Anda di halaman 1dari 11

Aspek Hukum Dalam Bisnis

Prodi Manajemen

Fakultas Ekonomi

Kelompok 4

Cristina Alviyanti R.G. Tundan (18612011)

Dandy Purwanto (18612011407)

Desinta Lajorgi (18612011339)

Eko Prabowo (18612011)

Uchi Desti (18612011)

Yustina Agate Pewin (18612011)

Trianto
(18612011
Manajemen mutu

Mutu merupakan keseluruhan karakteristik dari suatu produk / jasa yang mendukung
kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau tersirat. Biasanya
perusahaan akan mengklaim kelebihan-kelebihan dari produk / jasa yang mereka tawarkan agar
menarik minat dari konsumen. Agar penjualan terus meningkat dan rasa kepercayaan konsumen
bertambah, perusahaan harus secara konsisten mempertahankan apa yang menjadi kelebihannya.
Tujuan utamanya adalah untuk pemenuhan kepuasan dari pelanggan.

Dalam konteks mutu, untuk mempertahankan kepuasan pelanggan, perusahaan biasanya


menerapkan sistem jaminan mutu (manajemen mutu). Karena apabila tidak diterapkan maka
akan timbul masalah seperti :
 Kalah dengan kompetitor lain
 Tidak ada target dan perencanaan
 Kehilangan pelanggan karena standar tidak memenuhi
 Ketidakpuasan konsumen karena barang yang dipesan tidak sesuai harapan
 Ketidak-konsistenan dari semua cabang
 Ketika ada personil yang keluar, sistem mulai dari awal kembali
Salah satu cara untuk melakukan manajemen mutu dari apa yang perusahaan tawarkan baik
itu produk atau jasa adalah menerapkan ISO 9001 : 2015 di dalam perusahaan. Keuntungan dari
menerapkan standar ini adalah :
Bagi Perusahaan:
 Produk lebih konsisten dan sedikit reject
 Biaya menurun karena semakin efisien
 Kualitas bahan baku meningkat karena mempersyaratkan kepada supplier untuk
memenuhi mutu
 Pemasaran semakin mudah
 Klien bertambah
 
Bagi Konsumen:
 Konsumen mengetahui tingkat kualitas produk yang secara independen di audit
 Mereka bisa memilih suplier yang kompetitif
 Konsumen lebih percaya diri dalam menggunakan produk kita
 Konsumen bisa mengecek sistem kita
 

 
Di dalam salah satu klausul di standar ISO 9001 : 2015 mengatur perihal

Analisa resiko. Analisa resiko adalah tahapan yang dilakukan suatu perusahaan dalam menjamin
mutu dan kualitas dari produk atau jasa yang diberikan. Cara melakukan analisa resiko adalah
dengan menentukan pengendalian yang ada, kemudian menentikan peluang terjadi,
konsekuensi/severity, dan yang terakhir menghitung estimasi tingkat resiko. Dengan adanya
analisa resiko ini maka perusahaan akan tahu resiko dari setiap masalah yang akan ditemui
nantinya dan tentu saja pengendalian terhadap masalah tersebut dapat dilakukan dengan cepat.

Pengaruh Sertifikasi ISO Pada Penjualan Produk

Sertifikasi ISO (International Organization for Standardization) adalah salah satu standar
internasional dalam sebuah sistem manajemen untuk pengukuran mutu organisasi. Sertifikasi
ISO ini memang telah menjadi suatu standar  yang banyak digunakan di berbagai negara di dunia
ini karena memegang peranan penting dalam mengukur bagaimana kredibilitas perusahaan yang
ingin bersaing secara global. Selain itu, sertifikasi ISO juga merupakan salah satu cara untuk
meningkatkan sistem manajemen mutunya.

Pengaruh Sertifikasi ISO Pada Perusahaan

Hingga saat ini pengaruh positif dari sertifikasi ISO terhadap perusahaan baik berpengaruh pada
penjualan maupun aspek lainnya masih banyak terdapat pro dan kontra. Namun dalam dunia
bisnis, mereka yang memiliki sertifikasi ISO akan memiliki kemungkinan lebih untuk
memenangkan kompetisi pasar. Mengapa demikian? Karena sertifikasi ini menunjukkan adanya
jaminan kualitas dari produk atau jasa yang ditawarkan, serta kepercayaan konsumen akan brand
terkait.
Berdasarkan OSS Certification, Sertifikasi ISO memiliki beberapa manfaat bagi perusahaan
sebagai acuan standar yaitu meningkatkan kredibilitas perusahaan dan kepercayaan pelanggan,
menjamin kualitas dengan standar internasional, menghemat biaya untuk antisipasi
memburuknya kinerja, mengoptimalkan kinerja karyawan, dan meningkatkan image perusahaan.
Manfaat-manfaat tersebut diharapkan dapat meningkatkan dan berpengaruh pada penjualan.

Jika merujuk pada penelitian yang telah dilakukan, beberapa penelitian menunjukkan adanya
dampak positif dari sertifikasi ISO berpengaruh pada penjualan namun adapula yang tidak
berpengaruh. Contoh hasil penelitian sertifikasi ISO yang menunjukkan adanya pengaruh
terhadap perjualan adalah Penelitian yang dilakukan Forker (1996) dengan sampel 65 perusahaan
furnitur. Di sisi lain beberapa peneliti menemukan bahwa sertifikasi ISO tidak berkorelasi secara
signifikan terhadap kinerja perusahaan baik dalam aspek finansial maupun non-finansial.
Penelitian yang menunjukkan tidak adanya dampak positif dari sertifikasi ISO adalah penelitian
yang dilakukan oleh  Inaki Heras,  Gavin P M Dick, dan  Marti Casadessus (2002) dengan
sampel 400 perusahaan bersertifikasi ISO dan 400 perusahaan tidak bersertifikasi ISO di
Spanyol. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa sertifikasi  tidak berkorelasi positif
terhadap profitabilitas perusahaan.

Manfaat dari sertifikasi ISO belum sepenuhnya dirasakan oleh semua perusahaan. Belum semua
pebisnis menganggap sertifikasi ISO penting. Konsumen pun tidak semuanya memperhatikan
adanya sertifikasi ISO dan mengerti tentang hal tersebut untuk kemudian memilih produk
tersebut. Terlebih untuk produk-produk dengan segmen konsumen menengah ke bawah. Jadi,
sertifikasi belum tentu berpengaruh pada penjualan, Hal ini bergantung pada jenis produk dan
segmentasi konsumennya.
Peranan Dan Sistem Sertifikasi SNI / ISO 9001-2008

Keberhasilan pengembangan di bidang teknologi komunikasi dan informatika serta jaringan


informasi dunia saat ini telah mampu memperpendek jarak geografis maupun psikologis
masyarakat dunia. Globalisasi dalam segala sendi kehidupan terlaksana karena apa yang terjadi
di salah satu bagian dunia akan segera tersebar dan dapat diketahui oleh bagian dunia lainnya.
Globalisasi ekonomi dunia yang saat ini sedang berlangsung haruslah kita lihat sebagai suatu
proses alami yang mau atau tidak, harus diterima sebagaimana mestinya.
Sebagai salah satu konsekwensi logis globalisasi ekonomi tersebut adaah terjadinya pergeseran
cara pandang dalam pelaksanaan perdagangan internasional yang mengarah ke perdagangan
global. Hal tersebut menimbulkan phenomena-phenomena baru seperti timbulnya pasar bebas
dunia dimana pada gilirannya akan meningkatkan persaingang bebas di pasar internasional.
Meningkatnya persaingan bebas tersebut menimbulkan dampak kehadiran dan menguatnya
kecenderungan kea rah regionaliusasi wilayah ekonomi dunia yang pada dasarnya merupakan
pengelompokan kekuatan ekonomi yang dilembagakan secara formal. Kenyataan ini secara tidak
langsung memberikan indikasi kepada kita bahwa proteksionisme bukannya akan berkurang
namun sebaliknya azas “Bilateral Reciprocities” akan semakin dituntut oleh suatu
negara/kelompok Negara kepada para mitra dagangnya.
Sebagaimana telah kita ketahui bersama, dalam era globalisasi, perdagangan internasional
menjadi semakin transparan. Indonesia sebagai salah satu Negara yang telah menandatangani
Urugay Round WTO harusmengikuti ketentua-ketentuan dalam GATT/WTO yaitu melakukan
liberalisasi perdagangannya dan tidak melakukan hambatan-hambatan perdagangan dalam
bentuk tariff impor, pajak dan lain-lain untukmemproteksi produksi dalam negeri sehingga
produksi dalam negeri harus bersaing secara jujur dengan produk impor.
Dengan adanya ketentuan WTO tersebut, maka banyak Negara khususnya Negara-negara maju
menggunakan standar sebagai instrument dalam melakukan hambatan perdagangan secara
tersamar untukelindungi rakyatnya. Oleh karena itu para pelaku usaha harus sadar akan
pentingnya standar danmutu dalam perdagangan, khususnya perdagangan internasionalnya.
Sehingga dapatberusaha untuk memenuhi semua persyaratan dalam standar dalam memproduksi
barang atau jasa.
Sejalan dengan hal itu perlu di tetapkan sasaran-sasaran pokok untuk mendukung kebijakan
nasional dalam hal standardisasi dan sertifikasi produk yang dapat endukung persaingan
internasional dengan menghasilkan produk dan jasa yang terjamin mutunya. Salah satu syarat
untuk mengikuti perkembangan internasional/global memaksa Indonesia harus mempunyai
kemampuan dalam menghadapi hambatan teknis di bidang perdagangan terutama bidang
standardisasi. Dalammenghadapi persaingan internasional serta untuk meningkatkan
perlindungan konsumen dari produk luar negeri yang masuk ke Indonesia, maka perlu adanya
pelaksanaan penilaian kesesuaian dengan melakukan MRA/MOU serta peningkatan mutu produk
dalam negeri melalui standardisasi.
Peningkatan tersebut perlu dimbangi dengan penyampaian informasi mengenai standardisasi
pada umunya dan mutu pada khususnya. Informasi ini selain bermanfaat bagikonsumen, juga
secara tidak langsung akan meningkatkan “Awareness” produsen terhadap standardisasi dan
mutu. Awareness ini akan mencegah dihasilkannya produk yang dibawah standar karena akan
dihindari oleh konsumen yang sudah aware terhadap mutu.
Sistem Standarisasi Nasional Indonesia ( SNI ) / ISO 9001-2008 Bagi Produk Industri Di
Indonesia.
Selaras dengan percepatan pembangunan nasional standardisasi, sebagai salah satu unsur
penunjang dalam pembangunan, sangat penting dalam upaya optimalisasi pendayagunaan
sumber daya dalam kemampuan efisiensi produksi dan produktivitas dala peningkatan jaminan
mutu yang pada gilirannya aka menunjang daya saing perdagangan dalam negeri dan
internasional. Kemampuan ini perlu terus ditingkatkan sehingga manfaatnya dapat lebih
dirasakan oleh semua pihak, untuk itu perlu dorongan dan kebijakan dari pemerintah
Depperindag sebagai salah satu instansi teknis mempunyai peraan yang sangat strategis
meningkatkan mutu produk dan produktivitas bagi masyarakat dunia usaha maupun lembaga
pemerintah melalui penerapan standar Sistem Manajemen Mutu yang berlaku secara nasional
maupun internasional. Dalam penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI), perusahaan harus
memiliki system dokumentasi manajemen mutu untuk memperoleh sertifikat Produk Tanda SNI.
Disatu sisi, kemampuan dunia usaha maupun lembaga pemerintah dalam penerapan standar
system manajemenmutu belum seperti yang diharapkan, disisi lain tuntutan dunia internasional
terhadap penerapan system manajemen mutu semakin meningkat.
Sebagaimana kita ketahui, International Organization for Standardization pada tahun 1987 telah
menerbitkan suatu rangkaian standar yan merupakan peoman untuk melaksanakan system
jaminan mutu yang kita kenal sebagai ISO serie 9001. Khususnya untuk perusahaan yang
menghasilkan barang, standar ini telah daapt diterima dan diadopsi oleh lebih dari 50 negara,
baik Negara maju maupun Negara berkembang, sebagai standar nasional di negaranya masing-
masing. Sebagai contoh Negara-negara yang telah menerapkan ISO serie 9001 adalah seluruh
Negara yang tergabung dala MEE dan AFTA, Negara Amerika Serikat, Australia, dinegara Asia
seperti Jepang, China dan India, dan seluruh Negara Asean, Indoesia telah mengadopsinya
menjadi Standar Nasional Indonesia (SNI) seri 19:9001.
Sistem sertifikasi yang menggunakan ISO serie 9001 sebagai dasar pelaksanannya, telah
dilakukan oleh lebih dari 40 negara dan banyak negara saat ini sedang mempersiapkan system
penerapan ISO 9001 dinegaranya masing-masing, pemerintah Indonesia dala hal ini Badan
Standardisasi Nasional bekerjasama dengan Departemen Perindustrian dan Perdagangan juga
terus berupaya untuk mempersiapkan infrastrukturnya.
Sejalan dengan pembangunan nasional bidang standardisasi, berbagai lembaga telah mengalami
pertumbuhan dalam mengembangkan kegiatan standardisasi. Untuk itu perlu dilakukan
kerjasama yang sinergik antara berbagai lembaga yang bergerak dibidang standardisasi, instansi
teknis terkait, dunia usaha dan konsumen. Kebijakan nasional di bidang standardisasi antara lain
mengembangkan dan menetapkan satu standar yaitu SNI dan satu system standardisasi nasional.
Salah satu kegiatan standardisasi adalah perumusan standar yang mempunyai tujuan antara lain
tersedianya sarana penunjang kebijakan pemerintah dibidang ekonomi, social dan budaya,
terlindungnya kesehatan, keselamatan dan keamanan konsumen serta kelestarian lingkungan
hidup. Standar dapat digunakan untuk mengangkat kemampuan produsen dalam usaha
menghasilkan produk bermutu.
Dalam ”Agreement on Technical barriers to Trade” atau perjanjian TBT yang dapat menjadi
hambatan teknis dalam perdagangan adalah standard an peraturan teknis. Oleh karena itu bagi
negara angota WTO, apabila ingin menetapkan suatu standar atau peraturan teknis harus
transparan, yaitu sebelum standar dan peraturan teknis diberlakukan harus dinotifikasikan kepada
negara-negara anggota untuk mendapatkan tanggapan/masukan.
Pengertian peraturan teknis secara umum di dalam standardisasi adalah peraturan yang
mensyaratkan persyaratan teknis baik secara langsung maupun dengan merujuk atau dengan
memasukkan isi suatu standar atau spesifikasi teknis. Sedangkan standar adalah dokumen yang
ditetapkan secara consensus dan disahkan oleh badan yang berwenang dan berisikan peraturan,
pedoman, karakteristik kegiatan atau hasilnya, untuk pemakaian umum dan pemakaian berulang.
Standar ditujukan untuk mencapai tingkat keteraturan optimum dalam konteks tertentu. Prinsip
yang dianut dalam menyusun standar sejauh mungkin mengacu kepada standar internasional
dimaksudkan agar mendapat pengakuan internasional. Dengan demikian
penyelarasan/harmonisasi SNI dengan standar internasional diharapkan akan meningkatkan
kegunaan SNI di dalam perdagangan nasional maupun internasional.
SNI yang sudah disusun tidak ada gunanya apabila tidak diterapkan oleh dunia usaha dalam
kegiatan yang menggunakan SNI yang sangat erat kaitannya dengan kegiatan pemberlakuan
standar, akreditasi, sertifikasi, metrology, pembinaan dan pengawasan penerapan standar.
Melalui penerapan SNI bagi para produsen antara lain memungkinkan melakukan
penyederhanaan operasi proses pada semua tingkat, pengurangan jenis dan ragam persediaan
bahan baku, komponen dan produk akhir serta peningkatan efisiensi dan produktivitas.
Sedangkan bagi konsumen dengan penerapan SNI akan mendapatkan seperangkat perlindungan
dalam bentuk jaminan mutu barang dan/ atau jasa.
Sehubungan dengan upaya peningkatan ekspor komoditi industry, maka Pemerintah telah
mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk penerapan standar seri ISO 9001 oleh
industry nasional melalui pelaksanaan strategis untuk pengembangan skema jaminan mutu
nasional tersebut di atas. Dalam hal ini telah dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:
Mengadopsi standar seri ISDO 9001 menjadi SNI 19-9001.
Mengadopsi seri EN 45000 dan ISO Guide 25 menjadi Pedoman Dewan Standardisasi Nasional
(DSN).
Kesadaran akan mutu dan jaminan mutu kepada masyarakat industri, pemakai maupun kepada
kalangan perguruan tinggi dan aparat pemerintah untuk lebih memahami ISO 9001.
Penerapan ISO 9001 pada perusahaan-perusahaan industri, utamanya BUMN. Dalam hal ini
BUMN di lingkungan Departemen Perindustrian dan Perdagangan perlu segera mempersiapkan
penerapan standar ISO seri 9001 ditempat masing-masing.
Penerapan praktek manajemen dan operasi system pengendalian mutu oleh Laboratorium penguji
sebagaimana disyaratkan dalam ISO Guide 25. Dalam hal ini balai Litbang industri di
lingkungan Departemen Perindustrian dan Perdagangan perlu segera mempersiapkan penerapan
ISO Guide 25 di tempat masing-masing.
Penyusunan skema akreditasi nasional di dalam mana telah dibentuk Komite Akreditasi Nasional
yang memberikan akreditasi terhadap Laboratorium-laboratorium Uji dan lembaga-lembaga
Sertifikasi Komite Akreditasi Nasional ini akan melaksanakan perjanjian saliang pengakuan
(Mutual Recognition) dengan Badan di Negara lain, sehingga skema yang ada di Indonesia
diakui oleh dunia internasional.
Penyusunan skema sertifikasi di dalam mana lembaga-lembaga sertifikasi mengoperasikan
secara simultan sertifikasi system mutu, sertifikasi produk, dan sertifikasi personel.
Strategi maupun langkah-langkah yang telah diambil pemerintah baru efektif apabila pihak
industri menyadari pentingnya peningkatan produktivitas dan mutu. Peningkatan produktivitas
dan mutu tersebut dapat dilakukan melalui peningkatan kualitas sumber daya manusia dan
manajemen. Industri yang berdaya saing kuat adalah industri yang mempu menjamin mutu
produk, dalam hal mana dapat dicapai apabila telah menerapkan system manajemen mutu secara
baik. Untuk itu pemahaman terhadap system standar mutu mutlak diperlukan, terutama oleh
perusahaan produsen/pemasok yang berorientasi ekspor. Dalam Berbisnis ada aturan dalam
berbisnis
BAB IV Pasal 8

1. Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa


yang:
a. tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam hitungan
sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut;
c. tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan
menurut ukuran yang sebenarnya;
Pasal 9
1. Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan suatu barang
dan/atau jasa secara tidak benar, dan/atau seolah-olah:
a. barang tersebut telah memenuhi dan/atau memiliki potongan harga, harga khusus,
standar mutu tertentu, gaya atau mode tertentu, karakteristik tertentu, sejarah atau
guna tertentu;
b. barang tersebut dalam keadaan baik dan/atau baru;
c. barang dan/atau jasa tersebut telah mendapatkan dan/atau memiliki sponsor
persetujuan, perlengkapan tertentu, keuntungan tertentu, ciri-ciri kerja atau
aksesori tertentu;

BAB V
Pasal 18
1. Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk
diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap
dokumen dan/atau perjanjian apabila:
a. menyatakan pengalihan tanggungjawab pelaku usaha;
b. menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang
yang dibeli konsumen;
c. menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang
dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli oleh konsumen;

BAB VI
Pasal 19
1. Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran,
dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan
atau diperdagangkan.
2. Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat berupa pengembalian uang atau
penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan
kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
3. Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal
transaksi.
4. Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 tidak menghapuskan
kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai
adanya unsur kesalahan.
5. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 tidak berlaku apabila pelaku
usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen.
Pasal 20
Pelaku usaha periklanan bertanggung jawab atas iklan yang diproduksi dan segala akibat yang
ditimbulkan oleh iklan tersebut.
Pasal 21
1. Importir barang bertanggung jawab sebagai pembuat barang yang diimpor apabila
importasi barang tersebut tidak dilakukan oleh agen atau perwakilan produsen luar
negeri.
2. Importir jasa bertanggung jawab sebagai penyedia jasa asing apabila penyediaan jasa
asing tersebut tidak dilakukan oleh agen atau perwakilan penyedia jasa asing.
Pasal 22
Pembuktian terhadap ada tidaknya unsur kesalahan dalam kasus pidana sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 19 ayat 4, Pasal 20, dan Pasal 21 merupakan beban dari tanggung jawab pelaku
usaha tanpa menutup kemungkinan bagi jaksa untuk melakukan pembuktian.
Pasal 23
Pelaku usaha yang menolak dan/atau tidak memberi tanggapan dan/atau tidak memenuhi ganti
rugi atas tuntutan konsumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat 1, ayat 2, ayat 3, dan
ayat 4, dapat digugat melalui badan penyelesaian sengketa konsumen atau mengajukan ke badan
peradilan di tempat kedudukan konsumen.
Pasal 27
Pelaku usaha yang memproduksi barang dibebaskan dari tanggung jawab atas kerugian yang
diderita konsumen, apabila:
a. barang tersebut terbukti seharusnya tidak diedarkan atau tidak dimaksudkan unluk
diedarkan;
b. cacat barang timbul pada kemudian hari;
c. cacat timbul akibat ditaatinya ketentuan mengenai kualifikasi barang;
d. kelalaian yang diakibatkan oleh konsumen;
e. lewatnya jangka waktu penuntutan 4 (empat) tahun sejak barang dibeli atau lewatnya
jangka waktu yang diperjanjikan.

Anda mungkin juga menyukai