Anda di halaman 1dari 8

LIABILITAS JANGKA PENDEK DAN KONTIJENSI

A. LIABILITAS JANGKA PENDEK


Liabilitas menurut kerangka dasar pengukuran dan pengungkapan laporan
keuangan (KDP2LK) adalah utang entitas masa kini yang timbul dari peristiwa masa lalu.
Liabilitas mengandung komponen utama yaitu adanya kewajiban kini yang timbul, terjadi
dari transaksi dimasa lalu dan penyelesaiannya menyebbkan arus keluar kas atau sumber
daya entitas.
PSAK 1 (Revisi 2009) mengharuskan entitas menyajikan liabilitas jangka pendek
terpisah dari liabilitas jangka panjang. Namun untuk industri perbankan atau keuangan,
entitas dapat menyajikan berdasarkan urutan likuiditas, tanpa memisahkan liabilitas
jangka pendek dan jangka panjang. Pemisahan jangka pendek dan jangka panjang
menggunakan jangka waktu 12 bulan atau satu siklus operasi perusahaan.
PSAK 1 (Revisi 2009) menjelaskan klasifikasi liabilitas jangka pendek jika
memenuhi kriteria:
 Entitas mengharapkan akan menyelesaikan liabilitas tersebut dalam siklus operasi
normalnya
 Entitas memiliki liabilitas tersebut untuk tujuan diperdagangkan
 Liabilitas tersebut jatuh tempo untuk diselesaikan dalam jangka waktu 12 bulan
setelah periode pelaporan
 Entitas tidak memiliki hak tanpa syarat untuk menunda penyelesaian liabilitas
selama 12 bulan.
Berdasarkan ketentuan diatas, liabilitas jangka pendek dapat diartikan sebagai
liabilitas entitas kini, yang timbul akibat peristiwa masa lalu, yang penyelesaiannya
diharapkan mengakibatkan arus keluar dari sumber daya entitas yang akan diselesaikan
dalam jangka waktu satu siklus operasi atau 12 bulan mana yang lebih panjang atau untuk
tujuan diperdagangkan. Siklus operasi adalah siklus dari pembelian bahan baku sampai
dengan diperolehnya kas dari hasil penjualan produk yang dihasilkan.
Liabilitas jangka pendek lainnya tidak diselesaikan dalam siklus operasi normal,
tetapi dalam waktu dua belas bulan setelah periode pelaporan atau dimiliki untuk tujuan
diperdagangkan. Misalnya liabilitas keuangan yang diklarifikasikan sebagai dimiliki
untuk diperdagangkan sesuai dengan PSAK 55 (Revisi 2013) Instrumen Keuangan:
Pengakuan dan Pengukuran, cerukan bank, bagian jangka pendek dari liabilitas keuangan
jangka panjang, dividen terutang, pajak penghasilan terutang, dan utang non-usaha
lainnya. Liabilitas jangka pendek dapat berbentuk utang bank atau utang kepada pihak
lain yang akan dibayarkan dalam waktu kurang dari dua belas. Untuk utang bentuk ini
sering kali ada bunga, sehingga bunga yang telah terjadi dan belum dibayarkan harus
diakui sebagai liabilitas juga. Liabilitas jangka panjang yang akan jatuh tempo dalam
waktu dua belas bulan, akan disajikan sebagai liabilitas jangka pendek.
PSAK 1 (Revisi 2009) menjelaskan item-item minimum dari liabilitas jangka
pendek yang harus disajikan dalam laporan posisi keuangan. Menurut PSAK (Revisi
2009), jika sebagai unsur yang terpisah. Item minimum yang diharuskan menurut PSAK
(Revisi 2009) untuk liabilitas jangka pendek adalah:
1. Utang dagang dan terutang lainnya
2. Provisi
3. Liabilitas keuangan jangka pendek (tidak termasuk jumlah yang disajikan dalam
provisi)
4. Liabilitas dan aset pajak kini; sebagaimana didefinisikan dalam PSAK 46 (Revisi
2013) Akuntansi Pajak Penghasilan.
5. Liabilitas dan aset pajak tangguhan; sebagaimana didefinisikan dalam PSAK 46
(Revisi 2013)
6. Liabilitas yang termasuk dalam kelompok yang dilepaskan yang diklasifikasikan
sebagai yang dimiliki untuk dijual sesuai dengan PSAK 58 (Revisi 2010) Aset
Lancar yang tersedia untuk dijual dan Operasi yang di hentikan.
Jenis dan klasifikasi
        PSAK 1 (Revisi 2009) tidak membahas secara khusus klasifikasi dan jenis liabilitas
jangka pendek. Bentuk usaha entitas akan menentukan jenis dan klasifikasi liabilitas yang
dimiliki sebuah entitas. Berdasarkan nilainya, liabilitas dapat dikategorikan menjadi
liabilitas yang nilainya pasti dan liabilitas yang nilainya tidak dapat ditentukan sehingga
harus diestimasi. Liabilitas yang nilainya pasti, merupakan bentuk liabilitas yang telah
jelas berapa jumlah dibayarkan kepada pihak lain.
        Liabilitas dapat terjadi sebagai konsekuensi kegiatan operasi perusahaan dan
liabilitas yang berdasarkan kontrak formal. Liabilitas yang terjadi sebagai konsekuensi
operasi misalnya utang dagang, utang pajak, beban yang masih harus dibayar, pendapatan
diterima dimuka. Liabilitas berdasarkan kontrak formal misalnya wesel bayar, utang
bank, atau liabilitas jangka panjang yang akan jatuh tempo dalam dua belas bulan.
1. Utang berbunga dalam jangka pendek
Utang Bank
Utang berbunga jangka pendek yang umum dijumpai adalah utang bank dan
wesel bayar (promissory note). Utang bank lebih sering dijumpai dalam laporan
keuangan entitas dibandingkan dengan wesel bayar. Utang bank jangka pendek
adalah utang suatu entitas kepada bank dengan jangka waktu satu tahun atau kurang.
Utang bank jangka pendek biasanya berbunga. Utang bank jangka pendek ditarik
oleh entitas untu memenuhi kebutuhan operasional perusahaan. Pemenuhan
kebutuhan modal kerja permanen, tetap akan dipenuhi dengan liabilitas jangka
panjang.
Utang bank jangka pendek ditarik oleh entitas pada saat membutuhkan untuk
jangka waktu tertentu dan akan dikembalikan sesuai dengan perjanjian kredit. Utang
bank jangka pendek ada bunganya. Bunga dapat dibayarkan pada saat jatuh tempo,
selama periode tertentu, bunga dipotong didepan dari jumlah utang yang ditarik atau
kombinasi.
Wesel Bayar
Wesel bayar atau sering disebut sebagai notes payable atau promissory notes.
Wesel bayar merupaka janji dari pihak penarik wesel untuk membayarkan sejumlah
nilai tertentu di masa mendatang. Wesel bayar ditarik untuk pelunasan utang dagang,
pembayaran suatu transaksi atau ditarik untuk mendapatkan uang tunai. Pihak
penarik wesel akan menunjuk bank untuk melakukan penyelesaian pembayaran yang
akan diambil dari rekening penarik/ penerbit wesel. Wesel bayar biasanya berbunga,
jika tidak berbunga wesel akan dijual dengan diskon. Nilai diskon mencerminkan
bunga dibayar di muka. Wesel bayar dapat dijual oleh pihak pemegangnya untuk
mendapatkan uang kas sebelum jatuh tempo.
2. Liabilitas jangka pendek terkait dengan kegiatan operasi entitas
        Liabilitas jangka pendek terkait kegiatan operasi timbul karena konsekuensi kegiatan
operasi entitas. Utang ini biasanya tidak berbunga, utang ini muncul karena entitas
menangguhkan pembayaran kepada pihak lain. Kesemptan penangguhan pembayaran ini
harus dimanfaatkan secara optimal dalam rangka menghemat arus kas (cash flow) entitas.

3. Utang usaha
Utang usaha adalah utang terkait dengan kegiatan utama entitas. Untuk entitas
yang bergerak di bidang perdagangan, utang usaha disebut sebagai utang dagang. Utang
dagang timbul saat entitas melakukan pembelian kepada pemasok secara kredit. Entitas
jika diberikan pilihan antara membeli tunai dan membeli kredit, maka akan memilih
membeli kredit jika harga antara membeli dan tunai harganya sama. Pembelian kredit
sering dituliskan dalam term : 2/10, n/60, FOB Shipping Point. Artinya pembelian akan
diberikan diskon 2% jika dilunasi sampai dengan 10 hari, utang jatuh tempo dalam waktu
60 hari dan titik pengakuan di gudang penjual.
Untuk pembelian dengan syarat pembelian FOB Shipping Point (franko gudang
penjual) maka titik pengakuan pembelian di gudang penjualan, utang akan diakui saat
barang telah masuk kendaraan angkutan untuk diantar ke gudang pembeli. FOB
Destination Point (franko gudang pembeli) titik pengakuan di gudang pembeli, utang
diakui saat barang telah diterima oleh pembeli, selama dalam perjalanan barang ini
merupakan barang pembeli.
Entitas harus memperhitungkan manfaat dari diskon ini dengan alternatif investasi
yang tersedia. Jika tidak ada alternatif investasi lain yang lebih menguntungkan maka
diskon tersebut lebih baik diambil. Tingkat diskon yang diberikan dapat dihitung imbal
hasil (return) per tahunnya. Imbal hasil dari diskon ini kemudian dibandingkan dengan
alternatif investasi yang tersedia, jika imbal hasil diskon lebih besar dibandingkan dengan
imbal hasil investasi maka entitas harusnya mengambil diskon ini.
4. Beban yang masih harus dibayar
                Salah satu asumsi dalam laporan keuangan adalah akrual, artinya transaksi
diakui pada saat terjadinya tanpa menunggu pembayaran. Atas beban yang telah terjadi
namun belum dibayar sampai periode pelaporan, entitas harus mengakui beban dalam
laporan laba rugi dan penghasilan komprehensif lain serta beban yang masih harus
dibayar pada laporan posisi keuangan. Beban yang masih harus dibayar yang sering
muncul di laporan posisi keuangan antara lain :
 Beban Gaji. Karyawan telah berhak atas gaji karena sudah bekerja namun tidak
belum dibayarkan oleh perusahaan.
 Bunga yang masih harus dibayar/utang bunga. Bunga sudah menjadi beban
dengan berlalunya waktu namun baru dibayarkan sesuai dengan tanggal dalam
perjanjian kredit.
 Beban operasi yang masih harus dibayar. Beban atas jasa pihak lain kepada
perusahaan atas kegiatan operasinya, namun belum dibayarkan oleh perusahaan.
5. Utang terkait imbalan kerja
Imbalan kerja diberikan dalam bentuk gaji, tunjangan, bonus, pensiun, dan
lainnya. Gaji dibayarkan kepada karyawan dan manajemen dalam suatu entitas. Gaji
karyawan tetap dibayarkan bulanan, namun seringkali karyawan mendapatkan tambahan
honor dan bonus yang dibayarkan berdasarkan aktifitas. Saat pembayaran gaji dilakukan,
entitas diwajibkan untuk memotong  pajak penghasilan dan iuran-iuran lain sesuai
dengan ketentuan dan perjanjian yang ada. Untuk mengelola pembayaran gaji, entitas
biasanya memiliki sistem gaji (payroll system) yang dapat menghitung gaji untuk tiap
karyawan, potongan untuk tiap individu.
6. Utang pajak pihak ketiga
Gaji menurut UU Pajak Penghasilan merupakan penghasilan bagi pihak yang
menerima gaji dan entitas yang membayarkan harus memotong pajak saat pembayaran
gaji dilakukan. Entitas pada saat membayar gaji karyawan, akan memotong Pph 21 atau
mencatat utang Pph 21. Karyawan biasanya diberikan asuransi kecelakaan kerja, asuransi
kesehatan, jaminan hari tua. Bentuk manfaat karyawan tersebut ada yang ditanggung oleh
entitas ada juga yang ditanggung oleh karyawan tergantung kontrak perjanjian kerja.
Entitas diwajibkan dalam peraturan untuk melakukan pemotongan pajak atas
penghasilan yang diterima oleh pihak lain. Pada saat entitas membayarkan beban kepada
pihak yang menerima, entitas memotong pajak, sehingga kas yang dibayarkan akan
berkurang karena pajak nya akan dibayarkan oleh entitas ke kas negara. Jika pembayaran
pajak tidak dilakukan bersamaan dengan pembayaran kepada pihak ketiga maka akan
timbul utang pajak penghasilan.
7. Utang pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah
PPN adalah pajak yang dikenakan atas setiap pertambahan nilai yang diciptakan
oleh perusahaan.  Pajak ini dikenakan atas setiap konsumsi barang atau jasa di daerah
pabean (wilayah di mana UU Pabean berlaku yaitu seluruh wilayah Indonesia). PPN
sebenarnya ditanggung oleh konsumen sebagai pemakai barang atau jasa, namun
pengusaha kena pajak atau entitas yang bertugas melakukan pemungutan pajak.
Utang dan piutang dagang atas transaksi tersebut, merupakan penjumlahan nilai
jual atau beli ditambahkan pajaknya. Untuk menghindari pajak berganda, maka setiap
penjualan yang akan dikenakan pajak (PPN keluaran) dan pada setiap pembelian entitas
akan membayar pajak (PPn masukan). Selisih pajak keluaran dan pajak masukan
dibayrakan ke kas negara pada masa pajak berikutnya. Jika PPn keluaran lebih besar dari
PPn masukan, maka akan muncul utang PPN di akhir masa/bulan. Utang PPN akan
dibayarkan paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya. Jika PPN masukan lebih besar,
maka kelebihan pembayaran PPN ini akan dikompensasi pada pembayaran pajak periode
berikutnya atau dimintakan restitusi. Sebelum restitusi diberikan, pihak pajak akan
melakukan pemeriksaan.
8. Utang pajak penghasilan
Atas penghasilan yang diperoleh dalam satu tahun pajak dikenakan pajak.
Penghasilan kena pajak dihitung dari penghasilan kotor dikurangi beban yang boleh
dikurangkan. Beban pajak penghasilan terdiri dari dua hal yaitu pajak kini dan pajak
tangguhan. Pajak kini adalah pajak yang dihitung menurut ketentuan pajak atas
penghasilan yang diperoleh entitas dalam satu periode. Pajak kini merupakan pajak
terutang dalam satu tahun fiskal yang tercantum dalam Surat Pemberitahuan (SPT)
tahunan ditambah pajak final jika ada. Beban pajak kini tersebut akan dilunasi dengan
angsuran pajak, pemotongan pajak oleh pihak lain dan pembayaran pajak pada akhir
tahun.
Atas penghasilan yang telah diterima entitas ada yang telah dipotong pajak oleh
pihak lain. Entitas mencatat pajak yang telah dipotong pihak lain sebagai PPh dibayar
dimuka. Pajak yang telah dibayar ini dapat menjadi kredit (pengurang) pajak dalam
menghitung pajak akhir tahun. Pajak terhutang dalam satu tahun fiskal dikurangi pajak
yang telah dipotong pihak lain akan menghasilkan pajak kurang (PPh 29) atau lebih bayar
akhir tahun (PPh 28). PPh 29 atau pajak kurang bayar akan disajikan sebagai utang pajak
kini. Pajak ini akan dibayarkan paling lambat sebelum SPT disampaikan.
B. PROVISI DAN KONTINJENSI
Istilah umum yang digunakan untuk sesuatu yang memiliki ketidakpastian dari
sisi keajadian dan jumlah adalah kontinjensi. Dalam akuntansi, kontinjensi dapat muncul
sebagai liabilitas kontinjensi atau aset kontinjensi. Liabilitas kontinjensi lebih sering
dijumpai dibandingkan dengan aset kontinjensi. Prinsip konservatisme dan kehati-hatian
menyebabkan aset kontinjensi tidak akan pernah diakui sampai aset tersebut diperoleh.
Aset kontinjensi jika potensi terjadinya tinggi dan nilainya dapat diestimasi dengan andal,
hanya boleh diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan. PSAK 57 (revisi 2009)
mengatur penyajian dan pengungkapan untuk provisi dan kontinjensi.
Istilah Provisi dibedakan dari kontinjensi untuk menjelaskan terminologi yang
berbeda. Dalam PSAK 57 (revisi 2004), provisi disebut sebagai kewajiban diestimasi.
Liabilitas kontinjensi hanya diungkapkan dalam laporan keuangan. Istilah provisi dapat
juga diartikan sebagai pencadangan suatu penurunan yang merupakan akun lawan aset
seperti penurunan nilai, depresiasi. Provisi diakui dalam laporan keuangan,
pengukurannya dengan cara melakukan estimasi. Perbedaan provisi dan liabilitas lain,
terletak pada kepastian dari sisi jumlah dan waktu. Namun provisi telah memenuhi
definisi umumliabilitas yaitu merupakanA kewajiban kini, timbul dari peristiwa masa lalu
dan mengakibatkan keluarnya sumber daya entitas.
Liabilitas Kontinjensi menurut PSAK 57 (revisi 2009) adalah :
1. Liabilitas Potensial yang timbul dari peristiwa masa lalu dan keberadaannya
menjadi pastivdengan terjadi atau tidak terjadinya stau peristiwa atau lebih pada
masa datang yang tidak sepenuhnya berada dalam kendali entitas.
2. Liabilitas Kini yang timbul sebagai akibat peristiwa masa lalu, tetapi tidak diakui
karena:
 Tidak terdapat kemungkinan besar (probable) entitas mengeluarkan
sumber daya untuk menyelesaikan liabilitasnya.
 Jumlah liabilitas tersebut tidak dapat diukur secara andal.
Liabilitas kontinjensi terdiri dari dua kelompok, kewajiban potensial dan
kewajiban kini yang tidak diakui karena tidak terdapat kemungkinan pengeluaran sumber
daya atau tidak dapat diukur dengan andal. Dikatakan kewajiban potensial karena baru
berbentuk kemungkinan, namun jika terjadi akan menyebabkan pengeluaran sumber
daya. Kewajiban potensial dengan berlalunya waktu dapat berubah menjadi
“kemungkinan besar terjadi” sehingga diakui sebagai liabilitas kini. Ketika liabilitas
kontinjensi dapat diukur dengan andal, liabilitas ini akan diakui sebagai liabilitas kini.
Kondisi sebaliknya dapat terjadi, liabilitas kontinjensi semakin kecil kemungkinan terjadi
dan semakin tidak dapat diukur dengan andal, sehingga tidak perlu diungkapkan dalam
laporan keuangan.
Pengukuran
1. Estimasi terbaik
Jumlah yang diakui sebagai provisi adalah hasil estimasi terbaik pengeluaran yang
diperlukan untuk menyelesaikan kewajiban kini pada akhir periode pelaporan. (par 36)
2. Risiko dan Ketidakpastian
Jumlah yang diakui sebagai provisi adalah hasil estimasi terbaik pengeluaran yang
diperlukan untuk menyelesaikan kewajiban kini pada akhir periode pelaporan. (par
42)
3. Nilai Kini
Jika dampak nilai waktu uang cukup material, maka jumlah provisi adalah nilai
kini dari perkiraan pengeluaran yang diperlukan untuk menyelesaikan kewajiban. (par
45)
4. Peristiwa Masa Depan
Peristiwa masa depan yang dapat mempengaruhi jumlah yang diperlukan untuk
menyelesaikan suatu kewajiban harus tercermin dalam jumlah provisi jika ada bukti
obyektif bahwa peristiwa itu akan terjadi. (PSAK 57 par 48)
5. Rencana Pelepasan Aset
Keuntungan sehubungan dengan rencana pelepasan aset tidak boleh
dipertimbangkan dalam menghitung suatu provisi (PSAK 57 par 51)

Anda mungkin juga menyukai