Anda di halaman 1dari 13

KULTIVASI MIKROALGA UNTUK BIOTEKNOLOGI BIOMASSA

SEBAGAI ENERGI TERBARUKAN


(Review Paper)

Irhamni1, Erman Munir2


1,2
Program Doktor Pengelolaan Sumber daya Alam dan Lingkungan Universitas Sumatera Utara
Email: irhamni.icut@yahoo.co.id

Abstrak

Penelitian ini tentang review paper kultivasi mikroalga untuk bioteknologi biomassa
sebagai energi terbarukan. Alga merupakan organisme berkloroplas yang menghasilkan
oksigen melaui proses fotosintesis. Global warming semakin hari semakin meningkat
seiring dengan munculnya pabrik-pabrik industri baru di dunia yang menghasilkan limbah
cair, gas, maupun padat dan menimbulkan masalah dalam penanganannya. Beberapa unit
proses yang ada untuk menghilangkan nutrisi dari air limbah tetapi ini adalah mahal dan
menghasilkan konten lumpur yang tinggi. Upaya mencari sumber minyak nabati alternatif
terus dilakukan dan pemanfaatan alga sebagai sumber minyak telah menarik perhatian
peneliti akhir-akhir ini. Mikroalga tampaknya menjadi satu – satunya sumber biodesel yang
memiliki potensian untuk benar – benar menggantikan diesel fosil.Tidak seperti tanaman
minyak lainnya, mikroalga tumbuh sangat pesat dan sangat kaya minyak. Suhu harus dijaga
sekitar 20-30°C. Budidaya alga dapat dilakukan dalam berbagai bentuk wadah dengan
berbagai konfigurasi. Pada prinsipnya, pertumbuhan alga membutuhkan adanya suplai CO2
sebagai sumber karbon utama, pencahayaan dan nutrient.

Kata Kunci: Bioteknologi, mikroalga, biomassa, energi terbarukan

A. PENDAHULUAN

Alga merupakan organisme berkloroplas yang menghasilkan oksigen melaui proses


fotosintesis. Jumlahnya yang melimpah dan cara perkembang biakannya yang mudah
memungkinkan menjadikan alga sebagai sumber daya terbaharukan. Alga dinilai efektif
mereduksi emisi CO2 karena kemampuannya dalam mereduksi CO2 dalam proses
fotosintesis. Keuntungan penggunaan mikroalga dalam proses mitigasi emisi gas CO2
adalah prosesnya berjalan alami seperti prinsip ekosistem alam sehingga sangat ramah
lingkungan dan tidak menghasilkan limbah sekunder. Keunggulan lainnya adalah pada
proses ini daur ulang nutrien berjalan sangat efisien dan menghasilkan biomass yang dapat
dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan. Sebaliknya kelemahannya dari penggunaan
mikroalga adalah prosesnya yang membutuhkan waktu yang relatif lama, memerlukan
cahaya dan beberapa fisiologi yang belum diketahui secara jelas. (Rizqa. D, et al., 2012)
Terutama limbah gas berupa gas rumah kaca yang termasuk di dalamnya adalah
emisi gas CO2 dari pembakaran bahan bakar fosil telah terakumulasi di atsmosfir sehingga
berdampak pada pemanasan dan perubahan iklim di bumi. Banyak penanganan yang telah
dilakukan untuk mengurangi Global Worming ini salah satunya dengan adanya ide
pembuatan bioreaktor menggunakan alga yang mudah dikembangbiakkan dan memiliki
potensi lebih besar untuk mengurangi gas rumah kaca daripada dengan penanganan dengan
cara reboisasi hutan. (Rizqa. D, et al.,2012)
Sumber-sumber nutrien tersebut dapat berasal dari instalasi pengolahan limbah,
detergen buangan rumah tangga, septik sistem, sedimen, kotoran ternak, dan penggunaan
pupuk komersil. Mikroalga memiliki kemampuan untuk menyerap berbagai bentuk
nitrogen, dan phosfor, dimana mikroalga ini dapat menggunakan berbagai senyawa
organik, khususnya senyawa eutrofik yang mengandung nitrogen dan fosfor - sebagai
sumber karbon.(Irhamni, et al.,2012).
Limbah sekunder dari pabrik pengolahan air limbah mengandung nutrisi (NH 4, NO
3, dan PO 4 ) yang telah diidentifikasi sebagai penyebab utama yang menyebabkan
eutrofikasi diperairan alami. Oleh karena itu air limbah harus menerima perlakuan yang
sesuai sebelum dibebankan ke badan air. Beberapa unit proses yang ada untuk
menghilangkan nutrisi dari air limbah tetapi ini adalah mahal dan menghasilkan konten
lumpur yang tinggi. (Alejandro Ruiz, et al.,2010). Tingginya tingkat pencemaran
lingkungan akibat penggunaan bahan bakar fosil telah mendorong sejumlah peneliti untuk
menemukan bahan bakar ramah lingkungan yang berasal dari bahan baku minyak nabati.
Eksplorasi dan konsumsi bahan bakar fosil terus-menerus telah menyebabkan
penurunan cadangan minyak di seluruh dunia. Sebagai permintaan energi dunia terus
meningkat, cara yang paling cukup untuk memenuhi permintaan adalah dengan mencari
bahan bakar alternatif. Dari sudut perlindungan lingkungan, menemukan bahan bakar
alternatif yang berkelanjutan dan ramah lingkungan sangat penting.(Hanif T, et al.,2011)
Biofuel alga bisa menawarkan potensi besar dalam memberikan kontribusi untuk masa
depan bangsa sebagai energi terbarukan , serta untuk membantu memenuhi Renewable
Fuel Standard (RFS) dalam Independent Energi dan Security Act of 2007 (EISA). Minyak
alga dapat menjadi bahan baku yang cocok untuk density energi yang besar, untuk biofuel
terbarukan bagi daya, baik kendaraan ringan dan berat, serta mesin jet dan kelautan.(Ryan,
D., et al.,2012). Mikroalga yang dapat menyerap molekul dilepaskan selama proses tahap
awal dalam pengolahan air limbah. Banyak spesies mikroalga laut yang digunakan untuk
tersier pengolahan air limbah untuk menghilangkan berbagai senyawa fosfor, nitrogen,
logam berat, dan residu beracun dari air limbah.(Wike, A.E.P., et al.,2010). Potensi Karbon
dioksida yang dipancarkan oleh batu bara untuk pembangkit listrik dapat digunakan untuk
pertumbuhan algae, tetapi jumlah yang tersedia carbo dioksida terbatas terutama untuk
skala besar kultur alga.(Chisti, Y.,2013).
Upaya mencari sumber minyak nabati alternatif terus dilakukan dan pemanfaatan
alga sebagai sumber minyak telah menarik perhatian peneliti akhir-akhir ini. Mikroalga
tampaknya menjadi satu – satunya sumber biodesel yang memiliki potensian untuk benar –
benar menggantikan diesel fosil.Tidak seperti tanaman minyak lainnya, mikroalga tumbuh
sangat pesat dan sangat kaya minyak.(Chisti, 2007) Seperti tumbuhan lainnya, mikroalga
juga dapat melakukan proces fotosintesis, namun dengan tingkat efisiensi yang lebih tinggi
daripada tumbuhan darat lainnya. Produktivitas minyak yang dihasilkan oleh mikroalga
jauh lebih besar daripada produksi terbaik dari tumbuhan penghasil minyak lainnya. Untuk
mengurangi biaya produksi biodiesel, dibutuhkan penggunaan bahan baku berbiaya murah
sebagai bahan baku penghasil bahan bakar ramah lingkungan dan sekaligus dapat
mengurangi potensi pencemaran lingkungan akibat buangan limbah. Teknologi mitigasi
dan sumber energi bersih dan terbarukan. Salah satu utama gas yang menyebabkan
pemanasan global adalah karbon dioksida. Keuntungan utama dari peningkatan
produktivitas mikroalga, karena dikendalikan kondisi lingkungan, dan ruang pemanfaatan /
volume dioptimalkan dan, dengan demikian, lebih efisien penggunaan lahan mahal.
Bahkan, solusi fotosintesis ketika ditingkatkan akan menyajikan jauh solusi superior dan
berkelanjutan di bawah kedua pertimbangan lingkungan dan ekonomi. (Huseein Znad, et
al.,2012)
Mikroalga telah disarankan sebagai salah satu kandidat yang sangat baik untuk
produksi bahan bakar karena beberapa keuntungan, yaitu dari segi efisiensi fotosintetik
yang tinggi, produksi biomassa yang tinggi dan pertumbuhan yang lebih cepat
dibandingkan energy dari tanaman pangan lainnya. Sistem mikroalga juga menggunakan
air lebih sedikit daripada tanaman biji tradisional. Berdasarkan alasan inilah mikroalga
mampu menghasilkan lebih banyak minyak per unit area lahan dibandingkan tanaman
darat. Mikroalga merupakan biomassa yang sangat efisien dalam mengambil bentuk limbah
menjadi karbon (zero waste) dan mengubahnya menjadi bentuk energy cair berdensitas
tinggi (minyak nabati).
Alga merupakan organisme berkloroplas yang menghasilkan oksigen melaui proses
fotosintesis. Jumlahnya yang melimpah dan cara perkembang biakannya yang mudah
memungkinkan menjadikan alga sebagai sumber daya terbaharukan. Alga dinilai efektif
mereduksi emisi CO2 karena kemampuannya dalam mereduksi CO2 dalam proses
fotosintesis. Keuntungan penggunaan mikroalga dalam proses mitigasi emisi gas CO2
adalah prosesnya berjalan alami seperti prinsip ekosistem alam sehingga sangat ramah
lingkungan dan tidak menghasilkan limbah sekunder.(Rizka Daniyati, et al., 2012).
penelitian ini akan mengkaji pengaruh perbedaan konsentrasi sumber nitrogen dan metode
ekstraksi minyak terhadap kandungan minyak dan komposisi asam lemak mikroalga untuk
mendapatkan kondisi pertumbuhan mikroalga optimal dengan kandungan minyak alga yang
tinggi.
Mikroalga mempunyai kandungan lipid yang dapat diproduksi dan diproses menjadi
biodiesel. Proses metabolisme mikroalga hijau teraklimatisasi terbukti mampu menyisihkan
nutrien amonium, nitrat dan pospat dalam limbah cair peternakan 60-98%, sehingga dapat
disimpulkan bahwa pemanfaatan mikroalga hijau lokal untuk penyisihan limbah peternakan
dapat dilakukan sebagai salah satu metode alternatif penanggulangan limbah cair,
sedangkan biomassa alga dapat dimanfaatkan untuk produksi lipid minyak alga. (Irhamni et
al.,2012)
Dengan mempertimbangkan bahwa Indonesia adalah Negara kepulauan dan terletak
di daerah tropis, maka kita mempunyai luasan perairan dan kelimpahan jenis mikroalga
yang sangat besar. Didukung dengan tingkat penguasaan teknologi budidaya mikroalga
yang telah berkembang di Indonesia, serta banyaknya peneliti energy alternative, sudah
semestinya kita secara serius memanfaatkan mikroalga sebagai salah satu pilihan sumber
alternatif biodiesel yang potensial.

B. Kultivasi Mikroalga

Sebagian besar mikroalga menggunakan cahaya dan karbon dioksida (CO ) sebagai sumber
2

energi dan sumber karbon (organisme photoautotrophic). Pertumbuhan optimum mikroalga


membutuhkan temperatur air berkisar 15 - 30˚C. Media pertumbuhan juga harus mengandung
elemen inorganik yang berfungsi dalam pembentukan sel, seperti nitrogen, phospor, dan besi.
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengembangkan teknik, prosedur dan proses produksi
mikroalga dalam jumlah besar. Open ponds system dan photobioreactor system merupakan teknik
budidaya mikroalga yang paling sering digunakan.

1.Open Ponds

Open ponds merupakan sistem budidaya mikroalga tertua dan paling sederhana. Sistem tersebut
sering dioperasikan secara kontinyu. Umpan segar (mengandung nutrisi termasuk nitrogen,
phosphor, dan garam inorganic) ditambahkan di depan paddlewheel dan setelah beredar melalui
loop-loop mikroalga tersebut dapat dipanen di bagian belakang dari paddlewheel. Paddlewheel
digunakan untuk proses sirkulasi dan proses pencampuran mikroalga dengan nutrisi. Beberapa
sumber limbah cair dapat digunakan sebagai kultur dalam budidaya mikroalga. Pemilihan sumber
limbah cair tersebut berdasarkan pemenuhan kebutuhan nutrisi dari mikroalga. Mikroalga laut dapat
menggunakan air laut atau air dengan tingkat salinitas tinggi sebagai media kultur. Biaya
operasional sistem open ponds lebih rendah dibandingkan dengan sistem photobioreactor, namun
sistem tersebut memiliki beberapa kelemahan. Open ponds merupakan sistem kolam terbuka
sehingga mengalami evaporasi akut, dan penggunaan karbon dioksida (CO (a) (b) Gambar 2. (a)
Ilustrasi Raceway open pond; (b) Raceway open pond dilapangan

2. Photobioreactor

Photobioreactor dikembangkan untuk mengatasi permasalahan kontaminasi dan evaporasi yang


sering terjadi dalam sistem open pond. Sistem tersebut terbuat dari material tembus pandang dan
umumnya diletakkan di lapangan terbuka untuk mendapatkan cahaya matahari. Pada dasarnya,
photobioreactor terdapat dalam 2 jenis, plate dan tubular. Photobioreactor tubular lebih sesuai
digunakan di lapangan terbuka. Pada dasarnya,, terdapat dua tipe photobioreactor, yaitu tipe flat
plate (Gambar 1) dan tipe tubular (Gambar 2). Apabila dibandingkan, tipe tubular lebih cocok
untuk aplikasi di luar ruangan karena luasnya permukaan untuk proses iluminasi. Namun, flat plate
photobioreactor juga sering digunakan karena tipe ini dapat meratakan intensitas penyinaran
sehingga sel yang dihasilkan memiliki densitas yang lebih tinggi. Tipe plate-flat photobioreactor
lebih disukai karena: (i) konsumsi energi lebih rendah dan kapasitas transfer massa tinggi; (ii)
efesiensi fotosintetis tinggi; dan (iii) tdak terdapat ruang yang tidak terkena cahaya. Desain d )
2

menjadi tidak efisien. Produktivitas mikroalga juga dibatasi oleh kontaminasi dari alga atau
mikroorganisme yang tidak diinginkan. Gambar 2 menunjukkan sistem open ponds dengan
photobioreactor.(Dessy. A, et al.,2014)

Gambar.1. Open Ponds Gambar.2 Photobioreactor


Mikroalga mengandung lemak dan asam lemak sebagai komponen membran,
produk simpanan, metabolit dan sumber energi. Komposisi kimia berbagai mikroalga
diperlihatkan pada Tabel .1

Tabel 1 Komposisi Kimiawi Beberapa Alga (% Basis Kering)


Strain Protein Karbohidrat Minyak Asam Nukleat
Scenedesmus obliquus 50-56 10-17 12-14 3-6
Scenedesmus dimorphus 8-18 21-52 16-40 -
Chlamydomonas rheinhardii 48 17 21 -
Chlorella vulgaris 51-58 12-17 14-22 4-5
Spirogyra sp. 6-20 33-64 11-21 -
Euglena gracilis 39-61 14-18 14-20 -
Prymnesium parvum 28-45 25-33 22-38 1-2
Porphyridium cruentum 28-39 40-57 9-14 -
Syncchoccus s^. 63 15 11 5
Sumber: Hussein Znad (2012).
Biodiesel saat ini umumnya diproduksi dari tumbuhan dan minyak hewani, tidak
dari mikroalga. Akhir-akhir ini terjadi perubahan, dimana beberapa industri di Amerika
Serikat mulai tertarik untuk mengkomersialisasikan penggunaan mikroalga sebagai sumber
bahan bakar minyak.. Sebagai contoh, untuk dapat memenuhi 50% dari kebutuhan bahan
bakar minyak rakyat AS, diperlukan luas lahan yang sangat besar untuk penanaman
tumbuhan biji-bijian dengan tingkat keberlanjutan yang rendah (Tabel 2). Hasil bahan
bakar minyak yang dihasilkan oleh mikroalgae adalah berdasarkan hasil riset yang
dilakukan dalam fotobioreaktor.

Tabel 2 Perbandingan hasil minyak oleh beberapa tanaman dan alga


Tanaman Biji Hasil bahan bakar Luas lahan yang %ase dari luas
minyak Dibutuhkan area AS yang tersedia
(hektar) untuk
(liter/hektar) Untuk 50% lahan tanaman
Kebutuhan BBM Biji
rakyat AS

Jagung 172 1540 846


Kedelai 446 594 326
Canola 1,190 223 122
Jarak 1.892 140 77
Kelapa 2.689 99 54
Kelapa Sawit 5.950 45 24
Mikroalgae* 136.900 2 1.1
Mikroalgae** 58.700 4.5 2.5
* 70% minyak berdasarkan berat dalam biomassa
* * 30% minyak berdasarkan berat dalam biomassa
(Sumber: Chisti, 2007)

Pada Tabel 2 terlihat bahwa hanya mikroalga paling potensial untuk sepenuhnya
menggantikan penggunaan bahan bakar minyak konvensional (fosil). Tidak seperti tanaman
biji lainnya, mikroalga dapat tumbuh sangat cepat dan mempunyai kandungan minyak yang
sangat tinggi. Umumnya mikroalga dapat menggandakan diri hanya dalam 24 jam saja.
H
O O
H C O C R1 R O C R1 H 2C OH
O O
H C O C R2 + 3 ROH katalis
R O C R2 + HC OH
O alkohol O
H C O C R3 R O C R3 H 2C OH

H alkil ester gliserol

trigliserida
Gambar 1. Reaksi pembentukan senyawa alkil ester (biodiesel)
Sumber:Chisti, 2007)

Tabel 3. Perbandingan potensi beberapa bahan baku biodiesel (Chisti, 2007)


Kandungan minyak Kebutuhan luas Produktivitas biodiesel
Tanaman
(L/ha) lahan (M ha) (kg/ha.th)
Jagung 172 1.540 152
Kacang kedelai 446 594 562
Kelapa 2.689 99 2.315
Kelapa sawit 5.366 45 4.747
Bunga matahari 1.070 210 945
Mikroalga lipid rendah 58.700 5 52.927
Mikroalga lipid sedang 97.800 3 86.515
Mikroalga lipid tinggi 136.900 2 121.104

Tabel 4. Kandungan Lipid beberapa spesies mikroalga (Chisti, 2007)


Kandungan lipid (% Kandungan lipid (%
Spesies mikroalga Spesies mikroalga
biomassa) biomassa)
Chlorella emersonii 25-63 Nanochloris sp. 20-56
Chlorella minotissima 57 Nanochloropsis sp 12-53
Chlorella sp. 10-48 Schizochytrum sp. 50-77
Chlorella vulgaris 5-58 Skelotonema costatum 13-51
Dunaleilla salina 6-25 Pavtova salina 30
Dunaleilla primolicta 23 Pyrrosia Leavis 69
Dunaleilla sp. 17-67 Zitzschia sp. 45-47
Euglena gracilis 14-20 Dunaleilla lutheri 6-25
Mikroalga dapat dijadikan sebagai bahan baku berbagai produk renewable energy
seperti biodiesel, etanol, gas metana, hidrogen dan produk lain. Biodiesel dari mikroalga
tidak mengandung sulfur, dan rendah emisi partikulat, COx, hidrokarbon dan SOx. Akan
tetapi tinggi dalam hal emisi NOx.

Suhu harus dijaga sekitar 20-30°C. Budidaya alga dapat dilakukan dalam berbagai
bentuk wadah dengan berbagai konfigurasi. Pada prinsipnya, pertumbuhan alga
membutuhkan adanya suplai CO2 sebagai sumber karbon utama, pencahayaan dan nutrient.
Gambar 2 Wadah budidaya alga tipe (a) silinder, (b) kotak, (c) kolam pacu satu atau tiga lingkar.
Sumber: Dessy Ariyanti, Dkk.,(2014), dan Chisty, (2007)

Selama bertahun-tahun lingkungan perairan telah menjadi sumber makanan, mineral


dan produk alami untuk memenuhi kebutuhan manusia. Dalam upaya mengatasi masalah
yang ditimbulkan akibat peningkatan populasi dan kebutuhan manusia, pengembangan
produk berbasis sumber alam terbarukan mutlak diperlukan. Salah satunya adalah
pengembangan mikroalga sebagai salah satu sumber biomasa masa depan. Tabel 5 juga
menunjukkan bahwa mikroalga merupakan sumber biomasa yang potensial untuk
dikembangkan diantara organisme akuatik lainnya.(Dessy. A, et al.,2014)

Tabel: mikroalga merupakan sumber biomasa yang potensial


Produk Aplikasi
Biomasa Biomasa Makanan sehat Functional food
Pakan tambahan Aquakultur
Remediasi tanah
Pewarna dan antioksidan Xantofil Lutein β-karoten Vitamin Makanan tambahan Pakan
C dan E tambahan Kosmetik
Asam lemak (fatty acid) Arachidonic acid (AA) Makanan tambahan
Eicosapentaenoic acid (EPA)
Docosahexaenoic acid (DHA) γ-
linoleic acid (GLA) Linoleic acid
(LA)
Polimer Polisakarida Pati Makanan tambahan Pakan
Gambar 3. proses bioteknologi mikroalga (Dessy Ariyanti, 2014)

3. Proses Fotosintesis
Proses fotosintesis secara sederhana diperlihatkan seperti pada persamaan berikut:

Radiasi matahari menyinari bumi diperkirakan mencapai 178.000 terawatt per tahun atau
setara 15.000 kali kebutuhan energi saat ini. Fotosintesis sendiri mengkonsumsi sekitar 10
kali kebutuhan energi dunia dan ini hanya sebagian kecil dari radiasi matahari. Sekitar 2/3
produktivitas fotosintesis berasal dari tumbuhan di daratan, sementara itu sisanya berasala
dari aktivitas fitoplankton atau mikroalga di lautan yang menutupi sekitar 70% luas
permukaan bumi. Karena biomassa berasal dari fotosintesa tanaman dan alga, keduanya
menjadi sasaran kajian-kajian yang terkait dengan produksi energi biomassa.

4. Komposisi Mikroalga
Mikroalga adalah mikroorganisme fotosintetik dengan morfologi sel yang
bervariasi, baik uni-selular maupun multiselular (membentuk koloni kecil). Sebagian besar
mikroalga tumbuh secara fototrofik, meskipun tidak sedikit jenis yang mampu tumbuh
secara heterotrofik. Ganggang hijau-biru prokariotik (cyanobacteria) juga termasuk dalam
kelompok mikroalga. Dalam Bergey's Manual of Systematic Bacteria, kelompok
mikroorganisme ini ditempatkan bersamasama dengan kelas Oxyphotobacteria, dalam
divisi Gracilicutes. Hingga saat ini tidak kurang dari 30.000 jenis mikroalga telah dikenal
dan dipelajari secara intensif (Taylor, 1967).
5. Budidaya Mikroalga
Produksi biomassa mikroalga umumnya lebih mahal daripada tumbuhan biji. Hal ini
disebabkan proses fotosintesis memerlukan cahaya, CO2, air dan garam anorganik
(Nitrogen, Fosfor, Besi, Silikon). Kebutuhan garam anorganik minimal dapat dihitung
berdasarkan rumus molekul biomassa mikroalga, yaitu CO 0,48H1,83N0,11P0,01 (Grobbelaar,
2004). Suhu harus dijaga sekitar 20-300C. Budidaya alga dapat dilakukan dalam berbagai
bentuk wadah dengan berbagai konfigurasi. Pada prinsipnya pertumbuhan alga
membutuhkan adanya supplai CO2 sebagai sumber karbon utama, pencahayaan dan nutrien.
Gambar 2.1a memperlihatkan fermentor tipe silinder yang dilengkapi sistim pengadukan
mekanis, aerasi CO2 dan udara serta dan irradiasi dari 4 (empat) lampu fluorescent.

6. Pemanfaatan Mikroalga untuk Pengolahan Nutrien Limbah Cair


Penggunaan mikroalga untuk pengolahan limbah cair menawarkan beberapa
keuntungan lebih daripada pengolahan limbah secara tradisional. Diantaranya dalam hal
efektifitas biaya untuk menyisihkan BOD, fosfor, nitrogen, dan menghilangkan patogen,
dibandingkan sistem lumpur aktif. Proses pengolahan limbah cair tradisional melibatkan
pemakaian energi berbiaya tinggi untuk aerasi mekanik bagi bakteri aerobik yang
mengkonsumsi senyawa organik didalam limbah cair. Sementara alga menyediakan cara
yang efektif untuk mengkonsumsi nutrien limbah dan menyediakan oksigen yang cukup
bagi bakteri aerobik melalui proses fotosintesis. Melalui proses pengolahan limbah cair
dengan alga dapat ditumbuhkan biomassa alga dalam jumlah besar (Irhamni, et all., 2012)).
Alga secara alamiah berkerja untuk mereduksi kadar N dan P pada limbah cair
peternakan. Pada keadaan tidak terkontrol dimana residu limbah peternakan atau fertilizer
dibiarkan masuk kewilayah perairan atau sungai, maka dapat menjadi umpan bagi
pertumbuhan alga secara massal yang dikenal dengan algal bloom dan eutrofikasi pada
badan air. Pada sistem perairan yang terkontrol, seperti terdapatnya kolam-kolam
penyimpanan limbah cair pada peternakan hewan, alga telah menjadi contoh
phycoremediasi yang baik dengan cara mengkonsumsi komponen N dan P di dalam limbah
(Irhamni, et all.,2012)).
Mikroalga memiliki kemampuan untuk menyerap berbagai bentuk nitrogen, dan
phosfor, dimana mikroalga ini dapat menggunakan berbagai senyawa organik, khususnya
senyawa eutrofik yang mengandung nitrogen dan fosfor - sebagai sumber karbon. Menurut,
(Luz. E.,et all.,2001) laju sintesa klorofil oleh sel alga hijau Chlorella vulgaris yang
diaklimatisasi dua kali lebih tinggi daripada laju sel alga yang tidak diaklimatisasi, pada 3
hari kultivasi awal dalam pengolahan limbah cair. Hal ini menunjukkan bahwa sel yang
diaklimatisasi secara fisiologis lebih aktif dan mampu memanfaatkan lebih banyak nutrien
didalam limbah cair untuk pertumbuhan dan metabolismenya, sehingga dihasilkan efisiensi
penyisihan nutrien anorganik N dan P, masing-masing sebesar 86% dan 70 %, dalam waktu
tinggal 2 hari.

7. DAFTAR PUSTAKA
Alejandro, R., Leopoldo, G.,Mendoza, E.,Tom, S.,2010. Growth and nutrient removal in
free and immobilized green algae in batch and semi- continuous cultures treating
real wastewater. Journal Bioresource Technology. 101, 58-64
Chisti, Y., 2007, Biodiesel from microalgae (Research review paper), Biotechnology
Advances 25. 294 – 306
Chisti, Y., 2013, Constraints to commercialization of algal fuels (Review), Journal of
Biotechnology 167. 201 - 214
Dessy, A.,Noer, A.H.,2014. Mikroalga sebagai sumber biomassa terbarukan: Teknik
kultivasi dan pemanenan. Jur. Tek. Kimia, Univ. Diponegoro
Hanifa, T., Sulaiman, A., Ali, H., Yousef, H., Mohammad, M., 2011. Biodiesel sebuah
tinjauan enzimatik transesterifikasi dari mikroalga minyak berbasis menggunakan
supercritical technology. Journal jourlib ISSN: 2333- 9721
Hussein, Z., Gita, N., Ang, H.M., Tade, M.O., 2012. CO2 Biomitigation and biofuel
Production using microalgae: photobioreactors developments and future directions.
Advances in Chemical Engineering, ISBN: 978-953-51-0392-9
Irhamni., Elvitriana., Vera, V., 2012. Aklimatisasi mikroalga hijau dalam limbah
Peternakan untuk meningkatkan penyisihan nutrient dan produksi lipida. Jurnal
Purifikasi, Vol 13 No. 2, ISSN: 1411 – 3465 Hal 67- 74
Luz. E. de-Bashan, Manuel. M, Juan. P. H. H, Yoav.B.,2002. Removal of ammonium and
phophoeus ions from synthetic wastewater by the microalgae Chlorella vulgaris
coimmobilized in alginate beads with the microalgae growth-promoting bacterium
Azospirillum brasilense
Rizqa, D., Gatut, Y., Agus, R., 2012. Desain closed photobioreaktor Chlorella Vulgaris
Sebagai mitigasi emisi CO2 . Jurnal sain dan seni ITS Vol. 1, ISSN: 2301 – 928X
Ryan, D., Daniel, F., Edward, D.F., Mark, S. W., 2012. Renewable diesel from algal lipids:
An integrated baseline for cost, emissions, and resource potential from a
Harmonized model. NREL, Argonne national laboratory.
Wike, A.E.P., Muhaemin, M., 2010. Phosphorus and ammonium ions removal by using the
microalgae Dunaliella Salina, Jurnal Penelitian Sains, Vol. 13 No. 3(D) 13314 – 08

Anda mungkin juga menyukai