Assalamu’alaikum Wr Wb.
Shalom,
Om Swastiastu,
Di hari yang berbahagia ini, kita kembali memperingati Hari Pendidikan Indonesia yang
tentunya dirayakan oleh insan insan akademis di seluruh penjuru nusantara, beragam cara
yang dilakukan pemuda dalam merayakan Hari Pendidikan ini. Meskipun sejatinya hari
ini kita dihadapkan pada suatu kondisi yang sangat tidak terduga sehingga pemuda
dituntut kreatif hari ini untuk tetap mewujudkan cita cita bangsa salah satunya ialah
Mencerdaskan kehidupan bangsa. Namun, melihat kondisi saat ini kita dihadapkan pada
suatu hal dengan segala romantika dan dinamika pendidikan Indonesia.
Realitas Pendidikan Nasional
Sistem pendidikan kita saat ini masih banyak dilanda berbagai macam masalah, baik dari
segi ontology, aksiologi, manajemen dan terutama kesadaran. Sehingga ini berdampak
pada penurunan mutu pendidikan nasional. Suatu bentuk nyata disini yaitu dimana
pendidikan tidak lagi berorientasi pada kemandirian peserta didik, tetapi justru terjerumus
dalam hal dehumanisasi. Peserta didik tidak dikondisikan pada situasi pembelajaran yang
secara aktual didorong untuk menumbuhkan kemampuan analisa dan pemecahan
masalah, tetapi lebih berorientasi pada sisi pragmatis untuk mendapatkan nilai dan lulus.
Pendidikan telah direduksi menjadi sekedar transfer of knowledge yang miskin praktek.
Paradigma juga beralih dari yang seharusnya siswa/mahasiswa ini merupakan subjek
pendidikan menjadi objek pendidikan tanpa mengesampingkan prestasi prestasi yang
diraih. Karakter lingkungan membuat peserta didik menjadi value oriented tanpa
tumbuhnya penalaran yang mumpuni. Problem sektoral lebih menonjol dibandingkan
keberhasilan yang diraih, sebagai rujukan dapat kita lihat dalam UU Sistem Pendidikan
Nasional No 20 Tahun 2003.
Inkonsistensi Kebijakan
Munculnya kebijakan baru “Kampus Merdeka” yang digadang gadang menjadi juru selamat
pendidikan tinggi Indonesia pada akhirnya juga menuai polemik disana sini. Sehingga hari ini
tak ayal jika kita menilai pendidikan tak ubahnya bak komoditi pasar yang serba tunduk pada
hukum pasar yang berkembang. Muncul juga Kartu Indonesia Pintar yang menjamin
pelayanan dan peningkatan pendidikan serta pelatihan bagi masyarakat tak mampu juga tak
luput dari permasalahan. Pendistribusian yang lambat serta tidak tepat, alokasi tidak akurat
dan yang terparah ialah penyelewangan anggaran/dana. Kondisi ini menyebabkan masih
banyaknya anak indonesia tidak melanjutkan pendidikannya.
Padahal dalam pembukaan UUD 1945 pasal 31 ayat 1 dan 2 berbunyi, “Setiap warga negara
berhak mendapatkan pendidikan dan pemerintah wajib membiayainya.
Sebagai penutup, sekali lagi penulis mengucapkan Selamat Hari Pendidikan Nasional.
Semoga segala hal yang menjadi cita cita pendidikan bangsa ini dapat terwujud. Sehingga
pada akhirnya generasi millenial Indonesia memiliki karakter pancasila yang mampu
membawa perubahan besar bagi Negara Indonesia tercinta ini. Aamin yaa rabbal ‘alamiin.
Wassalamu’alaikum Wr Wb