informasi penguat yang tersedia bagi auditor. Seperti halnya Jurnal, buku besar dan buku
pembantu, dan buku pedoman akuntansi yang berkaitan serta catatan seperti lembaran kerja
(Work sheet) dan Spread Sheet yang mendukung alokasi biaya, perhitungan dan rekonsiliasi
keseluruhannya merupakan bukti yang mendukung laporan keuangan. Data akuntansi ini
seringkali dalam bentuk elektronik. Data akuntansi saja tidak dapat dianggap sebagai
pendukung yang cukup bagi suatu laporan keuangan, di pihak lain tanpa cukup perhatian atas
kewajaran dan kecermatan data akuntansi yang melandasinya, pendapat auditor atas laporan
keuangan tidak akan terjamin.
Bukti audit menguat meliputi baik informasi tertulis maupun elektronik, seperti cek,
catatan electronic fund system, faktur, surat kontrak, notulen rapat,konfirmasi dan
representasi tertulis dari pihak yang mengetahui, informasi yang diperoleh auditor melalui
permintaan keterangan, pengamatan, inspeksi dan pemeriksaan fisik, serta informasi lain
yang dikembangkan oleh atau tersedia bagi auditor yang memungkinkannya menarik
kesimpulan berdasarkan alasan yang kuat.
untuk dapat ddikatakan kompeten, bukti audit harus sah dan relevan. keabsahan sangat
tergantung atas keadaan yang berkaitan dengan pemerolehan bukti tersebut.
Bukti ekstern yang diperoleh dari pihak independen diluar perusahaan dianggap lebih
kuat dalam arti lebih dapat diandalkan/dipercaya keabsahannya daripada bukti yang diperoleh
dari dalam perusahaan itu sendiri (bukti intern). semakin efektif pengendalian intern, semakin
besar jaminan yang diberikan mengenai keandalan data akuntansi dan laporan keuangan.
pengetahuan auditor secara pribadi dan langsung yang diperoleh melalui inspeksi fisik,
pengamatan dan perhitungan lebih bersifat menyimpulkan (Persuasive Evidence) daripada
bukti yang bersifat meyakinkan (Convincing Evidence)
Menurut Konrath (2002:114 &115) ada 6 (enam) tipe bukti audit, yaitu :
1. Physical Evidence
2. Evidence Obtain Through Confirmation
3. Documentary Evidence
4. Mathematical Evidence
5. Analytical Evidence
6. Hearsay Evidence
1. Physical Evidence
terdiri atas segala sesuatu yang bisa dihitung, dipelihara, diobservasi atau diinspeksi dan
terutama berguna untuk mendukung tujuan eksistensi atau keberadaan.
Contohnya adalah bukti-bukti fisik yang diperoleh dari kas opname, observasi dari
perhitungan fisik persediaan, pemeriksaan fisik surat berharga dan inventarisasi aset tetap.
3. Documentary Evidence
terdiri atas catatan-catatan akuntansi dan seluruh dokumen pendukung transaksi.
Contoh : faktur pembelian, copy faktur penjualan, Journal voucher, general ledger, dan sub
ledger. Bukti ini berkaitan dengan asersi manajemen mengenai completeness dan eksistensi
dan berkaitan dengan audit trail yang memungkinkan auditor untuk mentrasir dan melakukan
vouching atas transaksi-transaksi dan kejadian-kejadian dari dokumen ke buku besar dan
sebaliknya.
4. Mathematical Evidence
merupakan perhitungan, perhitungan kembali dan rekonsiliasi yang dilakukan auditor.
Contoh : footing, cross footing dan extension dari rincian persediaan, perhitungan dan alokasi
beban penyusutan, perhitungan beban bunga, laba/rugi penarikan aset tetap, PPH dan
accruals. untuk rekonsiliasi misalnya pemeriksaan rekonsiliasi bank, rekonsiliasi saldo
piutang usaha dan utang menurut buku besar dan sub buku besar, rekonsiliasi inter company
account dan lain-lain.
5. Analytical Evidence
merupakan bukti yang diperoleh melalui penelaahan analitis terhadap informasi keuangan
klien. Penelaahan analitis ini harus dilakukan pada waktu membuat perencanaan audit,
sebelum melakukan substantive test dan pada akhir pekerjaan lapangan (audit field work).
Prosedur analitis bisa dilakukan dalam bentuk :
1. Trend (Horizontal) Analysis, yaitu membandingkan angka-angka laporan keuangan tahun
berjalan dengan tahun-tahun sebelumnya dan menyelidiki kenaikan/penurunan yang
signifikan baik dalam jumlah rupiah dalam persentase.
2. Common Size (vertical) Analysis.
3. Ratio Analysis, misalnya menghitung rasio likuiditas, rasio profitabilitas, rasio leverage
dan rasio manajemen aset.
6. Hearsay Evidence
merupakan bukti dalam bentuk jawaban lisan dari klien atas pertanyaan-pertanyaan yang
diajukan auditor.
Contoh : pertanyaan-pertanyaan auditor mengenai pengendalian intern, ada tidaknya contigen
liabilities, persediaan yang bergerak lambat dan rusak, kejadian penting setelah tanggal
neraca dan lain-lain
Urutan reliabilitas dari keenam tipe bukti audit diperlihatkan seperti berikut :
RAGAM TRANSAKSI
Transaksi keuangan sangat banyak ragamnya. Jika dikaitkan dengan pertanyaan "dengan
siapa perusahaan bertransaksi?" maka transaksi keuangan dapat dikelompokkan sebagai
berikut:
1. Transaksi dengan pemilik
Transaksi dengan pemilik adalah transaksi yang terjadi antara perusahaan dan pemilik.
Transaksi ini terdiri atas transaksi penyetoran modal dan transaksi penarikan kembali modal
tersebut. Transaksi penyetoran modal oleh pemilik, misalnya berupa kas, mengakibatkan
aktiva (kas) perusahaan bertambah dan modal perusahaan juga bertambah. Sebaliknya, jika
pemilik mengambil kembali harta yang telah ia setorkan, maka transaksi ini mengurangi
aktiva perusahaan, di samping mengurangi juga modal perusahaan.
2. Transaksi dengan kreditor
Transaksi dengan kreditor adalah transaksi yang terjadi antara perusahaan dan kreditor.
Transaksi ini terdiri atas transaksi penarikan pinjaman dan pelunasan pinjaman tersebut.
Transaksi penarikan pinjaman, dari bank misalnya, mengakibatkan aktiva (kas) perusahaan
bertambah dan utang perusahaan juga bertambah. Sebaliknya, jika perusahaan melunasi
pinjaman tersebut, maka transaksi ini mengurangi aktiva perusahaan, di samping mengurangi
juga utang perusahaan.
3. Transaksi dengan Pelanggan
Transaksi dengan pelanggan adalah transaksi yang terjadi antara perusahaan dan pelanggan.
Transaksi ini terdiri atas transaksi penjualan barang/jasa perusahaan kepada pelanggan dan
transaksi pengembalian barang oleh pelanggan karena barang tidak sesuai dengan pesanan,
dan dalam hal jasa, pelanggan menuntut pengurangan harga karena konsumen menganggap
kualitas jasa yang ia terima tidak sesuai dengan yang ia harapkan. Transaksi penjualan
barang/jasa aktiva mengakibatkan (kas atau piutang) perusahaan bertambah dan pendapatan
perusahaan juga bertambah. Sebaliknya, jika terdapat pengembalian barang oleh pelanggan,
maka transaksi ini mengurangi aktiva perusahaan, di samping mengurangi juga pendapatan
perusahaan.
4. Transaksi dengan pemasok
Transaksi dengan pemasok adalah transaksi yang terjadi antara perusahaan dan pemasok
(misalnya pemasok bahan baku). Transaksi ini terdiri atas transaksi pembelian bahan baku,
barang dagangan, atau pun barang lainnya seperti alat-alat kantor, kendaraan, dan mesin
produksi. Jika transaksi ini dilakukan dengan tunai, maka pengaruhnya adalah menambah
aktiva perusahaan (berupa bahan baku atau lainnya), dan di sisi lain mengurangi aktiva
perusahaan berupa kas. Jika transaksi ini dilakukan secara kredit,maka perlakuannya sama
dengan transaksi dengan kreditor, yakni menambah aktiva di samping juga menambah utang.
Kemudian, ketika perusahaan melunasi utang yang timbul dari transaksi dengan pemasok ini,
maka aktiva dan utang perusahaan berkurang secara simultan.
5. Transaksi dengan penyedia nilai tambah
Transaksi dengan penyedia nilai tambah adalah transaksi yang terjadi antara perusahaan dan
siapa pun yang menyediakan nilai tambah kepada produk/jasa perusahaan. Karyawan,
misalnya, menyediakan tenaganya kepada perusahaan di dalam rangka melayani pelanggan
atau membuatkan barang yang akan dijual kepada konsumen. PLN, sebagai contoh lain,
menyediakan tenaga listrik bagi perusahaan agar perusahaan dapat berproduksi dan melayani
konsumen. Transaksi dengan karyawan dan PLN seperti dijelaskan di atas mengakibatkan
aktiva perusahaan berkurang (untuk membayar gaji dan tenaga listrik) atau utang perusahaan
bertambah (karena perusahaan belum membayar gaji dan tenaga listrik yang telah ia
gunakan). Di sisi lain, biaya perusahaan juga bertambah.
Sifat dan keputusan bukti audit
Bukti audit merupakan informasi yang akan digunakan oleh auditor untuk menentukan
kesesuaian antara yang diaudit dan kriteria tertentu yang telah di tetapkan. Bukti audit dapat
berupa informasi yang sangat persuasif maupun informasi yang kurang persuasif. Contoh
bukti audit yang sangat persuasif adalah hasil perhitungan ulang oleh auditor atas bersarnya
amortisasi atas beban dibayar di muka. Adapaun contoh bukti audit yang kurang persuasif
adalah hasil tanya jawab dengan karyawan klien. Jadi, sifat bukti audit dapat sangat
bervariasi sesuai dengan kemampuannya dalam meyakinkan auditor bahwa laporan keuangan
telah disajikan sesuai dengan prinsip – prinsip akuntansi yang berlaku umum.
Keputusan penting yang dihadapi oleh auditor dalam menentukan jenis dan jumlah bukti
audit yang tepat adalah meliputi penentuan prosedur audit, ukuran sampel, metode pemilihan
sampel, dan penetapan waktu.
Prosedur audit adalah rincian instruksi yang menjelaskan bukti audit yang harus diperoleh
selama audit berlangsung. Sebagai contoh, prosedur audit untuk memverifikasi pembelian
barang dagang adalah memeriksa jurnal pembelian dan membandingkannya dengan jumlah
yang tertera dalam formulir permintaan pembelian, laporan penerimaan barang, serta faktur
tagihan. Setelah prosedur audit di tetapkan, auditor menentukan ukuran sampel. Sebagai
contoh, auditor dapat memilih ukuran sampel sebanyak 35 dari 300 faktur tagihan untuk
dibandingkan dengan jurnal pembelian. Ukuran sampel untuk setiap prosedur mungkin akan
berbeda antara audit satu dengan audit yang lainnya. Setelah ukuran sampel untuk suatu
prosedur audit ditentukan, auditor harus memutuskan metode pemilihan sampel. Dalam
contoh ini, auditor dapat memilih 35 invoice pertama, atau 35 invoice dengan nilai terbesar,
atau 35 invoice secara acak, atau 35 invoice yang menurut auditor paling mungkin
mengandung salah saji, atau bisa juga menggunakan kombinasi dari berbagai metode
tersebut. Keputusan penetapan waktu berkaitan dengan penentuan atau pemilihan tanggal
sampel. Sebagai contoh, auditor memutuskan untuk memeriksa secara acak sampel jurnal
pembelian barang dagang yang terjadi untuk satu tahun penuh dalam periode laporan
keuangan yang diaudit.
Ketepatan bukti
Bukti dikatakan tepat apabila memenuhi karakteristik relevansi dan reliabilitas. Bukti yang di
anggap sangat tepat akan sangat membantu dalam meyakinkan auditor bahwa laporan
keuangan telah disajikan secara wajar. Ketepatan bukti hanya terkait dengan prosedur audit
yang dipilih dan penetapan waktu, serta tidak dapat diperbaiki dengan menambah ukuran
sampel. Ketepatan hanya dapat diciptakan melalui pemilihan prosedur audit yang lebih
relevan dan dapat diandalkan.
Sehubungan dengan relevansi bukti, bukti audit dikatakan tepat jika berkaitan dengan tujuan
audit yang akan diuji oleh auditor. Sebagai contoh, prosedur audit yang relevan untuk
mengidentifikasi pengiriman atau penjualan barang adalah yang belum ditagih adalah dengan
menelusuri laporan pengiriman barang ke faktur penjualan, bukan sebaliknya. Menelusuri
faktur penjualan ke laporan pengiriman barang merupakan prosedur audit yang relevan untuk
menguji tujuan audit khusus: apakah transaksi penjualan yang dicatat adalah benar – benar
untuk pengiriman barang yang dilakukan kepada pelanggan nonfiktif. Relevansi hanya dapat
dipertimbangkan dalam tujuan audit khusus, karena bukti audit mungkin relevan untuk tujuan
audit yang satu tetapi tidak relevan untuk tujuan audit yang lainnya.
Sehubungan dengan reliabilitas bukti, bukti audit dikatakan tepat jika dapat diandalkan, dapat
dipercaya, atau layak dipercaya. Sama seperti relevansi, bukti dianggap dapat diandalkan jika
bukti tersebut sangat membantu dalam meyakinkan auditor bahwa laporan keuangan telah
disajikan secara wajar. Sebagai contoh, prosedur audit yang dapat diandalkan untuk menguji
eksistensi saldo kas kecil dan saldo persediaan barang dagang pada tanggal neraca adalah
dengan melakukan pemeriksaan fisik, yaitu masing – masing cash opname dan stock
opname. Contoh lainnya, hasil konfirmasi secara tertulis dari bank merupakan bukti audit
yang dapat diandalkan untuk menguji keberadaan saldo kas di bank.
Kecukupan bukti
Kuantitas bukti yang dikumpulkan akan menentukan kecukupannya. Kecukupan bukti diukur
dari ukuran sampel yang dipilih auditor. Untuk prosedur audit tertentu, bukti yang diperoleh
dari sampel sebanyak 100 pada umumnya lebih mencukupi disbanding dengan dari sampel
sebanyak 35. Selain ukuran sampel, metode pemilihan sampel juga akan menentukan
kecukupan bukti audit. Sampel yang terdiri dari item – item populasi dengan nilai moneter
yang besar pada umumnya dianggap sudah mencukupi terutama apabila item – item ini
merupakan bagian terbesar dari jumlah total populasi.
Pemeriksaan fisik
Jenis bukti ini paling sering dilakukan atas saldo kas kecil dan persediaan, tetapi juga dapat
diterapkan untuk memverifikasi sertifikat deposito, sekuritas investasi, wesel tagih, dan aset
berwujud. Pemeriksaan fisik merupakan cara langsung untuk memverifikasi apakah suatu
aset benar – benar ada. Pada umumnya, pemeriksaan fisik adalah cara yang objektif untuk
mengetahui kuantitas maupun deskripsi aset. Dalam beberapa kasus, pemeriksaan fisik juga
berguna untuk mengevaluasi kondisi atau kualitas aset yang diperiksa.
Konfirmasi
Konfirmasi adalah proses untuk mendapatkan respon dari pihak ketiga sebagai jawaban atas
suatu permintaan informasi tentang unsur tertentu yang berkaitan dengan asersi manajemen
dan tujuan audit. Biasanya, auditor lebih memilih konfirmasi tertulis disbanding dengan
konfirmasi lisan karena konfirmasi tertulis lebih mudah di-reviu oleh supervisor audit dan
memberikan dukungan keandalan. Pada umumnya, konfirmasi relative mahal dan dapat
menimbulkan beberapa ketidaknyamanan bagi pihak – pihak yang diminta untuk
menyediakan konfirmasi ini.
Dokumentasi
Dokumentasi adalah pemeriksaan atau penyelidikan oleh auditor atas dokumen dan catatan
klien untuk mendukung informasi yang tersaji atau seharusnya tersaji dalam laporan
keuangan. Sebagai contoh, formulir permintaan pembelian, laporan penerimaan barang, serta
faktur tagihan dari pemasok merupakan dokumen yang perlu diperiksa oleh auditor untuk
memverifikasi keakuratan catatan klien tentang transaksi pembelian barang dagang.
Dokumentasi telah digunakan secara luas sebagai bukti audit, karena jenis bukti ini biasanya
tersedia dengan biaya yang relatif murah dan kadang – kadang merupakan satu – satunya
jenis bukti audit yang layakdan tersedia. Proses pemeriksaan atau penyelidikan oleh auditor
atas dokumen dan catatan klien untuk mendukung informasi yang tersaji atau seharusnya
tersaji dalam laporan keuangan disebut sebagai vouching.
Prosedur analitis
Prosedur analitis menggunakan perbandingan dan hubungan untuk menilai apakah saldo akun
atau data lainnya tampak wajar atau rasional. Sebagai contoh, melakukan perbandingan
antara total beban gaji dan jumlah tenaga personel bisa menunjukan ada tidaknya pembayaran
gaji yang tidak semestinya. Contoh lainnya, auditor dapat membandingkan beban komisi
dengan total penjualan bersih untuk menguji kewajaran atas jumlah komisi yang dibayarkan.
Perhitungan ulang
Rekalkulasi melibatkan pengecekan ulang atas sampel hitungan yang telah dilakukan oleh
klien. Pengecekan ulang ini merupakan pengujian atas keakuratan hasil perhitungan klien.
Sebagai contoh, auditor menghitung ulang besarnya beban penyusutan aset tetap, beban
amortisasi, nilai persediaan akhir, harga pokok penjualan, dan nilai buku sekuritas investasi.
Observasi
Observasi adalah penggunaan alat indera untuk menilai aktivitas klien. Sebagai contoh,
auditor dapat mengunjungi lokasi pabrik untuk memperoleh kesan umum atas fasilitas klien,
atau mengamati jalannya proses proses produksi, atau mengamati cara kerja karyawan klien
dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya untuk menentukan tingkat efisiensi dan
efektivitas. Namun, observasi sering kali kurang dapat diandalkan karena ada kemungkinan
bahwa karyawan klien akan mengubah perilakunya pada saat diamati oleh auditor. Biasanya,
dihadapan auditor, karyawan klien akan melaksanakan tanggung jawabnya sesuai dengan
kebijakan perusahaan tetapi akan kembali melakukan hal yang biasa dilakukan setelah
auditor tidak mengamatinya.
Penggunaan bahan bukti tidak hanya digunakan oleh para auditor. Bahan bukti juga
digunakan secara meluas oleh para ilmuwan, pengacara, dan ahli sejarah. Misalnya, setiap
orang yang suka menonton serial drama hukum di televisi mengetahui bahwa bahan bukti
yang dikumpulkan digunakan untuk berdebat mengenai siapa yang benar dan yang salah di
pengadilan. Dalam kasus hukum, terdapat aturan mengenai bahan bukti yang didefinisikan
secara jelas dan ditetapkan oleh para hakim sebagai perlindungan terhadap pihak yang tidak
bersalah. Dalam percobaan ilmiah, para peneliti mendapatkan bahan bukti untuk menguji
hipotesis dengan menggunakan eksperimen-eksperimen yang diatur, misalnya percobaan obat
untuk menguji efektifitas perawatan medis terbaru. Serupa dengan hal itu, mendapatkan
bahan bukti merupakan bagian besar aktivitas yang dilakukan oleh auditor. Meskipun para
profesional ini menggunakan jenis-jenis bahan bukti yang berbeda, dan menggunakan bahan
bukti dalam kondisi yang berbeda dengan cara yang berbeda, para pengacara, ilmuwan, dan
auditor akan menggunakan bahan bukti untuk membantunya menarik kesimpulan.
Bukti audit adalah semua informasi yang digunakan oleh auditor dalam pembuatan
kesimpulan (opini) dibuat. Bukti audit termasuk di dalamnya adalah: (1). catatan akuntansi
yang menghasilkan laporan keuangan, dan (2). Informasi lainnya yang berhubungan/terkait
dengan catatan akuntansi dan pendukung alasan logis dari auditor tentang laporan keuangan
yang layak. Untuk itu, auditor harus memperoleh bahan bukti audit yang cukup dan
kompeten sebagai dasar yang memadai untuk menyatakan pendapat. Sebagai contoh, catatan
akuntansi termasuk di dalamnya :
Terdapat lima asersi manajemen yang di jelaskan dalam GAAS (Generally Accepted
Auditing Standard), yaitu:
2. Kelengkapan (Completeness)
Adapun tujuan dari audit secara spesifik dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu:
Dimaksudkan untuk berfungsi sebagai kerangka kerja bagi auditor dalam mengumpulkan
bahan bukti kompeten yang cukup dibutuhkan oleh standar pekerjaan lapangan dan
memutuskan bahan bukti yang pantas untuk dikumpulkan sesuai dengan penugasan. Ada 5
tujuan audit yaitu:
Eksistensi
Tujuan ini berkenaan dengan apakah transaksi yang tercatat memang secara aktual terjadi.
Kelengkapan
Tujuan ini menyangkut apakah seluruh transaksi yang seharusnya ada dalam jurnal secara
aktual telah dimasukkan. Tujuan eksistensi dan kelengkapan mempunyai penekanan yang
berlawanan, sebab eksistensi berkaitan dengan lebih saji (overstatement) dengankan
kelengkapan berkaitan dengan kurang saji (understatement).
Akurasi
Tujuan ini menyangkut keakuratan informasi untuk transaksi akuntansi tercatat dengan nilai
yang benar.
Cut-off
Tujuan ini untuk mencatat transaksi ke dalam periode akuntansi yang benar.
Klasifikasi
Tujuan ini untuk mencatat semua transaksi sesuai dengan kelompok dan golongan yang tepat.
Tujuan dari audit berkait saldo diterapkan kepada saldo akun, sedangkan tujuan audit berkait
transaksi diterapkan kepada jenis atau golongan transaksi. Tujuan audit berkait-saldo terbagi
menjadi:
Eksistensi
Tujuan ini menyangkut apakah angka-angka yang dimasukkan dalam laporan keuangan
memang seharusnya dimasukkan.
Kelengkapan
Tujuan ini menyangkut apakah semua angka-angka yang seharusnya dimasukkan memang
diikutsertakan secara lengkap.
Pengklasifikasian dan penilaian terhadap pos-pos sesuai dengan alokasi yang tercatat secara
akurat sesuai dengan pisah batas dan realisasi.
Materialitas.
Resiko audit.
Ukuran dan karakteristik populasi.
Kompetensi bukti adalah berkaitan dengan kuantitas atau mutu dari bukti–bukti tersebut.
Bukti yang kompeten adalah bukti yang dapat dipercaya , sah , obyektif , dan relevan.
Relevansi bukti audit.
Faktor lain yang berhubungan dengan keandala bukti audit.
Penilaian profesional.
PROSEDUR AUDIT
Prosedur audit (audit procedures) adalah metode atau teknik yang digunakan oleh para
auditor untuk mengumpulkan dan mengevaluasi bahan bukti yang mencukupi dan kompeten.
Adapun jenis-jenis prosedur audit adalah:
(2) Mendapatkan serta memeriksa dokumentasi yang digunakan sebagai dasar ayat jurnal
tersebut untuk menentukan validitas dan ketelitian pencatatan akuntansi.
Prosedur vouching digunakan untuk mendeteksi adanya salah saji berupa penyajian yang
lebih tinggi dari seharusnya dalam catatan akuntansi.
(2) Menentukan bahwa informasi yang diberikan oleh dokumen tersebut telah dicatat dengan
benar dalam catatan akuntansi (jurnal dan buku besar).
Meliputi pemeriksaan rinci terhadap dokumen dan catatan, serta pemeriksaan sumberdaya
berwujud. Dengan melakukan inspeksi atas dokuen, auditor dapat menetukan ketepatan
persyaratan dalam faktur atau kontrak yang memerlukan pengujian atas transaksi akuntansi
tersebut.
Pengamatan (observtion)
Berkaitan dengan memperhatikan pelaksanaan beberapa kegiatan atau proses yang bertujuan
untuk memperoleh pemahaman atas pengendalian intern.
Permintaan keterangan (Inquiry)
Meliputi permintaan keterangan secara lisan atau tertulis oleh auditor, umumnya berupa
pertanyaan yang timbul setelah dilaksanakannya prosedur analitis kepada manajemen atau
karyawan dan meminta keterangan pada pihak ekstern seperti penasehat hukum.
Konfirmasi (confirmations)
Memeriksa perhitungan matematika yang akurat atas dokumen atau catatan. Biasanya auditor
menggunakan audit software dalam melakukan perhitungan ulang dan membandingkannya
dengan catatan yang terdapat di buku besar.
Perhitungan dan rekonsiliasi yang dibuat oleh klien dilakukan pengecekan dan di hitung
ulang, untuk menentukan proses yang telah sesuai dengan pengendalian intern yang telah
dirumuskan.
Terdiri dari penelitian dan perbandingan hubungan antara data. Prosedur ini meliputi
perhitungan dan penggunaan rasio-rasio sederhana, analisis vertikal atau laporan persentase,
perbandingan jumlah yang sebenarnya dengan data historis atau anggaran. Seperti
penggunaan model matematis dan statistik (analisis regresi).
Bila catatan akuntansi klien menggunakan media elektronik, maka auditor harus memeriksa
prosedur analitis, mengevaluasi, memilih sampling transaksi dan mencoba data uji program
klien untuk menentukan apakah pengendalian intern telah berfungsi.
PROGRAM AUDIT
Standar audit yang berlaku umum menyatakan bahwa dalam merencanakan audit, auditor
harus mempertimbangkan sifat, luas, dan saat pekerjaan yang harus dilaksanakan serta harus
mempersiapkan suatu program audit tertulis untuk setiap audit. Program audit tersebut
menyatakan bahwa prosedur audit yang diyakini oleh auditor merupakan hal yang penting
untuk mencapai tujuan audit. Bentuk program audit akan sangat beragam tergantung pada
kondisi audit, praktik, serta kebijakan kantor akuntan tersebut.
Maksud suatu program audit adalah untuk mengatur secara sistematis prosedur audit yang
akan dilaksanakan selama audit berlangsung. Auditor menentukan tujuan audit spesifik yang
telah dikembangkan berdasarkan asersi audit ketika mengembangkan program audit.
Kertas kerja sebagai catatan yang disimpan oleh auditor tentang prosedur audit yang
ditetapkan pengujian yang dilaksanakan, informasi yang diperoleh dan kesimpulan tentang
masalah yang dicapai dalam audit. Adapun jenis kertas kerja meliputi:
Kertas kerja neraca saldo/ merupakan kertas kerja yang paling penting di dalam audit.
o Karena menjadi mata rantai penghubung antara akun buku besar klien dan
item-item yang dilaporkan dalam laporan keuangan.
o Memberikan dasar untuk pengendalian seluruh kertas kerja individual
o Mengidentifikasi kertas kerja spesifik yang memuat bukti audit bagi setiap
item laporan keuangan.
Skedul dan analisis; digunakan secara bergantian untuk menggambarkan setiap kertas
kerja yang memuat bukti yang mendukung item-item dalam kertas kerja neraca saldo.
Memoranda audit dan dokumentasi informasi penguat, merujuk pada data tertulis
yang disusun oleh auditor dalam bentuk naratif. Memoranda meliputi komentar atas
pelaksanaan prosedur audit yang meliputi :
(2) temuan-temuan
Ada empat tehnik dasar yang digunakan dalam pembuatan kertas kerja. Keempat tehnik
tersebut adalah :
Pembuatan heading
Setiap kertas kerja haus berisi nama klien, judul deskripsi identifikasi isi dari kertas kerja, dan
tanggal neraca atau periode yang dicakup oleh audit.
Nomor indeks
Setiap kertas kerja diberikan indeks atau nomor referensi, seperti A-1, B-2, dan sebagainya,
untuk diidentifikasi dan mengisi tujuan.
Cross-referencing
Tick marks
Pencantuman tanda tangan pembuat maupun penelaah, dan tanggal pembuatan serta
penelaahan.
Dalam suatu proses audit, terdapat beberapa prosedur yang harus dilakukan oleh
auditor untuk menilai suatu asersi manajemen. Auditor di haruskan merancang dan
mengimplementasikan prosedur audit lebih lanjut yang sifat, saat dan luasnya
didasarkan pada dan merupakan respons terhadap risiko kesalahan penyajian material
yang telah dinilai pada tingkat asersi. Uraian dibawah akan menjelaskan hal tersebut
lebih lanjut.
Pertama ialah, apa yang dimaksud dengan sifat, saat, dan luas prosedur audit?
Sifat prosedur audit, mengacu kepada tujuan dilakukannya prosedur tersebut
(sebagai contoh, pengujian pengendalian atau prosedur substantif) dan tipe prosedur
audit tersebut (sebagai contoh, inspeksi, observasi, inqueri, konfirmasi, perhitungan
ulang, pelaksanaan kembali atau prosedur analitis). Sifat prosedur audit tersebut
merupakan hal yang paling penting dalam merespon risiko yang telah dinilai.
Saat prosedur audit, mengacu kepada kapan prosedur tersebut dilaksanakan, atau
periode atau tanggal bukti audit tersebut berlaku.
Asersi tentang keberadaan atau keterjadian berhubungan dengan apakah aktiva atau
utang entitas ada pada tanggal tertentu dan apakah transaksi yang dicatat telah terjadi selama
periode tertentu. Sebagai contoh, manajemen membuat asersi bahwa sediaan produk jadi
yang tercantum dalam neraca adalah tersedia untuk dijual. Begitu pula, manajemen membuat
asersi bahwa penjualan dalam laporan laba-rugi menunjukkan pertukaran barang atau jasa
dengan kas atau aktiva bentuk lain (misalnya piutang) dengan pelanggan.
b. Kelengkapan (completencess).
Asersi tentang kelengkapan berhubungan dengan apakah semua transaksi dan akun
yang seharusnya disajikan dalam laporan keuangan telah dicantumkan di dalamnya. Sebagai
contoh, manajemen membuat asersi bahwa seluruh pembelian barang dan jasa dicatat dan
dicantumkan dalam laporan keuangan. Demikian pula, manajemen membuat asersi bahwa
utang usaha di neraca telah mencakup semua kewajiban entitas.
c. Hak dan kewajiban (right and obligation).
Asersi tentang hak dan kewajiban berhubungan dengan apakah aktiva merupakan hak
entitas dan utang merupakan kewajiban perusahaan pada tanggal tertentu. Sebagai contoh,
manajemen membuat asersi bahwa jumlah sewa guna usaha (lease) yang dikapitalisasi di
neraca mencerminkan nilai pemerolehan hak entitas atas kekayaan yang disewaguna-
usahakan (leased) dan utang sewa guna usaha yang bersangkutan mencerminkan suatu
kewajiban entitas.
Kompetensi Bukti
Untuk dapat dikatakan kompeten, bukti audit, terlepas bentuknya, harus sah dan
relevan. Keabsahan sangat tergantung atas keadaan yang berkaitan dengan pemerolehan bukti
tersebut. Dengan demikian penarikan kesimpulan secara umum mengenai dapat
diandalkannya berbagai macam bukti audit, tergantung pada pengecualian penting yang ada.
Namun, jika pengecualian yang penting dapat diketahui, anggapan berikut ini mengenai
keabsahan bukti audit dalam audit, meskipun satu sama lain tidak bersifat saling meniadakan,
dapat bermanfaat:
a. Apabila bukti dapat diperoleh dari pihak independen di luar perusahaan, untuk tujuan
audit auditor independen, bukti tersebut memberikan jaminan keandalan yang lebih
daripada bukti yang diperoleh dari dalam perusahaan itu sendiri.
b. Semakin efektif pengendalian intern, semakin besar jaminan yang diberikan mengenai
keandalan data akuntansi dan laporan keuangan.
c. Pengetahuan auditor secara pribadi dan langsung yang diperoleh melalui inspeksi
fisik, pengamatan, perhitungan, dan inspeksi lebih bersifat menyimpulkan
dibandingkan dengan yang diperoleh secara tidak langsung.
Kompetensi atau reliabilitas bahan bukti yang berupa catatan akuntansi berkaitan erat
dengan efektivitas pengendalian internal klien. Semakin efektif pengendalian intern klien,
semakin kompeten catatan akuntansi yang dihasilkan. Kompetensi bukti yang berupa
informasi penguat tergantung pada beberapa faktor, yaitu:
Relevansi
Bukti yang relevan adalah bukti yang tepat digunakan untuk suatu maksud tertentu.
Sebagai contoh pengamatan fisik persediaan yang di auditor relevan digunakan untuk
menentukan keberadaan persediaan. Namun, pengamatan fisik persediaan tidak relevan
digunakan untuk menentukan apakah persediaan tersebut benar-benar dimiliki perusahaan.
Sumber
Bukti yang diperoleh auditor secara langsung dari pihak luar perusahaan yang
independen merupakan bukti yang paling dapat dipercaya. Bukti semacam ini memberikan
tingkat keyakinan keandalan yang lebih besar daripada yang dihasilkan dan diperoleh dari
dalam perusahaan.
Ketepatan waktu
Kriteria ini berhubungan dengan tanggal pemakaian bukti tersebut. Ketepatan waktu
sangat penting terutama dalam verifikasi aktiva lancar, utang lancar, dan rekening laporan
rugi laba terkait karena hasilnya digunakan untuk mengetahui apakah cutoff telah dilakukan
secara tepat.
Objektifitas
Bukti yang objektif lebih dapat dipercaya dan kompeten daripada bukti subjektif.
Dalam menelaah bukti subjektif, seperti estimasi manajemen, auditor harus
mempertimbangkan kualifikasi dan integritas individu pembuat estimasi, dan menentukan
ketepatan proses pembuatan keputusan dalam membuat judgement.
Bukti Dokumenter
Bukti dokumenter merupakan bukti yang penting dalam audit. Menurut sumber dan
tingkat kepercayaan bukti, bukti dokumenter dapat dikelompokkan sebagai berikut:
a. Bukti dokumenter yang dibuat oleh pihak luar dan dikirim kepada auditor secara
langsung.
b. Bukti dokumenter yang dibuat pihak luar dan dikirim kepada auditor melalui klien.
c. Bukti dokumenter yang dibuat dan disimpan oleh klien.
Bukti dokumenter antara lain meliputi notulen rapat, faktur penjualan, rekening koran
bank, dan bermacam-macam kontrak. Reliabilitas bukti dokumenter tergantung sumber
dokumen, cara memperoleh bukti, dan sifat dokumen itu sendiri. Sifat dokumen mengacu
tingkat kemungkinan terjadinya kesalahan atau kekeliruan yang mengakibatkan kecacatan
dokumen.
Bukti Surat Pernyataan Tertulis
Surat pernyataan tertulis merupakan pernyataan yang ditandatangani seorang individu
yang bertanggungjawab dan berpengatahuan mengenai rekening, kondisi, atau kejadian
tertentu. Bukti suatu pernyataan tertulis dapat berasal dari manajemen atau organisasi klien
maupun sumber eksternal termasuk bukti dari spesialis. Representasi tertulis yang dibuat oleh
manajemen merupakan bukti yang berasal dari organisasi klien. Surat pernyataan konsultan
hukum klien, ahli teknik yang berkaitan dengan kegiatan teknik operasional organisasi klien
merupakan bukti yang berasal dari pihak ketiga.
Penghitungan Kembali sebagai Bukti Matematis
Bukti matematis diperoleh auditor melalui penghitungan kembali oleh auditor.
Penghitungan yang di auditor merupakan bukti audit yang bersifat kuantitatif dan matematis.
Bukti ini dapat digunakan untuk membuktikan ketelitian catatan akuntansi klien.
Bukti Lisan
Auditor dalam melaksanakan tugasnya banyak berhubungan dengan manusia
sehingga ia mempunyai kesempatan untuk mengadakan pengajuan pertanyaan lisan. Masalah
yang dapat ditanyakan antara lain meliputi kebijakan akuntansi, lokasi dokumen dan catatan,
pelaksanaan prosedur akuntansi yang tidak lazim, kemungkinan adanya utang bersyarat
maupun piutang yang sudah lama tidak ditagih. Jawaban atas pertanyaan yang dinyatakan
merupakan bukti lisan. Bukti lisan harus dicatat dalam kertas kerja audit.
Bukti Analitis dan Perbandingan
Bukti analitis mencakup penggunaan rasio dan perbandingan data klien dengan
anggaran atau standar prestasi, trend industri dan kondisi ekonomi umum. Bukti analitis
menghasilkan dasar untuk menentukan kewajaran suatu pos tertentu dalam laporan keuangan.
Keandalan bukti analitis sangat tergantung pada relevansi data pembanding.
Bukti analitis meliputi juga perbandingan atas pos-pos tertentu antara laporan
keuangan tahun berjalan dengan laporan keuangan tahun-tahun sebelumnya. Perbandingan ini
dilakukan untuk meneliti adanya perubahan yang terjadi, dan untuk menilai penyebabnya.
Bukti-bukti ini dikumpulkan pada awal audit untuk menentukan objek pemeriksaan yang
memerlukan pemeriksaan yang lebih mendalam.
Penilaian Bukti
Dalam menilai bukti audit, auditor harus mempertimbangkan apakah tujuan audit
tertentu telah tercapai. Auditor harus secara mendalam mencari bukti audit dan tidak
memihak (bias) dalam mengevaluasinya. Dalam merancang prosedur audit untuk
memperoleh bukti kompeten yang cukup, auditor harus memperhatikan kemungkinan laporan
keuangan tidak disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
Dalam merumuskan pendapatnya, auditor harus mempertimbangkan relevansi bukti audit,
terlepas apakah bukti audit tersebut mendukung atau berlawanan dengan asersi dalam laporan
keuangan. Bila auditor masih tetap ragu-ragu untuk mempercayai suatu asersi yang material,
maka ia harus menangguhkan pemberian pendapatnya sampai ia mendapatkan bukti
kompeten yang cukup untuk menghilangkan keraguannya, atau ia harus menyatakan
pendapat wajar dengan pengecualian atau menolak memberikan pendapat.
PROSEDUR DAN DOKUMENTASI AUDIT
Perancangan pengujian substantif
Auditor harus menghimpun bukti yang cukup untuk memperoleh dasar yang memadai
untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan klien. Pengujian substantif menyediakan
bukti mengenai kewajaran setiap asersi laporan keuangan yang signifikan. Perancangan
pengujian substantif meliputi penentuan:
a. sifat pengujian
b. waktu pengujian
c. dan luas pengujian substantif yang perlu untuk memenuhi tingkat risiko deteksi yang
dapat diterima untuk setiap asersi.
Metodologi yang digunakan untuk merancang pengujian detail saldo tersebut, adalah
sama untuk setiap akun dalam laporan keuangan. Perancangan pengujian detail saldo pada
umumnya merupakan bagian yang paling sulit dilakukan. Hal ini disebabkan perancangan
pengujian detail saldo memerlukan pertimbangan profesional yang tinggi.
Bila diantara risiko deteksi yang ditentukan dihubungkan dengan pengujian rinci
saldo yang akan dilakukan maka akan jelas terlihat bahwa semakin rendah tingkat risiko,
semakin rinci dan teliti tindakan yang akan diambil.
Pengujian detail transaksi
Pengujian detail transaksi dilakukan untuk menentukan:
Apabila auditor mempunyai keyakinan bahwa transaksi tersebut telah dicatat dan
diposting secara tepat, maka auditor dapat meyakini bahwa saldo total buku besar adalah
benar.
Pengujian detail transaksi terutama dilakukan dengan tracing dan vouching. Pada
pengujian detail transaksi ini, auditor mengarahkan pengujiannya untuk memperoleh temuan
mengenai ada tidaknya kesalahan yang bersifat moneter. Auditor tidak mengarahkan
pengujian detail transaksi ini untuk memperoleh temuan tentang penyimpangan atas
kebijakan dan prosedur pengendalian.
Pada pengujian detail transaksi ini, auditor menggunakan bukti yang diperoleh untuk
mencapai suatu kesimpulan mengenai kewajaran saldo akun. Auditor biasanya menggunakan
dokumen yang tersedia pada file klien dalam pengujian ini. Efektivitas pengujian detail
transaksi tergantung pada prosedur dan dokumen yang digunakan.
Pengujian detail transaksi pada umumnya lebih banyak menyita waktu daripada
prosedur analitis. Oleh karena itu, pengujian ini lebih banyak membutuhkan biaya daripada
prosedur analitis. Meskipun demikian, pengujian detail transaksi lebih sedikit membutuhkan
biaya daripada pengujian detail saldo.
Prosedur analitis
Prosedur analitik meliputi perbandingan jumlah-jumlah yang tercatat atau ratio yang
dihitung dari jumlah-jumlah yang tercatat, dibandingkan dengan harapan yang dikembangkan
oleh auditor. Prosedur analitik merupakan bagian penting dalam proses audit dan terdiri dari
evaluasi terhadap informasi keuangan yang dibuat dengan mempelajari hubungan yang
masuk akal antara data keuangan yang satu dengan data keuangan lainnya, atau antara data
keuangan dengan data nonkeuangan. Prosedur analitik mencakup perbandingan yang paling
sederhana hingga model yang rumit yang mengaitkan berbagai hubungan dan unsur data.
Asumsi dasar penerapan prosedur analitik adalah bahwa hubungan yang masuk akal
di antara data dapat diharapkan tetap ada dan berlanjut, kecuali jika timbul kondisi yang
sebaliknya. Kondisi tertentu yang dapat menimbulkan penyimpangan dalam hubungan ini
mencakup antara lain, peristiwa atau transaksi yang tidak biasa, perubahan akuntansi,
perubahan usaha, fluktuasi acak, atau salah saji.
Pemahaman hubungan keuangan adalah penting dalam merencanakan dan
mengevaluasi hasil prosedur analitik, dan secara umum juga menuntut dimilikinya
pengetahuan tentang klien dan industri yang menjadi tempat usaha klien. Pemahaman atas
tujuan prosedur analitik dan keterbatasannya juga penting. Oleh karena itu, identifikasi
hubungan dan jenis data yang digunakan, serta kesimpulan yang diambil apabila
membandingkan jumlah yang tercatat dengan yang diharapkan, membutuhkan pertimbangan
auditor.
Prosedur analitik digunakan dengan tujuan sebagai berikut:
a. Membantu auditor dalam merencanakan sifat, saat, dan lingkup prosedur audit
lainnya.
b. Sebagai pengujian substantif untuk memperoleh bukti tentang asersi tertentu yang
berhubungan dengan saldo akun atau jenis transaksi.
c. Sebagai review menyeluruh informasi keuangan pada tahap review akhir audit.
a. Sifat asersi.
b. Kelayakan dan kemampuan untuk memprediksikan suatu hubungan.
c. Ketersediaan dan keandalan data yang digunakan untuk mengembangkan harapan.
d. Ketepatan harapan.
Prosedur Analitik dalam Perencanaan Audit
Tujuan prosedur analitik dalam perencanaan audit adalah untuk membantu dalam
perencanaan sifat, saat, dan lingkup prosedur audit yang akan digunakan untuk memperoleh
bukti saldo akun atau golongan transaksi tertentu. Untuk maksud ini, prosedur analitik
perencanaan audit harus ditujukan untuk:
a. Meningkatkan pemahaman auditor atas bisnis klien dan transaksi atau peristiwa yang
terjadi sejak tanggal audit terakhir dan,
b. Mengidentifikasi bidang yang kemungkinan mencerminkan risiko tertentu yang
bersangkutan dengan audit. Jadi, tujuan prosedur ini adalah untuk
mengidentifikasikan hal seperti adanya transaksi dan peristiwa yang tidak biasa, dan
jumlah, rasio serta trend yang dapat menunjukkan masalah yang berhubungan dengan
laporan keuangan dan perencanaan audit.
Pada audit keuangan, program audit untuk pengujian substantif dan pengujian
pengendalian dapat disusun sekaligus, terutama karena standar penyajian pos-pos laporan
keuangan sudah baku sifatnya. Tetapi pada audit operasional dan audit kepatuhan, program
audit substantif biasanya baru bisa dibuat setelah pengujian pengendalian selesai
dilaksanakan, yaitu setelah auditor mengetahui kelemahan pengendalian/temuan sementara
yang perlu diperdalam.
Ada delapan prosedur untuk melaksanakan pengujian substantif, yaitu:
1. Pengajuan pertanyaan kepada para karyawan terkait dengan kinerja tugas mereka.
2. Pengamatan atau observasi terhadap personel dalam melaksanakan tugas.
3. Menginspeksi dokumen dan catatan.
4. Melakukan penghitungan kembali atau reperforming.
5. Konfirmasi.
6. Analisis.
7. Tracing atau pengusutan.
8. Vouching atau penelusuran.
Faktor yang mempengaruhi pertimbangan auditor mengenai kuantitas, bentuk, dan isi
kerta kerja untuk perikatan tertentu mencakup:
· Halim, Abdul dan Totok Budi Santoso. 2004. Auditing 2. Yogyakarta: Uni Penerbit dan
Percetakan Akademi Manajemen Perusahaan YKPN.
· IAPI. 2011. Standar Profesional Akuntan Publik. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
· Jusup, Al. Haryono. 2002. Auditing, buku 2. Yogyakarta: Bagian Penerbitan Sekolah
Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN.
· http://www.scribd.com/doc/51208226/13/A-Pengertian-dan-Jenis-Program-Audit
RAGAM TRANSAKSI
Transaksi keuangan sangat banyak ragamnya. Jika dikaitkan dengan pertanyaan "dengan
siapa perusahaan bertransaksi?" maka transaksi keuangan dapat dikelompokkan sebagai
berikut:
Transaksi dengan pemilik adalah transaksi yang terjadi antara perusahaan dan pemilik.
Transaksi ini terdiri atas transaksi penyetoran modal dan transaksi penarikan kembali modal
tersebut. Transaksi penyetoran modal oleh pemilik, misalnya berupa kas, mengakibatkan
aktiva (kas) perusahaan bertambah dan modal perusahaan juga bertambah. Sebaliknya, jika
pemilik mengambil kembali harta yang telah ia setorkan, maka transaksi ini mengurangi
aktiva perusahaan, di samping mengurangi juga modal perusahaan.
Transaksi dengan kreditor adalah transaksi yang terjadi antara perusahaan dan kreditor.
Transaksi ini terdiri atas transaksi penarikan pinjaman dan pelunasan pinjaman tersebut.
Transaksi penarikan pinjaman, dari bank misalnya, mengakibatkan aktiva (kas) perusahaan
bertambah dan utang perusahaan juga bertambah. Sebaliknya, jika perusahaan melunasi
pinjaman tersebut, maka transaksi ini mengurangi aktiva perusahaan, di samping mengurangi
juga utang perusahaan.
Transaksi dengan pelanggan adalah transaksi yang terjadi antara perusahaan dan pelanggan.
Transaksi ini terdiri atas transaksi penjualan barang/jasa perusahaan kepada pelanggan dan
transaksi pengembalian barang oleh pelanggan karena barang tidak sesuai dengan pesanan,
dan dalam hal jasa, pelanggan menuntut pengurangan harga karena konsumen menganggap
kualitas jasa yang ia terima tidak sesuai dengan yang ia harapkan. Transaksi penjualan
barang/jasa aktiva mengakibatkan (kas atau piutang) perusahaan bertambah dan pendapatan
perusahaan juga bertambah. Sebaliknya, jika terdapat pengembalian barang oleh pelanggan,
maka transaksi ini mengurangi aktiva perusahaan, di samping mengurangi juga pendapatan
perusahaan.
Transaksi dengan pemasok adalah transaksi yang terjadi antara perusahaan dan pemasok
(misalnya pemasok bahan baku). Transaksi ini terdiri atas transaksi pembelian bahan baku,
barang dagangan, atau pun barang lainnya seperti alat-alat kantor, kendaraan, dan mesin
produksi. Jika transaksi ini dilakukan dengan tunai, maka pengaruhnya adalah menambah
aktiva perusahaan (berupa bahan baku atau lainnya), dan di sisi lain mengurangi aktiva
perusahaan berupa kas. Jika transaksi ini dilakukan secara kredit,maka perlakuannya sama
dengan transaksi dengan kreditor, yakni menambah aktiva di samping juga menambah utang.
Kemudian, ketika perusahaan melunasi utang yang timbul dari transaksi dengan pemasok ini,
maka aktiva dan utang perusahaan berkurang secara simultan.
Transaksi dengan penyedia nilai tambah adalah transaksi yang terjadi antara perusahaan dan
siapa pun yang menyediakan nilai tambah kepada produk/jasa perusahaan. Karyawan,
misalnya, menyediakan tenaganya kepada perusahaan di dalam rangka melayani pelanggan
atau membuatkan barang yang akan dijual kepada konsumen. PLN, sebagai contoh lain,
menyediakan tenaga listrik bagi perusahaan agar perusahaan dapat berproduksi dan melayani
konsumen. Transaksi dengan karyawan dan PLN seperti dijelaskan di atas mengakibatkan
aktiva perusahaan berkurang (untuk membayar gaji dan tenaga listrik) atau utang perusahaan
bertambah (karena perusahaan belum membayar gaji dan tenaga listrik yang telah ia
gunakan). Di sisi lain, biaya perusahaan juga bertambah.
Tes Ketaatan (Compliance Test) atau Test of Recorded Transactions adalah tes terhadap bukti
pembukuan yang mendukung transaksi yang dicatat perusahaan untuk mengetahui apakah
setiap transaksi yang terjadi sudah diproses dan dicatat sesuai dengan sistem dan prosedur
yang telah ditetapkan manajemen. Jika terjadi penyimpangan dalam pemprosesan dan
pencatatan transaksi, walaupun jumlah (Rupiah) nya tidak material, auditor harus
memperhitungkan pengaruh dari penyimpangan tersebut terhadap efektivitas pengendalian
intern.
juga harus dipertimbangkan apakah kelemahan dalam salah satu aspek pengendalian intern
bisa diatasi dengan suatu "Compensating Control".
Misalnya :
Compliance Test bisa dilakukan pada waktu interim audit dan dilanjutkan setelah perusahaan
melakukan penutupan buku pada akhir tahun.
Substantive Test adalah tes terhadap kewajaran saldo-saldo perkiraan laporan keuangan
(Laporan Posisi Keuangan dan Laporan Laba Rugi Komprehensif).
Jika pada waktu melakukan substantive test, auditor menemukan kesalahan-kesalahan, harus
dipertimbangkan apakah kesalahan tersebut jumlahnya material atau tidak. jika
permasalahannya material, auditor harus mengusulkan audit adjusment secara tertulis (dalam
bentuk daftar audit adjusment). jika usulan adjusment tidak disetujui klien, dan auditor yakin
usulan adjusment tersebut benar, makan auditor tidak boleh memberikan unqualified opinion.
untuk kesalahan yang jumlahnya tidak material (immaterial), auditor tetap perlu mengajukan
usulan adjusment, tetapi tidak perlu dipaksakan karena tidak akan mempengaruhi opini
akuntan publik. Dalam melakukan Substantive test, auditor perlu membuat kertas kerja dalam
bentuk Working Balance Sheet, Working Profit and Loss, Top Shcedule dan Supporting
Schedule.