Anda di halaman 1dari 8

1.

wawancara dan kousioner

a. Wawancara

Sebagai alat penilaian, wawancara dapat digunakan untuk menilai hasil dan proses belajar.
Kelebihan wawancara ialah bisa kontak langsung dengan siswa sehingga dapat mengungkapkan
jawaban secara lebih bebas dan mendalam. Lebih dari itu, hubungan dapat dibina lebih baik
sehingga siswa bebas mengemukakan pendapatnya. Wawancara bisa direkam sehingga jawaban
siswa bisa dicatat secara lengkap. Melalui wawancara, data bisa diperoleh dalam bentuk kualitatif
dan kuantitatif. Pertanyaan

yang tidak jelas dapat diulang dan dijelaskan lagi. Sebaliknya, jawaban yang belum jelas bisa diminta
lagi dengan lebih terarah dan lebih bermakna asal tidak mempengaruhi atau mengarahkan jawaban
siswa.

Ada dua jenis wawancara, yakni wawancara berstruktur dan wawancara bebas (tak berstruktur).
Dalam wawancara berstruktur kemungkinan jawaban telah disiapkan sehingga siswa tinggal
mengategorikannya

kepada alternatif jawaban yang telah dibuat. Keuntungannya ialah mudah diolah dan dianalisis
untuk dibuat kesimpulan. Sedangkan pada wawancara bebas, jawaban tidak perlu disiapkan
sehingga siswa bebas mengemukakan pendapatnya. Keuntungannya ialah informasi lebih padat dan
lengkap sekalipun kita harus bekerja keras dalam menganalisisnya sebab jawabannya bisa beraneka
ragam. Hasil atau jawaban siswa tidak bisa ditafsirkan langsung, tetapi perlu analisis dalam bentuk
kategori dimensi-dimensi jawaban, sesuai dengan aspek yang diungkapkan.

Ada tiga aspek yang harus diperhatikan dalam melaksanakan wawancara, yakni (a) tahap awal
pelaksanaan wawancara (b)penggunaan pertanyaan, dan (C) pencatatan hasil wawancara.
wawancara. Buatlah situasi yang mengungkapkan suasana keakraban sehingga siswa tidak merasa
takut, dan ia terdorong untuk mengemukakan pendapatnya secara bebas dan benar atau jujur.

Setelah kondisi awal cukup baik, barulah diajukan pertanyaan-pertanyaan sesuai dengan tujuan
wawancara. Pertanyaan diajukan secara bertahap dan sistematis berdasarkan rambu-rambu atau
kisi-kisi yang telah, dibuat sebelumnya. Apabila pertanyaan dibuat secara berstruktur, pewawancara
membacakan pertanyaan dan, kalau perlu, alternatif jawabana, nya. SiswaSiswa diminta
mengemukakan pendapatnya, lalu pendapat siswa diesifikasikan ke dalam alternatif jawaban yang
telah ada. Bila wawancera tak berstruktur, baca atau ajukan pertanyaan, lalu siswa diminta men-

jawabnya secara bebas.Tahap terakhir adalah mencatat hasil wawancara. Hasil wawancara
sebaiknya dicatat saat itu juga supaya tidak lupa. Mencatat hasil wawancara berstruktur cukup
mudah sebab tinggal memberikan tanda pada alternatif jawaban, misalnya melingkari salah satu
jawaban yang ada. Sedangkan pada wawancara terbuka kita perlu mencatat pokok-pokok isi
jawaban siswa pada lembaran tersendiri. Yang dicatat adalah jawaban apa adanya dari siswa, jangan
tafsiran pewawancara atau ditambah dan dikurangi.

Mempersiapkan persiapkan wawancara

sebelum melaksanakan wawancara perlu dirancang pedoman wawancara. Pedoman ini disusun
dengan menempuh langkah-langkah sebagai berikut.

a) Tentukan tujuan yang ingin dicapai dari wawancara. Misalnya untuk mengetahui pemahaman
bahan pengajaran (hasil belajar) atau mengetahui pendapat siswa mengenai kemampuan mengajar
yang dilakukan guru (proses belajar-mengajar).
b) Berdasarkan tujuan di atas tentukan aspek-aspek yang akan diungkap dari wawancara tersebut.
Aspek-aspek tersebut dijadikan dasar dalam menyusun materi pertanyaan wawancara. Aspek yang
diungkap diurutkan secara sistematis mulai dari yang sederhana menuju yang kompleks dari yang
khusus menuju yang umum, atau dari yang mudah menuju yang sulit.

c) Tentukan bentuk pertanyaan yang akan digunakan, yakni bentuk berstruktur atau kah bentuk
terbuka. Bisa saja kombinasi dari kedua bentuk tersebut. Misalnya untuk beberapa aspek digunakan
pertanyaan berstruktur, dan untuk beberapa aspek lagi dibuat secara bebas.

d) buatlah pertanyaan wawancara sesuai dengan analisis butir (c) di atas yakni membuat pertanyaan
yang berstruktur dan atau yang bebas. Pertanyaan jangan terlalu banyak, cukup yang pokok-
pokoknya saja.

e) Ada baiknya apabila dibuat pula pedoman mengolah dan menafsirkan hasil wawancara, baik
pedoman untuk wawancara berstruktur maupun untuk wawancara bebas.

Kuesioner

Cara menyusun kuesioner seperti pada tes prestasi belajar, sehingga berlaku langkah langkah yang
telah dijelaskan di muka, yakni dimulai dengan analisis variabel, membuat kisi-kisi, dan menyusun
pertanyaan. Petunjuk yang lebih teknis dalam membuat kuesioner adalah sebagai berikut:

a)Mulai dengan pengantar yang isinya permohonan mengisi kuesioner sambil dijelaskan maksud dan
tujuannya.

b) Jelaskan petunjuk atau cara mengisinya supaya tidak salah. Kalau perlu, diberikan contoh.

c) Mulai dengan pertanyaan untuk mengungkapkan identitas responden. Dalam identitas ini
sebaiknya tidak diminta mengisi nama. Identitas cukup mengungkapkan jenis kelamin, usia,
pendidikan, pekerjaan, pengalaman, dan lain-lain yang ada kaitannya dengan tujuan kusioner.

d) Isi pertanyaan sebaiknya dibuat beberapa kategori atau bagian sesuai dengan variabel yang
diungkapkan sehingga mudah mengolahnya.

e) Rumusan pertanyaan dibuat singkat, tetapi jelas sehingga tidak membingungkan dan salah
mengakibatkan penafsiran.

f) Hubungan antara pertanyaan yang satu dengan pertanyaan lain harus dijaga sehingga tampak
logikanya dalam satu rangkaian yang sistematis. Hindari penggolongan pertanyaan terhadap
indikator atau persoalan yang sama. Usahakan kemungkinan agar jawaban, kalimat, atau
rumusannya tidak lebih panjang daripada pertanyaan.

h) Kuesioner yang terlalu banyak atau terlalu panjang akan melelahkan dan membosankan
responden sehingga pengisiannya tidak objektif lagi.

i) Ada baiknya kuesioner diakhiri dengan tanda tangan si pengisi untuk menjamin keabsahan.

Tujuan penggunaan kuesioner dalam kegiatan pengajaran adalah sebagai berikut:

1. Kuesioner untuk tujuan yang pertama (latar belakang siswa) dan buat dalam bentuk pertanyaan
terbuka ataupun yang berstruktur mengungkapkan antara lain:
a) Identitas siswa seperti jenis kelamin, usia, agama, keadaan fisik, hobi alau kegemaran, dan mata
pelajaran yang disenangi.

b) Latar belakang keluarganya seperti pekerjaan orang tua, pendidikan orang tua, anak keberapa,
besar-kecilnya keluarga, status anak (kandung, tiri, angkat), dan fasilitas belajar di rumah.

c) Latar belakang lingkungan siswa seperti alamat tempat tinggal, status perumahan (kompleks atau
perumahan biasa), suasana religius, aktivitas dalam organisasi kemasyarakatan, pemanfaatan waktu
senggang, dan kelompok bermain.

2. Kuesioner untuk tujuan kedua, yakni hasil dan proses belajar, mengungkapkan beberapa aspek
seperti hasil belajar yang dicapainya, kesulitan belajar, cara belajar, fasilitas belajar, bimbingan yang
diperlukan, motivasi dan minat belajar, sikap terhadap belajar, sikap terhadap mata pelajaran,
pandangan siswa terhadap proses mengajar, dan sikap terhadap guru.

3. Kuesioner untuk tujuan ketiga, yakni untuk keperluan kurikulum dan program pengajaran,
mengungkapkan aspek yang berkenaan dengan luas bahasan, relevansi dan kegunaan bahan
pelajaran, cara menyajikan bahan, tingkat kesulitan bahan, cara guru mengajar, kesinambungan
bahan pelajaran, sistem penilaian atau ujian, buku pelajaran, alat peraga laboratorium atau
praktikum, kegiatan ekstrakurikuler, lama belajar, dan kegiatan siswa.

2. Skala

skala adalah alat untuk mengukur nilai, sikap, minat dan perhatian, dll. hasilnya dalam bentuk
rentangan nilai sesuai dengan kriteria yang ditentukan. Dalam uraian ini hanya akan dijelaskan skala
penilaian (rating scale) dan skala sikap.

b. Skala penilaian

Skala penilaian mengukur penampilan atau perilaku orang lain oleh seseorang melalui pernyataan
perilaku individu pada suatu titik kontinuum atau suatu kategori yang bermakna nilai. Titik atau
kategori diberi nilai rentangan mulai dari yang tertinggi sampai yang terendah. Rentangan ini bisa
dalam bentuk huruf (A, B, CD), angka (4, 3, 2, 1), atau 10, 9, 8, 7, 6, 5. Sedangkan rentangan kategori
bisa tinggi, sedang, rendah, atau baik, sedang, kurang.

Penyusunan skala penilaian hendaknya memperhatikan hal-hal sbb:

a) tentukan tujuan yang akan dicapai dari skala penilaian jelas apa yang seharusnya dinilai.

b) Berdasarkan tujuan tersebut, tentukan aspek atau variabel yang akan diungkap melalui instrumen
ini.

c) Tetapkan bentuk rentangan nilai yang akan digunakan, misalnya nilai angka atau kategori.

d) Buatlah item-item pernyataan yang akan dinilai dalam kalimat yang singkat tetapi bermakna
secara logis dan sistematis.

e) Ada baiknya menetapkan pedoman mengolah dan menafsirkan hasil yang di peroleh dari
penilaian ini.

b. Skala sikap
Skala sikap digunakan untuk mengukur sikap seseorang terhadap objek tertentu. Hasilnya berupa
kategori sikap, yakni mendukung (positif), menolak (negatif), dan netral. Sikap pada hakikatnya
adalah kecenderungan berperilaku pada seseorang. Sikap juga dapat diartikan reaksi seseorang
terhadap suatu stimulus yang datang kepada dirinya.

"Ada tiga komponen sikap, yakni kognisi, afeksi, dan konasi.

Kognisi berkenaan dengan pengetahuan seseorang tentang objek atau stimulus yang dihadapinya.

Afeksi berkenaan dengan perasaan dalam menanggapi objek tersebut, sedangkan

Konasi berkenaan dengan kecenderungan berbuat terhadap objek tersebut.

Oleh sebab itu, sikap selalu bermakna bila dihadapkan kepada objek tertentu, misalnya sikap siswa
terhadap mata pelajaran, sikap mahasiswa terhadap pendidikan politik, atau sikap guru terhadap
profesinya.

Pernyataan sikap, di samping kategori positif dan negatif, harus pula mencerminkan dimensi sikap,
yakni kognisi, afeksi, dan konasi. Berikut ini adalah contoh pernyataan sikap.

1) Saya senang membaca tulisan yang berkenaan dengan bidang studi saya (+, afeksi).

2) Saya merasa sulit menyisihkan waktu untuk melakukan penelitian dalam bidang studi saya (-,
afeksi).

3) Saya berpendapat bahwa bidang studi saya memerlukan bantuan dari ilmu lain (+, kognisi).

4) Saya sering meminta pendapat dari rekan sejawat mengenai kekurangan bidang studi saya (+ ,
konasi).

5) Saya merasa telah cukup menguasai bidang studi yang saya ajarkan (- , afeksi).

Beberapa petunjuk untuk menyusun skala Likert

a) Tentukan objek yang dituju, kemudian tetapkan variabel yang akan diukur dengan skala tersebut.

b) Lakukan analisis variabel tersebut menjadi beberapa subvariabel atau dimensi variabel, lalu
kembangkan indikator setiap dimensi tersebut.

c) Dari setiap indikator di atas, tentukan ruang lingkup pernyataan sikap yang berkenaan dengan
aspek kognisi, afeksi, dan konasi terhadap objek sikap.

d) Susunlah pernyataan untuk masing-masing aspek tersebut dalam dua kategori, yakni pernyataan
positif dan pernyataan negatif, secara seimbang banyaknya.

Contoh subvariabel dari variabel sikap guru terhadap profesinya:

Variabel yang diukur: Sikap terhadap profesi guru

Subvariabel/dimensi:
1. Sikap terhadap diri sendiri

2. Sikap terhadap bidang ilmunya

3. Sikap terhadap profesi pendidikan

4. Sikap terhadap anak didik.

Indikator indikator subvariabel:

1. Sikap terhadap diri sendiri

1.1 Menerima jabatan sebagai guru

1.2 Penampilan diri

1.3 Sadar akan kemampuan dan kelemahan diri

2. Sikap terhadap bidang ilmunya

2.1 Kemauan memperdalam ilmu

2.2 Toleransi terhadap bidang ilmu lain

2.3 Menyenangi bidang ilmunya

3. Sikap terhadap profesi pendidikan

3.1 Paham dan yakin akan pentingnya bidang pendidikan

3.2 Pengabdian terhadap jabatan guru

3.3 Kemauan untuk mengembangkan ilmu pendidikan

3.4 Kemauan untuk meningkatkan tugas profesi guru

4. Sikap terhadap anak didik

4.1 Menyayangi anak didik

4.2 Menyadari adanya perbedaan di antara individu-individu

4.3 Kemauan untuk mengembangkan potensi anak didik

3. observasi

Ada tiga jenis observasi, yakni observasi langsung, observasi dengan alat (tidak langsung), dan
observasi partisipasi. Observasi langsung adalah pengamatan yang dilakukan terhadap gejala atau
proses yang terjadi dalam situasi yang sebenarnya dan langsung diamati oleh pengamat. Sedangkan
observasi tidak langsung dilaksanakan dengan menggunakan alat seperti mikroskop untuk
mengamati bakteri, suryakanta untuk melihat pori-pori kulit. Observasi partisipasi berarti bahwa
pengamat harus melibatkan diri atau ikut serta dalam kegiatan yang dilaksanakan oleh individu atau
kelompok yang diamati Dengan observasi partisipasi ini pengamat dapat lebih menghayati,
merasakan, dan mengalami sendiri seperti individu yang sedang diamatinya.
Langkah yang ditempuh dalam membuat pedoman observasi langsung adalah sebagai berikut:

a) Lakukan terlebih dahulu observasi langsung terhadap suatu proses tingkah laku, misalnya
penampilan guru di kelas. Lalu catat kegiatan yang dilakukannya dari awal sampai akhir pelajaran.
Hal ini dilakukan agar dapat menentukan jenis perilaku guru pada saat mengajar sebagai segi-segi
yang akan diamati nanti.

b) Berdasarkan gambaran dari langkah (a) di atas, penilai menentukan segi-segi mana dari perilaku
guru tersebut yang akan diamati sehubungan dengan keperluannya. Urutkan segi-segi tersebut
sesuai dengan apa yang seharusnya berdasarkan khazanah pengetahuan ilmiah misalnya
berdasarkan teori mengajar. Rumusan tingkah laku tersebut harus jelas dan spesifik sehingga dapat
diamati oleh pengamatnya

c) Tentukan bentuk pedoman observasi tersebut, apakah bentuk bebas (tak perlu ada jawaban,
tetapi mencatat apa yang tampak) atau pedoman yang berstruktur (memakai kemungkinan
jawaban). Bila dipakai bentuk yang berstruktur, tetapkan pilihan jawaban serta indikator-indikator
dan setiap jawaban yang disediakan sebagai pegangan bagi pengamat pada saat melaksanakan
observasi nanti.

d) Sebelum observasi dilaksanakan, diskusikan dahulu pedoman observasi yang telah dibuat dengan
calon observan agar setiap segi yang diamati dapat dipahami maknanya dan bagaimana cara
mengisinya.

e) Bila ada hal khusus yang menarik, tetapi tidak ada dalam pedoman observasi, sebaiknya
disediakan catatan khusus atau komentar pengamat di bagian akhir pedoman observasi.

Berhasil-tidaknya observasi sebagai alat penilaian bergantung pada pengamat, bukan

pada pedoman observasi. Oleh sebab itu, memilih pengamat yang cakap, mampu, dan menguasai
segi-segi yang diamati sangat diperlukan.

Aspek yang diamati

1. Memberikan pendapat untuk pemecahan masalah

2. Memberikan tanggapan terhadap pendapat orang lain

3. Mengerjakan tugas yang diberikan

4. Motivasi dalam mengerjakan tugas-tugas

5. Toleransi dan mau menerima pendapat siswa lain

6. Tanggung jawab sebagal anggota kelompok

Komponen yang diamati

A. Tujuan instruksional
1. Rumusan tujuan instruksional khusus
2. Ketetapan tujuan dengan waktu yang tersedia
B. Penguasaan bahan pelajaran
1. Isi bahan pelajaran
2. Sistematika bahan yang diajarkan oleh guru
3. Materi kependudukan
4. Keterpaduan materi kependudukan dalam bidang studi
C. Kegiatan belajar mengajar
1. Metode mengajar
2. Kegiatan belajar siswa
3. Alat peraga atau bantu pengajaran
4. Kegiatan guru selama mengajar
5. Kesimpulan pelajaran
D. Penilaian
1. Pelaksanaan penilaian
2. Isi pertanyaan
3. Hasil yang dicapai siswa(jika pertanyaan pada akhir pelajaran)
4. Tindak lanjut

4 Studi kasus

Pada dasarnya mempelajari secara intensif seorang individu yang dipandang mengalami kasus
tertentu.

Kelebihan studi kasus dari studi lainnya adalah bahwa subjek dapat dipelajari secara mendalam dan
menyeluruh. Namun, kelemahannya sesuai dengan sifat studi kasus bahwa informasi yang diperoleh
sifatnya subjektif, artinya hanya untuk individu yang bersangkutan, dan belum tentu dapat
digunakan untuk kasus yang sama pada individu yang lain. Dengan kata lain, generalisasi informasi
sangat terbatas penggunaannya. Hasil studi kasus dapat menghasilkan hipotesis yang dapat diuji
lebih lanjut. Banyak teori, konsep, dan prinsip dalam proses perubahan tingkah laku individu
dihasilkan dari temuan studi kasus.

Beberapa petunjuk untuk melaksanakan studi kasus dalam bidang pendidikan, khususnya di sekolah:

1) Menemukenali siswa sebagai kasus, artinya menetapkan siapa-siapa di antara siswa yang
mempunyai masalah khusus untuk dijadikan kasus.

(2) Menetapkan jenis masalah yang dihadapi siswa dan perlu mendapatkan bantuanpemecahan oleh
guru. Dalam langkah ini guru sebaiknya mewawancarai siswa untuk menentukan jenis masalah yang
dihadapi siswa tersebut.

3) Mencari bukti-bukti lain untuk lebih meyakinkan kebenaran masalah yang dihadapi siswa tersebut
melalui analisis hasil belajar yang dicapainya, mengamati perilakunya, bertanya kepada teman
sekelas- nya, kalau perlu meminta penjelasan dari orang tuanya.

4) Mencari sebab-sebab timbulnya masalah dari berbagai aspek yang berkenaan dengan kehidupan
siswa itu sendiri.

5) Menganalisis sebab-sebab tersebut dan menghubungkannya dengan tingkah laku siswa agar
diperoleh informasi yang lebih lengkap mengenai latar belakang siswa.
6) Dengan informasi yang telah lengkap tentang faktor penyebab tersebut, guru dapat menentukan
sejumlah alternatif pemecahannya. Setiap informasi dikaji lebih lanjut untuk menetapkan alternatif
mana yang paling baik untuk dapat mengatasi masalah siswa.

7) Alternatif yang telah teruji sebagai upaya pemecahan masalah dibicarakan dengan siswa untuk
secara bertahap diterapkan, baik oleh siswa itu sendiri maupun oleh guru.

8) Terus mengadakan pengamatan dan pemantauan terhadap tingkah laku siswa tersebut untuk
melihat perubahan perubahannya. Jika belum menunjukkan perubahan, perlakuan guru harus lebih
ditingkatkan lagi dengan menggunakan alternatif lain yang telah ditemukenali sebelumnya,

Ada dua teknik yang biasa digunakan saling melengkapi studi perkembangan

1. Studi longitudinal atau metode jangka panjang dalam pelaksanaannya menggunakan sampel
yang sama dalam waktu pelaksanaannya
2. Metode cross-sectional dilaksanakan dalam waktu yang pendek sehingga dapat digunakan
untuk mengatasi kelemahan yang ada pada metode longitudinal. Metode ini mempelajari
semua individu yang berbeda taraf umurnya dalam titik waktu yang sama.

Beberapa kasus yang sering terjadi pada siswa di sekolah antara lain ialah: a) Kegagalan belajar yang
dapat dilihat dari prestasi yang dicapainya, baik dalam mata pelajaran tertentu maupun untuk
semua mata pelajaran yang diberikan di sekolah. (b) Ketidakmampuan siswa dalam menyesuaikan
diri dengan kehidupan sekolah yang dapat dilihat dari perilaku siswa seperti mengisolasi dirinya,
tidak bisa bergaul dengan teman temannya, atau tidak berpartisipasi dalam melaksanakan tugas
belajar dalam kelompoknya. (c) Gangguan emosional yang berlebihan seperti cepat marah, mudah
tersinggung, menangis. (d) Kenakalan yang sifatnya menyimpang dari nilai sosial, moral, hukum
seperti suka mencuri barang milik teman-temannya, suka mengganggu orang lain, berbuat onar di
sekolah, suka membolos, mabuk-mabukan. (e) Terlibat dalam tindakan kriminal, seperti pencurian,
perkosaan, perkelahian

Bentuk kasus-kasus di atas, dan mungkin masih banyak lagi, bersumber faktor utama, yakni (a) faktor
dari dalam faktor dari dalam dirinya, (b) faktor keluarga (c) faktor lingkungan. Dari faktor dirinya
berkenaan dengan dorongan atau nalurinya, ketidakpuasan, kompensasi, sublimasi, yang
dimanifestasikan dalam tindakan-tindakan untuk menarik perhatian orang lain. faktor keluarga pada
umumnya karena kurang perhatiannya, seperti kasih sayang, keamanan, fasilitas belajar, uang jajan,
dll. Sedangkan dari lingkungan terutama akibat pergaulan dengan teman temannya, lingkungan
tempat tinggal, pengaruh kelompoknya, dll.

5.Sosiometri

Dengan teknik sosiometri dapat diketahui posisi seorang siswa dalam hubungan sosialnya dengan
siswa lain. Misalnya diketahui siswa yang terisolasi dari teman temannya, siswa yang paling
disenangi teman-temannya, siswa yang akrab dengan beberapa siswa tertentu seperti tiga serangkai,
dan siswa yang memiliki hubungan mata rantai.

Anda mungkin juga menyukai