Eki,2013).

Adapun peranan dan fungsi lamun sebagai berikut :


a) Sebagai Produsen Primer
Lamun memfiksasi sejumlah karbon organik dan sebagian besar memasuki
rantai makanan di laut, baik melalui pemangsaan langsung oleh herbivora
maupun melalui proses dekomposisi sebagai serasah. Randall (1967) dalam
Hutomo dan Azkab (1987), di West Indies mendapatkan 30 jenis ikan
pemakan lamun dari 59 jenis herbivora yang diamati isi lambungnya. Selain
ikan, beberapa jenis hewan lain mengkonsumsi langsung lamun seperti,
berbagai jenis cacing, krustasea, reptil dan mamalia.
Meskipun beberapa hewan dapat mengkonsumsi langsung lamun, tetapi
proses dekomposisi juga merupakan hal yang penting. Proses dekomposisi
menghasilkan materi yang langsung dapat dikonsumsi oleh hewan pemakan
serasah. Serasah yang mengendap akan dikonsumsi oleh fauna bentik,
sedangkan partikel-partikel serasah di dalam air merupakan makanan
invertebrata pemakan penyaring. Pada gilirannya nanti hewan-hewan tersebut
akan menjadi mangsa dari karnivora yang terdiri dari berbagai jenis ikan dan
invertebrata (Hutomo dan Azkab, 1987).

b) Stabilisator Dasar Perairan


Vegetasi lamun yang lebat memperlambat gerakan air yang disebabkan
oleh arus dan ombak, serta menyebabkan perairan di sekitarnya tenang,
dengan demikian ekosistem ini bertindak sebagai pencegah erosi dan
penangkap sedimen. (Randall, 1965 dalam Hutomo dan Azkab, 1987).
Sebagai akibat dari pertumbuhan daun yang lebat dan sistem perakaran yang
padat, maka vegetasi lamun dapat memperlambat gerakan air yang disebabkan
oleh arus dan ombak serta menyebabkan perairan di sekitarnya tenang. Hal ini
dapat dikatakan bahwa komunitas lamun dapat bertindak sebagai pencegah
erosi dan penangkap sedimen (Kikuchi & Peres, 1977 dalam Azkab, 2000).
Gingsburg & Lowen Stan (1958) dalam Hutomo dan Azkab (1987)
menjelaskan bahwa lapisan lamun dapat memodifikasikan sedimen yang
pertama, lamun menstabilkan ukuran pasir dan kedua hamparan lamun yang
lebat menyebabkan perairan menjadi tenang. Begitu sedimen halus tersebut ke
bawah dan berada di antara akar, dia tidak dapat tersuspensi lagi oleh kekuatan
ombak dan arus.

c) Pendaur Zat Hara


Lamun memegang fungsi yang utama dalam daur berbagai zat hara dan
oleh elemen-elemen langka di lingkungan laut. Beberapa jenis algae biru-hijau
yang bersifat epifitik pada Thalassia, memfiksasi nitrogen dan menyebabkan
nitrat yang terlarut mendapatkan jalan masuk ke inangnya (Goering & Parker,
1972 dalam Azkab, 2000).
Nitrogen yang dibawa ke dalam sistem tumbuh-tumbuhan , baik oleh algae
biru-hijau epifitik atau bakteri rhizophora akan dapat dipergunakan oleh jenis
algae epifitik, baik melalui inangnya atau dari pengayaan terhadap air laut.
Selain sebagai pendaur zat hara, juga diketahui bahwa dari hasil ekstrak
ditemukan zat-zat kimia yang sangat berguna. Jenis Zostera merupakan
sumber yang potensial yang menghasilkan sintesa glycosylurea sebagai
makanan tambahan hewan ternak (mamalia), juga mengandung lignin (14,8%)
dan pektin (Mcroy & Helfferich, 1977 dalam Hutomo dan Azkab, 1987).

d) Sebagai Pelindung Pantai


Lamun selain merupakan habitat bagi berbagai biota laut, juga berfungsi
sebagai pelindung pantai yang kokoh. Lamun tumbuh membentuk padang
lamun yang tebal, sedangkan akar rhizomanya mampu merayap di bawah
permukaan dasar perairan sehingga mampu mengikat sedimen dan
memperkokoh tumbuhan lamun. Karena itu, ketika terjadi arus dan angin
kencang atau gelombang yang besar, tumbuhan lamun cukup kokoh sekalipun
lamin terlihat miring sampai merapat ke dasar perairan. Dengan demikian,
lamun menjadi salah satu pelindung pantai yang baik. Daya rusak arus, angin,
dan gelombang menjadi berkurang ketika sampai di padang lamun yang kokoh
dengan ketebalan tumbuhan lamunnya (Kordi, 2011).
e) Sebagai Penjernih Perairan
Lamun mempunyai daya untuk memperangkap (trapped) sedimen,
menstabilkan substrat dasar, dan menjernihkan air. Karena itu, lingkungan
perairan di area lamun terlihat jernih. Kejernihan air di lingkungan lamun
memudahkan biota akuatik dalam mencari makan. Demikian pula aktivitas
pemijahan dan pengasuhan biota akuatik (Kordi, 2011).
Fungsi lamun sebagai penjernih perairan harus didukung oleh ekosistem di
sekitarnya, termasuk mangrove dan terumbu karang. Mangrove berfungsi
menahan masuknya air tawar dan lumpur dari darat ke padang lamun,
sehingga padang lamun tidak menerima limpahan air tawar secara berlebihan,
apalagi lumpur dari darat. Jika mangrove dibabat habis, maka air tawar dan
lumpur yang terangkut oleh banjir begitu mudah masuk ke padang lamun dan
seterusnya ke terumbu karang. Dengan demikian, merusak ekosistem sama
dengan merusak tiga ekosistem pesisir sekaligus, yaitu ekosistem mangrove,
ekosistem lamun, dan ekosistem terumbu karang (Kordi, 2011).

f) Tempat Asuhan dan Tempat Tinggal Organisme Perairan


Padang lamun merupakan daerah asuhan untuk beberapa organisme.
Sejumlah jenis fauna tergantung pada padang lamun, walaupun mereka tidak
mempunyai kontribusi terhadap keragaman pada komunitas lamun, tetapi
tidak berhubungan langsung dengan nilai ekonomi. Beberapa organisme
hanya menghabiskan sebagian dari siklus hidupnya di padang lamun dan
beberapa dari mereka adalah ikan dan udang yang mempunyai nilai ekonomi
penting (Azkab, 2006).

2.3. Faktor lingkungan yang mempengaruhi ekosistem lamun


Beberapa faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap distribusi dan
kestabilan ekosistem lamun adalah :

a) Suhu
Suhu merupakan faktor penting bagi kehidupan organisme di
perairan khususnya lautan, karena pengaruhnya terhadap aktivitas
metabolisme ataupun perkembangbiakan dari organisme tersebut. Suhu
mempengaruhi proses fisiologi yaitu fotosintesis, laju respirasi, dan
pertumbuhan. Lamun dapat tumbuh pada kisaran 5 – 35 ⁰C, dan tumbuh
dengan baik pada kisaran suhu 25 – 30 ⁰C (Marsh et al, 1986) sedangkan
pada suhu di atas 45 ⁰C lamun akan mengalami stres dan dapat
mengalami kematian (McKenzie, 2008 dalam Sakaruddin 2011).

b) Salinitas
Toleransi lamun terhadap salinitas bervariasi antar jenis dan umur,
lamun akan mengalami kerusakan fungsional jaringan sehingga
mengalami kematian apabila berada di luar batas toleransinya. Beberapa
lamun dapat hidup pada kisaran salinitas 10 – 45 ‰ (Hemminga dan
Duarte, 2000), dan dapat bertahan hidup pada daerah estuari, perairan
tawar, perairan laut, maupun di daerah hipersaline sehingga salinitas
menjadi salah satu faktor distribusi lamun secara gradien (Mckenzie,
2008). Thalassia dapat tumbuh optimum pada kisaran salinitas 24-35 ‰,
namun dapat juga ditemukan hidup pada salinitas 3.5 – 60 ‰ dengan
waktu toleransi yang singkat (Hemminga dan Duarte, 2000 dalam
Sakaruddin, 2011).

c) Kedalaman
Kedalaman perairan dapat membatasi distribusi lamun secara
vertikal. Lamun hidup pada daerah perairan dangkal yang masih dapat
dijumpai sampai kedalaman 40 meter dengan penetrasi cahaya yang
masih baik (Humminga dan Duarte, 2000 dalam Sakaruddin, 2011).
Lamun tumbuh di zona intertidal bawah dan subtidal atas hingga
mencapai kedalaman 30 m. Zona intertidal dicirikan oleh tumbuhan pionir
yang didominasi oleh Halophila ovalis, Cymodocea rotundata dan
Holodule pinifolia, sedangkan Thalassodendron ciliatum mendominasi
zona intertidal bawah (Hutomo 1997). Semakin dalam suatu perairan
maka intensitas cahaya matahari untuk menembus dasar perairan menjadi
terbatas dan kondisi ini akan menghambat laju fotosintesis lamun di
dalam air.
d) Kecerahan
Kecerahanan secara tidak langsung mempengaruhi kehidupan
lamun karena berpengaruh terhadap penetrasi cahaya yang masuk ke
perairan yang dibutuhkan oleh lamun untuk berfotosintesis. Kecerahan
perairan dipengaruhi oleh adanya partikel-partikel tersuspensi, baik oleh
partikel-partikel hidup seperti plankton maupun partikel-partikel mati
seperti bahan-bahan organik, sedimen dan sebagainya. Cahaya
merupakan faktor pembatas pertumbuhan dan produksi lamun di perairan
pantai yang keruh (Hutomo 1997). Umumnya lamun membutuhkan
kisaran tingkat kecerahan 4 – 29% untuk dapat tumbuh dengan rata-rata
11% (Hemminga dan Duarte, 2000 dalam Sakaruddin, 2011).

e) Substrat
Lamun dapat ditemukan pada berbagai karakteristik substrat.
Padang lamun di Indonesia dikelompokkan ke dalam enam kategori
berdasarkan karakteristik tipe substratnya, yaitu lamun yang hidup di
substrat lumpur, lumpur berpasir, pasir, pasir berlumpur, puing karang
dan batu karang. Hampir semua jenis lamun dapat tumbuh pada berbagai
substrat, kecuali pada Thalassodendron ciliatum yang hanya dapat hidup
pada substrat karang batu. Terdapat perbedaan antara komunitas lamun
dalam lingkungan sedimen karbonat dan sedimen terrigen dalam hal
struktur, kerapatan, morfologi dan biomassa lamun (Humminga dan
Duarte, 2000 dalam Sakaruddin, 2011).

2.2. Jenis biota yang ada di ekosistem laun

Anda mungkin juga menyukai