Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Diabetes Melitus diketahui sebagai suatu penyakit yang
disebabkan oleh adanya gangguan menahun terutama pada system
metabolisme karbohidrat, lemak, dan juga protein dalam tubuh
(Lanywati, 2001). Penyakit Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit
degeneratif yang memerlukan upaya penanganan yang tepat dan serius
(Soegondo & Sidartawan, 2000).
Organisasi dunia (WHO) mencatat jumlah penderita Diabetes
Melitus di dunia tahun 2008 mencapai lebih dari 230 juta jiwa. Jumlah
itu diperkirakan akan terus meningkat menjadi 350 juta pada tahun
2025. Pada tahun yang sama International Diabetes Foundation (IDF)
memperkirakan prevalensi Diabetes Melitus dunia adalah 1,9% dan
menjadikan Diabetes Melitus sebagai penyebab kematian urutan ke-7
dunia. Setiap tahun ada 6 juta penderita Diabetes melitus baru di dunia.
Setidaknya 50% penderita DM tidak menyadari kondisinya. Tiap tahun
ada 3,2 juta kematian terkait Diabetes. Peningkatan prevalensi DM dan
obesitas diseluruh dunia menjadikan suatu epidemi terbesar yang
pernah dialami manusia (Depkes, 2008).
Menurut data Badan Kesehatan Dunia (WHO), Indonesia
menempati urutan ke 4 terbesar dalam jumlah penderita Diabetes
Mellitus di dunia setelah India, China, dan Amerika Serikat. Jumlah
penderita Diabetes Melitus di Indonesia sekitar 17 juta atau mencapai
8,6 % dari 220 juta populasi negeri ini dan diperkirakan akan
meningkat. Pada tahun 2030 diperkirakan meningkat menjadi 21,3 juta
penderita. Menurut penelitian epidemiologi prevalensi diabetes di
Indonesia berkisar 1,5-2,3%. Kasus Diabetes Mellitus Provinsi Sulawasi
Selatan antara 1%-6% yang tersebar di 2 kabupaten dan kota. Kasus paling banyak
di temukan di kabupaten tator 6,1%., makassar 3% dan luwuk 2% (Marewa,201).
Penyakit ini sebenarnya dapat dicegah, diantaranya dengan cara
merubah pola makan yang seimbang, mengurangi makanan yang
banyak mengandung protein, lemak, gula, dan garam, perbanyak
melakukan aktivitas fisik setiap hari, serta rajin memeriksakan kadar
gula darah setiap tahun. Pengelolaan Diabetes dimulai dengan
perencanaan makan. Biasanya pasien Diabetes Melitus yang gemuk
dapat dikendalikan hanya dengan pengaturan diet saja serta gerak
badan ringan dan teratur (Soegondo & Sidartawan, 2002). Para ahli
percaya bahwa latihan fisik merupakan salah satu cara penatalaksanaan
DM, meskipun penelitian tentang manfaat latihan fisik bagi penyandang
diabetes masih kurang. Penelitian yang dilakukan di USA pada 21.217
dokter USA selama 5 th (cohort study) menemukan bahwa kasus DM
tipe 2 lebih tinggi pada kelompok yang melakukan latihan jasmani
kurang dari 1 kali perminggu dibandingkan dengan kelompok yang
melakukan latihan jasmani 5 kali perminggu. Penelitian lain yang
dilakukan selama 8 tahun pada 87.353 perawat wanita yang melakukan
latihan jasmani ditemukan penurunan risiko penyakit DM tipe 2 sebesar
33%. Latihan fisik sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status
kesegaran fisik. Kegiatan sehari-hari seperti berjalan kaki ke pasar,
menggunakan tangga, tetap dilakukan. Batasi jangan terlalu lama
melakukan kegiatan yang kurang gerak seperti menonton TV
(Soegondo, 2005).
Aktivitas sehari – hari atau dalam literatur asing disebut Activity
of Daily Living merupakan salah satu alat ukur untuk menilai kapasitas
fungsional seseorang yang seringkali mencerminkan kualitas hidup dan
merupakan aktifitas pokok bagi perawatan diri. Aktifitas sehari-hari
(ADS) ini terdiri atas 6 macam kegiatan, yaitu mandi (bathing),
berpakaian (dressing), ke toilet (toileting), berjalan atau pindah posisi
(walking&transfering), kontinensia (continence), makan (feeding)
(Tamher S & Noorkasiani, 2009).
Kegiatan fisik secara teratur terbukti mengurangi sejumlah
faktor- faktor risiko aterogenik. Misalnya, membantu mengurangi
obesitas dan menurunkan tekanan darah serta memperbaiki kesensitifan
insulin. Karena itu hal tersebut harus didorong. Toleransi glukosa
memiliki hubungan positif dengan aktifitas fisik total, aktifitas fisik
sedang dan aktifitas fisik sedang selama 5 menit. Kesimpulanya adalah
bahwa aktivitas fisik memiliki hubungan positif terhadap toleransi
glukasa. Hasil tersebut menunjukkan bahwa aktifitas sedang mungkin
bermanfaat pada pencegahan diabetes melitus (PERKENI, 2006).
Latihan jasmani pada penyandang diabetes dapat menyebabkan
terjadinya peningkatan pemakaian glukosa oleh otot yang aktif,
sehingga secara langsung latihan jasmani dapat menyebabkan
penurunan glukasa darah. Demikian pula yang didapatkan dari hasil
penelitian Allen dkk. Aerobik yang teratur akan mengurangi kebutuhan
insulin sebesar 30-50 % pada DM tipe 1 yang terkendali dengan baik,
sedangkan pada DM tipe 2 yang dikombinasikan dengan penurunan BB
akan mengurangi kebutuhan insulin hingga 100% (Soegondo, 2005).
Latihan fisik sangat penting dalam pengelolaan Diabetes Melitus
karena efeknya dapat menurunkan kadar glukosa darah dan mengurangi
faktor risiko kardiovaskuler. Latihan fisik yang dimaksud adalah jalan
santai, bersepeda, berenang dll. Khusus bagi penderita Diabetes Melitus
yang sudah sangat parah, misalnya syaraf kakinya sudah terganggu,
dipilih olahraga (aktifitas) yang ringan dan tidak terlalu banyak serta
keras benturannya. (Mangoenprasodjo, 2005).
Akhirnya, dapat disimpulkan beberapa kegunaan dari melakukan
aktifitas setiap hari pada penderita Diabetes Melitus diantaranya
meningkatkan kepekaan insulin pada jaringan perifer, memperbaiki
aliran darah perifer dan menambah oxygen supply, meningkatkan kadar
kolesterol HDL, menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam
darah, karena pembakaran asam lemak menjadi lebih baik, akibat
faktor-faktor tersebut, regulasi Diabetes Melitus akan lebih baik
(Soegondo & Sidartawan, 2000).
Ada beberapa penyakit Diabetes Melitus dengan penyebab dan
patofisiologi yang berbeda. Klasifikasi Diabetes Melitus yang utama
adalah, Diabetes Melitus tipe 1 (Insulin-Dependent Diabetes Mellitus),
Diabetes Militus tipe 2 (Non-Insulin-Dependent Diabetes Mellitus),
Diabetes Melitus tipe lain, dan Diabetes Melitus gestasional. Peran
latihan jasmani pada pengaturan kadar glukosa darah pada penyandang
DM tipe 1 masih kontroversial. Perbedaannya dengan penyandang DM
tipe 2 adalah penyandang DM tipe 1 mempunyai kadar insulin darah
yang rendah akibat kurang atau tidak adanya produksi insulin oleh
pankreas. Penyandang DM tipe 1 mudah mengalami hipoglikemia
selama dan segera sesudah melakukan latihan jasmani sebab hepar
gagal untuk melepaskan glukosa sesuai dengan laju kebutuhan. Latihan
jasmani pada penyandang DM tipe 1 dengan defisiensi insulin berat,
akan menyebabkan gangguan metabolik makin jelek. Pada penyandang
DM tipe 2, latihan jasmani berperan utama dalam pengaturan kadar
glukosa darah. Pada saat melakukan latihan jasmani resistensi insulin
berkurang, sebaliknya sensitivitas insulin meningkat, hal ini
menyebabkan kebutuhan insulin pada DM tipe 2 akan berkurang. Oleh
karena itu bila latihan jasmani dilakukan secara teratur oleh penyandang
DM tipe 2, diharapkan dapat memperbaiki pengaturan kadar glukosa
darah dan sel (Soegondo, 2005).
Puskesmas Mangasa merupakan salah satu Puskesmas di Kota
Makasssar yang bertanggung jawab mewujudkan Kecamatan Rappocini
yang bersih dan sehat yang tercermin dari perilaku hidup sehat
masyarakatnya dan mengoptimalkan potensi yang dimilikinya guna
meningkatkan derajat kesehatan. Berdasarkan data yang diperoleh
jumlah kunjungan tahun 2015 sebanyak 496 kunjungan, tahun 2016
sebanyak 22 kunjungan, 2017 sebanyak 61 kunjungan hal ini
menunjukkan adanya peningkatan kunjungan dsalam 2 tahun terakhir
ini (laporan Medical Record Puskesmas Mangasa,2017).
Puskesmas Mangasa memiliki jumlah Penderita DM yang tinggi
dikarenakan kurangnya pengetahuan mereka tentang penatalaksanaan
Diabetes Melitus. Kurang pengetahuan inilah yang menyebabkan
mereka cenderung kurang aktif untuk melakukan aktifitas sehari-hari.
Misalnya untuk pergi ke pasar yang sebenarnya bisa dijangkau dengan
jalan kaki, mereka lebih memilih memakai alat transportasi yang mudah
dijangkau seperti sepeda motor dengan alasan lebih praktis.
Mereka mengetahui penatalaksanaan DM hanya sebatas tentang
pengaturan diit saja, dan walaupun mereka paham bahwa pengaturan
diit penting untuk mengontrol kadar gula darah tetapi kesadaran mereka
untuk mentaati diit masih kurang. Terbukti, sebagian besar mereka
masih belum bisa merubah kebiasaan mengkonsumsi minuman yang
manis seperti teh manis, kopi dan sebagainya yang merupakan
kebiasaan pola makan yang kurang baik bagi penderita Diabetes.
Dari permasalahan diatas, peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian tentang Hubungan tingkat kemandirian dalam Activity Daily
of Living (ADL) dengan kadar gula darah pada pasien Diabetes Melitus
Tipe II di Wilayah Kerja Puskesmas Mangasa.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas maka dapat
dirumuskan yaitu “Adakah hubungan tingkat kemandirian dalam Activity
Daily of Living (ADL) dengan kadar gula darah pada pasien Diabetes
Mellitus Tipe II di Wilayah Kerja Puskesmas Mangasa ”.

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan tingkat kemandirian dalam
Activity Daily of Living (ADL) dengan kadar gula darah pada pasien
Diabetes Mellitus Tipe 2 di Wilayah Kerja Puskesmas Mangasa.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui tingkat kemandirian pasien Diabetes Mellitus Tipe 2
dalam Activity of Dailiy Living (ADL).
b. Mengetahui kadar gula darah sesuai tingkat kemandirian dalam
Activity of Dailiy Living (ADL) pada pasien Diabetes Mellitus
Tipe 2 di Wilayah kerja Puskesmas Mangasa.

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Puskesmas
a. Memberi masukan terhadap Puskesmas untuk meningkatkan
pemberian asuhan keperawatan dalam mengontrol kadar gula
darah.
b. Dapat digunakan sebagai masukan untuk meningkatkan mutu
pelayanan kesehatan.
2. Bagi Pasien
Sebagai masukan dan informasi tentang pentingnya
kemandirian dalam Activity Daily of Living (ADL) terhadap kadar
gula darah pasien.
3. Bagi Institusi Pendidikan
a. Bagi pendidikan ilmu keperawatan sebagai bahan bacaan dan
menambah wawasan bagi mahasiswa kesehatan khususnya
mahasiswa ilmu keperawatan dalam hal pemahaman
perkembangan dan upaya pencegahan yang berhubungan dengan
Diabetes Melitus.
b. Memberi masukan sebagai acuan atau bahan pertimbangan untuk
penelitian lebih lanjut.
4. Bagi Peneliti
Menambah wawasan ilmu pengetahuan dalam mengkaji
permasalahan tentang hubungan tingkat kemandirian dalam Activity
Daily of Living (ADL) dengan kadar gula darah pada pasien Diabetes
Mellitus Tipe 2 di Wilayah Kerja Puskesmas Mangasa.
E. Keaslian Penelitian

Penelitian ini belum pernah dilakukan, namun penelitian yang mirip


tentang hubungan antara kemandirian dalam Activity Daily of Living (ADL)
dengan kadar gula darah pada pasien Diabetes Mellitus Tipe II adalah:

Menurut Maryanti (2004), yang meneliti Hubungan antara pelaksanaan


olahraga dengan terkontrolnya kadar gula darah pada klien DM di Poliklinik
Penyakit Dalam RSUD Sleman Yogyakarta, jenis penelitian non
eksperimental dengan rancangan cross sectional, jumlah responden 30 orang.
Instrumen yang digunakan adalah lembar kuisioner dan rekam medik
penderita DM. Hasil penelitian ada hubungan yang bermakna antara
pelaksanaan olahraga dengan terkontrolnya kadar gula darah pada klien
penderita DM. Perbedaan penelitian yang dilakukan peneliti adalah, tempat
penelitian, jenis penelitian, variabel penelitian, dan instrumen penelitian.
Peneliti melakukan penelitian di Wilayah Kerja Puskesmas Mangasa, Jenis
penelitian adalah kuantitatif dengan menggunakan metode Deskriptif analitik,
Variabel penelitian adalah tingkat kemandirian dalam Activity Daily of Living
(ADL), Instrumen yang digunakan adalah lembar checklist ADL dari KATZ
Index dan alat pengukur Gula Darah Puasa (glukotest digital).

Menurut Ardiani (2008), yang meneliti hubungan antara tingkat depresi


dengan kemandirian dalam Activity of Daily Living pada pasien
Diabetes Melitus di Rumah Sakit Umum Daerah Pandan Arang Boyolali, Jenis
penelitian ini adalah studi korelasi dengan menggunakan metode Deskriptif
dan desain penelitian Cross sectional. Sampel yang digunakan sebanyak 24
responden yang menjalani rawat inap di ruang Anggrek Bugenvil di RSUD
Pandan Arang Boyolali. Alat ukur yang digunakan adalah lembar kuesioner
BDI (Beck Depression Inventory) untuk tingkat depresi dan kuesioner ADL
dari KATZ Index. Hasil analisis diperoleh nilai Ho ditolak dan Ha diterima
dengan nilairhitung> rtabel (0,512>0,404) yang dapat disimpulkan bahwa ada
hubungan antara tingkat depresi dengan kemandirian dalam Activity of Daily
Living pada pasien Diabetes Melitus. Perbedaan penelitian yang dilakukan
peneliti adalah tempat penelitian, variabel penelitian, instrumen penelitian, dan
responden penelitian. Peneliti melakukan penelitian di Wilayah Kerja
Puskesmas Mangasa, Instrumen yang digunakan adalah lembar checklist ADL
dari KATZ Index dan alat pengukur Gula Darah Puasa (glukotest digital),
Responden penelitian yaitu Pasien dengan diagnosa Diabetes Melitus tipe II di
Wilayah Kerja Puskesmas Mangasa.

Hue, Emerson, Dimitry (2002) Pola makan dan risiko terjadi Diabetes
Meiitus tipe II pada laki laki di Amerika Serikat, jenis penelitian prospektif,
jumlah responden 42.504 laki-laki Amerika yang tidak menderita DM,
Kanker, penyakit cardiovaskuler. Instrumen penelitian adalah kuisioner
tentang frekuensi makan 131 item makanan. Penelitian dilakukan selama 12
tahun. Hasil penelitian sebanyak 1.321 di Diagnosa menderita DM tipe II.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Diabetes Mellitus
1. Pengertian
Diabetes mellitus (DM) didefinisikan sebagai suatu penyakit dan
gangguan metabolisme kronik dengan multi etiologi yang ditandainya
dengan tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan metabolisme
karbohidrat, lipid, protein sebagai akibat insufiensi insulin. Insufiensi
fungsi insulin dapat disebabkan oleh gangguan atau difisiensi produk
insulin oleh sel-sel beta langerhans kelenjar pankreas, atau disebabkan
oleh kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin (WHO, 1999).
DM adalah suatu sindrom gangguan metabolisme dengan
hiperglikemia yang tidak semestinya sebagai akibat suatu difisiensi sekresi
insulin atau berkurangnya efektifitas biologi dari insulin atau keduanya
(Greenspa dan Baxter, 2000).
Diabetes mellitus adalah sekelompok kelainan heterogen yang
ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia
(Brunner dan Sundarth, 2002).
Diabetes militus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada
seseorang yang disebabkan karena adanya peningkatan kadar gula atau
glukosa darah akibat kekurangan insulin baik absolute atau relative
(Artjatmo, 2002).
Menurut Long (1996) bahwa yang dinamakan Diabetes mellitus
adalah suatu penyakit yang kompleks melibatkan kelainan metabolisme
karbohidrat, protein dan lemak serta berkembangnya komplikasi kronik
pada mata, syaraf dan pembuluh darah.
Menurut Carpenito (1997) bahwa Diabetes mellitus adalah
sekelompok kelainan yang ditandai dengan kenaikan kadar gula darah
(Hiperglikemia).
Menurut Adam (1996) bahwa Diabetes miletus adalah suatu
intoleransi karbohidrat baik yang berat maupun yang ringan yang terjadi
pertama kali. Penyakit DM merupakan penyakit metabolik yang ditandai
dengan intoleransi glukosa.
Diabetes mellitus adalah suatu penyakit dimana kadar glukosa
(gula sederhana) di dalam darah tinggi karena tubuh tidak dapat
melepaskan atau menggunakan insulin secara cukup. Insulin adalah
hormon yang dilepaskan oleh pankreas, yang bertanggungjawab dalam
mempertahankan kadar gula darah yang normal. Insulin memasukkan gula
ke dalam sel sehingga bisa menghasilkan energi atau disimpan sebagai
cadangan energi ( Hidayati, 2003).
2. Jenis-Jenis Diabetes Melitus
Sampai saat ini penyakit dibetes mellitus diklasifikasikan menjadi tiga
macam.
a. Diabetes Mellitus Tipe I

Disebut juga insulin dependent diabetes mellitus (IDDM), atau


Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI). Prevalensi DMTI di
negara barat 10% dari DMTTI Diabetes Mellitus tidak tergantung
insulin. Pada DM tipe satu, penderita mengalami gangguan pada
produksi hormon insulin oleh suatu bagian dari limpa. Sedangkan
hormon insulin berfungsi untuk membantu masuknya glukosa darah
kedalam sel. Akibatnya glukosa darah tidak mampu masuk kedalam
sel, sehingga sel kekurangan glukosa.
Adapun glukosa dibutuhkan untuk menghasilkan energi, akibatnya
penderita merasa lemas karena energi atau tenaga yang dihasilkan oleh
tubuh sedikit tudak sesuai dengan aktivitas tubuh. Kadar gula didalam
darah tinggi atau hiperglikemia disebabkan karena glukosa di dalam
darah tidak mampu diserap oleh sel untuk metabolisme. Sebagian
glukosa darah akan bocor dan dibuang melalui urin sehingga pada
penderita diabetes mellitus akan banyak urin. Penderita DM tipe satu
harus selalu di bawah pengawasan dokter dan pemakaian insulin agar
membantu tubuh mengatur zat gula. Penyebab DM I belum diketahui
secara pasti, pada penderita tipe satu pankreasnya sejak lahir tidak
menghasilkan hormon insulin. Akibat dari muda sampai tua penderita
tergantung dengan hormon insulin buatan yang harus disuntikan pada
saat-saat tertentu. DM tipe I ini biasanya diturunkan oleh orang tuanya.
b. Diabetes Melitus tipe II

Disebut juga non insulin dependen diabetes mellitus (NIDDM),


dimana penderita tidak kekurangan insulin, tetapi ada resistensi dari sel
otot maupun sel jaringan lemak untuk dimasuki glukosa darah dengan
demikian kadar glukosa darah juga cukup tinggi, akibat dari:
1) Glukosa darah yang masuk ke dalam sel, kurang dari yang
seharusnya sehingga sel kekurangan zat gula yang merupakan
sumber energi utama.
2) Kadar glukosa darah tinggi karena glukosa kurang terserap ke
dalam sel.
3) Kadar glukosa dalam urine tinggi lebih dari normal karena
sebaiknya zat gula ”bocor” ke dalam urin hasil penelitia bahwa

DM tipe satu sekitar 10-20% sedangkan DM tipe II sekitar 80-90%


dari seluruh penderita DM. sudah dijelaskan sebelumnya bahwa DM
tipe II ini tidak disebabkan kekurangan insulin tetapi resistensi sel
untuk dimasuki glukosa darah. Ciri-ciri antara lain: Mulai menderita
pada usia < 40 tahun, berat badan biasanya lebih tinggi dari normal
(tidak selalu normal). Glukosa darah dapat dikendalikan dengan diit
dan olah raga.
c. Diabetes gestational.

Merupakan diabetes yang terjadi pada saat kehamilan. Sekitar 4%


wanita hamil menderita tipe ini (Suyono, 1996).
3. Gambaran Klinis
Menurut Waspadji (1999) gambaran klinis dari DM meliputi triple
P (poliurin, polidipsi, polifagia), kelainan kulit (gatal, bisul), keputihan
bagi wanita, kesemutan, rasa baal, serta kelemahan tubuh.
Menurut Tjokroprewiro (2000) gejala akut pada permulaan
manunjukkan tanda yaitu polifagina (bayak makan), polidipsia (bayak
minum), dan poliurea (banyak kencing), dalam fase ini penderita
menunjukkan berat badan yang terus naik karena jumlah insulin masih
mencukupi.
Grenspan dan Baxter (2000) gambaran klinis DM meliputi,
poliurea, haus, lemah, polifagia, pandangan kabur berulang,
vulvovaginitis, proritus, neoropati perifer, dan sering kali asimtomatis.
Prince dan Wilson (1995) gejala kronik berupa kesemutan, kram,
cepat merasa lelah dan ngantuk, kulit terasa panas atau seperti
ditusuktusuk jarum, gigi mudah goyah dan lepas, mata kabur, proritus
volva, impotensi pada pria, ibu hamul yang mengalami keguguran dengan
berat badan bayi lahir lebih dari 4kg.
4. Faktor-Faktor Resiko pada DM

Faktor resiko ialah faktor yang dapat menyebabkan kejadian DM.


Diabetes mellitus semakin bertambah prevalensinya dari tahun ke tahun,
secara garis besar factor yang menyebabkan peningkatan ada tiga macam.
Antara lain, faktor demografi yaitu jumlah penduduk yang terus
meningkat,usia di atas 40 tahun yang meningkat , urbanisasi yang
meningkat dan berpengaruh pada gaya hidup, faktor gaya hidup gaya
hidup masarakat yang cendrung kebarat-baratan, dan berkurangnya
penyakit infeksi. Secara fisiologis faktor penyebab diabetes mellitus
antara lain, umur, obesitas, genetik, riwayat melahirkan > 4kg bayi, dan
riwayat DM pada saat kehamilan (Atmojo, 2002).
B. Gula Darah
1. Pengertian Gula Darah
Pengertian gula darah adalah bahan energi utama untuk otak yang
diperoleh melalui proses pemecahan senyawa karbohidrat. Kekurangan
glukosa sebagaimana kekurangan oksigen, akan mengakibatkan gangguan
fungsi otak, kerusakan jaringan, bahkan kematian jaringan jika terjadi
secara berkepanjangan. Gula darah merupakan hasil pemecahan dari
karbohidrat yang dengan bantuan energi adenosin tri phospate (ATP) akan
menghasilkan asam piruvat dan bisa digunakan menjadi energi untuk
aktivitas sel (Wiyono, 1999).
Kadar glukosa darah dipengaruhi oleh faktor endogen dan eksogen.
Faktor endogen yaitu humoral factor seperti hormon insulin, glukagon,
kortisol; system reseptor di otot dan sel hati. Faktor eksogen antara lain
jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi serta aktivitas fisik yang
dilakukan (Subari, 2008).
Normalnya kadar gula dalam darah berkisar antara 70 - 150 mg/dl
{millimoles/liter (satuan unit United Kingdom)} atau 4 - 8 mmol/l
{milligrams/deciliter (satuan unit United State)}, Dimana 1 mmol/l = 18
mg/dl (Khomzah, 2008).
Menurut Pranadji, dkk (2001) tanda-tanda pasti dari DM adalah
kenaikan kadar gula darah yang lebih dari normal.
2. Kriteria Diagnostik Gula Darah

Bukan Diabetes Pra Diabetes Diabetes


Puasa < 110 110-125 ≥126
Sewaktu <110 110-199 ≥200
Pemeriksaan darah lainnya yang bisa dilakukan adalah dengan tes
toleransi glukosa. Tes ini dilakukan pada keadaan tertentu, nisalnya pada
wanita yang sedang hamil (Lestari, 2009). Namun demikian, kadar gula
tentu saja terjadi peningkatan setelah makan dan mengalami penurunan
diwaktu pagi hari bangun tidur. Seseorang dikatakan mengalami
hyperglycemia apabila kadar gula dalam darah jauh diatas nilai normal,
sedangkan hypoglycemia adalah suatu kondisi dimana seseorang
mengalami penurunan nilai gula dalam darah dibawah normal (Khomzah,
2008).
3. Kadar Gula Darah Tinggi (hiperglikemia)
Seseorang disebut diabetisi atau menderita diabetes jika
pemeriksaan gula darah puasanya melebihi angka 126 mg/ dl atau selama
2 kali berturut-turut pemeriksaan gula darah 2 jam sesudah makan angka
yang didapat melebihi 180 mg/ dl (Matanews, 2009).
Kenaikan kadar glukosa darah yang terjadi pada pagi hari dapat
disebabkan oleh dosis insulin yang tidak adekuat (Smeltzer, 2002).
4. Kadar Gula Darah Rendah (hipoglikemia)
Hipoglikemia adalah suatu keadaan dimana kadar gula darah
(glukosa) secara abnormal rendah. Dalam keadaan normal tubuh
mempertahankan kadar gula darah antara 70-110 mg/dL. Pada diabetes,
kadar gula darah terlalu tinggi sedangkan pada hipoglikemia kadar gula
darah terlalu rendah. Kadar gula darah yang rendah menyebabkan berbagai
sistem organ tubuh mengalami kelainan fungsi (Fahmi, 2010).
Reaksi hipoglikemia adalah gejala yang timbul akibat tubuh
kekurangan glukosa, dengan tanda-tanda: rasa lapar, gemetar, keringat
dingin, pusing dan sebagainya (Darni, 2006).
Hipoglikemia harus segera diatasi karena dalam beberapa menit
bisa menjadi berat, menyebabkan koma dan kadang cedera otak menetap.
Jika terdapat tanda hipoglikemia, penderita harus segera makan gula
(Lestari, 2009).
C. Konsep Activity of Daily Living
1. Definisi activity of daily living
Activity of Daily Living (ADL) menurut Diane C tahun 2002
merupakan aktivitas perawatan diri yang harus dilakukan individu setiap
harinya untuk memenuhi tuntutan dan kebutuhan sehari – hari. ADL
merupakan aktivitas rutin yang dilakukan setiap hari, aktivitas tersebut
meliputi makan, berpakaian, berpindah, mandi, menggosok gigi, berhias
diri yang bertujuan untuk memenuhi perannya dalam masyarakat (Potter
dan Perry, 2005).
2. Jenis - jenis activity of daily living
Sugiarto (2005) menjelaskan terdapat beberapa macam ADL seperti :
a. ADL dasar, merupakan sebuah ketrampilan dasar yang harus dimiliki
individu untuk merawat dirinya sendiri meliputi makan, minum,
berpakaian,,toileting, mandi, berhias dan berpindah. Ada juga yang
memasukkan kontinensi buang air besar dan buang air kecil masuk
kedalam kategori ADL dasar ini.
b. ADL instrumental, merupakan ADL yang berhubungan dengan
penggunaan benda atau alat penunjang untuk kegiatan sehari – hari,
seperti menyiapkan makan (penggunaan alat makan), memegang
handphone, menulis dan mengetik.
c. ADL vokasional, merupakan ADL yang berkaitan dengan kegiatan
atau pekerjaan sekolah.
d. ADL non vokasional, merupakan ADL yang berkaitan dengan hal
yang disukai seperti hobi dan digunakan untuk mengisi waktu luang.
3. Faktor yang mempengaruhi pemenuhan ADL

Hardywinoto (2007) menyebutkan faktor yang mempengaruhi


pemenuhan ADL ada beberapa yaitu :
a. Umur dan status perkembangan

Umur dan status perkembangan seorang individu menunjukkan


tanda kemampuan dalam melaksanakan Activity of Daily Living.Sejak
dilahirkan sampai menjadi dewasa seseorang akan perlahan – lahan
berubah dari tergantung sampai bisa mandiri dalam melakukan
Activity of Daily Living.
b. Kesehatan fisiologis

Kesehatan fisiologis individu dapat mempengaruhi kemampuan


dalam Activity of Daily Living, misalnya sistem muskuluskeletal
dikoordinasikan oleh sistem nervous (syaraf) sehingga dapat menerima
sensori yang masuk dengan cara melakukan tindakan. Gangguan
dalam sistem ini misalkan karena trauma injuri atau penyakit seperti
diabetes melitus yang dapat mempengaruhi Activity of Daily Living
secara mandiri (Hardywinoto , 2007).Diabetes melitus (DM)
merupakan kumpulan gejala yang timbul pada seseorang akibat tubuh
mengalami gangguan dalam mengontrol kadar gula darah. Gangguan
tersebut dapat disebabkan oleh sekresi hormon insulin yang tidak
adekuat atau fungsi insulin terganggu (resistensi insulin) atau justru
gabungan dari keduanya.DM disebut sebagai penyakit kronis sebab
DM dapat menimbulkan perubahan yang permanen bagi kehidupan
seseorang. Penyakit kronis tersebut memiliki implikasi yang luas bagi
individu yang menderita DM maupun keluarganya, terutama
munculnya keluhan yang menyertai, penurunan kemandirian individu
dalam aktivitas sehari -hari yang biasanya rutin dilakukan , dan
menurunnya partisipasi sosial individu.
c. Fungsi kognitif

Kognitif merupakan kemampuan berfikir seeorang dan memberi


rasional, termasuk proses mengingat, menilai, orientasi, persepsi dan
memperhatikan (Keliat,1995). Tingkat kognitif atau pengetahuan
seseorang mempengaruhi kemampuan indvidu dalam melakukan
Activity of Daily Living. Fungsi pengetahuan menunjukkan proses
penerimaan, pengorganisasian, dan penginterprestasikan untuk berfikir
menyelesaikan masalah. Gangguan pada aspek kognitif dapat
mengganggu dalam berfikir logika dan sangat mengganggu
kemandiriannya dalam pemenuhan aktivitas sehari - hari atau Activity
of Daily Living (Hadywinoto, 2007).
d. Fungsi psikososial

Kondisi psikologi individu menunjukkan kemampuannya untuk


mengingat hal masalalu dan menampilkan informasi yang
nyata.Misalnya akibat gangguan konsep diri atau akibat
ketidakstabilan emosi dapat menggangu tanggung jawabnya terhadap
keluarga dan pekerjaan.Gangguan dalam masalah komunikasi,
gangguan dalam berhubungan sosial, atau disfungsi dalam peran juga
dapat mempengaruhi kemandiriannya dalam aktivitas sehari -hari atau
Activity of Daily Living(Hadywinoto, 2007).Kebutuhan psikologis
berhubungan dengan keadaan emosional seseorang. Apabila seseorang
sudah terpenuhi kebutuhan materinya namun jika kebutuhan
psikologisnya belum terpenuhi, maka akan menyebabkan dirinya tidak
senang dengan kehidupannya sekarang, sehingga kebutuhan psikologis
juga harus terpenuhi agar keadaan emosional bisa normal (Tamher ,
2009).
e. Stress

Stress merupakan suatu respon fisik sesorang terhadap berbagai


macam kebutuhan. Faktor yang dapat menimbulkan seseorang
mengalami stress dapat muncul dari lingkungan maupun dari dirinya
sendiri yang nantinya dapat menggangu keseimbangan tubuh. Stress
dapat timbul karena rasa kehilangan atau rasa tidak terima dengan
keadaan.
f. Ritme biologi

Ritme biologi dapat membantu mahluk hidup mengatur lingkungan


disekitarnya dan membantu keseimbangan antara tubuh dengan
lingkungan.Faktor yang ikut berperan dalam ritme bilogi adalah faktor
lingkungan.Seperti adanya hari terang dan juga gelap, seperti cuaca
yang mempengaruhi aktivitas sehari – hari atau Activity of Daily
Living.
g. Status mental

Status mental mempengaruhi kemampuan intelektual


seseorang.Keadaan status mental dapat mempengaruhi kemampuan
pemenuhan kebutuhan dasar individu.Seperti yang disebutkan oleh
Cahya yang dikutip dari Baltes, salah satu yang mempengaruhi
ketidakmandirian seseorang dalam melakukan pemenuhan
kebutuhannya adalah adanya gangguan pada status mental. Seperti
halnya seseorang yang menderita penyakit kronis seperti diabetes
melitus yang mengalami depresi pasti akan mengalami gangguan
dalam pemenuhan kebutuhannya (Hadywinoto, 2007).
4. Macam – macam Activity of Daily Living

Macam – macam Activity of Daily Living (ADL ) menurut Noorkasiani


(2009) meliputi :
a. Mandi

Menilai kemampuan klien untuk menggosok atau membersihkan


seluruh bagian tubuh sendiri, atau dalam hal mandi dengan cara
pancuran atau masuk keluar sendiri dari bath tub. Dikatakan
independen atau mandiri, jika dalam melakukan aktivitas mandi,
individu hanya memerlukan bantuan untuk menggosok atau
membersihkan bagian tertentu dari anggota badannya.Dikatakan
dependen jika klien memerlukan bantuan lebih dari satu bagian
tubuhnya, dan juga jika klien tidak mampumasuk keluar bath tub.
b. Berpakaian

Dalam hal memakai pakaian dikatakan tidak mandiri bila tidak


mampu mengambil sendiri pakaian dalam almari atau laci.Dan
dikatakan mandiri jika klien membutuhkan bantuan sebagian.
c. Ke toilet

Dalam hal ke toilet dikatakan tidak mandiri jika individu tidak


mampu ke toilet sendiri, beranjak dari kloset, merapikan pakaian
sendiri, membersihkan sendiri alat kelamin, menggunakan bedpan
hanya pada malam hari.
d. Transferring,

Dikatakan mandiri bila mampu naik dan turun tangga sendiri dari
tempat tidur atau kursi atau kursi roda.Bila memerlukan bantuan
sedikit atau bantuan yang bersifat mekanis tidak termasuk.Sebaliknya,
dikatakan tidak mandiri jika selalu memerlukan bantuan untuk
kegiatan seperti diatas.
e. Kontinensia
Dikatakan mandiri bila mampu buang hajat sendiri, begitupun
sebaliknya termasuk tidak mandiri bila pada salah satu atau keduanya
memerlukan bantuan atau menggunakan alat bantu kateter.
f. Makan

Dikatakan mandiri jika mampu menyuap sendiri makanannya,


mengambil makanan dari piring.Dalam hal ini tidak termasuk mengiris
potongan daging.
5. Alat ukur pemenuhan aktivitas sehari – hari

Pemenuhan aktivitas sehari – hari dapat diukur dengan


menggunakan berbagai alat ukur diantaranya :
a. Barthel Indeks

Barthel indeks digunakan untuk mengukur kemandirian fungsional


dalam hal perawatan diri dan mobilitas.Mao (2010) mengatakan bahwa
bathel indeks dapat digunakan sebagai kriteria dalam menilai
kemampuan fungsional.Barthel indeks digunakan untuk mengukur
sejauh mana seseorang dapat berfungsi secara mandiri dan memiliki
mobilitas dalam melakukan aktivitas sehari – hari. Seperti makan,
mandi, berdandan, berganti pakaian, control buang besar dan air kecil,
berpindah, berjalan dan menaiki tangga.
b. Katz Indeks

Pengkajian menggunakan indeks katz ini untuk aktivitas kehidupan


sehari-hari yang bedasarkan pada evaluasi fungsi mandiri atau
bergantung dalam hal makan, kontinen (BAB dan BAK), berpindah, ke
kamar mandi, mandi dan juga berpakaian. Menurut Pratiwi S
Pongrekuns blog, indeks kazt merupakan pemeriksaan yang
disimpulkan dengan sistem penilaian yang didasarkan pada tingkat
bantuan orang lain dalam melakuakan aktivitas sehari – harinya. Salah
satu keuntungan dari alat pengukuran ini merupakan kemampuan
untuk mengukur perubahan aktivitas dan juga latihan setiap waktu,
yang diakhiri dengan evaluasi dan aktivitas rehabilisasi.
Tabel Kuesioner Indeks Katz

No Aktivitas Kemampuan
Ya Tidak
1 Mandi di kamar mandi (menggosok, membersihkan, dan
mengeringkan badan)
2 Menyiapkan pakaian, membuka, ddan mengenakannya.
3 Memakan makanan yang telah disiapkan
4 Memelihara kebersihan diri untuk penampilan diri
(menyisir rambut, mencuci rambut, menggosok gigi,
mencukur kumis)
5 Buang air besar di WC (membersihkan dan mengeringkan
daerah bokong)
6 Dapat mengontrol pengeluaran feses (tinja)
7 Buang air kecil di kamar mandi (membersihkan dan
mengeringkan daerah kemaluan)
8 Dapat mengontrol pengelauaran air kemih
9 Berjalan di lingkungan tempat tinggal atau ke luar
ruanggan tanpa alat bantu, seperti tongkat
10 Menjalankan ibadah sesuia agama dan kepercayaan yang
dianut
11 Melakukan pekerjaan rumah, seperti : merapikan tempat
tidur, mencuci pakaian, memasak, dan membersihkan
ruanggan
12 Berbelanja untuk kebutuhan sendiri atau kebutuhan
keluarga
13 Mengelolah keuangan (menyimpan dan menggunakan uang
sendiri)
14 Menggunakan sarana transformasi untuk berpergian
15 Menyiapkan obat dan minum obat sesuai dengan aturan
(takaran obat dan waktu minum obat tepat)
Merencanakan dan mengambil keputusan untuk
kepentingan
16 keluarga dalam hal penggunaan uang, aktivitas sosial yang
dilakukan dan kebutuuhan akan pelayanan kesehatan.
17 Melakukan aktivitas di waktu luang ( kegiatan keagamaan,
social, rekreasi, olah raga, dan menyalurkan hobi)
Keterangan :
Point : 14 – 17 Mandiri ( mampu melakukan aktivitas dasar)
Point : 9 – 13 Dibantu
Point : 0 – 8 ketergantungan (kurang mampu melakukan aktivitas)
(Luecknotte, 2008).
D. Kerangka Konsep

Aktivity Daily Living Kadar Gula Darah

E. Hipotesis
 Ada hubungan antara kemampuan Aktivity Daily Living dengan
perubahan kadar gula darah
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian


Berdasarkan permasalahan dan tujuan yang hendak dicapai, maka
penelitian ini adalah kuantitatif. Penelitian ini menyoroti hubungan antara
variabel dan menganalisa atau menguji hipotesa yang dirumuskan. Metode
yang digunakan adalah metode deskriptif analitik dengan pendekatan
Cross sectional.
B. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Penderita Diabetes Melitus


tipe II di Wilayah Kerja Puskesmas Mangasa dari bulan Januari – Desember
2009 yang berjumlah 124 orang. Pengambilan sampel dilakukan secara simple
random sampling. Menurut Notoatmodjo (2002), karena jumlah sampel kecil
atau kurang dari 1000 maka penentuan besaran sampel menggunakan rumus
didapatkan 29 responden.

C. Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah :

1. Pasien dengan Diagnosa Medis

Diabetes Mellitus Tipe 2 di Wilayah kerja Puskesmas Mangasa.


Mendapatkan dan mengkonsumsi obat yang sama (Glibenclamid) tanpa
mendapatkan injeksi insulin.

2. Pasien bersedia menjadi responden dalam penelitian dengan


menandatangani surat persetujuan.

D. Jenis Variabel

Variabel dalam penelitian ini ada dua variabel yaitu variabel bebas
(variable independent) yaitu kemadirian dalam Activity of Daily Living dan
variabel terikat (variable dependent) yaitu kadar gula darah.
E. Defenisi Operasional Variabel

Tabel 1. Definisi Operasional


Variabe Alat Skala
Definisi Hasil ukur
l ukur ukur
Activit Kelompok Checklist Ordinal ADL mandiri: dapat
y of kegiatan Katz melakukan aktivitas antara
daily yang dilakukan 5-6 kategori
living oleh individu ADL dibantu: dapat
dalam melakukan aktivitas antara
mengurus 3-4 kategori
dirinya
ADL tergantung: dapat
sendiri mela- kukan aktivitas antara
0-2 kate- gori
Kadar Hasil pengukuran Glukotest Ordinal baik: kadar GDP antara 80-
gula jumlah glukosa 109 mg/dL sedang: kadar
darah yang beredar GDP antara 110
dalam darah. 125 mg/dL buruk: kadar
Sampel darah GDP ≥126 mg/dL
diambil dengan
anjuran puasa
selama 10 jam,
sehingga disebut
kadar gula darah
puasa.

F. Instrumen Penelitian

1. Data variabel bebas atau ADL (Activity of Daily Living) diukur


menggunakan Indeks tingkat kemandirian dari Index of Independence in
Activities of Daily Living (Siney Katz) yang berjumlah 6 pertanyaan dan
terdiri dari: Mandi, Berpakaian, Melakukan Eliminasi, Pergerakan/
berpindah tempat, Kontrol terhadap eliminasi, dan Makan. Untuk jawaban
A mendapatkan nilai 1 dan untuk jawaban B mendapatkan nilai 0.
Keterangan dari total nilai skor adalah Skor 1 menunjukkan mandiri =
apabila dapat melakukan aktivitas antara 5-6 kategori, Skor 2 menunjukkan
dibantu = apabila dapat melakukan aktivitas antara 3-4 kategori, Skor 3
menunjukkan tergantung = apabila dapat melakukan aktivitas antara 0-2
kategori (Mickey, 2005).

2. Data variabel terikat atau Kadar Gula Darah Puasa diukur menggunakan
alat ukur glukotest. Skor yang diberikan adalah: Buruk = e”126 mg/dL
dengan skor 3, Sedang = 110-125 mg/dL dengan skor 2, Baik = 80-109
mg/dL dengan skor 1 ( Soegondo, 2005).

G. Analisa Data

Dalam penelitian ini menggunakan dua analisa yaitu analisa univariat dan
analisa bivariat. Analisa Bivariat. Sebelum menentukan uji statistik, harus
dilakukan uji normalitas data terlebih dahulu. Hasil yang diperoleh dari uji
kenormalan data pada penelitian ini adalah adalah data berdistribusi tidak
normal, Sehingga digunakan uji non parametrik yaitu Spearman Rank.

H. Jalannya Penelitian

Penelitian dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Mangasa pada bulan


April-Mei 2010. Peneliti terlebih dahulu memilih sampel sesuai dengan
kriteria. Pemilihan sampel dilakukan secara random/ acak yakni dengan cara
dari jumlah populasi 124 orang diberi nomer urut dan inisial nama, kemudian
dibuat lotre dan diambil secara acak sebanyak 29 orang dan itulah yang dipilih
sebagai sampel dalam penelitian. Peneliti melakukan pengkajian tingkat
kemandirian ADL dengan pemberian lembar checklist dari Index of
Independence in Activities of Daily Living ( Siney Katz) yang berisi 6
pertanyaan, dan kemudian menentukan tingkat kemandirian ADL pasien.
Peneliti akan memberikan penjelasan tentang tujuan dari penelitian dan cara
mengisi lembar checklist. Klien diminta untuk menandatangani lembar inform
consent

Klien yang setuju akan menjadi responden, dan diberikan lembar checklist.
Setelah responden selesai menjawab semua pertanyaan, peneliti akan meminta
responden untuk berpuasa selama ± 10 jam sejak pukul jam 9 malam hingga
jam 7 pagi, kemudian akan diukur kadar gula darahnya oleh peneliti
menggunakan glukotest.

Anda mungkin juga menyukai