Bangunan Tinggi Dan Bentang Lebar 235899897-Menyongsong-Era-Bangunan-Tingg PDF
Bangunan Tinggi Dan Bentang Lebar 235899897-Menyongsong-Era-Bangunan-Tingg PDF
Wiryanto Dewobroto
Universitas Pelita Harapan
wiryanto.dewobroto@uph.edu
Abstrak
Pelaksanaan gedung tinggi tidak sekedar masalah menambah jumlah lantai saja. Itu
terkait erat dengan kemajuan ilmu dan teknologi untuk material, komputer simulasi
(gempa, angin maupun tahapan konstruksi), uji terowongan angin, sistem perancah,
pompa beton kapasitas tinggi dan lainnya. Dapat dikatakan, mempelajari progress
kemajuan gedung tinggi, ibarat mengenal kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
itu sendiri. Saat ini gedung tinggi tidak sekedar super-tinggi, dengan selesainya Burj-
Khalifa Tower (828 m, 2010) di Dubai, maka era gedung mega-tinggi sudah dimulai.
Apakah itu relevan dipelajari. Jangan salah sangka, meskipun penduduk Indonesia
mayoritas masih asing dengan gedung-gedung tinggi (kecuali di Jakarta), ternyata
CTBUH (2012) mencantumkan nama Indonesia atas adanya rencana pembangunan
gedung mega-tinggi (> 600 m) di Jakarta. Fakta tak terduga, oleh karena itu tidak
salah kiranya jika para praktisi dan akademisi bidang rekayasa teknik sipil perlu
mempersiapkan diri. Itulah salah satu maksud ditulisnya makalah ini, yang berisi
pengenalan lebih dekat, melalui pendekatan yang komprehensif tetapi memotivasi,
berdasarkan falsafah ilmu struktur untuk memahami kemajuan rekayasa teknik sipil
pada gedung-gedung high-rise, super-tall maupun yang trend saat ini : mega-tall.
Wiryanto Dewobroto
Universitas Pelita Harapan
wiryanto.dewobroto@uph.edu
DAFTAR ISI
Wiryanto Dewobroto
Universitas Pelita Harapan
wiryanto.dewobroto@uph.edu
Suatu negara berupaya membangun sesuatu yang tertinggi atau semacamnya, agar
meningkat reputasinya, dianggap terkemuka. Jadi saat gedung Burj Khalifa, di Dubai,
menjadi gedung pencakar langit tertinggi dunia, maka bangsa lain harus mengakui
bahwa penguasa Dubai memang terkemuka, maju dan kaya. Kemajuan negara atau
kekayaan peradaban dapat diukur dari bangunan besar dan megah di wilayahnya.
1 Kuliah umum Civil Engineering’s Days 2012, R. Audiovisual, Kampus Thomas Aquinas,
Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY), hari Rabu, 9 Mei 2012.
Tetapi sayang, fakta adanya bangunan megah bukanlah petunjuk bahwa bangsa di
wilayah tersebut telah mempunyai kompetensi mendirikan bangunan atau rekayasa
konstruksi yang maju. Sepintas ini tentu bertentangan dengan keyakinan umum,
yang seakan-akan secara otomatis menganggap bahwa bangunan megah yang ada di
suatu wilayah adalah hasil kemampuan membangun dari bangsa di wilayah itu
sendiri. Keberadaan bangunan megah di suatu wilayah dan kemajuan kompetensi
rekayasa dari penduduknya, kadang kala tidak ada hubungannya sama sekali.
Untuk mendapatkan pengertian bahwa peradaban tinggi (kaya) tidak selalu terkait
dengan kompetensi bangsa akan bidang rekayasa konstruksinya, maka ada baiknya
belajar dari informasi yang terkait dengan pembangunan gedung tertinggi yang baru
saja dibahas. Informasi yang diulas adalah yang berkaitan dengan kepemilikan, asal
negara pembuatan rencana (desain) dan pelaksanaan pembangunannya. Kesemua
informasi tersebut akan disajikan dalam bentuk tabulasi (lihat Tabel 1).
Dengan demikian untuk bangsa yang tadinya ada keraguan tersebut, tetapi masih
berkeinginan kuat mendirikan sesuatu yang akan dibangun dan punya modal cukup,
maka solusinya penyelesaiannya adalah cukup sederhana, yaitu komunikasi.
Bagi masyarakat yang terbiasa mengenal pembagian IPA (eksakta) dan IPS (sosial)
akibat sistem pendidikan di sekolah-sekolah, tentu merasa bahwa pernyataan di
atas sangat berlebihan. Bagaimana tidak, kemampuan membangun atau rekayasa
adalah eksak, sedangkan kemampuan berbahasa, non-eksak. Selama ini kesannya
adalah dua bidang keahlian terpisah, berdiri sendiri. Jadi mengapa membangun
perlu kemampuan berbahasa. Argumentasi yang dirasakan wajar bagi kita semua,
yang merasa wajar juga dengan pembagian kelas IPA dan IPS. Betul khan.
Untuk menghindari stagnasi, baca dahulu alasan mengapa Menara Babel yang ada
pada kitab Kejadian, tidak berhasil dibangun :
Ternyata risalah berumur ribuan tahun telah mengungkapkan secara tepat, betapa
pentingnya kemampuan berbahasa (berkomunikasi) bagi kesuksesan kerja rekaya-
sawan dalam pembangunan sebuah menara. Kebenaran isi risalah tersebut tentunya
tidak perlu diragukan lagi, bahkan diyakini masih sangat relevan sampai saat ini.
Bagi calon sarjana teknik sipil, yang akan bekerja pada bidang rekayasa menghadapi
era pembangunan gedung tinggi dan jembatan bentang panjang, maka jangan lupa
mempersiapkan diri, berlatih meningkatkan kemampuannya dalam berkomunikasi,
baik lesan maupun tertulis. Jangan terjebak berkutat saja pada pengetahuan atau
ketrampilan harafiah dalam hitung berhitung. Meskipun itu penting, tapi yang lebih
penting adalah dari hitungan yang dibuat, apa yang dapat diungkapkan. Jangan lupa,
pada dasarnya manipulasi angka-angka yang terdapat pada hitungan, yang disebut
matematika, sebenarnya mempunyai fungsi sama seperti fungsi bahasa yang kita
kenal sehari-harinya (Suriasumantri 2006), yaitu mengkomunikasikan penalaran,
memformulasikan fenomena-fenomena alam, dan mengungkapkan suatu kepastian.
Pada konteks komunikasi tersebut, jika dapat digunakan media tertulis akan sangat
luar biasa dampaknya. Bahkan ada orang yang berani menyatakan bahwa kemajuan
peradaban dan budaya suatu bangsa sangat tergantung dari produk tertulis yang
dihasilkannya. Itu bisa dibenarkan, karena tulisan apapun bentuknya merupakan
suatu ungkapan pikiran yang ingin disampaikan ke orang lain. Adanya tulisan, maka
pikiran-pikiran orang yang banyakpun dapat dirangkumkan menjadi satu kesatuan
sehingga dapat disimpan, dan dibaca di lain waktu. Dari tulisan pula maka pikiran
seseorang dapat diketahui oleh orang banyak, dipahami dan bisa saja dilaksanakan
sekaligus secara bersama, bahkan pada tempat berbeda sesuai keinginan penulis.
Dari situlah pikiran menyebar. Bisa baik dan buruk. Pada konteks rekayasa maka
dari tulisan itu pulalah, maka seseorang dapat belajar bagaimana suatu bangunan
dapat dibangun. Tentu saja untuk itu, tulisan yang dimaksud harus ditulis oleh orang
ahli bangunan yang dimaksud, jika tidak, maka tentu tidak akan bermakna.
Oleh karena itu, untuk menghadapi era kemajuan bidang konstruksi, selain harus
mempersiapkan diri dengan ilmu pengetahuan dan teknologi baru, maka insinyur-
insinyur teknik sipil yang ingin kompeten, juga melengkapi diri dengan kemampuan
berkomunikasi, khususnya bahasa tulis. Berbicara tentang kompetensi, memang
Melihat itu semua, tentunya dapat dipahami bahwa kemampuan menulis secara baik
adalah sama pentingnya dengan penguasaan ilmu dan pengetahuan itu sendiri.
Adanya kemampuan menulis memungkinkan terjadinya penyebaran ilmu, sekaligus
pematangan ilmu pengetahuan itu sendiri. Maklum, untuk dapat ditulis secara baik,
ilmu pengetahuan yang dipahami penulisnya, perlu ditata dan dikelola secara tepat,
logis, maupun kronologi sehingga dapat dipahami orang lain secara mudah. Jika
ilmu yang dituliskan itu dibaca orang lain yang kompentensi sama atau lebih tinggi,
maka tentunya dapat dievaluasi dan diberikan komentar yang membangun. Jika itu
yang terjadi, maka penulis ilmu tersebut akan mendapat masukan untuk perbaikan
dan akhirnya mendapatkan keyakinan diri bahwa ilmu yang dipunyainya, memang
benar adanya. Itulah alasan mengapa ilmuwan kelas dunia, dievaluasi dari produk
tulis yang dipublikasikan di jurnal-jurnal yang bereputasi.
Dengan cara pikir seperti di atas, penulis senang dan lega ketika Dirjen Dikti, Prof.
Dr. Djoko Santosa, tanggal 27 Januari 2012, menerbitkan Surat No. 152/E/T/2012
yang ditujukan kepada para pimpinan perguruan tinggi seluruh Indonesia perihal
“Publikasi Karya Tulis”. Isinya meminta alumni perguruan tinggi di Indonesia wajib
pernah menerbitkan suatu tulisan di jurnal ilmiah. Ditinjau dari segi intelektualitas,
bahwa tulisan merupakan isi pikiran seseorang, maka tentunya surat Dirjen Dikti
tersebut merupakan suatu terobosan baru untuk meningkatkan kualitas pendidikan
tinggi kita. Tetapi nyatanya terjadi penolakan, dan paling keras dari masyarakat
civitas akademi itu sendiri. Jika penolakannya datang dari pejabat birokrasi, dapat
dimaklumi. Gimana lagi, kemampuan menulis dosennya sendiri tidak bisa dihandal-
kan, jadi kalau harus diterapkan ke mahasiswa, tentu masalah. Adapun penolakan
yang tidak dapat dipahami, jika itu diberikan oleh seorang yang bergelar Profesor.
Bahkan jika kompetensinya itu begitu istimewa, dibandingkan yang ada di bangsa
lain, maka dimungkinkan juga untuk dibagikan, membantu bangsa lain. Jika terjadi
maka itu berarti dapat menambah devisa bagi bangsa itu sendiri. Bertambah kaya,
meskipun mungkin sumber daya alam yang dimiliki bangsa tersebut terbatas.
Itulah yang terjadi pada negara kaya karena kepintaran manusianya, mereka akan
semakin bertambah kaya, sedangkan negara kaya karena mengandalkan sumber
alamnya yang dieksploatasi, maka lama-lama akan habis juga.
Kondisi ini tentunya menunjukkan bahwa masih terdapat peluang luas bagi usaha-
usaha peningkatan diri untuk lebih mandiri di bidang rekayasa di Indonesia.
Manusia dengan akal budi dan kemampuannya bernalar, ketika berinteraksi dengan
alam sekitarnya, akhirnya dapat memperbandingkan satu hal dengan hal lainnya,
untuk akhirnya dipilih mana yang lebih baik dari yang lain. Ini disebut juga naluri.
Selanjutnya dengan konsep trial-and-error, dapatlah dibuat bangunan sederhana
seperti di atas, memenuhi apa yang diperlukannya. Manusia pada dasarnya bisa
menjadi ahli bangunan untuk kepentingannya sendiri. Baca juga nats berikut:
Nats di atas dikutip dari kitab suci, untuk menunjukkan bahwa pengetahuan akan
persyaratan bangunan yang kokoh dari jaman dahulu, ternyata masih dipakai ahli-
ahli bangunan sampai pada masa sekarang. Tidak ada sesuatu yang baru lagi.
Apakah seperti itu yang dimaksud dengan tujuan pendidikan sarjana teknik sipil ?
Konsep link-and-match itu sendiri, tentu saja tidak salah. Bukankah penerima kerja
akan senang, jika ada pegawai baru dapat cepat beradaptasi dan berproduktivitas
pada pekerjaan rutin yang ada. Apalagi memang, sebagian besar jenis pekerjaan
konstruksi umumnya juga bersifat rutin. Kalaupun ada yang bersifat spesifik, dapat
diambil alih sesaat oleh para seniornya.
Cara trial-and-error untuk hal yang sederhana dan beresiko kecil, tentunya tidak
akan menjadi masalah. Tetapi jika diaplikasikan pada hal-hal yang kompleks, yang
beresiko tinggi terhadap biaya maupun keselamatan jiwa manusianya, maka tentu
tidak dapat diandalkan lagi. Untuk itu maka tidak bisa lagi, sarjana teknik sipil harus
menguasai ilmu pengetahuan yang mendasari aplikasi praktis, juga teknologi yang
mendukungnya. Dalam banyak hal, ilmu pengetahuan yang dimaksud kadangkala
bersifat teoritis, tidak praktis jika diaplikasikan pada permasalahan sebenarnya,
yang kompleks sifatnya. Tetapi itu penting diberikan pada calon sarjana teknik sipil
sebagai sarana membentuk kerangka berpikir logis berkaitan dengan bidangnya.
Akhirnya untuk merangkum dua hal di atas, tujuan pendidikan sarjana teknik sipil
diterjemahkan sebagai bisa meluluskan sarjana yang siap bekerja di bidangnya,
maupun mempersiapkan diri untuk jenjang studi lebih tinggi.
Konsep insinyur teknik sipil yang di atas, bukan sesuatu yang mustahil, meskipun
dalam banyak hal seorang sarjana teknik sipil sudah cukup puas untuk menjadi ahli
bangunan saja. Adapun yang bisa disebut insinyur pada konteks di atas dapat dilihat
pada pribadi-pribadi berikut:
Nama-nama di atas dapat dicari karena ada tulisan yang membahasnya, kenyataan
real bisa saja masih banyak yang lain, yang umumnya akan mengiringi kesuksesan
proyek-proyek konstruksi khas yang belum pernah ada sebelumnya. Mereka tidak
diketahui karena tidak dituliskan, itulah mengapa hanya sedikit yang dapat menjadi
inspirasi bagi calon-calon insinyur lainnya. Jadi terbukti lagi, bahwa kemampuan
menulis berkaitan langsung dengan kemajuan atau peningkatan insinyur itu sendiri.
Uraian di atas perlu diungkapkan untuk mengevaluasi kesiapan sarjana teknik sipil
di Indonesia menghadapi era pembangunan gedung super tinggi maupun jembatan
bentang panjang yang mulai menjadi wacana umum negeri ini. Mengapa demikian,
karena dapat dimaklumi bahwa yang namanya gedung super tinggi, yang umumnya
didasari oleh motivasi ingin menjadi terkemuka, maka bentuk dan ukurannya harus
dipilih istimewa, minimal berbeda dengan yang telah ada. Berarti itu adalah hal yang
baru, bukan. Jadi kalau hanya mengandalkan level ahli bangunan tentu tidak mudah.
Keberadaan orang dengan level insinyur juga tidak diragukan lagi berada di setiap
kesuksesan proyek-proyek baru yang ada. Hanya karena tidak terpublikasi, maka
tidak banyak orang yang mengetahuinya. Oleh sebab itu hanya dapat diketahui dan
dipelajari jika bergaul atau mengalami sendiri proyek-proyek yang dimaksud. Bisa-
bisa ternyata kita sendiri mempunyai kapasitas seperti itu, yaitu ketika proyek yang
menjadi tanggung jawab kita, ternyata berhasil dengan sukses dilaksanakan.
Tetapi bagi anak-anak muda, yang sedang belajar, tentunya masih akan bertanya-
tanya, apakah mereka juga mampu mencapai level insinyur tersebut. Jadi kalau bisa,
sedini mungkin mereka dapat mempersiapkan diri, mempelajari apa-apa saja yang
mendukung tercapainya level insinyur tersebut. Jadi apa-apa saja itu, tentu sesuatu
yang ditunggu-tunggu. Ternyata, untuk mencari tahu itu ternyata tidak mudah, cara
yang umum dilakukan adalah membaca biografi dari insinyur yang dianggap sukses,
tapi jika dibandingkan antara satu insinyur yang sukses dengan insinyur sukses
lainnya, ternyata sangat bervariasi. Jadi kesan yang didapat bersifat subyektif.
Di belahan dunia lain, khususnya di Amerika ada hal yang menarik, dan kelihatan-
nya dapat menjawab pertanyaan di atas. Asosiasi insinyur teknik sipil Amerika atau
ASCE (American Society of Civil Engineers) telah mencoba mencari jawabnya 2. Itu
dimaksudkan sebagai petunjuk bagi generasi mudanya bagaimana menjadi insinyur.
Langkah awal yang diberikan, adalah menjadikan terlebih dahulu profesi tersebut
suatu kebanggaan bagi yang memilihnya, seperti diungkap pada quote berikut:
It is a great profession.
There is the fascination of watching a figment of the imagination emerge
through the aid of science to a plan on paper.
Then it brings jobs and homes…it elevates the standards of living and adds to
the comforts of life.
That is the engineer’s high privilege.
Herbert Hoover, engineer, humanitarian, and 31st U.S. President
2 ASCE, The Vision for Civil Engineering in 2025, Based on The Summit on the Future of
Civil Engineering - 2025, June 21-22, 2006
Permasalahan yang dihadapi para insinyur teknik sipil diberbagai negara ternyata
mirip dengan yang terjadi di Indonesia. Inilah isue yang ditangkap dalam KTT ASCE:
Padahal masalah di bidang teknik sipil yang akan dihadapi generasi mendatang
bukannya berkurang, sebagaimana telah diidentifikasi oleh ASCE sebagai berikut:
Populasi global yang terus meningkat, yang terus bergeser ke daerah perkotaan
akan membutuhkan penyesuaian yang berkelanjutan. Tuntutan akan energi, air
minum, udara bersih, pembuangan limbah yang aman, dan transportasi akan
mendorong diperlukannya perlindungan lingkungan sekaligus pengembangan
infrastruktur. Masyarakat akan menghadapi ancaman meningkat dari bencana
alam, kecelakaan, dan mungkin penyebab lain seperti terorisme.
Visi kedepan yang diharapkan dari insinyur teknik sipil menurut ASCE adalah:
Insinyur sipil harus dapat menjadi ahli bangunan, penjaga lingkungan, inovator
dan integrator, pemimpin untuk mengatasi risiko dan ketidakpastian, serta dalam
membentuk kebijakan publik.
Ternyata spesifikasi insinyur yang dikemukakan ASCE lebih dari cukup untuk dijadi-
kan petunjuk menjadi insinyur yang diharapkan, untuk itulah akan dijadikan acuan.
ASCE mengungkapkan, insinyur yang baik sebaiknya melengkapi diri dengan tiga
atribut penting, yaitu: [1] knowledge; [2] skill; dan [3] attitudes. Sampai disini
diketahui bahwa dua atribut pertama telah dibahas, sedangkan atribut ke tiga
sebelumnya tidak dibahas karena dianggap melekat pada setiap personil.
c) Attitudes atau sikap mental, merujuk pada nilai-nilai yang menjadi pegangan
hidup, yang menentukan bagaimana seseorang bersikap pada kehidupan ini.
Sikap mental yang mendukung mutu profesional kerja misalnya kemampuan
berkomitmen, keingin-tahuan yang tinggi, kejujuran, integritas, sikap optimis,
bersifat obyektif, kepekaan, ketelitian dan toleransi kerja (ketepatan).
Jika mempelajari petunjuk yang diberikan ASCE untuk membentuk insinyur di masa
depan, rasanya sangat umum. Hanya 1/3 saja, yaitu knowledge yang ditentukan oleh
kurikulum pengajaran di level pendidikan tinggi, adapun 2/3 yang lain lebih banyak
berfokus pada usaha-usaha pengembangan diri pribadi secara umum. Jika demikian
dapat diambil kesimpulan bahwa untuk menjadi insinyur, selain perlu pendidikan
formal yang benar, yaitu meraih gelar sarjana teknik, juga diperlukan usaha-usaha
pengembangan diri yang terus menerus. Salah satu upaya yang biasa diambil adalah
magang, atau nyantrik pada insinyur senior yang terkenal reputasinya.
Sistem struktur tidak menonjol, perlu Sistem struktur terlihat jelas, dapat
pengamatan khusus mendalam. digolongkan dari sistem strukturnya.
5 Beban yang menentukan Beban gempa (sementara). Beban gravitasi (tetap).
dalam perencanaan.
Gedung sudah berdiri, tapi belum Kondisi pelaksanaan kadang paling
teruji gempa sesungguhnya. Resiko menentukan. Sering dijumpai runtuh
runtuh saat konstruksi relatif jarang, saat pelaksanaannya belum selesai.
peran insinyur tidak menonjol.
6 Kepemilikan dan Sifatnya pribadi atau private, dan Dimiliki pemerintah dan dipakai oleh
pemakaian pemakaiannya bersifat tertutup. publik (masyarakat).
7 Sifat beban Beban hidup relatif terkontrol, sebab Beban hidup dari publik, pelanggaran
bangunan gedung sifatnya tertutup. yaitu kelebihan beban.
Beban hidup bersifat statik, kecuali Beban hidup bergerak, resiko terjadi
gempa yang dinamik. fatik.
8 Metode konstruksi dan Metode konstruksi tidak menentukan Metode konstruksi bagian desain,
proses desain. dalam perencanaan. bisa menentukan sistem strukturnya.
Jadi gedung (super) tinggi dan jembatan (sangat) panjang mempunyai karakter yang
saling berlainan. Oleh sebab, untuk mendapatkan pemahaman yang baik, uraiannya
sebaiknya tidak disatukan, tetapi dibahas tersendiri atau tepatnya dapat difokuskan.
Peta virtuil ring of fire di atas dihasilkan dari pemikiran adanya pelat tektonik bumi
yang terpisah dan saling bergerak satu dan lainnya, ada bagian yang berjauhan dan
ada bagian yang saling bertemu. Pada daerah itulah yang diyakini sumber terjadinya
gempa. Jadi gempa adalah dampak pergerakan itu, dan akan terus terjadi selama ada
pergerakan tersebut. Resiko gempa tidak bisa diabaikan, suatu saat akan terjadi.
Hanya kapan waktunya yang tepat, sampai sekarang belum ada ilmu dan teknologi
yang dapat mengungkapkannya, baru pada tahap dugaan semata. Bisa ya, bisa tidak.
Pada bangunan tinggi, dampak gempa mirip dengan angin, yaitu pembebanan arah
lateral. Karena karakternya didominasi arah vertikal dibanding horizontal, maka
pengaruh gempa pada gedung tinggi lebih signifikan menentukan perencanaannya.
Besarnya percepatan tanah (a) tergantung lokasi (tempat), karena Indonesia berada
pada daerah ring of fire (Gambar 2), maka resiko terjadi gempa juga besar. Adapun
parameter massa (m) tergantung jenis bangunan, yang ringan mengakibatkan beban
gempa lebih yang kecil dibanding yang berat. Itulah mengapa bangunan tradisionil
dari kayu relatif lebih tahan gempa (rusak sedikit) dibanding rumah batu. Bahkan
dapat dijelaskan, mengapa kolom rumah joglo yang hanya duduk di atas umpak batu
punya kinerja lebih baik saat ada gempa dibanding kolom yang tertanam di pondasi.
Jadi meskipun pengaruh angin dan gempa adalah sama-sama sebagai beban lateral
pada gedung, tetapi karena karakternya berbeda maka solusinya juga bisa berbeda.
Karakteristik bangunan juga tergantung dari material utama yang dipakai. Jika
terkait gedung tinggi dan jembatan panjang, maka materialnya relatif terbatas, yaitu
beton atau baja, atau kombinasi keduanya. Untuk itu mari kita lihat masing-masing.
Material beton berbeda dari segi kekuatan, kekakuan atau daktilitasnya, kalah dari
material baja. Bahkan beton hanya dimanfaatkan terhadap tekan. Jadi untuk dapat
digunakan perlu bantuan baja, jadilah beton bertulang atau beton prategang. Sisi
lain, secara alami beton punya karakter lebih awet, ketahanan lingkungan yang baik,
tidak korosi, tahan panas (tidak terbakar), dan mudah untuk dibentuk. Ini yang
menyebabkan konstruksi beton lebih monolit atau menerus. Sistem sambungan
pada konstruksi beton bertulang bukan sesuatu yang signifikan rumit dalam
desainnya, kecuali jika memakai sistem beton pracetak. Material beton punya rasio
kuat dibanding berat-volume yang rendah, hasilnya sistem strukturnya relatif lebih
berat, tetapi sifat seperti ini ternyata baik jika digunakan terhadap beban angin.
Adanya karakter berbeda antara material baja dan beton, tetapi sebenarnya saling
melengkapi, menyebabkan keduanya menjadi material utama pada gedung tinggi.
Pada bangunan relatif tidak tinggi, sistem penahan lateral dapat dirangkap sekaligus
dengan sistem penahan gravitasi, yaitu rigid frame atau portal. Penggunaan beton
bertulang untuk rigid frame relatif mudah karena sifatnya monolit, tetapi untuk baja
perlu sistem sambungan yang detailnya lebih kompleks dibanding beton bertulang.
Selanjutnya semakin tinggi bangunan, sistem rigid-frame tidak cukup, perlu dibuat
struktur khusus yang memang didedikasikan untuk sistem struktur penahan lateral.
Gambar 4. Hubungan sistem penahan lateral dan jumlah lantai (Taranath 2005)
Parameter E tergantung materialnya, jika struktur baja nilai Es = 200,000 MPa, tapi
untuk struktur beton bervariasi tergantung mutu beton yaitu Ec = 4700 √fc’ MPa.
Jadi dapat dipahami mengapa bangunan super tinggi, pemakaian beton mutu tinggi
adalah sangat penting, tidak hanya dari segi kekuatannya, yaitu kemampuannya
menahan gaya tekan yang lebih besar, tetapi juga agar kekakuan struktur meningkat
untuk mengurangi deformasi lateral. Jika peningkatan mutu bahan (E) tidak bisa,
atau tidak cukup ekonomis diusahakan, maka alternatif lainnya adalah peningkatan
faktor I , yang dalam hal ini tentunya tidak sekedar momen inersia seperti kantilever
biasa, tetapi lebih pada konstanta yang mewakili kondisi geometri atau bentuk
fisik struktur terhadap beban lateral.
Gambar 5. Macam sistem struktur penahan lateral: (a) steel rigid frame; (b) RC rigid
frame; (c) braced steel frame; (d) RC frame - shear wall; (e) steel frame - shear wall; (f)
steel frame – infilled walled (Taranath 2005)
Deformasi lateral (total) akibat beban terpusat (P) terdiri deformasi lentur (lentur)
dan deformasi geser (geser), keseluruhannya adalah total = lentur + geser , adapun
lentur = PL3/(3EI) dan geser = 1.2PL/(GA) pada penampang persegi, G = ½E/(1+)
jadi jika = 0.2 (material beton) maka G = ½E/(1+) = 0.4167E.
Perilaku lateral rigid frame dan kolom bebas (kantilever) ternyata berbeda. Untuk
itu akan diperlihatkan komponen-komponen deformasinya sebagai berikut.
Jika konfigurasi rangka keseluruhan dibentuk dari segitiga-segitiga, disebut CBF, jika
hanya sebagian disebut EBF, misalnya rangka g, i, j, dan l pada Gambar 8.
Konfigurasi batang diagonal (bracing) yang bermacam-macam, umumnya untuk
mengakomodasi keperluan tata layout ruang di dalamnya, seperti jendela atau pintu
Adanya batang tekan (-) dan tarik (+) pada rangka dengan batang diagonal, menjadi
petunjuk bahwa sistem brace-frame lebih optimal terhadap beban lateral daripada
sistem rigid-frame yang mengandalkan penghubung balok horisontal saja. Juga jika
diperhatikan, bentuk deformasinya mirip dengan kantilever (lihat Gambar 10).
Gambar 10. Perilaku brace-frame: deformasi (a) lentur; (b) geser; (c) kombinasi
Gambar 12. Distribusi gaya lateral sistem ganda (Paulay and Priestly 1992)
Perilaku lentur dari dinding-geser di bagian atas dipakai sebagai kontrol lendutan
sistem-ganda. Resiko untuk terjadinya soft-stories juga menjadi berkurang, bahkan
tidak akan ada karena dinding-geser bekerja sebagai pengaku pada arah lateral.
Perencana dapat lebih bebas menetapkan lokasi terjadinya sendi plastis dalam
rangka disipasi energi gempa. Bentuk atau penempatan lokasi sendi-plastis pada
sistem-ganda yang disarankan adalah sebagai berikut:
Gambar 13. Mekanisme disipasi energi terhadap gempa (Paulay and Priestly 1992)
Untuk balok bentang panjang, yang mana beban gravitasi lebih dominan dibanding
lateral, maka bisa saja dibuat sendi plastis terjadi pada ujung-ujung kolom pada
keseluruhan lantai (lihat Gambar 13c).
Hasil analisis elastis (Gambar 12) menunjukkan bahwa partisipasi momen pada
dinding struktur berbalik pada bagian atas, meskipun demikian karena pada kondisi
inelastis dan dinamik berbeda maka cara penulangannya tidak boleh didasarkan
sepenuhnya hasil elastis. Paulay dan Priestly (1992) mengusulkan momen rencana
dinding-struktur pada sistem-ganda adalah sebagai berikut.
Gambar 14. Momen rencana dinding sistem ganda (Paulay and Priestly 1992)
Pada keseluruhan pembahasan sistem-ganda dianggap lantai sangat kaku pada arah
bidangnya, sehingga bila berfungsi sebagai diaphragma, dapat menyatukan sistem
rangka dan sistem dinding-struktur sedemikian sehingga semua elemen vertikal
yang disatukan mempunyai perpindahan lateral yang sama besarnya. Kenyataannya
asumsi tersebut tidak sepenuhnya berlaku untuk bangunan panjang dan disatu sisi
lain sangat pendek, ditambah jika penempatan dinding-geser terbatas maka lantai
dapat mengalami deformasi yang saling berbeda (lihat Gambar 15).
Pada kondisi tersebut maka kekakuan diaphragma perlu dianalisis secara nyata,
misalnya dimodelkan sebagai elemen shell dan semacamnya. Bagaimanapun jika
diaphragmanya tidak kaku, tetapi flesibel seperti diatas, maka pembagian gaya-gaya
pada rangka dan dinding akan berubah.
Melihat perilaku interaksi sistem rangka dan dinding-struktur yang unik, yang mana
dinding-struktur karena kaku pada bagian bawah akan mengambil porsi gaya geser
yang lebih besar dibanding di bagian atas, yang kemudian diambil alih oleh rangka
maka sistem-ganda hanya menguntungkan jika diterapkan pada bangunan tinggi 50
lantai ke atas atau lebih (Taranath 2010). Keuntungan sistem-ganda tergantung
dari intesitas iteraksi horizontal yang ditentukan oleh kekakuan relatif dinding dan
sistem rangka, juga ketinggian struktur. Semakin tinggi dan semakin kaku sistem
rangka, maka iteraksi yang terjadi semakin besar.
Meskipun demikian tidak disangkal lagi, bahwa sistem-ganda (sistem rangka dan
dinding-geser) merupakan satu sistem yang paling populer digunakan sebagai
sistem struktur penahan lateral mulai dari bangunan bertingkat medium sampai
bertingkat tinggi, mulai dari bangunan 10 lantai sampai bangunan 50 lantai. Bahkan
dengan penebalan balok (haunch) dapat dipakai pada bangunan sampai 60 lantai.
Tahap pertama : analisis sebagai sistem-ganda. Pada analisis tahap ini umumnya
memperlihatkan bahwa semua gaya lateral akan dipikul oleh dinding-struktur di
bagian bawah, sedangkan porsi atas akan dipikul oleh sistem rangka kaku. Jadi
ketika kolom bangunan didesain menggunakan hasil analisis dari sistem ganda
maka gaya-gaya yang diterima oleh kolom di bagian bawah akan sangat kecil.
Itulah diperlukannya analisis tahap kedua, yaitu untuk sistem rangka sendiri.
Tahap kedua: analisis sistem rigid-frame saja, tak perlu perhitungan ulang gaya
geser dasar atau perioda getar sistem rangka, tetapi cukup memakai gaya gempa
rencana yang digunakan pada tahap pertama (sistem ganda) yang dikalikan
dengan 25%-nya. Proses desain tahap ke-2 dimaksudkan agar kolom pada
sistem rangka di bagian bawah khususnya direncanakan cukup kaku dan kuat
karena momen rencana kolom di bagian tersebut umumnya ditentukan oleh
momen rencana yang dihasilkan oleh analisis pada tahap kedua.
Pemakaian sistem ganda untuk bangunan bertingkat medium belum tentu lebih
menguntungkan dibanding sistem rigid-frame saja. Apalagi jika ternyata lendutan
atau tepatnya story-drift dari tiap lantai bangunan masih dapat diantisipasi dengan
penggunaan sistem rangka-kaku (rigid-frame) tersebut, misalnya dengan membuat
sistem rangka-perimeter yang berbeda.
Gambar 16. Sistem Dinding Geser Berangkai (Paulay and Priestly 1992)
Tentang istilah teratur, bisa saja ada bukaan yang ditempatkan teratur pada dinding
tetapi menghasilkan pelemahan, beresiko terjadi keruntuhan geser.
Gambar 17. Penempatan bukaan buruk pada dinding geser (Paulay and Priestly 1992)
Untuk disebut balok perangkai sebenarnya ada ciri-ciri yang dapat diamati secara
visual. Jika tingginya relatif kecil, katakanlah sekedar pelat lantai penghubung
dinding dengan bukaan yang besar maka efektifitas fungsinya sebagai balok
perangakai dapat disangsikan. Artinya bukaan yang ada memisahkan dinding
struktur menjadi dua bagian yang akan bekerja sebagai struktur sendiri-sendiri.
Jika balok perangkai didesain dapat berfungsi sebagai shear connector maka secara
fisik biasanya memerlukan suatu ketinggian tertentu dibanding bentang bersihnya.
Pada dinding struktur yang terpisah oleh bukaan maka kedua bagian dinding tadi
akan berperilaku seperti kantilever sehingga balok perangkai turut berotasi dan
leleh. Jika dapat dibuat detail yang baik, balok perangkai mampu mendisipasi enerji
pada keseluruhan tinggi dinding.
M M1 M2 T l ....................................................................................................... (1)
Balok perangkai yang tidak direncanakan khusus untuk berperilaku daktail dan
menerima gaya geser yang besar saat gempa besar akan menyebabkan kerusakan
dindingnya. Salah satu konfigurasi dengan penulangan diagonal dianggap paling
efektif untuk menghindari terjadinya degradasi kekuatan yang besar (Gambar 19).
Detail-1 pada penulangan diagonal balok perangkai Gambar 19, sesuai persyaratan
pengekangan menurut ACI 318-05, tetapi untuk mengapli-kasikannya di lapangan
dijumpai banyak kesulitan. Untuk itu dikembangkan detail-2 yang dapat diterapkan
pada hal yang sama mengikuti persyaratan ACI 318-08 yang lebih sederhana.
Seperti diketahui untuk struktur kantilever yang menerima lentur, maka hanya sisi
bagian luar dari struktur tersebut yang bekerja. Bahkan dari rumus balok lenturpun
dapat diketahui bahwa titik di garis netral, tegangan lenturnya nol. Itu berarti pada
bangunan tinggi, kolom di tengah bangunan tidak efektif menyumbang kekakuan
pada sistem penahan lateralnya. Fungsi hanya menerima beban gravitasi ke pondasi.
Gambar 20. (a) Sistem outrigger dengan core-tengah; (b) Outrigger pada offset core; (c)
diagonal ; (d) elemen lantai yang bertugas sebagai outtriger (Taranath 2005)
Untuk mempelajari perilaku sistem outrigger atau belt truss, akan ditinjau bangunan
tinggi dengan sistem tersebut di atap, biasa disebut hat-truss sistem (Gambar 21).
Gambar 21. (a) Denah bangunan dengan belt-truss; (b) deformasi lentur braced-core;
(c) Deformasi akhir system (Taranath 2005)
Gambar 23. Lokasi optimum outrigger (a) single; (b) double; (c) triple; (d) quadro
(Taranath 2005)
Meskipun secara teroritis struktur tabung adalah sangat ideal, khususnya untuk
berperilaku seperti kantilever tunggal, tetapi dalam kenyataannya perilaku yang ada
relatif kompleks. Permasalahannya adalah digunakannya sistem rigid-frame, yang
ternyata kekakuan lentur penampang tunggal lebih dominan daripada sebagai suatu
kesatuan. Pelajari kembali illustrasi yang ada pada Gambar 6 dan 7. Dampaknya
Gambar 24. Framed-tube (a) Denah; (b) Perimeter; (c) Reaksi kolom perimeter
Frame tube yang mengandalkan rigid-frame untuk bekerja seperti dinding perimeter
tabung, tidak efisien karena pengaruh shear lag. Oleh karena itu frame-tube dipakai
pada bangunan 50 – 60 lantai, kecuali jika dapat diusahakan kolom-kolom perimeter
yang sangat rapat seperti halnya yang digunakan pada gedung WTC (World Trade
Centre), New York. Sistem frame-tube ternyata dapat dipakai untuk gedung sampai
109 lantai. Tetapi konsekuensi pakai sistem tersebut, jarak tipikal kolom perimeter
atas adalah 3.333 ft (1.0 m) sekeliling bangunan, detail lihat Gambar 25 dan 26.
Untuk mengatasi permasalahan jarak kolom perimeter yang rapat, maka strategi
peningkatan kekakuan sebelumnya dapat digunakan, sistem rigid-frame diubah ke
brace-frame. Hanya saja brace atau batang diagonal yang dimaksud harus dapat
ditempatkan di sekeliling perimeter bangunan. Lihat Gambar 27 di bawah.
Gambar 27. (a) Tube building with multistory diagonal bracing; (b) rotated square tube
with super diagonal (Taranath 2005) dan Bank of China Hongkong (kanan)
Konsep brace atau batang diagonal memang populer digunakan pada bangunan dari
baja. Itu disebabkan batang diagonal akan memikul gaya tarik suatu saat, dan gaya
tekan di saat yang lain. Baja kuat terhadap tarik dan tekan, sedangkan beton hanya
mengandalkan tulangan baja terpasang, sehingga perlu tempat yang mencukupi oleh
karena itu sistem brace-frame akan digantikan dengan sistem shear-wall.
Gambar 30. Struktur bundled-tube: Sear Tower, Chicago, tinggi bangunan ( 443 m)
Secara umum, respon bangunan tinggi terhadap gempa berbeda dibanding bangun-
an rendah. Besarnya gaya inersia selama gerakan gempa di tanah tergantung dari :
[1] massa bangunan; [2] akselerasi tanah; [3] kondisi tanah pondasi di bawah
bangunan dan [3] karakteristik dinamik bangunan itu sendiri (lihat Gambar 31) .
Jika bangunan dan tanah pondasi sangat kaku, bangunan mengalami akselerasi (a)
sama dengan tanahnya, maka gaya inersia F, sesuai hukum Newton (F = m.a),
dengan m, massa bangunan. Untuk struktur yang mengalami deformasi relatif kecil,
deformasi cenderung mengurangi besarnya gaya inersia yang timbul (F < m .a).
Bangunan tinggi relatif lebih fleksibel dibanding bangunan rendah sehingga akan
menerima akselerasi yang lebih kecil. Tetapi bangunan fleksibel yang menerima
gerakan percepatan tanah dalam waktu yang lama dapat menghasilkan gaya inersia
lebih besar (F > m.a) jika periode getarnya berdekatan dengan gelombang tanah.
Sebelum membahas respons spektrum, ada baiknya dibahas dahulu periode getar
bangunan (T). Dari rumus analisa dinamik diketahui parameter yang berpengaruh
Jadi bangunan rendah dimana massa relatif kecil dan k relatif besar maka waktu
getarnya pendek, sedangkan bangunan tinggi yang sebaliknya, akan panjang.
Respons spektrum adalah pengganti parameter percepatan (a) pada rumus Newton
(F = m . a). Dengannya, pengaruh gempa pada bangunan yang tergantung juga oleh
perilaku pondasi, jenis dan tipe bangunan dapat dihitung memakai grafik tunggal.
Dari rekaman gerakan tanah yang ditinjau dengan beberapa prosentasi nilai dam-
ping kritis, maka pada suatu grafik respons spektrum akan diketahui hal-hal yang
berkaitan dengan respons gempanya, seperti akselerasi, kecepatan dan deformasi
untuk berbagai cakupan (spektrum) perioda getar bangunan.
Jadi respon spektrum (Gambar 32 dan 33) dapat dilihat sebagai suatu grafik tunggal
yang menunjukkan berbagai respon dinamik sederetan kantilever pendulum yang
bervariasi linier perioda getarnya terhadap rekaman pergerakan gempa tertentu.
Respon maksimumnya kemudian dicatat pada grafik respons spektrum tersebut.
Jika respons percepatan pada respon spektrum dapat menunjukkan besarnya gaya
gempa pada bangunan, maka disimpulkan juga bahwa semakin tinggi bangunannya
maka gaya gempa yang terjadi adalah relatif lebih kecil. Padahal di sisi lain, angin
berbeda. Semakin tinggi, kecepatan angin juga bertambah (lihat Gambar 34).
Gambar 34. Profil kecepatan angin di berbagai daerah dan ketinggian (Taranath 2005)
Jadi bisa saja pada suatu kondisi ketinggian tertentu, gaya gempa yang bekerja pada
suatu bangunan tinggi tidak menjadi dominan dibanding pengaruh anginnya.
Untuk perencanaan terhadap angin, bangunan tidak dapat dianggap terpisah dari
sekitarnya. Pengaruh bangunan di dekatnya dan konfigurasi lahan berpengaruh.
Saat aliran angin menerjang halangan, alirannya terbelah dan bergerak menyamping
sembari berpusar disebut spiral vortices (Gambar 36), yang menekan bidang tegak
lurus arah angin utama. Pada kecepatan sedang, spiral vortices terjadi bersamaan di
dua arahnya sehingga terjadi keseimbangan. Tetapi ketika kecepatan bertambah,
juga karena sifat angin turbulen (tidak linier) maka kejadiannya secara bergantian,
terjadi getaran arah tegak lurus arah angin, yang disebut fenomena vortex-shedding.
V S
f ................................................................................................................................. (2)
D
dimana
f = frekuensi vortex shedding dalam hertz
V = kecepatan rata-rata angin pada atap bangunan
S = konstanta Strouhal yang tergantung dari bentuk bangunan
D = diameter bangunan
Vortex-shedding terjadi pada banyak bentuk bangunan. Nilai S untuk bentuk yang
berbeda dapat ditentukan dengan uji terowongan angin dengan mengukur frekuensi
shedding pada berbagai kecepatan angin. Cukup sulit mengetahui nilai S yang akurat
karena adanya fenomena penguncian tadi, yang kira-kira sekitar 10% nilai frekuensi
bangunan yang tepat.
Aksi tekanan angin tidak tergantung pada lamanya angin mencapai maksimum dan
kembali nol lagi saja, tetapi juga tergantung dari periode alami bangunan itu sendiri.
Jika waktu yang diperlukan untuk maksimum dan nol, lebih pendek dari waktu getar
alami bangunan, maka perilakunya dinamik. Jika waktu angin mencapai intensitas
maksimum dan nol lagi lebih lama dari periode alami bangunan, maka sifatnya
statik. Sebagai contoh, hembusan angin yang mencapai kondisi terbesar dan kembali
kosong dalam dua detik menjadi beban dinamik untuk bangunan tinggi yang
mempunyai periode alami kira-kira 5 - 10 detik, tetapi untuk hembusan yang sama,
yaitu 2 detik adalah beban statik untuk bangunan rendah yang mempunyai perioda
alami kurang dari 2 detik.
Akibat perilaku angin pada bangunan tinggi yang kompleks, seperti vortex-shedding
dan perilaku dinamis, maka uji terowongan angin menjadi sesuatu yang penting.
Dengan cara capacity design, struktur direncanakan sedemikian rupa sehingga bila
terjadi kondisi inelastis, maka itu hanya akan terjadi pada tempat-tempat yang telah
ditentukan, yang memang telah direncanakan untuk mengatisipasiknya. Kondisi
inelastis yang terjadi juga terkontrol, dan ditempat itulah yang dijadikan sebagai
tempat dissipasi energi. Sedangkan bagian struktur lainnya tetap berperilaku elastis.
Cara kerjanya seperti sekring (fuse) pada peralatan listrik saat menerima overload.
Jadi strateginya, kalaupun kondisi inelastis tersebut menyebabkan kerusakan, maka
sifatnya lokal, terisolir sehingga dapat dengan mudah diketahui dan diperbaiki.
Adanya bagian yang terpisah-pisah, ada elemen struktur yang bekerja secara elastis
dan ada elemen struktur lain yang bekerja sampai inelastis. Itu dapat dengan mudah
diterapkan pada konstruksi baja yang memang dari awalnya bersifat modul atau
segmen terpisah yang tidak monolit. Hal ini tentu saja berbeda dengan konstruksi
beton yang alaminya bersifat monolit (beton cast-in-situ). Strategi pada konstruksi
beton bertulang adalah mengandalkan detail penulangan khusus, dalam hal ini
perilaku inelastis akan terjadi pada baja tulangan yang daktail. Agar beton bertulang
dapat berperilaku inelastis yang optimal, maka keruntuhan yang diharapkan adalah
lentur. Karena dengan itu, pada kondisi ultimate terjadi sisi tekan (beton) dan sisi
tarik (baja). Jika keruntuhan aksial tarik, maka beton tidak akan bekerja, sedangkan
keruntuhan aksial tekan tidak bisa berperilaku inelastis karena tekuk akan terjadi
terlebih dahulu, dan itu sifatnya non-daktail.
Selanjutnya bagian mana dari sistem struktur tahan gempa yang bekerja seperti fuse
dan bagian mana yang tidak, disitulah yang menjadi variasinya. Struktur Special
Moment Frames misalnya, yang akan berfungsi sebagai fuse, tempat dissipasi energi
gempa, adalah sendi plastis yang terbentuk di balok. Untuk sistem struktur yang
lain, yang berfungsi sebagai fuse, bisa berbentuk lain (AISC 2005b, Geschwinder
2008). Untuk itu akan ditinjau satu persatu.
Gambar 37. Perilaku inelastis sistem portal daktail (Hamburger et.al. 2009)
Pada konstruksi baja tahan gempa, jenis sambungan kolom-balok yang akan dipakai
rangka SMF ini harus didukung data empiris hasil uji laboratorium. Hal ini untuk
membuktikan bahwa jenis sambungan tersebut mempunyai kemampuan daktilitas
yang mencukupi, yaitu mampu menahan perputaran sudut interstory-drift minimum
sebesar 0.04 radian (Section 9.2a AISC 2005b).
Beberapa jenis sambungan yang telah dilakukan pengujian adalah sebagai berikut.
Kecuali dua jenis sambungan pada Gambar 38 dan 39, ada beberapa lagi yang dapat
dijumpai. Variasi jenis sambungan pada konstruksi baja umumnya terkait metode
pelaksanaan, misal sambungan jenis Reduced Beam memerlukan pekerjaan las di
lapangan. Persyaratan tersebut tentu terkait dengan harus disediakannya s.d.m yang
kompeten disertai pengawasan ketat. Ini berbeda jika digunakan jenis Extended End-
Plate yang cukup dipasang dengan baut mutu tinggi. Hanya saja jenis sambungan ini
memerlukan tingkat presisi fabrikasi tinggi, perlu memakai mesin CNC misalnya.
Konsep di atas berlaku pada konstruksi baja, yang ditentukan oleh sambungan
sebagai bagian terlemah sistem. Maklum, baja pada dasarnya komponen terpisah,
produk pabrik yang dirangkai di lapangan dengan sambungan. Untuk konstruksi
beton bertulang, konsep kontinyu relatif mudah dibuat. Tetapi material beton pada
dasarnya material non-daktail, apalagi jika dipakai beton mutu tinggi. Daktilitasnya
hanya mengandalkan baja tulangan yang terpasang. Untuk mendapatkan perilaku
daktail inelastis, maka keruntuhan yang diharapkan adalah lentur, karena pada satu
penampang dapat dimanfaatkan dua sifat bahan sekaligus. Sisi tekan ditahan beton
dan sisi tarik ditahan baja. Agar daktail, keruntuhan harus dimulai pada bahan yang
bersifat daktail terlebihd dahulu. Oleh karena itu penampang lentur harus bersifat
under reinforced section. Tulangan terpasang relatif sedikit, sehingga kalah terlebih
dahulu (leleh). Karena gempa bolak-balik, maka betonnya mengalami tarik-tekan,
untuk mengurangi resiko spalling dipersyaratkan tulangan sengkang rapat sekaligus
menghindari terjadinya kegagalan geser. Sistem SMF untuk beton dikenal sebagai
SMRF (special moment resisting frame), mensyaratkan pendetailan tulangan kolom
dan balok yang khusus sebagai terlihat pada Gambar 40.
Hal penting dalam pendetailan portal SMRF adalah dihindari memakai sambungan
lewatan (lap-splice) di daerah yang berpotensi mengalami kondisi inelastis. Dalam
hal ini adalah daerah sepanjang 2 h di depan kolom. Untuk mendapat kepastian
bahwa kondisi inelastis hanya terjadi pada balok (bukan kolom), maka portal SMRF
mesyaratkan jumlah kapasitas nominal kolom lebih besar dari jumlah kapasitas
balok, yaitu Mnc (6/5) Mnb (sesuai ACI318 – Ps. 21-6-2) .
8.5.3. Sistem rangka diagonal khusus: Special Concentrically Braced Frames (SCBF)
Sistem rangka diagonal (brace-frame) mempunyai kekakuan lateral lebih tinggi
dibanding rigid-frame, sehingga efektif dipakai sebagai sistem penahan lateral pada
bangunan tinggi. Meskipun demikian perilaku keruntuhannya tidak daktail diban-
ding rigid-frame. Tentu saja sistem ini hanya dapat diterapkan pada konstruksi baja.
Sistem brace-frame yang dipersiapkan khusus terhadap kondisi inelastis (SCBF)
dibuat dengan cara bracing-nya dapat bekerja sebagai fuse melalui mekanisme leleh
akibat gaya aksial tarik atau tekuk akibat gaya tekan pada batang diagonal saat
terjadi gempa besar.
Teoritis memang mudah, masalahnya adalah bahwa pada konstruksi baja bagian
yang kritis adalah pada detail sambungan. Jadi jika diharapkan kondisi inelastis
terjadi pada elemen batang, maka tentu saja sistem sambungan pada saat itu harus
tetap pada kondisi elastis (lebih kuat daripada elemen yang disambung).
Alternatif lain, kondisi inelastis ternyata dapat dipindahkan pada bagian sambungan
batang diagonal tersebut, khususnya pada gusset-plate boleh terjadi leleh. Bahkan
untuk menghindari gangguan ketika leleh tersebut (proses dissipasi enerji) maka
bagian gusset-plate yang bertemu pelat lantai harus dipisahkan, sebagaimana
terlihat pada Gambar 42 berikut.
Pada detail Gambar 43 akan terlihat bahwa sistem pondasinya adalah pondasi tiang
pancang yang disatukan oleh suatu pile-cap yang besar, yang ketebalannya juga
diperhitungkan agar dapat diperoleh penjangkaran tulangan dinding geser secara
sempuran. Kondisi itu tentu akan sangat berbeda dibanding sistem pondasi untuk
rangka-kaku biasa. Pada detail tersebut dapat dilihat juga bahwa kekangan tulangan
lentur masuk ke dalam pile-cap, khususnya ini untuk mengantisipasi kondisi in-
elastis pada saat terjadinya sendi plastis pada dinding geser di bagian bawah.
Gambar 44. Mekanisme inelastik LINK pada sistem EBF (Taranath 2010)
Gambar 45. Split-K-braced EBF :Detail Link (kiri) dan Tampak (kanan)
Sistem ini cocok digunakan untuk portal dengan bentang besar sedemikian sehingga
kekakuan kolom lebih besar dari kekakuan vierendel. Jika tidak maka sendi plastis
akan terbentuk pada kolom, dan ini tentunya tidak baik digunakan terhadap gempa.
Gambar 47. Detail dan tampak BRBF (Sabelli and López 2004)
Gambar 48. Steel Plate Shear Walls (Seilie and Hooper 2005).
Sistem ini tentu saja tidak bisa bekerja sebagai dinding pemikul beban gravitasi,
fungsinya lebih seperti pada plate-girder, yaitu menahan geser. Karena memakai
pelat yang relati tipis maka kekakuan tegak lurus bidang perlu dipertimbangkan
sehingga jarak antar kolom di antara dinding pelat tersebut juga terbatas.
Gambar 49. Perbandingan respons sistem (a)biasa dan (b)terisolasi (Taranath 2005).
Kurva A, paling bawah, menunjukkan gaya gempa rencana sesuai code (IBC 2003
atau ASCE 7-02). Kurva B, ke-2 dari bawah, kemungkinan kuat struktur yang terjadi
sebenarnya. Kuat aktual bangunan bisa lebih besar dari kuat rencana karena banyak
hal (Taranath 2005), akibatnya kuat terpasang bisa 1.5 sampai 2.0 kali lebih besar
dari kuat rencananya. Kurva D, paling atas, menunjukkan gaya lateral gedung bila
berperilaku elastis saat gempa. Namun pada perencanaan tahan gempa, umumnya
dianggap sistem struktur akan mengalami kondisi non-linier selama gempa.
Sehingga bangunan direncanakan hanya memikul sebagian gaya lateral di Kurva D.
Konsekuensi logis, tentunya harus dapat disediakan detail struktur yang dapat
mengakomodasi terjadinya kondisi inelastis yang dimaksud. Perbedaan besarnya
gaya elastis linier, kurva D, dan kemungkinan kapasitas sesungguhnya, kurva B,
menunjukkan besarnya dissipasi enerji yang akan dipikul oleh daktilitas struktur.
Hal kedua yang berkontribusi terhadap pengurangan gaya gempa adalah redaman
tambahan yang terjadi, tentu ini tergantung jenis isolator dasar dan viscous damper
(jika ada) yang dipilih. Redaman dapat meningkat dari nilai umum (asumsi 5%)
Gedung bertingkat pada Gambar 52a, adalah gedung yang terletak di kampus NTU,
Taiwan. Gedung tersebut sepintas terlihat seperti bangunan tinggi lain. Padahal itu
adalah prototipe skala 1:1 gedung tahan gempa sistem isolasi seismik. Keunikan
bangunan tersebut dibanding sistem serupa yang telah dibangun, adalah bahwa
isolasi atau pemisahan struktur atas dan struktur bawah bangunan tidak berada di
bawah, di level pondasi sebagaimana biasa, tetapi berada di lantai dua yang memang
sengaja dikosongkan sebagai tempat pemasangan karet isolasi. Gambar 52b,
memperlihatkan prototipe detail bearing pad yang berfungsi sebagai isolasi dan
tulangan beton di atasnya, yang berada di lantai dua, yang sepintas terkesan kosong
karena memang tidak digunakan oleh publik pemakai gedung.
Pada kondisi elastis, gaya gempa terbesar gedung diakibatkan oleh perioda getar
pendek, biasanya bangunan rendah. Untuk periode getar bangunan tinggi, umumnya
cukup panjang (lama) sehingga pemilihan sistem isolasi seismik tidak signifikan
hasilnya, bahkan akan menemui kesulitan jika ada momen guling akibat angin yang
tinggi, yang akhirnya memerlukan kuat tarik pada pondasinya.
Gambar 53. Logo badan organisasi dunia tentang gedung tinggi (CTBUH 2012)
Gedung tinggi ternyata bukan hanya tentang tinggi tetapi juga tentang proporsi. Ada
banyak bangunan yang tidak terlalu tinggi, tetapi cukup ramping untuk memberikan
tampilan sebuah gedung tinggi, terutama terhadap lingkungan gedung disekitarnya.
Sebaliknya, ada banyak tapak bangunan yang besar atau cukup tinggi tetapi karena
proporsi ukuran luas lantainya dan tingginya maka tidak termasuk bangunan tinggi.
Jika bangunan memakai teknologi yang spesifik pada bangunan tinggi (misalnya, lift
kecepatan tinggi, bracing penahan angin dll), dapat pula digolongkan gedung tinggi.
Meskipun jumlah lantai tidak cukup baik digunakan sebagai indikator ketinggian
suatu gedung, karena tinggi lantai kadang tergantung dari fungsi dan dapat berbeda
antara satu dengan yang lainnya (misal, kantor berbeda dengan perumahan), tapi
bangunan lebih dari 14 atau lebih dari 50 meter tingginya - dapat dipakai sebagai
indikator batas untuk disebut sebagai gedung tinggi.
Council on Tall Buildings and Urban Habitat (CTBUH) mendefinisikan "super tinggi"
sebagai bangunan lebih dari 300 meter tingginya. Meskipun saat ini ada gedung
tinggi lebih dari 800 meter, tetapi pertengahan tahun 2011 hanya ada 54 bangunan
yang lebih dari 300 meter yang telah selesai dan ditempati di seluruh dunia ini.
Catatan : Comcast Center (58 lantai, 297 m), selesai 2008, tertinggi di Philadelphia,
Pennsylvania, dan tertinggi ke-15 di USA; CCTV (China Central TV Headquarters)
(44 lantai, 234 m), selesai 2008, Beijing, China; Almas Tower (68 lantai, 360 m),
selesai 2008, tertinggi ke-3 di Dubai, setelah Emirates Park Towers dan Burj Khalifa.
Daftar bangunan tertinggi yang dibuat CTBUH sifatnya tidak absolut, tergantung
waktu tahun pengukurannya. Itu berarti daftarnya bisa berubah-ubah pada tiap
tahunnya. Sebagai contoh, daftar yang tercatat sampai tanggal 1 Januari 2011 sbb:
Gedung struktur baja (steel), jika unsur-unsur utama struktur vertikal dan
lateral, maupun sistem lantainya memakai struktur baja.
Gedung struktur beton (concrete), jika unsur-unsur utama struktur vertikal dan
lateral, maupun sistem lantainya memakai struktur beton bertulang.
Dari studi CTBUH, pemakaian bahan material gedung tinggi dari tahun ke tahun
terjadi perkembangan. Lihat Gambar 62, struktur baja pada awal mulanya sangat
dominan. Era 1990 terjadi perkembangan pesat material beton, bahkan dari catatan
tahun 2010 pemakaian struktur beton bertulang untuk gedung tinggi mendominasi,
dan mengalahkan struktur baja. Meskipun dalam hal ini, jelas baja tidak bisa
ditinggalkan, tetapi berubah menjadi baja tulangan dan profil komposit untuk
bersama-sama memikul dengan beton. Material baja tidak akan dapat dihilangkan,
karena material inilah yang akan menahan gaya tarik pada elemen beton bertulang.
Istilah yang cukup baru atau asing didengar adalah struktur campuran. Oleh sebab
itu akan dibahas terlebih dahulu perbedaan dan persamaan antara dua sistem itu,
yaitu struktur komposit dan struktur campuran.
Elemen struktur komposit yang paling banyak dijumpai, untuk konstruksi bangunan
mulai dari yang rendah sampai tinggi adalah balok atau slab komposit. Ini wajar saja
karena pemilihan balok komposit memang ditujukan untuk mengantisipasi masalah
pada struktur bentang lebar, yaitu terjadinya momen lentur besar. Balok dibebani
lentur, sisi tarik ditahan oleh material baja secara efisien, sedangkan bagian desak
ditahan oleh beton yang berdimensi lebih besar dan mempunyai ketahanan tekuk
yang lebih baik. Jika dipakai baja pada sisi desak, tidak efisien, karena kegagalan
tekuk akan terjadi lebih dulu tanpa harus mengalami kelelehan. Jadi penggunaan
mutu baja yang tinggi menjadi tidak efisien.
Sistem balok komposit paling sesuai diterapkan pada balok pendukung lantai (dari
beton bertulang), baik pada bangunan gedung maupun jembatan. Pada sistem balok
lantai, agak susah membedakan dari tampilan luar apakah sistem balok baja non-
komposit atau komposit. Perbedaan hanyalah ditentukan oleh keberadaan shear
stud atau shear connector yang tertanam pada pelat betonnya, yang menyebabkan
kedua komponen struktur (profil baja dan lantai beton) berperilaku komposit.
Gambar 63. Sistem Balok Komposit pada Jembatan Standar (Sumber : Trans Bakrie)
Sistem balok komposit pada jembatan di atas, menghasilkan struktur yang sangat
efisien, kinerjanya bahkan dapat dibandingkan dengan sistem beton prategang.
Jembatan dipilih karena strukturnya simple-beam dan dapat berbentang panjang,
kasus masalah yang paling cocok memakai sistem balok komposit.
Sistem simple-beam dengan bentang panjang jarang dijumpai pada gedung tinggi.
Kalau ada, umumnya diperuntukkan pada sistem lantai terhadap beban tetap. Untuk
balok dengan sistem menerus, dimana momen terbesar di tumpuan maka kondisi
tegangan jadi terbalik, sisi tarik di atas (beton) dan isi tekan di bawah (baja) pada
kondisi ini maka aksi komposit tidak efektif, sebaiknya diabaikan saja.
Meskipun sistem balok komposit tidak banyak dipakai pada gedung tinggi, tetapi
strateginya cocok diaplikasikan pada sistem pelat lantai. Bagaimanapun juga, lantai
gedung umumnya adalah beton, karena mempunyai redaman yang baik terhadap
getaran dan bunyi-bunyian. Masalahnya dari segi pelaksanaan, perlu bekisting dan
waktu melepaskannya. Masalah diatasi dengan menggunakan pelat corrugated baja
sehingga dapat sekaligus berfungsi sebagai bekisting sekaligus tulangan positip. Itu
berarti sistem lantai harus mengakomodasi sistem pelat komposit.
Gambar 64. Sistem pelat dan balok komposit pada lantai bangunan
Jadi keunggulan penggunaan pelat komposit adalah juga dalam segi pelaksanaannya,
yaitu sebagai bekisting permanen. Adapun kelemahan balok komposit pada sistem
menerus (momen negatif), diatasi dengan penambahan tulangan baja. Sedangkan
shear connector yang terdapat pada balok (Gambar 64), tidak sekedar agar menjadi
balok komposit, tetapi juga diperlukan untuk menyatukan lantai dengan sistem
struktur utamanya, yaitu agar lantainya dapat bekerja sebagai floor-diaphragm yang
menyebabkan gerakan lateral secara sekaligus pada saat gempa.
Jadi penggunaan sistem struktur komposit pada gedung Petronas ditujukan untuk
sistem gravitasi, pada sistem struktur lantainya. Itulah mengapa balok kompositnya
lebih banyak berupa balok tunggal (simple-beam). Atas dasar asumsi simple-beam
itu pula maka hubungan balok komposit (profil baja) ke core-wall atau rangka beton
perimeternya menjadi tidak rumit detailnya, sambungan tipe geser atau tumpu akan
mencukupi (Gambar 66). Sistem balok komposit tidak memberi kekakuan lateral
pada bangunan, terhadap gempa hanya berfungsi sebagai Floor Diaphragms.
Keuntungan sistem balok dan pelat komposit untuk lantainya adalah tidak memer-
lukan sistem bekisting dan perancah khusus, sehingga konstruksinya jadi cepat.
Sistem balok dan pelat komposit pada Gedung Petronas sifatnya lokal (memikul
lantai itu saja), tidak mempengaruhi perilaku struktur keseluruhan, arah vertikal
atau arah lateral, maka sistem strukturnya tetap kategori gedung beton.
Kecuali struktur balok dan slab komposit, yang lainnya adalah kolom. Ada dua jenis
kolom komposit yang biasa dipakai pada konstruksi bangunan. Pertama, profil baja
terbungkus beton bertulang (Gambar 67). Kedua, pipa baja diisi beton struktur.
Pada prinsipnya, perilaku dan perencanaan kolom komposit sama seperti kolom
beton bertulang biasa, dalam hal ini profil baja dianggap seperti diskrit-diskrit
tulangan. Adapun motivasi yang mendasari dipilihnya kolom komposit adalah agar
jumlah luasan baja pada kolom tidak dibatasi seperti halnya kolom beton bertulang
(≤ 4% Ab). Dengan kandungan material baja yang lebih banyak pada kolom tersebut
maka kapasitasnya diharapkan akan meningkat. Selain itu, karena banyak memakai
material baja, maka resiko terjadinya rangkak (creep) dapat dikurangi signifikan.
Gambar 70. First-City Tower (49 lantai), di Houston, Texas (Taranath 2012)
Gedung First-City Tower dibangun tahun 1981, perencana struktur Walter P. Moore
& Associate, menarik dibahas selain karena bentuknya yang unik, juga pemakaian
sistem komposit lengkap, mulai balok, slab, kolom, bahkan core-wall utamanya.
Selain penampang, efek komposit dapat diterapkan dengan cara lain. Pada dinding-
geser-berangkai, efek komposit dicapai dengan mengganti balok beton dengan profil
baja, sedangkan dinding dari beton bertulang. Ini dipilih karena balok perangkai
akan mengalami kondisi inelastis akibat momen bolak-balik. Jika dipilih profil baja,
detailnya relatif sederhana dan juga lebih daktail, meskipun belum tentu lebih kaku.
Gedung dengan sistem penahan lateral memakai elemen struktur komposit disebut
gedung dengan sistem struktur komposit. Selain itu, bisa saja tidak ada elemen-
elemen komposit yang digunakan, tetapi juga disebut sistem struktur komposit jika
ditinjau secara keseluruhan, misalnya ”portal-baja” dan ”dinding geser beton”.
Ada beberapa alasan dipilihnya sistem campuran. Umumnya karena tahapan kons-
truksi yang tidak sama. Untuk itu, sistem struktur atas yang banyak dipakai adalah
konstruksi baja yang berbentuk modul, dibuat di fabrikasi (luar proyek) jadi tinggal
dibawa ke lapangan untuk pemasangannya. Prosesnya terkesan sangat cepat.
Bisa juga akibat fungsi bangunan berbeda, misal level tertentu untuk kantor yang
perlu bentang lebar dan grid ruang tertentu, sehingga sistem rangka baja cocok.
Level yang lain, untuk fungsi apartemen dengan grid-grid ruangan bervariasi
sehingga perlu sistem lantai flate-slab dari beton agar fleksibel sifatnya.
Gambar 76. Perkembangan 20 gedung tertinggi tiga dekade terkini (CTBUH 2012)
Dekade 2000 ke 2010 ada peningkatan 17%, selanjutnya dari dekade 2010 ke 2020
yang dimulai dengan berdirinya Burj-Khalifa, peningkatannya sebesar 36%. Jadi era
saat ini telah terjadi revolusi ilmu pengetahuan tentang gedung tinggi. Saat inilah
terjadi peralihan antara era super-tinggi (300 m) menuju era mega-tinggi (600 m).
Melihat kondisi mayoritas penduduk negeri ini, tak terbayangkan masuk kancah
perlombaan gedung-gedung tinggi di tingkat dunia. Tapi fakta berbicara lain, nama
Indonesia ada tercantum pada daftar nama-nama gedung mega tinggi tersebut.
Meskipun baru rencana, tetapi bagi insinyur-insinyur yang bermimpi dapat terlibat
pada salah satu gedung tertinggi dunia, tentu mendapatkan harapan yang besar.
Arsiteknya Adrian Smith didukung Bill Baker (structural engineer) dari Skidmore,
Owings & Merrill (SOM), Chicago. Kontraktornya Samsung C&T, Besix dan Arabtec.
Konstruksi utama beton bertulang, dan baja untuk bagian menaranya. Penggunaan
beton cukup menarik, sepertinya akan menjadi kecenderungan gedung super-tinggi
yang lain. Faktor-faktor yang menyebabkannya (Taranath 2010), adalah :
Besarnya massa dan rigiditas beton memperbesar redaman dibanding baja, yang
akan mengurangi gaya akibat angin pada bangunan super-tinggi.
Peningkatan mutu campuran beton semakin baik, dari segi kekuatan (fc) dan
modulus elastisitas (Ec), termasuk SCC (Self-Consolidating Concrete).
Beton bertulang secara nature bersifat tahan api (fire resistant)
Penggunaan sistem lantai flat-slab, dapat menghasilkan tinggi lantai-ke-lantai
yang sangat minimal dan lebih efisien karena two-way system.
Tersedia self-climbing form-work dinding otomatis dari Doka, Austria.
Tersedia teknologi pompa beton kapasitas 5500 psi padahal perlunya hanya
3000 psi, yaitu buatan Putzmeister, Jerman. Crane sudah tidak diperlukan lagi.
Tinggi arsitektur 828 m, jumlah lantai 160, konstruksi mulai 2004 sampai 2010,
setara dengan kerja sebanyak 22 juta orang per jam.
Tower beton bertulang seluas 280,000 m2 digunakan untuk tempat tinggal dan
kantor, sebagian juga hotel. Adapun luas tower dan podium adalah 465,000 m2.
Luas dasar (site area) adalah 104,210 m2, luasan proyek 454,249 m2.
Mutu beton 60 – 80 MPa dan Ec 43,800 N/mm² (maks) sebanyak 250,000 m3
(setara 110,000 gajah), tulangan baja perlu 39,000 ton, dinding penutup 83,600
m2 kaca dan 27,900 m2 metal (ekivalen 17 lapangan bola). Aluminium yang
dipakai setara lima pesawat A380, panjang baja stainless setara 293 kali tinggi
menara Eiffel di Paris.
Untuk mewujudkan bangunan tertinggi, arsitek dan insinyur SOM, Chicago memakai
prinsip geometri organik triaksial yang bertumbuh secara spiral (lihat Gambar 80).
Untuk itu perlu sistem struktur baru, yang dinamakan ”buttressed core”, terdiri dari
dinding beton mutu tinggi membentuk tiga sayap yang saling menopang satu sama
lain melalui enam sisi core tengah atau hub hexagonal. Idenya sederhana, core beton
menghasilkan kekakuan torsi, sekaligus pelindung elevator. Tiga sayap menopang
core beton terhadap angin. Untuk menghasilkan satu kesatuan diberikan outriggers
di setiap ketinggian tertentu. Hasilnya denah berbentuk Y, yang ternyata ideal sekali
untuk bangunan resident dan hotel, karena memberikan keleluasaan pemandangan
luar yang terbaik.
Lendutan lateral akibat angin memenuhi persyaratan umum, dari analisa dinamik
diketahui bahwa ragam pertama (mode-1) berupa deformasi lateral dengan perioda
11.3 detik, ragam ke-2 juga deformasi lateral arah tegak lurusnya dengan perioda
10.2 detik. Deformasi torsi terjadi pada ragam ke-5 dengan perioda 4.3 detik, yang
berarti tidak menentukan perilaku bangunan terhadap pembebanan lateral.
Untuk perencanaan gempa, Dubai termasuk pada Zone-2 di Uniform Building Code
(International Code Council, 1997), yang berarti daerah gempa sedang (moderate)
sebanding kota New York dan Boston. Kondisi tanahnya pada kategori sangat padat
atau karang muda. Analisa gempanya berupa analisa respons spektrum khusus
kondisi tanah di sana. Hasilnya menunjukkan bahwa pembebanan gempa tidak
menentukan perencanaan bangunan tower beton bertulang, hanya bagian podium
dan menara baja di puncak tower yang terpengaruh. Meskipun demikian pada
perencanaan bangunan ini telah dilakukan seismic hazard analysis secara khusus,
termasuk mempelajari potensi terjadinya bahaya likuifaksi ketika terjadi gempa.
Material beton mengalami creep (rangkak) dan shringkage (susut), yaitu deformasi
sebagai fungsi waktu. Karena tower sebagian besar beton bertulang, hanya bagian
atas yang menara baja, maka pengaruh rangkak dan susut harus dihitung cermat.
Strategi jangka panjang, mengusahakan tegangan tekan akibat beban gravitasi pada
penampang yang merata. Caranya ukuran penampang diproporsikan terhadap gaya
tekan yang ada. Ini mudah, karena proporsi kolom atau dinding menerus, dan
konsisten sesuai luasan lantai yang dipikul, tidak ada balok transfer dsb.
Fenomena distorsi akibat perpendekan aksial diperlihatkan pada Gambar 85. Beban
di tengah lebih besar karena jumlah lantainya lebih banyak dibanding pinggir.
Adanya pengaruh creep dan shrinkage pada struktur beton bertulang itulah yang
menyebabkan proses konstruksi Burj-Khalifa tidak dapat dikerjakan sekaligus pada
arah horizontal, yaitu keseluruhan luasan lantainya. Konstruksi dimulai dari bagian
yang nantinya akan paling tinggi terlebih dahulu, yaitu bagian tengah, kemudian
disusul oleh lantai-lantai ujung yang nanti ada di bawahnya (lihat Gambar 83).
Gambar 86. Uji terowongan angin di RWDI, Gulfp, Ontario (Baker 2010)
Uji terowongan angin oleh Rowan Williams Davies and Irwin Inc. (RWDI) dari Gulfp,
Ontario, Canada, sehingga pengaruh dinamik angin dan fenomena vortex-shedding
dapat dievaluasi sekaligus. Akhirnya melalui trial-and-error, bentuk bangunannya
dapat dipilih sedemikian rupa sehingga seakan-akan dapat “membingungkan” angin.
Lendutannya dievaluasi sesuai batas-batas tolerasi ijin sesuai ISO, Geneva. Hasilnya
sangat baik, bahkan tidak diperlukan teknologi dumping device khusus seperti yang
dipakai pada gedung Taipei 101, Taiwan, yaitu Tuned Mass Pendulum Damper
(Taranath 2005), untuk antisipasi goyangan berlebihan akibat angin.
Melalui hasil uji terowongan angin maka efek vortec-shedding yang terjadi ketika
angin melewati bangunan tersebut dapat diprediksi (Gambar 86). Terlihat bahwa
vortec-shedding tidak mempengaruhi bangunan, karena terjadinya di belakang jauh.
Itu berarti tidak ada tekanan angin pada arah tegak lurus arah utama angin, hanya
tekanan searah angin utama yang perlu diperhitungkan dalam perencanaan. Karena
distorsi akibat angin tidak terlalu banyak, jika dapat dikontrol dengan baik maka
tentunya kenyamanan hunian akan lebih baik.
Gambar 87. Perilaku angin di sekitar tower Burj Khalifa (Baker 2010)
Literatur tertua, yang sekarangpun masih dijadikan acuan banyak manusia, yaitu
Alkitab telah lama mengatakannya:
Bahkan legenda menara Babel, tidak dapat dianggap itu sebagai ketidak-mampuan
manusia untuk berkuasa, sebagaimana ungkapan nats di atas. Bahkan ada suatu
pernyataan akan dahsyatnya kemampuan manusia tersebut. Baca lagi secara teliti :
. . . Ini barulah permulaan usaha mereka; mulai dari sekarang apapun juga
yang mereka rencanakan, tidak ada yang tidak akan dapat terlaksana. . . .
Kejadian 11:6
Jadi nats di atas merupakan bukti tertulis tertua yang menunjukkan bahwa sejak
awal mulanyapun, Tuhan sudah menyatakan bahwa manusia itu begitu istimewa
diantara ciptaan lainnya, karena memang sebagai gambar diri-Nya.
Lalu dimana keistimewaan manusia, dibanding burung dengan sayapnya yang dapat
terbang tinggi di udara, ikan dengan siripnya yang dapat berenang cepat di air, kuda
dengan kakinya yang dapat berlari di darat laksana angin.
Secara fisik, manusia itu lemah dibanding ciptaan Tuhan yang lain. Tetapi dibalik itu
ada sesuatu yang luar biasa, yaitu akal-budi. Dengannya dapat dibuat rencana yang
Tuhanpun tahu, bahwa tidak ada yang tidak akan dapat terlaksana. [Kejadian 11:6].
Jadi berbicara banyak tentang bangunan tertinggi dunia, tidaklah lengkap tanpa
mencari tahu sosok manusia yang erat dengan pembuatan rencana penciptaan itu.
Fokus penciptaan yang dimaksud dikaitkan dengan keterwujudan fisik, tidak seke-
dar bentuk atau tampilannya, tetapi kemampuannya atau tepatnya kekuatan dan,
kekakuannya untuk berada di alam dunia ini. Berarti itu sosok manusia yang ber-
tanggung jawab pada urusan rekayasa. Sosok yang dimaksud adalah :
Education :
University of Illinois, MSc., Civil Engineering, 1980
University of Missouri, BSc, Civil Engineering, 1975
Award
Honorary Doctorate dari Uni Stuttgart, 2011
OPAL Award, dari ASCE, 2011
Gold Medal dari IStructE, London, 2010
Fritz Leonhardt Prize, Uni Stuttgart, 2009
Fazlur Rahman Khan Medal dari CTBUH, 2009.
Ternyata sosok penanggung-jawab rencana penciptaan itu adalah sosok yang mem-
pelajari dan menguasai ilmu teknik sipil, khususnya structural engineering. Itulah
ilmu yang Tuhan-pun tahu tidak ada yang tidak akan dapat terlaksana. Tentunya
kita semua di sini (kuliah umum di UAJY, Rabu, 9/5/2012) perlu mensyukuri, bahwa
ilmu yang kita pelajari itu adalah istimewa. Dengannya, dunia ini dapat diubah lebih
baik, tentunya jika diaplikasikan secara tepat. Bagaimana itu bisa dilakukan ?
W.F. Baker pada Burj Khalifa dikenal akan ide dan pengembangan sistem struktur
“buttressed core” yang belum pernah ada dipakai pada gedung tinggi sebelumnya.
Selain itu, sebelumnya juga telah dikenal akan inovasi-inovasinya yang lain, seperti
proyek bangunan bentang panjang Korean Air Lines Operations Hangar, Virginia
Beach Convention Center, juga spesial struktur seperti Broadgate-Exchange House.
Tentang ilmu pengetahuan yang diyakini Baker, yang terbukti andal menghasilkan
inovasi-inovasi rekayasa, ternyata tidak ada rahasia khusus. Itu diketahui saat Baker
memberikan kuliah (18 December 2011) di Universitas Illinois, Urbana-Champaign,
almamaternya. Pada pidatonya, Baker mengenang dan mengingatkan kembali akan
slogan gurunya 30 tahun lalu, Profesor Narby Khachaturian. Slogan yang dimaksud
adalah “Theory is Practical”. Teori yang dimaksud adalah teori-teori dasar yang
diajarkan di perguruan tinggi, seperti teori plate-shell, teori elastisitas (linear dan
nonlinear), metoda enerji, dll-nya, yang semua terkesan tidak praktis pemakaiannya.
Padahal dari teori-teori dasar seperti itulah, Baker menyusun hipotesis atas solusi
kasus-kasus yang dihadapinya. Ternyata itu semua dapat menghasilkan buah-buah
positip, yang bagi orang awam disebutnya sebagai inovasi terkini.
Apakah dengan hal-hal di atas sudah mencukupi untuk menjadi seperti W.F. Baker.
Ternyata tidak, penguasaan ilmu-ilmu dasar hanyalah modal awal, selanjutnya perlu
berani menerima tanggung jawab akan masalah-masalah rekayasa yang ada. Sebagai
Partner di konsultan rekayasa SOM, Chicago, tentulah kesempatan yang istimewa.
Masalah-masalah rekayasa pelik kelas dunia akan otomatis berdatangan. Nah disitu
akan ada titik temu antara “supply and demand”. Jadi tidak heranlah jika kemudian
ada kolaborasi dengan arsitek-arsitek terkenal dan menghasilkan berbagai inovasi.
Jika hanya itu yang dikerjakan W.F. Baker, maka pastilah yang dikenal hanya SOM,
kantor tempatnya bekerja. Tidak akan ada penghargaan khusus secara personal. Itu
semua ada karena W.F Baker ternyata juga aktif dengan banyak kegiatan organisasi
profesional dan institusi pendidikan tinggi, sebagai pembicara sekaligus penulis
tentang ide-ide yang dikembangkannya. Dia menulis secara rutin pada jurnal atau
majalah ilmiah di bidang rekayasa struktur, bahkan sudah ada sekitar 50 tulisannya
tentang proyek-proyeknya maupun penelitiannya terkait dengan optimasi struktur,
pengaruh angin dan stabilitas. Itulah profil insinyur struktur yang ideal untuk ditiru.
Meskipun gedung di atas masih dalam tahap desain, dan terlihat belum adanya aksi
nyata di lapangan tapi kemungkinan terwujudnya akan lebih besar dan lebih cepat
dari mimpi bangsa ini akan jembatan bentang panjang penghubung Jawa-Sumatera.
Bagi sarjana teknik sipil, yang ingin diketahui pada proyek tersebut tentunya adalah
perencana strukturnya, Thornton Tomasetti (http://www.thorntontomasetti.com).
Konsultan rekayasa struktur yang telah berdiri sejak 1956 di USA dan telah menjadi
kelas dunia, gedung Taipei 101 di Taiwan, Shanghai World di Shanghai, Petronas
Tower di Kuala Lumpur, yang merupakan gedung ke-2, ke-3, ke-5 dan ke-6 tertinggi
dunia adalah beberapa dari karya-karyanya. Perlu juga diketahui, bahwa konsultan
struktur lokal yang berkenan mendapat kehormatan mendampingi perancang kelas
dunia adalah PT. Gistama Inti Semesta (http://www.gistama.com) di Jakarta.
Adapun gedung tertinggi saat ini adalah Burj Khalifa dengan perencana strukturnya
William F. Baker dari Skidmore, Owings & Merrill LLP (SOM), Amerika. Sedangkan
gedung tertinggi ke-4 dunia, International Commerce Centre Hongkong, perencana
strukturnya Arup, yang berkantor pusat di Inggris.
Adanya kesempatan dalam waktu dekat ini bahwa gedung mega-tinggi akan segera
hadir di Indonesia, tentunya perlu disikapi dengan baik. Bagaimanapun juga, tidak
setiap negara punya kesempatan terlibat dalam pembangunan gedung seperti itu.
Jadi bagi anak-anak muda calon engineer yang punya idealisme tentu akan melihat
bahwa ini kesempatan baik belajar dan menguasai teknologi di era mega-tinggi tadi.
Materi bangunan tinggi dan bentang panjang ternyata sangat luas. Untuk itu tulisan
akan dibagi menjadi dua bagian. Pertama, makalah yang anda baca hanya membahas
tentang bangunan tinggi, yaitu gedung tinggi, super tinggi dan mega tinggi.
Meskipun tulisan ini hanya membahas masalah gedung-gedung tinggi saja, tetapi
ternyata masalahnya cukup kompleks, tidak sederhana. Itu pula yang menyebabkan,
meskipun dalam waktu dekat, di Jakarta akan dibangun gedung tertinggi ke-5 dunia,
tetapi semuanya itu masih melibatkan bangsa lain. Kita belum mandiri. Oleh karena
itu diharapkan dengan tulisan ini, akan memicu mahasiswa-mahasiswa yang sedang
belajar ilmu teknik sipil akan termotivasi lebih giat lagi untuk dapat menguasai ilmu
rekayasa dan akhirnya berhasil menjadi insinyur yang mandiri dan mumpuni.
Tentang Pemakalah
Dr. Ir. Wiryanto Dewobroto, MT., adalah Dosen Profesional dan Lektor Kepala pada mata kuliah
analisa dan perancangan struktur (baja, beton dan kayu), komputer rekayasa, di Jurusan Teknik
Sipil, Fakultas Desain dan Teknik Perencanaan, Universitas Pelita Harapan,
Lippo-Karawaci, Tangerang. Pendidikan S -1 di UGM, Yogyakarta (1989); S2 - di
UI, Jakarta (1998); S3 di UNPAR, Bandung (2009) via dukungan promotor Prof.
Ir. Moh. Sahari Besari, M.Sc., Ph.D. Profesinya di dunia rekayasa diawali
sebagai structural engineer PT. Wiratman & Associates, Jakarta (1989–1994),
engineering manager di PT. Pandawa Swasatya Putra Consulting Engineer,
Jakarta (1994–1998). Krisis moneter (1998) mengalihkannya berkarya ke dunia
pendidikan, sebagai guru, peneliti dan penulis. Tentang hal itu, ada puluhan
publikasi, berupa prosiding, jurnal, buku, atau tulisan-tulisan ilmiah populer.
Semuanya dapat dilacak, bahkan sebagian dapat dibaca dan download di blog-pribadi-nya, yaitu :
http://wiryanto.wordpress.com