Anda di halaman 1dari 44

Bukti audit yang mendukung laporan keuangan terdiri atas data akuntansi dan semua

informasi penguat yang tersedia bagi auditor. Seperti halnya Jurnal, buku besar dan buku
pembantu, dan buku pedoman akuntansi yang berkaitan serta catatan seperti lembaran kerja
(Work sheet) dan Spread Sheet yang mendukung alokasi biaya, perhitungan dan rekonsiliasi
keseluruhannya merupakan bukti yang mendukung laporan keuangan. Data akuntansi ini
seringkali dalam bentuk elektronik. Data akuntansi saja tidak dapat dianggap sebagai
pendukung yang cukup bagi suatu laporan keuangan, di pihak lain tanpa cukup perhatian atas
kewajaran dan kecermatan data akuntansi yang melandasinya, pendapat auditor atas laporan
keuangan tidak akan terjamin.
Bukti audit menguat meliputi baik informasi tertulis maupun elektronik, seperti cek,
catatan electronic fund system, faktur, surat kontrak, notulen rapat,konfirmasi dan
representasi tertulis dari pihak yang mengetahui, informasi yang diperoleh auditor melalui
permintaan keterangan, pengamatan, inspeksi dan pemeriksaan fisik, serta informasi lain
yang dikembangkan oleh atau tersedia bagi auditor yang memungkinkannya menarik
kesimpulan berdasarkan alasan yang kuat.
untuk dapat ddikatakan kompeten, bukti audit harus sah dan relevan. keabsahan sangat
tergantung atas keadaan yang berkaitan dengan pemerolehan bukti tersebut.
Bukti ekstern yang diperoleh dari pihak independen diluar perusahaan dianggap lebih
kuat dalam arti lebih dapat diandalkan/dipercaya keabsahannya daripada bukti yang diperoleh
dari dalam perusahaan itu sendiri (bukti intern). semakin efektif pengendalian intern, semakin
besar jaminan yang diberikan mengenai keandalan data akuntansi dan laporan keuangan.
pengetahuan auditor secara pribadi dan langsung yang diperoleh melalui inspeksi fisik,
pengamatan dan perhitungan lebih bersifat menyimpulkan (Persuasive Evidence) daripada
bukti yang bersifat meyakinkan (Convincing Evidence)

Menurut Konrath (2002:114 &115) ada 6 (enam) tipe bukti audit, yaitu :
1. Physical Evidence
2. Evidence Obtain Through Confirmation
3. Documentary Evidence
4. Mathematical Evidence
5. Analytical Evidence
6. Hearsay Evidence

1. Physical Evidence
  terdiri atas segala sesuatu yang bisa dihitung, dipelihara, diobservasi atau diinspeksi dan
terutama berguna untuk mendukung tujuan eksistensi atau keberadaan.
Contohnya adalah bukti-bukti fisik yang diperoleh dari kas opname, observasi dari
perhitungan fisik persediaan, pemeriksaan fisik surat berharga dan inventarisasi aset tetap.

2. Evidence Obtain Through Confirmation


  merupakan bukti yang diperoleh mengenai eksistensi, kepemilikan atau penilaian langsung
dari pihak ketiga diluar klien.
Contohnya : Jawaban konfirmasi piutang, utang, barang konsinyasi, surat berharga yang
disimpan biro administrasi efek dan konfirmasi dari penasihat hukum klien.

3. Documentary Evidence
terdiri atas catatan-catatan akuntansi dan seluruh dokumen pendukung transaksi.
Contoh : faktur pembelian, copy faktur penjualan, Journal voucher, general ledger, dan sub
ledger. Bukti ini berkaitan dengan asersi manajemen mengenai completeness  dan eksistensi
dan berkaitan dengan audit trail yang memungkinkan auditor untuk mentrasir dan melakukan
vouching atas transaksi-transaksi dan kejadian-kejadian dari dokumen ke buku besar dan
sebaliknya.

4. Mathematical Evidence
merupakan perhitungan, perhitungan kembali dan rekonsiliasi yang dilakukan auditor.
Contoh : footing, cross footing dan extension dari rincian persediaan, perhitungan dan alokasi
beban penyusutan, perhitungan beban bunga, laba/rugi penarikan aset tetap, PPH dan
accruals. untuk rekonsiliasi misalnya pemeriksaan rekonsiliasi bank, rekonsiliasi saldo
piutang usaha dan utang menurut buku besar dan sub buku besar, rekonsiliasi inter company
account dan lain-lain.

5. Analytical Evidence
merupakan bukti yang diperoleh melalui penelaahan analitis terhadap informasi keuangan
klien. Penelaahan analitis ini harus dilakukan pada waktu membuat perencanaan audit,
sebelum melakukan substantive test dan pada akhir pekerjaan lapangan (audit field work).
Prosedur analitis bisa dilakukan dalam bentuk :
1. Trend (Horizontal) Analysis, yaitu membandingkan angka-angka laporan keuangan tahun
berjalan dengan tahun-tahun sebelumnya dan menyelidiki kenaikan/penurunan yang
signifikan baik dalam jumlah rupiah dalam persentase.
2. Common Size (vertical) Analysis.
3. Ratio Analysis, misalnya menghitung rasio likuiditas, rasio profitabilitas, rasio leverage
dan rasio manajemen aset.

6. Hearsay Evidence
merupakan bukti dalam bentuk jawaban lisan dari klien atas pertanyaan-pertanyaan yang
diajukan auditor.
Contoh : pertanyaan-pertanyaan auditor mengenai pengendalian intern, ada tidaknya contigen
liabilities, persediaan yang bergerak lambat dan rusak, kejadian penting setelah tanggal
neraca dan lain-lain

Urutan reliabilitas dari keenam tipe bukti audit diperlihatkan seperti berikut :

RAGAM TRANSAKSI

Transaksi keuangan sangat banyak ragamnya. Jika dikaitkan dengan pertanyaan "dengan
siapa perusahaan bertransaksi?" maka transaksi keuangan dapat dikelompokkan sebagai
berikut:
1.      Transaksi dengan pemilik
Transaksi dengan pemilik adalah transaksi yang terjadi antara perusahaan dan pemilik.
Transaksi ini terdiri atas transaksi penyetoran modal dan transaksi penarikan kembali modal
tersebut. Transaksi penyetoran modal oleh pemilik, misalnya berupa kas, mengakibatkan
aktiva (kas) perusahaan bertambah dan modal perusahaan juga bertambah. Sebaliknya, jika
pemilik mengambil kembali harta yang telah ia setorkan, maka transaksi ini mengurangi
aktiva perusahaan, di samping mengurangi juga modal perusahaan.
2.      Transaksi dengan kreditor
Transaksi dengan kreditor adalah transaksi yang terjadi antara perusahaan dan kreditor.
Transaksi ini terdiri atas transaksi penarikan pinjaman dan pelunasan pinjaman tersebut.
Transaksi penarikan pinjaman, dari bank misalnya, mengakibatkan aktiva (kas) perusahaan
bertambah dan utang perusahaan juga bertambah. Sebaliknya, jika perusahaan melunasi
pinjaman tersebut, maka transaksi ini mengurangi aktiva perusahaan, di samping mengurangi
juga utang perusahaan.
3.      Transaksi dengan Pelanggan
Transaksi dengan pelanggan adalah transaksi yang terjadi antara perusahaan dan pelanggan.
Transaksi ini terdiri atas transaksi penjualan barang/jasa perusahaan kepada pelanggan dan
transaksi pengembalian barang oleh pelanggan karena barang tidak sesuai dengan pesanan,
dan dalam hal jasa, pelanggan menuntut pengurangan harga karena konsumen menganggap
kualitas jasa yang ia terima tidak sesuai dengan yang ia harapkan. Transaksi penjualan
barang/jasa aktiva mengakibatkan (kas atau piutang) perusahaan bertambah dan pendapatan
perusahaan juga bertambah. Sebaliknya, jika terdapat pengembalian barang oleh pelanggan,
maka transaksi ini mengurangi aktiva perusahaan, di samping mengurangi juga pendapatan
perusahaan.
4.      Transaksi dengan pemasok
Transaksi dengan pemasok adalah transaksi yang terjadi antara perusahaan dan pemasok
(misalnya pemasok bahan baku). Transaksi ini terdiri atas transaksi pembelian bahan baku,
barang dagangan, atau pun barang lainnya seperti alat-alat kantor, kendaraan, dan mesin
produksi. Jika transaksi ini dilakukan dengan tunai, maka pengaruhnya adalah menambah
aktiva perusahaan (berupa bahan baku atau lainnya), dan di sisi lain mengurangi aktiva
perusahaan berupa kas. Jika transaksi ini dilakukan secara kredit,maka perlakuannya sama
dengan transaksi dengan kreditor, yakni menambah aktiva di samping juga menambah utang.
Kemudian, ketika perusahaan melunasi utang yang timbul dari transaksi dengan pemasok ini,
maka aktiva dan utang perusahaan berkurang secara simultan.
5.      Transaksi dengan penyedia nilai tambah
Transaksi dengan penyedia nilai tambah adalah transaksi yang terjadi antara perusahaan dan
siapa pun yang menyediakan nilai tambah kepada produk/jasa perusahaan. Karyawan,
misalnya, menyediakan tenaganya kepada perusahaan di dalam rangka melayani pelanggan
atau membuatkan barang yang akan dijual kepada konsumen. PLN, sebagai contoh lain,
menyediakan tenaga listrik bagi perusahaan agar perusahaan dapat berproduksi dan melayani
konsumen. Transaksi dengan karyawan dan PLN seperti dijelaskan di atas mengakibatkan
aktiva perusahaan berkurang (untuk membayar gaji dan tenaga listrik) atau utang perusahaan
bertambah (karena perusahaan belum membayar gaji dan tenaga listrik yang telah ia
gunakan). Di sisi lain, biaya perusahaan juga bertambah.
Sifat dan keputusan bukti audit
Bukti audit merupakan informasi yang akan digunakan oleh auditor untuk menentukan
kesesuaian antara yang diaudit dan kriteria tertentu yang telah di tetapkan. Bukti audit dapat
berupa informasi yang sangat persuasif maupun informasi yang kurang persuasif. Contoh
bukti audit yang sangat persuasif adalah hasil perhitungan ulang oleh auditor atas bersarnya
amortisasi atas beban dibayar di muka. Adapaun contoh bukti audit yang kurang persuasif
adalah  hasil tanya jawab dengan karyawan klien. Jadi, sifat bukti audit dapat sangat
bervariasi sesuai dengan kemampuannya dalam meyakinkan auditor bahwa laporan keuangan
telah disajikan sesuai dengan prinsip – prinsip akuntansi yang berlaku umum.

Keputusan penting yang dihadapi oleh auditor dalam menentukan jenis dan jumlah bukti
audit yang tepat adalah meliputi penentuan prosedur audit, ukuran sampel, metode pemilihan
sampel, dan penetapan waktu.

Prosedur audit adalah rincian instruksi yang menjelaskan bukti audit yang harus diperoleh
selama audit berlangsung. Sebagai contoh, prosedur audit untuk memverifikasi pembelian
barang dagang adalah memeriksa jurnal pembelian dan membandingkannya dengan jumlah
yang tertera dalam formulir permintaan pembelian, laporan penerimaan barang, serta faktur
tagihan. Setelah prosedur audit di tetapkan, auditor menentukan ukuran sampel. Sebagai
contoh, auditor dapat memilih ukuran sampel sebanyak 35 dari 300 faktur tagihan untuk
dibandingkan dengan jurnal pembelian. Ukuran sampel untuk setiap prosedur mungkin akan
berbeda antara audit satu dengan audit yang lainnya. Setelah ukuran sampel untuk suatu
prosedur audit ditentukan, auditor harus memutuskan metode pemilihan sampel. Dalam
contoh ini, auditor dapat memilih 35 invoice pertama, atau 35 invoice dengan nilai terbesar,
atau 35 invoice secara acak, atau 35 invoice yang menurut auditor paling mungkin
mengandung salah saji, atau bisa juga menggunakan kombinasi dari berbagai metode
tersebut. Keputusan penetapan waktu berkaitan dengan penentuan atau pemilihan tanggal
sampel. Sebagai contoh, auditor memutuskan untuk memeriksa secara acak sampel jurnal
pembelian barang dagang yang terjadi untuk satu tahun penuh dalam periode laporan
keuangan yang diaudit.

Ketepatan bukti
Bukti dikatakan tepat apabila memenuhi karakteristik relevansi dan reliabilitas. Bukti yang di
anggap sangat tepat akan sangat membantu dalam meyakinkan auditor bahwa laporan
keuangan telah disajikan secara wajar. Ketepatan bukti hanya terkait dengan prosedur audit
yang dipilih dan penetapan waktu, serta tidak dapat diperbaiki dengan menambah ukuran
sampel. Ketepatan hanya dapat diciptakan melalui pemilihan prosedur audit yang lebih
relevan dan dapat diandalkan.
Sehubungan dengan relevansi bukti, bukti audit dikatakan tepat jika berkaitan dengan tujuan
audit yang akan diuji oleh auditor. Sebagai contoh, prosedur audit yang relevan untuk
mengidentifikasi pengiriman atau penjualan barang adalah yang belum ditagih adalah dengan
menelusuri laporan pengiriman barang ke faktur penjualan, bukan sebaliknya. Menelusuri
faktur penjualan ke laporan pengiriman barang merupakan prosedur audit yang relevan untuk
menguji tujuan audit khusus: apakah transaksi penjualan yang dicatat adalah benar – benar
untuk pengiriman barang yang dilakukan kepada pelanggan nonfiktif. Relevansi hanya dapat
dipertimbangkan dalam tujuan audit khusus, karena bukti audit mungkin relevan untuk tujuan
audit yang satu tetapi tidak relevan untuk tujuan audit yang lainnya.

Sehubungan dengan reliabilitas bukti, bukti audit dikatakan tepat jika dapat diandalkan, dapat
dipercaya, atau layak dipercaya. Sama seperti relevansi, bukti dianggap dapat diandalkan jika
bukti tersebut sangat membantu dalam meyakinkan auditor bahwa laporan keuangan telah
disajikan secara wajar. Sebagai contoh, prosedur audit yang dapat diandalkan untuk menguji
eksistensi saldo kas kecil dan saldo persediaan barang dagang pada tanggal neraca adalah
dengan melakukan pemeriksaan fisik, yaitu masing – masing cash opname dan stock
opname. Contoh lainnya, hasil konfirmasi secara tertulis dari bank merupakan bukti audit
yang dapat diandalkan untuk menguji keberadaan saldo kas di bank.

Secara umum, keandalan bukti audit sangat tergantung pada:

 Independen penyedia bukti


 Efektivitas pengendalian internal klien
  Perolehan secara langsung oleh auditor
 Kualifikasi penyedia informasi dan juga auditor
 Objektivitas
 Ketepatan waktu

Kecukupan bukti
Kuantitas bukti yang dikumpulkan akan menentukan kecukupannya. Kecukupan bukti diukur
dari ukuran sampel yang dipilih auditor. Untuk prosedur audit tertentu, bukti yang diperoleh
dari sampel sebanyak 100 pada umumnya lebih mencukupi disbanding dengan dari sampel
sebanyak 35. Selain ukuran sampel, metode pemilihan sampel juga akan menentukan
kecukupan bukti audit. Sampel yang terdiri dari item – item populasi dengan nilai moneter
yang besar pada umumnya dianggap sudah mencukupi terutama apabila item – item ini
merupakan bagian terbesar dari jumlah total populasi.

Jenis bukti audit


Dalam memutuskan prosedur audit mana yang akan digunakan auditor dapat memilihnya dari
delapan jenis bukti audit berikut:

Pemeriksaan fisik
Jenis bukti ini paling sering dilakukan atas saldo kas kecil dan persediaan, tetapi juga dapat
diterapkan untuk memverifikasi sertifikat deposito, sekuritas investasi, wesel tagih, dan aset
berwujud. Pemeriksaan fisik merupakan cara langsung untuk memverifikasi apakah suatu
aset benar – benar ada. Pada umumnya, pemeriksaan fisik adalah cara yang objektif untuk
mengetahui kuantitas maupun deskripsi aset. Dalam beberapa kasus, pemeriksaan fisik juga
berguna untuk mengevaluasi kondisi atau kualitas aset yang diperiksa.

Konfirmasi
Konfirmasi adalah proses untuk mendapatkan respon dari pihak ketiga sebagai jawaban atas
suatu permintaan informasi tentang unsur tertentu yang berkaitan dengan asersi manajemen
dan tujuan audit. Biasanya, auditor lebih memilih konfirmasi tertulis disbanding dengan
konfirmasi lisan karena konfirmasi tertulis lebih mudah di-reviu oleh supervisor audit dan
memberikan dukungan keandalan. Pada umumnya,  konfirmasi relative mahal dan dapat
menimbulkan beberapa ketidaknyamanan bagi pihak – pihak yang diminta untuk
menyediakan konfirmasi ini.
Dokumentasi
Dokumentasi adalah pemeriksaan atau penyelidikan oleh auditor atas dokumen dan catatan
klien untuk mendukung informasi yang tersaji atau seharusnya tersaji dalam laporan
keuangan. Sebagai contoh, formulir permintaan pembelian, laporan penerimaan barang, serta
faktur tagihan dari pemasok merupakan dokumen yang perlu diperiksa oleh auditor untuk
memverifikasi keakuratan catatan klien tentang transaksi pembelian barang dagang.
Dokumentasi telah digunakan secara luas sebagai bukti audit, karena jenis bukti ini biasanya
tersedia dengan biaya yang relatif murah dan kadang – kadang merupakan satu – satunya
jenis bukti audit yang layakdan tersedia. Proses pemeriksaan atau penyelidikan oleh auditor
atas dokumen dan catatan klien untuk mendukung informasi yang tersaji atau seharusnya
tersaji dalam laporan keuangan disebut sebagai vouching.

Prosedur analitis
Prosedur analitis menggunakan perbandingan dan hubungan untuk menilai apakah saldo akun
atau data lainnya tampak wajar atau rasional. Sebagai contoh, melakukan perbandingan
antara total beban gaji dan jumlah tenaga personel bisa menunjukan ada tidaknya pembayaran
gaji yang tidak semestinya. Contoh lainnya, auditor dapat membandingkan beban komisi
dengan total penjualan bersih untuk menguji kewajaran atas jumlah komisi yang dibayarkan.

Wawancara dengan klien


Wawancara atau tanya jawab dengan klien merupakan suatu upaya untuk memperoleh
informasi secara lisan maupun tertulis dari klien sebagai bentuk respons atas pertanyaan yang
diajukan oleh auditor. Walaupun banyak bukti yang dapat diperoleh dari klien melalui tanya
jawab ini, namun jenis bukti ini biasanya tidak dapat dianggap sebagai bukti yang
meyakinkan karena diperoleh bukan dari pihak yang independen dan mungkin berpihak
kepada klien. Oleh sebab itu, apabila auditor memperoleh bukti secara tanya jawab, auditor
juga perlu memperoleh bukti pendukung melalui prosedur lainnya.

Perhitungan ulang
Rekalkulasi melibatkan pengecekan ulang atas sampel hitungan yang telah dilakukan oleh
klien. Pengecekan ulang ini merupakan pengujian atas keakuratan hasil perhitungan klien.
Sebagai contoh, auditor menghitung ulang besarnya beban penyusutan aset tetap, beban
amortisasi, nilai persediaan akhir, harga pokok penjualan, dan nilai buku sekuritas investasi.
Observasi
Observasi adalah penggunaan alat indera untuk menilai aktivitas klien. Sebagai contoh,
auditor dapat mengunjungi lokasi pabrik untuk memperoleh kesan umum atas fasilitas klien,
atau mengamati jalannya proses proses produksi, atau mengamati cara kerja karyawan klien
dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya untuk menentukan tingkat efisiensi dan
efektivitas. Namun, observasi sering kali kurang dapat diandalkan karena ada kemungkinan
bahwa karyawan klien akan mengubah perilakunya pada saat diamati oleh auditor. Biasanya,
dihadapan auditor, karyawan klien akan melaksanakan tanggung jawabnya sesuai dengan
kebijakan perusahaan tetapi akan kembali melakukan hal yang biasa dilakukan setelah
auditor tidak mengamatinya.

BUKTI AUDIT DIBANDINGKAN DENGAN BUKTI HUKUM DAN BUKTI ILMIAH

Penggunaan bahan bukti tidak hanya digunakan oleh para auditor. Bahan bukti juga
digunakan secara meluas oleh para ilmuwan, pengacara, dan ahli sejarah. Misalnya, setiap
orang yang suka menonton serial drama hukum di televisi mengetahui bahwa bahan bukti
yang dikumpulkan digunakan untuk berdebat mengenai siapa yang benar dan yang salah di
pengadilan. Dalam kasus hukum, terdapat aturan mengenai bahan bukti yang didefinisikan
secara jelas dan ditetapkan oleh para hakim sebagai perlindungan terhadap pihak yang tidak
bersalah. Dalam percobaan ilmiah, para peneliti mendapatkan bahan bukti untuk menguji
hipotesis dengan menggunakan eksperimen-eksperimen yang diatur, misalnya percobaan obat
untuk menguji efektifitas perawatan medis terbaru. Serupa dengan hal itu, mendapatkan
bahan bukti merupakan bagian besar aktivitas yang dilakukan oleh auditor. Meskipun para
profesional ini menggunakan jenis-jenis bahan bukti yang berbeda, dan menggunakan bahan
bukti dalam kondisi yang berbeda dengan cara yang berbeda, para pengacara, ilmuwan, dan
auditor akan menggunakan bahan bukti untuk membantunya menarik kesimpulan.

Bukti audit adalah semua informasi yang digunakan oleh auditor dalam pembuatan
kesimpulan (opini) dibuat. Bukti audit termasuk di dalamnya adalah: (1). catatan akuntansi
yang menghasilkan laporan keuangan, dan (2). Informasi lainnya yang berhubungan/terkait
dengan catatan akuntansi dan pendukung alasan logis dari auditor tentang laporan keuangan
yang layak. Untuk itu, auditor harus memperoleh bahan bukti audit yang cukup dan
kompeten sebagai dasar yang memadai untuk menyatakan pendapat. Sebagai contoh, catatan
akuntansi termasuk di dalamnya :

 Cek dan catatan transfer dana elektronik.


 Faktur
 Kontrak/perjanjian
 Buku besar umum dan buku besar anak perusahaan.
 Jurnal entri dan penyesuaian lain untuk laporan keuangan yang tidak tercermin dalam
jurnal entri resmi.

Terdapat lima asersi manajemen yang di jelaskan dalam GAAS (Generally Accepted
Auditing Standard), yaitu:

1. Eksistensi atau keterjadian (Existence or Occurrence)

2. Kelengkapan (Completeness)

3. Hak dan Kewajiban (Rights and Obligations)

4. Penilaian atau alokasi (Valuation or Allocation)

5. Penyajian dan pengungkapan (Presentation dan Disclosure)

Adapun tujuan dari audit secara spesifik dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu:

1. Tujuan audit berkait-transaksi.

Dimaksudkan untuk berfungsi sebagai kerangka kerja bagi auditor dalam mengumpulkan
bahan bukti kompeten yang cukup dibutuhkan oleh standar pekerjaan lapangan dan
memutuskan bahan bukti yang pantas untuk dikumpulkan sesuai dengan penugasan. Ada 5
tujuan audit yaitu:

 Eksistensi

Tujuan ini berkenaan dengan apakah transaksi yang tercatat memang secara aktual terjadi.
 Kelengkapan

Tujuan ini menyangkut apakah seluruh transaksi yang seharusnya ada dalam jurnal secara
aktual telah dimasukkan. Tujuan eksistensi dan kelengkapan mempunyai penekanan yang
berlawanan, sebab eksistensi berkaitan dengan lebih saji (overstatement) dengankan
kelengkapan berkaitan dengan kurang saji (understatement).

 Akurasi

Tujuan ini menyangkut keakuratan informasi untuk transaksi akuntansi tercatat dengan nilai
yang benar.

 Cut-off

Tujuan ini untuk mencatat transaksi ke dalam periode akuntansi yang benar.

 Klasifikasi

Tujuan ini untuk mencatat semua transaksi sesuai dengan kelompok dan golongan yang tepat.

2. Tujuan audit berkait-saldo

Tujuan dari audit berkait saldo diterapkan kepada saldo akun, sedangkan tujuan audit berkait
transaksi diterapkan kepada jenis atau golongan transaksi. Tujuan audit berkait-saldo terbagi
menjadi:

 Eksistensi

Tujuan ini menyangkut apakah angka-angka yang dimasukkan dalam laporan keuangan
memang seharusnya dimasukkan.

 Kelengkapan

Tujuan ini menyangkut apakah semua angka-angka yang seharusnya dimasukkan memang
diikutsertakan secara lengkap.

 Hak dan Kewajiban


Aktiva harus dimiliki sebelum dapat diterima untuk dicantumkan dalam laporan keuangan,
demikian pula dengan kewajiban harus menjadi milik suatu entitas. Hak biasanya
berhubungan dengan aktiva dan kewajiban dengan hutang.

 Penilaian atau alokasi

Pengklasifikasian dan penilaian terhadap pos-pos sesuai dengan alokasi yang tercatat secara
akurat sesuai dengan pisah batas dan realisasi.

3. Pengungkapan tujuan audit

Tujuan ini terbagi menjadi:

 Eksistensi dan Hak & Kewajiban.


 Kelengkapan
 Klasifikasi dan dapat dimengerti.
 Akurat dan Penilaian.

KECUKUPAN BUKTI AUDIT

Berkaitan dengan kuantitas bukti audit. Faktor yang mempengaruhi kecukupan bukti audit ,


meliputi :

 Materialitas.
 Resiko  audit.
 Ukuran  dan  karakteristik  populasi.

KOMPETENSI BUKTI AUDIT

Kompetensi bukti adalah berkaitan dengan kuantitas atau mutu dari bukti–bukti tersebut.
Bukti yang kompeten adalah bukti yang dapat dipercaya , sah , obyektif , dan relevan.

Untuk menentukan kompetensi bukti harus mempertimbangkan berbagai faktor , yaitu :

 Relevansi  bukti audit.
 Faktor lain yang berhubungan dengan keandala bukti audit.
 Penilaian profesional.
PROSEDUR AUDIT

Prosedur audit (audit procedures) adalah metode atau teknik yang digunakan oleh para
auditor untuk mengumpulkan dan mengevaluasi bahan bukti yang mencukupi dan kompeten.
Adapun jenis-jenis prosedur audit adalah:

 Inspeksi dokumen dan catatan (inspection of documents and records). Terbagi


menjadi 2:
o Pemeriksaan bukti pendukung (vouching) meliputi:

(1) Pemilihan ayat jurnal dalam catatan akuntansi.

(2) Mendapatkan serta memeriksa dokumentasi yang digunakan sebagai dasar ayat jurnal
tersebut untuk menentukan validitas dan ketelitian pencatatan akuntansi.

Prosedur vouching digunakan untuk mendeteksi adanya salah saji berupa penyajian yang
lebih tinggi dari seharusnya dalam catatan akuntansi.

 o Penelurusan (tracing) yang sering disebut sebagai penelusuran ulang, auditor :

(1) Memilih dokumen yang dibuat pada saat transaksi dilaksanakan.

(2) Menentukan bahwa informasi yang diberikan oleh dokumen tersebut telah dicatat dengan
benar dalam catatan akuntansi (jurnal dan buku besar).

Arah pengujian ini berawal dari dokumen menuju ke catatan akuntansi.

 Inspeksi aktiva berwujud (inspection of tangible assets)

Meliputi pemeriksaan rinci terhadap dokumen dan catatan, serta pemeriksaan sumberdaya
berwujud. Dengan melakukan inspeksi atas dokuen, auditor dapat menetukan ketepatan
persyaratan dalam faktur atau kontrak yang memerlukan pengujian atas transaksi akuntansi
tersebut.

 Pengamatan (observtion)

Berkaitan dengan memperhatikan pelaksanaan beberapa kegiatan atau proses yang bertujuan
untuk memperoleh pemahaman atas pengendalian intern.
 Permintaan keterangan (Inquiry)

Meliputi permintaan keterangan secara lisan atau tertulis oleh auditor, umumnya berupa
pertanyaan yang timbul setelah dilaksanakannya prosedur analitis kepada manajemen atau
karyawan dan meminta keterangan pada pihak ekstern seperti penasehat hukum.

 Konfirmasi (confirmations)

Adalah bentuk permintaan keterangan yang memungkinkan auditor memperoleh informasi


secara langsung dari sumber independen di luar organisasi klien (pihak ke 3).

 Perhitungan ulang (Recalculation)

Memeriksa perhitungan matematika yang akurat atas dokumen atau catatan. Biasanya auditor
menggunakan audit software dalam melakukan perhitungan ulang dan membandingkannya
dengan catatan yang terdapat di buku besar.

 Pelaksanaan ulang (Reperformance)

Perhitungan dan rekonsiliasi yang dibuat oleh klien dilakukan pengecekan dan di hitung
ulang, untuk menentukan proses yang telah sesuai dengan pengendalian intern yang telah
dirumuskan.

 Prosedur analitis (analytical procedures)

Terdiri dari penelitian dan perbandingan hubungan antara data. Prosedur ini meliputi
perhitungan dan penggunaan rasio-rasio sederhana, analisis vertikal atau laporan persentase,
perbandingan jumlah yang sebenarnya dengan data historis atau anggaran. Seperti
penggunaan model matematis dan statistik (analisis regresi).

 Teknik audit berbantuan komputer (Computer-assisted audit techniques/CAAT)

Bila catatan akuntansi klien menggunakan media elektronik, maka auditor harus memeriksa
prosedur analitis, mengevaluasi, memilih sampling transaksi dan mencoba data uji program
klien untuk menentukan apakah pengendalian intern telah berfungsi.

PROGRAM AUDIT
Standar audit yang berlaku umum menyatakan bahwa dalam merencanakan audit, auditor
harus mempertimbangkan sifat, luas, dan saat pekerjaan yang harus dilaksanakan serta harus
mempersiapkan suatu program audit tertulis untuk setiap audit. Program audit tersebut
menyatakan bahwa prosedur audit yang diyakini oleh auditor merupakan hal yang penting
untuk mencapai tujuan audit. Bentuk program audit akan sangat beragam tergantung pada
kondisi audit, praktik, serta kebijakan kantor akuntan tersebut.

Maksud suatu program audit adalah untuk mengatur secara sistematis prosedur audit yang
akan dilaksanakan selama audit berlangsung. Auditor menentukan tujuan audit spesifik yang
telah dikembangkan berdasarkan asersi audit ketika mengembangkan program audit.

Kertas Kerja (Working Papers)

Kertas kerja sebagai catatan yang disimpan oleh auditor tentang prosedur audit yang
ditetapkan pengujian yang dilaksanakan, informasi yang diperoleh dan kesimpulan tentang
masalah yang dicapai dalam audit. Adapun jenis kertas kerja meliputi:

 Kertas kerja neraca saldo/ merupakan kertas kerja yang paling penting di dalam audit.
o Karena menjadi mata rantai penghubung antara akun buku besar klien dan
item-item yang dilaporkan dalam laporan keuangan.
o Memberikan dasar untuk pengendalian seluruh kertas kerja individual
o Mengidentifikasi kertas kerja spesifik yang memuat bukti audit bagi setiap
item laporan keuangan.
 Skedul dan analisis; digunakan secara bergantian untuk menggambarkan setiap kertas
kerja yang memuat bukti yang mendukung item-item dalam kertas kerja neraca saldo.
 Memoranda audit dan dokumentasi informasi penguat, merujuk pada data tertulis
yang disusun oleh auditor dalam bentuk naratif. Memoranda meliputi komentar atas
pelaksanaan prosedur audit yang meliputi :

(1) lingkup pekerjaan

(2) temuan-temuan

(3) kesimpulan audit.


 Ayat jurnal penyesuaian dan reklasifikasi. Ayat jurnal penyesuaian merupakan
koreksi atas kesalahan klien sebagai akibat pengabaian atau salah penerapan GAAP,
sedangkan ayat jurnal reklasifikasi berkaitan dengan penyajian laporan keuangan
yang benar dengan saldo akun yang sesuai.

MEMPERSIAPKAN KERTAS KERJA

Ada empat tehnik dasar yang digunakan dalam pembuatan kertas kerja. Keempat tehnik
tersebut adalah :

 Pembuatan heading

Setiap kertas kerja haus berisi nama klien, judul deskripsi identifikasi isi dari kertas kerja, dan
tanggal neraca atau periode yang dicakup oleh audit.

 Nomor indeks

Setiap kertas kerja diberikan indeks atau nomor referensi, seperti A-1, B-2, dan sebagainya,
untuk diidentifikasi dan mengisi tujuan.

 Cross-referencing

Data pada kertas kerja yang diambil dari kertas kerja lain atau yang dipindahkan kekertas


kerja harus diacu-silang dengan nomor indeks dari mereka kerja.

 Tick marks

Adalah simbol, seperti tanda cek, yang digunakan pada kertas kerja untuk


menunjukkan bahwa auditor telah melakukan beberapa prosedur pada item yang terdapat tick
marks, atau bahwa informasi tambahan tentang item tersebut tersedia di tempat
lain pada kertas kerja.

 Pencantuman tanda tangan pembuat maupun penelaah, dan tanggal pembuatan serta
penelaahan.
 Dalam suatu proses audit, terdapat beberapa prosedur yang harus dilakukan oleh
auditor untuk menilai suatu asersi manajemen. Auditor di haruskan merancang dan
mengimplementasikan prosedur audit lebih lanjut yang sifat, saat dan luasnya
didasarkan pada dan merupakan respons terhadap risiko kesalahan penyajian material
yang telah dinilai pada tingkat asersi. Uraian dibawah akan menjelaskan hal tersebut
lebih lanjut.
 Pertama ialah, apa yang dimaksud dengan sifat, saat, dan luas prosedur audit?
Sifat  prosedur audit, mengacu kepada tujuan dilakukannya prosedur tersebut
(sebagai contoh, pengujian pengendalian atau prosedur substantif) dan tipe prosedur
audit tersebut (sebagai contoh, inspeksi, observasi, inqueri, konfirmasi, perhitungan
ulang, pelaksanaan kembali atau prosedur analitis). Sifat prosedur audit tersebut
merupakan hal yang paling penting dalam merespon risiko yang telah dinilai.

Saat prosedur audit, mengacu kepada kapan prosedur tersebut dilaksanakan, atau
periode atau tanggal bukti audit tersebut berlaku.

Luas prosedur audit, mengacu kepada kuantitas prosedur yang dilaksanakan,


misalnya ukuran sampel atau jumlah observasi terhadap aktivitas pengendalian.
 Selanjutnya, apa yang harus diperhatikan oleh auditor dalam menentukan sifat, saat
dan luas prosedur audit dalam suatu pengujian pengendalian?
Sifat dan Luas pengujian pengendalian
Dalam merancang dan melaksanakan pengujian pengendalian, auditor harus,
melaksanakan prosedur audit lain yang dikombinasikan dengan permintaan
keterangan untuk memperoleh bukti audit tentang efektivitas operasi pengendalian
termasuk, bagaimana pengendalian tersebut diterapkan pada waktu yang relevan,
konsistensi penerapan dan oleh siapa atau dengan cara apa pengendalian diterapkan.
Dan juga menentukan apakah pengendalian yang diuji bergantung pada pengendalian
lain (pengendalian tidak langsung) dan apakah perlu memperoleh bukti audit yang
mendukung efektivitas operasi pengendalian tersebut.
 Saat pengujian pengendalian
Ketika auditor bermaksud untuk mengandalkan pada pengendalian, auditor harus
menguji pengendalian tersebut untuk waktu tertentu, atau sepanjang periode yang
diaudit, untuk memberikan dasar yang tepat bagi auditor.
 Terakhir, bagaimana penerapan sifat, saat, dan luas prosedur audit tersebut dalam
pengujian pengendalian suatu proses audit?
Sifat prosedur audit
Misal, jika suatu risiko yang telah dinilai lebih rendah, karena karakteristik tertentu
suatu golongan transaksi, tanpa mempertimbangkan pengendalian yang bersangkutan,
maka auditor dapat menentukan bahwa prosedur analitits substantif saja dapat
memberikan bukti audit yang cukup dan tepat. Akan tetapi, jika hal tersebut
disebabkan oleh pengendalian internal, maka auditor dapat melaksanakan pengujian
atas pengendalian tersebut.
 Saat prosedur audit
Auditor dapat melakukan pengujian pengendalian atau prosedur substantif pada suatu
tanggal interim atau pada akhir periode. Untuk risiko kesalahan penyajian material
yang lebih tinggi, kemungkinan besar auditor memutuskan akan lebih efektif untuk
melaksanakan prosedur substantif pada saat lebih mendekati atau pada akhir periode,
dibandingkan pada tanggal yang lebih awal, atau untuk melaksanakan prosedur audit
tanpa pemberitahuan atau pada waktu yang tidak dapat diprediksi. Hal ini sangat
relevan pada saat mempertimbangkan respons terhadap risiko atas kecurangan. Selain
itu, ada prosedur audit tertentu yang hanya dapat dilaksanakan pada saat atau setelah
akhir periode seperti; pencocokan laporan keuangan dengan catatan akuntansi,
pemeriksaan penyesuaian yang dibuat selama penyusunan laporan keuangan, dan
prosedur untuk merespons risiko, karena ada kontrak penjualan yang tidak semestinya
pada akhir periode.
 Luas prosedur audit
Luas prosedur audit perlu ditentukan setelah mempertimbangkan materialitas, risiko
yang telah dinilai, dan tingkat keyakinan yang ingin diperoleh auditor. Secara umum,
prosedur audit akan lebih luas sejalan dengan meningkatnya risiko kesalahan
penyajian material. Misalnya, dalam merespons risiko kesalahan penyajian material,
yang telah dinilai, yang disebabkan oleh kecurangan, peningkatan ukuran sampel atau
pelaksanaan prosedur analitis substantif dengan tingkat yang lebih rinci, mungkin
merupakan langkah yang tepat. Penggunaan teknik audit berbantuan komputer
(CAATs) memungkinkan pengujian yang lebih luas terhadap transaksi elektronik dan
arsip akun, yang berguna ketika auditor memutuskan untuk memodifikasi luas
pengujian. Hal ini memungkinkan untuk menguji keseluruhan populasi, bukan
sampel.
BUKTI AUDIT
Sebagian besar pekerjaan auditor independen dalam rangka memberikan pendapat
atas laporan keuangan terdiri dari usaha untuk mendapatkan dan mengevaluasi bukti audit.
Ukuran keabsahan (validity) bukti tersebut untuk tujuan audit tergantung pada pertimbangan
auditor independen, dalam hal ini bukti audit (audit evidence) berbeda dengan bukti hukum
(legal evidence) yang diatur secara tegas oleh peraturan yang ketat. Bukti audit sangat
bervariasi pengaruhnya terhadap kesimpulan yang ditarik oleh auditor independen dalam
rangka memberikan pendapat atas laporan keuangan auditan. Relevansi, objektivitas,
ketepatan waktu, dan keberadaan bukti audit lain yang menguatkan kesimpulan, seluruhnya
berpengaruh terhadap kompetensi bukti.
Sifat Asersi
Asersi (assertion) adalah pernyataan manajemen yang terkandung di dalam
komponen laporan keuangan. Pernyataan tersebut dapat bersifat implisit atau eksplisit serta
dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Keberadaan atau keterjadian (existence or occurrence).

Asersi tentang keberadaan atau keterjadian berhubungan dengan apakah aktiva atau
utang entitas ada pada tanggal tertentu dan apakah transaksi yang dicatat telah terjadi selama
periode tertentu. Sebagai contoh, manajemen membuat asersi bahwa sediaan produk jadi
yang tercantum dalam neraca adalah tersedia untuk dijual. Begitu pula, manajemen membuat
asersi bahwa penjualan dalam laporan laba-rugi menunjukkan pertukaran barang atau jasa
dengan kas atau aktiva bentuk lain (misalnya piutang) dengan pelanggan.

b. Kelengkapan (completencess).

Asersi tentang kelengkapan berhubungan dengan apakah semua transaksi dan akun
yang seharusnya disajikan dalam laporan keuangan telah dicantumkan di dalamnya. Sebagai
contoh, manajemen membuat asersi bahwa seluruh pembelian barang dan jasa dicatat dan
dicantumkan dalam laporan keuangan. Demikian pula, manajemen membuat asersi bahwa
utang usaha di neraca telah mencakup semua kewajiban entitas.
c. Hak dan kewajiban (right and obligation).

Asersi tentang hak dan kewajiban berhubungan dengan apakah aktiva merupakan hak
entitas dan utang merupakan kewajiban perusahaan pada tanggal tertentu. Sebagai contoh,
manajemen membuat asersi bahwa jumlah sewa guna usaha (lease) yang dikapitalisasi di
neraca mencerminkan nilai pemerolehan hak entitas atas kekayaan yang disewaguna-
usahakan (leased) dan utang sewa guna usaha yang bersangkutan mencerminkan suatu
kewajiban entitas.

d. Penilaian (valuation) atau alokasi

Asersi tentang penilaian atau alokasi berhubungan dengan apakah komponen-


komponen aktiva, kewajiban, pendapatan dan biaya sudah dicantumkan dalam laporan
keuangan pada jumlah yang semestinya. Sebagai contoh, manajemen membuat asersi bahwa
aktiva tetap dicatat berdasarkan harga pemerolehannya dan pemerolehan semacam itu secara
sistematik dialokasikan ke dalam periode-periode akuntansi yang semestinya. Demikian pula,
manajemen membuat asersi bahwa piutang usaha yang tercantum di neraca dinyatakan
berdasarkan nilai bersih yang dapat direalisasikan.

e. Penyajian dan pengungkapan (presentation and disclosure)

Asersi tentang penyajian dan pengungkapan berhubungan dengan apakah komponen-


komponen tertentu laporan keuangan diklasifikasikan, dijelaskan, dan diungkapkan
semestinya. Misalnya, manajemen membuat asersi bahwa kewajiban-kewajiban yang
diklasifikasikan sebagai utang jangka panjang di neraca tidak akan jatuh tempo dalam waktu
satu tahun. Demikian pula, manajemen membuat asersi bahwa jumlah yang disajikan sebagai
pos luar biasa dalam laporan laba rugi diklasifikasikan dan diungkapkan semestinya.

Kesesuaian dan Kecukupan Bukti


Kecukupan bukti audit lebih berkaitan dengan kuantitas bukti audit. Faktor yang
mempengaruhi kecukupan bukti audit terdiri dari:
Materialitas
Auditor harus membuat pendapat pendahuluan atas tingkat materialitas laporan
keuangan. Ada hubungan terbalik antara tingkat materialitas dan kuantitas bukti audit yang
diperlukan. Semakin rendah tingkat materialitas, semakin banyak kuantitas bukti yang
diperlukan. Tingkat materialitas yang ditentukan rendah berarti torelable missunderstatement
rendah. Rendahnya salah saji dapat ditoleransi menuntut auditor untuk menghimpun lebih
banyak bukti sehingga auditor yakin tidak ada salah saji material yang terjadi.
Risiko audit
Ada hubungan terbalik antara risiko audit dengan jumlah bukti yang diperlukan untuk
mendukung pendapat auditor atas laporan keuangan. Rendahnya risiko audit berarti tingginya
tingkat kepastian yang diyakini auditor mengenai ketepatan pendapatnya. Tingginya tingkat
kepastian tersebut menuntut auditor untuk menghimpun bukti yang lebih banyak. Semakin
rendah tingkat risiko audit yang dapat diterima auditor, semakin banyak bukti audit yang
diperlukan.
Faktor-Faktor Ekonomi
Auditor memilih keterbatasan sumber daya yang digunakan untuk memperoleh bukti
yang digunakan sebagai dasar yang memadai untuk memberikan pendapat atas kewajaran
laporan keuangan. Pelaksanaan audit menghadapi kendala waktu dan biaya dalam
menghimpun bukti. Auditor harus memperhitungkan apakah setiap tambahan biaya dan
waktu untuk menghimpun bukti seimbang dengan keuntungan atau manfaat yang diperoleh
melalui kuantitas dan kuliatas bukti yang dihimpun.
Ukuran dan Karakteristik Populasi
Auditor tidak mungkin menghimpun dan mengevaluasi seluruh bukti yang ada untuk
mendukung pendapatnya. Hal tersebut sangat tidak efisien. Pengumpulan bukti audit
pemeriksaan terhadap bukti audit dilakukan atas dasar sampling.
Ada hubungan searah antara besarnya populasi dengan besar sampling yang harus
diambil dari populasi tersebut. Semakin besar populasinya, semakin besar jumlah sampel
bukti audit yang harus diambil dari populasinya.
Karakteristik populasi berkaitan dengan homogenitas atau variabilitas item individual
yang menjadi anggota populasi. Auditor memerlukan lebih banyak sampel atau informasi
yang lebih kuat atau mendukung atas populasi yang bervariasi anggotanya daripada populasi
yang seragam.

Kompetensi Bukti
Untuk dapat dikatakan kompeten, bukti audit, terlepas bentuknya, harus sah dan
relevan. Keabsahan sangat tergantung atas keadaan yang berkaitan dengan pemerolehan bukti
tersebut. Dengan demikian penarikan kesimpulan secara umum mengenai dapat
diandalkannya berbagai macam bukti audit, tergantung pada pengecualian penting yang ada.
Namun, jika pengecualian yang penting dapat diketahui, anggapan berikut ini mengenai
keabsahan bukti audit dalam audit, meskipun satu sama lain tidak bersifat saling meniadakan,
dapat bermanfaat:

a. Apabila bukti dapat diperoleh dari pihak independen di luar perusahaan, untuk tujuan
audit auditor independen, bukti tersebut memberikan jaminan keandalan yang lebih
daripada bukti yang diperoleh dari dalam perusahaan itu sendiri.
b. Semakin efektif pengendalian intern, semakin besar jaminan yang diberikan mengenai
keandalan data akuntansi dan laporan keuangan.
c. Pengetahuan auditor secara pribadi dan langsung yang diperoleh melalui inspeksi
fisik, pengamatan, perhitungan, dan inspeksi lebih bersifat menyimpulkan
dibandingkan dengan yang diperoleh secara tidak langsung.

Kompetensi atau reliabilitas bahan bukti yang berupa catatan akuntansi berkaitan erat
dengan efektivitas pengendalian internal klien. Semakin efektif pengendalian intern klien,
semakin kompeten catatan akuntansi yang dihasilkan. Kompetensi bukti yang berupa
informasi penguat tergantung pada beberapa faktor, yaitu:
Relevansi
Bukti yang relevan adalah bukti yang tepat digunakan untuk suatu maksud tertentu.
Sebagai contoh pengamatan fisik persediaan yang di auditor relevan digunakan untuk
menentukan keberadaan persediaan. Namun, pengamatan fisik persediaan tidak relevan
digunakan untuk menentukan apakah persediaan tersebut benar-benar dimiliki perusahaan.
Sumber
Bukti yang diperoleh auditor secara langsung dari pihak luar perusahaan yang
independen merupakan bukti yang paling dapat dipercaya. Bukti semacam ini memberikan
tingkat keyakinan keandalan yang lebih besar daripada yang dihasilkan dan diperoleh dari
dalam perusahaan.
Ketepatan waktu
Kriteria ini berhubungan dengan tanggal pemakaian bukti tersebut. Ketepatan waktu
sangat penting terutama dalam verifikasi aktiva lancar, utang lancar, dan rekening laporan
rugi laba terkait karena hasilnya digunakan untuk mengetahui apakah cutoff telah dilakukan
secara tepat.
Objektifitas
Bukti yang objektif lebih dapat dipercaya dan kompeten daripada bukti subjektif.
Dalam menelaah bukti subjektif, seperti estimasi manajemen, auditor harus
mempertimbangkan kualifikasi dan integritas individu pembuat estimasi, dan menentukan
ketepatan proses pembuatan keputusan dalam membuat judgement.

Jenis Bukti Audit


Struktur Pengendalian Intern
Struktur pengendalian intern dapat digunakan untuk mengecek ketelitian dan dapat
dipercayainya data akuntansi. Kuat dan lemahnya struktur pengendalian intern merupakan
indikator utama untuk menentukan jumlah bukti yang harus dikumpulkan. Oleh karena itu,
struktur pengendalian intern merupakan bukti yang kuat untuk menentukan dapat atau
tidaknya informasi keuangan dipercaya.
Bukti Fisik
Bukti fisik banyak dipakai dalam verifikasi saldo berwujud terutama kas dan
persediaan. Bukti ini banyak diperoleh dalam perhitungan aktiva berwujud. Pemeriksaan
langsung auditor secara fisik terhadap aktiva merupakan cara yang paling objektif dalam
menentukan kualitas aktiva yang bersangkutan. Oleh karena itu, bukti fisik merupakan jenis
bukti yang paling bisa dipercaya.
Bukti fisik diperoleh melalui prosedur auditing yang berupa inspeksi, penghitungan,
dan observasi. Pada umumnya, biaya memperoleh bukti fisik sangat tinggi. Bukti fisik
berkaitan erat dengan asersi keberadaan dan keterjadian, kelengkapan, dan penilaian atau
alokasi.
Catatan Akuntansi
Catatan akuntansi seperti jurnal dan buku besar, merupakan sumber data untuk
membuat laporan keuangan. Oleh karena itu, bukti catatan akuntansi merupakan objek yang
diperiksa dalam audit laporan keuangan. Ini bukan berarti catatan akuntansi merupakan objek
audit. Objek audit adalah laporan keuangan. Tingkat dapat dipercayainya catatan akuntansi
tergantung kuat lemahnya struktur pengendalian intern.
Konfirmasi
Konfirmasi merupakan proses pemerolehan dan penilaian suatu komunikasi langsung
dari pihak ketiga sebagai jawaban atas permintaan informasi tentang unsur tertentu yang
berdampak terhadap asersi laporan keuangan. Konfirmasi merupakan bukti yang sangat
tinggi reliabilitasnya karena berisi informasi yang berasal dari pihak ketiga secara langsung
dan tertulis. Konfirmasi sangat banyak menghabiskan waktu dan biaya.
Ada tiga jenis konfirmasi yaitu:

a. Konfirmasi positif, merupakan konfirmasi yang respondennya diminta untuk


menyatakan persetujuan atau penolakan terhadap informasi yang ditanyakan.
b. Blank confirmation, merupakan konfirmasi yang respondenya diminta untuk
mengisikan saldo atau informasi lain sebagai jawaban atas suatu hal yang ditanyakan.
c. Konfirmasi negatif, merupakan konfirmasi yang respondenya diminta untuk
memberikan jawaban hanya jika ia menyatakan ketidaksetujuannya terhadap
informasi yang ditanyakan.

Bukti Dokumenter
Bukti dokumenter merupakan bukti yang penting dalam audit. Menurut sumber dan
tingkat kepercayaan bukti, bukti dokumenter dapat dikelompokkan sebagai berikut:

a. Bukti dokumenter yang dibuat oleh pihak luar dan dikirim kepada auditor secara
langsung.
b. Bukti dokumenter yang dibuat pihak luar dan dikirim kepada auditor melalui klien.
c. Bukti dokumenter yang dibuat dan disimpan oleh klien.

Bukti dokumenter antara lain meliputi notulen rapat, faktur penjualan, rekening koran
bank, dan bermacam-macam kontrak. Reliabilitas bukti dokumenter tergantung sumber
dokumen, cara memperoleh bukti, dan sifat dokumen itu sendiri. Sifat dokumen mengacu
tingkat kemungkinan terjadinya kesalahan atau kekeliruan yang mengakibatkan kecacatan
dokumen.
Bukti Surat Pernyataan Tertulis
Surat pernyataan tertulis merupakan pernyataan yang ditandatangani seorang individu
yang bertanggungjawab dan berpengatahuan mengenai rekening, kondisi, atau kejadian
tertentu. Bukti suatu pernyataan tertulis dapat berasal dari manajemen atau organisasi klien
maupun sumber eksternal termasuk bukti dari spesialis. Representasi tertulis yang dibuat oleh
manajemen merupakan bukti yang berasal dari organisasi klien. Surat pernyataan konsultan
hukum klien, ahli teknik yang berkaitan dengan kegiatan teknik operasional organisasi klien
merupakan bukti yang berasal dari pihak ketiga.
Penghitungan Kembali sebagai Bukti Matematis
Bukti matematis diperoleh auditor melalui penghitungan kembali oleh auditor.
Penghitungan yang di auditor merupakan bukti audit yang bersifat kuantitatif dan matematis.
Bukti ini dapat digunakan untuk membuktikan ketelitian catatan akuntansi klien.
Bukti Lisan
Auditor dalam melaksanakan tugasnya banyak berhubungan dengan manusia
sehingga ia mempunyai kesempatan untuk mengadakan pengajuan pertanyaan lisan. Masalah
yang dapat ditanyakan antara lain meliputi kebijakan akuntansi, lokasi dokumen dan catatan,
pelaksanaan prosedur akuntansi yang tidak lazim, kemungkinan adanya utang bersyarat
maupun piutang yang sudah lama tidak ditagih. Jawaban atas pertanyaan yang dinyatakan
merupakan bukti lisan. Bukti lisan harus dicatat dalam kertas kerja audit.
Bukti Analitis dan Perbandingan
Bukti analitis mencakup penggunaan rasio dan perbandingan data klien dengan
anggaran atau standar prestasi, trend industri dan kondisi ekonomi umum. Bukti analitis
menghasilkan dasar untuk menentukan kewajaran suatu pos tertentu dalam laporan keuangan.
Keandalan bukti analitis sangat tergantung pada relevansi data pembanding.
Bukti analitis meliputi juga perbandingan atas pos-pos tertentu antara laporan
keuangan tahun berjalan dengan laporan keuangan tahun-tahun sebelumnya. Perbandingan ini
dilakukan untuk meneliti adanya perubahan yang terjadi, dan untuk menilai penyebabnya.
Bukti-bukti ini dikumpulkan pada awal audit untuk menentukan objek pemeriksaan yang
memerlukan pemeriksaan yang lebih mendalam.

Penilaian Bukti
Dalam menilai bukti audit, auditor harus mempertimbangkan apakah tujuan audit
tertentu telah tercapai. Auditor harus secara mendalam mencari bukti audit dan tidak
memihak (bias) dalam mengevaluasinya. Dalam merancang prosedur audit untuk
memperoleh bukti kompeten yang cukup, auditor harus memperhatikan kemungkinan laporan
keuangan tidak disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
Dalam merumuskan pendapatnya, auditor harus mempertimbangkan relevansi bukti audit,
terlepas apakah bukti audit tersebut mendukung atau berlawanan dengan asersi dalam laporan
keuangan. Bila auditor masih tetap ragu-ragu untuk mempercayai suatu asersi yang material,
maka ia harus menangguhkan pemberian pendapatnya sampai ia mendapatkan bukti
kompeten yang cukup untuk menghilangkan keraguannya, atau ia harus menyatakan
pendapat wajar dengan pengecualian atau menolak memberikan pendapat.
PROSEDUR DAN DOKUMENTASI AUDIT
Perancangan pengujian substantif
Auditor harus menghimpun bukti yang cukup untuk memperoleh dasar yang memadai
untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan klien. Pengujian substantif menyediakan
bukti mengenai kewajaran setiap asersi laporan keuangan yang signifikan. Perancangan
pengujian substantif meliputi penentuan:

a. sifat pengujian
b. waktu pengujian
c. dan luas pengujian substantif yang perlu untuk memenuhi tingkat risiko deteksi yang
dapat diterima untuk setiap asersi.

Jenis Prosedur Substantif


Jika tingkat risiko deteksi yang dapat diterima rendah, maka auditor harus
menggunakan prosedur yang lebih efektif yang biasanya juga lebih mahal. Ada tiga tipe
pengujian substantif yang dapat digunakan, yaitu:
Pengujian rinci atau detail saldo
Metodologi yang digunakan oleh auditor untuk merancang pengujian detail saldo
akun beorientasi pada tujuan spesifik audit. Pengujian detail saldo akun yang direncanakan
harus memadai untuk memenuhi setiap tujuan spesifik audit dengan memuaskan.
Metodologi perancangan pengujian detail saldo meliputi empat tahapan, yaitu:

1. Menilai materialitas dan risiko bawaan suatu akun.


2. Menetapkan risiko pengendalian.
3. Merancang pengujian transaksi dan prosedur analitis.
4. Merancang pengujian detail saldo untuk memenuhi setiap tujuan spesifik audit secara
memuaskan.

Metodologi yang digunakan untuk merancang pengujian detail saldo tersebut, adalah
sama untuk setiap akun dalam laporan keuangan. Perancangan pengujian detail saldo pada
umumnya merupakan bagian yang paling sulit dilakukan. Hal ini disebabkan perancangan
pengujian detail saldo memerlukan pertimbangan profesional yang tinggi.
Bila diantara risiko deteksi yang ditentukan dihubungkan dengan pengujian rinci
saldo yang akan dilakukan maka akan jelas terlihat bahwa semakin rendah tingkat risiko,
semakin rinci dan teliti tindakan yang akan diambil.
Pengujian detail transaksi
Pengujian detail transaksi dilakukan untuk menentukan:

a. Ketepatan otorisasi transaksi akuntansi klien.


b. Kebenaran pencatatan dan peringkasan transaksi tersebut dalam jurnal.
c. Kebenaran pelaksanaan posting atas transaksi tersebut ke dalam buku besar dan buku
pembantu.

Apabila auditor mempunyai keyakinan bahwa transaksi tersebut telah dicatat dan
diposting secara tepat, maka auditor dapat meyakini bahwa saldo total buku besar adalah
benar.
Pengujian detail transaksi terutama dilakukan dengan tracing dan vouching. Pada
pengujian detail transaksi ini, auditor mengarahkan pengujiannya untuk memperoleh temuan
mengenai ada tidaknya kesalahan yang bersifat moneter. Auditor tidak mengarahkan
pengujian detail transaksi ini untuk memperoleh temuan tentang penyimpangan atas
kebijakan dan prosedur pengendalian.
Pada pengujian detail transaksi ini, auditor menggunakan bukti yang diperoleh untuk
mencapai suatu kesimpulan mengenai kewajaran saldo akun. Auditor biasanya menggunakan
dokumen yang tersedia pada file klien dalam pengujian ini. Efektivitas pengujian detail
transaksi tergantung pada prosedur dan dokumen yang digunakan.
Pengujian detail transaksi pada umumnya lebih banyak menyita waktu daripada
prosedur analitis. Oleh karena itu, pengujian ini lebih banyak membutuhkan biaya daripada
prosedur analitis. Meskipun demikian, pengujian detail transaksi lebih sedikit membutuhkan
biaya daripada pengujian detail saldo.
Prosedur analitis
Prosedur analitik meliputi perbandingan jumlah-jumlah yang tercatat atau ratio yang
dihitung dari jumlah-jumlah yang tercatat, dibandingkan dengan harapan yang dikembangkan
oleh auditor. Prosedur analitik merupakan bagian penting dalam proses audit dan terdiri dari
evaluasi terhadap informasi keuangan yang dibuat dengan mempelajari hubungan yang
masuk akal antara data keuangan yang satu dengan data keuangan lainnya, atau antara data
keuangan dengan data nonkeuangan. Prosedur analitik mencakup perbandingan yang paling
sederhana hingga model yang rumit yang mengaitkan berbagai hubungan dan unsur data.
Asumsi dasar penerapan prosedur analitik adalah bahwa hubungan yang masuk akal
di antara data dapat diharapkan tetap ada dan berlanjut, kecuali jika timbul kondisi yang
sebaliknya. Kondisi tertentu yang dapat menimbulkan penyimpangan dalam hubungan ini
mencakup antara lain, peristiwa atau transaksi yang tidak biasa, perubahan akuntansi,
perubahan usaha, fluktuasi acak, atau salah saji.
Pemahaman hubungan keuangan adalah penting dalam merencanakan dan
mengevaluasi hasil prosedur analitik, dan secara umum juga menuntut dimilikinya
pengetahuan tentang klien dan industri yang menjadi tempat usaha klien. Pemahaman atas
tujuan prosedur analitik dan keterbatasannya juga penting. Oleh karena itu, identifikasi
hubungan dan jenis data yang digunakan, serta kesimpulan yang diambil apabila
membandingkan jumlah yang tercatat dengan yang diharapkan, membutuhkan pertimbangan
auditor.
Prosedur analitik digunakan dengan tujuan sebagai berikut:

a. Membantu auditor dalam merencanakan sifat, saat, dan lingkup prosedur audit
lainnya.
b. Sebagai pengujian substantif untuk memperoleh bukti tentang asersi tertentu yang
berhubungan dengan saldo akun atau jenis transaksi.
c. Sebagai review menyeluruh informasi keuangan pada tahap review akhir audit.

Auditor mempertimbangkan tingkat keyakinan, jika ada, yang diinginkannya dari


pengujian substantif untuk suatu tujuan audit dan memutuskan, antara lain prosedur yang
mana, atau kombinasi prosedur mana, yang dapat memberikan tingkat keyakinan tersebut.
Untuk asersi tertentu, prosedur analitik cukup efektif dalam memberikan tingkat keyakinan
memadai. Namun, pada asersi lain, prosedur analitik mungkin tidak seefektif atau seefisien
pengujian rinci dalam memberikan tingkat keyakinan yang diinginkan.
Efektivitas dan efisiensi yang diharapkan dari suatu prosedur analitik dalam
mengidentifikasikan kemungkinan salah saji tergantung atas, antara lain:

a. Sifat asersi.
b. Kelayakan dan kemampuan untuk memprediksikan suatu hubungan.
c. Ketersediaan dan keandalan data yang digunakan untuk mengembangkan harapan.
d. Ketepatan harapan.
Prosedur Analitik dalam Perencanaan Audit
Tujuan prosedur analitik dalam perencanaan audit adalah untuk membantu dalam
perencanaan sifat, saat, dan lingkup prosedur audit yang akan digunakan untuk memperoleh
bukti saldo akun atau golongan transaksi tertentu. Untuk maksud ini, prosedur analitik
perencanaan audit harus ditujukan untuk:

a. Meningkatkan pemahaman auditor atas bisnis klien dan transaksi atau peristiwa yang
terjadi sejak tanggal audit terakhir dan,
b. Mengidentifikasi bidang yang kemungkinan mencerminkan risiko tertentu yang
bersangkutan dengan audit. Jadi, tujuan prosedur ini adalah untuk
mengidentifikasikan hal seperti adanya transaksi dan peristiwa yang tidak biasa, dan
jumlah, rasio serta trend yang dapat menunjukkan masalah yang berhubungan dengan
laporan keuangan dan perencanaan audit.

Prosedur analitik yang diterapkan dalam perencanaan audit umumnya menggunakan


data gabungan yang digunakan untuk pengambilan keputusan di tingkat atas. Lebih lanjut
kecanggihan, lingkup, dan saat audit, yang didasarkan atas pertimbangan auditor dapat
berbeda tergantung atas ukuran dan kerumitan klien. Untuk beberapa entitas, prosedur
analitik dapat terdiri dari review atas perubahan saldo akun tahun sebelumnya dengan tahun
berjalan, dengan menggunakan buku besar atau daftar saldo (trial balance) tahap awal yang
belum disesuaikan. Sebaliknya, untuk entitas yang lain, prosedur analitik mungkin meliputi
analisis lapotan keuangan triwulan yang ekstensif.

Program Audit Substantif


Program audit adalah dokumen yang memuat pernyataan tujuan audit dan rencana
langkah-langkah audit (biasanya dalam bentuk kalimat perintah) untuk mencapai tujuan audit
tersebut. Contoh tujuan audit: untuk mengetahui keberadaan barang inventaris. Langkah
auditnya: Lakukan inventarisasi fisik (stock opname) barang inventaris, hasilnya dituangkan
dalam berita acara.
Penyusunan program audit dilakukan pada tahap persiapan dalam rangka pengujian
dan pengendalian dan pada tahap audit pendahuluan dalam rangka pengujian transaksi atau
saldo-saldo atau pengembangan temuan, sehingga dengan demikian program audit dapat
dikelompokkan menjadi:
 Program audit untuk pengujian pengendalian, yaitu program audit untuk menguji
pengendalian intern (internal control) yang dijalankan manajemen terkait dengan
informasi/kegiatan yang akan diaudit.
 Program audit untuk pengujian substantif (substative test). Secara sederhana program
audit ini dapat dijelaskan sebagai rencana kerja untuk menguji kesesuaian informasi
yang diuji dengan data pendukungnya.

Pada audit keuangan, program audit untuk pengujian substantif dan pengujian
pengendalian dapat disusun sekaligus, terutama karena standar penyajian pos-pos laporan
keuangan sudah baku sifatnya. Tetapi pada audit operasional dan audit kepatuhan, program
audit substantif biasanya baru bisa dibuat setelah pengujian pengendalian selesai
dilaksanakan, yaitu setelah auditor mengetahui kelemahan pengendalian/temuan sementara
yang perlu diperdalam.
Ada delapan prosedur untuk melaksanakan pengujian substantif, yaitu:

1. Pengajuan pertanyaan kepada para karyawan terkait dengan kinerja tugas mereka.
2. Pengamatan atau observasi terhadap personel dalam melaksanakan tugas.
3. Menginspeksi dokumen dan catatan.
4. Melakukan penghitungan kembali atau reperforming.
5. Konfirmasi.
6. Analisis.
7. Tracing atau pengusutan.
8. Vouching atau penelusuran.

Dokumentasi Audit (Kertas Kerja Audit)


Fungsi dan Sifat Kertas Kerja
Kertas kerja adalah catatan-catatan yang diselenggarakan oleh auditor tentang
prosedur audit yang ditempuhnya, pengujian yang dilakukannya, informasi yang
diperolehnya, dan simpulan yang dibuatnya sehubungan dengan auditnya. Contoh kertas
kerja adalah program audit, analisis, memorandum, surat konfirmasi, representasi, ikhtisar
dari dokumen-dokumen perusahaan, dan daftar atau komentar yang dibuat atau diperoleh
auditor. Kertas kerja dapat pula berupa data yang disimpan dalam pita magnetik, film, atau
media yang lain.
Auditor harus membuat dan memelihara kertas kerja, yang isi maupun bentuknya
harus didesain untuk memenuhi keadaan-keadaan yang dihadapinya dalam perikatan tertentu.
Informasi yang tercantum dalam kertas kerja merupakan catatan utama pekerjaan yang telah
dilaksanakan oleh auditor dan simpulan-simpulan yang dibuatnya mengenai masalah-masalah
yang signifikan.
Kertas kerja terutama berfungsi untuk:

a. Menyediakan penunjang utama bagi laporan auditor, termasuk representasi tentang


pengamatan atas standar pekerjaan lapangan, yang tersirat ditunjukkan dalam laporan
auditor dengan disebutkannya frasa “berdasarkan standar auditing yang ditetapkan
Ikatan Akuntan Indonesia”.
b. Membantu auditor dalam pelaksanaan dan supervisi audit.

Faktor yang mempengaruhi pertimbangan auditor mengenai kuantitas, bentuk, dan isi
kerta kerja untuk perikatan tertentu mencakup:

a. Sifat perikatan auditor.


b. Sifat laporan auditor.
c. Sifat laporan keuangan, daftar, dan keterangan yang perlu bagi auditor dalam
pembuatan laporan.
d. Sifat dan kondisi catatan clien.
e. Tingkat risiko pengendalian taksiran.
f. Kebutuhan dalam keadaan tertentu untuk mengadakan supervisi dan review atas
pekerjaan yang dilakukan para asisten.

Isi Kertas Kerja


Kuantitas, tipe, dan isi kertas kerja bervariasi dengan keadaan yang dihadapi oleh
auditor, namun harus cukup memperlihatkan bahwa catatan akuntansi cocok dengan laporan
keuangan atau informasi lain yang dilaporkan serta standar pekerjaan lapangan yang dapat
diterapkan telah diamati. Kertas kerja biasanya harus berisi dokumentasi yang
memperlihatkan:

a. Pekerjaan telah direncanakan dan disupervisi dengan baik, yang menujukan


diamatinya standar pekerjaan lapangan yang pertama.
b. Pemahaman memadai atas pengendalian intern telah diperoleh untuk merencanakan
audit dan menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian yang telah dilakukan.
c. Bukti audit yang telah diperoleh, prosedur audit yang telah diterapkan, dan pengujian
yang telah dilaksanakan, memberikan bukti kompeten yang cukup sebagai dasar
memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan auditan, yang menujukan
diamatinya standar pekerjaan lapangan ketiga.

Kepemilikan Dan Penyimpanan Kertas Kerja


Kertas kerja adalah milik auditor. Namun hak dan kepemilikan atas kertas kerja masih
tunduk pada pembatasan yang diatur dalam Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik yang
berkaitan dengan hubungan yang bersifat rahasia dengan klien. Seringkali kertas kerja
tertentu auditor dapat berfungsi sebagai sumber acuan bagi kliennya, namun kertas kerja
harus tidak dipandang sebagai bagian dari, atau sebagai pengganti terhadap, catatan akuntansi
klien. Auditor harus menerapkan prosedur memadai untuk menjaga keamanan kertas kerja
dan harus menyimpannya dalam periode yang dapat memenuhi kebutuhan praktiknya dan
ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku mengenai penyimpan dokumen.
DAFTAR REFERENSI

·         Halim, Abdul dan Totok Budi Santoso. 2004. Auditing 2. Yogyakarta: Uni Penerbit dan
Percetakan Akademi Manajemen Perusahaan YKPN.
·         IAPI. 2011. Standar Profesional Akuntan Publik. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
·         Jusup, Al. Haryono. 2002. Auditing, buku 2. Yogyakarta: Bagian Penerbitan Sekolah
Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN.
·         http://www.scribd.com/doc/51208226/13/A-Pengertian-dan-Jenis-Program-Audit

RAGAM TRANSAKSI

Transaksi keuangan sangat banyak ragamnya. Jika dikaitkan dengan pertanyaan "dengan
siapa perusahaan bertransaksi?" maka transaksi keuangan dapat dikelompokkan sebagai
berikut:

1.      Transaksi dengan pemilik

Transaksi dengan pemilik adalah transaksi yang terjadi antara perusahaan dan pemilik.
Transaksi ini terdiri atas transaksi penyetoran modal dan transaksi penarikan kembali modal
tersebut. Transaksi penyetoran modal oleh pemilik, misalnya berupa kas, mengakibatkan
aktiva (kas) perusahaan bertambah dan modal perusahaan juga bertambah. Sebaliknya, jika
pemilik mengambil kembali harta yang telah ia setorkan, maka transaksi ini mengurangi
aktiva perusahaan, di samping mengurangi juga modal perusahaan.

2.      Transaksi dengan kreditor

Transaksi dengan kreditor adalah transaksi yang terjadi antara perusahaan dan kreditor.
Transaksi ini terdiri atas transaksi penarikan pinjaman dan pelunasan pinjaman tersebut.
Transaksi penarikan pinjaman, dari bank misalnya, mengakibatkan aktiva (kas) perusahaan
bertambah dan utang perusahaan juga bertambah. Sebaliknya, jika perusahaan melunasi
pinjaman tersebut, maka transaksi ini mengurangi aktiva perusahaan, di samping mengurangi
juga utang perusahaan.

3.      Transaksi dengan Pelanggan

Transaksi dengan pelanggan adalah transaksi yang terjadi antara perusahaan dan pelanggan.
Transaksi ini terdiri atas transaksi penjualan barang/jasa perusahaan kepada pelanggan dan
transaksi pengembalian barang oleh pelanggan karena barang tidak sesuai dengan pesanan,
dan dalam hal jasa, pelanggan menuntut pengurangan harga karena konsumen menganggap
kualitas jasa yang ia terima tidak sesuai dengan yang ia harapkan. Transaksi penjualan
barang/jasa aktiva mengakibatkan (kas atau piutang) perusahaan bertambah dan pendapatan
perusahaan juga bertambah. Sebaliknya, jika terdapat pengembalian barang oleh pelanggan,
maka transaksi ini mengurangi aktiva perusahaan, di samping mengurangi juga pendapatan
perusahaan.

4.      Transaksi dengan pemasok

Transaksi dengan pemasok adalah transaksi yang terjadi antara perusahaan dan pemasok
(misalnya pemasok bahan baku). Transaksi ini terdiri atas transaksi pembelian bahan baku,
barang dagangan, atau pun barang lainnya seperti alat-alat kantor, kendaraan, dan mesin
produksi. Jika transaksi ini dilakukan dengan tunai, maka pengaruhnya adalah menambah
aktiva perusahaan (berupa bahan baku atau lainnya), dan di sisi lain mengurangi aktiva
perusahaan berupa kas. Jika transaksi ini dilakukan secara kredit,maka perlakuannya sama
dengan transaksi dengan kreditor, yakni menambah aktiva di samping juga menambah utang.
Kemudian, ketika perusahaan melunasi utang yang timbul dari transaksi dengan pemasok ini,
maka aktiva dan utang perusahaan berkurang secara simultan.

5.      Transaksi dengan penyedia nilai tambah

Transaksi dengan penyedia nilai tambah adalah transaksi yang terjadi antara perusahaan dan
siapa pun yang menyediakan nilai tambah kepada produk/jasa perusahaan. Karyawan,
misalnya, menyediakan tenaganya kepada perusahaan di dalam rangka melayani pelanggan
atau membuatkan barang yang akan dijual kepada konsumen. PLN, sebagai contoh lain,
menyediakan tenaga listrik bagi perusahaan agar perusahaan dapat berproduksi dan melayani
konsumen. Transaksi dengan karyawan dan PLN seperti dijelaskan di atas mengakibatkan
aktiva perusahaan berkurang (untuk membayar gaji dan tenaga listrik) atau utang perusahaan
bertambah (karena perusahaan belum membayar gaji dan tenaga listrik yang telah ia
gunakan). Di sisi lain, biaya perusahaan juga bertambah.
Tes Ketaatan (Compliance Test) atau Test of Recorded Transactions adalah tes terhadap bukti
pembukuan yang mendukung transaksi yang dicatat perusahaan untuk mengetahui apakah
setiap transaksi yang terjadi sudah diproses dan dicatat sesuai dengan sistem dan prosedur
yang telah ditetapkan manajemen. Jika terjadi penyimpangan dalam pemprosesan dan
pencatatan transaksi, walaupun jumlah (Rupiah) nya tidak material, auditor harus
memperhitungkan pengaruh dari penyimpangan tersebut terhadap efektivitas pengendalian
intern.
juga harus dipertimbangkan apakah kelemahan dalam salah satu aspek pengendalian intern
bisa diatasi dengan suatu "Compensating Control".
Misalnya :

  Compliance Test biasanya dilakukan untuk transaksi berikut ini :

Dalam melaksanakan Compliance Test, auditor harus memperhatikan hal-hal berikut:


a. kelengkapan bukti pendukung (Supporting Documents)
b. Kebenaran perhitungan mathemathis (Footing, Cross Footing, Extension)
c. Otorisasi dari pejabat perusahaan yang berwenang
d. kebenaran nomor perkiraan yang didebet/kredit
e. Kebenaran posting ke buku besar dan sub buku besar.

Compliance Test bisa dilakukan pada waktu interim audit dan dilanjutkan setelah perusahaan
melakukan penutupan buku pada akhir tahun.

Substantive Test adalah tes terhadap kewajaran saldo-saldo perkiraan laporan keuangan
(Laporan Posisi Keuangan dan Laporan Laba Rugi Komprehensif).

Prosedur pemeriksaan yang dilakukan dalam Substantive Test, antara lain :

 Inventarisasi aset tetap


 Observasi atas stock opname
 Konfirmasi piutang, utang dan Bank
 Subsequent collection dan subsequent payment
 Kas opname
 Pemeriksaan rekonsiliasi bank dan lain-lain

Jika pada waktu melakukan substantive test, auditor menemukan kesalahan-kesalahan, harus
dipertimbangkan apakah kesalahan tersebut jumlahnya material atau tidak. jika
permasalahannya material, auditor harus mengusulkan audit adjusment secara tertulis (dalam
bentuk daftar audit adjusment). jika usulan adjusment tidak disetujui klien, dan auditor yakin
usulan adjusment tersebut benar, makan auditor tidak boleh memberikan unqualified opinion.

untuk kesalahan yang jumlahnya tidak material (immaterial), auditor tetap perlu mengajukan
usulan adjusment, tetapi tidak perlu dipaksakan karena tidak akan mempengaruhi opini
akuntan publik. Dalam melakukan Substantive test, auditor perlu membuat kertas kerja dalam
bentuk Working Balance Sheet, Working Profit and Loss, Top Shcedule dan Supporting
Schedule.

Sampel yang Representatif


Ketika memilih sampel dari populasi, auditor berusaha untuk memperoleh sampel yang
representatif. Sampel representatif adalah sampel yang karakteristiknya hampir sama dengan yang
dimiliki karakteristik populasi. Berarti pos-pos yang dijadikan sampel populasi serupa dengan pos-
pos yang tidak dijadikan sampel. Dalam praktiknya, auditor tidak mengetahui apakah sampel itu
representayif atau tidak, walaupun pengujian telah selesai dilakukan. Satu-satunya cara mengetahui
apakah sampel representatif adalah dengan menguji keseluruhan populasi. Namun auditor dapat
meningkatkan kemungkinan sebuah sampel agar menjadi representatif dengan menggunakan
kehati-hatian dalam perancangan proses, pemilihan dan evaluasi hasil sampel. Sebuah hasil sampel
dapat menjadi tidak represntatif dikarenakan kesalahan non-sampel dan risiko sampel, kedua risiko
tersebut dapat dikendalikan. Risiko non sampel  adalah risiko dimana pengujian audit tidak mampu
mengungkapkan pengecualian yang ada dalam  sampel tersebut. Dua penyebab risiko non-sampel ini
adalah kegagalan auditor dalam mengenali pegecualian dan prosedur audit tidak tepat atau tidak
memadai. Risiko sampel merupakan risiko dimana seorang auditor mencapai sebuah kesimpulan
yang tidak benar karena sampelnya tidak representatif terhadap populasi. Risiko sampel merupakan
bagian melekat pada pemilihan sampel dari pengujian yang kurang terhadap keseluruhan populasi.
Jika populasi sebenarnya memiliki tingkat pengecualian, auditor menerima populasi yang salah
karena sampel tidak cukup mewakili populasi. Auditor memiliki dua cara untuk mengendalikan risiko
pengambilan sampel:
1. menyesuaikan ukuran sampel
2. menggunakan metode yang tepat dalam pemilihan pos sampel dari populasi.

PENGAMBILAN SAMPEL SECARA STATISTIK VERSUS NON-STATISTIK DAN PEMILIHAN SAMPEL


PROBABILISTIK VERSUS NON-PROBABILISTIK
Metode pengambilan sampel audit dapat dibagi menjadi dua kategori utama, yaitu pengambilan
sampel statistik dan pengambilan sampel nonstatistik. Kategori tersebutserupa karena keduanya
melibatkan tiga fase :
1. Merencanakan sampel
2. Memilih sampel dan melakukan pengujian-pengujian
3. Pengevaluasian hasilnya
Tujuan dari perencanaan sampel adalah memastikan bah$a pengujian auditdilakukan dengan cara
yang memberikan risiko pengambilan sampel yang diinginkandan meminimalkan kemungkinan
kesalahan nonpengambilan sampel. Pemilihan sampel melibatkan keputusan bagaimana sampel
dipilih dari populasi. Auditor baru dapatmelaksanakan pengujian audit hanya setelah item sampel
dipilih. Pengevaluasian hasil adalah penarikan kesimpulan berdasarkan pengujian audit.
Pengambilan sampel statistik menerapkan aturan matematis, auditor dapat mengukur risiko
pengambilan sampel dalam perencanaan sampel serta dalam mengevaluasi hasil. Sedangkan
pengambilan sampel non-statistik, auditor tudak mengkuantifikasikan risiko sampel. Namun auditor
memilih pos-pos sampel yang diyakini akan memberikan informasi yang paling berguna dalam
kondisi dan menarik kesimpulan atas populasi berdasarkan pertimbangan profesional.
Dalam melakukan pengambilan sampel standart audit mengizinkan auditor untuk menggunakan
pendekatan statistik ataupun  non-statistik. Namun perlu diingat bahwa penerapan kedua metode
tersebut memerlukan kehati-hatian. Semua langkah dalam proses harus diikuti seksama. Ketika
pendekatan statistik digunakan  sampel tersebut harus bersifat probabilistik dan metode evaluasi
secara statistik harus digunakan dengan hasil sampel untuk membuat perhitungan risiko
pengambilan sampel. Auditor dapat membuat evaluasi non-statistik ketika menggunakan pemilihan
sampel probabilistik namun tidak boleh mengevaluasi sampel non-probabilistik dengan
menggunakan metode statistik.
Tiga jenis metode pemilihan sampel yang sering kali dikaitkan dengan pengambilan sampel audit
non-statistik. Ketiga metode itu bersifat non-probabilistik. Sementara itu, ada empat jenis metode
pemilihan sampel yang sering kali dikaitkan dengan pengambilan sampel audit statistik, yang
semuanya bersifat probabilistik.
Metode pemilihan sampel non-probabilistik sebagai berikut ini :
1. Pemilihan sampel terarah.
2. Pemilihan sampel blok.
3. Pemilihan sampe sembarangan
Metode pemilihan sampel probabilistik sebagai berikut ini :
1. Pemilihan sampel acak sederhana.
2. Pemilihan sampel sistematis.
3. Pemilihan sampel probabilitas yang proporsional dengan ukuran.
4. Pemilihan sampel berjenjang
Metode pemilihan sampel non-probabilistik
Metode pemilihan sampel non-probabilistik adalah metode yang tidak memenuhi persyaratan teknis
bagi pemilihan sampel nonprobabilistik. Karena metode tersebut tidak didasarkan pada probabilitas
matematika, keterwakilan sampel mungkin sulit ditentukan.
1. Dalam pemilihan sampel terarah “directed sampel selection”  auditor dengan sengaja memilih
setiap item dalam sampel berdasarkan kriteria pertimbangannya sendiri ketimbang menggunakan
pemilihan acak. Pendekatan yang umum digunakan mencakup :
a. Pos-pos yang paling mungkin berisi salah saji
b. Pos-pos yang berisi karakteristik populasi yang dipilih
c. Cakupan nilai rupiah yang besar
2. Dalam pemilihan sampel blok (block sampel selection), auditor memilih pos pertama dalam satu
blok, dan sisanya dipilih secara berurutan. Biasanya penggunaan sampel blok hanya dapat diterima
jika jumlah blok yang digunakan masuk akal. Jika hanya segelintir blok yang digunakan probabilitas
memperoleh sampel non-presentatif sangatlah besar, dengan menggunakan kemungkinan
perputaran karyawan, perubahan sistem akuntansi dan sifat musiman, dari sejumlah jenis.
3. Pemilihan sampel sembarangan adalah pemilihan pos sampel tanpa bias yang disengaja oleh
auditor. Dalam kasus semacam itu, auditor memilih pos populasi tanpa memandang ukurannya,
sumber, atau karakteristik khusus lainnya yang membedakan.
Metode Pemilihan Sampel Probabilistik
Sampel statistik mengharuskan sampel probabilistik mengukur risiko pengambilan sampel. Untuk
sampel probabilistik, auditor tidak menggunakan pertimbangan mengenai pos sampel mana yang
akan dipilih, keculi dalam memilih mana dari empat metode pemilihan yang akan digunakan.
1. Dalam sampel acak sederhana, setiap kombinasi dari item populasi yang mngkin memiliki
kesempatan untuk dimasukkan dalam sampel auditor menggunakan pengambilan sampel random
atau acak sederhana untuk populasi sampel apabila tidak ada kebutuhan untuk menekankan satu
atau lebih jenis pos populasi.
2. Dalam pemilihan sampel sistematis, yang juga disebut pengambilan sampelsistematis, auditor
menghitung suatu interval dan kemudian memilih pos-pos yang akan dijadikan sampel berdasarkan
ukuran interval tersebut. Interval ditentukan dengan membagi ukuran populasi dengan ukuran
sampel yang diinginkan. Keunggulan dari pemilihan sistematis adalah lebih mudah digunakan. Dalam
sebagian besar populasi, sampel sistematis dapat diambil dengan cepat dan pendekatannya secara
otomatis akanmenempatkan nomor lain dalam urutan, yang membuatnya lebih mudah dalam
mengembangkan dokumentasi yang tepat.
Probabilitas Proposional Terhadap Pemilihan Ukuran Dan Stratifikasi Sampel. Dalam banyak situasi
audit, jauh lebih menguntungkan memilih sampel yangmenekankan item-item populasi dengan
jumlah tercatat yang lebih besar. Ada dua cara untuk memperoleh sampel semacam itu
1. Mengambil sampel dimana probabilitas pemilihan setiap item populasi individual bersifat
proporsional dengan jumlah tercatatnya. Pendekatan ini dievaluasi dengan menggunakan
pendekatan pengambilan sampel non-statistik atau pengambilan sampel statistik pos moneter.
2. Membagi populasi kedalam subpopulasi, biasanya menurut ukuran dolar, danmengambil sampel
yang lebih besar dari subpopulasi itu dengan ukuran yang lebih besar. Pendekatan ini dievaluasi
dengan menggunakan pendekatan non-statistik atau pendekatan statistik variabel.

PENGAMBILAN SAMPEL UNTUK TINGKAT PENGECUALIAN


Auditor menggunakan pengambilan sampel pada pengujia pengendalian dan pengujian
substantifatas transaksi untuk mengestimasi persentase pos-pos dalam populasi yang memiliki
karakteristik atau atribut yang penting. Persentase ini disebut sebagai tingkat keterjadian (accurence
rate) atau tingkat pengecualian (exception rate). Auditor memperhatikan dengan beberapa jenis
pengecualian berikut dalam populasi data akuntansi :
1. Deviasi dari pengendalian yang diterapkan klien
2. Salah saji moneter dalam populasi data transaksi
3. Salah saji moneter dalam populasi perincian saldo akun
Mengetahui tingkat pengecualian sangat bermanfaat khususnya bagi dua jenis pengecualian yang
pertama, yang melibatkan transaksi. Karena itu, auditor menggunakan secara ekspensif pengambilan
sampel audit yang mengukur tingkat pengecualian ketika melakukan pengujian pengendalian dan
pengujian ekspensif atas transaksi. Perihal jenis pengecualian ketiga, biasanya auditor harus
mengestimasi jumlah total rupiah dari pengecualian itu karena mereka harus memutuskan apakah
salah saji yang ada bersifat material. Ketika ingin mengetahui jumlah salah saji, auditor akan
menggunakan metode yang mengukur nilai rupiahnya, bukan tingkat pengecualian.
Tingkat pengecualian dalam suatu sampel akan digunakan untuk mengestimsi tingkat pengecualian
pada seluruh populasi yang merupakan (estimasi terbaik) auditor atas tingkat pengecualian populasi.
Istilah pengecualian harus dipahami sebagai perujukan yang mengacu pada deviasi dari prosedur
pengendalian klien maupun jumlah yang salah secara moneter yang tidak benar, apakah hal tersebut
itu disebabkan oleh kesalahan akuntansi yang tidak disengaja atau penyebab lain. Istilah deviasi
khususnya merujuk pada penyimpangan dari pengendalian yang ditetapkan.

PENERAPAN PENGAMBILAN AUDIT NON-STATISTIK


Auditor menggunakan 14 langkah dalam menerapkan pengambilan sampel audit untuk pengujian
pengendalian dan pengujian subtantif transaksi, langkah ini terbagi menjadi 3 fase serta berguna
untuk meyakinkan penerapan audit maupun pengambilan sampel dengan tepat.
Merencanakan sampel
1. Menetapkan tujuan dari pengujian audit
2. Menentukan apakah pengambilan sampel audit akan diterapkan
3. Mendefinisikan atribut dan kondisi pengecualian
4. Mendefinisikan populasi
5. Mendefinisikan pos sampel
6. Menentukan tingkat pengecualian yang dapat diterima
7. Menentukan risikko yang dapat diterima akibat risiko pengendalian yang dinilai terlalu rendah
8. Mengestimasikan tingkat pengecualian populasi
9. Menentukan ukuran sampel awal
Memilih sampel dan menjalankan prosedur audit
10. Memilih sampel
11. Menjalankan prosedur audit
Evaluasi hasil
12. Menggenaralisasikan sampel ke populasi
13. Menganalisis pengecualian
14. Menentikan akseptabilitas populasi
Tujuan dari pengujian harus ditetapkan dalam pengertian siklus transaksi apa yang akan diuji.
Biasanya auditor mengidentifikasi tujuan dari pengujian pengendalian dan pengujian substantif
transaksi untuk :
1. Menguji efektivitas pelaksanaan pengendalian internal
2. Menentukan apakah terdapat salah saji moneter dalam transaksi
Dalam pengambilan sampel audit yang diterapkan auditor merencanakan untuk menarik kesimpulan
mengenai suatu populasi berdasarkan pada suatu sampel. Auditor harus memeriksa program audit
dan memmilih prosedur audit dalam pengambilan sampel. Diasumsikan program audit sebagai
berikut :
1. Me-review transaksi penjualan yang memiliki jumlah yang besar dan tidak biasa (prosedur analitis)
2. Mengamati apakah tugas yang dijalankan oleh petugas piutang dagang terpisah dari tugas
penerimaan kas ( penggujian pengendalian )
3. Memeriksa sampel salinan faktur penjualan berikut (Pengujian pengendalian)
a. Persetujuan kredit oleh manajer kredit
b. Keberadaan lampiran dokumen pengirimannya
c. Dimasukkannya nomor bagan akun
4. Memilih suatu sampel dokumen pengiriman barang serta menelusuri salinan faktur penjualan
yang terkait
5. Membandingkan kuantitas pada setiap salinan faktur penjualan dengan kuantitas pada dokumen
pengiriman yang terkait
Pengambilan sampel audit tidak dapat diterapkan untuk dua metode pertama dalam program audit
karena menggunkan prosedur  analitis sehingga pengambilan sampel tidak dapat diterapkan dan
yang kedua prosedur pengamatan memunculakn dokumentasi dalam pelaksanaan pengambilan
sampel audit. Sedangkan ke prosedur lainnya dapat digunakan dalam pengambilan sampel audit.
Ketika pengambilan sampel audit digunakan, auditor harus sangat berhati-hati dalam mendefinisikan
karakterisktik (atribut) yang akan diuji dan kondisi pengecualiannya, terkecuali auditor telah
mendefinisikan atribut dengan hati-hati. Atribut yang penting dan kondisi pengecualian untuk
pengambilan sampel audit diambil secara langsung dari prosedur audit auditor. Populasi adalah pos-
pos yang digeneralisasikan oleh auditor. Auditor dapat mendefinisikan populasi untuk memasukan
setiap pos yang diinginkan namun ketika pemilihan sampel harus dipilih dari seluruh populasi yang
telah terdefinisikan. Auditor harus menguji populasi untuk kelengkapan dan keterikatan pencarian
sebelum sampel dipilih untuk meyakinkan semua pos populasi dalam tahun berjalan. Unit sampel
didefinisikan oelh auditor berdasarkan pada definisi populasi dan tujuan pengujian audit. Unit
sampel merupakan unit fisik yang berkaitan dengan nomor acak yang dihasilakn auditor.
Penetapan tingkat pengecualian yang dapat diterima (tolerable expection rate /TER )untuk setiap
atribut memerlukan pertimbangan profesional auditor. TER merupakan tingkat pengecualian yang
paling tinggi diizinkan oleh auditor dalam mengendalikan hal yang diuji dan masih dalam
penyimpulan bahwa pengendalian berjalan efektif. TER yang cocok merupakan pertanyaan atas
materialitas sehingga dipengaruhi oleh definisi dan pentingnya atribut dalam perencanaan audit.
TER dapat memberikan dampak signifikan pada ukuran sampel. Sebuah ukuran sampel yang lebih
besar diperlukan untuk TER yang rendah daripada untuk TER yang lebih tinggi. Auditor menggunakan
beberapa jenis formulir yang sudah dicetak sebelumnya untuk mendokumentasikan setiap
penerapan pengambilan sampel. Auditor juga menentukan TER setiap atribut yang diuji dalam
prosedur audit dengan menentukan tingkatan pengecualian yang dianggap material.
1. Untuk atribut 1 kegagalan untuk mencatat suatu faktur penjualan akan sangat signifikan, sehingga
TER menjadi rendah
2. Untuk atribut 2-5 kesalahan penagihan pelanggan dan pencatatan transaksi penjualan
kemungkinan berpengarug signifikan namun tidak ada salah saji yang besarnya sama dengan jumlah
total penjualan pada faktur yang akibatnya nilai TER sama setiap atribut
3. Atribut 6-9 memiliki  TER yang lebih tinggi karena atribut tersebut kurang penting dalam
pengauditan.
Untuk pengambilan audit adanya risiko yang dinamakan risiko yang dapat diterima akibat penilaian
risiko pengendalian yang terlalu rendah (acceptable risk of assessing control risk too low – ARACR).
ARACR mengukur risiko yang bersedia  diterima auditor karena menerima pengendalian tersebut
sebagai pengendalian yang efektif atau tingkat salah saji yang dapat diterima ketika tingkat
penngecualian populasi yang sebenarnya lebig besar dari TER. ARACR merupakan ukuran risiko
pengambilan sampel. Dalam menentukan ARACR yang tepat untuk setiap atribut, auditor harus
menggunakan pertimbangan terbaiknya. Pertimbangan utamanya adalah kelausan yang
direncanakan auditor untuk mengurangi risiko pengendalian yang dinilai sebagai dasar keluasan
pengujian terperinci saldo.
Auditor membuat estimasi dahulu ats tingkat pengecualian populasi untuk merencankan ukuran
sampel yang tepat. Jika estimasi tingkat pengeculian populasi (Esttimated Population Exception Rate
- EPER ) rendah, ukuran sampel yang relatif rendah akan memenuhi tingkat pengecualian yang dapat
diterima auditor karena hanyadibutuhkan estimasi yang tidak akurat. Auditor biasanya
menggunakan hasil audit tahun sebelumnya untuk mengestimasikan EPER, jika hasil tahun
sebelumnya tidak tersedia atau tidak dapat diandalkan maka auditor dapat mengambil ukuran
sampel awal yang lebih kecil dari populasi tahun berjalan. Empat faktor dalam menentukan ukuran
sampel awal untuk pengambilan sampel audit adalah ukuran populasi, TER, ARACR, EPER. Setelah
tiga faktor utama mempengaruhi ukuran sampel telah ditentukan auditor dapat memutuskan
ukuran sampel awal.
PENGAMBILAN SAMPEL AUDIT SECARA STATISTIK
Metode pengambilan sampel statistik yang paling banyak digunakan dalam pengujian pengendalian
dan pengujian subtantif transaksi adalah pengambilan sampel atribut. Ketika pengambilan sampel
atribut digunakan maka akan mengacu pada pengambilan sampel atribut statistik. Pengambilan
sampel non-statistik juga memiliki atribut yang merupakan karakteristik yang diuji dari populasi,
namun pengambilan sampel atribut merupakan suatu metode demgam pendekatan statistik.
Auditor mendasari kesimpulan statistik pada distribusi sampel. Suatu distribusi sampel merupakan
distribusi frekuensi hasil yang mungkin dari semua sampel dengan ukuran tertentu yang didapatkan
dari suatu populasi yang memiliki beberapa karakteristik khusus. Distribusi sampel memungkinkan
auditor untuk membuat pernyataan probabilitas mengenai kemungkinan sifat representatif dari
setiap sampel yang didistribusikan. Pengambilan sampel atribut berdasarkan pada distribusi
binomial yang mana setiap sampel yang mungkin dalamm populasi memiliki kemungkinan satu atau
dua nilai.
PENERAPAN PENGAMBILAN SAMPEL ATRIBUT
Perbedaan dalam pengambilan sampel atribut dan sampel non-atribut dalam 14 perencanaan
sampel :
1. Menetapkan tujuan pengujian audit. Sama untuk pengambilan sampel atribut maupun
pengambilan sampel non-atribut
2. Menentukan apakah pengambilan sampel audit akan diterapkan. Sam untuk pengambilan sampel
atribut maupun sampel non-atribut.
3. Mendefinisikan atribut dan kondisi pengecualian. Sama untuk pengambilan sampel atribut dan
sampel non-atribut
4. Mendefinisikan populasi. Sama untuk pengambilan sampel atribut dan sampel non-atribut
5. Mendefinisikan unit sampel. Sama untuk pengambilan sampel atribut dan sampel non-atribut
6. Menentukan tingkat pengecualian yang dapat diterima. Sama untuk pengambilan sampel atribut
maupun pengambilan sampel non-atribut
7. Menentukan risiko dapat diterima akibat risiko pengendalian yang dinilai terlalu rendah. Konsep
penentuan risiko ini sama baik untuk pengambilan sampel statistik maupun non-statistik, sebgaian
besar auditor menggunakan risiko yang rendah, sedang dan tinggi, sementara auditor lainnya yang
menggunakan pengambilan sampel atribuut menggunakan jumlah tertentu
8. Mengestimasikan tingkat pengecualian populasi sama untuk pengambilan sampe atribut dan non-
atribut
9. Menetukan ukuran sampel awal.  Empat faktor yang menentukan ukuran sampel awal baik untuk
pendekatan statistik maupun non-statistik adalah ukuran populasi, TER, ARACR dan EPER. Dalam
pengambilan sampel atribut, auditor menentukan ukuran sampel dengan menggunakn program
komputer atau tabel yang dikembangkan dari rumus statistik
Ketika auditor menggunakan tabel untuk menentukan ukuran sampel awal, maka mengikuti empat
langkah berikut :
I. Memilih tabel untuk tingkat ARACR tertentu
II. Menempatkan atbel TER pada bagian atas tabel
III. Menempatkan EPER pada bagian kolom yang paling kiri
IV. Membaca kebawah kolom TER dengan tepat hingga beririsan dengan baris EPER yang tepat.
Angka pada irisan baris dan kolom ini merupakan merupakan ukuran sampel awalnya.
Pemilihan sampel dan menjalankan prosedur audit
10. Pilihlah sampel. Satu-satunya perbedaan dalamm pemilihan sampel untuk pengambilan sampel
statistik dan non-statistik adalah persyaratan bahwa metode probabilitas harus digunakan untuk
pengambilan sampel statistik. Baik acak sederhana ataupun pengambilan sampel sistematis
digunakan untuk pengmmbilan sampel atribut.
11. Menjalankan prosedur audit. Sama untuk pengambilan sampel atribut dan non-atribut.
Mengevaluasi Hasil
12. Menggenaralisasi dari sampel kepopulasi. Untuk pengambilan sampel atribut, auditor
menghitung batas presisi atas (CUER) dan sebuah ARACR spesifik, dan kembali menggunakan
program komputer atau tabel yang dikembangkan dari rumus statistik.
Penggunaan tabel untuk mmenghitung CUER melibatkan empat langkah :
I. Pilihlah tabel yang terkait dengan ARACR dari audiitor. ARACR harus sama dengan penggunaan
penentuan ukuran sampel awal
II. Temukan nomor sesungguhnya dari pengecualian yang ditemukan dalam pengujian audit pada
bagian atas tabel
III. Temukan ukuran sampel aktual di bagian kiri jauh kolom
IV. Bacalah kolom jumlah pengecualian aktual yang sesuai sehingga beririsan dengan baris ukuran
sampel yang sesuai
Tabel tersebut diasumsikan ukuran populasi yang sangat besar (takterbatas) yang menghasilkan
CUER yang lebih konservatif dengan jumlah populasi yang lebih kecil. Sebagimana dengan ukuran
sampel, efek dari sisi populasi terhadap CUER biasanya kecil sehingga diabaikan
13. Analisis pengecualian. Sama untuk pengambilan sampel atribut dan non-atribut.
14. Memutuskan tingkat penerimaan populasi. Metodologi untuk memutuskan tingkat penerimaan
populasi adalah esensinya sama untuk pengambilan sampel atribut dan non-atribut. Untuk
pengambilan sampel attribut auditor membandingkan CUER dan TER untuk setiap atribut.  Sebelum
populasi bisa diterima CUER ditentukan pada basis hasil sampel aktual kurang dari atau sama dengan
TER ketika didasarkan pada ARACR yang sama.

Anda mungkin juga menyukai