Aspek Hukum Dalam Bisnis Kelompok 4.odt
Aspek Hukum Dalam Bisnis Kelompok 4.odt
Prodi Manajemen
Fakultas Ekonomi
Kelompok 4
Trianto
(18612011
Manajemen mutu
Mutu merupakan keseluruhan karakteristik dari suatu produk / jasa yang mendukung
kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau tersirat. Biasanya
perusahaan akan mengklaim kelebihan-kelebihan dari produk / jasa yang mereka tawarkan agar
menarik minat dari konsumen. Agar penjualan terus meningkat dan rasa kepercayaan konsumen
bertambah, perusahaan harus secara konsisten mempertahankan apa yang menjadi kelebihannya.
Tujuan utamanya adalah untuk pemenuhan kepuasan dari pelanggan.
Di dalam salah satu klausul di standar ISO 9001 : 2015 mengatur perihal
Analisa resiko. Analisa resiko adalah tahapan yang dilakukan suatu perusahaan dalam menjamin
mutu dan kualitas dari produk atau jasa yang diberikan. Cara melakukan analisa resiko adalah
dengan menentukan pengendalian yang ada, kemudian menentikan peluang terjadi,
konsekuensi/severity, dan yang terakhir menghitung estimasi tingkat resiko. Dengan adanya
analisa resiko ini maka perusahaan akan tahu resiko dari setiap masalah yang akan ditemui
nantinya dan tentu saja pengendalian terhadap masalah tersebut dapat dilakukan dengan cepat.
Sertifikasi ISO (International Organization for Standardization) adalah salah satu standar
internasional dalam sebuah sistem manajemen untuk pengukuran mutu organisasi. Sertifikasi
ISO ini memang telah menjadi suatu standar yang banyak digunakan di berbagai negara di dunia
ini karena memegang peranan penting dalam mengukur bagaimana kredibilitas perusahaan yang
ingin bersaing secara global. Selain itu, sertifikasi ISO juga merupakan salah satu cara untuk
meningkatkan sistem manajemen mutunya.
Hingga saat ini pengaruh positif dari sertifikasi ISO terhadap perusahaan baik berpengaruh pada
penjualan maupun aspek lainnya masih banyak terdapat pro dan kontra. Namun dalam dunia
bisnis, mereka yang memiliki sertifikasi ISO akan memiliki kemungkinan lebih untuk
memenangkan kompetisi pasar. Mengapa demikian? Karena sertifikasi ini menunjukkan adanya
jaminan kualitas dari produk atau jasa yang ditawarkan, serta kepercayaan konsumen akan brand
terkait.
Berdasarkan OSS Certification, Sertifikasi ISO memiliki beberapa manfaat bagi perusahaan
sebagai acuan standar yaitu meningkatkan kredibilitas perusahaan dan kepercayaan pelanggan,
menjamin kualitas dengan standar internasional, menghemat biaya untuk antisipasi
memburuknya kinerja, mengoptimalkan kinerja karyawan, dan meningkatkan image perusahaan.
Manfaat-manfaat tersebut diharapkan dapat meningkatkan dan berpengaruh pada penjualan.
Jika merujuk pada penelitian yang telah dilakukan, beberapa penelitian menunjukkan adanya
dampak positif dari sertifikasi ISO berpengaruh pada penjualan namun adapula yang tidak
berpengaruh. Contoh hasil penelitian sertifikasi ISO yang menunjukkan adanya pengaruh
terhadap perjualan adalah Penelitian yang dilakukan Forker (1996) dengan sampel 65 perusahaan
furnitur. Di sisi lain beberapa peneliti menemukan bahwa sertifikasi ISO tidak berkorelasi secara
signifikan terhadap kinerja perusahaan baik dalam aspek finansial maupun non-finansial.
Penelitian yang menunjukkan tidak adanya dampak positif dari sertifikasi ISO adalah penelitian
yang dilakukan oleh Inaki Heras, Gavin P M Dick, dan Marti Casadessus (2002) dengan
sampel 400 perusahaan bersertifikasi ISO dan 400 perusahaan tidak bersertifikasi ISO di
Spanyol. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa sertifikasi tidak berkorelasi positif
terhadap profitabilitas perusahaan.
Manfaat dari sertifikasi ISO belum sepenuhnya dirasakan oleh semua perusahaan. Belum semua
pebisnis menganggap sertifikasi ISO penting. Konsumen pun tidak semuanya memperhatikan
adanya sertifikasi ISO dan mengerti tentang hal tersebut untuk kemudian memilih produk
tersebut. Terlebih untuk produk-produk dengan segmen konsumen menengah ke bawah. Jadi,
sertifikasi belum tentu berpengaruh pada penjualan, Hal ini bergantung pada jenis produk dan
segmentasi konsumennya.
Peranan Dan Sistem Sertifikasi SNI / ISO 9001-2008
BAB V
Pasal 18
1. Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk
diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap
dokumen dan/atau perjanjian apabila:
a. menyatakan pengalihan tanggungjawab pelaku usaha;
b. menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang
yang dibeli konsumen;
c. menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang
dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli oleh konsumen;
BAB VI
Pasal 19
1. Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran,
dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan
atau diperdagangkan.
2. Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat berupa pengembalian uang atau
penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan
kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
3. Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal
transaksi.
4. Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 tidak menghapuskan
kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai
adanya unsur kesalahan.
5. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 tidak berlaku apabila pelaku
usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen.
Pasal 20
Pelaku usaha periklanan bertanggung jawab atas iklan yang diproduksi dan segala akibat yang
ditimbulkan oleh iklan tersebut.
Pasal 21
1. Importir barang bertanggung jawab sebagai pembuat barang yang diimpor apabila
importasi barang tersebut tidak dilakukan oleh agen atau perwakilan produsen luar
negeri.
2. Importir jasa bertanggung jawab sebagai penyedia jasa asing apabila penyediaan jasa
asing tersebut tidak dilakukan oleh agen atau perwakilan penyedia jasa asing.
Pasal 22
Pembuktian terhadap ada tidaknya unsur kesalahan dalam kasus pidana sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 19 ayat 4, Pasal 20, dan Pasal 21 merupakan beban dari tanggung jawab pelaku
usaha tanpa menutup kemungkinan bagi jaksa untuk melakukan pembuktian.
Pasal 23
Pelaku usaha yang menolak dan/atau tidak memberi tanggapan dan/atau tidak memenuhi ganti
rugi atas tuntutan konsumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat 1, ayat 2, ayat 3, dan
ayat 4, dapat digugat melalui badan penyelesaian sengketa konsumen atau mengajukan ke badan
peradilan di tempat kedudukan konsumen.
Pasal 27
Pelaku usaha yang memproduksi barang dibebaskan dari tanggung jawab atas kerugian yang
diderita konsumen, apabila:
a. barang tersebut terbukti seharusnya tidak diedarkan atau tidak dimaksudkan unluk
diedarkan;
b. cacat barang timbul pada kemudian hari;
c. cacat timbul akibat ditaatinya ketentuan mengenai kualifikasi barang;
d. kelalaian yang diakibatkan oleh konsumen;
e. lewatnya jangka waktu penuntutan 4 (empat) tahun sejak barang dibeli atau lewatnya
jangka waktu yang diperjanjikan.