Anda di halaman 1dari 111

i

Pola Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Usia 6 – 8 Tahun Di


Sekolah Luar Biasa Gending
Di Desa Curahsawo Kecamatan Gending
Kabupaten Probolinggo

STUDI KASUS

Oleh:
VIDIA SAVITRI
(NIM:14401.16.17042)

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN


STIKES HAFSHAWATY PESANTREN ZAINUL HASAN
PROBOLINGGO
2020

i
ii

Pola Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Usia 6 – 8 Tahun Di


Sekolah Luar Biasa Gending
Di Desa Curahsawo Kecamatan Gending
Kabupaten Probolinggo

STUDI KASUS

Diajukan Untuk STIKes Hafshawaty Pesantren Zainul Hasan Untuk Memenuhi


Salah Satu Persyaratan Dalam Menyelesaikan
Program Ahli Madya Keperawatan

Oleh :
VIDIA SAVITRI
(NIM. 14401.16.17042)

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN


STIKES HAFSHAWATY PESANTREN ZAINUL HASAN
PROBOLINGGO
2020
iii

HALAMAN PERSETUJUAN

Judul : Pola pendidikan Anak


berkebutuhan khusus Usia 6 – 8
Tahun Di Sekolah Luar Biasa
Gending
Nama Lengkap : Vidia Savitri
NIM : 14401.16.17042
Program Studi : Program Studi D3 Keperawatan
Nama Institusi STIKes Hafshawaty Pesantren
Zainul Hasan
Alamat Rumah dan No Tel./HP : Dusun wedian rt 01 rw 01 Desa
Curahsawo Kecamatan Gending
Alamat Email : Vidiasavitri8@gmail.com
Dosen Pembimbing I
Nama Lengkap dan Gelar : Titik Suhartini, S.Kep.Ns.,M.Kep
NIK/NIDN : 0730047801
Alamat Rumah dan No Tel/Hp : Jl. Raya Kotaanyar Dusun Krajan
RT 004 RW 001 Desa Kotaanyar
Kecamatan Kotaanyar Kabupaten
Probolinggo (082139891978)
Dosen Pembimbing II
Nama Lengkap dan Gelar : Yulia Rachmawati,
S.Kep.Ns.,M.PH
NIK/NIDN : 0720078802
Alamat Rumah dan No Tel/Hp : Dusun 3 Pasar 2 RT 12 RW 06
Desa Klaseman Kecamatan
Gending Kabupaten Probolinggo
(085130341924)

Menyetujui,

Dosen Pembimbing II Dosen Pembimbing I

Titik Suhartini, S.Kep.Ns.,M.Kep Yulia Rachmawati H, S.Kep.Ns., MPH


NIDN: 0730047801 NIDN: 0720078802

Ketua Program Studi,

Mariani, S.Kep.Ns.,MPH
NIDN:0713088001
iv

HALAMAN PENGESAHAN

Judul : Pola pendidikan Anak berkebutuhan khusus


Usia 6 – 8 Tahun Di Sekolah Luar Biasa
Gending.
Nama Lengkap : Vidia Savitri
NIM : 14401.16.17042
Prodi : D III Keperawatan
Alamat Rumah : Dusun wedian,rt 01 rw 01 Desa Curahsawo,
Kecamatan Gending
No HP : 08233896766
Alamat Email : vidiasavitri8@gmail.com
Dosen Pembimbing I
Nama Lengkap dan Gelar : Titik Suhartini, S.Kep,Ns.,M,Kep
NIDN : 0730047801
Alamat Rumah dan No Tel./HP : Jl. Raya Kotaanyar Dsn. Krajan RT. 004
RW. 001 Ds. Kotaanyar Kec. Kotaanyar
Kab. Probolinggo
Dosen Pembimbing II
Nama Lengkap dan Gelar : Yulia Rachmawati, S.Kep.Ns.,M.PH
NIDN : 0720078802
Alamat Rumah dan No Tel./HP : Jl. Raya Kotaanyar Dsn. Krajan RT. 004
RW. 001 Ds. Kotaanyar Kec. Kotaanyar
Kab. Probolinggo

PENGUJI
Ketua :
NIDN.

Penguji I :
NIDN.

Penguji II : TITIK SUHARTINI,S.Kep.Ns.,M.Kep


NIDN: 0730047801

Kepala Prodi,

Mariani, S.Kep.Ns.,M.PH
NIDN: 0713088001
v

PERNYATAAN KEASLIHAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :


Nama : Vidia Savitri
NIM : 14401.16.17042
Program Studi : D3 Keperawatan
Institusi : STIKes Hafshawaty Pesantren Zainul Hasan
Probolinggo

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Karya tulis ilmiah yang saya tulis
ini benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambil alihan
tulisan atau pikiran orang lain. Apabila dikemudian hari dapat dibuktikan bahwa
hasil Karya Ilmiah ini adalah hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi
atas perbuatan saya tersebut.

Probolinggo, 04 April 2020


Yang membuat pernyataan

(Vidia Savitri)
vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya pada peneliti, sehingga peneliti dapat menyelesaikan proposal ini
sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
Karya Tulis Ilmiah ini disusun sebagai salah satu syarat dalam
menyelesaikan program Ahli Madya Keperawatan.
Peneliti menyadari bahwa keberhasilan dan kelancaran Karya Tulis
Ilmiah ini bukan hanya karena kemampuan peneliti, tetapi banyak ditentukan oleh
bantuan dari berbagai pihak, yang telah dengan ikhlas membantu peneliti demi
terselesainya penulisan, oleh karena itu pada kesempatan ini peneliti
menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:
1. KH. Muhammad Hasan Mutawakil Alallah, SH. MM., selaku Ketua Yayasan
Pondok Pesantren Zainul Hasan Probolinggo.
2. Dr. H. Nur Hamim, SKM., S.Kep.Ns., M.Kes., selaku Ketua STIKES
Hafshawaty Pesantren Zainul Hasan Probolinggo.
3. Mariani, S.Kep.Ns., MPH., selaku Ketua Prodi D3 Keperawatan STIKES
Hafshawaty Pesantren Zainul Hasan Probolinggo.
4. Titik Suhartini, S.Kep.Ns., M.Kep., selaku pembimbing I yang dengan tulus
ikhlas bersedia meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran serta perhatian dalam
memberikan dorongan, bimbingan dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.
5. Yulia Rachmawati H, S.Kep.Ns., MPH selaku pembimbing II yang dengan
tulus ikhlas bersedia meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran serta perhatian
dalam memberikan dorongan, bimbingan dalam penyusunan Karya Tulis
Ilmiah ini.
6. Wulandoko., selaku Kepala Sekolah Luar Biasa Gending yang telah
memberikan ijin pengambilan data untuk penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.
7. Santi Damayanti, S.I.Pust., selaku Kepala Perpustakan STIKES Hafshawaty
Pesantren Zainul Hasan Probolinggo.
vii

8. Bapak dan ibu Dosen Prodi D3 Keperawatan STIKES Hafshawaty Pesantren


Zainul Hasan Probolinggo, yang telah memberikan bekal bagi peneliti
melalui materi-materi kuliah yang penuh nilai dan makna dalam
penyempurnaan Karya Tulis Ilmiah, juga kepada seluruh tenaga administrasi
yang telah tulus ikhlas melayani keperluan peneliti selama menjalani studi
dan penulisannya.
9. Orang tua dan semua keluarga yang telah memberikan peneliti semangat dan
terima kasih untuk doa-doa yang selalu dipanjatkan kepada peneliti.
10. Sahabat-sahabat seperjuangan tercinta dalam naungan STIKES Yayasan
Hafshawaty Zainul Hasan Genggong yang telah memberikan dorongan
semangat sehingga Karya Tulis Ilmiah ini dapat terselesaikan, saya hanya
dapat mengucapkan semoga hubungan persahabatan tetap terjalin.
11. Semua pihak yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu, terima kasih
atas bantuannya. Peneliti hanya bisa berdoa semoga Allah SWT membalas
amal baik semua pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian
Karya Tulis Ilmiah ini.
12. Selanjutnya peneliti menyadari bahwa Karya Tulis Ilmiah ini masih banyak
kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan, maka dari itu saran dan kritik
yang konstruktif senantiasa peneliti harapkan. Akhirnya peneliti berharap,
semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat memberikan manfaat bagi siapa saja
yang membaca terutama Civitas Stikes Hafshawaty Pesantren Zainul Hasan
Probolinggo.

Genggong, 04 April 2020

Peneliti
viii

DAFTAR ISI

Halaman
COVER JUDUL
HALAMAN JUDUL...............................................................................................i
HALAMAN PERSETUJUAN................................................................................ii
HALAMAN PENGESAHAN...............................................................................iii
PERNYATAAN KEASLIHAN TULISAN..........................................................iv
KATA PENGANTAR...........................................................................................v
DAFTAR ISI.........................................................................................................vi
DAFTAR BAGAN................................................................................................x
DAFTAR TABEL.................................................................................................xi
DAFTAR LAMPIRAN.........................................................................................xii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.....................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...............................................................................4
1.3 Tujuan Penelitian.................................................................................5
1.4 Manfaat Penelitian...............................................................................5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Pendidikan..............................................................................7
2.1.1 Definisi Pendidikan....................................................................7
2.1.2 Ciri – Ciri Pendidikan ................................................................7
2.1.3 Sifat Pendidikan..........................................................................8
2.1.4 Unsur – Unsur Pendidikan..........................................................8
2.1.5 Tujuan Pendidikan......................................................................9
2.1.6 Jalur Pendidikan.........................................................................10
2.1.7 Jenjang Pendidikan.....................................................................11
2.1.8 Jenis Program Pendidikan..........................................................12
2.2 Konsep Anak Berkebutuhan Khusus...................................................13
2.2.1 Definisi Anak Berkebutuhan Khusus.........................................13
2.2.2 Macam – Macam Anak Berkebutuhan Khusus..........................13
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian.................................................................................64
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian..............................................................65
3.2.1 Tempat Penelitian.......................................................................65
3.2.2 Waktu Penelitian........................................................................65
3.3 Setting Penelitian.................................................................................65
3.4 Subjek Penelitian atau Partisipan........................................................65
3.5 Metode Pengumpulan Data.................................................................66
3.5.1 Wawancara............................................................................... 66
3.5.2 Observasi....................................................................................67
3.5.3 Alat Perekam..............................................................................68
3.6 Metode Uji Keabsahan Data................................................................70
ix

3.6.1 Keabsahan Konstruk...................................................................70


3.6.2 Keabsahan Internal.....................................................................71
3.6.3 Keabsahan Eksternal..................................................................71
3.6.4 Keajekan.....................................................................................71
3.7 Metode Analisa Data...........................................................................71
3.7.1 Mengorganisasikan Data............................................................72
3.7.2 Pengelompokan Berdasarkan Kategori, Tema dan Pola
Jawaban......................................................................................72
3.7.3 Menguji Asumsi atau Permasalahan Yang Ada Terhadap
Data.............................................................................................72
3.7.4 Mencari Alternatif Penjelasan Bagi Data...................................73
3.7.5 Menulis Hasil Penelitian.............................................................73
3.8 Menulis Etika Penelitian......................................................................74
3.8.1 Informed Consent.......................................................................74
3.8.2 Anatomity (tanpa nama).............................................................74
3.8.3 Confidentiality............................................................................74
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................75
LAMPIRAN
x

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Jadwal Penyusunan KTI........................................................................65


xi

DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Kerangka Piker Penelitian Pola Pendidikan Anak Berkebutuhan


Khusus Usia 6 – 8 Tahun Di Sekolah Luar Biasa Gending.............63
xii
xiii
1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pendidikan adalah suatu usaha yang dilakukan untuk mengembangkan
kemampuan dan kepribadian individu melalui proses atau kegiatan tertentu
(pengajaran, bimbingan atau latihan) serta interaksi individu dengan
lingkungannya untuk mencapai manusia seutuhnya. Usaha yang dimaksud
adalah suatu tindakan atau perbuatan yang dilakukan secara sadar dan
terencana, sedangkan kemampuan berarti kemampuan dasar atau potensi.
Asumsinya, setiap manusia mempunyai potensi untuk mendidik dan di didik
(Yesi Nur Indah Sari, 2018). Pendidikan adalah kebutuhan manusia. Artinya,
semua orang yang hidup mempunyai hak untuk mengenyam pendidikan.
Pendidikan bukan hanya untuk mereka saja yang normal, namun juga bagi
mereka penyandang ketunaan/anak berkebutuhan khusus.
Anak berkebutuhan khsus adalah anak dengan karakteristik khusus yang
berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukkan pada
ketidakmampuan mental, emosi, atau fisik. Anak berkebutuhan khusus juga
dapat diartikan sebagai seorang anak yang memerlukan pendidikan yang
sesuai dengan hambatan belajar dan kebutuhan masing – masing anak secra
individual. Mereka secara fisik, psikologis kognitif atau sosial terhambat
dalam mencapai tujuan kebutuhan dan potensinya secara maksimal, sehingga
membutuhkan penanganan yang terlatih dari tenaga profesional. (Rafael &
Pastiria, 2020)
Dikutip dari journal on teacher education 2017, WHO memperkirakan dari
total jumlah anak di Indonesia terdapat 2,8 juta jiwa anak yang sekolah dengan
rentang usia 5 - 14tahun, jumlah anak dengan berkebutuhan khusus di
Indonesia sekitar 7-10%. Retardasi mental pada anak-anak di bawah umur 18
tahun di negara maju diperkirakan mencapai 0,5-2,5% , di negara berkembang
berkisar 4,6%. Banyak penelitian melaporkan angka kejadian retardasi mental
lebih banyak pada anak laki-laki dibandingkan perempuan

1
2

Malahayati nursing jurnal 2020 mengemukakan, Berdasarkan data Dinas


Kesehatan di Kota Bandar Lampung kejadian anak dengan keterlambatan
perkembangan sebanyak 109,93 anak (Data Dinkes Kota Lampung, 2015),
Sedangkan pada tahun 2016 keterlambatan perkembangan perkembangan
sebanyak 109,19 anak, sedangkan pada tahun 2017 keterlambatan
perkembangan sebanyak 151,59 anak (Data Dinkes Kota Lampung, 2017). Di
TK YOBEL HKBP Kedaton Bandar Lampung pemberian terapi bermain
sperti bermain peran dan bercerita sering dilakukan untuk merangsang
perkembangan sosial pada anak usia 3-5 tahun.
journal of ners community fakultas vokasi Surabaya 2020 menyebutkan
bahwa 80% penyandang disabilitas ada di Negara berkembang. Sedangkan di
Jawa Timur sendiri penyandang disabilitas dengan gangguan penglihatan
ringan sebanyak 795.100, mendengar 461.026, berjalan 218.085, mengingat
393.290, dan mengurus diri 357.069 dan untuk penyandang disabilitas parah
di jawa timur jumlah gangguan melihat sebanyak 83.373, mendengar 78.225,
berjalan 121.745.
Hasil data eviden based dari dinas pendidikan Kota Probolinggo tahun
2019/2020 di sekolah luar biasa Sinar Harapan Kecamatan Mayangan Kota
Probolinggo terdapat 132 siswa yang sedang mengenyam pendidikannya.
Angka tersebut terdiri dari 78 (78%) siswa laki – laki, dan 54 (54%) siswa
perempuan. 36 (47.52%) siswa tingkat 1, 15 (19.8%) siswa tingkat 2, 21
(27.72%) siswa tingkat 3, 18 (23.76%) siswa tingkat 4, 21 siswa tingkat 5, 21
(27.72%) siswa tingkat 6.
Hasil riset eviden based dinas pendidikan Kabupaten Probolinggo
2019/2020. terdapat 225 anak berkebutuhan khusus di Kabupaten
Probolinggo. Angka tersebut terdiri dari 135 (30.3%) laki – laki dan 90
(20.2%) perempuan yang tersebar di 24 kecamatan Kabupaten Probolinggo.
Diantaranya Kecamatan Kraksaan 136 (30.6%) anak, terdiri dari 72 (97.92%)
laki – laki dan 64 (87.04%) perempuan. Kecamatan Paiton 29 (65.25%) anak,
terdiri dari 19 (5.51%) laki – laki dan 10 (2.9%) perempuan. Kecamatan
Gending 60 (13.5%) anak, terdiri dari 44 (26.4%) laki – laki dan 16 (9.6%)
perempuan.
3

Data eviden based di dapatkan dari dinas pendidikan Kabupaten


Probolinggo, anak berkebutuhan khusus di Sekolah Luar Biasa Dharma Asih
Kraksaan tahun 2017/2018 terdapat 89 siswa. Data tersebut terdiri dari 48
(42.72%) siswa laki – laki dan 41 (36.49%) siswa perempuan. 13 (11.57%)
siswa tingkat 1, 10 (8.9%) siswa tingkat 2, 11 (9.79%) siswa tingkat 3, 8
(7.12%) siswa tingkat 5, 8 (7.12%) siswa tingkat 6, 9 (8.01%) siswa tingkat 7,
2 (1.78%) siswa tingkat 8, 7 (6.23%) siswa tingkat 9, 7 (6.23%) siswa tingkat
10, 7 (6.23%) siswa tingkat 11, 7(6.23%) siswa tingkat 12.
Hasil studi pendahuluan eviden based anak berkebutuhan khusus di
sekolah luar biasa Kecamatan Gending Desa Curah Sawo tahun 2017/2018
terdapat 60 anak berkebutuhan khusus yang terdiri dari 3 anak tingkat 1
(1.8%),7 anak tingkat 2 (4.2%), 4 anak tingkat 3 (2.4%), 7 anak tingkat 4
(4.2%), 8 anak tingkat 5 (4.8%), 5 anak tingkat 6 (3%), 3 anak tingkat 7
(1.8%) , 8 anak tingkat 8 (4.8%), 4 anak tingkat 9 (2.4%), 4 anak tingkat 10
(2.4%), 1 anak tingkat 11 (0.6%), 6 anak tingkat 12 (3.6%). Terdapat beberapa
anak yang memiliki kesulitan beradaptasi dengan pola pendidikan yang
terdapat di Sekolah Luar Biasa Kecamatan Gending. Hal tersebut terjadi
karena anak tersebut masih sulit beradaptasi di awal mulai sekolahnya. Selain
itu, perilaku siswa ABK yang negatif seperti kurang mendengarkan arahan
dari guru dan berperilaku seenaknya sendiri juga menjadi salah satu faktor
yang menyebabkan siswa ABK kurang kooperatif dalam mengikuti pola
pendidikan yang sudah ada.
Banyak faktor yang mempengaruhi pola pendidikan anak berkebutuhan
khusus. Salah satunya ia karena kondisi dari siswa ABK-nya sendiri, sehingga
hal tersebut bisa menjadi hambatan siswa ABK dalam mengikuti pola
pendidikan yang diberikan oleh sekolah. Hambatan tersebut termasuk dalam
kondisi – kondisi seperti gangguan presepsi, kerusakan otak, MBD (Minimal
Brain Dysfunction), kesulitan membaca (dyslexia), dan kesulitan dalam
memahami kata - kata (developmental aphasia) (Dini Ratrie Desiningrum,
2016). Siswa ABK dengan kondisi tersebut akan kesulitan dalam proses
belajar hingga menghambat siswa ABK dalam berproses dan mengikuti pola
pendidikan yang sudah ada.
4

Dampak dari hal – hal yang disebutkan diatas tidak hanya berakibat pada
rendahnya nilai hasil belajar siswa ABK, namun juga ada dampak psikologis
lainnya yang cenderung merugikan individu dari siswa ABK tersebut.
Diantaranya, siswa ABK dapat mengulang kelas/tidak naik kelas sehingga
anak cenderung mendapat lebel yang kurang baik dari teman – temannya,
sehingga pada anak tumbuh perasaan minder terhadap teman – temannya, dan
anak cenderung bersikap pemalu, menarik diri dari lingkungan sosialnya dan
lamban dalam menerima informasi baru (Dini Ratrie Desiningrum, 2016).
Pola pendidikan anak berkebutuhan khusus haruslah lebih diperhatikan
daripada dengan anak normal/anak biasa, karena pola pendidikan anak
berkebutuhan khusus lebih menyesuaikan kepada kondisi masing – masing
individu. Salah satunya ialah dapat dengan terapi bermain, dimana anak
berkebutuhan khusus (ABK) bukan hanya belajar dengan serius di dalam
kelas, namun juga dengan melakukan permainan yang membuat anak
berkebutuhan khusus (ABK) lebih senang dan berminat dalam melaksanakan
kegiatan belajar di dalam kelas.
Sikap siswa ABK sangat berperan penting dalam proses tersebut. Sikap
siswa ABK yang baik seperti mendengarkan arahan dari tenaga pengajar
dengan baik dapat membuat pola pendidikan berjalan dengan baik.
Sebaliknya, sikap siswa ABK yang negatif seperti berperilaku seenaknya
sendiri dan tidak mendengarkan arahan dari guru dapat membuat pola
pendidikan yang ada tidak berjalan sebagaimana mestinya.
Berdasarkan fenomena diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
tentang pola pendidikan anak berkebutuhan khusus usia 6 – 8 tahun di sekolah
luar biasa kecamatan Gending Kabupaten Probolinggo.
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas dapat di rumuskan permasalahan


sebagai berikut: “Bagaimanakah pola pendidikan anak berkebutuhan khusus
usia 6-8 tahun di sekolah luar biasa Kecamatan Gending Kabupaten
Probolinggo?”
5

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian latar belakan di atas, maka tujuan dalam penelitian


ini adalah untuk mengeksplorasi pola pendidikan anak berkebutuhan khusus
usia 6-8 tahun di sekolah luar biasa Kecamatan Gending Kabupaten
Probolinggo.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Bagi Institusi Pendidikan

Dapat digunakan sebagai tambahan pengetahuan dari hasil penelitian


untuk dikembangkan pada penelitian berikutnya tentang pola pendidikan
anak berkebutuhan khusus usia 6-8 tahun di sekolah luar biasa Kecamatan
Gending Kabupaten Probolinggo

1.4.2 Bagi Profesi Keperawatan


Diharapkan penelitian ini dapat diaplikasikan dalam bidang ilmu
keperawatan komunitas, sehingga dapat membantu untuk
mengembangkan pengetahuan dan selanjutnya dapat di lakukan
perencanaan dalam pola pendidikan anak berkebutuhan khusus usia 6 - 8
tahun di sekolah luar biasa Kecamatan Gending Kabupaten Probolinggo.
1.4.3 Bagi Lahan Penelitian
Diharapkan pada Guru – guru sekolah luar biasa membuat program
agenda tentang peningkatan pelayanan publik kaitannya dengan
pendidikan dan berupaya memberikan edukasi dan penyuluhan tentang
pola pendidikan pada anak berkebutuhan khusus.
1.4.4 Bagi Subyek
Sebagai tambahan informasi bagi guru khususnya tentang pola
pendidikan anak berkebutuhan khusus usia 6 - 8 tahun disekolah luar
biasa kecamatan gending kabupaten probolinggo.
1.4.5 Bagi Peneliti
Menambah pengetahuan dan pengalaman serta keterampilan dalam hal
peelitian dan dapat dipergunakan sebagai data dasar untuk melaksanakan
penelitian lebih lanjut berkaitan dengan pola pendidikan anak
6

berkebutuhan khusus usia 6 - 8 tahun disekolah luar biasa kecamatan


gending kabupaten probolinggo.
7

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Pendidikan


2.1.1 Pengertian Pendidikan
Pendidikan adalah suatu usaha yang dilakukan untuk mengembangkan
kemampuan dan kepribadian individu melalui proses atau kegiatan tertentu
(pengajaran, bimbingan atau latihan) serta interaksi individu dengan
lingkungannya untuk mencapai manusia seutuhnya. Usaha yang dimaksud
adalah suatu tindakan atau perbuatan yang dilakukan secara sadar dan
terencana, sedangkan kemampuan berarti kemampuan dasar atau potensi.
Asumsinya, setiap manusia mempunyai potensi untuk mendidik dan di
didik (Yesi Nur Indah Sari, 2018)
Menurut Redja Mudyaharjdo pengertian pendidikan dapat dibagi
menjadi tiga, yakni secara sempit, luas dan laternatif. Definisi pendidikan
secara luas adalah mengartikan pendidikan sebagai hidup. Pendidikan
adalah segala pengalaman yang berlangsung dalam lingkungan dan
sepanjang hidup (long life education). Pendidikan adalah segala situasi
hidup yang mempengaruhi pertumbuhan individu. Secara simplistik
pendidikan didefinisikan sebagai sekolah, yakni pengajaran yang
dilaksanakan atau diselenggarakan di sekolah sebagai lembaga pendidikan
formal. Pendidikan adalah segala pengaruh yang diupayakan terhadap
anak dan remaja yang diserahkan kepadanya agar mempunyai kemampuan
yang sempurna dan kesadaran penuh terhadap hubungan – hubungan dan
tugas sosial mereka (Syafril & Zen, 2017).
2.1.2 Ciri-ciri pendidikan
Ciri-ciri pendidikan di bagi menjadi 5:
1. Bahwa pendidikan merupakan usaha sadar dari si pendidik yang
mempunyai tanggung jawab kepada masa depan anak atau peserta
didik
2. Usaha itu mempunyai tujuan yang ingin dicapai, yaitu pengembangan
diri individu untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan dilai
8

– nilai sehingga bermanfaat bagi kepentinganm hidupnya sebagai


seorang pribadi dan sebagai seorang anggota masyarakat, serta mampu
menyesuaikan diri dengan lingkungan yang selalu berubah.
3. Dalam pencapaian tujuan pendidikan anak didik perlu diikutsertakan
untuk terlibat secara aktif sepenuhnya.
4. Pencapaian tujuan tersebut terlaksana dalam suatu proses di mana
diperlukan bimbingan yang terencana, teratur, dan sistematis.
5. Kegiatan tersebut terselenggara dalam jalur pendidikan formal,
informal, dan nonformal disekolah dan diluar sekolah (Yesi Nur Indah
Sari, 2018).
2.1.3 Sifat pendidikan
Ilmu pendidikan adalah ilmu yang mempelajari serta memproses
pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam
usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan;
proses, cara, pembuatan mendidik, ilmu pendidikan sebagai suatu ilmu
harus bersifat :
1. Empiris, karena objeknya dijumpai dalam dunia pengalaman.
2. Rohaniah, karena situasi pendidikan berdasar atas tujuan manusia tidak
membiarkan peserta didik kepada keadaan alamnya.
3. Normatif, karena berdasarkan atas pemilihan antara yang baik dan
yang buruk.
4. Historis, karena memberikan uraian teoritis tentang sistem – sistem
pendidikan sepanjang zaman dengan mengingat latar belakang
kebudayaan dan filsafat yang berpengaruh pada zaman tertentu
5. Praktis, karena memberikan pemikiran tentang masalah dan ketentuan
pendidikan yang langsung ditujukan kepada perbuatan mendidik
(Syafril & Zen, 2017).
2.1.4 Unsur – Unsur Pendidikan
Unsur – unsur dalam pendidikan meliputi beberapa hal yang saling
terkait. Unsur – unsur tersebut antara lain :
1. Tujuan pendidikan dalam sistem pendidikan nasional termuat dalam
UU Sisdiknas, yaitu untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
9

menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang


Maha Esa, berakhlaq mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan
menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab
2. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai
tujuan, isis, dan baham pelajaran kegiatan pembelajaran untuk
mencapai tujuan pendidikan tertentu. Kurikulum sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran memberikan makna bahwa di
dalam kurikulum terdapat panduan interaksi antara pendidik dan
peserta didik
3. Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha
mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang
tersedia pada jalur, jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
4. Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru,
dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur,
fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta
berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.
5. Interaksi edukatif adalah proses interaksi peserta didik dengan
pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar
6. Isi pendidikan merupakan materi – materi dalam proses pembelajaran
yang bertujuan agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengandalian
diri, kepribadian, kecerdasan, akhlaq mulia, serta ketrampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara kearah yang lebih
baik lagi.
7. Lingkungan pendidik adalah tempat manusia berinteraksi timbal balik
sehingga kemampuannya dapat terus dikembangkan kearah ysng lebih
bsik lsgi. Lingkungsn pendidiksn sering dijabarkan dengan keluarga,
sekolah, dan masyarakat (Triwiyanto Teguh, 2017)
2.1.5 Tujuan Pendidikan
Berdasarkan TAP.MPR No.II/MPR/1993, tentang GBHN
dijelaskan bahwa tujuan pendidikan maksimal adalah meningkatkan
ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kecerdasa, ketrampilan,
10

mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian dan


mempertinggi semangat kebangsaan agar tumbuh manusia – manusia
pembangunan yang dapat membangun dirinya sendiri serta bersama
– sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa.
Adapun tujuan pendidikan terbagi menjadi empat yaitu:
1. Tujuan umum pendidikan nasional yaitu untuk membentuk
manusia pancasila.
2. Tujuan instisusional yaitu tujuan yang menjadi tugas dari
lembaga pendidikan tertentu untuk mencapainya.
3. Tujuan kurikuler yaitu tujuan bidang studi atau mata
pelajaran.
4. Tujuan instruksional yaitu tujuan materi kurikulum yang
berupa bidang studi terdiri dari pokok bahasan dan sub
pokok bahasan, terdiri atas tujuan instruksional umum dan
tujuan instruksional khusus (Syafril & Zen, 2017).
2.1.6 Jalur Pendidikan
Jalur pendidikan adalah wahana yang dilalui peserta didik untuk
mengembangkan potensi diri dalam suatu proses pendidikan yang
sesuai dengan tujuan pendidikan. Diantaranya :
1. Pendidikan formal
Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang
terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan
dasar, pendidikan menengah, pendidikan tinggi.
2. Pendidikan nonformal
Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan diluar
pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara
terstruktur dan berjenjang. Pendidikan nonformal berfungsi
mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan
pada penguasaan pengetahuan dan ketrampilan fungsional,
serta pengembangan sikap dan pendidikan profesional.
Pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapan
hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan,
11

pendidikan keaksaraan, pendidikan pemberdayaan


perempuan, pendidikan ketrampilan dan pelatihan kerja,
pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan
untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.
3. Pendidikan informal
Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga
dan lingkungan. Kegiatan pendidikan informal yang
dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan
be;ajar secara mandiri. Hasil pendidikannya diakui sama
dengan pendidikan formal dan nonformal setelah peserta
didik lulus ujian sesuai dengan standar nasioanl pendidikan
(Triwiyanto Teguh, 2017).
2.1.7 Jenjang Pendidikan
Jenjang pendidikan adalah suatu tahap dalam pendidikan
berkelanjutan yang diterapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta
didik serta keluasan dan kedalaman bahan pengajaran. Jenjang pendidikan
meliputi :
1. Jenjang pendidikan dasar
Pendidikan dasar diselenggarakan untuk memberikan bekal
dasar yang diperlukan untuk hidup dalam masyarakat berupa
pengembangan sikap, pengetahuan, dan ketrampilan. Di samping
itu juga berfungsi mempersiapkan peserta didik yang memenuhi
persyaratan untuk mengikuti pendidikan menengah.
2. Jenjang pendidikan menengah
Pendidikan menengah yang lamanya tiga tahun sesudah
pendidikan dasar, diselenggarakan di SLTA (Sekolah Lanjutan
Tingkat Atas) atau satuan pendidikan yang sederajat. Pendidikan
menengah dalam hubungan ke bawah berfungsi sebagai lanjutan
dan perluasan pendidikan dasar, dan dalam hubungan ke atas
mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan tinggi
ataupun memasuki lapangan kerja. Pendidikan menengah terdiri
12

atas pendidikan umum, menengah kejuruan, menengah luar biasa,


menengah kedinasan dan menengah keagamaan.
3. Jenjang pendidikan tinggi
Pendidikan tinggi merupakan kelanjutan menengah yang di
selenggarakan untuk menyiapkan peserta didik menjadi anggota
masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan/atau
profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan dan/atau
menciptakan pengetahuan, teknologi, dan/atau kesenian (Umar
Tirtarahardja dan La Sulo, 2012).
2.1.8 Jenis Program Pendidikan
1. Pendidikan umum
Pendidikan umum adalah pendidikan yang mengutamakan
perluasan pengetahuan dan ketrampilan peserta didik dengan
pengkhususan yang diwujudkan pada tingkat – tingkat akhir masa
pendidikan. Pendidikan umum berfungsi sebagai acuan umum bagi
jenis pendidikan lainnya. yang termasuk pendidikan umum adalah SD,
SMP, SMA dan universitas.
2. Pendidikan kejuruan
Pendidikan kejuruan adalah pendidikan yang mempersiapkan
peserta didik untuk dapat bekerja pada bidang pekerjaan tertentu,
seperti bidang teknik, jasa boga, dan busana, perhotelan, kerajinan,
administrasi perkantoran dan lain – lain. Lembaga pendidikannya
seperti, STM, SMTK, SMIP, SMIK, SMEA.
3. Pendidikan Luar biasa
Pendidikan luar biasa merupakan pendidikan khusus yang
diselenggarakan untuk peserta didik menyandang kelainan fisik
dan/atau mental. Yang termasuk pendidikan luar biasa adalah SDLB
(Sekolah Dasr Luar Biasa) untuk jenjang pendidikan menengah masing
– masing memiliki program khusus yaitu program untuk anak – anak
tuna netra, tuna rungu, tuna daksa, serta tuna grahita. Untuk pengadaan
gurunya disediakan SPGLB (Sekolah Guru Pendidikan Luar Biasa)
setara dengan diploma III.
13

4. Pendidikan keagamaan
Pendidikan keagamaan merupakan pendidikan khusus yang
mempersiapkan peserta didik untuk dapat melaksanakan peranan yang
menuntut penguasaan pengetahuan khusus tentang ajaran agama
(Umar Tirtarahardja dan La Sulo, 2012).

2.2 Konsep Anak Berkebutuhan Khusus


2.2.1 Definisi Anak Berkebutuhan Khusus
Anak berkebutuhan khsus adalah anak dengan karakteristik khusus
yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukkan pada
ketidakmampuan mental, emosi, atau fisik. Anak berkebutuhan khusus
juga dapat diartikan sebagai seorang anak yang memerlukan pendidikan
yang sesuai dengan hambatan belajar dan kebutuhan masing – masing
anak secra individual. Mereka secara fisik, psikologis kognitif atau sosial
terhambat dalam mencapai tujuan kebutuhan dan potensinya secara
maksimal, sehingga membutuhkan penanganan yang terlatih dari tenaga
profesional. (Rafael & Pastiria, 2020).
Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memerlukan penanganan
khusus karena adanya gangguan perkembangan dan kelainan yang dialami
anak. Berkaitan dengan istilah disability, maka anak berkebutuhan khusus
adalah anak yang memiliki keterbatasan di salah satu atau beberapa
kemampuan baik itu bersifat fisik seperti tunanetra dan tunarungu, maupun
bersifat psikologis seperti autism dan ADHD (Desiningrum Ratri, 2016)
2.2.2 Macam - macam Anak Berkebutuhan Khusus
Macam – macam anak berkebutuhan khusus menurut Ratri Desiningrum
(2016) :
1. Anak dengan Gangguan Fisik
a. Tunanetra,
1) pengertian
yaitu anak yang indera penglihatannya tidak berfungsi
(blind/low vision) sebagai saluran penerima informasi dalam
kegiatan sehari-hari seperti orang awas.
14

2) Ciri
Ciri utama dari anak yang mengalami gangguan
penglihatan/tunanetra yaitu adanya penglihatan yang tidak
normal seperti manusia pada umunnya. Bentuk-bentuk
ketidaknormalan gangguan tersebut, antara lain:
a) Penglihatan samar-samar untuk jarak dekat atau jauh. Hal
ini banyak dijumpai pada kasus myopia, hyperopia, atau
astigmatismus. Semua ini masih dapat diatasi dengan
menggunakan kacamata maupun lensa kontak.
b) Medan penglihatan yang terbatas. Misalnya: hanya jelas
melihat tepi/perifer atau sentral. Dapat terjadi pada satu
ataupun kedua bola mata.
c) Tidak mampu membedakan warna.
d) Adaptasi terhadap terang dan gelap terhambat. Hal ini
banyak dijumpai pada proses penuaan.
e) Sangat peka atau sensitif terhadap cahaya atau ruang
terang atau photophobic. Biasanya hal ini banyak dijumpai
pada orang albino, mereka kurang nyaman berada dalam
ruangan yang terang.
3) Batasan Tunanetra
berdasarkan sudut pandang pendidikan ada dua kelompok
gangguan penglihatan:
a) Anak yang tergolong buta akademis (educationally blind)
yakni anak tidak dapat menggunakan penglihatannya lagi
untuk tujuan belajar huruf cetak. Program pembelajaran
yang diberikan pada anak untuk belajar yakni melalui
visual senses (sensori lain di luar penglihatan).
b) Anak yang melihat sebagian (the partially sighted/low
vision). Anak dengan penglihatan yang masih berfungsi
secara cukup, diantara 20/70 – 20/200, atau mereka yang
mempunyai ketajaman penglihatan normal tapi medan
pandangan kurang dari 20 derajat. Cara belajar yang utama
15

untuk dapat memaksimalkan penglihatannya adalah dengan


menggunakan sisa penglihatan yang dimiliki (visualnya).
Aspek perkembangan dari penglihatan berdasarkan
proses pertumbuhan fungsi optik, adalah:
a) Dimulai dari usia dini (1-3 bulan). Pada usia ini gerakan
bola mata berupaya untuk menyadari adanya cahaya
yang datang, bereaksi terhadap sinar (fokus), mata
bergerak menuju sumber cahaya pantul (fiksasi) dan
mengikuti jejak (tracking) dan bergerak menuju objek.
b) Usia 1 tahun dapat membedakan warna dan bentuk serta
melihat benda yang lebih jauh letaknya. Selain fungsi
optik, fungsi persepsi (pengamatan) juga mulai
dikembangkan, sehingga benda yang diamati dapat
dikenal sebagai kesatuan, berbeda bentuk geometri
maupun manfaatnya.
c) Usia 2-5 tahun, perkembangan persepsi visual berkaitan
dengan mengenal bagian dan gerak dalam gambar.
Terdapat kemampuan menyusun gambar, mengerti
rangkaian bersambung, mengenali gambar abstrak
lambang dan dapat memahami hubungan ukuran dan
jarak
d) Usia 5-7 tahun, unsur yang hilang dalam gambar dapat
dikenali, dapat memasangkan kata, mengenal huruf
tunggal dalam beberapa tipe tulisan, mengingat kembali
simbol-simbol abstrak dan menghubungkan kata
dengan gambar.
4) Penyebab Tunanetra
Terdapat berbagai penyebab dan jenis kerusakan
penglihatan yang bisa terjadi sejak masa pre-natal, sebelum
anak dilahirkan, pada proses kelahiran maupun pasca-
kelahiran. Kerusakan penglihatan sejak lahir disebut congenital
blindness, yang dapat disebabkan oleh: keturunan, infeksi
16

(missal: campak Jerman), yang bisa ditularkan oleh ibu saat


janin masih dalam proses pembentukan di saat kehamilan.
5) Proses identifikasi Tunanetra
Cara untuk melakukan proses identifikasi, yaitu:
a) Skrining
Dengan menggunakan alat bantuan medis.
b) Tanda-tanda dari gangguan mata
1.) Perilaku
a.) Sulit dalam membaca atau melakukan sesuatu
b.) Memegang buku dekat dengan mata
c.) Tidak dapat dengan jelas melihat sesuatu pada jarak
tertentu (walaupun dekat dengan mata)
d.) Memajukan kepala ketika membaca/berkomunikasi
e.) Sering menggosok-gosokkan mata
f.) Sering mengedipkan mata
g.) Penglihatannya juling
2.) Penampilan
a.) Mata merah, bengkak seperti radang
b.) Mata berair
3.) Keluhan
a.) Mata terasa panas dan gatal
b.) Tidak dapat melihat dengan normal
c.) Pusing kepala
d.) Penglihatan kabur
4.) Penanganan oleh tenaga ahli dan kelanjutannya.
Penanganan oleh tenaga ahli yang dimaksud adalah
peran dokter atau ahli mata atau ahli optik, akan dapat
membantu menggambarkan kondisi fisik dan bantuan
teknis yang diperlukan.
6) Intervensi Pendidikan bagi Anak Tunanetra
17

Program pendidikan yang umum digunakan bagi siswa


tunanetra dan low vision berkisar dari bentuk kelas biasa
sampai pada suatu institusi khusus.
a) Kelas biasa/regular, yaitu: guru kelas dibantu oleh guru
khusus (shadow) untuk menyiapkan materi dan pengajaran
bagi siswa tunanetra
b) Program guru kunjung, yaitu: siswa tunanetra berada dalam
kelas biasa, tetapi juga mendapatkan latihan untuk pelajaran
khusus seperti keterampilan mendengar atau menggunakan
optacon.
c) Program ruang sumber, yaitu: siswa tunanetra bersama
teman sekelasnya menerima suatu pelajaran, namun pada
saat tertentu menerima program tertentu pula dalam suatu
ruangan khusus.
7) Pertimbangan Khusus dalam Pendidikan bagi Anak Tunanetra
a) Braille
Braille merupakan suatu sarana sistem membaca
dan menulis yang lazim digunakan pada anak tunanetra
dalam bentuk perlambangan huruf, kata atau simbol-simbol
lain yang ada pada tulisan grafis. Tulisan Braille disusun
dari sekumpulan titik-titik timbul (sel) yang membentuk
suatu formasi tertentu.
b) Pemanfaatan sisa penglihatan
Muncul kenyataan bahwa sebagian besar anak yang
mengalami gangguan penglihatan masih memiliki sisa
penglihatan, maka terdapat suatu kecenderungan baru untuk
mendorong anak-anak tunanetra memanfaatkan sisa
penglihatannya. Guru-guru kelas harus mendorong anak
tunanetra untuk menggunakan sisa penglihatan sebanyak
mungkin.
c) Pemanfaatan kemampuan mendengar
18

Kecenderungan mendengar pada anak-anak


tunanetra secara otomatis akan mengalami peningkatan,
namun peran pengajar juga sangat penting dengan
menyediakan atau mengusahakan agar kelas berada dalam
kondisi yang bebas dari gangguan suara lainnya.
b. Tunarungu
1) Pengertian
yaitu anak yang kehilangan seluruh atau sebagian daya
pendengarannya sehingga tidak atau kurang mampu
berkomunikasi secara verbal.
2) Ciri
Anak dengan kehilangan pendengaran atau tunarungu memiliki
kemampuan intelektual yang normal, namun memiliki
karakteristik sebagai berikut:
a) Keterlambatan dalam perkembangan bahasa karena
kurangnya exposure (paparan) terhadap bahasa lisan,
khususnya apabila gangguan dialami saat lahir atau terjadi
pada awal kahidupan.
b) Mahir dalam bahasa sandi, seperti bahasa isyarat atau
pengejaan dengan jari.
c) Memiliki kemampuan untuk membaca gerak bibir .
d) Bahasa lisan tidak berkembang dengan baik; kualitas bicara
agak monoton atau kaku.
e) Pengetahuan terbatas karena kurangnya exposure terhadap
bahasa lisan.
3) Penyebab Tunarungu
Penyebab terbesar menurut Graham (2004) dalam buku
Desingrum Ratrie (2016), 75% tunarungu disebabkan oleh
abnormalitas genetik, bisa dominan atau resesif. Beberapa
kondisi genetik menyebabkan kondisi ketunarunguan sebagai
abnormalitas primer; dan sekitar 30% kasus tunarungu adalah
19

bagian dari abnormalitas fisik dan menjadi sebuah sindrom,


seperti Waardenburg syndrome atau Usher syndrome.
Penyebab lain dari tunarungu adalah infeksi seperti
cytomegalovirus (CMV), toxoplasma, dan syphilis. Selain itu,
lahir prematur juga menjadi penyebab signifikan tunarungu dan
sering dihubungkan dengan kelainan fisik lain, masalah
kesehatan, dan kesulitan belajar.
4) Identifikasi Tunarungu
a) Tes Behavioral
Pada tes ini, umur yang diberikan adalah perkiraan dan
tergantung pada tingkat perkembangan anak.
b) Electrophysiological Test
Tes ini dapat digunakan untuk mendeteksi seberapa
gangguan pendengaran atau tunarungu yang ada pada
individu.
5) Dampak Gangguan Pendengaran dan Aspek Perkembangan
Anak Tunarungu.
Ketika anak telah terdiagnosa menderita kehilangan
pendengaran, anak pada awalnya akan kesulitan memunculkan
emosi dalam perilaku seperti perilaku cemas, takut, marah atau
depresi. Self-esteem mereka akan rendah karena berkurangnya
komunikasi dan kemampuan bahasa mereka, dan tingkat
kepercayaan diri mereka juga ikut terpengaruh.
Dalam segi komunikasi dan bahasa, anak akan belajar
untuk membangun keterampilan komunikasi dalam bentuk lain,
seperti bahasa tubuh, gerak tubuh, atau ekspresi wajah, yang
akan mewakili informasi tentang apa yang diinginkan seseoran
dan apa yang dirasakan.
6) Intervensi Pendidikan bagi Anak Tunarungu
Kurikulum sekolah reguler cukup cocok untuk siswa
tunarungu, namun ada beberapa penyesuaian yang dapat
20

mendorong keberhasilan mereka bila berada di kelas


pendidikan umum, diantaranya:
a) Meminimalkan kebisingan yang tidak perlu; karena apabila
anak tunarungu belajar menggunakan alat bantu dengar,
suara-suara tertentu akan mengganggu konsentrasi mereka,
maka bisa diantisipasi dengan menggunakan bahan kedap
suara pada kelas.
b) Lengkapi presentasi auditori dengan informasi visual dan
aktivitas konkret
c) Guru sebaiknya berkomunikasi melalui cara yang membuat
siswa tunarungu dapat mendengar dan mampu membaca
gerak bibir
d) Siswa lain bisa diajarkan bahasa isyarat; hal ini bertujuan
agar siswa lain juga dapat berkomunikasi dengan siswa
tunarungu
c. Tunadaksa
1) Pengertian
yaitu anak yang mengalami kelainan atau cacat yang menetap
pada alat gerak (tulang, sendi dan otot).
2) karakteristik
Berdasarkan berbagai sumber ditemukan beberapa karakteristik
umum bagi anak tunadaksa, antara lain sebagai berikut :
a) Karakteristik Kepribadian
Anak yang cacat sejak lahir tidak pernah
memperoleh pengalaman, yang demikian ini tidak
menimbulkan frustrasi.Tidak ada hubungan antara pribadi
yang tertutup dengan lamanya kelainan fisik yang diderita.
Adanya kelainan fisik juga tidak memengaruhi kepribadian
atau ketidakmampuan individu dalam menyesuaikan diri.
b) Karakteristik Emosi-Sosial
Kegiatan-kegiatan jasmani yang tidak dapat
dijangkau oleh anak tunadaksa dapat berakibat timbulnya
21

problem emosional dan perasaan serta dapat menimbulkan


frustrasi yang berat. Keadaan tersebut dapat berakibat fatal,
yaitu anak dapat menyingkirkan diri dari keramaian. Anak
tunadaksa cenderung acuh bila dikumpulkan bersama anak-
anak normal dalam suatu permainan. Akibat kecacatannya
anak dapat mengalami keterbatasan dalam berkomunikasi
dengan lingkungannya.
c) Karakteristik Intelegensi
Tidak ada hubungan antara tingkat kecerdasan dan
kecacatan, namun ada beberapa kecenderungan adanya
penurunan sedemikian rupa kecerdasan individu bila
kecacatannya meningkat. Dari beberapa hasil penelitian
ditemukan bahwa ternyata IQ anak tunadaksa rata-rata
normal.
d) Karakteristik Fisik
Selain memiliki kecacatan tubuh, ada
kecenderungan mengalami gangguan-gangguan lain, seperti
sakit gigi, berkurangnya daya pendengaran, penglihatan,
dan gangguan bicara. Kemampuan motorik anak tunadaksa
terbatas dan ini dapat dikembangkan sampai pada batas-
batas tertentu.
3) Permasalahan yang Dihadapi Anak Tunadaksa
Permasalahan yang dimaksud dapat digolongkan menjadi
beberapa, yaitu:
a) Masalah Kesulitan Belajar
Pada anak tunadaksa terjadi kelainan pada otak,
sehingga pada fungsi fikirnya terganggu khususnya
persepsi. Apalagi bagi anak tunadaksa yang disertai dengan
cacat-cacat lainnya sehingga dapat menimbulkan
komplikasi yang secara otomatis dapat berpengaruh
terhadap kemampuan menyerap materi yang diberikan.
b) Masalah Sosialisasi
22

Anak tunadaksa mengalami berbagai kesulitan dan


hambatan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Hal ini dapat terjadi karena kelainan jasmani, sehingga
mereka tidak diterima oleh teman-temannya, diisolasi,
dihina, dan dibenci.
c) Masalah Kepribadian
Masalah kepribadian dapat berwujud kurangnya
ketahanan diri, tidak adanya kepercayaan diri, mudah
tersinggung dan marah.
d) Masalah Ketrampilan dan Pekerjaan
Anak tunadaksa memiliki kemampuan fisik yang
terbatas, namun di lain pihak bagi anak yang memiliki
kecerdasan yang normal ataupun yang kurang perlu adanya
pembinaan diri sehingga hidupnya tidak sepenuhnya
menggantungkan diri pada orang lain.
e) Masalah Latihan Gerak
Kondisi anak tunadaksa sebagian besar mengalami
gangguan dalam gerak. Agar kekurangannya tersebut tidak
semakin parah dan harapan supaya kondisi fungsional dapat
pulih ke posisi semula, dianggap perlu adanya latihan yang
sistematis dan berlanjut, seperti terapi-fisik (fisio-therapy),
terapi-tari (dance-therapy), terapi-bermain (play-therapy),
dan terapi-okupasional (occupotional- therapy).
4) Klasifikasi Anak Tunadaksa
a) Kelainan pada Sistem Serebral ( Cerebral System
Disorders)
Penggolongan anak tunadaksa ke dalam kelainan
sistem serebral didasarkan pada letak penyebab kelahiran
yang terletak di dalam sistem syaraf pusat (otak dan
sumsum tulang belakang). Kerusakan pada sistem syaraf
pusat mengakibatkan bentuk kelainan yang krusial karena
otak dan sumsum tulang belakang merupakan pusat dari
23

aktivitas hidup manusia. Di dalamnya terdapat pusat


kesadaran, pusat ide, pusat kecerdasan, pusat motorik, pusat
sensoris dan koordinasi tubuh. Kelompok kerusakan bagian
otak ini disebut Cerebral Palsy (CP).
b) Kelainan pada Sistem Otot dan Rangka (Musculus Scelatel
System)
Penggolongan anak tunadaksa ke dalam kelompok
sistem otot dan rangka didasarkan pada letak penyebab
kelainan anggota tubuh yang mengalami kelainan, yaitu:
kaki, tangan, sendi dan tulang belakang.
5) Penyebab Tunadaksa
a) Sebelum Lahir (Fase Prenatal)
1.) Infeksi atau penyakit yang menyerang ketika ibu
mengandung sehingga menyerang otak bayi yang
sedang dikandungnya.
2.) Kelainan kandungan yang menyebabkan peredaran
terganggu, tali pusar tertekan, sehingga merusak
pembentukan syaraf-syaraf di dalam otak.
3.) Bayi dalam kandungan terkena radiasi yang langsung
mempengaruhi sistem syarat pusat sehingga struktur
maupun fungsinya terganggu.
4.) Ibu yang sedang mengandung mengalami trauma yang
dapat mengakibatkan terganggunya pembentukan
sistem syaraf pusat. Misalnya, ibu jatuh dan perutnya
terbentur dengan cukup keras dan tepat terkena kepala
bayi, maka dapat merusak sistem syaraf pusat.
b) Saat Kelahiran (Fase Natal/Perinatal)
1.) Proses kelahiran yang terlalu lama karena tulang
pinggang yang kecil pada ibu sehingga bayi mengalami
kekurangan oksigen. Hal ini kemudian menyebabkan
terganggunya sistem metabolisme dalam otak bayi
sehingga jaringan syaraf pusat mengalami kerusakan.
24

2.) Pemakaian alat bantu berupa tang ketika proses


kelahiran yang mengalami kesulitan sehingga dapat
merusak jaringan syaraf otak pada bayi.
3.) Pemakaian anastesi yang melebihi ketentuan. Ibu yang
melahirkan karena operasi dan menggunakan anastesi
yang melebihi dosis dapat mempengaruhi sistem
persyarafan otak bayi sehingga otak mengalami
kelainan struktur ataupun fungsinya.
c) Setelah Proses Kelahiran (Fase Post Natal)
1.) Kecelakaan/trauma kepala
2.) Amputasi
3.) Infeksi penyakit yang menyerang otak.
6) Dampak Ketunadaksaan
a) Cacat fisik dapat dilihat dari luar. Anak akan melihat
keadaan tubuhnya tidak normal. Reaksi yang ditunjukkan
dapat berupa berdiam diri karena depresi, menyalahkan diri
sendiri. Anak menjadi malu, murung, sedih, melamun,
menyendiri dan berputus asa. Dibutuhkan pengertian dari
berbagai pihak untuk dapat mengerti keadaan dirinya
b) Pengalaman di rumah sakit. Anak banyak berpisah dengan
orang terdekatnya, selain itu juga kehilangan banyak waktu
untuk bermain. Di rumah sakit, anak dirawat oleh orang
baru yang belum dikenal, harus mengikuti prosedur
perawatan yang tidak disukai anak, yang mengakibatkan
pada perubahan psikologis. Anak merasa kehilangan
kebebasan dan rasa amannya. Situasi rumah sakit itu sendiri
menjadi stressor bagi anak.
c) Konsep sehat-sakit. Anak biasanya memiliki konsep
mengenai sehat dan sakit dari orangtuanya. Misal, kalau
sakit disuntik, diberi obat atau masuk ke rumah sakit. Hal
ini akan menambah beban pikiran anak, ia menjadi takut
kalau diajak berobat atau menghadapi pemeriksaan.
25

d) Anak yang tidak mampu mengatasi krisis yang terjadi pada


dirinya akan mengakibatkan anak lebih tertekan, menyesali
diri terus menerus, dan marah pada anak yang sehat. Anak
tidak mau berinteraksi dengan lingkungan, mengurung diri,
mengisolasi diri, curiga terhadap setiap orang karena
merasa akan dihina sehingga anak tidak merasa aman
dengan dirinya.

2. Anak dengan Gangguan Emosi dan Perilaku


a. Tunalaras
1) pengertian
yaitu anak yang mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri
dan bertingkah laku tidak sesuai dengan norma-norma yang
berlaku.
2) Ciri – ciri
Ciri tunalaras diantaranya :
a) Inteligensi dan Prestasi
Penelitian menunjukkan bahwa rata-rata anak
dengan gangguan emosional dan tingkah laku memiliki
tingkat inteligensi pada tingkat dull normal range (skor IQ
berkisar pada angka 90), dan hanya sedikit yang memiliki
tingkat inteligensi di atas rata-rata.
Dibandingkan dengan distribusi normal inteligensi,
kebanyakan anak dengan gangguan emosional dan tingkah
laku berada pada kategori slow learner dan
ketidakmampuan intelektual ringan (mild intellectual
disability). Kebanyakan anak yang memiliki gangguan
emosional dan tingkah laku juga merupakan anak yang
tidak berprestasi (underachiever) disekolahnya.
b) Karakteristik Sosial dan Emosional
Secara umum karakteristik sosial dan emosional anak
dengan gangguan emosional dan tingkah laku, adalah:
26

1.) Tingkah laku yang tidak terarah (tidak patuh,


perkelahian, perusakan, pengucapan kata-kata kotor
dan tidak senonoh, senang memerintah, berperilaku
kurang ajar)
2.) Gangguan kepribadian (merasa rendah diri, cemas,
pemalas, depresi, kesedihan yang mendalam, menarik
diri dari pergaulan) Tidak matang / tidak dewasa dalam
sikap (pasif, kaku dalam bergaul, cepat bingung,
perhatian terbatas, senang melamun, berkhayal).
3.) Pelanggaran sosial (terlibat dalam aktivitas geng,
mencuri, membolos).
3) Klasifikasi Tunalaras
a) Klasifikasi Dimensional
Klasifikasi dimensional adalah tingkah laku yang
akan digunakan untuk menggambarkan bentuk gangguan
merupakan tingkah laku khas yang sering dilihat dalam
situasi kelas. Pendidik biasanya menggunakan tingkah laku
tersebut sebagai bukti adanya masalah.
Terdapat 9 gejala perilaku menyimpang yang dapat
muncul di dalam kelas, yaitu:
1.) Mengganggu di kelas.
2.) Tidak sabar atau terlalu cepat bereaksi.
3.) Tidak menghargai, menentang, dan melawan.
4.) Menyalahkan orang lain.
5.) Kecemasan terhadap prestasi sekolah.
6.) Dependen pada orang lain.
7.) Kurang dalam pemahaman.
8.) Reaksi yang tidak sesuai.
9.) Melamun, tidak ada perhatian, dan menarik diri dari
lingkungan sosial
b) Klasifikasi Berdasarkan Jenis dan Penyimpangannya
27

Anak tunalaras dibagi dari segi jenis dan derajat


penyimpangannya, yaitu:
1.) Berdasarkan Jenis
a.) Dilihat dari aspek kepribadian, yaitu terdapat anak
tunalaras emosi yang mengalami kelainan dalam
perkembangan emosi, dan anak tunalaras sosial
yang mengalami kelainan dalam penyesuaian diri
dalam lingkungan.
b.) Dilihat dari aspek kesehatan jiwa: terdapat anak
tunalaras psikopat yaitu anak yang memiliki
penyimpangan emosi dan penyesuaian yang
dipengaruhi faktor genetik (endogen) yang tidak
dapat disembuhkan, dan anak tunalaras sementara
yaituanak yang mempunyai penyimpangan emosi
dan penyesuaian, yang dipengaruhi oleh faktor
lingkungan dan dapat disembuhkan.
2.) Berdasar Derajat Penyimpangan
a.) Anak tunalaras taraf ringan: menunjukkan
penyimpangan emosi dan penyesuaian masih dalam
taraf permulaan dan ringan, namun ada gangguan
dalam perkembangan dirinya. Pada taraf ini anak
masih berada dalam lingkungan keluarga dan
sekolah biasa, anak membutuhkan usaha bimbingan
dan penyuluhan sekolah dasar, menengah, dan
keluarga. Contoh perilakunya adalah membolos
sekolah, malas mengerjakan PR, tidak mau
mengikuti upacara.
b.) Anak tunalaras taraf sedang: menunjukkan
penyimpangan emosi dan penyesuaian terhadap
lingkungan bertaraf sedang. Pada taraf ini anak
memerlukan pelayanan tersendiri dalam belajarnya.
Anak ada yang masih dalam lingkungan keluarga
28

dan ada yang harus masuk asrama untuk keperluan


penyembuhan. Namun dalam kegiatan belajarnya
harus dipisah dengan anak normal.Contoh
perilakunya adalah mencuri di sekolah dan di luar
sekolah, merusak fasilitas umum, tergabung dalam
gank tertentu.
c.) Anak tunalaras taraf berat: menunjukkan
pelanggaran hukum karena mengganggu ketertiban
masyarakat dan disebut delinkuensi. Hal ini
mecakup anak yang sudah terlibat narkotika dan
tindakan kriminal. Taraf ini mengharuskan anak
dipisahkan dengan keluarga dan sekolah umum.
Dapat dimasukkan dalam asrama atau lembaga
pemasyarakatan/rehabilitasi khusus.
4) Asesmen Tunalaras
Secara sistematis, berikut ini ada beberapa cara untuk
menetapkan tunalaras:
a) Psikotes
Psikotes dilakukan untuk mengetahui kematangan sosial
dan gangguan emosi
b) Sosiometri
Sosiometri adalah alat tes yang digunakan untuk
mengetahui suka atau tidaknya seseorang. Caranya ialah
tanyakan kepada para anggota kelompoknya yang mereka
sukai. Setiap anggota hendaknya memilih menurut
pilihannya sendiri. Dari jawaban itu akan diketahui orang
lain yang disukai oleh para anggota.
5) Etiologi Tunalaras
Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya
penyimpangan tingkah laku pada anak tunalaras, antara lain:
a) Faktor Biologis
29

Perilaku, serta emosi dipengaruhi oleh faktor


genetik, neurologis, ataupun biokemikal, bahkan kombinasi
dari faktor-faktor tersebut. Terdapat hubungan antara tubuh
dan tingkah laku sehingga terdapat keterkaitan faktor
sebab-sebab biologis dengan timbulnya gangguan
emosional serta tingkah laku.
Anak yang memilki cacat mental atau berinteligensi
rendah maupun yang mengalami kerusakan otak merupakan
sebab yang cukup berarti, karena anak tersebut tidak
mampu meramalkan kemungkinan konsekuensi dari
tindakan yang dilakukan atau mereka tidak dapat mengerti
dengan baik apa yang sedang dilakukan. Pelanggaran yang
biasa dilakukan biasanya bersifat impulsive.
b) Faktor Keluarga
Terdapat suatu situasi atau kondisi tertentu dalam keluarga
yang turut mempengaruhi atau merupakan sumber
penyimpangan tingkah laku anak, hal tersebut antara lain :
1.) Penerapan pola asuh yang tidak konsisten dan
kesalahan dalam penerapan disiplin.
2.) Keterlibatan pihak ke tiga yang ekstrim berbeda dalam
pendidikan anak
3.) Penolakan dan pengabaian dari orangtua.
4.) Orangtua atau orang dewasa menjadi model negatif
bagi anak.
5.) Kualitas rumah tangga.
6.) Kematian salah satu orangtua yang memicu stres pada
single parent.
7.) Orangtua dan anggota keluarga yang tidak dapat
memenuhi kebutuhan anak
8.) Status sosial ekonomi keluarga.
9.) Perlakuan orangtua yang tidak adil
10.) Harapan orangtua yang tidak realistik.
30

11.) Hukuman fisik yang berlebihan.


c) Faktor Sekolah
beberapa sikap pihak sekolah yang tidak mendukung
perkembangan positif pada anak, antara lain :
1.) Disiplin dan tata tertib yang terlalu kaku
2.) Inkonsistensi pelaksanaan disiplin dan tata tertib
3.) Tuntutan yang terlalu berlebihan terhadap prestasi anak
4.) Kepribadian guru yang negative
5.) Perlakuan guru yang tidak adil terhadap siswa
6.) Kemampuan manajemen waktu guru yang rendah.
6) Intervensi terhadap Tunalaras
Ada beberapa pendekatan yang bisa dilakukan dalam
usaha mengatasi permasalahan anak tunalaras, yaitu:
a) Pendekatan Biomedis
Pendekatan ini berusaha memandang dan
memperlakukan anak tunalaras dari sudut pandang ilmu
kedokteran. Pendekatan ini tentu saja ditekankan pada obat
dan penanganan secara medis. Orangtua dan guru dapat
berkolaborasi dengan ahli medis atau dokter atau psikiater
guna melakukan treatment pengobatankepada anak
sehingga siswa mendapat penanganan medis. Pendekatan
ini digunakan untuk siswa tunalaras yang mengalami
ketunalarasan karena cedera neurologis.
b) Pendekatan Psikodinamik
Pendekatan psikodinamik menitikberatkan pada segi
psikologis anak. Pendekatan ini digunakan untuk mengatasi
kelainan emosi. Strateginya adalah memahami dan
memecahkan masalah yang difokuskan pada penyebab-
penyebab hambatan yang dialami siswa. Biasanya para ahli
yang melakukan pendekatan ini adalah konselor, psikolog,
psikiater, dan atau pekerja sosial. Guru dapat juga menjadi
31

bagian dari tim terapi yang menggunakan pendekatan


psikodinamik.
c) Pendekatan Perilaku
Pendekatan perilaku atau modifikasi perilaku adalah
usaha untuk mengubah perilaku yang merupakan
problematika sosial dan personal bagi anak. Tujuannya
adalah menghilangkan perilaku yang menjadi hambatan dan
menggantinya dengan perilaku yang lebih layak secara
sosial. Peran orangtua dan guru sangat penting karena lebih
banyak menghabiskan waktu dengan anak.
d) Pendekatan Pendidikan
Siswa tunalaras dengan hambatan emosi dan perilaku
kurang mampu berkonsentrasi yang berakibat mereka juga
kurang dapat mengikuti pembelajaran dengan baik.
Program pengajaran yang tertata rapi dengan harapan-
harapan jelas, dan rancangan indikator ketercapaian tujuan
pembelajaran yang jelas dipercaya dapat meningkatkan
prestasi siswa tunalaras. Kuncinya ada pada pembentukan
suasana belajar yang baik, kondusif, dan ramah yang harus
menjadi prioritas guru.
e) Pendekatan Ekologi
Pendekatan ini menitikberatkan pada faktor-faktor dan
tekanan-tekanan dalam masyarakat. Usaha pada pendekatan
ini difokuskan pada pengaruh interaksi lingkungan terhadap
anak, sehingga pendekatan ini menekankan usaha
kolaborasi antar keluarga, sekolah, teman, maupun
lingkungan masyarakat.

b. Hiperaktif (ADHD)
1) Pengertian
secara psikologis hiperaktif adalah gangguan tingkah laku
yang tidak normal, disebabkan disfungsi neurologis dengan
32

gejala utama tidak mampu mengendalikan gerakan dan


memusatkan perhatian.
2) Penyebab
Tidak ada yang mengetahui penyebab ADHD secara pasti.
Teori lama menduga penyebabnya antara lain adalah
keracunan, komplikasi pada saat melahirkan, alergi terhadap
gula dan beberapa jenis makanan, dan kerusakan pada otak.
Meskipun teori ini ada benarnya, banyak kasus ADHD yang
tidak cocok dengan penyebab tersebut.
3) Pengaruh Hiperaktif
Berikut adalah bentuk-bentuk pengaruh kondisi ADHD pada
individu, diantaranya:
a) Pengaruh ADHD pada perilaku. Individu ADHD
menunjukkan perilaku-perilaku yang negatif dalam
kesehariannya yang tidak mampu dikontrol, yaitu:
menuntut, turut campur dengan orang lain, mudah
frustrasi, kurang mengendalikan diri, tidak tenang/ gelisah,
lebih banyak berbicara, suka menjadi pemimpin, mudah
berubah pendirian, mengganggu, cenderung untuk
mendapat kecelakaan, mudah bingung, mengalami hari-
hari baik dan buruk.
b) Pengaruh ADHD pada aspek sosial. Individu ADHD
menunjukkan lebih mementingkan diri sendiri, mudah
cemas, kasar, tidak peka, tidak dewasa, tertekan, harga diri
rendah, keras, membuat ramai, tidak berpikir panjang,
menarik diri dari kelompok, sering berperilaku tanpa
perasaan, tidak mau menunggu giliran.
4) Ciri Hiperaktif
Menurut Widhata (2008) dalam buku Ratri Desiningrum
(2016) seseorang dapat dikategorikan sebagai inattention,
hiperaktifitas, dan impulsif jika ia memenuhi minimal 4 kriteria
dibawah ini:
33

a) Inattention, dengan ciri:


1.) Tidak teliti atau sering ceroboh dalam menyelesaikan
tugas sekolah, pekerjaan atau kegiatan lainnya.
2.) Sulit mempertahankan konsentrasi untuk menyelesaikan
tugas atau permainan.
3.) Sering tidak mendengarkan pada saat diajak berbicara.
4.) Cenderung tidak mengikuti instruksi dalam
menyelesaikan tugas sekolah atau pekerjaan.
5.) Mengalami masalah dalam mengatur atau
mengorganisasi tugas atau kegiatan.
6.) Tidak menyukai atau cenderung menghindar tugas yang
memerlukan kemampuan mental dan konsentrasi yang
panjang.
7.) Sering kehilangan barang-barang atau peralatan yang
diperlukan untuk menyelesaikan tugas. Misalnya, buku,
pensil, penghapus.
8.) Mudah terpecah konsentrasinya.
9.) Pelupa
b) Hiperaktifitas, dengan ciri:
1.) Tidak dapat duduk dengan tenang.
2.) Sering meninggalkan bangku tanpa alasan yang jelas.
3.) Berlari, memanjat tidak pada tempatnya (pada usia
dewasa, lebih ditunjukkan dengan sikap gelisah).
4.) Kesulitan dalam menikmati kegiatan atau permainan
yang tenang dan membawa relaksasi.
5.) Berkeinginan untuk selalu bergerak aktif.
6.) Cerewet, suka berbicara kadang tidak sesuai dengan
konteks.
c) Impulsif, dengan ciri:
1.) Seringkali memberikan jawaban sebelum pertanyaan
yang ditanyakan selesai.
2.) Mengalami masalah dalam menunggu giliran
34

3.) Sering memotong pembicaraan orang lain atau


menyerobot.
4.) Suka memukul, menunjukkan ketidaksukaan dengan
menyerang secara fisik.
5) Jenis ADHD
ADHD adalah sebuah kondisi yang amat kompleks, gejalanya
pun berbeda-beda. Para ahli menjelaskan jenis ADHD, seperti
berikut ini:
a) Tipe anak yang tidak bisa memusatkan perhatian. Anak
ADHD ini sangat mudah terganggu per- hatiannya, tetapi
tidak hiperaktif atau Impulsif. Mereka tidak menunjukkan
gejala hiperaktif. Tipe ini kebanyakan ada pada anak
perempuan. Anak ADHD seringkali melamun dan dapat
digambarkan seperti sedang berada di awang-awang.
b) Tipe anak yang hiperaktif dan impulsif.Anak ADHD tipe
ini menunjukkan gejala yang sangat hiperaktif dan impulsif,
tetapi tidak bisa memusatkan perhatian. Tipe ini seringkali
ditemukan pada anak- anak kecil.
c) Tipe gabungan. Anak ADHD sangat mudah terganggu
perhatiannya, hiperaktif dan impulsif. Kebanyakan anak-
anak termasuk tipe seperti ini.
6) Penanganan AHDH
Muhammad (2008) dalam buku Ratri Desiningrum (2016)
menjelaskan aspek atau area penanganan siswa dengan ADHD,
adalah:
a) Aspek interaksi sosial, yaitu dengan:
1.) Kenali tingkah laku sosial yang sesuai untuk anak, dan
hargai jika ia menunjukkan tingkah laku tersebut.
2.) Duduk dengannya dan buat perjanjian jelas yang
didalamnya anak sepakat untuk menyatakan tujuan
yang harus dicapai olehnya.
35

3.) Gunakan pujian secara lisan dan tulisan. Pujian yang


jelas dan dikatakan secara langsung menjadikan anak
memahami tindakan yang seharusnya, dan dapat
menilai tingkah lakunya sendiri.
4.) Hadapkan dirinya pada interaksi kelompok kecil yang
diberi tujuan yang harus dicapai.
5.) Kenali kelebihan anak yang dapat diumumkan kepada
teman-temannya yang lain, sehingga anak mendapatkan
feedback positif dari teman dan membentuk
kepercayaan dirinya.
6.) Jalankan situasi memainkan peran dengannya dan
tekankan kepada penggunaan kemampuan yang
spesifik.
b) Kemampuan dalam mengurus diri sendiri
1.) Guru bisa membuatkan tugas untuk dibuat di rumah dan
diserahkan kepada anak sebelum pulang.
2.) Orang tua diminta untuk mengurus dan mengatur
perlengkapan anak.
3.) Tugas dan instruksi dibuat sederhana saja agar tidak
membingungkan anak
4.) Biarkan anak menyelesaikan satu tugas terlebih dahulu
sebelum menyelesaikan tugas selanjutnya.
c) Masalah dalam mengerjakan tuga
1.) Tugas sekolah dibiasakan dikerjakan di sekolah, dan
kepada anak ADHD ini diberikan waktu tambahan agar
anak mampu menyelesaikannya.
2.) Tugas yang diberikan kepada anak ADHD bisa berupa
tugas ringan namun intensif/kontinu.
3.) Teman bisa dikondisikan untuk membantu ketika anak
mengalami kesulitan dalam mendengar dan mencatat.
36

4.) Orang dewasa selalu ada di sekitar anak ADHD dan


mengobservasi agar tanggap terhadap segala perilaku
yang ditampilkan anak.
d) Sikap impulsif
1.) Guru harus bersikap realistis tentang apa yang
diharapkan mengenai tingkah laku anak ADHD.
2.) Anak ADHD diajarkan tingkah laku yang sesuai, lalu
diberikan respon positif seperti pujian jika anak
melakukannya.
3.) Program terapi/pembelajaran harus disertai jadwal yang
pasti untuk istirahat agar anak boleh meninggalkan
tempat duduknya untuk melakukan aktivitas lain.
e) Kemampuan akademik
1.) Anak dibimbing dalam menggunakan kertas diagram
saat membuat tugas matematika agar ia dapat
mengetahui tempat yang benar untuk mencatat nomor,
ini dapat membuatnya lebih fokus.
2.) Sarana dapat dimanipulasi semenarik mungkin untuk
menjaga minat anak ADHD.
3.) Tugas dikomunikasikan sejelas mungkin agar anak
sepakat bahwa hasil akhir adalah untuk mencapai tujuan
tertentu, seperti memperoleh nilai yang bagus.
f) Ekspresi emosi
1.) Guru harus menyadari keterbatasannya dalam memberi
perhatian, namun mau mengoptimalkan usahanya agar
anak ADHD tidak merasa sedih dan kecewa. Gurupun
dapat menunjukkan perasaannya agar anak ADHD
terlatih untuk mengenal perasaan orang lain.
2.) Beri pilihan kata-kata yang berkaitan dengan emosi.
Penggunaan istilah yang sesuai dapat meningkatkan
kemampuannya dalam menyatakan perasaannya dan
juga mengurangi tingkah laku buruknya.
37

3.) Anak ADHD dapat diajarkan tentang cara menyalurkan


kemarahan yang baik, sehingga tidak merugikan diri
dan orang lain.
4.) Anak ADHD diberi pemahaman bahwa semua
aspekkehidupannya harus mampu dikontrolnya
sehingga terbentuk kemandirian pada anak.
3. Anak dengan Gangguan Intelektual
a. Tunagrahita
1) Pengertian
yaitu anak yang secara nyata mengalami hambatan dan
keterbelakangan perkembangan mental intelektual jauh
dibawah rata-rata sehingga mengalami kesulitan dalam tugas-
tugas akademik, komunikasi maupun sosial.
2) Klasifikasi
Karakteristik anak tunagrahita secara umum :
a) Intelektual.
Tingkat kecerdasan tunagrahita selalu dibawah rata-
rata anak yang berusia sama, perkembangan kecerdasannya
juga sangat terbatas. Mereka hanya mampu mencapai
tingkat usia mental setingkat anak SD kelas IV, atau kelas
II, bahkan ada yang hanya mampu mencapai tingkat usia
mental anak pra sekolah.
b) Segi Sosial.
Kemampuan bidang sosial anak tunagrahita mengalami
kelambatan. Hal ini ditunjukkan dengan kemampuan anak
tunagrahita yang rendah dalam hal mengurus, memelihara,
dan memimpin diri, sehingga tidak mampu bersosialisasi.
c) Ciri pada Fungsi Mental Lainnya.
Anak tunagrahita mengalami kesukaran dalam
memusatkan perhatian, jangkauan perhatiannya sangat
sempit dan cepat beralih sehingga kurang mampu
menghadapi tugas.
38

d) Ciri Dorongan dan Emosi.


Perkembangan dorongan emosi anak tunagrahita
berbeda-beda sesuai dengan ketunagrahitaannya masing-
masing. Anak yang berat dan sangat berat
ketunagrahitaannya hampir tidak memperlihatkan dorongan
untuk mempertahankan diri, dalam keadaan haus dan lapar
tidak menunjukkan tanda-tandanya, ketika mendapat
stimulus yang menyakitkan tidak mampu menjauhkan diri
dari stimulus tersebut. Kehidupan emosinya lemah,
dorongan biologisnya dapat berkembang tetapi peng-
hayatannya terbatas pada perasaan senang, takut, marah,
dan benci.
e) Ciri Kemampuan dalam Bahasa.
Kemampuan bahasa anak tunagrahita sangat terbatas
terutama pada perbendaharaan kata abstrak. Pada anak yang
ketunagrahitaannya semakin berat banyak yang mengalami
gangguan bicara disebabkan cacat artikulasi dan masalah
dalam pembentukan bunyi di pita suara dan rongga mulut.
f) Ciri Kemampuan dalam Bidang Akademis.
Anak tunagrahita sulit mencapai bidang akademis
membaca dan kemampuan menghitung yang problematis,
tetapi dapat dilatih dalam kemampuan dasar menghitung
umum.
g) Ciri Kepribadian dan Kemampuan Organisasi.
Dari berbagai penelitian oleh Leahy, Balla, dan Zigler
(Hallahan & Kauffman, 1988) disebutkan bahwa terkait
kepribadian anak tunagrahita umumnya tidak memiliki
kepercayaandiri, tidak mampu mengontrol dan
mengarahkan dirinya sehingga lebih banyak bergantung
pada pihak luar (external locus of control).
Berikut adalah karakteristik anak tunagrahita yang lebih
spesifik berdasarkan berat ringannya kelainan, yaitu:
39

a) Mampu didik
Mampudidik merupakan istilah pendidikan yang
digunakan untuk mengelompokkan tunagrahita ringan.
Mereka masih mempunyai kemampuan untuk dididik
dalam bidang akademik yang sederhana (dasar) yaitu
membaca, menulis, dan berhitung. Anak mampudidik
kemampuan maksimalnya setara dengan anak usia 12 tahun
atau kelas 6 sekolah dasar, apabila mendapatkan layanan
dan bimbingan belajar yang sesuai maka anak mampu didik
dapat lulus sekolah dasar.
b) Mampulatih.
Tunagrahita mampulatih secara fisik sering memiliki
atau disertai dengan kelainan fisik baik sensori maupun
motoris, bahkan hampir semua anak yang memiliki
kelainan dengan tipe klinik masuk pada kelompok
mampulatih sehingga sangat mudah untuk mendeteksi anak
mampulatih, karena penampilan fisiknya (kesan lahiriah)
berbeda dengan anak normal yang sebaya. Kemampuan
akademik anak mampulatih tidak dapat mengikuti pelajaran
walaupun secara sederhana seperti membaca, menulis, dan
berhitung.
c) Perlurawat.
Anak perlurawat adalah klasifikasi anak tunagrahita
yang paling berat, jika pada istilah kedokteran disebut
dengan idiot. Anak perlurawat memiliki kapasitas
intelegensi dibawah 25 dan sudah tidak mampu dilatih
keterampilan apapun.
3) Karakteristik Tunagrahita Berdasar IQ
Tingkat kecerdasan seseorang diukur melalui tes inteligensi
yang hasilnya disebut dengan IQ (intelligence quotient).
Tingkat kecerdasan biasa dikelompokkan ke dalam tingkatan
sebagai berikut:
40

a) Tunagrahita ringan memiliki IQ 70-55


b) Tunagrahita sedang memiliki IQ 55-40
c) Tunagrahita berat memiliki IQ 40-25
d) Tunagrahita berat sekali memiliki IQ <25
4) Faktor Penyebab
Berikut ini beberapa penyebab ketunagrahitaan yang sering
ditemukan baik yang berasal dari faktor keturunan maupun
faktor lingkungan:
a) Faktor Keturunan
1.) Kelainan kromosom dapat dilihat dari bentuk dan
nomornya. Dilihat dari bentuk dapat berupa inversiatau
kelainan yang menyebabkan berubahnya urutan gen
karena melihatnya kromosom; delesi (kegagalan
meiosis), yaitu salah satu pasangan sel tidak membelah
sehingga terjadi kekurangan kromosom pada salah satu
sel; duplikasi yaitu kromosom tidak berhasil
memisahkan diri sehingga terjadi kelebihan kromosom
pada salah satu sel lainnya; translokasi, yaitu adanya
kromosom yang patah dan patahannya menempel pada
kromosom lain.
2.) Kelainan gen. Kelainan ini terjadi pada waktu
imunisasi, tidak selamanya tampak dari luar namun
tetap dalam tingkat genotif.
b) Gangguan Metabolisme dan Gizi
Metabolisme dan gizi merupakan faktor yang sangat
penting dalam perkembangan individu terutama
perkembangan sel-sel otak. Kegagalan metabolisme dan
kegagalan pemenuhan kebutuhan gizi dapat mengakibatkan
terjadinya gangguan fisik dan mental pada individu.
c) Infeksi dan Keracunan
Keadaan ini disebabkan oleh terjangkitnya penyakit-
penyakit selama janin masih berada didalam kandungan.
41

Penyakit yang dimaksud antara lain rubella yang


mengakibatkan ketunagrahitaan serta adanya kelainan
pendengaran, penyakit jantung bawaan, berat badan sangat
kurang ketika lahir, syphilis bawaan, syndrome gravidity
beracun
d) Trauma dan Zat Radioaktif
Terjadinya trauma terutama pada otak ketika bayi
dilahirkan atau terkena radiasi zat radioaktif saat hamil
dapat mengakibatkan ketunagrahitaan.
Trauma yang terjadi pada saat dilahirkan biasanya
disebabkan oleh kelahiran yang sulit sehingga memerlukan
alat bantuan. Ketidaktepatan penyinaran atau radiasi sinar
X selama bayi dalam kandungan mengakibatkan cacat
mental microsephaly.
e) Masalah pada Kelahiran
Masalah yang terjadi pada saat kelahiran, misalnya
kelahiran yang disertai hypoxia yang dipastikan bayi akan
menderita kerusakan otak, kejang dan napas pendek.
Kerusakan juga dapat disebabkan oleh trauma mekanis
terutama pada kelahiran yang sulit.
f) Faktor Lingkungan
Banyak faktor lingkungan yang diduga menjadi
penyebab terjadinya ketunagrahitaan. Telah banyak
penelitian yang digunakan untuk pembuktian hal ini, salah
satunya adalah penemuan Patton & Polloway
(Mangunsong, 2012) dalam buku Ratri Desiningrum
(2016), bahwa bermacam-macam pengalaman negatif atau
kegagalan dalam melakukan interaksi yang terjadi selama
periode perkembangan menjadi salah satu penyebab
ketunagrahitaan.
Latar belakang pendidikan orangtua sering juga
dihubungkan dengan masalah- masalah perkembangan.
42

Kurangnya kesadaran orang tua akan pentingnya


pendidikan dini serta kurangnya pengetahuan dalam
memberikan rangsangan positif dalam masa perkembangan
anak menjadi penyebab salah satu timbulnya gangguan.
5) Pencegahan
Dengan ditemukannya berbagai penyebab ketunagrahitaan
sebagai hasil penyelidikan oleh para ahli, maka diikuti dengan
berbagai upaya pencegahannya.Berbagai alternatif upaya
pencegahan yang disarankan, antara lain berikut ini:
a) Penyuluhan generik, yaitu suatu usaha mengkomunikasikan
berbagai informasi mengenai masalah genetika. Penyuluhan
ini dapat dilakukan melalui media cetak dan elektronik
maupun secara langsung melalui posyandu dan klinik.
b) Diagnostik prenatal, yaitu usaha memeriksakan kehamilan
sehingga dapat diketahui lebih dini ada tidaknya kelainan
pada janin.
c) Imunisasi, dapat dilakukan terhadap ibu hamil maupun
anak balita. Dengan imunisasi ini dapat dicegah penyakit
yang mengganggu perkembangan bayi atau anak.
d) Tes darah, dilakukan terhadap pasangan yang akan menikah
untuk menghindari kemungkinan menurunkan benih-benih
kelainan.
e) Melalui program keluarga berencana,pasangan suami istri
dapat mengatur kehamilan dan menciptakan keluarga yang
sejahtera baik fisik dan psikis.
f) Tindakan operasi, hal ini dibutuhkkan bila ada kelahiran
dengan resiko tinggi,misalnya kekurangan oksigen,adanya
trauma pada masa pranatal.
g) Sanitasi lingkungan, yaitu mengupayakan terciptanya
lingkungan yang baik sehingga tidak menghambat
perkembangan bayi/anak.
43

h) Pemeliharaan kesehatan, terutama pada ibu hamil yang


menyangkut pemeriksaan kesehatan selama
hamil,penyediaan gizi dan vitamin serta menghindari
radiasi.
i) Intervensi dinidibutuhkan oleh para orang tua agar dapat
membantu perkembangan anaknya secara dini.
6) Kebutuhan Pendidikan Anak Tuna Grahita
Berikut beberapa landasan untuk memenuhi kebutuhan
pendidikan bagi anak tunagrahita, yaitu:
a) Adanya kebutuhan pendidikan bagi anak tunagrahita.
Anak tunagrahita sebagaimana manusia lainnya, bahwa
mereka dapat dididik dan mendidik. Anak tunagrahita
ringan mendidik diri sendiri dalam hal-hal sederhana,
misalnya cara makan-minum bahkan dapat belajar hingga
tingkat SD, dan anak tunagrahita sedang, berat, dan sangat
berat dapat dididik dengan mengaktualisasikan potensi
yang dimiliki, misalnya menggulung benang.
b) Perlunya pencapaian kebutuhan pendidikan bagi anak
tunagrahita.
Landasan ini meliputi: landasan agama dan
perikemanusiaan yang mengakui bahwa tiap insan wajib
bertakwa kepada Tuhan dan memiliki hak yang sama dalam
memperoleh pendidikan, landasan falsafah bangsa,
landasan hukum positif, landasan sosial ekonomi dan
martabat bangsa. Cara untuk memenuhi kebutuhan
pendidikan anak tunagrahita. Cara memenuhi kebutuhan
pendidikan ini meliputi: persamaan hak dengan anak
normal, perbedaan individual harus didasarkan pada
karateristik kebutuhan anak secara khusus, didasarkan pada
keterampilan praktis, sikap rasional dan wajar.
7) Tujuan Pendidikan Anak Tunagrahita
Tujuan pendidikan anak tunagrahita adalah, sebagai berikut:
44

a) Tujuan pendidikan anak tunagrahita ringan adalah agar


anak dapat mengurus dan membina diri, serta dapat bergaul
di masyarakat.
b) Tujuan pendidikan anak tunagrahita sedang adalah agar
anak dapat mengurus diri; seperti makan- minum, dan dapat
bergaul dengan anggota keluarga dan tetangga.
c) Tujuan pendidikan anak tunagrahita berat dan sangat berat
adalah agar dapat mengurus diri secara sederhana seperti
memberi tanda atau kata-kata ketika menginginkan sesuatu,
seperti makan dan buang air.
b. Anak Lamban belajar (slow learner)
1) Pengertian
yaitu anak yang memiliki potensi intelektual sedikit di bawah
normal tetapi belum termasuk tunagrahita (biasanya memiliki
IQ sekitar 70-90).
2) Etiologi
Slow learner pada anak bisa terjadi karena beberapa faktor
di antaranya adalah faktor biokimia yang dapat merusak otak,
misalnya: zat pewarna pada makanan, pencemaran lingkungan,
gizi yang tidak memadai, dan pengaruh-pengaruh psikologis
dan sosial yang merugikan perkembangan anak.
Penyebab lainnya adalah faktor eksternal yang justru
menjadi penyebab utama problem anak lamban belajar (slow
learner) yaitu bisa berupa strategi pembelajaran yang salah atau
tidak tepat, pengelolaan kegiatan pembelajaran yang tidak
membangkitkan motivasi belajar anak dan pemberian ulangan
penguatan yang tidak tepat. Meskipun faktor genetik memiliki
pengaruh yang kuat, namun lingkungan juga merupakan faktor
penting. Lingkungan benar-benar menimbulkan perbedaan
inteligensi. Kondisi lingkungan ini meliputi nutrisi, kesehatan,
kualitas stimulasi, iklim emosional keluarga, dan tipe umpan
balik yang diperoleh melalui perilaku
45

3) Dampak
Slow learner tidak hanya berakibat pada rendahnya hasil
belajar anak, namun ada dampak psikologis lainnya. Slow
learner membuat anak tidak naik kelas, dan anak cenderung
mendapatkan lebel yang kurang baik dari teman-temannya,
sehingga pada anak dapat tumbuh perasaan minder tehadap
teman- temannya, dan anak cenderung bersikap pemalu,
menarik diri dari lingkungan sosialnya dan lamban menerima
informasi baru.
Hasil prestasi belajar yang kurang optimal dapat membuat
anak menjadi stres karena ketidakmampuannya mencapai apa
yang diharapkannya. Terlebih lagi ketika orangtua memberikan
harapan lebih terhadap anak sehingga tanpa disadari sikap
orangtua menambah beban psikologis anak.
4) Deteksi Anak Slow Learner
Anak yang mengalami kelambanan belajar (Slow Learner)
mempunyai karakteristik, seperti tidak matang dalam hubungan
interpersonal. Selain itu anak-anak ini juga menunjukkan
kesulitan dalam mengikuti petunjuk-petunjuk yang memiliki
banyak langkah, hanya memiliki sedikit strategi internal,
seperti kemampuan organisasional, kesulitan dalam belajar dan
menggeneralisasikan informasi.
Anak-anak dengan slow learner ini memiliki nilai-nilai
yang biasanya buruk dalam tes prestasi belajar. Namun begitu,
sebagian dari mereka dapat bekerja dengan baik dalam hand-on
materials, yaitu materi-materi yang telah dipersingkat dan
diberikan pada anak, seperti kegiatan di laboratorium dan
kegiatan manipulatif.
5) Penanganan
Pengajaran materi secara diulang-ulang dapat diterapkan
pada anak slow learner seperti mengulang lebih banyak (3-5
kali) dalam memahami suatu materi daripada anak lain dengan
46

kemampuan rata-rata. Dibutuhkan penguatan kembali melalui


aktivitas praktek dan familiar, yang dapat membantu proses
generalisasi sehingga anak terbantu dalam proses mengingat.
Dalam membimbing anak slow learner, sebaiknya waktu
materi pelajaran tidak terlalu panjang dan tugas-tugas atau
pekerjaan rumah lebih sedikit dibandingkan dengan teman-
temannya. Guru/orangtua bisa menggunakan teknik
demonstrasi/peragaan dan petunjuk visual sebanyak mungkin
daripada verbalisasi karena hanya akan membingungkan anak.
Pendekatan multisensori juga dapat sangat membantu.
Dalam proses pembelajaran anak slow learner, konsep-
konsep atau pengertian-pengertian dapat disajikan secara
sederhana. Orangtua/guru sebaiknya berusaha untuk membantu
anak membangun pemahaman dasar mengenai konsep baru
daripada menuntut mereka menghafal dan mengingat materi
dan fakta yang tidak berarti bagi mereka.
Anak slow learner tidak dipaksa untuk berkompetisi dengan
anak-anak yang memiliki kemampuan yang lebih tinggi. Bisa
dibuat sedikit persaingan dalam program akademik yang tidak
akan menyebabkan sikap negatif dan pemberontakan terhadap
proses belajar. Belajar dengan kerjasama dapat meng-
optimalkan pembelajaran, baik bagi anak yang berprestasi atau
tidak, ketika pembelajaran tersebut mendukung interaksi sosial
yang tepat dalam kelompok yang heterogen.
Pemberian tugas-tugas pada anak slow learner harus
terstruktur dan kongkrit, seperti pelajaran sosial dan ilmu alam.
Proyek-proyek besar yang membutuhkan matangnya
kemampuan organisasional dan kemampuan konseptual
sebaiknya dikurangi, atau secara substansial dimodifikasi,
disesuaikan dengan kemampuannya. Dalam kerja kelompok,
slow-learner dapat ditugaskan untuk bertanggung jawab pada
bagian yang konkret, sedang anak lain dapat mengambil
47

tanggung jawab pada komponen yang lebih abstrak. Guru dan


orangtua dapat memberikan kesempatan kepada anak slow
learner untuk bereksperimen dan praktek langsung tentang
berbagai konsep dengan menggunakan bahan-bahan kongkrit
atau dalam situasi simulasi.
Untuk mengantarkan pengajaran materi baru bisa dengan
mengkaitkan materi tersebut dengan materi yang telah
dipahami sebelumnya sehingga familiar dan mempermudah
pembelajaran anak slow learner. Selain itu, instruksi yang
sederhana memudahkan anak slow learner untuk memahami
dan mengikuti instruksi tersebut. Diusahakan saat memberikan
arahan berhadapan langsung dengan anak.

c. Anak berbakat
1) Pengertian.
adalah anak yang memiliki bakat atau kemampuan dan
kecerdasan luar biasa yaitu anak yang memiliki potensi
kecerdasan (intelegensi), kreativitas, dan tanggung jawab
terhadap tugas (task commitment) diatas anak-anak seusianya
(anak normal), sehingga untuk mewujudkan potensinya
menjadi prestasi nyata, memerlukan pelayanan pendidikan
khusus.
2) Faktor Penyebab Timbulnya Bakat
Moh. Amin (1996) dalam buku Ratri Desiningrum (2016)
menyimpulkan bahwa keberbakatan merupakan istilah yang
berdimensi banyak. Keberbakatan bukan semata-mata karena
seseorang memiliki inteligensia tinggi melainkan ditentukan
oleh banyak faktor. Berikut faktor-faktor yang dapat
menyebabkan timbulnya bakat, yaitu:
a) Hereditas
Hereditas adalah karakteristik-karakteristik bawaan
yang diwariskan dari orang tua biologis, meliputi
48

kecerdasan, kreatif produktif, kemampuan memimpin,


kemampuan seni dan psikomotor. Pada setiap individuter
dapat faktor bawaan yang diwariskan dari orang tua, dan
bakat bawaan tersebut juga berbeda antara satu orang
dengan orang lain meskipun dua orang bersaudara.
b) Lingkungan
Lingkungan mempunyai peran yang sangat besar
dalam mempengaruhi keberbakatan seorang anak.
Walaupun seorang anak mempunyai bakat yang tinggi
terhadap suatu bidang, tapi tanpa adanya dukungan dan
perhatian dari lingkungannya, baik itu keluarga maupun
masyarakat tempat ia bersosialisasi, maka ia tidak akan
dapat mengembangkan bakatnya dengan maksimal.
3) Ciri-ciri Anak Berbakat
Anak berbakat memiliki karakteristik dan kebutuhan yang
berbeda dengan anak lain pada umunya. Hasil studi juga
menemukan bahwa anak-anak berbakat memiliki karakteristik
yang berbeda dengan anak-anak normal. Mereka cenderung
memiliki kelebihan menonjol dalam kosa kata dan
menggunakannya secara luwes, memiliki informasi yang kaya,
cepat dalam menguasai bahan pelajaran, cepat dalam
memahami hubungan antar fakta, mudah memahami dalil-dalil
dan formula- formula, kemampuan analisis yang tajam, gemar
membaca, peka terhadap situasi yang terjadi di sekelilingnya,
kritis dan memiliki rasa ingin tahu yang sangat besar.
4) Jenis-jenis Anak Berbakat
a) Genius (IQ lebih dari 180)
Anak dalam kelompok ini memiliki kecerdasan yang
sangat luar biasa. Bakat dan keistimewaannya telah tampak
sejak kecil, misalnya sejak umur dua tahun sudah dapat
membaca dan umur empat tahun bisa berbahasa asing.
49

Anak genius memiliki sifat-sifat positif sebagai


berikut: daya abstraksinya baik sekali, mempunyai banyak
ide, sangat kritis, sangat kreatif dan suka menganalisis.
Anak genius juga memiliki sifat-sifat negatif, diantaranya;
cenderung hanya mementingkan dirinya sendiri
(egosentris), temperamentalsehingga mudah menunjukkan
emosi marah, tidak mudah bergaul, senang menyendiri
karenasibuk melakukan penelitian, dan tidak mudah
menerima pendapat orang lain.
b) Gifted (IQ 140 – 179)
Anak dalam kelompok ini bakatnya juga sudah
tampak sejak kecil dan prestasi yang dimiliki biasanya
melebihi teman sebayanya. Jika dibandingkan dengan
orang normal, kemampuan adjustment terhadap berbagai
problem hidup lebih baik yaitu suatu proses psikososial
yang berlangsung dengan cara mengelola tuntutan dalam
keseharian dengan memodifikasi diri dan lingkungan
disekitarnya.
Anak gifted di antaranya memiliki karakteristik:
mempunyai perhatian terhadap sains, serba ingin tahu,
imajinasinya kuat, senang membaca, dan senang akan
koleksi.
c) Sangat Superior (IQ 130 – 139)
Anak sangat superior berada pada tingkat tertinggi
dalam kelompok superior. Umumnya tidak ada perbedaan
mencolok dengan kelompok superior.
d) Superior (IQ 120 – 129)
Anak dalam kelompok ini memiliki prestasi belajar
yang cukup tinggi. Secara umum anak dalam kelompok ini
juga memiliki kemampuan yang tinggi jika dibandingkan
dengan anak-anak pada umumnya.
50

Ciri-cirinya antara lain cakap dalam membaca dan


berhitung, perbendaharaan bahasanya luas, cepat
memahami dibandingkan dengan anak-anak yang termasuk
kelompok pandai. Kesehatan dan ketahanan fisiknya pun
lebih baik daripada anak-anak normal.
5) Dampak dari Anak Berbakat
Ada beberapa hal positif yang ada pada anak berbakat, yaitu:
a) Mampu mengaktualisasikan pernyataan secara fisik
berdasarkan pemahaman pengetahuan yang sedikit
b) Dapat mendominasi diskusi
c) Tidak sabar untuk segera maju ke tingkat berikutnya
d) Sukaribut atau tidak mampu menahan kegelisahannya
ketika merasa bosan
e) Memilih kegiatan membaca daripada berpartisipasi aktif
dalam kegiatan masyarakat, atau kegiatan fisik
f) Suka melawan aturan, petunjuk-petunjuk atau prosedur
tertentu Jika memimpin diskusi akan membawa diskusi ke
situasi yang harus selalu tuntas lalu menjadi frustrasi jika
aktivitas sehari-hari tidak berjalan sebagaimana mestinya
6) Permasalahan yang Dihadapi Anak Berbakat
Secara umum, permasalahan-permasalahan yang dihadapi
anak berbakat di antaranya, yaitu:
a) Labeling
Memberikan label pada anak berbakat bahwa ‘ia
berbakat’ dapat menimbulkan harapan terhadap
kemampuan anak tersebut dan dapat mengakibatkan beban
mental jika anak tersebut tidak dapat memenuhi apa yang
diharapkan oleh si pemberi label.
b) Memberi Nilai (Grading) dalam Bentuk Angka
Pemberian angka bagi anak berbakat dapat
menimbulkan permasalahan jika angka yang dimilikinya
tidak menggambarkan kemampuannya. Angka seringkali
51

tidak cermat, artinya sering kurang mencerminkan


kemampuan yang sebenarnya. Terutama bagi anak
berbakat, penilaian dalam bentuk angka turut berbicara,
karena mereka sangat sensitif, angka ini menjadi
kepedulian yang besar yang terkadang juga terlalu
berlebihan. Disarankan agar pemberian angka harus
dilakukan secara hati-hati dan lebih mengacu kepada
penilaian berdasarkan kriteria.
c) Underachievement
Underachievement pada anak berbakat adalah
kinerja anak yang secara signifikan berada di bawah
potensinya (Kitano and Kirty, 1996). Anak tidak
menunjukkan perilaku sesuai tingkat intelektualnya
dikarenakan kurangnya stimulus dan kepercayaan dari
lingkungan, misalnya anak berbakat yang seperti tidak
mampu menuntaskan soal-soal ujian karena merasa jenuh
oleh situasi monoton ketika pembelajaran. Hal ini dapat
terjadi karena anak berbakat mengalami berbagai tekanan
baik dari rumah, sekolah maupun teman sebayanya.
d) Konsep diri
Konsep diri terbentuk bukan hanya dari cara orang
lain memandang tentang dirinya, tetapi juga ketika dirinya
menghayati pengalaman tersebut. Anak-anak yang berbakat
memiliki sikap yang sangat ambivalent terhadap
keberbakatannya, dan cenderung mempersepsikan dirinya
secara positif, namun mengganggap bahwa lingkungannya
yaitu teman sebaya dan gurunya memiliki pandangan
negatif terhadap dirinya.
7) Solusi Bagi Anak Berbakat
Anak berbakat akan merasa frustrasi bila diperlakukan
sama dengan anak lainnya, karena merasa bosan dan jenuh di
sekolah karena dalam banyak hal pemikiran dan
52

kemampuannya di atas teman-temannya, bahkan guru-gurunya


pun merasa kewalahan dengan sikap kritisnya. Dengan
pertimbangan tersebut, maka diharapkan ada penanganan
khusus bagi anak anak berbakat, seperti:
a) Menyiapkan perangkat khusus di sekolah bagi anak
berbakat, sehingga tanpa harus dipisahkan dari anak
lainnya, kemampuan dan bakatnya tetap dapat
dimaksimalkan
b) Program akselerasi khusus untuk anak-anak berbakat
c) Home-schooling, pendidikan non formal di luar sekolah
(Thomas Alva Edison, Hellen Keller, Robert Boyle adalah
siswa home schooling di masanya)
d) Menyiapkan guru yang dapat melakukan pendekatan
individual, walau harus mengajar di kelas konvensional,
dilengkapi dengan program sekolah yang jelas
perangkatnya.
e) Membangun kelas khusus untuk anak berbakat.
d. Autisme
1) Pengertian
yaitu gangguan perkembangan anak yang disebabkan oleh
adanya gangguan pada sistem syaraf pusat yang mengakibatkan
gangguan dalam interaksi sosial, komunikasi dan perilaku.
2) Ciri – ciri
Terdapat tiga gejala utama individu dengan Autistic
Spectrum Disorder (ASD), yaitu gangguan dalam interaksi,
komunikasi, dan perilaku. Selain itu, individu dengan ASD
juga memiliki karakteristik- karakteristik tambahan, yaitu
gangguan dalam kognisi, persepsi sensori, motorik, afek atau
mood, tingkah laku agresif dan impulsif, serta gangguan tidur
dan makan.
a) Gangguan Interaksi Sosial
53

Gejala anak dengan ASD ditunjukkan sejak bayi, adapun


ciri-ciri terkait interaksi sosial yang biasanya muncul, yaitu:
1.) Bayi atau balita autis tidak berespon normal ketika
diangkat atau dipeluk.
2.) Bayi autis ketika disusui ibu tidak mau menatap mata
ibu dan tidak mau menjalin interaksi nonverbal dengan
ibu.
3.) Anak-anak autis tidak menunjukkan perbedaan respon
ketika berhadapan dengan orang tua, saudara kandung
atau guru, dengan orang asing.
4.) Enggan berinteraksi secara aktif dengan orang lain. Ia
tidak berminat pada orang, melainkan asyik sendiri
dengan benda-benda dan lebih senang menyendiri.
5.) Tidak tersenyum pada situasi sosial, tetapi tersenyum
atau tertawa ketika tidak ada sesuatu yang lucu
menurutnya.
6.) Tatapan mata berbeda, terkadang menghindari kontak
mata atau melihat sesuatu dari sudut matanya.
7.) Tidak bermain seperti selayaknya anak normal.
b) Gangguan Komunikasi
Anak dengan ASD memiliki keterbatasan kemampuan
berkomunikasi dengan cir, sebagai berikut:
1.) Tidak memiliki perhatian untuk berkomunikasi atau
tidak ingin berkomunikasi untuk tujuan sosial. Bahkan,
50% berpikir untuk mute, atau tidak menggunakan
bahasa sama sekali
2.) Gumaman yang biasanya muncul sebelum anak dapat
berkata-kata mungkin tidak nampak pada anak autis.
3.) Mereka yang berbicara mengalami abnormalitas dalam
intonasi, rate, volume, dan isi bahasa. Misalnya
berbicara seperti robot, echolalia, mengulang-ulang apa
yang didengar; reverse pronouns; sulit menggunakan
54

bahasa dalam interaksi sosial karena mereka tidak sadar


terhadap reaksi pendengarnya.
4.) Sering tidak memahami ucapan yang ditujukan kepada
mereka.
5.) Sulit memahami bahwa satu kata mungkin memiliki
banyak arti.
6.) Menggunakan kata-kata yang aneh atau kiasan, seperti
seorang anak yang berkata “... sembilan” setiap kali
melihat kereta api.
7.) Terus mengulangi pertanyaan biarpun telah mengetahui
jawabannya atau memperpanjang pem- bicaraan
mengenai topik yang ia sukai tanpa peduli dengan
lawan bicaranya.
8.) Sering mengulangi kata-kata yang baru saja atau pernah
mereka dengar, tanpa maksud ber- komunikasi. Mereka
sering berbicara pada diri sendiri atau mengulangi
potongan kata atau cuplikan lagu dari iklan di televisi
dan mengucapkannya di muka orang lain dalam suasana
yang tidak sesuai.
9.) Gangguan dalam komunikasi non verbal, misalnya
tidak menggunakan gerakan tubuh dalam ber-
komunikasi selayaknya orang lain ketika
mengekspresikan perasaannya atau merasakan perasaan
orang lain, seperti: menggelengkan kepala,
melambaikan tangan, mengangkat alis.
3) Penyebab Autisme
Seiring dengan bertambahnya jumlah individu autis,
semakin banyak pula penelitian-penelitian mengenai penyebab
autisme yang mengubah pemahaman awal masyarakat.
Awalnya faktor hereditas dan biologis dipandang sebagai
penyebab autisme (Hewetson, 2002 dalam Hallahan &
Kauffman, 2006). Di samping itu, ibu yang dingin dan tidak
55

responsif juga dianggap sebagai penyebab autisme (Bettelheim,


1967 dalam Hallahan & Kauffman, 2006).
Teori baru menyebutkan bahwa respon orang tua yang
dingin dan menjaga jarak adalah wajar, mengingat secara tiba-
tiba dan sangat tidak diharapkan mereka harus berkonfrontasi
dengan kondisi anak mereka yang autis (Bell & Harper, 1977
dalam Hallahan & Kauffman, 2006). Sampai saat ini, ilmuwan
belum secara pasti mengetahui apa yang salah pada otak
individu autis, penyebab yang baru diyakini adalah adanya
gangguan neurobiologis, bukan interpersonal (National
Research Council, 2001; Strock, 2004 dalam Hallahan &
Kauffman, 2006). Ada bukti kuat bahwa hereditas berperan
besar dalam berbagai kasus, namun, tidak ada penyebab
neurologis dan genetik tunggal dari kasus autisme.
4) Asesmen Autisme
Sampai saat ini tidak ada tes diagnosa autisme yang
digunakan secara universal, biasanya, psikiatri menggunakan
kriteria APA (American Psychiatric Association) tahun 2000
yang berfokus pada kemampuan komunikasi, interaksi sosial,
serta pola-pola tingkah laku repetitif dan stereotip. Perilaku-
perilaku tersebut muncul sebelum usia tiga tahun.
Kriteria tersebut ditambah lagi dengan observasi tingkah
laku dari ahli klinis dan guru atau orang tua berupa ceklis
tingkah laku. Untuk sindrom asperger, penilaiannya lebih
subjektif karena gejalanya lebih ringan. Para ahli klinis akan
melihat sindrom asperger sebagai orang yang memiliki
kemampuan komunikasi normal tetapi bermasalah dalam
interaksi sosial dan memiliki pola-pola tingkah laku repetitif
dan stereotip, tetapi lebih sempit daripada autisme klasik.
5) Intervensi terhadap Autisme
a) Intervensi ASD di Rumah
56

1.) Terapi (therapy) yang berarti penyembuhan, tidak


hanya membahas masalah pengobatan jasmaniah, tetapi
penyesuaian diri dan fungsi berpikir. Okupasi
(occupation) artinya kesibukan atau pekerjaan. Terapi
okupasi berarti usaha penyembuhan melalui kesibukan
atau pekerjaan tertentu. Menurut Kusnanto (2002)
“terapi okupasi adalah usaha penyembuhan terhadap
anak yang mengalami kelainan mental dan fisik dengan
jalan memberikan keaktifan kerja,keaktifan itu
mengurangi penderitaan yang alami”.
Tujuan Terapi yaitu terapi okupasi dapat digunakan
untuk mengalihkan perhatian agar tidak terjadi neurosis
(kegagalan individu memecahkan masalah atau tuntutan
di masyarakat yang membuatnya terganggu dalam
pemeliharaan maupun penyesuaian diri).
Maksud memelihara mental adalah terapi okupasi
digunakan untuk memelihara dan mengembangkan
potensi kecerdasan,intelektual, motivasi dan semangat
anak. Pemulihan yang dilakukan dengan membuat
persendian, otot, dan kondisi tubuh dapat berfungsi
sebagaimana mestinya dan dapat memenuhi kebutuhan
hidup. Memberi anak peluang persiapan menghadapi
tugas pekerjaan atau profesi yang sesuai dengan
kondisinya.
Ragam latihan terapi okupasi, seperti ; Latihan
mereaksi; latihan memanggil nama terapis, Latihan
kebiasaan gerak; latihan kebiasaan berjalan digaris
lurus, Latihan motorik kasar; berjalan bebas tanpa
bantuan, Latihan keseimbangan; berjalan perlahan di
papan titian
2.) Terapi Perilaku (Applied Behavioral Analysis - ABA)
57

Dalam terapi perilaku, fokus penanganan terletak


pada pemberian reinforcement positif setiap kali anak
berespons benar sesuai instruksi yang diberikan. Tidak
ada hukuman (punishment) dalam terapi ini, akan tetapi
bila anak berespons negatif (salah/tidak tepat) atau tidak
berespons sama sekali maka ia tidak mendapatkan
reinforcement positif yang ia sukai tersebut. Perlakuan
ini diharapkan meningkatkan kemungkinan anak untuk
berespons positif dan mengurangi kemungkinan ia
berespons negatif (atau tidak berespons) terhadap
instruksi yang diberikan.
3.) Terapi Bermain
Ruang lingkup terapi bermain anak autis dirumuskan
berdasarkan karakteristik anak, tujuan maupun sasaran,
yaitu:
1. Bermain yang berkaitan dengan latihan sensorik
motorik; latihan pengembangan fungsi mata,
telinga, dan latihan otot, seperti dokter-dokteran,
plastisin.
2. Bermain untuk mengembangkan imajinasi, kreasi,
ekspresi, memupuk kekuatan otot, melatih
memecahkan masalah, dan menimbulkan rasa
percaya diri, seperti latihan memasang-bongkar
puzzle, mewarnai gambar.
3. Ragam latihan terapi bermain lainnya, yaitu
Sensorik-motorik: berjalan pada tali, menendang
bola, melempar bola, membuat menara.

e. Indigo
1) Pengertian
adalah manusia yang sejak lahir mempunyai kelebihan khusus
yang tidak dimiliki manusia pada umumnya.
58

2) Karakteristik
terdapat 10 karakteristik paling umum dari anak-anak Indigo,
yaitu:
a) Datang ke dunia dengan feeling of royalty (dan seringkali
bertindak sesuai perasaan tersebut). Anak merasa dirinya
berbeda dan istimewa. Memiliki perasaan “layak untuk
berada di sini”, dan terkejut ketika orang lain tidak
menyadari hal tersebut.
b) Perasaan diri berharga bukanlah isu yang besar, bahkan
mereka seringkali memberitahu orang tua mereka mengenai
“siapa diri mereka”.
c) Mengalami kesulitan dengan otoritas absolut (otoritas tanpa
penjelasan atau pilihan).
d) Tidak akan melakukan hal-hal tertentu, misalnya mengantri
adalah hal yang paling sulit bagi mereka.
e) Merasa frustrasi dengan sistem yang berorientasi pada
ritual dan tidak memerlukan pemikiran kreatif.
f) Seringkali melihat dengan cara yang lebih baik dalam
melakukan sesuatu, baik di rumah maupun di sekolah
sehingga mereka terlihat sebagai system busters, yaitu tidak
nyaman pada sistem yang ada.
g) Terlihat antisosial, kecuali dengan mereka yang setipe.
h) Tidak akan berespon terhadap disiplin yang didasari rasa
bersalah (“Tunggu sampai ayahmu pulang dan melihat apa
yang kau lakukan”).
i) Tidak malu memberitahu apa yang mereka butuhkan.
3) Tipe Indigo
Empat tipe anak indigo, yaitu:
a) Humanis
Indigo humanis akan bekerja dengan masyarakat
dan melayani masyarakat. Anak tipe ini adalah calon- calon
dokter, pengacara, guru, salesman, pebisnis, dan politikus.
59

Mereka sangat aktif bahkan terkadang tampak terlalu


ambisius. Mereka juga memiliki pendapat yang kuat.
Indigo humanis juga tidak tahu bagaimana bermain
dengan satu mainan, melainkan harus membawa semuanya
walaupun belum tentu disentuh. Jika diminta untuk
membersihkan kamar, harus diingatkan berkali-kali karena
mereka mudah teralih, misalnyaketika masuk ke kamar dan
membersihkannya lalu menemukan sebuah buku, maka
anak indigo biasanya akan duduk dan membaca karena
mereka sangat suka membaca.
b) Konseptual
Indigo konseptual adalah anak-anak yang lebih
fokus pada proyek daripada orang. Mereka akan menjadi
insinyur, arsitek, desainer, astronot, pilot, dan pegawai
militer. Anak-anak ini tidak ceroboh dan seringkali sangat
atletis sebagai seorang anak, tetapi mereka memiliki
masalah dalam mengontrol orang lain, terutama ibu atau
ayahnya. Indigo tipe ini memiliki kecenderungan adiksi
terutama terhadap obat-obatan terlarang pada masa remaja
sehingga orang tua perlu mengawasi, apalagi jika mulai
terlihat menyembunyikan sesuatu.
c) Artis
Indigo tipe artis lebih sensitif dan seringkali
berukuran tubuh lebih kecil, walaupun tidak selalu. Mereka
menyukai seni, kreatif, dan akan menjadi guru atau
seniman. Antara usia 4 dan 10, mereka dapat mempelajari
15 macam seni atau kreativitas yang berbeda-beda,
melakukannya selama lima menit lalu meletakkannya. Oleh
karena itu, orang tua dari anak tipe indigo ini lebih baik
menyewa saja alat musiknya, daripada membelinya. Ketika
usianya telah dewasa, barulah mereka akan menekuni satu
bidang seni tertentu dan menjadi ahli dalam bidangnya.
60

d) Interdimensional
Indigo interdimensional biasanya lebih besar
daripada tipe indigo lainnya. Pada usia satu atau dua tahun,
mereka tidak dapat diberitahu apapun. Mereka akan berkata
atau seolah berkata, “Saya tahu itu. Saya dapat
melakukannya. Tinggalkan saya sendirian.” Anak-anak
indigo ini yang menemukan filosofi dan agama baru serta
membawanya ke dunia. Mereka kurang dapat masuk ke
dalam lingkungannya.
4) Spiritualitas Anak Indigo
Hal-hal spiritual yang biasanya dimiliki atau dialami oleh anak-
anak Indigo adalah, sebagai berikut:
1.) Kemampuan Melihat Roh atau Makhluk Lain
Pada umumnya anak-anak Indigo mampu melihat
makhluk-makhluk yang tidak dapat dilihat oleh manusia
secara umum, seperti malaikat, teman ajaib, atau sosok-
sosok yang menyeramkan.
2.) Kemampuan Melihat Masa Depan
Kemampuan melihat masa depan merupakan salah
satu kemampuan spiritual anak Indigo.
3.) Pernah Mengalami Kehidupan di Masa yang Lain
sebagian anak Indigo baru pertama kali ada di
dunia, sebagian lain sudah pernah ke dimensi ketiga, dan
sebagian lainnya datang dari planet lain, yaitu mereka yang
termasuk indigo interdimensional. Mereka mungkin datang
bersama karma. Ketika Anda melihat anak Indigo baru
dilahirkan sampai 2 tahun, mereka mungkin dapat
mengingat masa kehidupan mereka yang lain.
5) Identifikasi Anak Indigo
empat hal yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi anak
Indigo, yaitu:
1.) Lapangan Aura
61

Foto aura dapat digunakan untuk melihat lapangan


aura yang mengelilingi anak, anak memiliki warna indigo
(biru tua/nila) atau tidak. Foto dapat dilakukan melalui aura
video station.
2.) Kecerdasan
Tes IQ dengan skala Wechsler dapat digunakan
untuk mengetahui kecerdasan anak sebagai salah satu ciri
anak Indigo, yaitu kecerdasan di atas rata-rata. McCloskey
(dalam Mangunsong, 2011) mengatakan bahwa tidak
semua anak Indigo tergolong berbakat, tetapi hampir semua
memiliki kecerdasan sangat superior minimal pada satu
subtes.
3.) Prestasi Belajar
Hasil tes prestasi belajar anak Indigo melalui tes
prestasi belajar yang terstandardisasi minimal berada dalam
kategori rata-rata. Namun, perlu diingat bahwa
ketidaksesuaian karakteristik sekolah dapat menyebabkan
anak Indigo tidak berprestasi optimal secara akademis.
6) Dampak Perkembangan Anak Indigo
a) Anak indigo menuntut perhatian lebih dan merasa bahwa
hidup terlalu berharga untuk dilewati begitu saja. Biasanya
menginginkan hal-hal tertentu terjadi dan seringkali
memaksakan situasi upaya sesuai dengan harapan mereka.
Orang tua seringkali jatuh dalam “jebakan” ini dengan
memilih untuk mengikuti keinginan anak mereka daripada
menjadi role model atau berbagi dengan anak. Ketika ini
terjadi, maka hampir dapat dipastikan bahwa anak akan
mengikuti orang tuanya kemanapun seakan tidak dapat
dilepaskan, dengan kata lain akan terbentuk insecure
attachment.
b) Anak indigo seringkali merasa dikecewakan oleh teman-
temannya yang tidak memahami fenomena indigo. Mereka
62

mengalami kesulitan menyesuaikan diri dengan anak-anak


lain. Mereka sebenarnya mau membantu teman yang
kesulitan, tetapi tawaran membantu tersebut sering ditolak.
c) Anak indigo sering dicap sebagai anak yang mengalami

ADHD atau bentuk-bentuk hiperaktivitas lainnya. Hal ini

dapat membuat anak merasa tidak mampu dan tidak

menyadari kelebihan-kelebihan dalam dirinya.


Dampak:
Pola pendidikan disekolah tidak terlaksana dengan baik
63

2.3 Kerangka Pikir

Awal Proses Hasil Akhir yang di harapkan

ABK Ciri : Tujuan pendidikan: Jenis program pendidikan


1. Gangguan belajar 1. Tujuan instisusional 1. Pendidikan umum
dan kemampuan 2. Pendidikan kejuruan
2. Tujuan Kurikuler
Anak dengan karakteristik intelektual 3. Pendidikan luar biasa
2. Gangguan perilaku 3. Tujuan instruksional
khusus yang berbeda dengan 4. Pendidikan keagamaan
anak pada umumnya tanpa 3. Gangguan fisik dan
ganda
selalu menunjukkan pada
ketidakmampuan mental,
emosi, atau fisik. Faktor pendidikan:
1. Tidak dapat memahami materi dengan Hasil yang di harapkan:
Faktor yang mempengaruhi: baik Proses pendidikan dapat
1. Genetik terlaksana dengan
2. Kesulitan bersosialisasi dengan teman
2. lingkungan menggunakan pola
dan guru pendidikan yang baik
3. kompliksi saat
melahirkan 3. Sulit menyesuaikan diri dengan
4. trauma kepala akibat kurikulum sekolah
kecelakaan
5. kelainan kromosom
6. penyakit infeksi

Bagan 2.1 Kerangka Pikir Pola pendidikan anak berkebutuhan khusus usia 6 – 8 tahun di sekolah luar biasa Kecamatan Gending
Kabupaten Probolinggo.

63
64

BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian


Desain penelitian adalah rencana menyeluruh peneliti untuk memperoleh
jawaban dari pertanyaan penelitian dan untuk menguji hipotesis penelitian
(Nursalam, 2013).
Desain penelitian merupakan hasil akhir dari suatu tahap keputusan yang
dibuat oleh peneliti berhubungan dengan bagaimana suatu penelitian bisa
diterapkan, dipergunakan sebagai petunjuk dalam perencanaan dan
pelaksanaan penelitian untuk mencapai suatu tujuan atau menjawab
pertanyaan penelitian (Nursalam, 2013).
Strategi atau pendekatan penelitian yang dipakai dalam karya ilmiah ini
adalah pendekatan penelitian kualitatif dengan strategi penelitian case study
research yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa
kata-kata tertulis maupun lisan dari responden dan melakukan studi pada
situasi alami.
Penelitian kualitatif adalah penelitian tentang riset yang bersifat deskriptif
dan cenderung menggunakan analisis. Proses dan makna (perspektif subjek)
lebih ditonjolkan dalam penelitian kualitatif. Landasan teori dimanfaatkan
sebagai sebagai pemandu agar fokus penelitian sesuai dengan fakta di
lapangan. Selain itu landasan teori juga bermanfaat untuk memberikan
gambaran umum tentang latar penelitian dan sebagai pembahasan hasil
penelitian.
Penelitian kualitatif jauh lebih subjektif dari pada penelitian kuantitatif
dan menggunakan metode sangat berbeda dari pengumpulan informasi,
terutama individu, dalam menggunakan wawancara secara mendalam dan
grup fokus. Sifat dari jenis ini adalah penelitian terbuka dilakukan dalam
jumlah relatif kelompok kecil yang diwawancarai secara mendalam.
65

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian


3.2.1 Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di sekolah luar biasa Kecamatan
Gending Kabupaten Probolinggo.
3.2.2 Waktu Penelitian
Tabel 3.1 Jadwal Penyusunan KTI

Bulan
No Kegiatan Maret April Mei Juni Juli
2020 2020 2020 2020 2020
1. Pembuatan Proposal
2. Study Pendahuluan
3. Ujian Proposal KTI
4. Pelaksanaan Penelitian
5. Penyusunan laporan
6. Ujian Hasil Penelitian
7. Perbaikan KTI
8. Pengumpulan KTI
Waktu penelitian dilaksanakan mulai bulan April 2020

3.3 Setting Penelitian


Setting dalam penelitian ini adalah di sekolah luar biasa Kecamatan
Gending terletak kearah timur Kota Probolinggo 15 Km, di Desa Curah
Sawo, Kecamatan Gending, Kabupaten Probolinggo, yang di atas tanah
seluas dibangun 50 x 100 M. Di sekolah tersebut belum pernah dilakukan
penelitian terkait dengan judul “ Pola Pendididkan Anak Berkebutuhan
Khusus Usia 6 – 8 Tahun” sehingga peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian di Sekolah Luar Biasa tersebut.

3.4 Subjek Penelitian atau Partisipan


Subjek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini dipilih sesuai
kriteria yang ditentukan oleh peneliti dan harus dapat memberikan informasi
yang kaya secara sukarela (Moleong, 2010). Teknik sampling pengambilan
sampel dalam penelitian ini adalah menggunakan Purposive Sampling, yaitu
menentukan sampel dengan pertimbangan tertentu yang dianggap dapat
memberikan data secara maksimal sehingga akan memudahkan peneliti.
66

Jumlah sampling dalam penelitian ini adalah 3 orang guru, guru yang
mengajar kelas 1 dan 2 sebagai subjek utama, sedangkan untuk triagulasi
menggunakan salah satu siswa sekolah luar biasa berusi 8 tahun yang paling
aktif dikelas, dan bersedia menjadi subjek penelitian.

3.5 Metode Pengumpulan Data


Dalam penelitian ini, penelitian menggunakan 3 teknik pengumpulan
data, yaitu:
3.5.1 Wawancara
Menurut Sugiyono (2014) wawancara adalah metode penelitian data
dengan cara menanyakan sesuatu kepada seseorang responden, caranya
adalah dengan bercakap-cakap secara tatap muka.
Pada penelitian ini wawancara akan dilakukan dengan menggunakan
pedoman wawancara. Menurut Nursalam (2013) dalam proses wawancara
menggunakan pedoman umum wawancara ini, interview dilengkapi
pedoman wawancara yang sangat umum, serta mencantumkan isu-isu yang
harus diliput tanpa menentukan urutan pertanyaan, bahkan mungkin tidak
terbentuk pertanyaan yang eksplisit.
Pedoman wawancara digunakan untuk mengingatkan interviewer
mengenai aspek-aspek apa yang harus dibahas, juga menjadi daftar
pengecek (check list) apakah aspek-aspek relevan tersebut telah dibahas
atau ditanyakan. Dengan pedoman demikian interview harus memikirkan
bagaimana pertanyaan tersebut akan dijabarkan secara kongkrit dalam
kalimat tanya, sekaligus menyesuaikan pertanyaan dengan konteks aktual
saat wawancara berlangsung (Nursalam, 2013).
Arikunto (2010) menyebutkan 3 hal yang menjadi kekuatan metode
wawancara:
a. Mampu mendeteksi kadar pengertian subjek terhadap pertanyaan yang
diajukan. Jika mereka tidak mengerti bisa diantisipasi oleh interview
dengan memberikan penjelasan.
b. Fleksibel, pelaksanaannya dapat disesuaikan dengan masing-masing
individu.
67

c. Menjadi satu-satunya hal yang dapat dilakukan disaat teknik ini sudah
tidak dapat dilakukan.
Menurut Yin (2008) dalam buku karangan Arikumto (2010) disamping
kekuatan, metode wawancara juga memiliki kelemahan, yaitu:
a. Rentan terhadap yang ditimbulkan oleh kontruksi pertanyaan yang
penyusunannya kurang baik.
b. Rentan terhadap yang ditimbulkan oleh respon yang tidak sesuai.
c. Probling yang kurang baik menyebabkan hasil penelitian menjadi
kurang akurat.
d. Ada kemungkinan subjek hanya menyebabkan jawaban yang ingin
didengar oleh interview.
3.5.2 Observasi
Disamping wawancara, penelitian ini juga melakukan metode
observasi. Menurut Arikunto (2010) observasi adalah pengamatan dan
pencatatan secara sistemik terhadap unsur-unsur yang tampak dalam suatu
gejala atau gejala-gejala dalam objek penelitian.
Dalam penelitian ini, observasi diperlukan untuk dapat memahami
proses terjadinya wawancara dan hasil wawancara dapat dipahami dalam
konteksnya. Observasi yang akan dilakukan adalah observasi terhadap
subjek, prilaku subjek selama wawancara, interaksi subjek dengan peneliti
dan hal-hal yang dianggap relevan sehingga dapat memberikan data
tambahan terhadap hasil wawancara.
Menurut Nursalam (2013) tujuan observasi adalah mendeskripsikan
setting yang dipelajari, aktivitas-aktivitas yang berlangsung, orang-orang
yang terlibat dalam aktivitas, dan makna kejadian dilihat dari perspektif
mereka yang terlihat dalam kejadian yang diamati tersebut.
Dalam penelitian ini observasi dibutuhkan untuk dapat memahami
proses terjadinya wawancara dan hasil wawancara dapat dipahami dalam
konteksnya. Observasi yang akan dilakukan adalah observasi terhadap
subyek, prilaku subyek selama wawancara, interaksi subyek dengan
peneliti dan hal-hal yang dianggap relevan sehingga dapat memberikan
data tambahan terhadap hasil wawancara.
68

Menurut Nursalam (2013) tujuan observasi adalah mendeskripsikan


setting yang dipelajari, aktivitas-aktivitas yang berlangsung, orang-orang
yang terlibat dalam aktivitas, dan makna kejadian di lihat dari perpektif
mereka yang terlihat dalam kejadian yang diamati tersebut.
Menurut Nursalam (2013) salah satu hal yang penting, namun sering
dilupakan dalam observasi adalah mengamati hal yang tidak terjadi.
Dengan demikian Patton menyatakan bahwa hasil observasi menjadi data
penting karena:
1. Peneliti akan mendapatkan pemahaman lebih baik tentang konteks
dalam hal yang akan diteliti atau terjadi.
2. Observasi memungkinkan peneliti untuk bersikap terbuka, berorientasi
pada penemuan dari pada pembuktian dan mempertahankan pilihan
untuk mendekati masalah secara induktif.
3. Observasi memungkinkan peneliti melihat hal-hal oleh subyek
penelitian sendiri yang kurang disadari.
4. Observasi memunginkan peneliti memperoleh data hal-hal yang karena
sebab tidak diungkapkan oleh subyek penelitian secara terbuka dalam
wawancara.
5. Observasi memungkinkan peneliti merefleksikan dan bersikap
introspektif terhadap penelitian yang dilakukan impresi perasan
pengamatan akan menjadi bagian dari data yang pada gilirannya dapat
dimanfaatkan untuk memahami fenomena yang diteliti.
3.5.3 Alat Perekam
Alat perekam berguna sebagai alat bantu pada saat wawancara, agar
peneliti dapat berkonsentrasi pada saat pengambilan data tanpa harus
berhenti untuk mencatat jawaban-jawaban dari subyek. Dalam
pengumpulan data, alat perekam baru dapat dipergunakan setelah
mendapat ijin dari subyek untuk mempergunakan alat tersebut pada saat
wawancara berlangsung. Alat perekam yang digunakan pada saat
melakukan melakukan penelitian dengan menggunakan handphone.
Dalam penelitian terdapat dua tahap penelitian, yaitu:
1. Tahap Persiapan Penelitian
69

Pertama peneliti membuat pedoman wawancara yang disusun


berdasarkan demensi kebermaknaan hidup sesuai dengan permasalahan
yang dihadapi subyek, pedoman wawancara ini berisi pertanyaan-
pertanyaan mendasar yang nantinya akan berkembang dalam
wawancara. Pedoman wawancara yang disusun, ditujukan kepada yang
lebih ahli dalam hal ini adalah pembimbing, peneliti membuat
perbaikan terhadap pedoman wawancara dan mempersiapkan diri untuk
melakukan wawancara. Tahap persiapan selanjutnya adalah peneliti
membuat pedoman observasi yang disusun berdasarkan hasil observasi
terhadap perilaku subyek selama wawancara dan observasi terhadap
lingkungan atau setting wawancara, serta pengaruhnya terhadap
perilaku subyek dan pencatatan langsung yang dilakukan pada saat
peneliti melakukan observasi. Namun apabila tidak memungkinkan
maka peneliti sesegera mungkin mencatatnya setelah wawancara.
Peneliti selanjutnya mencari subjek yang sesuai dengan
karakteristik subjek penelitian. Untuk itu sebelum wawancara
dilaksanakan peneliti bertanya kepada subyek tentang kesiapannya
untuk diwawancarai. Setelah subyek bersedia untuk diwawancarai,
peneliti membuat kesepakatan dengan subyek tersebut mengenai waktu
dan tempat untuk melakukan wawancara.
2. Tahap Pelaksanaan Penelitian
Peneliti membuat kesepakatan dengan subyek mengenai waktu dan
tempat untuk melakukan wawancara berdasarkan pedoman yang dibuat.
Setelah wawancara dilakukan, peneliti memindahkan hasil rekaman
berdasarkan wawancara dalam bentuk verbatim tertulis. Selanjutnya
peneliti melakukan analisis data dan interprestasi data sesuai dengan
langkah-langkah yang dijabarkan pada bagian metode analisis data di
akhir bab ini. Setelah itu, peneliti membuat dinamika psikologis dan
kesimpulan yang dilakukan, peneliti memberikan saran-saran untuk
penelitian selanjutnya.
70

3.6 Metode Uji Keabsahan Data (Uji Trigulasi Sumber)


Studi kasus ini menggunakan penelitian pendekatan kualitatif. Empat
kriteria keabsahan dan keajekan yang diperlukan dalam suatu penelitian
pendekatan kualitatif. Empat hal tersebut adalah sebagai berikut:
3.6.1 Keabsahan Konstruk (Construct Validity)
Keabsahan bentuk batasan berkaitan dengan suatu kepastian bahwa
yang berikut benar-benar merupakan variabel yang ingin diukur.
Keabsahan ini juga dapat dicapai dengan proses pengumpulan data yang
tepat. Salah satu caranya adalah dengan proses triangulasi, yaitu teknik
pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar
data untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data
itu. Menurut Arikunto (2010) ada 4 macam triangulasi sebagai teknik
pemeriksaan untuk mencapai keabsahan, yaitu:
1. Triangulasi Data
Menggunakan berbagai sumber data seperti dokumen, arsip, hasil
wawancara, hasil observasi atau juga dengan mewawancarai lebih dari
satu subyek yang dianggap memiliki sudut pandang yang berbeda.
Pada penelitian ini triangulasi data yang digunakan adalah salah satu
siswa sekolah luar biasa usia 8 tahun yang paling aktif dikelas.
2. Triangulasi Pengamat
Adanya pengamat diluar peneliti yang turut memeriksa hasil
pengumpulan data. Dalam penelitian ini, dosen pembimbing studi
kasus bertindak sebagai pengamat (expert judgement) yang
memberikan masukan terhadap hasil pengumpulan data.
3. Triangulasi Teori
Penggunaan berbagai teori yang berlainan untuk memastikan
bahwa data yang dikumpulkan sudah memasuki syarat. Pada penelitian
ini, berbagai teori telah dijelaskan pada bab II untuk dipergunakan dan
menguji terkumpulnya data tersebut.
4. Triangulasi Metode
Penggunaan berbagai metode untuk meneliti suatu hal, seperti
metode wawancara dan metode observasi.
71

Dalam penelitian ini, peneliti memilih menggunakan triagulasi metode,


yakni dengan cara melakukan wawancara pada saat melakukan
penelitian dan ditunjang dengan metode observasi pada saat
wawancara dilakukan.
3.6.2 Keabsahan Internal
Keabsahan internal merupakan konsep yang mengacu pada seberapa
jauh kesimpulan hasil penelitian menggambarkan keadaan yang
sesungguhnya. Keabsahan ini dapat dicapai melalui proses analisis dan
interprestasi yang tepat. Aktivitas dalam melakukan penelitian kualitatif
akan selalu berubah dan tentunya akan mempengaruhi hasil dari penelitian
tersebut. Walaupun telah dilakukan uji keabsahan internal, tetap ada
kemungkinan munculnya kesimpulan lain yang berbeda.
3.6.3 Keabsahan Eksternal (Eksternal Validity)
Keabsahan eksternal mengacu pada seberapa jauh hasil penelitian
dapat digeneralisasikan pada kasus lain. Walaupun dalam penelitian
kualitatif memiliki sifat tidak ada kesimpulan yang pasti, penelitian
kualitatif tetapi dapat dikatakan memiliki keabsahan eksternal terhadap
kasus-kasus ini selama kasus tersebut memiliki konteks yang sama.
3.6.4 Keajekan (Rabilitas)
Keajekan merupakan konsep yang mengacu pada seberapa jauh
penelitian berikutnya akan mencapai hasil yang sama apabila mengulang
penelitian yang sama, sekali lagi.
Dalam penelitian ini, keajekan mengacu pada kemungkinan penelitian
selanjutnya memperoleh hasil yang sama apabila penelitian dilakukan
sekali lagi dengan subyek yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa konsep
kegiatan keajekan penelitian kualitatif selain menekankan pada desain
penelitian, juga pada cara pengumpulan data dan pengolahan data.

3.7 Metode Analisis Data


Marshall dan Rosman mengajukan teknik analisa data kualitatif untuk
proses analisis data dalam penelitian ini. Dalam menganalisa penelitian
72

kualitatif terdapat beberapa tahapan-tahapan yang perlu dilakukan (Jonathan


Sarwono, 2009), diantaranya:
3.7.1 Mengorganisasikan data
Penelitian mendapatkan langsung dari subyek melalui wawancara
mendalam (indepth interviwer), dimana tersebut direkam dengan tape
recorder dibantu alat tulis lainnya. Kemudian dibuatkan transkripnya
dengan mengubah hasil wawancara dari bentuk rekan menjadi bentuk
tertulis secara verbatim. Data yang telah didapat dibaca berulang-ulang
agar penulis mengerti benar data atau hasil yang telah didapatkan.
3.7.2 Pengelompokan berdasarkan kategori, tema dan pola jawaban
Pada tahap ini dibutuhkan pengertian yang mendalam terhadap data,
perhatian yang penuh dan keterbukaan terhadap hal-hal yang muncul di
luar apa yang ingin digali. Dibutuhkan pengertian yang mendalam
terhadap data, perhatian yang penuh dan keterbukaan terhadap hal-hal
yang muncul di luar apa yang ingin digali. Berdasarkan kerangka teori dan
pedoman wawancara, peneliti menyusun sebuah kerangka awal analisis
sebagai acuan dan pedoman dalam melakukan coding. Dengan pedoman
ini, peneliti kemudian kembali membaca transkrip wawancara dan
melakukan coding, melakukan pemulihan data yang relevan dengan pokok
pembicaraan. Data yang relevan diberi kode dengan penjelasan singkat,
kemudian dikelompokkan atau dikategorikan berdasarkan kerangka
analisis yang telah dibuat.
Pada analisis ini, analisis dilakukan terhadap sebuah kasus yang
diteliti. Peneliti menganalisis hasil wawancara berdasarkan pemahaman
terhadap hal-hal diungkapkan oleh responden. Data yang telah
dikelompokkan tersebut oleh peneliti dicoba untuk dipahami secara utuh
dan ditemukan tema-tema penting serta kata kuncinya. Sehingga peneliti
dapat menangkap pengalamann, permasalahan, dan dinamika yang terjadi
pada subyek.
3.7.3 Menguji asumsi atau permasalahan yang ada terhadap data
Setelah kategori pola dan tergambar dengan jelas, peneliti menguji
data tersebut terhadap asumsi yang dikembangkan dalam penelitian ini.
73

Pada tahap ini kategori yang telah didapat melalui analisis ditinjau kembali
berdasarkan landasan teori yang telah dijabarkan dalam bab II, sehingga
dapat dicocokkan apakah ada kesamaan antara landasan teoritis dengan
hasil yang dicapai. Walaupun penelitian ini tidak memiliki hipotesis
tertentu, namun dari landasan teori dapat dibuat asumsi-asumsi mengenai
hubungan antara konsep-konsep dan faktor-faktor yang ada.
3.7.4 Mencari alternative penjelasan bagi data
Setelah kaitan antara kategori dan pola data dengan asumsi terwujud,
peneliti masuk ke dalam penjelasan. Dan berdasarkan kesimpulan yang
telah di dapat dari kaitannya tersebut, penulis merasa perlu mencari
sesuatu alternatif penjelasan lain tentang kesimpulan yang telah di dapat.
Sebab dalam penelitian kualitatif memang selalu ada alternatif penjelasan
yang lain dari analisis, ada kemungkinan terdapat hal-hal yang
menyimpang dari asumsi atau tidak terfikir sebelumnya. Pada tahap ini
dijelaskan dengan alternatif lain melalui referensi atau teori-teori lain.
Alternatif ini akan sangat berguna pada bagian pembahasan, kesimpulan
dan saran.
3.7.5 Penulis hasil penelitian
Penulisan data subyek yang telah berhasil dikumpulkan merupakan
suatu hal yang membantu penulis untuk memeriksa kembali apakah
kesimpulan yang dibuat telah selesai. Dalam penelitian ini, penulis yang
dipakai adalah persentase data yang didapat yaitu, penulisan data-data
hasil penelitian berdasarkan wawancara mendalam dan observasi dengan
subyek dan signifikan other. Proses dimulai dari data-data yang diperoleh
dari subyek dan signifikan other, dibaca berulang sehingga penulis
mengerti benar permasalahannya, kemudian dianalisis sehingga didapat
gambaran mengenai penghayatan pengalaman dari subyek. Selanjutnya
dilakukan interprestasi secara keseluruhan dimana di dalamnya mencakup
keseluruhan kesimpulan dari hasil penelitian.
74

3.8 Etika Penelitian


Dalam melakukan penelitian, setelah mendapat rekomendasi dari D3
Keperatan STIKes Hafshawaty Pesantren Zainul Hasan Genggong, kemudian
dilanjutkan dengan mengajukan ijin kepada BanKes BangPol, untuk
mendapatkan persetujuan. Selanjutnya peneliti mengadakan pendekatan
kepada subyek untuk koordinasi. Setelah disetujui kuesioner dikirim ke
subyek yang diteliti dengan menekankan pada masalah etika yang meliputi:
3.8.1 Informed Consent (Lembar Persetujuan Penelitian)
Lembar persetujuan penelitian diberikan kepada responden. Tujuannya
adalah subyek mengetahui maksud dan tujuan penelitian serta dampak
yang diteliti selama penumpukan data. Jika subyek bersedia diteliti maka
harus menandatangani lembar persetujuan. Jika subyek menolak untuk
diteliti maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghormati haknya.
3.8.2 Anonimity (tanpa nama)
Untuk menjaga kerahasiaan subyek identitas subyek, peneliti tidak
akan mencantumkan nama subyek pada lembar pengumpulan data dan
kuesioner yang diisi oleh subyek.
3.8.3 Confidentiality (Kerahasiaan)
Kerahasiaan informasi yang diberikan oleh subyek dijamin oleh
peneliti.
75

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. 2014. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Rineka Cipta,


Jakarta.
Nursalam. 2013. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Pendekatan Praktis,
edisi 4, Salemba Medika, Jakarta.
Moeleong, Lexy J. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif, Remaja Rosda Karya,
Bandung.
Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, kualitatif
dan R & D, Alfabeta, Bandung.
Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Rineka Cipta,
Jakarta.
Yin, Robert K. 2008. Case Study Research : Design and Method (Applied Social
Research Method), Sage Publication Inc, Illnois.
Sarwono, Jonathan, 2009. Metodelogi Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif, Graha
Ilmu, Jogjakarta.
Bilqis. 2014. Lebih Dekat Dengan Anak Tunadaksa, EGC, Jakarta.
Budiyanto, Dr. 2017. Pengantar Pendidikan Inklusif Berbasis Budaya Lokal. edisi
6 Vol 2 , EGC , Jakarta.
Mais, Asrorul. 2016. Media Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus, Pustaka
Abadi, Jember.
Rafael & Pastrisia. 2020. Pembinaan Anak Berkebutuhan Khusus (Sebuah
Perspektif Bimbingan dan Konseling. Yayasan Kita Menulis, Medan.
Diningrum, Dini Ratrie. 2016. Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus, Psikosain,
Yogyakarta.
Syafril & Zen. 2017. Dasar – Dasr Ilmu Pendidikan. Kencana, Jakarta.
Triwiyanto, Teguh. 2017. Pengantar Pendidikan. Bumi Aksara, Jakarta.
Umar Tirta Raharja & La Sulo. 2012. Pengantar Pendidikan, Renika Cipta,
Jakarta.
Mangunsong. 2013. Psikologi dan Pendidikan anak berkebutuhan Khusus Jilid II.
76

PT Elex Media Komputindo, Jakarta


Lampiran 1
77
78

PENGANTAR WAWANCARA

Judul Penelitian : Pola Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus usia 6 – 8


Tahun Di sekolah Luar Biasa Kecamatan Gending
Peneliti : Vidia Savitri
Pembimbing : 1. Titik Suhartini, S.Kep.Ns., M.Kep
2. Yulia Rachmawati H, S.Kep.Ns, MPH
Responden yang terhormat,

Responden yang terhormat,


Saya adalah mahasiswa semester 6 pada program studi D3 keperawatan
STIKes Hafshawaty Pesantren Zainul Hasan Probolinggo. Dalam rangka
menyelesaikan tugas Karya Tulis Ilmiah ini saya bermaksud mengadakan study
kasus dengan judul “Pola pendidikan anak berkebutuhan khusus usia 6 – 8 tahun
di sekolah luar biasa Gending” di Desa Curahsawo Kecamatan Gending Kabupaten
Probolinggo.
Saya berkeyakinan bahwa penelitian ini memberi manfaat yang luas, baik
bagi institusi, mahasiswa maupun masyarakat pada umumnya.
Apabila saudara bersedia untuk menjadi responden dalam penelitian saya
silahkan saudara menandatangani persetujuan untuk menjadi obyek penelitian.
Atas kesediaan dan kerja samanya saya ucapkan terima kasih.

Probolinggo, 04 April 2020


Mengetahui,

Pembimbing Peneliti

(Titik Suhartini, S.Kep.Ns., M.Kep) (Vidia Savitri )


79
Lampiran 3

SURAT PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN

Saya telah mendapat penjelasan dengan baik mengenai tujuan dan manfaat
penelitian yang berjudul “Pola pendidikan anak berkebutuhan khusus usia 6 – 8
tahun disekolah luar biasa Gending”
Saya mengerti bahwa saya akan menjadi obyek dalam penelitian ini, dan
saya juga mengerti bahwa tidak ada resiko yang akan merugikan saya.
Saya mengerti bahwa catatan mengenai data penelitian ini akan
dirahasiakan termasuk mengenai informasi identitas saya juga tidak a`kan ditulis
pada instrument penelitian.
Saya mengerti bahwa saya juga berhak menolak atau mengundurkan diri
dalam penelitian ini setiap saat tanpa ada sanksi dan kehilangan hak-hak saya.
Saya telah diberi kesempatan bahwa saya juga berhak menolak atau
mengundurkan diri dalam penelitian atau mengenai peran saya dalam penelitian
ini dan telah mendapatkan jawaban yang memuaskan dari peneliti. Saya secara
sukarela dan sadar bersedia menjadi obyek penelitian dengan menandatangani
surat persetujuan ini.

Peneliti Responden

(Vidia Savitri) (……………………..…….)


Saksi 1 Saksi 2

(………………………….) (……………………..…….)
80

Lampiran 4

PERNYATAAN TELAH MELAKSANAKAN INFORMED CONSENT

Yang bertanda tangan dibawah ini,


Nama : Vidia Savitri
NIM : 14401.16. 17042
Jurusan : D3 Keperawatan
Menyatakan bahwa saya telah melaksanakan proses pengambilan data
penelitian sesuai dengan yang disetujui pembimbing dan telah memperoleh
pernyataan kesediaan dan persetujuan responden sebagai sumber data.

Pembimbing, Peneliti,

(…………………………….) (………………………..)
81

Lampiran 5

PEDOMAN WAWANCARA

Pola pendidikan anak berkebutuhan khusus usia 6 – 8 tahun disekolah luar biasa
Gending
I Pendahuluan
1. Memberi salam, memperkenalkan diri,
Nama saya Vidia Savitri Mahasiswa Stikes Hafshawaty Pesantren
Zainul Hasan Probolinggo Prodi D3 Keperawatan.
2. Menjelaskan maksud dann tujuan wawancara
Tujuan saya disini adalah melakukan wawancara dan tanya jawab untuk
mengetahui tentang Pola pendidikan anak berkebutuhan khusus usia 6
– 8 tahun disekolah luar biasa Gending.
3. Menjelaskan tentang kerahasiaan informan
Identitas yang informan berikan akan kami rahasiakan dan hanya di
gunakan untuk kepentingan pendidikan. Mohon kesediaannya untuk
memberikan informasi yang terbuka tanpa ada yang di tutup-tutupi .
setelah selesai penelitian rekaman akan kami hapus.
4. Mempersiapkan alat perekamnya dan setelah semua siap minta ijin
menyalakan alat perekamnya.
5. Selanjutnya peneliti mulai melakukan wawancara dengan informan.

II Identitas Subyek
a. Nama (Inisial) :
b. TTL/Usia :
c. Jenis Kelamin :
d. Pendidikan Terakhir :
e. Pekerjaan :
f. Status :
g. Tanggal Wawancara/Jam :
82

III Daftar Pertanyaan Pola pendidikan anak berkebutuhan khusus usia 6


– 8 tahun disekolah luar biasa Gending.

No. PERTANYAAN
Subjek Penelitian Triangulasi Data
1. Bagaimana kesan ada mengajar anak Bagaimana kesan Anda
berkebutuhan khusus di SLB Gending? ketika diajar oleh guru
anda?
2. Bagaimana perasaan anda melihat Bagaimana perasaan anda
semangat anak berkebutuhan khusus melihat semangat guru
dalam belajar? anda mengajar anda dan
teman – teman anda?
3. Bagaimana cara anda mendidik anak – Bagaimana cara guru anda
anak berkebutuhan khusus? mengajar anda dan teman
– teman anda?
4. Apa yang anda ajarkan kepada anak Apa yang guru anda
berkebutuhan khusus selama disekolah ajarkan selama disekolah
maupun dilingkungan sekolah? maupun lingkungan
sekolah?
5. Bagaimana cara anda mengatasi siswa Apa saja yang anda
yang kurang kooperatif dikelas? lakukan ketika proses
belajar mengajar
berlangsung?
6. Apa yang anda lakukan jika ada siswa Apa yang guru anda
yang tidak bisa mengikuti proses lakukan jika anda atau
belajar dengan baik? teman – teman anda tidak
mengikuti proses belajar
dengan baik?
7. Metode seperti apa yang anda lakukan Bagaimana cara guru anda
dalam proses mengajar sehari – hari? mengajar di dalam kelas?
8. Bagaimana cara anda menerapkan Apa sajakah yang guru
metode tersebut dikelas ? anda lakukan ketika
mengajar di dalam kelas?
9. Apa yang anda lakukan untuk Apa yang guru anda
83

mengatasi kemungkinan metode lakukan ketika anda dan


tersebut tidak berjalan dengan baik? teman – teman anda tidak
mengikuti apa yang guru
anda anjurkan?

Lampiran 6
MAPPING JOURNAL
84

Nama : Vidia Savitri


Nim : 14401.16.17042
Judul : Pola pendidikan anak berkebutuhan khusus usia 6 – 8 tahun

disekolah luar biasa Gending.

Pembimbing 1 : Titik Suhartini S.Kep.Ns., M.Kep


Pembimbing 2 : Ns .Yulia Rachmawati, S.Kep., MPH

No Judul Tujuan Metode Hasil Kesimpulan


Penelitian / Tahun / Penelitian penelitian penelitian
Penerbit / Penulis dan teori
1. HUBUNGAN Untuk Cross Hasil uji adanya
PENGETAHUAN mengetahui Sectional Korelasi kontribusi
DENGAN hubungan Spermann yang
kecemasan
TINGKAT Rank maksimal
dan tingkat
KECEMASAN IBU diketahui dari
pengetahua
DALAM bahwa pengetahuan
n ibu dalam
MENDAMPINGI pengetahuan yang tinggi
mendampin
ANAK gi anak
ibu terhadap
BERKEBUTUHAN berkebutuh mempunyai penurunan
KHUSUS an khusus kontribusi kecemasan
Abd. Nasir, kuat terhadap pada ibu
Rindayati, Mey kecemasan dalam
Susilowati. dalam mendampingi
mendampingi anak
anak berkebutuhan
berkebutuhan khusus.
khusus
dengan
tingkat
signifikasi
(p= 0,00).
85

2. IMPLEMENTASI untuk observasi karakteristik Kesimpulan


PENDIDIKAN melakukan pendidikan penelitian ini
KARAKTER studi karakter anak adalah
ANAK terhadap berkebutuhan karakteristik
BERKEBUTUHAN implement khusus pada pendidikan
KHUSUS. Febri asi SD inklusi di yang
Yatmiko, Eva pendidika Kabupaten diterapkan di
Banowati, Purwadi n karakter Banyumas SD inklusi
Suhandini anak menggunaka meliputi
berkebutu n model nilai-nilai
han pembiasaan. karakter
khusus religius,
dan jujur,
menemuka bersahabat,
n model toleransi,
pada SD mandiri,
inklusi di peduli
Kabupaten lingkungan,
Banyumas peduli sosial,
. menghargai
prestasi dan
tanggung
jawa
3. KONSEP Tujuan Cross Kurikulum, Pendidikan
PENDIDIKAN penelitian sectional pembelajaran karakter bagi
KARAKTER ini adalah , interaksi, anak
PADA ANAK untuk serta berkebutuhan
BERKEBUTUHAN mengkaji penilaian khusus di
KHUSUS konsep pembelajaran sekolah
pendidika disesuaikan regular perlu
n karakter dengan dikuatkan
bagi Anak kebutuhan agar terwujud
Berkebutu peserta didik pendidikan
86

han berkebutuhan untuk semua


Khusus khusus. (Education
(ABK) di For All).
sekolah.
4. PROSES untuk observasi Hasil anak autis
PEMBELAJARAN mendeskri penelitian pada
MATEMATIKA psikan anak autis dasarnya
PADA ANAK kesulitan pada dapat
BERKEBUTUHAN matematik dasarnya memperoleh
KHUSUS a Anak dapat pengetahuan
(AUTISME) DI Berkebutu memperoleh matematika,
SEKOLAH han pengetahuan meskipun
INKLUSIF Khusus matematika, memerlukan
(ABK) meskipun bantuan
saat proses memerlukan benda-benda
pembelaja bantuan konkrit.
ran benda-benda Metode yang
matematik konkrit dapat
a dilakukan
berlangsun adalah
g. dengan
mengulang-
ulang
pekerjaan
hingga
terbentuk
skema
pengetahuan
dalam
struktur
memori.
5. UPAYA untuk Kuantitatif prestasi bahwa
MENINGKATKA meningkat belajar siswa pemakaian
87

N MINAT kan minat mengalami metode


BELAJAR ANAK belajar peningkatan pembelajaran
BERKEBUTUHAN siswa rata-rata nilai Full Inclusion
KHUSUS PADA Anak dari siklus 1 memberikan
KELAS II SDN Berkebutu sampai siklus pengaruh
UNGGULAN han 2 yaitu, siklus yang
MELALUI Khusus 1 adalah 66 signifikan
METODE FULL (ABK) %, dan siklus terhadap
INCLUSION dengan 2 adalah 95 peningkatan
metode %. minat belajar
Inklusi Sedangkan siswa ABK.
Penuh peningkatan
(Full hasil belajar
Inclusion) siswa ABK,
ditemukan
bahwa semua
siswa ABK
mengalami
peningkatan
hasil belajar.

Lampiran 7

LEMBAR KONSULTASI

Nama Mahasiswa : Vidia Savitri


NIM : 14401.16. 17042
Judul Proposal : Pola pendidikan anak berkebutuhan khusus usia 6 – 8
tahun disekolah luar biasa Gending
88

Pembmbing 1 : Titik Suhartini S.Kep.Ns., M.Kep

Hari/Tanggal BAB Saran TTD


Rabu,18 Judul 1. judul sudah dicek
Maret 2020
2. Lanjut penyusunan bab 1

Senin, 23 Bab 1 1. Justifikasi belum sampai di


Maret 2020
kabupaten/kota.
2. Studi pendahuluan juga belum
3. Kronologi ditambahkan sehingga ada
kejelasan antara evidence based
dengan konsep teori.
4. Kronologi harus diambil dari buku.
5. Cek titik komanya.
Selasa, 31 1. Justifikasi tidak ada keterangan tahun.
Maret 2020 2. Data WHO, dan jurnal of nurse tidak
ada tahun.
3. Tambahkan jurnal hasil penelitian.
4. Kronologi masih sedikit, harus
ditambahkan.
Kamis, 5 Bab 1 1. Susunan penelitiannya jadi rata kiri.
April 2020 2. Data WHO ditambah tahun.
3. Kronologi terlalu sedikit.
4. Penulisan Kabupaten Probolinggo,
huruf K besar P besar.
5. Revisi terus lanjut bab 2 - 3

Hari/Tanggal BAB Saran TTD


Jumat, 6 Bab 1 1. Pahami kemaknaan dari IJKS.
April 2020
2. Kurangi Introduksi.
3. Perluas pembahasan kronologi.
4. Perhatikan kata – kata pengutipan
jurnal dan hasil studi pendahuluan.
sabtu, 7 April Bab 1 1. perbaiki kata – kata hasil studi
2020
pendahuluan
89

2. Lakukan Studi Pendahuluan pada 1


subjek
Rabu, 11 Bab 1 1. Studi Pendahuluan dilakukan pada 1
April 2020 orang siswa, di eksplorasi sesuai judul.
2. Bab 1 ACC, lanjut bab 2 – 3.
Kamis, 12 Bab 2 1. Bab 2 Acc, lanjut bab 3.
April 2020
Kamis, 12 Bab 3 1. Pada Sub Triagulasi sebutkan siapa
April 2020 yang menjadi triagulasi.
2. lanjut instrumen.
Senin, 13 Bab 3 1. sebutkan siapa triagulasinya, tuliskan
April 2020 di sub triagulasi
2. Bab 3 ACC
Senin, 13 Instrumen 1. instrumen ACC
April 2020 2. ACC lanjut ujian

LEMBAR KONSULTASI

Nama Mahasiswa : Vidia Savitri


NIM : 14401.16. 17042
Judul Proposal : Pola Pendidikan anak berkebutuhan khusus usia 6 – 8
tahun di sekolah luar biasa gending.
Pembmbing II : Ns .Yulia Rachmawati, S.Kep., MPH.

Hari/Tanggal BAB Saran TTD


Senin,13 Bab 1 1. Tahun pada cover belum diganti
April 2020
2. Jarak setelah pendahuluan ke latar
90

belakang di cek ulang


3. Setelah latar belakang, satu enter
harusnya langsung paragraph
4. Penulisan paragraph 7 ketuk
menjorok kedalam
5. Penulisan harus rata kanan seperti
paragraph 1
6. Awalan huruf besar, cek spasinya.

Selasa, 14 Bab 1 1. Bebtuk piramida terbalik sehingga


April 2020
kabupatennya di enter jadi satu
dengan probolinggo
2. Jarak kanan atas bawah tidak sesuai
Rabu, 15 Bab 1,2,3 1. Saran untuk triagulasi data kepada
April 2020
orangtuanya saja.
2. Yang lain – lain oke.

BERITA ACARA PERBAIKAN

Nama Ketua Penguji :

N Saran Perbaikan Halaman Keterangan


o Perbaikan

Probolinggo,
Mengetahui ,
91

BERITA ACARA PERBAIKAN

Nama Penguji I : Ns .Yulia Rachmawati, S.Kep., MPH

No Saran Perbaikan Halaman Keterangan


Sebelum Sesudah Perbaikan
Revisi Revisi

Probolinggo, 15 juli 2019


92

Mengetahui

BERITA ACARA PERBAIKAN

Nama Penguji II : Titik Suhartini, S.Kep., Ns., M.Kep

No Saran Perbaikan Halaman Keterangan


Sebelum Sesudah Perbaikan
Revisi Revisi

Probolinggo,
93

Mengetahui

BUKTI PERBAIKAN
UJIAN KARYA TULIS ILMIAH

Nama : Siti Rahayu


Nim : 14401.16.17037
Judul : Kemandirian Pasien Post Stroke Berdasarkan Teori Model
Self Care Dorothea Orem
Ketua :
Penguji I :Yulia Rachmawati H, S.Kep.Ns., MPH

Penguji II : Titik Suhartini, S.Kep., Ns., M.Kep

No Nama Penguji Tanda Tangan


94

Probolinggo, 15 juli 2019


Mengetahui

Responden dan Triangulasi I

No Pertanyaan Jawaban Jawaban Jawaban


Pertemuan 1 Pertemuan 2 Pertemuan 3
() () ()
95

Triangulasi 1

No Pertanyaan Jawaban Triangulasi ()


96

Responden dan Trianggulasi 2

No Pertanyaan Jawaban Pertemuan Jawaban Pertemuan Jawaban Pertemuan


97
98

Anda mungkin juga menyukai