Anda di halaman 1dari 28

I.

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Air merupakan kebutuhan yang sangat vital bagi kehidupan manusia, selain
digunakan untuk keperluan rumah tangga, air banyak digunakan oleh industri kimia untuk
keperluan utilitas, air proses dan keperluan sehari-hari industri tersebut. Air yang digunakan
industri biasanya bersumber dari aliran sungai yang berada pada sekitar pabrik. Dalam
pengolahan air yang bersumber air sungai, pengolahan dapat dilakukan dengan pengolahan
secara konvensional. Sedangkan apabila air yang diolah bersumber dari air laut, maka
digunakan membran untuk memisahkan air dengan garam yang terkandung di dalamnya.
Teknologi yang digunakan untuk pengolahan air laut adalah menggunakan membran
reverse osmosis (RO). Membrane RO yang digunakan untuk pengolahan air laut, terdiri dari
tiga lapisan yaitu ultra-thin barrier layer (0,2 µ.m), micro-porous interlayer (40 µ.m) dan
lapisan support polyester (120-150 µ.m). Pengolahan air laut dengan menggunakan
membrane mempunyai efisiensi yang sangat tinggi dalam mengurangi kandungan garam
hingga kurang dari 1%.
Meskipun membrane memiliki efisiensi yang besar, namun membran memiliki
masalah utama berupa fouling dan scaling. Fouling merupakan akumulasi dari material yang
terkandung di dalam umpan yang menempel pada permukaan membran. Scaling merupakan
endapan yang terbentuk akibat endapan kalsium karbonat, barium sulfat, kalsium sulfat,
strontium sulfat dankalsium floride. Apabila scaling di membrane tidak ditangani dengan
baik, maka scaling dapat menggagu proses pemisahan dan mengurangi umur membran.
Untuk mengatasi scaling di membran, user biasanya menginjeksikan antiscaling dengan
konsentrasi yang telah ditetapkan oleh vendor. Namun pada kenyataan di lapangan,
konsentrasi yang diinjeksikan tidak sesuai dengan bahan baku air laut yang ada. Hal ini
menyebabkan membran sering mengalami pembersihan dan penggantian.

1.2 Kebutuhan (Need)


Kebutuhan yang diinginkan adalah :
a. Diinginkan agar proses scaling dapat diminimalkan.
b. Diinginkan agar periode penggantian membran dapat lebih lama.
c. Dinginkan agar periode pembersihan dapat lebih lama.

1.3 Idea
Ide-ide yang dapat dilakukan untuk mengurangi proses scaling pada membran adalah
:
a. Mengganti anti-scaling yang ada dengan anti-scaling yang jenis lain.
b. Mengatur dosis anti-scaling dengan jenis yang sama.

1.4 Less Objective Criteria


Weighting Calculator Patent
Criteria Factor Application Application
Membrane durability 0,35 7 2
Production cost 0,35 8 3
Difficulty of
application 0,05 8 9
Membrane
productivity 0,25 8 3
Total 1 7,65 2,95

Tanpa Kalkulator
Criteria Probability Sequence Risk Level
Regulation
acceptability 0,2 0,5 0,1
Operator ability 0,2 0,7 0,14
Chemical hazard 0,3 0,8 0,24
Membrane failure 0,5 0,8 0,4

Dengan Kalkulator
Criteria Probability Sequence Risk Level
Regulation
acceptability 0,1 0,3 0,03
Operator ability 0,3 0,7 0,21
Chemical hazard 0,2 0,5 0,1
Membrane failure 0,1 0,8 0,08
II. ANALISIS CHEMICAL DOSING PERFORMANCE

Penentuan potensi terjadinya scaling dapat membantu menunjukkan tindakan apa saja
yang harus dilakukan untuk mencegah potensi tersebut menjadi kenyataan. Metode analitis
dengan menggunakan saturation index (LSI dan SDSI), analisis tingkat kejenuhan masing –
masing senyawa sepertiCaCO3,CaSO4 dan SiO2 dapat memberikan gambaran gangguan apa
saja yang dapat terjadi pada membran reverse osmosis.

Langelier Saturation Index (LSI)


LSI adalah sebuah parameter untuk menunjukkan potensi scaling dari brackish water
berdasarkan pada level of saturation dari CaCO3. LSI merupakan parameter penting dalam
pengolahan air menggunakan reverse osmosis yang dapat memberikan indikasi apakah di
membran terbentuk scaling CaCO3. Nilai LSI yang negatif berarti tidak terdapat potensi
pembentukan scaling pada membran namun LSI yang negatif ini menunjukkan bahwa cairan
bersifat korosif. Nilai LSI yang positif menunjukkan bahwa terdapat potensi terjadinya
pembentukan scaling CaCO3 dan ini harus segera ditangani dengan chemical injection
dengan konsentrasi tertentu. Nilai LSI yang direkomendasikan agar tidak terjadi scaling
adalah -0,2. LSI dapat dihitung dengan persamaan berikut :
LSI = pHconcentrate − pHsaturation

Stiff and Davis Saturation Index (SDSI)


SDSI memiliki kemiripan dengan LSI, yaitu metode yang digunakan untuk
menunjukkan terdapat atau tidaknya potensi scaling pada membrane reverse osmosis.
Perbedaan mendasar antara SDSI dan LSI adalah pada nilai TDS. LSI digunakan untuk air
dengan TDS kurang dari 10.000 ppm sedangkan SDSI digunakan untuk air dengan TDS lebih
dari 10.000 ppm. Selain itu, pada SDSI, kenaikan ionic strength sangat diperhitungkan. Jika
nilai ionic strength meningkat, maka kelarutan dari ion – ion tersebut juga akan meningkat.
Kelarutan dari garam yang meningkat akibat dari tingginya nilai TDS dan ionic strength
dapat dijelaskan dengan teori kerapatan populasi ion. Jika semakin rapat, maka pembentukan
endapan (presipitasi) terhambat. Pada umumnya air laut memiliki TDS di atas 35.000 ppm
atau sekitar 40.000 ppm.
Penentuan Dosis dalam Injeksi Asam
Kebanyakan sumber air baik itu air laut ataupun air sungai mayoritas mengandung
CaCO3 sebagai major komponennya. Untuk mengurangi potensi scaling oleh CaCO3 di dalam
membran, injeksi asam menjadi solusi yang tepat. Solusi ini didasarkan pada reaksi kimia
berikut.
Ca2+ + HCO3- ↔ H+ + CaCO3
Dari reaksi di atas, bisa dilihat bahwa injeksi asam akan meningkatkan konsentrasi ion H+ di
dalam air umpan. Jika jumlah ion H+ bertambah, maka kesetimbangan akan bergeser ke kiri
yang artinya CaCO3 di dalam air umpan berwujud ion Ca2+ dan HCO3-.

Penentuan Dosis Anti-Scalant


Anti – scalant berfungsi sebagai “penunda” terjadinya scaling. Dengan kata lain, anti
– scalant memperpanjang jarak waktu hingga terjadinya scaling di membran sehingga
pencucian kimia tidak dilakukan terlalu sering. Istilah untuk menggambarkan waktu hingga
membran mengalami scaling adalah induced time. Induced time akan sangat tergantung pada
dosis anti-scalant yang diberikan terhadap keberadaan scalant dengan konsentrasi tertentu.
Ada tiga jenis anti-scalant yang saat ini umum digunakan di industri, yaitu SHMP
(Sodium Hexa Meta Phosphate), organophosphonate (seperti HEDP atau hydroxy-
ethylidenediphosphonate, AMP atau amino-tris-methylenephosphonate, dan STPP atau
sodium tri-polyphosphate), dan polyacrylic acid. Polyacrylic acid digunakan sebagai anti-
scalant jika di dalam mebran RO terdapat potensi scaling oleh SiO2. SHMP menjadi anti-
scalant yang kurang disukai diantara ketiganya karena SHMP tidak stabil dan dapat
memunculkan masalah baru yaitu terbentuknya endapan calcium phosphate yang juga dapat
menyebabkan scaling. Organophosphonate menjadi anti-scalant yang paling disukai saat ini.
Senyawa ini lebih efektif mengatasi scaling dari SHMP. Senyawa ini berfungsi sebagai anti-
foulant untuk besi dan aluminium yang tidak larut untuk tetap berada dalam larutan.

Klorinasi
Klorinasi digunakan untuk mengendalikan jumlah mikroorganisme dalam proses
pengolahan air baik air untuk keperluan proses maupun untuk pengolahan limbah.
Efektivitas klorin dalam mengendalikan jumlah mikroorganisme tergantung pada konsentrasi
klorin yang digunakan, waktu paparan, dan pH air. Di dalam industri, scaling di peralatan
proses dicegah dengan mempertahankan konsentrasi residual klorin di sepanjang proses pada
konsentrasi 0,5 – 1 ppm atau lebih tinggi. Pada kondisi pH tinggi (basa), daya rusak klorin
lebih tinggi daripada pada kondisi netral atau asam (pH < 7). Klorin ini dapat bereaksi dengan
logam transisi atau besi yang ada di air laut atau di permukaan membran. Logam ini dapat
mendorong terjadinya degradasi membran. Karena resiko oksidasi oleh logam dan klorin
inilah maka keberadaan klorin di dalam membran sangat tidak direkomendasikan.Oleh
karena itu, kondisi basa dan suhu tinggi sangat tidak dianjurkan pada aplikasi membran
reverse osmosis dalam pengolahan air karena dapat mendegradasi membran.
Reaksi pada saat terjadi klorinasi adalah sebagai berikut :
Cl2 + H2O → HOCl + HCl

NaOCl + H2O → HOCl + NaOH

Ca(OCl)2 + 2 H2O → 2 HOCl + Ca(OH)2

Hypochlorous acid (HOCL) di dalam air terdisosiasi menjadi ion hidrogen dan ion
hypoclorite. Jumlah dari Cl2, NaOCl, Ca(OCl)2, HOCl, dan OCl- merupakan free available
chlorine (FAC) or free residual chlorine (FRC).

Deklorinasi
Ketika membran reverse osmosis digunakan dalam proses pengolahan air, deklorinasi
dilakukan untuk mencegah terjadinya oksidasi membran. Degradasi membran dapat terjadi
setelah 200 – 1.000 jam paparan oleh 1 ppm free chlorine. Salah satu upaya deklorinasi yang
dilakukan adalah penambahan SMBS (Sodium Metabisulfite). Ketika dilarutkan dalam air
SMBS akan membentuk SBS atau Sodium Bisulfite. SBS akan mereduksi hypochlorous acid
(HOCl). Reaksi lengkap proses deklorinasi adalah sebagai berikut.
Na2S2O5 + H2O → 2 NaHSO3

2NaHSO3 + 2HOCl → H2SO4 + 2HCl + Na2SO4

Secara teori, untuk mereduksi 1 ppm klorin, dibutuhkan 1,34 ppm SMBS. Namun
kenyataannya, SMBS yang digunakan sekitar dua kali dari kebutuhan teoretis yaitu sekitar 3
ppm. Hal ini untuk mengatasi kemungkin adanya senyawa HOBR dan mencegah sebagian
scaling yang mungkin terjadi.

Oxidation Reduction Parameter (ORP)


Klorinasi pada tahap awal pengolahan air laut di sistem desal RO bertujuan untuk
membunuh bakteri dan mikroba yang mungkin tumbuh di peralatan proses. Senyawa yang
digunakan merupakan NaOCl dengan injeksi secara kontinyu pada konsentrasi 1 ppm.
Setelah klorinasi dilakukan, maka deklorinasi menjadi proses berikutnya. Salah satu
parameter untuk mengetahui apakah proses deklorinasi berjalan efektif atau tidak adalah
dengan melihat ORP atau Oxidative Reductive Parameter. Deklorinasi yang efisien
memberikan hasil ORP pada kisaran 175 – 200 mV. Pada saat klorinasi dilakukan, umumnya
ORP di larutan berada pada kisaran 650 – 700 mV atau lebih untuk menjamin bakteri dan
mikroorganisme mati. Namun yang perlu dicatat adalah bahwa hasil pembacaan parameter
ORP tidak bisa dihubungkan secara langsung dengan kadar klorin jika pH tidak pada nilai
yang tetap.

III. ALGORITMA PERHITUNGAN CHEMICAL DOSING

SDSI dapat dihitung dengan algoritma berikut ini :


1. Menghitung ionic strength yang terdapat pada larutan umpan SWRO dan ionic
strength apda concentrate SWRO.

1 c 1
If = 2 ∑ mi zi2 i
mi = 1000MW Ic = If 1−Y
i

Dengan :
If : ionic strength di umpan SWRO
Ic : ionic strength di concentrate SWRO
mi : konsentrasi molal ion i, mol/kg
zi : muatan ion i
MWi : berat molekul ion i
Y : persen recovery SWRO (dalam desimal)

2. Menghitung konsentrasi CaCO3 di concentrate SWRO.


1
Caconcentrate = Cafeed
1−Y
Dengan :
Caconcentrate : konsentrasi CaCO3 di concentrate SWRO, mg/L
Cafeed : konsentrasi CaCO3 di feed SWRO, mg/L

3. Menghitung nilai TDS di concentrate SWRO.


1
TDSconcentrate = TDSfeed
1−Y
Dengan :
TDSconcentrate : nilai TDS di concentrate, mg/L
TDSfeed : nilai TDS di feed, mg/L

4. Menghitung nilai alkalinity di concentrate SWRO


1
Alk concentrate = Alk feed
1−Y
Dengan :
Alkconcentrate : total alkalinity di concentrate SWRO, mg/L
Alkfeed : total alkalinity di feed SWRO, mg/L

5. Menghitung nilai pCa sebagai fungsi Caconcentrate, pAlk sebagai fungsi Alkconcentrate, dan
“K” sebagai fungsi dari konsentrasi ionic strength. Grafik di bawah ini beserta
persaman yang ada dapat digunakan.

pCa sebagai fungsi Calcium concentrate

5,5
5 y = -0,428ln(x) + 4,9899
4,5 R² = 0,9991
4 pCa sebagai fungsi
3,5 Calcium concentration
pCa

3
2,5 Log. (pCa sebagai
2 fungsi Calcium
1,5 concentration)
1
0,5
0 2000 4000 6000 8000 10000
Calcium Concentration, mg/L

Sumber : Dow Chemical


pAlk sebagai fungsi Alk
5
4,5
4 y = -0,422ln(x) + 4,6614
3,5 R² = 0,999
3
pAlk

2,5 pAlk sebagai fungsi Alk


2
1,5 Log. (pAlk sebagai
1 fungsi Alk)
0,5
0
0 2000 4000 6000 8000 10000
Alkalinity, ppm

Sumber : Dow Chemical

"K" sebagai fungsi Ionic Strength


3,5
y = 3,2414x0,0805
R² = 0,9629
3

"K" sebagai fungsi


"K"

2,5
Ionic Strength
Power ("K" sebagai
2
fungsi Ionic Strength)

1,5
0 0,5 1 1,5 2 2,5
Ionic strength

Sumber : Dow Chemical

6. Setelah nilai dari tiga variable di atas diperoleh, maka nilai pHsaturation dapat
diketahui.
pHs = pCa + pAlk + "K"
7. Nilai pH concentrate dapat dihitung dengan tahapan sebagai berikut :
a. Konsentrasi CO2 di feed SWRO dihitung terlebih dahulu dengan menggunakan
nilai pH umpan dan total alkalinity di umpan. Grafik di bawah dapat digunakan
untuk mencari nilai CO2 di feed SWRO.
b. Konsentrasi CO2 di concentrate diasumsikan sama dengan CO2 di feed SWRO.
c. pH concentrate SWRO dapat dicari dengan menggunakan nilai
(Alkconcentrate/CO2concentrate) dan persamaan yang ada pada grafik di bawah ini.

Hubungan pH dengan (Alkalinity/CO2 concentration)


9
8,5 y = 6,2503x0,0642
8 R² = 0,995
7,5
7 Hubungan pH dengan
alkalinity/CO2 conc
pH

6,5
6
5,5 Power (Hubungan pH
5 dengan
4,5 alkalinity/CO2 conc)
4
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
Alkalinity/CO2 concentration

Sumber : Dow Chemical

8. Nilai SDSI merupakan hasil pengurangan dari pH di concentrate SWRO dikurangi


dengan pH saturation. Jika nilai SDSI bernilai positif maka perlu dilkukan chemical
dosing.
Chemical dosing dapat dilakukan dengan menggunakan senyawa kimia tertentu. Yang
paling umum digunakan adalah asam kuat yaitu asam sulfat dan asam klorida. Asam sulfat
lebih disukai daripada asam klorida dengan pertimbangan bahwa asam sulfat lebih murah dan
tidak mudah terbentuk fume yang dapat menyebabkan karat pada peralatan proses. Penentuan
konsentrasi asam sulfat yang tepat untuk diinjeksikan dapat dilakukan dengan mengikuti
algoritma perhitungan sebagai berikut :
1. Asumsikan saja setelah penambahan asam sulfat, pH feed berada pada pH 7 (nilai pH
ini yang nanti akan di trial untuk mengejar nilai SDSi sebesar -0,2). Setelah itu
dengan menggunakan grafik hubungan pH dengan (Alkalinity/CO2 concentration) dan
persamaan yang ada pada grafik tersebut, dapat diperoleh nilai (Alkacid/CO2acid).
Setelah itu konsentrasi asam sulfat dapat dicari.
Alk acid Alk feed − 1.02x
=
CO2acid CO2feed + 0.90x

x : konsentrasi asam yang diinjeksikan, mg/L


2. Setelah nilai x diketahui, maka Alkacid dan CO2acid dapat dihitung. Kemudian tentukan
nilai pCa, pAlk, dan “K” seperti prosedur sebelumnya dari grafik.
3. Selanjutnya, hitung pH saturation yang baru dengan persamaan berikut.
pHs = pCa + pAlk + K
SDSI yang baru dapat dihitung dengan cara yang sama yaitu :
SDSI = pHconcentrate − pHsaturation

START

%Recovery RO, Kondisi umpan


(Total alkalinity, pH, TDS, kandungan
ion, temperatur, konsentrasi CaCO3)

Hitung Ionic strength di umpan


Hitung hasil di Concentrate (Total alkalinity,
TDS, konsentrasi CaCO3, Ionic strength)

Hitung parameter lain di concentrate


(pCa, pAlk, K)

- Hitung pHs
- Hitung konsentrasi CO2 di umpan dan
concentrate
- Hitung pH concentrate
YES
- Hitung SDSI

END

SDSI < 0 NO

START
Hitung Konsentrasi
Asam Sulfat

Tebak nilai pH
setelah injeksi
Hitung Alkacid/CO2
Hitung konsentrasi asam

Hitung Alkalinity & konsentrasi COdi umpan


setelah injeksi
Hitung Alkalinity & konsentrasi COdi
concentrate

Hitung parameter lain di concentrate


(pCa, pAlk, K)

- Hitung pHs
- Hitung konsentrasi CO2 di umpan
concentrate
- Hitung pH concentrate
- Hitung SDSI baru
YES

Penentuan Potensi Scaling dari CaSO4 SDSI < 0 NO

Kalsium sulfat atau yang dikenal dengan calcite merupakan salah satu kontributor
utama dalam terjadinya scaling. Senyawa ini memiliki kelarutan yang rendah karena diikat
oleh ion Ca yang mudah mengendap. Penentuan potensi scaling dari seyawa ini akan
melibatkan ionic strength dan konstanta hasil kali kelarutan (Ksp). Dengan menggunakan
nilai ionic strength feed yang diperoleh pada perhitungan SDSI, maka dpat diperoleh nilai
END
Ksp dari grafik di bawah ini. Setelah itu nilai Ksp ini akan dibandingkan dengan IPC (Ion
Product) dari CaSO4.Potensi scaling dari CaSO4 dinyatakan berpotensi jika nilai dari IPC >
0,8Ksp.
Ksp vs Ionic strength
0,003
y = -0,0003x2 + 0,002x + 8E-05
0,0025 R² = 0,9998

0,002
Ksp vs Ionic strength
Ksp

0,0015

0,001 Poly. (Ksp vs Ionic


strength)
0,0005

0
0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4 1,6 1,8 2
Ionic Strength

Sumber : Dow Chemical

Penentuan Potensi Scaling dari SiO2

SiO2 sebagai senyawa yang dapat dipandang sebagai scalant atau foulant jumlahnya
tidak banyak di dalam air laut umpan. Namun tidak jarang, kegagalan dari membran RO
terjadi akibat keberadaan senyawa ini. Kelarutan dari SiO2 sangat dipengaruhi oleh pH dan
suhu. Algoritma perhitungan untuk menentukan potensi scaling dari SiO2 adalah :
1. Menentukan konsentrasi silika di konsentrat SWRO.
1
SiO2concentrate = SiO2feed
1−Y
2. pH di concentrate SWRO dihitung sama dengan prosedur yang ada di perhitungan
SDSI.
3. Dengan grafik di bawah ini, kelarutan SiO2 sebagai fungsi temperatur dapat dihitung.
Diasumsikan bahwa temperatur umpan sama degna temperature concentrate.
Kelarutan SiO2 sebagai fungsi Temperatur
150
140
y = 2x + 75
130
R² = 1
120
Kelarutan

110 SiO2 solubiltiy as f(T)


100
90 Linear (SiO2 solubiltiy
80 as f(T))
70
60
0 5 10 15 20 25 30 35 40
Temperatur, oC

Sumber : Dow Chemical

4. Dari nilai pH di concentrate SWRO, dapat dihitung nilai dari faktor koreksi pH
dengan grafik di bawah ini.

Faktor Koreksi sebagai Fungsi pH


4
y = 0,0444x3 - 0,7619x2 + 4,1365x -
3,5 5,9238
3 R² = 0,9977
Faktor Koreksi

2,5
2 pH vs correction factor

1,5
Poly. (pH vs correction
1
factor)
0,5
0
4 5 6 7 8 9 10
Axis Title

Sumber : Dow Chemical

Bandingkan nilai dari kelarutan SiO2 di concentrate SWRO dengan hasil kali faktor koreksi
pH dengan kelarutan SiO2 pada suhu umpan. Jika kelarutan SiO2 di concentrate SWRO lebih
kecil, maka tidak terjadi gangguan pada membran. Jika sebaliknya, maka diperlukan
chemical dosing.
START

%Recovery RO, Kondisi umpan


(Total alkalinity, TDS, kandungan ion,
pH, temperatur, konsentrasi SiO2)

Hitung konsentrasi CO2 di umpan


Hitung hasil di Concentrate (Total alkalinity,
TDS, konsentrasi CO2dan SiO2)
SiO2 correction > SiO2concentrate

YES

NO
Hitung dosis
Polyacrylic acid
END

Penentuan Dosis Anti-scalant dan Induced time

Grafik berikut menunjukkan hubungan rasio kejenuhan dengan dosis anti-scalant


yang diperlukan. Grafik berikut memilih HEDP (hydroxy-ethylene-diphosphonic acid)
sebagai anti-scalant.
Hubungan Saturation Ratio dan Dosis HEDP (Anti-Scalant)
140

120
y = 4E-05x3 - 0,0042x2 + 0,3876x + 1,6637
R² = 0,9986
100
Dosage, mg/L

80
Saturation Ratio vs
Phosphonate Dosage
60
Poly. (Saturation Ratio vs
40 Phosphonate Dosage)

20

0
0 50 100 150 200
Saturation Ratio

Sumber : AWWA Membrane Technology Conference, 2011

Hubungan antara Induced Time dengan Dosis HEDP (anti-Scalant)


162000
y = 25415x3 - 54071x2 + 37973x - 2064,3
144000
R² = 0,9978
126000
108000
Induced time, detik

Induction Time versus


90000 HEDP 100% Dosage
72000
54000 Poly. (Induction Time
versus HEDP 100%
36000 Dosage)
18000
0
0 0,5 1 1,5 2 2,5
-18000
Saturation Ratio

Sumber : AWWA Membrane Technology Conference, 2011

Saturation ratio dihitung dengan menggunakan nilai Ksp yang diperoleh di perhitungan
sebelumnya dan dengan menggunakan persamaan berikut :
[Ca2+ ][SO2−
4 ]
Saturation Ratio =
Ksp
START

%Recovery RO, kandungan ion


di air laut umpan

Hitung Ionic strength di umpan &


concentrate
Hitung Ion Product CaSO4 dan Ksp
YES

Penentuan Dosis SMBS

ORP, mV HOCl, ppm


0.01 0.01
400 0.01
500 0.01
600 0.046
700 0.24
Sumber : Aquarius Technologies Pty. Ltd.

Tabel di atas menampilkan hubungan data ORP dan konsentrasi HOCL pada pH 7.
Data di tabel tersebut diplottingkan dan diperoleh grafik seperti di bawah ini. Persamaan yang
diperleh dari grafik di bawah ini tepat untuk ORP di kisaran 0 – 500 mV.

ORP vs HOCL in ppm


0,3
y = 0,0051e0,0037x
0,25 R² = 0,4903

0,2
ORP vs HOCL in ppm
0,15
Expon. (ORP vs HOCL
0,1 in ppm)

0,05

0
0 200 400 600 800

Untuk data ORP dari 500 – 700 mV, plotting grafik di bawah ini dan persamaan yang
diperoleh menunjukkan hasil yang lebih cocok (trend nya lebih tepat) daripada grafik di atas.
ORP vs HOCl in ppm
0,3

0,25 y = 3E-06e0,0159x
R² = 0,9995
0,2
ORP vs HOCl in ppm
0,15
Expon. (ORP vs HOCl in
0,1 ppm)

0,05

0
500 550 600 650 700

Penentuan konsentrasi SMBS yang diinjeksikan untuk proses deklorinasi dapat


dilakukan dengan mengacu pada reaksi yang terjadi. Jumlah HOCl yang ada di dalam umpan
SWRO sesuai dengan hasil rekasi klorinasi menggunakan NaOCl 1 ppm. Khusus untuk sisa
HOCl yang boleh ada di dalam umpan masuk SWRO, karena nilai ORP harus di kisaran 175
– 200 mV, maka konsentrasi HOCl yang diijinkan adalah sekitar 0.03 mg/L. Berikut
algoritma berpikirnya.
1. Dengan NaOCl sebanyak 1 ppm dan flowrate air laut yang diklorinasi 47 m3/jam,
maka dapat diperoleh mol HOCl nya dengan perbandingan koefisien pereaksi.
2. Karena koefisien dari SBS dan HOCl pada reaksi deklorinasi sama, maka mol
SBS sama dengan mol HOCl.
3. Mol SMBS sama dengan 0,5 kali dari mol SBS. Dari sini bisa diperoleh
konsentrasi dari SMBS yang harus dimasukkan dengan dibagi oleh flowrate
umpan SWRO. Di dalam praktek, biasanya dosis SMBS yang diinjeksikan sebesar
dua kali dari kebutuhan teoretis.
Jika dosis atau konsentrasi SMBS yang diinjeksikan berada di atas desain maka, desain bisa
dibilang salah. Namun jika konsentrasi mendekati dosis SMBS desain 3 ppm, maka desain
dan realita sudah memiliki kesesuaian.

START
IV. COST ESTIMATION
Harga H2SO4 = Rp 6.400,-/L
Harga NaOH = Rp 3,-/g
Harga SMBS = Rp 3.000,-/kg
Harga HEDP = Rp 25.000,-/kg
Harga 1 membran = Rp 7.000.000,-

Perhitungan tanpa kalkulator


1. CHEMICAL CLEANING
a. Asam Sulfat (H2SO4)
pH H2SO4 =1
Flowrate H2SO4 = 60 m3/jam = 60000 L/jam
BM H2SO4 = 98 g/gmol
Densitas H2SO4 = 1,84x103 g/L

Dengan pH 1 maka diperoleh konsentrasi H2SO4 sebagai berikut:


pH = -log [H+] sehingga [H+] = 10-1
H2SO4 2H+ + SO42-
5x10-2 10-1 10-1
Jadi konsentrasi H2SO4 = 5x10-2 gmol/L

Dengan flowrate H2SO4 60000 L/jam, diperoleh laju alir molar H2SO4
5x10-2 mol/L x 60000 L/jam = 3000 gmol/jam

Dengan BM H2SO4 98 g/gmol, diperoleh laju alir massa H2SO4


98 g/gmol x 3000 mol/jam = 294000 g/jam

Dengan densitas H2SO4 1,84x103 g/L, diperoleh volume H2SO4 yang diperlukan
294000 𝑔/𝑗𝑎𝑚
= 159,7826 L/jam
1840 𝑔/𝐿

Dengan waktu cleaning 12 jam/bulan, maka


Biaya cleaning = 159,7826 L/jam x Rp 6400,-/L x 12 jam/bulan x 12 bulan/tahun
(H2SO4) = Rp 147.255.652,-
b. Natrium Hidroksida (NaOH)
pH NaOH = 12
Flowrate NaOH = 60 m3/jam = 60000 L/jam
BM NaOH = 40 g/gmol

Dengan pH 12 maka diperoleh konsentrasi NaOH sebagai berikut:


pOH = -log [OH-] sehingga [OH-] = 10-2
NaOH Na+ + OH-
10-2 10-2 10-2
Jadi konsentrasi NaOH = 10-2 gmol/L

Dengan flowrate NaOH 60000 L/jam, diperoleh laju alir molar NaOH
10-2 mol/L x 60000 L/jam = 600 gmol/jam

Dengan BM NaOH 40 g/gmol, diperoleh massa NaOH yang diperlukan


40 g/gmol x 600 mol/jam = 24000 g/jam

Dengan waktu cleaning 12 jam/bulan, maka


Biaya cleaning = 24000 g/jam x Rp 3,-/g x 12 jam/bulan x 12 bulan/tahun
(NaOH) = Rp 10.368.000,-

Total biaya chemical cleaning = Rp 147.255.652,- + Rp 10.368.000,-


= Rp 157.623.652,-

2. ANTI SCALING
a. Asam Sulfat (H2SO4)
Dosis H2SO4 yang diperlukan = 24 ppm = 0,024 g/L
Flowrate air = 140 m3/jam = 140000 L/jam
Densitas H2SO4 = 1840 g/L
Lama Injeksi = 7920 jam

Massa H2SO4 yang diperlukan = 0,024 g/L x 140000 L/jam = 3360 g/jam
Dengan densitas H2SO4 1,84x103 g/L, diperoleh volume H2SO4 yang diperlukan 1,826087
L/jam
Biaya dosis H2SO4 = 1,826087 L/jam x 7920 jam x Rp 6.400,-/L
= Rp 92.560.696,-

b. Sodium Metabisulfite (SMBS)


Dosis yang diperlukan = 3 ppm = 0,003 g/L
Flowrate air = 140000 L/jam
Lama Injeksi = 7920 jam

Massa SMBS yang diperlukan = 0,003 g/L x 140000 L/jam = 420 g/jam
Biaya dosis SMBS = 420 g/jam x 7920 jam x Rp 3.000,-/L
= Rp 9.979.200,-

c. Hydroxyethane Diphosphoric (HEDP)


Dosis yang diperlukan = 2,4 ppm = 0,0024 g/L
Flowrate air = 140000 L/jam
Lama Injeksi = 7920 jam

Massa HEDP yang diperlukan = 0,0024 g/L x 140000 L/jam = 336 g/jam

Biaya dosis HEDP = 336 g/jam x 7920 jam x Rp 25.000,-/L


= Rp 66.528.000,-

Total biaya anti scaling = Rp 92.560.696,- + Rp 9.979.200,- + Rp 66.528.000,-


= Rp 169.067.896,-

3. MEMBRANE
Setiap 3 tahun perusahaan membeli 105 selongsong membran baru, sehingga biaya yang
dikeluarkan 105 x Rp 7.000.000,- = Rp 735.000.000,-

Tanpa kalkulasi dosis, jumlah membran yang rusak diasumsikan 35 membran/tahun,


sehingga biaya penggantian membran per tahun = 35 x Rp 7.000.000,- = Rp 245.000.000,-

Membran yang harus diganti dalam 3 tahun sampai penggantian total seluruh membran
adalah pada akhir tahun pertama dan kedua, sehingga total biaya penggantian membran 2
x Rp 245.000.000,- = Rp 490.000.000,-

Jadi biaya yang dikeluarkan untuk membran dalam 3 tahun


= Rp 735.000.000,- + Rp 490.000.000,-
= Rp 1.225.000.000,-
dan biaya rata-rata per tahun = Rp 1.225.000.000,- / 3 = Rp 408.333.333,-

Jadi, total biaya yang dikeluarkan untuk chemical cleaning, anti scaling dan membran tanpa
menggunakan kalkulator dosis sebesar
Rp 157.623.652,- + Rp 169.067.896,- + Rp 408.333.333,- = Rp 735.024.881,-

Perhitungan dengan kalkulator


1. CHEMICAL CLEANING
a. Asam Sulfat (H2SO4)
pH H2SO4 =1
Flowrate H2SO4 = 60 m3/jam = 60000 L/jam
BM H2SO4 = 98 g/gmol
Densitas H2SO4 = 1,84x103 g/L

Dengan pH 1 maka diperoleh konsentrasi H2SO4 sebagai berikut:


pH = -log [H+] sehingga [H+] = 10-1
H2SO4 2H+ + SO42-
5x10-2 10-1 10-1
Jadi konsentrasi H2SO4 = 5x10-2 gmol/L

Dengan flowrate H2SO4 60000 L/jam, diperoleh laju alir molar H2SO4
5x10-2 mol/L x 60000 L/jam = 3000 gmol/jam

Dengan BM H2SO4 98 g/gmol, diperoleh laju alir massa H2SO4


98 g/gmol x 3000 mol/jam = 294000 g/jam

Dengan densitas H2SO4 1,84x103 g/L, diperoleh volume H2SO4 yang diperlukan
294000 𝑔/𝑗𝑎𝑚
= 159,7826 L/jam
1840 𝑔/𝐿

Dengan waktu cleaning 12 jam/3bulan, maka


Biaya cleaning = 159,7826 L/jam x Rp 6400,-/L x 12 jam/3bulan x 12 bulan/tahun
(H2SO4) = Rp 49.085.217,-

b. Natrium Hidroksida (NaOH)


pH NaOH = 12
Flowrate NaOH = 60 m3/jam = 60000 L/jam
BM NaOH = 40 g/gmol

Dengan pH 12 maka diperoleh konsentrasi NaOH sebagai berikut:


pOH = -log [OH-] sehingga [OH-] = 10-2
NaOH Na+ + OH-
10-2 10-2 10-2
Jadi konsentrasi NaOH = 10-2 gmol/L

Dengan flowrate NaOH 60000 L/jam, diperoleh laju alir molar NaOH
10-2 mol/L x 60000 L/jam = 600 gmol/jam

Dengan BM NaOH 40 g/gmol, diperoleh massa NaOH yang diperlukan


40 g/gmol x 600 mol/jam = 24000 g/jam

Dengan waktu cleaning 12 jam/3bulan, maka


Biaya cleaning = 24000 g/jam x Rp 3,-/g x 12 jam/3bulan x 12 bulan/tahun
(NaOH) = Rp 3.456.000,-

Total biaya chemical cleaning = Rp 49.085.217,- + Rp 3.456.000,-


= Rp 52.541.217,-

2. ANTI SCALING
a. Asam Sulfat (H2SO4)
Dosis H2SO4 yang diperlukan = 45,92 ppm = 0,04592 g/L
Flowrate air = 140 m3/jam = 140000 L/jam
Densitas H2SO4 = 1840 g/L
Lama Injeksi = 7920 jam

Massa H2SO4 yang diperlukan = 0,04592 g/L x 140000 L/jam = 6428,67703 g/jam
Dengan densitas H2SO4 1,84x103 g/L, diperoleh volume H2SO4 yang diperlukan 3,4938
L/jam

Biaya dosis H2SO4 = 3,4938 L/jam x 7920 jam x Rp 6.400,-/L


= Rp 177.096.077,-

b. Sodium Metabisulfite (SMBS)


Dosis yang diperlukan = 1,2 ppm = 0,0012 g/L
Flowrate air = 140000 L/jam
Lama Injeksi = 7920 jam

Massa SMBS yang diperlukan = 0,0012 g/L x 140000 L/jam = 171,1625 g/jam
Biaya dosis SMBS = 171,1625 g/jam x 7920 jam x Rp 3.000,-/L
= Rp 4.066.822,-

c. Hydroxyethane Diphosphoric (HEDP)


Dosis yang diperlukan = 2,25 ppm = 0,0025 g/L
Flowrate air = 140000 L/jam
Lama Injeksi = 7920 jam

Massa HEDP yang diperlukan = 0,0025 g/L x 140000 L/jam = 314,4802 g/jam

Biaya dosis HEDP = 314,4802 g/jam x 7920 jam x Rp 25.000,-/L


= Rp 62.267.071,-

Total biaya anti scaling = Rp 177.096.077,- + Rp 4.066.822,- + Rp 62.267.071,-


= Rp 243.429.970,-
3. MEMBRANE
Setiap 3 tahun perusahaan membeli 105 selongsong membran baru, sehingga biaya yang
dikeluarkan 105 x Rp 7.000.000,- = Rp 735.000.000,-

Dengan kalkulasi dosis, diasumsikan tidak ada membran yang harus diganti tiap tahun,
sehingga penggantian membran dilakukan 3 tahun sekali.

Jadi biaya yang dikeluarkan untuk membran dalam 3 tahun = Rp 735.000.000,-


dan biaya rata-rata per tahun = Rp 735.000.000,- / 3 = Rp 245.000.000,-

Jadi, total biaya yang dikeluarkan untuk chemical cleaning, anti scaling dan membrane
menggunakan kalkulator dosis sebesar
Rp 52.541.217,- + Rp 243.429.970,- + Rp 245.000.000,- = Rp 540.971.187,-

Dari perhitungan ekonomi di atas dapat diketahui selisih biaya yang dikeluarkan
= Rp 735.024.881 - Rp 540.971.187
= Rp 194.053.694,-

Jadi dengan menggunakan kalkulator dosis, perusahaan dapat menghemat biaya hingga
Rp 194.053.694,-

Anda mungkin juga menyukai