Anda di halaman 1dari 4

Teori Keagenan

Teori keagenan adalah teori utama yang mendasari pengelolaan manajemen sebuah
perusahaan. Pemilik adalah principal, sedangkan manajemen adalah agen. Undang-Undang Nomor
40 Tahun 2007 tentang UUPT mengatur bahwa kepengurusan perseroan dilakukan oleh direksi,
sedangkan dewan komisaris bertugas mengawasi kebijakan dan mengawasi jalannya kepengurusan.
Direksi dan komisaris diangkat oleh RUPS. Manajemen dalam konteks UUPT adalah direksi. Komisaris
merupakan perangkat monitoring bagi pemegang saham.

A. Perspektif Ekonomi
Awal dari teori keagenan dikembangkan dalam ilmu ekonomi, seperti Kenneth Arrow pada 1971
dalam “Essay in the theory of risk bearing” dan Robert Wilson pada 1968 dalam “On the theory of
syndicates”. Literature ini menjelaskan tentang masalah pembagian resiko yang muncul jika pihak-
pihak yang melakukan kerja sama mempunyai sikap yang berbeda terhadapnya. Titik berat teori
keagenan adalah menentukan kontrak yang paling optimal guna mengatur hubungan antara
prinsipel dan agen, lebih spesifik lagi melalui penyusunan kontrak. Ada 2 macam kontrak yang dapat
digunakan yaitu: kontrak berorientasi perilaku (behavioural oriented contract) dan kontrak
berorientasi hasil (outcome oriented contract).

Berbagai proposisi yang dihasilkan dari pengembangan teori ini (Eisenhardt 1989: 60-63):

1. Pada kontrak berorientasi hasil, agen cenderung berperilaku sesuai dengan kepentingan
prinsipel.
2. Jika prinsipel memiliki informasi guna mengawasi perilaku agen, agen cenderung untuk
berperilaku sesuai dengan kepentingan prinsipel.
3. Sistem informasi berkorelasi positif terhadap kontrak berdasarkan perilaku.
4. Ketidakpastian mengenai hasil berkorelasi secara positif terhadap kontrak berdasarkan
perilaku.
5. Keengganan agen dalam mengambil resiko berkorelasi secara positif terhadap kontrak
berdasarkan perilaku.
6. Keengganan prinsipel dalam mengambil resiko berkorelasi secara negatif terhadap kontrak
berdasarkan perilaku.
7. Perbedaan kepentingan antara prinsipel dan agen berkorelasi secara negative terhadap
kontrak berdasarkan perilaku.
8. Tugas yang dapat diprogramkan berkorelasi positif terhadap kontrak berdasarkan perilaku.
9. Dapat diukurnya hasil berkorelasi negative terhadap kontrak berdasarkan perilaku.
10. Jangka waktu keagenan berkorelasi positif terhadap kontrak berdasarkan perilaku.

Teori keagenan bermuara pada penyusunan kontrak antara pihak-pihak yang bekerja sama.
Penentuan jenis kontrak ditentukan oleh faktor-faktor level ketidakpastian, tingkat keengganan
menanggung resiko, tersedianya informasi, jurang perbedaan kepentingan, kejelasan tugas, dan
jangka waktu. Kontrak berdasarkan perilaku akan lebih efisien disbanding kontrak berdasarkan hasil
jika:

1. Tersedia sistem informasi yang memadai.


2. Terdapat ketidakpastian hasil yang tinggi.
3. Tingkat keengganan menanggung resiko dari agen tinggi.
4. Tingkat kejelasan tugas tinggi.
5. Jangka waktu keagenan lama.

Kontrak berdasarkan perilaku tidak cocok dalam keadaan:

1. Tingkat keengganan menanggung resiko dari prinsipel tinggi.


2. Jurang perbedaan kepentingan antara prinsipel dan agen tinggi.
3. Tingkat dapat diukurnya hasil tinggi.

B. Moral Hazard
Moral hazard didefinisikan sebagai tindakan oleh salah satu pihak (agen) dalam suatu
transaksi yang mempengaruhi penilaian pihak lain (prinsipel) terhadap transaksi tersebut, tetapi
pihak kedua (prinsipel) tidak dapat mengawasi/memaksa secara sempurna tindakan tersebut. Motif
utama tindakan ini adalah memaksimalkan manfaat bagi pihak bersangkutan. Moral hazard dapat
terjadi sebelum dilakukan suatu transaksi (kontrak) atau setelahnya. Untuk mencegah terjadinya
moral hazard, struktur kontrak perlu dirancang sedemikian baik. Moral hazard didasari atas premis
bahwa, demi kepentingan pribadi dalam menjalankan suatu kontrak, ia akan berusaha untuk
mengoptimalkan usahanya sesuai dengan batasan yang dihadapi.

C. Adverse Selection
Adverse selection terjadi jika salah satu pihak (agen) dalam suatu transaksi mengetahui
informasi yang relevan tentang transaksi tersebut sementara pihak kedua tidak mengetahuinya
sehingga salah satu pihak atau keduanya melakukan kesalahan saat mengambil keputusan. Salah
satu cara untuk mengatasi adverse selection adalah dengan pemberian sinyal kepada pasar ( market
signaling)

D. Perspektif Bisnis
Sebagai usaha dalam bidang bisnis, hampir semua kegiatan perusahaan akan berkaitan dengan
hubungan keagenan sehingga penuh dengan urusan kontrak mengontrak. Contohnya: pengadaan
barang dan jasa, pemasaran dan penjualan produk. Kadang perusahaan bertindak sebagai prinsipel,
bisa juga sebagai agen. Kegiatan perusahaan juga diatur oleh regulasi, regulasi pada dasarnya adalah
kontrak yang perancangannya mengikuti kaidah-kaidah kontrak. Selain kontrak dan regulasi,
perusahaan terikat dengan etika untuk menunjukkan identitasnya sebagai entitas yang berintegritas
dalam menjalankan bisnis.

E. Perspektif Organisasi
Teori keagenan mempunyai hubungan erat dengan literature organisasi (Eisenhardt, 1989: 63-
65). Dalam hal ini, teori organisasi dapat ditinjau dari perspektif teori kontingensi, pengendalian
organisasi, atau biaya transaksi. Hubungan antara teori keagenan dan teori organisasi semakin jelas
dalam kaitannya dengan pengendalian. Dalam teori keagenan, kejelasan tugas (task
programmability) dan dapat diukurnya hasil (outcome measurability) dikaitkan dengan bentuk
kontrak yang akan dibuat. Sedangkan dalam literatur pengendalian organisasi upaya yang dilakukan
untuk mengaitkan cara (means) dengan tujuan (end) dan mengkristalkan sasaran (goals) dengan
perilaku (behavior) akan mengarah pada pengendalian hasil.

Teori keagenan memiliki persamaan dengan teori organisasi dalam kaitannya dengan biaya
transaksi atau sering disebut dengan biaya keagenan (agency cost). Kedua teori tersebut mempunyai
asumsi yang sama tentang adanya kepentingan pribadi (self interest) dan rasionalitas. Biaya transaksi
mempunyai variable yang tidak bebas (dependent variables), yaitu hierarki yang hampir sama
dengan kontrak berdasarkan perilaku dan pasar yang berhubungan dengan kontrak berdasarkan
hasil. Dalam teori organisasi, titik berat biaya transaksi diletakkan pada batas-batas organisasi
(organizational boundaries), sementara teori keagenan berfokus pada kontrak antara pihak yang
bekerjasama.

F. Perspektif Manajemen
Bidang dalam manajemen yang memanfaatkan proposisi teori keagenan:

1. Kebijakan kompensasi (compensation policies)


Pilihan sistem kompensasi berkaitan dengan sistem insentif dalam hubungan kerja.
Tidak saja hubungan kerja antara karyawan dengan manajemen (direksi), tetapi juga
manajemen dengan pemilik. Sistem kompensasi yang tepat akan mengurangi terjadinya
benturan kepentingan yang terjadi antara prinsipel dan agen.
2. Tata kelola perusahaan (corporate governance)
Brooks and Dunn (2012: 360-362) menyatakan bahwa teori keagenan mencoba
untuk menjelaskan perilaku organisasi (organizational behavior). Secara khusus teori ini
berhubungan dengan struktur tata kelola perusahaan (corporate governance)
3. Biaya keagenan (agency cost)
Biaya keagenan dapat berasal dari berbagai sumber seperti biaya rekrutmen,
adverse selection,dll. Unsur teori keagenan yang perlu dipertimbangkan banget. Biaya
keagenan yang paling berdampak luas adalah apabila biaya tersebut harus ditanggung oleh
masyarakat luas atau perekonomian secara nasional.

G. Perspektif Kontrak
Dalam kaitannya dengan hubungan prinsipel dan agen, kontrak adalah kunci untuk mengatur
dan mengikat pihak-pihak yang terlibat, masing-masing dengan hak dan kepentingan sendiri
terhadap objek yang di transaksikan. Syarat kontrak yang baik diantaranya:

1. Sesuai dengan karakteristik resiko agen dan prinsipel.


2. Dapat mengatasi masalah benturan kepentingan.
3. Mengurangi kondisi asimetri informasi.
4. Mencegah sifat oportunisme.
5. Menyediakan/tidak menyediakan sistem insentif yang tepat.
6. Menyediakan sistem monitoring yg memadai.
7. Mengakomodasikan pembagian resiko yang adil bagi pihak yang mempunyai karakter resiko
berbeda.
8. Melibatkan biaya keagenan (agency cost) yang minimal (efisien)
H. Perspektif Regulasi
Regulasi dalam konteks teori keagenan mencakup ketentuan tentang hubungan para pihak dalam
mansyarakat yang perlu diatur melalui aturan hukum. Dengan kata lain regulasi adalah kontrak
antara pemerintah (negara) yang mewakili rakyat sebagai prinsipel dan perusahaan sebagai agen.
Asas yang dianut dalam regulasi sama dengan kontrak. Suatu regulasi diharapkan dapat mengatasi
benturan kepentingan antara tiga pihak yaitu, perusahaan sebagai agen dengan masyarakat, dan
pemerintah sebgagai prinsipel. Regulasi bertujuan untuk melindungi pihak yang lemah agar
mengarah pada keseimbangan hak dan kewajiban masing-masing pihak.

I. Perspektif Etika
Etika mengatur perusahaan dalam hubungan sosial dengan masyarakat. Hubungan sosial itu
berbentuk perilaku yang mendatangkan manfaat bagi orang lain, yang memperhatikan hak orang
lain, yang mendatangkan keadilan bagi sesama dan yang didasarkan atas nilai-nilai keutamaan.

J. Teori kepengurusan
Teori kepengurusan (stewardship theory) ini tidak mengasumsikan adanya benturan kepentingan
(conflict of interest) antara prinsipel, yang dalam teori ini disebut investor, dan agen yang disebut
pengurus. Perilaku agen yang diasumsikan dalam teori ini adalah keinginan untuk berkontribusi,
memilih sesuatu yang benar, gemar berinovasi, berkeinginan untuk bekerja dengan baik dan tertarik
untuk kehidupan yang seimbang. Terjadi kesejajaran antara kepentingan pengurus dan investor.
Filosofi manajemen yang dianut berorientasi pada keterlibatan (involvement). Selain ini, imbalan
yang diinginkan agen bersifat intrinsic, serta komitmen mereka terhadap organisasi sengat tinggi
dengan tinggal saling percaya yang tinggi juga.

Anda mungkin juga menyukai